Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh
terhadap organ lainnya. Secara spesifik sistem saraf merupakan suatu sistem
protektif dari rangsangan yang membahayakan, dapat menghantarkan sinyal
dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya untuk menghasilkan respon tubuh dan
sebagai sistem komunikasi untuk mengirimkan informasi ke otak. Pemeriksaan
neurologik merupakan suatu proses yang dibutuhkan bagi tenaga kesehatan
untuk mendiagnosa kondisi kesehatan neurologis pasien. Pemeriksaan ini
membutuhkan ketelitian dan pengalaman, yang terdiri dari sejumlah
pemeriksaan yang spesifik.
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan dengan teliti dengan melihat
riwayat penyakit pasien dan kondisi fisiknya. Otak dan medula spinalis tidak
dapat dilihat, diiperkusi, dipalpasi ataupun diauskultasi seperti sistem lainnya
dalam tubuh. Agar pemeriksaan neurologis dapat memberikan informasi yang
akurat, maka perlu di usahakan kerja sama yang baik antara pemeriksa dan
pasien dan pasien diminta untuk kooperatif (Brunner, 2001).
Pemeriksaan neurologis yang terdiri atas anamnesis, rangkuman gejala
pasien, dan pembahasan mengenai keluhan yang terkait pada anggota keluarga
pasien, akan memfokuskan pemikiran pemeriksa, mengarahkan pemeriksaan
fisik dan menjadi kunci pemeriksaan diagnostik. Hubungan erat antara gejala
neurologik dan gejala penyakit medis lainnya memerlukan evaluasi medis yang
lengkap dan akurat. Pengaturan pemeriksaan neurologis sangat penting dalam
mengikuti suatu urutan pemeriksaan tertentu sehingga tenaga medis dapat
mengevaluasi informasi yang ada dan langsung memeriksa segmen selanjutnya
yang belum diperiksa (Price dan Wilson, 2006)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan persyarafan ?
2. Apa saja macam-macam system persyarafan ?
3. Apa saja macam-macam pemeriksaan system syaraf ?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
bagaimana cara pemeriksaan fisik system persyarafan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan persyarafan.
b. Untuk mengetahui macam-macam system persyarafan.
c. Untuk mengetahui macam-macam pemeriksaan system syaraf.
BAB II
PEMBAHASAN

A. SISTEM SARAF
Sistem saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang saling
berhubungan, sangat khusus dan kompleks untuk mengkoordinasikan,
mengatur dan mengendalikan interaksi antara seorang individu dengan
lingkungan sekitarnya. Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf (neoron) dan sel-
sel penyokong (neuroglia dan sel schawnn) yang saling berkaitan dan
terintegrasi satu sama lain (Price dam Wilson, 2006).
Pemeriksaan neurologis adalah suatu proses yang membutuhkan
ketelitian dan pengalaman yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan pada fungsi
yang sangat spesifik. Meskipun pemeriksaan neurologis sering terbatas pada
pemeriksaan yang sederhana, namun pemeriksaan ini sangat penting dilakukan
oleh pemeriksa, sehingga mampu melakukan pemeriksaan neurologis dengan
teliti dengan melihat riwayat penyakit dan keadaan fisik lainnya. Banyak
fungsi neurologik paisen yang dapat dikaji selama pengkajian riwayat dan
pengkajian riwayat fisik rutin. Salah satuya adalah mempelajari tentang pola
bicara, status mental, gaya berjalan, cara berdiri, kekuatan motorik,dan
koordinasinya. Aktivitas sederhana yang dapat memberikan informasi banyak
bagi orang yang melakukan pengkajian adalah saat berjabat tangan dengan
pasien (Smeltzer dan Bare, 2002).
Sistem persarafan merupakan suatu sistem pengontrol seluruh sistem
tubuh manusia sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh dan
teliti. Pemeriksaan fisik neurologi dilakukan secara akurat oleh perawat sebagai
upaya mengetahui fungsi fisiologis dan patologis pasien, sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan secara tepat, cepat dan efisien. Pengamatan
dapat diperoleh dari respon pasien maupun perilaku pasien. Peran perawat
memberikan penyuluhan dan perubahan kebutuhan pasien sehingga diharapkan
dapat membantu mengurangi kesulitan gerak motorik halus maupun sensorik.
Pemeriksaan secara tidak tepat dapat berdampak buruk pada pasien
sebab diagnosa yang dibuat berdasarkan pemeriksaan tersebut akan menjadi
fatal sehingga perlu dilakukan pemeriksaan fisik secara cermat untuk
mengurangi kesalahan dalam pemeriksaan fisik.
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas
menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh
tubuh. Sistem saraf memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun dalam.
Untuk menanggapi rangsangan, ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh
sistem saraf, yaitu:
 Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita yang
bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.
 Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari
berkas serabut penghubung (akson). Pada serabut penghubung terdapat sel-
sel khusus yang memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.
 Efektor, adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah diantarkan
oleh penghantar impuls. Efektor yang paling penting pada manusia adalah
otot dan kelenjar

1. Sel Saraf (Neuron)


Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf yang disebut neuron. Neuron
bergabung membentuk suatu jaringan untuk mengantarkan impuls
(rangsangan). Satu sel saraf tersusun dari badan sel, dendrit, dan akson.
a. Badan sel
Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar dari sel saraf. Badan
sel berfungsi untuk menerima rangsangan dari dendrit dan meneruskannya
ke akson. Pada badan sel saraf terdapat inti sel, sitoplasma, mitokondria,
sentrosom, badan golgi, lisosom, dan badan nisel. Badan nisel merupakan
kumpulan retikulum endoplasma tempat transportasi sintesis protein.

b. Dendrit
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang. Dendrit
merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan
mengantarkan rangsangan ke badan sel.

c. Akson
Akson disebut neurit. Neurit adalah serabut sel saraf panjang yang
merupakan perjuluran sitoplasma badan sel. Di dalam neurit terdapat
benang-benang halus yang disebut neurofibril. Neurofibril dibungkus oleh
beberapa lapis selaput mielin yang banyak mengandung zat lemak dan
berfungsi untuk mempercepat jalannya rangsangan. Selaput mielin tersebut
dibungkus oleh sel-sel sachwann yang akan membentuk suatu jaringan yang
dapat menyediakan makanan untuk neurit dan membantu pembentukan
neurit. Lapisan mielin sebelah luar disebut neurilemma yang melindungi
akson dari kerusakan. Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh lapisan
mielin. Bagian ini disebut dengan nodus ranvier dan berfungsi
mempercepat jalannya rangsangan.
Ada tiga macam sel saraf yang dikelompokkan berdasarkan struktur dan
fungsinya, yaitu:
1) Sel saraf sensorik, adalah sel saraf yang berfungsi menerima rangsangan
dari reseptor yaitu alat indera.
2) Sel saraf motorik, adalah sel saraf yang berfungsi mengantarkan
rangsangan ke efektor yaitu otot dan kelenjar. Rangsangan yang
diantarkan berasal atau diterima dari otak dan sumsum tulang belakang.
Perbedaan struktur dan fungsi dari ketiga jenis sel saraf tersebut lebih
jelasnya bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel Perbedaan sel saraf sensorik, penghubung, dan motorik

No Pembeda Sensorik Penghubung Motorik

Ukuran
1 Panjang Pendek Pendek
Dendrit

Ukuran
2 Panjang Pendek Panjang
Neurit

Menerima Menerima
Menerima
Fungsi rangsangan rangsangan
3 dan merusak
Dendrit dari dari sel
rangsangan
reseptor saraf lain
Meneruskan Menerima
Meneruskan
Fungsi rangsangan dan
5 rangsangan
Neurit ke sel saraf meneruskan
ke efektor
lain rangsangan

3) Sel saraf penghubung Sel saraf penghubung adalah sel saraf yang
berfungsi menghubungkan sel saraf satu dengan sel saraf lainnya. Sel
saraf ini banyak ditemukan di otak dan sumsum tulang belakang. Sel
saraf yang dihubungkan adalah sel saraf sensorik dan sel saraf motorik.

Saraf yang satu dengan saraf lainnya saling berhubungan. Hubungan antara
saraf tersebut disebut sinapsis. Sinapsis ini terletak antara dendrit dan
neurit. Bentuk sinapsis seperti benjolan dengan kantung-kantung yang
berisi zat kimia seperti asetilkolin (Ach) dan enzim kolinesterase. Zat-zat
tersebut berperan dalam mentransfer impuls pada sinapsis.

2. Impuls
Impuls adalah rangsangan atau pesan yang diterima oleh reseptor dari
lingkungan luar, kemudian dibawa oleh neuron. Impuls dapat juga
dikatakan sebagai serangkaian pulsa elektrik yang menjalari serabut saraf.
Contoh rangsangan adalah sebagai berikut.
a. Perubahan dari dingin menjadi panas.
b. Perubahan dari tidak ada tekanan pada kulit menjadi ada tekanan.
c. Berbagai macam aroma yang tercium oleh hidung.
d. Suatu benda yang menarik perhatian.
e. Suara bising.
f. Rasa asam, manis, asin dan pahit pada makanan.

Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor akan


menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor.
Gerakan tersebut adalah sebagai berikut.

a. Gerak sadar
Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena disengaja
atau disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan
melalui jalan yang panjang. Bagannya adalah sebagai berikut.

b. Gerak reflex
Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari.
Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang
sangat singkat dan tidak melewati otak. Bagannya sebagai berikut.
Contoh gerak reflex adalah sebagai berikut.
 Terangkatnya kaki jika terinjak sesuatu.
 Gerakan menutup kelopak mata dengan cepat jika ada benda asing
yang masuk ke mata.
 Menutup hidung pada waktu mencium bau yang sangat busuk.
 Gerakan tangan menangkap benda yang tiba-tiba terjatuh.
 Gerakan tangan melepaskan benda yang bersuhu tinggi.

3. Susunan Sistem Saraf


Di dalam tubuh kita terdapat miliaran sel saraf yang membentuk sistem
saraf. Sistem saraf manusia tersusun dari sistem saraf pusat dan sistem saraf
tepi. Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang.
Sedangkan sistem saraf tepi terdiri atas sistem saraf somatis dan sistem saraf
otonom.
a. Sistem saraf pusat
1) Otak

Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai


pusat pengatur dari segala kegiatan manusia. Otak terletak di dalam
rongga tengkorak, beratnya lebih kurang 1/50 dari berat badan. Bagian
utama otak adalah otak besar (Cerebrum), otak kecil (Cerebellum), dan
batang otak.

Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang


disadari. Berpikir, berbicara, melihat, bergerak, mengingat, dan
mendengar termasuk kegitan tubuh yang disadari. Otak besar dibagi
menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan belahan kiri.
Masing-masing belahan pada otak tersebut disebut hemister. Otak besar
belahan kanan mengatur dan mengendalikan kegiatan tubuh sebelah
kiri, sedangkan otak belahan kiri mengatur dan mengendalikan bagian
tubuh sebelah kanan.
Otak kecil terletak di bagian belakang otak besar, tepatnya di
bawah otak besar. Otak kecil terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan luar
berwarna kelabu dan lapisan dalam berwarna putih. Otak kecil dibagi
menjadi dua bagian, yaitu belahan kiri dan belahan kanan yang
dihubungkan oleh jembatan varol. Otak kecil berfungsi sebagai
pengatur keseimbangan tubuh dan mengkoordinasikan kerja otot ketika
seseorang akan melakukan kegiatan.

Batang otak tersusun dari medula oblangata, pons, dan otak


tengah. Batang otak terletak di depan otak kecil, di bawah otak besar,
dan menjadi penghubung antara otak besar dan otak kecil. Batang otak
disebut dengan sumsum lanjutan atau sumsum penghubung. Batang
otak terbagi menjadi dua lapis, yaitu lapisan dalam dan luar berwarna
kelabu karena banyak mengandung neuron. Lapisan luar berwarna
putih, berisi neurit dan dendrit. Fungsi dari batang otak adalah mengatur
refleks fisiologis, seperti kecepatan napas, denyut jantung, suhu tubuh,
tekanan, darah, dan kegiatan lain yang tidak disadari.
Fungsi Otak kiri dan otak kanan berbeda, dapat dilihat pada gambar
berikut ini
2) Sumsum tulang belakang
Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga
tulang belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas
tulang pinggang yang kedua. Sumsum tulang belakang terbagi
menjadi dua lapis, yaitu lapisan luar berwana putih dan lapisan
dalam berwarna kelabu. Lapisan luar mengandung serabut saraf dan
lapisan dalam mengandung badan saraf.
Di dalam sumsum tulang belakang terdapat saraf sensorik, saraf
motorik, dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai
penghantar impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat pengatur
gerak refleks.
b. Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi tersusun dari semua saraf yang membawa pesan dari
dan ke sistem saraf pusat. Kerjasama antara sistem pusat dan sistem
saraf tepi membentuk perubahan cepat dalam tubuh untuk merespon
rangsangan dari lingkunganmu. Sistem saraf ini dibedakan menjadi
sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom.

1) Sistem saraf somatic


Sistem saraf somatis terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31
pasang saraf sumsum tulang belakang. Kedua belas pasang saraf
otak akan menuju ke organ tertentu, misalnya mata, hidung, telinga,
dan kulit. Saraf sumsum tulang belakang keluar melalui sela-sela
ruas tulang belakang dan berhubungan dengan bagian-bagian tubuh,
antara lain kaki, tangan, dan otot lurik. Saraf-saraf dari sistem
somatis menghantarkan informasi antara kulit, sistem saraf pusat,
dan otot-otot rangka. Proses ini dipengaruhi saraf sadar, berarti
kamu dapat memutuskan untuk menggerakkan atau tidak
menggerakkan bagian-bagian tubuh di bawah pengaruh sistem ini.
Contoh dari sistem saraf somatis adalah sebagai berikut.

 Ketika kita mendengar bel rumah berbunyi, isyarat dari telinga


akan sampai ke otak. Otak menterjemahkan pesan tersebut dan
mengirimkan isyarat ke kaki untuk berjalan mendekati pintu dan
mengisyaratkan ke tangan untuk membukakan pintu.
 Ketika kita merasakan udara di sekitar kita panas, kulit akan
menyampaikan informasi tersebut ke otak. Kemudian
otak mengisyaratkan pada tangan untuk menghidupkan kipas
angin.
 Ketika kita melihat kamar berantakan, mata akan menyampaikan
informasi tersebut ke otak, otak akan menterjemahkan informasi
tersebut dan mengisyaratkan tangan dan kaki untuk bergerak
membersihkan kamar.

2) Sistem saraf otonom


Contohnya apabila kita kejatuhan cicak, kita merasa
kaget ketakutan, dan menjerit keras. Jantung berdetak dengan cepat.
Pikiran kacau. Reaksi yang membuat respon dalam situasi ketakutan
ini dikontrol oleh sistem saraf otonom. Sistem saraf
otonom mengatur kerja jaringan dan organ tubuh yang tidak disadari
atau yang tidak dipengaruhi oleh kehendak kita. Jaringan dan organ
tubuh diatur oleh sistem saraf otonom adalah pembuluh darah dan
jantung. Sistem saraf otonom terdiri atas sistem saraf simpatik
dan sistem saraf parasimpatik.
Sistem saraf simpati disebut juga sistem saraf torakolumbar,
karena saraf preganglion keluar dari tulang belakang toraks ke-1
sampai dengan ke-12. Sistem saraf ini berupa 25 pasang ganglion
atau simpul saraf yang terdapat di sumsum tulang
belakang yang terletak di sepanjang tulang belakang sebelah depan,
dimulai dari ruas tulang leher sampai tulang ekor. Masing-masing
simpul saraf dihubungkan dengan sistem saraf spinal yang keluar
menuju organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru, ginjal,
pembuluh darah, dan pencernaan. Fungsi dari sistem saraf simpatik
adalah sebagai berikut.

 Mempercepat denyut jantung.


 Memperlebar pembuluh darah.
 Memperlebar bronkus.
 Mempertinggi tekanan darah
 Memperlambat gerak peristaltis.
 Memperlebar pupil.
 Menghambat sekresi empedu.
 Menurunkan sekresi ludah.
 Meningkatkan sekresi adrenalin

Sistem saraf parasimpatik disebut juga dengan sistem saraf


kraniosakral, karena saraf preganglion keluar dari daerah otak dan
daerah sakral. Susunan saraf parasimpatik berupa jaring-jaring yang
berhubung-hubungan dengan ganglion yang tersebar di seluruh
tubuh. Saraf parasimpatetik menuju organ yang dikendalikan
oleh saraf simpatetik, sehingga bekerja pada efektor
yang sama. Urat sarafnya menuju ke organ tubuh yang dikuasai oleh
susunan saraf simpatik. Sistem saraf parasimpatik memiliki fungsi
yang berkebalikan dengan fungsi sistem saraf simpatik. Misalnya
pada sistem saraf simpatik berfungsi mempercepat denyut jantung,
sedangkan pada sistem saraf parasimpatik akan memperlambat
denyut jantung.

Tabel Perbedaan Fungsi sistem saraf simpatetik dan parasimpatetik.

Saraf Saraf
Simpatik Parasimpatik

Memperlebar
Memperkecil
pembuluh
pembuluh darah.
darah.

Mempercepat
Memperlambat
denyut
denyut jantung.
jantung.

Memperlebar Memperkecil
pupil mata. pupil mata.
Mempertinggi Memperendah
tekanan darah. tekanan darah.

Meningkatkan Mengurangi
pernapasan. pernapasan.

Meningkatkan Mengurangi
kadar gula kadar gula dalam
dalam darah. darah.

Mengerutkan Mengembangkan
limpa. limpa.

4. Kelainan pada Sistem Saraf


Sistem saraf dapat mengalami gangguan atau kelainan. Beberapa
contoh gangguan pada sistembuh) saraf manusia adalah sebagai berikut.
a. Epilepsi, merupakan kelainan pada sel-sel saraf di otak sehingga
penderita tidak dapat merespon berbagai rangsangan. Otot-otot rangka
penderita sering berkontraksi secara tidak terkontrol. Epilepsi dapat
disebabkan karena cacat sejak kelahiran, kelainan metabolisme,
infeksi, adanya racun yang merusak sel-sel saraf, kecelakaan pada
kepala, dan tumor.
b. Neuritis, adalah luka pada neuron atau sel-sel saraf. Disebabkan oleh
infeksi, kekurangan vitamin, karena pengaruh obat-obatan dan racun.
c. Amnesia, atau penyakit lupa, yaitu sulit mengingat kejadian-
kejadian yang telah berlalu. Amnesia dapat disebabkan karena
goncangan batin atau cidera pada otak.
d. Strok, adalah kerusakan otak akibat pecah, penyempitan,
atau tersumbatnya pembuluh darah di otak. Strok sering terjadi pada
orang yang menderita tekanan darah tinggi.
B. PEMERIKSAAN SISTEM SARAF
Pemeriksaan fisik neuro terdiri dari beberapa tahapan yang dilakukan
berdasarkan dari pemeriksaan imobilitas sampai pemeriksaan mobilitas, antara
lain.
1. Pemeriksaan Saraf Kranial
a. Test nervus I (Olfactory)
 Fungsi penciuman
 Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda
yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan
sebagainya.
 Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
b. Test nervus II ( Optikus)
 Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
 Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua
baris di koran, ulangi untuk satunya.
 Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien
memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah,
gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung
memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.
c. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
 Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
 Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya),
menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah
belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya),
perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
 Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih
60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi
adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
 Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan
tanpa menengok.
d. Test nervus V (Trigeminus)
 Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada
kelopak mata atas dan bawah.
 Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
 Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
 Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan
mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya
sentuhan.
 Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa
melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
e. Test nervus VII (Facialis)
 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam,
manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan
kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena
akan merangsang pula sisi yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salivasi
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien
untuk : tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara
pemeriksa berusaha membukanya
f. Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
 Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan-kiri.
 Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus,
apakah dapat melakukan atau tidak.
g. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
 N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi
bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus.
Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior.
 N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula,
palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
 Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah
simetris dan tertarik keatas.
 Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx
dengan tong spatel, akan terlihat klien seperti menelan.
h. Test nervus XI (Accessorius)
 Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian
palpasi kekuatannya.
 Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan —-
test otot trapezius.
i. Nervus XII (Hypoglosus)
 Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
 Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat
dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.

2. Pemeriksaan GCS
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan dari lingkungan. Perubahan tingkat kesadaran dapat
diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan
kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya
aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese
serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat
kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan)
dan mortalitas (kematian). Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan
difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami
kekurangan oksigen (hipoksia), kekurangan aliran darah (seperti pada
keadaan syok), penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma
ketoasidosis), dehidrasi, asidosis, alkalosis, pengaruh obat-obatan, alkohol,
keracunan, hipertermia, hipotermia, peningkatan tekanan intrakranial
(karena perdarahan, stroke, tomor otak), infeksi (encephalitis), epilepsi.

Jenis-jenis tingkat kesadaran antara lain:


a. Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
b. Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
c. Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil subjektif
mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai
untuk menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon
verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang
dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang
menunjukan adanya penurunan kesadaran.

a. Membuka mata (E)


Spontan :4
Dengan diajak bicara :3
Rangsang nyeri :2
Tidak ada respon :1

b. Respon verbal (V)


Terdapat kesadaran dan orientasi :5
Disorientasi waktu :4
Berkata tanpa arti :3
Hanya menegrang :2
Tidak ada suara :1

c. Respon motoik (M)


Sesuai perintah :6
Lokalisir nyeri :5
Menghindari nyeri :4
Fleksi abnormal :3
Ekstensi abnormal :2
Tidak ada gerak :1

Jika nilai GCS:


 14-15 :cedera kepala ringan
 9-13 :cedera kepala sedang
 3-8 :cedera kepala berat
3. Inspeksi
Pemeriksaan secara inspeksi dilakukan dengan menggunakan system
penglihatan pengamat yang memprioritaskan posisi tubuh bayi dan anak.
Posisi telungkup menjadi posisi yang digunakan saat menentukan normal
dan abnormal tubuh bayi. Posisi normal pada bayi yaitu saat posisi
telungkup, kepala dapat menyentuh meja, serta tangan bayi menggenggam
dengan posisi tungkai pada keadaan fleksi.
Beberapa pemeriksaan fisik secara inspeksi dapat diketahui posisi abnormal
pada bayi, yaitu :
a. Frog Posture
Keadaan posisi tubuh bayi saat tangan bayi tampak lemas disamping
tubuhnya dengan posisi terbuka (tidak menggenggam).
b. Hemiplegi
Suatu keadaan dimana salah satu sisi tubuh bayi fleksi dan yang lainnya
tampak ekstensi lemah.
c. Hipototoni
Suatu keadaan dimana posisi bayi tertelungkup dengan posisi tangan
dan tungkai terletak lurus diatas meja. Kadangkala hal tersebut
menunjukkan bahwa bayi kemungkinan mengalami gangguan SSP
(system saraf pusat).
4. Pemeriksaan bahasa dan bicara
Salah satu pemeriksaan yang perlu diperhatikan pada saat pasien berbicara
dan menangkap inti pembicaraan sebab hal ini menjadi fungsi hemisfer
dominan. Hemisfer kiri adalah bagian yang dominan untuk berbicara yang
pada umumnya terjadi pada pengguna tangan kanan dominan, sebagian juga
pada orang kidal.
Beberapa gangguan bicara dapat menandakan adanya gangguan pada
system neuronya. Ada 3 jenis gangguan yang dapat dikategorikan gangguan
bicara, yaitu:
a. Disartria adalah suatu gangguan yang menyerang system otot bicara
sehingga terjadi penurunan kemampuan artikulasi, enumerasi, dan
irama bicara. Misalnya saat pasien diminta untuk menirukan kata
“endokarditis” maka dapat diperkirakan pasien tidak dapat menirukan
kata tersebut. Penurunan fungsi otot bicara tersebut dapat disebabkan
oleh sklerosis amiotropik lateral, paralisis pseudobulbar, atau miastenia
gravis.
b. Disfonia adalah suatu gangguan pada suara, atatu vokalisasi. Berbeda
dengan disartia yang terdeteksi disebabkan oleh gangguan neuro, pada
disfonia juga dapat disebabkan non-neurologis tetapi penyebab
neurologisnya yaitu cedera saraf rekuren laringeus dan tumor otak.
Karakteristik penderita disfonia adalah pasien diminta untuk
mengucapkan kata “E” maka suara pasien terdengar parau dan kasar.
c. Afasia merupakan suatu istilah yang menyebutkan adanya hilangnya
kemampuan untuk memahami, mengeluarkan dan menyatakan konsep
bicara. Afasia dibagi menjadi 2 yaitu afasia motorik yang merupakan
istilah hilangnya suatu konsep pemikiran seseorang yag tidak dapat
diungkapkan dengan kata-kata atau tulisan serta afasia sensorik
merupakan hilangnya kemampuan untuk memahami suatu percakapan.
Karakteristik penyebab afasia adalah adanya gangguan serebrovaskular
yang mengenai arteria serebri media.

5. Pemeriksaan status dan fungsi mental


Pada pemeriksaan ini lebih menunjukkan fungsi neuro bagian korteks yang
lebih tinggi termasuk memberikan suatu alas an pada setiap kasus yang
dialami, menggunakan abstraksi, membuat perencanaan, dan memberi
penilaian.
Pemeriksaan status dan fungsi mental memiliki hubungan dengan
pemeriksaan bahasa sebab pemeriksaan bahasa merupakan modal fungsi
korteks. Perubahan perilaku seseorang berkaitan dengan disfungsi otak
organic, maka dari itu perawat perlu memeriksa riwayat keluarga pasien
untuk menentukan penyebab perilaku yang berhubungan dengan status
mental pasien.
Pemeriksaan mental pasien dapat dievaluasi dengan cara memeinta pasien
menyebutkan 6 digit nomor yang sebelumnya telah ditentukan oleh
pemeriksa serta pasien dapat diminta menyebutkan 6 macam Negara yang
berbeda. Hal tersebut dapat menentukan status dan fungsi mental pasien.

6. Pemeriksaan motoric
Evaluasi sistem motor pada anak usia sekolah dapat dilakukan secara
formal dan biasnya cukup pada otot proksimal dan distal anggota gerak atas
dan bawah. Uji kekuatan otot hanya dapat dilakukan pada anak yang sudah
dapat mengerjakan instruksi pemeriksa dan kooperatif. Pada bayi dan anak
yang tidak dapat kooperatif hanya dapat dinilai kesan keseluruhannya saja.

7. Respon traksi
Pada seorang bayi atau anak yang normal, sebelum duduk maka dia terlebih
dulu harus mempunyai kontrol terhadap fungsi otot-otot lehernya. Sejak
lahir sampai usia 2 bulan, kepala anak akan tertinggal apabila kita
mengangkat anak tersebut pada kedua tangannya dari posisi tidur ke posisi
duduk. Keadaan ini disebut dengan head leg. Salah satu tes untuk
mengetahui kontrol terhadap otot-otot leher dan kepala adalah respon traksi.
Caranya:
Bayi ditidurkan pada posisi supinasi, kemudian pemeriksa memegang
kedua tangan bayi pada pergelangan tangan, secara perlahan-lahan anak
ditarik sampai pada posisi duduk. Kemudian dievaluasi kemampuan bayi
dalam mengontrol posisi leher dan kepalanya. Apabila kepala masih
tertinggal di belakang pada saat bayi posisi duduk maka head leg-nya positif
(masih ada), tapi apabila bayi mampu mengangkat kepalanya pada saat
posisi duduk maka head leg-nya negatif (menghilang). Head leg harus
sudah menghilang setelah bayi berusia 3 bualn. Apabiala setelah 3 bulan
masih didapat head leg yang positif, maka harus dicurigai adanya
kemungkinan hipotoni, kelainan SSP atau prematurasi.

8. Suspensi ventral
Tes suspensi ventral dapat mengetahui kontrol kepala, curvatura thoraks,
kontrol tangan dan kaki terhadap gravitasi.
Caranya:
Bayi ditidurkan pada posisi pronasi, kemudian telapak tangan pemeriksa
menyanggah badan bayi pada daerah dada. Pada bayi aterm dan normal,
posisi kepala akan jatuh ke bawah ± membentuk sudut 45° atau kurang dari
posisi horizontal, punggung lurus atau sedikit fleksi, tangan fleksi pada siku
dan sedikit ekstensi pada sendi bahu dan sedikit fleksi pada sendi lutut.
Dengan bertambahnya usia, posisi kepala terhadap badan bayi akan
semakin lurus (horizontal). Pada bayi hipotoni, leher dan kepala bayi sangat
lemas sehingga pada tes suspensi ventral akan berbentuk seperti huruf “U”
terbalik. Sedangkan pada bayi palsi serebral, tes suspensi ventral akan
menunjukkan posisi hiperekstensi.
Tonus otot yaitu retensi yang terdeteksi oleh pemeriksa saat menggerakkan
sendi secara pasif, tonus otot sering kali terganggu jika terdapad gangguan
sistem saraf. Otot dapat diamati untuk melihat adanya tanda-tanda
kelemahan, fasikulasi, atau kontraktur. Kekuatan otot dapat diperiksa
dengan membandingkan otot satu sisi dengan otot sisi lainnya.

Perubahan fungsi motorik:


Gangguan Tanda klinis Gangguan neurologis
otot
Distonia Posisi bagian-bagian tubuh bertahan Gangguan
dengan keadaan abnormal dengan ekstrapiramidal, penyakit
sedikit tahanan sewaktu delakukan wilson,neuropati
gerakan pasif venotiazin, infeksi virus
pada otak
Paratonia Tahanan terhadap gerakan pasif pada Penyakit lobus frontalis
seluruh gerakan
Kekakuan Ektensi dan pronasi lengan dan Cedera otak berat di atas
deserebrasi pronasi dari tungkai spons
Hipotonia Peningkatan macam gerak sendi Gangguan sereberal
Hemibalismus Gerakan unilateral, mengenal bagian Penyempitan pembuluh
yang berlawanan dengan lesi, gerakan darah otak mengenai
sendi proksimal yang kasar dan nukleus subtalamikus
mengayun
Tremor Rimik involunter Lesi pada jaras sereberal

9. Pemeriksaan Tanda Meningeal


a. Kaku duduk
Posisikan tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang
sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan
agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya
tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak
dapat mencapai dada. Normalnya dagu pasien akan menempel di dada
dan tidak ada tahanan.

b. Brudzinsky I
Letakkan satu tangan perawat di bawah kepala pasien dan tangan lain
di dada pasien untuk mencegah badan tidak terangkat kemudian kepala
pasien di fleksikan ke dada secara pasif. Brudzinsky akan positif bila
kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut
c. Brudzinsky II
Tanda Brudzinsky II positif bila fleksi klien pada sendi panggul secra
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan
lutut.

d. Tanda Kerniq
Pasien diposisikan telentang, kemudian fleksikan tungkai atas agak
lurus lalu luruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normalnya dapat
membentuk sudut 135 terhadap tungkai bawah.

10. Pemeriksaan Refleks


a. Reflek superfisial, dengan cara menggores kulit abdomen dengan empat
goresan yang membentuk segi empat dibawah xifoid.
b. Refleks tendon dalam dengan mengetuk menggunakan hammer pada
tendon biseps, trisep, patela dan achiles dengan penilaian pada bisep
(terjadi fleksi sendi siku), trisep (terjadi ekstensi sendi siku), patela
(terjadi ekstensi sendi lutut )dan pada achiles (terjadi fleksi plantar kaki)
apabila hiperfleks apabila hiporefleks apabila terjadi kelainan pada
lower motor neuron.
c. Refleks patologis dapat menilai adanya refleks babinski dengan cara
menggores permukaan plantar kaki dengan alat yang sedikit runcing,
hasilnya positif apabila terjadi reaksi ekstensi ibu jari.

Refleks Metode pengkajian Temuan yang lazim


Refleks tendon dalam
Fleksikan lengan bawah anak.
Letakkan ibu jari perawat di atas Lengan bawah sedikit
Biseps
ruang antekubiti dan ketuk dengan fleksi
palu refleks.
Tekuk lengan anak pada siku
Lengan bawah sedikit
Triseps sambil menopang lengan bawah.
ekstensi
Ketuk tendon triseps di atas siku.
Letakkan lengan dan tangan anak
;engan bawah flesi dan
pada posisi relaks dengan telapak
brakioradialis telapak tangan mengangkat
tangan di bawah. Ketuk radius 2,5
keatas.
cm diatas pergelangan tangan.
Dudukan anak di atas meja atau
pangkuan orang tua dengan
Patella tungkai fleksi dan tergantung. Tungkai bawah ekstensi
Ketuk tendon patela tepat di bawah
tempurung lutut.
Dudukan anak di atas meja atau
pangkuan orang tua dengan Plantar fleksi
Achiles
tungkai fleksi dan topang kaki kaki (menunjuk ke bawah)
dengan pelan ketuk tendon achiles
Refleks superfisial
Gores kulit ke arah umbilikus. Kaji
refleks di empat kuadran. Refleks Umbilikus bergerak ke
Abdomen
abdominal mungkin tidak arah stimulus
dijumpai pada 6 bulan pertama.
Testis tertarik ke dalam
kremasterik Gores paha bagian dalam atas
kanalis inguinalis
Terjadi kontraksi sfingter
Anus Rangsang kulit di area perianal
anus yang kuat.

Refleks bayi (automatisme)

Refleks Deskripsi Metode pengkajian Makna temuan


Berkedip Di jumpai pada tahun Sorotkan cahaya ke Jika refleks ini tidak
pertama kehidupan mata dijumpai maka
menunjukan adanya
kebutaan
Tanda babinski Jari kaki mengembang Gores telapak kaki Pengembangan jari kaki
dan ibu jari kaki sepanjang tepi dan ibu jari kaki
dorsofleksi. Dijumpai terluar, dimulai dari dorsofleksi.
sampai umur 2 tahun tumit
Merangkak Bayi membuat gerakan Letkakkan bayi Ketidaksimetrisan
merangkak dengan tengkurap di atas gerakan menunjukan
lengan dan kaki bila di permukaan yang gangguan neurologi
letakkan pada rata
abdomen
Menari atau Kaki bayi bergerak ke Pegang bayi Refleks yang menetap
melangkah atas dan kebawah bila sehingga kakinya melebihi 4-8 minggu
kaki sedikit sedikit menyentuh merupakan keadaan
disentuhkan ke permukaan yang abnormal
permukaan yang keras. keras
Dijumpaiselama 4-8
minggu pertama
Ekstruksi Lidah ekstensi ke arah Sentuh lidah dengan Ekstensi lidah yang
luar bila di sentuh. Di ujung spatel lidah persisten menunjukkan
jumpai dampai umur 4 down syndrom.
bulan
Galant’s Punggung bergerak ke Gores punggung Tidak adanya reflek
arah samping bila di bayi sepanjang sisi menunjukan adanya
stimulasi tulang belakang dari gangguan
bahu sampai ke
bokong
Moro’s Lengan ekstensi, jari- Ubah posisi bayi Refleks menetap lebih
jari mengembang, secara tiba-tiba atau dari 4 bulan
kepala terlempar ke pukul meja menunjukan kerusakan
belakang, tungkai otak. Menetap lebih
sedikit ekstensi. dari 6 bulan sangat
Lengan kembali menunjukan kerusakan
menggenggam. Tulang otak. Respon yang tidak
dan ekstremitas bawah simetris menunjukan
ekstensi. hemiparesis, fraktur
klavikula. Tidak adanya
respon pada ekstremitas
bawah menunjukan
dislokasi pinggul
kongenital atau cedera
medula spinalis bagian
bawah
Neck righting Bila bayi terlentang, Letakkan bayi Tidak ada reflek/ reflek
bahu dan badan dalam posisi yang menetap lebih dari
kemudian pelvis telentang coba 10 bulan menunjukan
berotasi ke arah menarik perhatian gangguan pada sistem
dimana bayi berputar. bayi dari satu sisi syaraf pusat
Di jumpai selama 10
bulan pertama
Menggenggam Jari-jari bayi Letakkan jari di Fleksi yang tidak
melengkung di sekitar telapak tangan bayi simetris menunjukan
jari yang diletakkan di dari sisi ulnar paralisis. Reflek
telapak tangan bayi menggenggam yang
dari sisi ulnar. Refleks menetap menunjukan
gangguan srebral
ini menghilang pada
umur 3-4 bulan
Rooting Bayi memutar pada Gores sudut mulut Tidak adanya refleks
pipi yang di gores. bayi atau garis menunjukan gangguan
Refleks ini tengah bibir neurologi yang berat
menghilang pada umur
3-4 bulan, tetapi bisa
menetap hingga umur
12 bulan, khususnya
selama tidur
Kaget (startle) Bayi mengekstensikan Bertepuk tangan Tidak adanya refleks
dan memfleksikan dengan keras menunjukan kerusakan
lengan dalam berespon pendengaran
terhadap suara yang
keras. Tangan tetap
rapat. Refleks ini akan
menghilang setelah
umur 4 bulan
Mengisap Bayi mengisap dengan Berikan botol atau Refleks yang lemah
kuat dalam berespon dot atau tidak ada
terhadap stimulasi menunjukan
keterlambatan
perkembangan atau
abnormalitas neurologi
Tonic neck Bayi melakukan Putar kepala dengan Dinggap tidak normal
perubahan posisi bila cepat ke satu sisi jika respon terjadi
kepala di putar ke satu setiap kali kepala di
sisi. Lengan dan putar. Jika menetap
tungkai akstensi ke
arah sisi putaran menunjukan kerusakan
kepala dan fleksi pada serebral mayor
sisi yang berlawanan.
Normalnya refleks ini
tidak terjadi setiap kali
kepala di putar.
Tampak pada usia
kurang lebih 2 bulan
dan menghilang pada
umur 6 bulan
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh
terhadap organ lainnya. Pemeriksaan neurologik merupakan suatu proses yang
dibutuhkan bagi tenaga kesehatan untuk mendiagnosa kondisi kesehatan
neurologis pasien. Tujuan Pemeriksaan fisik yaitu Mengetahui sistem
persarafan, Mengetahui status kesehatan neurologis pasien, Sebagai alat untuk
menegakkan diagnosa. Anamnese, Inspeksi, Pemeriksaan bahasa dan bicara,
Pemeriksaan status dan fungsi mental, Pemeriksaan GCS, Pemeriksaan Tonus
Otot, Pemeriksaan Motorik, Pemeriksaan Tanda Meningeal, Pemeriksaan
Refleks.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. 1987. Fisiologi kedokteran. Edisi ke 5. Jakarta: EGC.

Price, A Silvia dan Wilson, M Lorraine. 1995. Patofisiologi; Konsep Klinis


Proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.

Matondang, Corry S, dkk. 2000. Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta: PT


Sagung Seto.

Engel, Joyce. 1998. Pengkajian Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Priharjo, Robbert. 1996. Pemeriksaan Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC.

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta:


Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai