Anda di halaman 1dari 96

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah Swt atas seluruh karunia-Nya, sehingga


saya dapat menyelesaikan sebuah makalah dengan judul “ASUHAN
KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN DENGAN TRAUMA MEDULA
SPINALIS”. Kami telah berusaha sebaik mungkin untuk menyempurnakan
makalah ini. Namun, kami menyadari bahwa masih dalam proses belajar
sehingga masih banyak yang harus diperbaiki.

Berhubungangan dengan hal tersebut, semoga makalah yang sederhana


ini dapat dijadikan pedoman dalam proses belajar mengajar.

Kritik dan Saran senantiasa dinantikan agar makalah ini menjadi lebih
baik dimasa mendatang amin.

Mataram, 29 Agustus 2018

Kelompok ..

Trauma Medula Spinalis| 1


Daftar isi

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 1


Daftar isi ............................................................................................................................ 1
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 4
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................. 5
D. Manfaat Penulisan ................................................................................................ 6
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 7
A. Pengertian Trauma/Cedera Medula Spinalis ..................................................... 7
B. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan (Medulla Spinalis) .................................. 9
C. Patofisiologi ......................................................................................................... 37
D. Manifestasi Klinis................................................................................................ 51
E. Prognosis .............................................................................................................. 53
F. Komplikasi ........................................................................................................... 54
G. Penatalaksanaan .................................................................................................. 57
BAB III Asuhan Keperawatan....................................................................................... 65
A. Pengkajian ........................................................................................................... 65
B. Diagnosa Keperawatan ....................................................................................... 81
C. Intervensi ............................................................................................................. 81
D. Evaluasi ................................................................................................................ 92
BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 94
Kesimpulan .................................................................................................................. 94
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 96

Trauma Medula Spinalis| 2


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai
daerah L1-L2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi
motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.
Cedera medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis
vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang.
Cedera medula spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi
150.000 sampai 500.000 orang hampir di setiap negara, dengan perkiraan 10.000
cedera baru yang terjadi setiap tahunnya. Kejadian ini lebih dominan pada pria
usia muda sekitar 75% dari seluruh cedera. Setengah dari kasus ini akibat dari
kecelakaan kendaraan bermotor, selain itu banyak akibat jatuh, olahraga dan
kejadian industri dan luka tembak.
Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medula spinalis
pada daerah servikal ke-5, 6, dan 7, torakal ke-12 dan lumbal pertama. Vertebra
ini adalah paling rentan karena ada rentang mobilitas yang lebih besar dalam
kolumna vertebral pada area ini. Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria
di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor.
Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor
osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause).
Klien yang mengalami trauma medulla spinalis khususnya bone loss pada L2-L3
membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan hidup
dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko
mengalami komplikasi trauma spinal seperti syok spinal, trombosis vena
profunda, gagal napas, pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu
sebagai perawat merasa perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan trauma medulla spinalis dengan cara promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien
dapat terhindar dari masalah yang paling buruk.

Trauma Medula Spinalis| 3


Kecelakaan medula spinalis terbesar disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas, tempat yang paling sering terkena cidera adalah regio servikalis dan
persambungan thorak dan regio lumbal. Lesi trauma yang berat dari medula
spinalis dapat menimbulkan transaksi dari medula spinalis atau merobek medula
spinalis dari satu tepi ke tepi yang lain pada tingkat tertentu disertai hilangnya
fungsi. Pada tingkat awal semua cidera akibat medula spinalis / tulang belakang
terjadi periode fleksi paralise dan hilang semua reflek. Fungsi sensori dan
autonom juga hilang, medula spinalis juga bisa menyebabkan gangguan sistem
perkemihan, disrefleksi otonom atau hiperefleksi serta fungsi seksual juga dapat
terganggu.
Perawatan awal setelah terjadi cidera kepala medula spinalis ditujukan
pada pengembalian kedudukan tulang dari tempat yang patah atau dislokasi.
Langkah-langkahnya terdiri dari immobilisasi sederhana, traksi skeletal,
tindakan bedah untuk membebaskan kompresi spina. Sangat penting untuk
mempertahankan tubuh dengan tubuh dipertahankan lurus dan kepala rata.
Kantong pasir mungkin diperlukan untuk mempertahankan kedudukan tubuh.
Berdasarkan uraian diatas di harapkan dengan adanya makalah yang
berjudul “Trauma medulla spinalis” dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk
dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

a. Apa Pengertian Cedera Medula Spinalis ?


b. Bagaimana Anatomi Fisiologi Struktur Medula Spinalis ?
c. Apa Penyebab atau Etiologi terjadinya Cedera Medula Spinalis ?
d. Bagaimana Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Cedera Medula
Spinalis ?
e. Bagaiman mekanisme cedera Medula Spinalis ?
f. Bagaimana Komplikasi yang akan terjadi pada Cedera Medula
Spinalis?
g. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang yang
dapat dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis ?

Trauma Medula Spinalis| 4


h. Bagaimana Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat dilakukan
pada kasus Cedera Medula Spinalis ?
i. Bagaimana Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada
kasus Cedera Medula Spinalis ?
j. Bagaimana Sistem Layanan Kesehatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Persarafan ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :

Tujuan Umum
Membantu mahasiswa memahami tentang konsep dasar
manajemen keperawatan berkaitan dengan adanya gangguan pada tubuh
manusia yang diakibatkan oleh cedera medula spinalis serta mengetahui
bagaimana konsep penyakit atau cedera medula spinalis dan bagaimana
Asuhan Keperawatannya..

Tujuan Khusus
a. Mengetahui Pengertian Cedera Medula Spinalis.
b. Mengetahui Anatomi Fisiologi Struktur Medula Spinalis
c. Mengetahui Penyebab atau Etiologi adanya Cedera Medula Spinalis.
d. Mengetahui Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Cedera Medula
Spinalis.
e. Memahami mekanisme terjadinya Cedera Medula Spinalis.
f. Memahami Komplikasi yang akan terjadi pada kasus Cedera
Medula Spinalis..
g. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik yang dapat dilakukan pada
kasus Cedera Medula Spinalis.
h. Memahami Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat dilakukan
pada kasus Cedera Medula Spinalis.
i. Mengetahui Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada
kasus Cedera Medula Spinalis.

Trauma Medula Spinalis| 5


j. Mengetahui Sistem Layanan Kesehatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Persarafan.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah diharapkan mahasiswa
dapat mengetahui dan memahami mekanisme dasar terjadinya kasus Cedera
Medula Spinalis yang diakibatkan karena adanya gangguan pada sistem susunan
saraf terutama pada struktur medula spinalis yang dapat terjadi akibat berbagai
sebab, sehingga dengan begitu mahasiswa dapat dengan mudah untuk melakukan
asuhan dan tindakan serta penanganan keperawatan yang tepat terkait cedera
medula spinalis tersebut.

Trauma Medula Spinalis| 6


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Trauma/Cedera Medula Spinalis

Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing


memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui
foramen inverterbra. Terdapat 8 pasang saraf servikalis, 12 pasang torakalis, 5
pasang lumbalis, 5 pasang sakralis, dan 1 pasang saraf kogsigis.
Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang
mengenai servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang
mengenai tulang belakang, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, dan sebagainya. Trauma pada tulang belakang dapat
mengenai jaringan lunak pada tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang
belakang sendiri dan susmsum tulang belakang atau spinal kord. Apabila Trauma
itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu
tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan
pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan. (Muttaqin,
2008).
Merupakan keadaan patologi akut pada medula spinalis yang diakibatkan
terputusnya komunikasi sensori dan motorik dengan susunan saraf pusat dan
saraf perifer. Tingkat kerusakan pada medula spinalis tergantung dari keadaan
komplet atau inkomplet.

Trauma Medula Spinalis| 7


Trauma Medula Spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi
ringan yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebebkan
transeksi lengkap dari medula spinalis dengan quadriplegia (Fransisca
B.Batticaca,2008 : 30).
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,
2001). Trauma medulla spinalis adalah kerusakan tulang dan sumsum yang
mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan sebagai :
a. Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
b. Tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)

Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan


medulla spinalis yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih
tulang vertebrata atau kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya termasuk akar-
akar saraf yang berada sepanjang medulla spinalis sehingga mengakibatkan
defisit neurologi.
Cedera medula spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan
fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda.
Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali
mengakibatkan penderita harus terus berbaring di tempat tidur atau duduk di
kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia.
Cedera Medula spinalis adalah cedera yang biasanya berupa fraktur atau
cedera lain pada tulang vertebra, korda spinalis itu sendiri, yang terletak didalam
kolumna vertebralis, dapat terpotong, tertarik, terpilin atau tertekan. Kerusakan
pada kolumna vertaebralis atau korda dapat terjadi disetiap tingkatan, kerusakan
korda spinalis dapat mengenai seluruh korda atau hanya separuhnya.
Beberapa yang berhubungan dengan trauma medula spinalis seperti :
a. Quadriplegia adalah keadaan paralisis/kelumpuhan pada ekstermitas
dan terjadi akibat trauma pada segmen thorakal 1 (T1) keatas.

Trauma Medula Spinalis| 8


Kerusakan pada level akan merusak sistem syaraf otonom khsusnya
syaraf simpatis misalnya adanya gangguan pernapasan.
b. Komplit Quadriplegia adalah gambaran dari hilangnya fungsi
modula karena kerusakan diatas segmen serfikal 6 (C6).
c. Inkomplit Quadriplegia adalah hilangnya fungsi neurologi karena
kerusakan dibawah segmen serfikan 6 (C6).
d. Refpiratorik Quadriplegia (pentaplagia) adalah kerusakan yang
terjadi pada serfikal pada bagian atas (C1-C4) sehingga terjadi
gangguan pernapasan.
e. Paraplegia adalah paralisis ekstermitas bagian bawah, terjadi akibat
kerusakan pada segmen parakal 2 (T2) kebawah.

B. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan (Medulla Spinalis)


TABEL. 1 Secara garis besar susunan sistem saraf manusia dijelaskan pada
diagram berikut.
Otak besar
Otak tengah
Otak Otak depan
Jembatan Varol
Sistem saraf pusat
Otak kecil
Sistem saraf Sumsum lanjutan
Sadar Sumsum Sumsum tulang
Sistem saraf belakang
31 pasang saraf sumsum tulang
Sistem saraf tepi belakang (saraf spinal)
(kraniospinal) 12 pasang saraf otak (saraf
kranial)
Sistem saraf Sistem saraf simpatetik
tidak sadar
Sistem saraf parasimpatetik
(otonom)

Trauma Medula Spinalis| 9


1. Medula Spinalis

Medulla spinalis (spinal cord) merupakan bagian susunan saraf pusat


yang terletak di dalam kanalis vertebralis dan menjulur dari foramen magnum ke
bagian atas region lumbalis. Trauma pada medulla spinalis dapat bervariasi dari
trauma ekstensi fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan secara mendadak
sampai yang menyebabkan transeksi lengkap dari medula spinalis dengan
quadriplegia.
Medulla Spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan saraf dan masing-
masing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis
melalui voramina intervertebralis (lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf
spinal diberi nama sesuai dengan foramina intervertebralis tempat keluarnya

Trauma Medula Spinalis| 10


saraf- saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar diantara tulang
oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian, terdapat 8 pasang
saraf servikal, 12 pasang torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf skralis,
dan 1 pasang saraf koksigeal.
Saraf spinal melekat pada permukaan lateral medulla spinalis dengan
perantaran dua radiks, radik posteriol atau dorsal (sensorik) dan radik anterior
atau ventral (motorik). Radiks dorsal memperlihatkan pembesaran, yaitu
ganglion radiks dorsal yang terdiri dari badan-badan sel neuron aferen atau
neuron sensorik. Badan sel seluruh neuron aferen medulla spinalis terdapat
ganglia tersebut. Serabut-serabut radiks dorsal merupakan tonjolan-tonjolan
neuron sensorik yang membawa impuls dari bagian perifer ke medulla spinalis.
Badan sel neuron motorik terdapat di dalam medulla spinalis dalam kolumna
anterior dan lateral substansia grisea. Aksonnya membentuk serabut-serabut
radiks ventral yang berjalan menuju ke otot dan kelenjar. Kedua radiks keluar
dari foramen intervertebralis dan bersatu membentuk saraf spinal. Semua saraf
spinal merupakan saraf campuran, yaitu mengandung serabut sensorik maupun
serabut motorik.

Bagian dorsal saraf spinal mempersarafi otot intrinsic punggung dan


segmen-segmen tertentu dari kulit yang melapisinya yang disebut dermatoma.
Bagian ventral merupakan bagian yang besar dan dan membentuk bagian utama
yang membentuk spinal. Otot-otot dan kulit leher, dada, abdomen, dan
ekstremitas dipersarafi oleh bagian ventral. Pada semua saraf spinal kecuali
bagian torakal, saraf-saraf spinal bagian ini saling terjalin sehingga membentuk
jalinan saraf yang disebut Fleksus. Fleksus yang terbentuk adalah fleksus
servikalis, brakialis, lumbalis, sakralis dan koksigealis. Keempat saraf servikal

Trauma Medula Spinalis| 11


yang pertama (C1-C4) membentuk fleksus servikalis yang mempersarafi leher
dan bagian belakang kepala. Salah satu cabang yang penting sekali adalah saraf
frenikus yang mempersarafi diagfragma.
Fleksus brakialis yang dibentuk dari C5-T1, fleksus ini mempersarafi
ekstremitras atas. Saraf torakal (T3-T11) mempersarafi otot-otot abdomen bagian
atas dan kulit dada serta abdomen. Pleksus lumbalis berasal dari segmen spinal
T12-L4 mempersarafi otot-otot dan kulit tubuh bagian bawah dan ekstremitas
bawah. Pleksus sakralis dari L4-S4, dan pleksus koksigealis dari S4 sampai saraf
koksigealis. Saraf utama dari pleksus ini adalah saraf femoralis dan obturatorius.
Saraf utama dari pleksus sakralis adalah saraf iskiadikus, saraf terbesar dalam
tubuh. Saraf ini menembus bokong dan turun kebawah melalui bagian belakang
paha. Kulit dipersarafi oleh radiks dorsal dari tiap saraf spinal, jadi dari satu
segmen medulla spinalis disebut dermatom. Otot-otot rangka juga mendapat
persarafan segmental dari radiks spinal ventral.
Sumsum tulang belakang terdapat di dalam ruas-ruas tulang belakang
(vertebrae) yang memanjang dari daerah leher sampai pinggang. Vertebrae itu
berfungsi melindungi sumsum tulang belakang dari kerusakan.
Pada sumsum tulang belakang, materi kelabu terletak di bagian dalam
dan tersusun atas badan-badan sel, sinapsis, serta sel-sel saraf konektor yang
tidak bermielin. Sel-sel saraf konektor tersebut mengirimkan informasi dari
sumsum tulang belakang ke serabut saraf spinal, atau sebaliknya. Penampang
melintang materi kelabu pada sumsum tulang belakang berbentuk sepeti huruf H
atau sayap kupu-kupu. Sementara itu, materi putih yang terletak di bagian luar
tersusun atas serabut-serabut saraf (akson bermielin). Akson bermielin itu
mengirimkan informasi dari sumsum tulang belakang menuju otak, atau
sebaliknya.
Sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh tiga lapis membran
(meninges). Di bagian tengah sumsum tulang belakang, yaitu di antara membran
dalam dan membran tengah terdapat saluran tengah yang berisi cairan
serebrospinal. Cairan tersebut berfungsi memasok makanan bagi sumsum tulang
belakang dan berperan sebagai peredam kejut atau pelindung dari goncangan.
Sumsum tulang belakang berhubungan dengan

Trauma Medula Spinalis| 12


1) Gerak refleks struktur tubuh di bawah leher
2) Menghantarkan rangsang sensori dari reseptor ke otak
3) Membawa rangsang motor dari otak ke efektor.

Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi melindungi


medula spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang
diteruskannya ke lubang-lubang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang
dipisahkan oleh disitus intervertebralis.
1. Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :
a. Vetebrata Thoracalis (atlas).
Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus
tetapi hanya berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis)
ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak. Veterbrata cervitalis
ketujuh disebut prominan karena mempunyai prosesus spinasus paling
panjang.
b. Vertebrata Thoracalis.
Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berbentuk
jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorax.
c. Vertebrata Lumbalis.
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal,
berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus
vertebra yang besar ukurnanya sehingga pergerakannya lebih luas
kearah fleksi.
d. Vertebrata Sacrum.
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang
dimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang
membentuk tulang bayi.
e. Vertebrata Coccygis.
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami
rudimenter.

Trauma Medula Spinalis| 13


Lengkung koluma vertebralis kalau dilihat dari samping maka kolumna
vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior :
lengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan daerah torakal
melengkung kebelakang, daerah lumbal kedepan dan daerah pelvis melengkung
kebelakang. Kedua lengkung yang menghadap pasterior, yaitu torakal dan pelvis,
disebut promer karena mereka mempertahankan lengkung aslinya kebelakang
dari hidung tulang belakang, yaitu bentuk (sewaktu janin dengna kepala
membengkak ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul dimiringkan
keatas kearah depan badan. Kedua lengkung yang menghadap ke anterior adalah
sekunder → lengkung servikal berkembang ketika kanak-kanak mengangkat
kepalanya untuk melihat sekelilingnya sambil menyelidiki, dan lengkung lumbal
di bentuk ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan serta mempertahankan tegak.
Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung badan yang kokoh
dan sekaligus bekerja sebagai penyangga kedengan prantaraan tulang rawan
cakram intervertebralis yang lengkungnya memberikan fleksibilitas dan
memungkinkan membonkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk
menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat badan seperti waktu
berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum belkang terlindung
terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat badan,
menyediakan permukaan untuk kartan otot dan membentuk tapal batas pasterior
yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada iga.
1) Sistem saraf spinal (tulang belakang) berasal dari arah dorsal,
sehingga sifatnya sensorik. Berdasarkan asalnya, saraf sumsum
tulang belakang yang berjumlah 31 dibedakan menjadi:
a) 8 pasang saraf leher (saraf cervical) ( C1 sampai C8 )
Meliputi : Cerviks menunjukkan sekmen T,L,S,Co
(1) Pleksus servikal berasal dari ramus anterior
saraf spinal C1 – C4
(2) Pleksus brakial C5 – T1 / T2 mempersarafi
anggota bagian atas, saraf yang mempersarafi
anggota bawah L2 – S3.
b) 12 pasang saraf punggung (saraf thorax) (T1 - T2 )

Trauma Medula Spinalis| 14


c) 5 pasang saraf pinggang (saraf lumbar) ( L1 - L5 )
d) 5 pasang saraf pinggul (saraf sacral) ( S1 - S5 )
e) 1 pasang saraf ekor (saraf coccyigeal).

Otot-otot representative dan segmen-segmen spinal yang


bersangkutan serta persarafannya:
1. Otot bisep lengan C5 – C6
2. Otot trisep C6 – C8
3. Ototbrakial C6 – C7
4. Otot intrinsic tangan C8 – T1
5. Susunan otot dada T1 – T8
6. Otot abdomen T6 – T12
7. Otot quadrisep paha L2 – L4
8. Otot gastrok nemius reflek untuk ektensi kaki L5 – S2

Kemudian diantara beberapa saraf, ada yang menjadi satu ikatan atau
gabungan (pleksus) membentuk jaringan urat saraf. Pleksus terbagi menjadi 3
macam, yaitu:

Trauma Medula Spinalis| 15


1) Plexus cervicalis (gabungan urat saraf leher)
2) Plexus branchialis (gabungan urat saraf lengan)
3) Plexus lumbo sakralis (gabungan urat saraf punggung
dan pinggang)
Korda jaringan saraf yang terbungkus dalam kolumna vertebra yang
memanjang dari medula batang otak sampai ke area vertebra lumbal pertama
disebut medula spinalis

1. Struktur umum medula spinalis


a. Medula spinalis berbentuk silinder berongga dan agak pipih. Walaupun
diameter medula spinalis bervariasi, diameter struktur ini biasanya
sekitar ukuran jari kelingking. Panjang rata-rata 42 cm.
b. Dua pembesaran. Pembesaran lumbal dan serviks, menandai sisi keluar
saraf spinal besar yang mensuplai lengan dan tungkai
c. 31 pasang saraf spinal keluar dari area urutan korda melalui foramina
intervertebral
d. Korda berakhir dibagian bawah vertebra lumbal pertama atau kedua.
Saraf spinal bagian bawah yang keluar sebelum ujung korda mengarah
ke bawah, disebut korda ekuina, muncul dari kolumna spinlia pada
foramina intervertebral lumbal dan sakral yang tepat.
1) Konus medularis (terminalis) adalah ujung kaudal korda
2) Filum terminal adalah perpanjangan fibrosa piameter yang melekat
pada konus medularis ke kolumna vertebra
e. Meningen (durameter, piameter, arakhnoid) yang melapisi otak juga
melapisi korda
f. Fisura Median Anterior (ventral) dalam fisura posterior (dorsal) yang
lebih dangkal menjalar di sepanjang korda dan membaginya menjadi
bagian kanan dan kiri

Trauma Medula Spinalis| 16


2. Struktur Internal Medula Spinalis terdiri dari sebuah inti substansi abu-abu
yang diselubungi substansi putih
a. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi substansi abu-abu bentuknya
seperti huruf H
b. Batang atas dan bawah huruf H disebut tanduk, atau kolumna dan
mengandung badan sel, dendrit asosiasi, dan neuron eferen serta akson
tidak termielinisasi
1) Tanduk abu-abu posterior (dorsal) adalah batang ventrikel atas
substansi abu-abu. Bagian ini mengandung badan sel yang
menerima sinyal melaluisaraf spinal dari neuron sensorik
2) Tanduk abu-abu anterior (ventral) adalah batang ventrikel bawah.
Bagian ini mengandung neuron motorik yang aksonnya mengirim
impuls melalui saraf spinal ke otot atau kelenjar
3) Tanduk lateral adalah protrusi diantara tanduk posterior dan
anterior pada area toraks dan lumbal sistem saraf perifer. Bagian
ini mengandung badan sel neuron sistem SSO
4) Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu disisi kiri
dan kanan melalui medula spinalis

Trauma Medula Spinalis| 17


3. Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal atau satu radiks ventral.
Radiks dorsal terdiri dari kelompok-kelompok serabut sensorik yang
memasuki korda. Radiks ventral adalah penghubung ventral dan membawa
serabut motorik ke korda
a. Setiap radiks yang memasuki atau meninggalkan korda membentuk
tujuh sampai sepuluh cabang radiks
b. Radiks dorsal dan ventral pada setiap sisi segmen medula spinalis
menyatu untuk membentuk saraf spinal
c. Radiks dorsal ganglia adalah pembesaran radiks dorsal yang
mengandung sel neuron sensorik

4. Traktus spinal. Substansi putih korda yang terdiri dari akson termielinisasi
dibagi menjadi funikulus anterior, posterior, lateral. Dalam funikulus
terdapat fasikulus atau traktus. Traktus diberi nama sesuai dengan lokasi,
asal dan tujuannya.
a. Traktus sensorik atau asenden membawa informasi dari tubuh ke otak.
Bagian penting traktus asenden meliputi:

Trauma Medula Spinalis| 18


1. Fasikulus grasilis dan fasikulus kuneatus
a. Origo dan tujuan. Impuls dari sentuhan reseptor peraba masuk
ke medula spinalis melalui radiks dorsal (neuron I). Akson
memasuki korda, berasenden untuk bersinaps dengan nuklei
grasilis dan kuneatus di medula bagian bawah (neuron II).
Akson menyilang ke sisi yang berlawanan dan bersinaps dalam
talamus lateral (neuron III). Terminasinya berada pada area
somestetik korteks serebral
b. Fungsi. Traktus ini menyampaikan informasi mengenai
sentuhan, tekanan, vibrasi, dan tendon otot

2. Traktus spinoserebelar ventral (anterior) (berpasangan)


a. Origo dan tujuan. Impuls dari reseptor kinestetik (kesadaran
akan posisi tubuh) pada otot dan tendon memauki medula
spinalis melalui radiks dorsal (neuron I) dan bersinaps dalam
tanduk posterior (neuron II). Akson berasenden disisi yang
sama atau berlawanan dan berterminasi pada korteks serebral
b. Fungsi, Traktus spinoserebelar ventral membawa informasi
mengenai gerakan dan posisi keseluruhan anggota gerak

3. Traktus spinoserebelar dorsal (posterior)


a. Origo dan tujuan. Impuls dari traktus spinoserebelar dorsal
memiliki awal dan akhir yang sama dengan impuls dari traktus
spinoserebelar ventral, walaupun demikian, akson pada neuron
II dalam tanduk posterior bersenden disisi yang sama menuju
korteks serebral
b. Fungsi. Traktus spinoserebelar dorsal membawa informasi
mengenai propriosepsi bawah sadar (kesadaran akan posisi
tubuh, keseimbangan, dan arah gerakan)

Trauma Medula Spinalis| 19


4. Traktus spinotalamik ventral (anterior)
a. Origo dan tujuan. Impuls dari reseptor taktil pada kulit masuk
ke medulla spinalis melalui radiks dorsal (neuron I) dan
bersinaps dalam tanduk posterior disisi yang sama (neuron II).
Akson menyilang kesisi yang berlawanan dan berasenden
untuk bersinapsis dalam talamus (neuron III). Akson berujung
dalam area somestetik korteks serebral
b. Fungsi. Traktus spinotalamik ventral membawa informasi
mengenai sentuhan, suhu dan nyeri

5. Traktus Motorik (Desenden) Mmebawa impuls motorik dari otak


ke medulla spinalis dan saraf spinal menuju tubuh. Fungsi traktus
motorik yang penting meliputi:
a. Traktus kortikospinal lateral (piramidal)
1) Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari area motorik korteks
serebral. Akosn berdesenden ke medulla tempat sebagian
besar serabut berdekusasi dan terus memanjang sampai ke
tanduk posterior untuk bersinapsis langsung atau melalui
interneuron dengan neuron motorik bagian bawah (neuron II)
dalam tanduk anterior. Akson berterminasi pada lempeng
ujung motorik otot rangka.
2) Fungsi. Traktus kortikospinal lateral menghantar impuls
untuk koordiasi dan ketepatan gerakan volunter

b. Traktus kortikospinal (piramidal) ventral (anterior)


1) Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari sel piramidal pada area
motorik korteks serebral dan berdesenden sampai ke medulla
spinalis. Disini akson menyilang ke sisi yang berlawanan tepat
sebelum bersinapsis, secara langsung maupun melalui
interneuron dengan neuron II dalam tanduk anterior
2) Fungsi. Traktus kortikospinal ventral memiliki fungsi yang
sama dengan traktus kortokospinal lateral. Traktus tersebut

Trauma Medula Spinalis| 20


menghantarkan impuls untuk koordinasi dan ketepatan
gerakan volunter.

6. Traktus ekstrapiramidal. Serabut dalam sistem ini berasal dari


pusat lain, misalnya nuklei motorik dalam korteks serebral dan area
subkortikal di otak
a. Traktus retikulospinal berasal dari formasi retikular (neuron I)
dan berujung (neuron II) pada sisi yang sama dineuron motorik
bagian bawah dalam tanduk anterior medula spinalis. Impuls
memberikan semacam pengaruh fasilitas pada ekstensor
tungkai dan fleksor lengan serta memberikan suatu pengaruh
inhibisi yang berkaitan dengan postur dan tonus otot
b. Traktus vestilospinal lateral berasal dari nukleus vestribular
lateral dalam medulla (neuron I) dan berdesenden pada sisi
yang sama untuk untuk berujung (neuron II) pada tanduk
anterior medulla spinalis. Impuls mempertahankan tonus otot
dalam aktivitas refleks
c. Traktus vestibulospinal medial baerasal dari nukleus vestibular
medial dalam medula dan menyilang ke sisi yang berlawanan
untuk berakhir pada tanduk anterior. Traktus ini tidak
berdesenden ke bawah area serviks. Traktus ini berkaitan
dengan pengendalian otot-otot kepala dan leher
d. Traktus rubrospinal, yang berasal dari nukleus merah otak
tengah, traktus olivospinal yang berasal dari olive inferior
medula dan traktus tektospinal yang berasal dari bagian
tektum otak tengah, juga termasuk jenis traktus
ekstrapiramidal yang berhubungan dengan postur dan tonus
otot.

Saraf Spinal. 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks
dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Pada bagian distal radiks dorsal
ganglion, dua radiks bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua saraf

Trauma Medula Spinalis| 21


tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa informasi ke
korda melalui neuron aferen dan meninggalkan korda melalui neuron eferen.
1. Divisi. Setelah saraf spinal meninggalkan korda melalui foramen
intervertebral, saraf kemudian bercabang menjadi 4 divisi
a. Cabang meningeal kecil masuk kembali ke medulla spinalis melalui
foramen sama yang digunakan saraf untuk keluar dan mempersarafi
meninges, pembuluh darah medula spinalis dan ligamen vertebralis
b. Ramus dorsal (posterior) terdiri dari serabut yang menyebar kearah
posterior untuk mempersarafi otot dan kulit pada bagian belakang
kepala, leher, dan pada trunkus di regia saraf spinal
c. Cabang ventral (anterior) terdiri dari serabut yang mensuplai bagian
anterior dan lateral pada trunkus dan anggota gerak
d. Cabang viseral adalah bagian dari SSO. Cabang ini memiliki ramus
komunikans putih dan ramus komunikans abu-abu yang membentuk
hubungan abtara medula spinalis dan ganglia pada trunkus simpatis
SSO

2. Pleksus adalah jaring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus


ventral seluruh saraf spinal, kecuali T1 dan T11 , yang merupakan awal
saraf intercostae
a. Pleksus serviks terbentuk dari ramus ventral keempat saraf serviks
pertama- C1, C2, C3, C4- dan sebagian C5. Saraf ini menginversi otot
leher, dan kulit kepala, leher serta dada. Saraf terpenting yang berawal
dari pleksus ini adalah saraf frenik yang menginversi diagfragma
b. Pleksus brakhial terbentuk dari ramus ventral saraf serviks C5, C6, C7,
C8, dan saraf toraks pertama T1 dengan melibatkan C4 dan T2. Saraf
dari pleksus brakhial mensuplai lengan atas dan beberapa otot pada
leher dan bahu
c. Pleksus lumbal terbentuk dari ramus saraf lumbal L1, L2, L3, L4
dengan bantuan T12. Saraf dari pleksus ini menginversi kulit dan otot
dinding abdomen, paha dan genetalia eksternal. Saraf terbesar adalah

Trauma Medula Spinalis| 22


saraf femoral, yang mensuplai otot fleksor paha dan kulit pada paha
anterior, regia panggul, dan tungkai bawah
d. Pleksus sakral terbentuk dari ramus ventral saraf sakral S1, S2, dan S3,
serta konstribusi dari L4, L5, dan S4. Saraf dari pleksus ini menginversi
anggota gerak bawah, bokong, dan regia perineal, saraf terbesar adalah
saraf sklatik
e. Pleksus koksiks terbentuk dari ramus ventral S5 dan saraf spinal
koksiks, dengan konstribusi dari ramus S4. Pleksus ini merupakan awal
saraf koksiks yang mensupali regia koksiks.

Setiap saraf spinal keluar dari sumsum tulang belakang dengan dua buah
akar, yaitu akar depan (anterior) dan akar belakang (posterior). Setiap akar
anterior dibentuk oleh beberapa benang akar yang meninggalkan sumsum tulang
belakang pada satu alur membujur dan teratur dalam satu baris. Tempat alaur
tersebut sesuai dengan tempat tanduk depan terletak paling dekat di bawah
permukaan sumsum tulang belakang. Benang-benang akar dari satu segmen
berhimpun untuk membentuk satu akar depan. Akar posterior pun terdiri atas
benang-benang akar serupa, yang mencapai sumsum tulang belakang pada satu
alur di permukaan belakang sumsum tulang belakang. Setiap akar belakang
mempunyai sebuah kumpulan sel saraf yang dinamakan simpulsaraf spinal. Akar
anterior dan posterior bertaut satu sama lain membentuk saraf spinal yang
meninggalkan terusan tulang belakang melalui sebuah lubang antar ruas tulang
belakang dan kemudian segera bercabang menjadi sebuah cabang belakang,
cabang depan, dan cabang penghubung.
Cabang-cabang belakang saraf spinal mempersarafi otot-otot punggung
sejati dan sebagian kecil kulit punggung. Cabang-cabang depan mempersarafi
semua otot kerangka batang badan dan anggota-anggota gerak serta kulit tubuh
kecuali kulit punggung. Cabang-cabang depan untuk persarafan lengan
membentuk suatu anyaman (plexus), yaitu anyaman lengan (plexus brachialis).
Dari anyaman inilah dilepaskan beberapa cabang pendek ke arah bahu dan ketiak,
dan beberapa cabang panjang untuk lengan dan tangan. Demikian pula dibentuk
oleh cabang-cabang depan untuk anggota-anggota gerak bawah dan untuk

Trauma Medula Spinalis| 23


panggul sebuah anyaman yang disebut plexus lumbosakralis, yang juga
mengirimkan beberapa cabang pendek ke arah pangkal paha dan bokong, serta
beberapa cabang panjang untuk tungkai atas dan tungkai bawah. Yang terbesar
adalah saraf tulang duduk. Saraf ini terletak di bidang posterior tulang paha.
Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medula
ablongata, menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir
diantara vertebra-lumbalis pertama dan kedua. Disini medula spinalis meruncing
sebagai konus medularis, dna kemudian sebuah sambungan tipis dasri pia meter
yang disebut filum terminale, yang menembus kantong durameter, bergerak
menuju koksigis. Sumsum tulang belakang yang berukuran panjang sekitar 45
cm ini, pada bagian depannya dibelah oleh figura anterior yang dalam, sementara
bagian belakang dibelah oleh sebuah figura sempit.
Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan
lumbal. Dari penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani anggota
badan atas dan bawah dan plexus dari daerah thorax membentuk saraf-saraf
interkostalis.
Fungsi sumsum tulang belakang :
1) Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit.
2) Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-impuls tersebut
menuju sel-sel dalam ganglion radix pasterior dan selanjutnya
menuju substansi kelabu pada karnu pasterior mendula spinalis.
3) Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf
penghubung menghantarkan impuls-impuls menuju karnu
anterior medula spinalis.
4) Sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinalis yang
menerima dan mengalihkan impuls tersebut melalui serabut sarag
motorik.
5) Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang
oleh impuls saraf motorik.
6) Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila
terputus pada daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada
daerah torakal) paralisis beberapa otot interkostal, paralisis pada

Trauma Medula Spinalis| 24


otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak bawah,
serta paralisis sfinker pada uretra dan rektum.

2. Sendi Kolumna Vertebra


Sendi ini dibentuk oleh bantalan tulang rawan yang diletakkan diantara
setiap dua vertebra, dikuatkan oleh ligamentum yang berjalan didepan dan
dibelakang badan-badan vertebra sepanjang kolumna vertebralis. Massa otot
disetiap sisi membantu kestabilan tulang belakang sepenuhnya.
Diskus Intervetebralis atau cakram antar ruas adalah bantalan tebal dari
tulang rawan fibrosa yang terdapat diantara badan vertebra yang dapat bergerak

3. Meningen Spinal
Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan
saraf yang bersiaft non neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa
membran yang menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak dan medula
spinalis. Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu Piamater, arakhnoid dan
duramater.
Duramater yang merupakan lapisan yang kuat, Membran fibrosa,
Bersatu dengan filum terminale. Piamater berupa lapisan tipis, kaya pembuluh
darah, nyambung dengan medula spinalis. Rongga antara periosteum dengan
duramater disebut dengan epidural yang merupakan area yang mengandung
banyak pembuluh darah dan lemak. Rongga antara duramater dengan arachnoid
disebut dengan subdural. Sub dural tidak mengandung CSF. Rongga antara
Arachnoid dan Piamater disebut dengan Subarachnoid. Pada rongga ini terdapat
Cerebro Spinal Fluid, Pembuluh Darah dan akar-akar syaraf
Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak
yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga
melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai
ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. Arakhnoid mempunyai
banyak trabekula halus yang berhubungan dengan piameter, tetapi tidak
mengikuti setiap lekukan otak.

Trauma Medula Spinalis| 25


Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang berisi
cairan serebrospinal dan pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid tidak
mengikuti lekukanlekukan otak, maka di beberapa tempat ruang subarakhnoid
melebar yang disebut sisterna. Yang paling besar adalah siterna magna, terletak
diantara bagian inferior serebelum danme oblongata. Lainnya adalah sisterna
pontis di permukaan ventral pons, sisterna interpedunkularis di permukaan
venttralmesensefalon, sisterna siasmatis di depan lamina terminalis. Pada sudut
antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna vena magna serebri.
Sisterna ini berhubungan dengan sisterna interpedunkularis melalui sisterna
ambiens. Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna
magna dan sisterna pontis merupakan selubung dari medula spinalis sampai
setinggi S2. Ruang subarakhnoid dibawah L2 dinamakan sakus atau teka
lumbalis, tempat dimana cairan serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal.
1. Ruang Epidural
Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak terdapat jaringan
ikat yang mengandung kapiler-kapiler halus yang mengisi suatu
ruangan disebut ruang epidural
2. Ruang Subdural
Diantara lapisan dalam durameter dan arakhnoid yang
mengandung sedikit cairan, mengisi suatu ruang disebut ruang
subdural .

4. Cairan SerebroSpinal
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan
salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap
trauma atau gangguan dari luar.
Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume
otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml)
dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra
sel maupun intra sel.
Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau
500 ml/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml

Trauma Medula Spinalis| 26


dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan,
sirkulasi dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap
dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.
Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi
suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam
mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi. Selain itu juga untuk evaluasi
pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan prognosa penyakit.
Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu tindakan yang aman, tidak mahal
dan cepat untuk menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organism penyebab
serta dapat untuk melakukan test sensitivitas antibiotika.

5. Suplai Darah Medula Spinalis


Medula spinalis menerima darah melalui cabang-cabang arteri
vertebralis (arteri spinatis anterior dan posterior serta cabang-cabangnya)
dan dari pembuluh-pembuluh segmental regional yang berasal dari aorta
torakalis dan abdominalis (arteri radikularis dan cabang-cabangnya). Dari
tempat percabangannya pada arteri vertebralis disepanjang medula, arteri
spinalis anterior dan posterior akan berjalan menuju medula spinalis.
Medula spinalis mendapat dua suplai darah dari dua sumber yaitu:
1. arteri Spinalis anterior yang merupakan percabangan arteri
vertebralis,
2. arteri Spinalis posterior, yang juga merupakan percabangan arteri
vertebralis.
Antara arteri spinalis tersebut diatas terdapat banyak anastomosis
sehingga merupakan anyaman plexus yang mengelilingi medulla spinalis dan
disebut vasocorona. Vena di dalam otak tidak berjalan bersama-sama arteri. Vena
jaringan otak bermuara di jalan vena yang terdapat pada permukaan otak dan
dasar otak. Dari anyaman plexus venosus yang terdapat di dalam spatum
subarachnoid darah vena dialirkan kedalam sistem sinus venosus yang terdapat
di dalam durameter diantara lapisan periostum dan selaput otak.
Arteri vertebralis dipercabangkan oleh arteri sub clavia. Arteri ini
berjalan ke kranial melalui foramen transversus vertebrae ke enam sampai

Trauma Medula Spinalis| 27


pertama kemudian membelok ke lateral masuk ke dalam foramen transversus
magnum menuju cavum cranii. Arteri ini kemudian berjalan ventral dari medula
oblongata dorsal dari olivus, caudal dari tepi caudal pons varolii. Arteri
vertabralis kanan dan kiri akan bersatu menjadi arteri basilaris yang kemudian
berjalan frontal untuk akhirnya bercabang menjadi dua yaitu arteri cerebri
posterior kanan dan kiri.
Daerah yang diperdarahi oleh arteri cerbri posterior ini adalah facies
convexa lobus temporalis cortex cerebri mulai dari tepi bawah sampai setinggi
sulcus temporalis media, facies convexa parietooccipitalis, facies medialis lobus
occipitalis cotex cerebri dan lobus temporalis cortex cerebri. Anastomosis antara
arteri-arteri cerebri berfungsi utnuk menjaga agar aliran darah ke jaringan otak
tetap terjaga secara continue. Sistem carotis yang berasal dari arteri carotis
interna dengan sistem vertebrobasilaris yang berasal dari arteri vertebralis,
dihubungkan oleh circulus arteriosus willisi membentuk Circle of willis yang
terdapat pada bagian dasar otak.
Selain itu terdapat anastomosis lain yaitu antara arteri cerebri media
dengan arteri cerebri anterior, arteri cerebri media dengan arteri cerebri posterior.

6. Refleks Spinal

Refleks merupakan respon bawah sadar terhadap adanya suatu stimulus


internal ataupun eksternal untuk mempertahankan keadaan seimbang dari
tubuh. Refleks yang melibatkan otot rangka disebut dengan refleks somatis dan

Trauma Medula Spinalis| 28


Refleks yang melibatkan otot polos, otot jantung atau kelenjar disebut refleks
otonom atau visceral.

7. Konsep Refleks
Refleks merupakan kejadian involunter dan tidak dapat dikendalikan
oleh kemauan. Tindakan refleks merupakan gerakan motorik involunter atau
respons sekretorik yang diperlihatkan jaringan terhadap stimulus sensorik, seperti
refleks menarik diri, bersin, batuk, dan mengedip (Sue Hinchlift).
Secara fisiologis dengan ringkas dapat dijelaskan bahwa suatu respons
refleks terjadi bila suatu otot rangka dengan persarafan untuk diregangkan, otot
ini akan kontraksi. Respons seperti ini disebut refleks regang. Rangsangan yang
membangkitkan refleks regang adalah regangan pada otot, dan responsnya adalah
kontraksi otot yang diregangkan itu. Reseptor refleks ini adalah kumparan otot
(muscle spindle). Impuls yang tercetus oleh kumparan otot dihantarkan ke SSP
melalui serat saraf sensorik penghantar cepat. Impuls kemudian diteruskan ke
neuron-neuron motorik yang mempersarafi otot yang teregang itu.
Neurotransmitter di sinaps pusat adalah glutamat.
Refleks-refleks regang merupakan refleks monosinaptik yang paling
banyak digunakan dalam pemeriksaan neurologis, seperti pada ketukan di tendon
patella yang akan membangkitkan refleks patella, yaitu refleks regang otot
quadriseps femoris, akibat ketukan pada tendon akan meregangkan otot.
Kontraksi serupa akan timbul bila otot quadriseps diregang secara manual
(Ganong, 1999).
Tahanan otot terhadap regangan kerap disebut tonus. Bila neuron
motorik ke suatu otot dipotong, otot itu memberikan tahanan yang lemah dan
disebut flaksid. Otot yang hipertonik (spastik) adalah otot yang mempunyai
tahanan yang tinggi terhadap regangan karena adanya refleks regang yang
hiperaktif. Diantara keadaan flaksid dan spastis terdapat area yang sering kali di
salah artikan sebagai area tonus normal. Otot umumnya hipotonik bila pelepasan
impuls eferennya rendah dan hipertonik bila tinggi.
Temuan lain yang khas untuk keadaan peningkatan impuls eferen
adalah klonus. Tanda neurologis ini merupakan peristiwa kontraksi otot yang

Trauma Medula Spinalis| 29


teratur dan berirama akibat regangan yang tiba-tiba dan bertahan. Klonus
pergelangan kaki merupakan contoh yang khas. Klonus ini dimulai dengan
dorsofleksi kaki yang cepat dan mantap, dan reponsnya adalah plantarfleksi
pergelangan kaki berirama.
Suatu respons fleksor dapat ditimbulkan dengan rangsangan di kulit
atau dengan peregangan otot, tetapi respons fleksor kuat yang disertai gerakan
menarik diri hanya dibangkitkan oleh suatu rangsang yang berbahaya. Karena
itu, rangsang ini disebut rangsang nosiseptif. Respons menarik diri dari fleksi
ekstremitas yang dirangsang menjauhkan tungkai dari sumber iritasi dan ekstensi
ekstremtas yang menyangga tubuh. Refleks menarik diri sangat kuat, refleks ini
menguasai jaras-jaras spinal sehingga membatalkan semua kegiatan refleks lain
yang terjadi pada saat yang bersamaan (Price, 1995).

8. Saraf spinal
Saraf spinal pada manusia dewasa memiliki panjang sekitar 45 cm dan
lebar 14 mm. Pada bagian permukaan dorsal dari saraf spinal, terdapat alur yang
dangkal secara longitudinal di bagian medial posterior berupa sulkus dan bagian
yang dalam dari anterior berupa fisura.
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-
masing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis
melalui foramen intervertebra (lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf spinal
diberi nama sesuai dengan foramen intervertebra tempat keluarnya saraf-saraf
tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar di antara tulang oksipital
dan vertebra servikal pertama
Tiga puluh satu pasang saraf spinal keluar dari medula apinalis dan
kemudian dari kolumna vertabalis melalui celah sempit antara ruas-ruas tulang
vertebra. Celah tersebut dinamakan foramina intervertebrelia. Seluruh saraf
spinal merupakan saraf campuran karena mengandung serat-serat eferen yang
membawa impuls baik sensorik maupun motorik. Mendekati medula spinalis,
serat-serat eferen memisahkan diri dari serat–serat eferen. Serat eferen masuk ke
medula spinalis membentuk akar belakang (radix dorsalis), sedangkan serat
eferen keluar dari medula spinalis membentuk akar depan (radix ventralis).
Setiap segmen medula spinalis memiliki sepasang saraf spinal, kanan dan kiri.

Trauma Medula Spinalis| 30


Sehingga dengan demikian terdapat 8 pasang saraf spinal servikal, 12 pasang
saraf spinal torakal, 5 pasang saraf spinal lumbal, 5 pasang saraf spinal sakral dan
satu pasang saraf spinal koksigeal. Untuk kelangsungan fungsi integrasi, terdapat
neuron-neuron penghubung disebut interneuron yang tersusun sangat bervariasi
mulai dari yang sederhana satu interneuron sampai yang sangat kompleks banyak
interneuron. Dalam menyelenggarakan fungsinya, tiap saraf spinal melayani
suatu segmen tertentu pada kulit, yang disebut dermatom. Hal ini hanya untuk
fungsi sensorik. Dengan demikian gangguan sensorik pada dermatom tertentu
dapat memberikan gambaran letak kerusakan.

Adapun ke 31 nervus spinalis, yaitu:


1. Nervus hipoglossus : Nervus yang mempersarafi lidah dan
sekitarnya.
2. Nervus occipitalis minor : Nervus yang mempersarafi bagian otak
belakang dalam trungkusnya.
3. Nervus thoracicus : Nervus yang mempersarafi otot serratus
anterior.
4. Nervus radialis: Nervus yang mempersyarafi otot lengan bawah
bagian posterior, mempersarafi otot triceps brachii, otot anconeus,
otot brachioradialis dan otot ekstensor lengan bawah dan
mempersarafi kulit bagian posterior lengan atas dan lengan bawah.
Merupakan saraf terbesar dari plexus.
5. Nervus thoracicus longus: Nervus yang mempersarafi otot
subclavius, Nervus thoracicus longus. berasal dari ramus C5, C6,
dan C7, mempersarafi otot serratus anterior.
6. Nervus thoracodorsalis: Nervus yang mempersarafi otot deltoideus
dan otot trapezius, otot latissimus dorsi.
7. Nervus axillaris: Nervus ini bersandar pada collum chirurgicum
humeri.
8. Nervus subciavius: Nervus subclavius berasal dari ramus C5 dan
C6, mempersarafi otot subclavius..

Trauma Medula Spinalis| 31


9. Nervus supcapulari: Nervus ini bersal dari ramus C5, mempersarafi
otot rhomboideus major dan minor serta otot levator scapulae,
10. Nervus supracaplaris: Berasal dari trunkus superior, mempersarafi
otot supraspinatus dan infraspinatus.
11. Nervusphrenicus: Nervus phrenicus mempersyarafi diafragma.
12. Nervus intercostalis
13. Nervus intercostobrachialis: Mempersyarafi kelenjar getah bening.
14. Nervus cutaneus brachii medialis: Nervus ini mempersarafi kulit
sisi medial lengan atas.
15. Nervus cutaneus antebrachii medialis: Mempersarafi kulit sisi
medial lengan bawah.
16. Nervus ulnaris: Mempersarafi satu setengah otot fleksor lengan
bawah dan otot-otot kecil tangan, dan kulit tangan di sebelah
medial.
17. Nervus medianus: Memberikan cabang C5, C6, C7 untuk nervus
medianus.
18. Nervus musculocutaneus: Berasal dari C5 dan C6, mempersarafi
otot coracobrachialis, otot brachialis, dan otot biceps brachii.
Selanjutnya cabang ini akan menjadi nervus cutaneus lateralis dari
lengan atas.
19. Nervusdorsalis scapulae: Nervus dorsalis scapulae bersal dari ramus
C5, mempersarafi otot rhomboideus.
20. Nervus transverses colli
21. Nervus nuricularis: Nervus auricularis posterior berjalan berdekatan
menuju foramen, Letakanatomisnya: sebelah atas dengan lamina
terminalis,
22. NervusSubcostalis: Mempersarafi sistem kerja ginjal dan letaknya.
23. Nervus Iliochypogastricus: Nervus iliohypogastricusberpusat pada
medulla spinalis.
24. Nervus Iliongnalis: Nervus yang mempersyarafi system genetal,
atau kelamin manusia.

Trauma Medula Spinalis| 32


25. NervusGenitofemularis: Nervus genitofemoralis berpusat pada
medulla spinalis L1-2, berjalan ke caudal, menembus m. Psoas
major setinggi vertebra lumbalis ¾.
26. Nervus Cutaneus Femoris Lateralis: Mempersyarafi tungkai atas,
bagian lateral tungkai bawah, serta bagian lateral kaki.
27. NervusFemoralis: Nervus yang mempersyarafi daerah paha dan otot
paha.
28. NervusGluteus Superior: Nervus gluteus superior (L4, 5, dan paha,
walaupun sering dijumpai percabangan dengan letak yang lebih
tinggi.
29. Nervus Ischiadicus: Nervus yang mempersyarafi pangkal paha
30. NervusCutaneus Femoris Inferior: Nervus yang mempersyarafi
bagian (s2 dan s3) pada bagian lengan bawah.
31. Nervus Pudendus: Letak nervus pudendus berdekatan dengan ujung
spina ischiadica. Nervus pudendus, Nervus pudendus menyarafi
otot levator ani, dan otot perineum(ke kiri / kanan ), sedangkan letak
kepalanya dibuat sedikit lebih rendah.

Tabel no. 2. Tabel Sistem saraf medulla spinalis


Jumlah Medula spinalis Menuju
daerah
7 pasang Servix Kulit kepala, leher dan otot
tangan, membentuk daerah
tengkuk.
12 pasang Punggung/toraks Organ-organ dalam, membentuk
bagian belakang torax atau dada.
5 pasang Lumbal/pinggang Paha, membentuk daerah lumbal
atau pinggang.
5 pasang Sakral/kelangkang Otot betis, kaki dan jari kaki,
membentuk os sakrum (tulang
kelangkang).

Trauma Medula Spinalis| 33


1 pasang Koksigeal Sekitar tulang ekor, membentuk
tulang koksigeus (tulang tungging)
(Sumber: Sistem Saraf I « Andienchandra’s Blog.htm)

Bila sumsum tulang belakang ini mengalami cidera ditempat tertentu,


maka akan mempengaruhi sistem saraf disekitarnya, bahkan bisa menyebabkan
kelumpuhan di area bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak bawah (kaki).

Secara fungsi, sumsum tulang belakang bekerja secara sadar dan tak sadar
(saraf otonom). Sumsum tulang belakang yang bekerja secara sadar di atur oleh
otak sedangkan sistem saraf tidak sadar (saraf otonom) mengontrol aktivitas yang
tidak diatur oleh kerja otak seperti denyut jantung, sistem pencernaan, sekresi
keringat, gerak peristaltic usus, dan lain-lain.

Trauma Medula Spinalis| 34


Fungsi sumsum tulang belakang yang utama adalah sebagai berikut.
1. Menghubungkan sistem saraf tepi ke otak. Informasi melalui neuron
sensori ditransmisikan dengan bantuan interneuron (impuls
saraf dari dan ke otak).
2. Memungkinan jalan terpendek dari gerak refleks. Sehingga sumsum tulang
belakang juga biasa disebut saraf refleks.
3. Mengurusi persarafan tubuh, anggota badan dan kepala

2.3 Penyebab atau Etiologi dan Faktor Resiko trauma Medula Spinalis

Trauma Medula Spinalis| 35


Cedera Medula Spinalis disebapkan oleh trauma langsung yang mengenai
tulang belakang dimana trauma tersebut melampaui batas kemampuan tulang
belakang dalam melindungi saraf-saraf di dalamnya
Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan
terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi,
hiperekstensi, kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah torakal tidak
banyak terjadi karena terlindung dengan struktur toraks.
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif, dan
dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulanmg belakang dapat
beruypa memar, contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa
gangguan peredaran darah, atau perdarahan.Kelainan sekunder pada sumsum
belakang dapat doisebabkan hipoksemia dana iskemia.iskamia disebabkan
hipotensi, oedema, atau kompressi.
Perlu disadar bahwa kerusakan pada sumsum belakang merupakan
kerusakan yang permanen karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan
saraf. Pada fase awal setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah
gangguan fungsi disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf
atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau oedema.
A. Etiologi cedera spinal adalah:
1. Trauma misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kegiatan olah
raga, luka tusuk atau luka tembak.
2. Non trauma seperti spondilitis servikal dengan myelopati,
myelitis, osteoporosis, tumor.

Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari


cedera medula spinalis adalah
1. Kecelakaan dijalan raya (penyebab paling sering).
2. Olahraga
3. Menyelan pada air yang dangkal
4. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
5. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
6. Kejatuhan benda keras

Trauma Medula Spinalis| 36


7. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi
patologis yang menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya
tulang. (Harsono, 2000).
8. Luka tembak atau luka tikam
9. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis
slompai, yang seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang
menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif
terhadap medulla spinalis dan akar mielitis akibat proses inflamasi
infeksi maupun non infeksi osteoporosis yang disebabkan oleh
fraktur kompresi pada vertebra, singmelia, tumor infiltrasi maupun
kompresi, dan penyakit vascular.
10. Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik
11. Infeksi
12. Osteoporosis
13. Mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan saat mengendarai mobil
atau sepeda motor.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma medulla spinalis


1. Usia
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan
pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan
bermotor.
2. Jenis Kelamin
Belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena
faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan
hormonal (menopause).
3. Status Nutrisi

C. Patofisiologi
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan
kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak
selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung

Trauma Medula Spinalis| 37


bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut
“whiplash”/trauma indirek.
Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang
belakang secara cepat dan mendadak.Trauma whiplash terjadi pada tulang
belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada waktu
duduk dikendaraan yang sedang cepat berjalan kemudian berhenti secara
mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam dan masuk air
yang dapat mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi,
hiperfleksi, tekanan vertical (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi. Kerusakan
yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap. Akibat
trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk
sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam
beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri
vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis
yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi,
contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang
belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan /
menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi transversa
medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmentransversa,
hemitransversa, kuadran transversa). hematomielia adalah perdarahan dalam
medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat di substansia grisea.
Trauma ini bersifat “whiplash “yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan
berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio. Kompresi
medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh
penyempitan kanalis vertebralis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler
traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip
diantara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat sama dengan
sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam
kanalis vertebralis

Trauma Medula Spinalis| 38


Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis
dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks columna
5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler
spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut hematorasis atau
neuralgia radikularis traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat
trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat
adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9
yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma
yang bersangkutan dan sindroma sistema anastomosis anterial anterior spinal.
Kerusakan medula spinalis berkisar dari komosio sementara (dimana pasien
sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medula
(baik salah satu maupun kombinasi). Sampai transeksi lengkap medula (yang
membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes ke
extradural subdural atau daerah subarahnoid pada kanal spinal. Segera Setelah
terjadi kontusio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansia griseria medula spinalis
menjadi terganggu tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada cidera pembuluh
darah medula spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan kerusakan
yang terjadi pada cedera medula spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-
kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema dan lesi-lesi hemoragi,
yang pada gilirannya mengakibatkan keruskan mielin dan akson.
Reaksi sekunder ini, diyakini penyebab prinsip desenerasi medula spinalis
pada tingkat cidera, sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cidera.
Untuk itu jika kerusakan medula tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode
mengawali pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obat-obat anti
inflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian dari
perkembangannya, masuk ke dalam kerusakan total dan menetap
Akibat suatu trauma mengenai vertebrata mengakibatkan patah tulang
belakang. Paling banyak servikalis, lumbalis. Fraktur dapat berupa patah tulang
sederhana kompresi dislokasia, sedangkan pada sumsum tulang belakang dapat
berupa memar/kontusio laserasi dengan/tanpa perdarahan. Blok syaraf simpatis

Trauma Medula Spinalis| 39


pelepasan mediator kimia iskemia, dan hipoksemia, syok spinal, gangguan
fungsi kandung kemih. Lokasi cedera medula spinalis umumnya mengenai C1
dan C2, C4, C6, dan T11 atau L2. Trauma medulla spinalis dapat terjadi pada
lumbal 1-5
1. Lesi L1: Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha
dan bagian dari bokong.
2. Lesi L2: Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior
paha.
3. Lesi L3: Ekstremitas bagian bawah.
4. Lesi L4: Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
5. Lesi L5: Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.

Mekanisme utama terjadinya cedera vertebra adalah karena hiperekstensi,


hiperfleksi, trauma kompresi vertikal dan rotasi, bisa sendiri atau kombinasi.
Cedera karena hiperekstensi paling umum terjadi pada area cervikal dan
kerusakan terjadi akibat kekuatan akselerasi-deselerasi. Cedera akibat hiperfleksi
terjadi akibat regangan atau tarikan yang berlebihan, kompresi dan perubahan
bentuk dari medula spinalis secara tiba-tiba.
Kerusakan medula spinalis terjadi akibat kompresi tulang, herniasi disk,
hematoma, edema, regangan jaringa saraf dan gangguan sirkulasi pada spinal.
Adanya perdarahan akibat trauma dari gray sampai white matter menurunkan
perfusi vaskuler dan menurunkan kadar oksigen dan menyebabkan iskemia pada
daerah cedera. Keadaan tersebut lebih lanjut mengakibatkan edema sel dan
jaringan menjadi nekrosis. Sirkulasi dalam white matter akan kembali menjadi
normal kurang lenih 24 jam. Perubahan kimia dan metabolisme yang terjadi
adalah meningkatnya asam laktat dalam jaringan dan menurunnya kadar oksigen
secara cepat 30 enit setelah trauma, meningkatnya konsentrasi norephineprine.
Meningkatnya norephineprine disebabkan karena efek sikemia, ruptur vaskuler
atau nekrosis jaringan saraf.
Trauma medula spinalis dapat menimbulkan renjatan spinal (spinal shock)
yaitu terjadi jika kerusakan secara tranversal sehingga mengakibatkan
pemotongan komplit rangsangan. Pemotongan komplit rangsangan

Trauma Medula Spinalis| 40


menimbulkan semua fungsi reflektorik pada semua segmen di bawah garis
kerusakan akan hilang. Fase renjatan ini berlangsung beberpa minggu sampai
beberapa bulan (3 – 6 minggu).
Trauma pada daerah leher dapat bermanifestasi pada kerusakan struktur
kolumna vertebra, kompresi diskus, sobeknya ligamentum servikalis, dan
kompresi medula spinalis pada setiap sisinya dapat menekan spinal dan
bermanifestasi pada kompresi radiks, dan distribusi saraf sesuai segmen dari
tulang belakang servikal.
TABEL Kondisi Patologis Saraf Spinal Akibat Cedera
Batas Cedera Fungsi yang Hilang
C1 –C 4 Hilangnya fungsi motorik dan sensorik leher ke
bawah. Paralisis pernafasan, tidak terkontrolnya
bowel dan blader.
C5 Hilangnya fungsi motorik dari atas bahu ke bawah.
Hilangnya sensasi di bawah klavikula. Tidak
terkontrolnya bowel dan blader.
C6 Hilangnya fungsi motorik di bawah batas bahu dan
lengan. Sensasi lebih banyak pada lengan dan
jempol.

C7 Fungsi motorik yang kurang sempurna pada bahu,


siku, pergelangan dan bagian dari lengan. Sensasi
lebih banyak pada lengan dan tangan dibandingkan
pada C6. Yang lain mengalami fungsi yang sama
dengan C5.
C8 Mampu mengontrol lengan tetapi beberapa hari
lengan mengalami kelemahan. Hilangnya sensai di
bawah dada.
T1-T6 Hilangnya kemampuan motorik dan sensorik di
bawah dada tengah. Kemungkinan beberapa otot
interkosta mengalami kerusakan. Hilangnya kontrol
bowel dan blader.

Trauma Medula Spinalis| 41


T6 – T12 Hilangnya kemampuan motorik dan sensasi di
bawah pinggang. Fungsi pernafasan sempurna
tetapi hilangnya fngsi bowel dan blader.
L1 – L3 Hilannya fungsi motorik dari plevis dan tungkai.
Hilangnya sensasi dari abdomen bagian bawah dan
tungkai. Tidak terkontrolnya bowel dan blader.
L4 – S1 Hilangnya bebrapa fungsi motorik pada pangkal
paha, lutut dan kaki. Tidak terkontrolnya bowel dan
blader.
S2 – S4 Hilangnya fungsi motorik ankle plantar fleksor.
Hilangnya sensai pada tungkai dan perineum. Pada
keadaan awal terjadi gangguan bowel dan blader.
Trauma pada servikal bisa menyebabkan cedera spinal stabil dan tidak
stabil. Cedera stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya tidak akan
tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum tulang yang tidak rusak dan
biasanya resikonya lebih rendah. Cedera tidak stabil adalah cedera yang dapat
mengalami pergeseran lebih jauh dimana terjadi perubahan struktur dari
oseoligamentosa posterior (pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang
posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa), komponen pertengahan
(sepertiga bagian posterior badan vertebral, bagian posterior dari diskus
intervertebralis dan ligamen longitudinal posterior), dan kolumna anterior (dua-
pertiga bagian anterior korpus vertebra, bagian anterior diskus intervertebralis,
dan ligamen longitudinal anterior).
Pada cedera hiperekstensi servikal, pukulan pada muka atau dahi akan
memaksa kepala kebelakang dan tak ada yang menyangga oksiput hingga kepala
itu membentur bagian atas punggung. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak
atau arkus saraf mungkin mengalami kerusakan.
Pada cedera fleksi akan meremukan badan vertebra menjadi baji; ini adalah
cedera yang stabil dan merupakan tipe fraktur vertebral yang paling sering
ditemukan. Jika ligamen posterior tersobek, cedera bersifat tak stabil dan badan
vertebra bagian atas dapat miring ke depan diatas badan vertebra dibawahnya.

Trauma Medula Spinalis| 42


Cedera vertebra torako-lumbal bisa disebabkan oleh trauma langsung pada
torakal atau bersifat patologis seperti pada kondisi osteoporosis yang akan
mengalami fraktur kompresi akibat keruntuhan tulang belakang. Fraktur
kompresi dan fraktur dislokasi biasanya stabil. Tetapi, kanalis spinalis pada
segmen torakalis relatif sempit, sehingga kerusakan korda sering ditemukan
dengan adanya manifestasi defisit neurologis.
Kompresi vertikal (aksial); suatu trauma vertikal yang secara langsung
mengenai vertebra yang akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus
akan memecahkan permukaan serta badan vertebra secara vertikal. Material
diskus akan masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi
pecah (burst). Pada kondisi ini terjadi Burst Fracture, kerusakan pada badan
tulang belakang dan medula spinalis secara klinis akan lebih parah di mana
apabila ligamen posterior sobek maka akan terjadi fraktur spinal tidak stabil.
Akibat kecelakaan, terpeleset, terjatuh dari motor, jatuh dari ketinggian
dalam posisi berdiri menyebabkan cedera pada kolumna vertebra dan medulla
spinalis yang dapat menyebabkan gangguan pada beberapa system, diantaranya :

1) Kerusakan jalur simpatetik desending yang mengakibatkan


terputusnya jaringan saraf medulla spinalis, karena jaringan saraf ini
terputus maka akan menimbulkan paralisis dan paraplegi pada
ekstremitas.
2) Dari cedera tersebut akan menimbulkan perdarahan makroskopis
yang akan menimbulkan reaksi peradangan, dari reaksi peradangan
tersebut akan melepaskan mediator kimiawi yang menyebabkan
timbulnya nyeri hebat dan akut, nyeri yang timbul berkepanjangan
mengakibatkan syok spinal yang apabila berkepanjangan dapat
menurunkan tingkat kesadaran. Reaksi peradangan tersebut juga
menimbulkan juga menyebabkan edema yang dapat menekan
jaringan sekitar sehingga aliran darah dan oksigen ke jaringan
tersebut menjadi terhambat dan mengalami hipoksia jaringan. Reaksi
anastetik yang ditimbulkan dari reaksi peradangan tersebut juga
menimbulkan kerusakan pada system eliminasi urine.

Trauma Medula Spinalis| 43


3) Blok pada saraf simpatis juga dapat diakibatkan dari cedera tulang
belakang yang menyebabkan kelumpuhan otot pernapasan sehinggan
pemasukan oksigen ke dalam tubuh akan menurun, dengan
menurunnya kadar oksigen ke dalam tubuh akan mengakibatkan
tubuh berkompensasi dengan meningkatkan frekuensi pernapasan
sehingga timbul sesak.

Hiperekstensi. Jenis cedera ini umumnya mengenai klien dengan usia


dewasa yang memiliki perubahan degenerative vertebra,usia muda yang
mendapat kecelakaan lalu lintas saat mengendarai kendaraan, dan usia muda
yang mengalami cedera leher saat menyelam.Jenis cedera ini menyebabkan
medulla spinalis bertentangan dengan ligamentum flava dan mengakibatkan
kontusio kolom dan dislokasi vertebra.Transeksi lengkap dan medulla spinalis
dapat mengikuti cedera hiperekstensi.Lesi lengkap dari medulla spinalis
mengakibatkan kehilangan pergerakan volunter menurun pada daerah lesi dan
kehilangan fungsi reflex pada isolasi bagian medulla spinalis.
Kompresi. Cedera kompresi sering disebabkan karena jatuh atau melompat
dari ketinggian dengan posisi kaki atau bokong (duduk). Tekanan mengakibatkan
fraktur vertebra dan menekan medulla spinalis .Diskus dan fragmen tulang dapat
masuk ke medulla spinalis .Lumbal dan toraks vertebra umumnya akan
mengalami cedera serta menyebabkan edema dan perdarahan. Edema pada
medulla spinalis mengakibatkan kehilangan fungsi sensasi.
Trauma pada medula spinalis dapat bermanifestasi pada kerusakan struktur
kolumna vertebra, kompresi diskus, sobeknya ligamentum servikalis, torakalis,
lumbal dan sakral, serta kompresi medula spinalis pada setiap sisinya yang dapat
bermanifestasi pada kompresi radiks dan distribusi saraf sesuai segmen dari
tulang belakang.
Trauma pada medula spinalis bisa menyebabkan cedera spinal stabil maupun
tidak stabil. Cedera stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya tidak akan
tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum tulang tidak rusak dan risikonya
lebih rendah.

Trauma Medula Spinalis| 44


Cedera tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih
jauh dimana terjadi perubahan struktur dari oseoligamentosa posterior
(pedikulus, sendi-sendi permukaan, komponen pertengahan dan kolumna
anterior.
Fleksi-rotasi, dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya mengenai servikal
pada C5 dan C6. Jika mengenai spina torakalumbar, terjadi pada T12-L1. Fraktur
lumbar adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang belakng bagian bawah.
Bentuk cedera ini mengenai ligamen, fraktur vertebra, kerusakan pembuluh
darah, dan mengakibatkan iskemia pada medulla spinalis.

Mekanisme Terjadinya Cedera Medulla Spinalis

1. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada
vertebra. Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat
menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila
terdapat kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan dapat
terjadi subluksasi
2. Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang bersama-sama
dengan rotasi. Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur
faset. Pada keadaan ini terjadi pergerakan kedepan/dislokasi vertebra di atasnya.
Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.
3. Kompresi Vertikal (aksial)
Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan
menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan permukaan
serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan
vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah). Pada trauma ini
elemen posterior masih intak sehingga fraktur yang terjadi bersifat stabil
4. Hiperekstensi atau retrofleksi
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan
ekstensi. Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada
vertebra torako-lumbalis. Ligamen anterior dan diskus dapat mengalami

Trauma Medula Spinalis| 45


kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat
stabil.
5. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra,
dan sendi faset.
6. Fraktur dislokasi
Suatu trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang dan
terjadi dislokasi pada ruas tulang belakang
Berikut ini adalah mekanisme cedera tumpul spinal menurut Campbell
(2004 ; 131) :
1. Hiperektensi
Kepala dan leher bergerak ke belakang / hiperektensi secara berlebihan.
2. Hiperfleksi
Ke pala di atas dada bergerak ke depan / heperfleksi dengan berlebihan.
3. Kompresi
Bobot tubuh dari kepala hingga pelvis mengakibatkan penekanan pada
leher atau batang tubuh.
4. Rotasi
Rotasi yang berlebih dari batang tubuh atau kepala dan leher sehingga
terjadi pergerakan berlawanan arah dari kolumna spinalis.
5. Penekanan ke samping
Pergerakan ke samping yang berlebih menyebabkan pergeseran dari
kolumna spinalis.
6. Distraksi
Peregangan yang berlebihan dan kolumna spinalis dan spinal cord.

Faktor yang membedakan cedera medulla spinalis dengan cedera kranio


serebral adalah:
1. Konsentrasi yang tinggi dari traktus dan pusat saraf yang
penting dalam suatu struktur yang diameternya relative kecil.
2. Posisi medulla spinalis dalam kolumna vertebralis

Trauma Medula Spinalis| 46


3. Adanya osteofit
4. Fariasi suplai pembuluh darah

Efek pada jaringan saraf paling penting pada medula spinalis, ada
4 mekanisme yang mendasari:
1. Kompresi oleh tulang, ligamen, benda asing, dan hematoma. Keru
sakan paling berat disebabkan oleh kompresi tulang, kompresi dari
fragmen korpus vertebra yang tergeser ke belakang, dan cedera
hiperekstensi.
2. Tarikan/regangan jaringan: regangan yang berlebihan yang
menyebabkan gangguan jaringan biasanya setelah hiperfleksi.
Toleransi regangan pada mendula spinalis menurun sesuai dengan
usia yang bertambah.
3. Edema medula spinalis timbul segera dan menimbulkan gangguan
sirkulasi kapiler lebih lanjut serta aliran balik vena, yang menyertai
cedera primer.
4. Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh tulang atau str
uktur lain pada sistem arteri spinalis posterior atau anterior.

Menurut Arif Mutaqim, (2005, hal. 99) jenis-jenis trauma pada


sumsum tulang belakang dan saraf tulang belakang adalah:
a. Transeksi tidak total.
Transeksi tidak total disebabkan oleh trauma fleksi atau ekstensi
karena terjadi pergeseran lamina di atap dan pinggir vertebra yang
mengatami fraktur di sebelah bawah. Selain itu, dapat terjadi
perdarahan pada sumsum tulang yang disebut hematomielia.
b. Transeksi total.
Transeksi total terjadi akibat suatu trauma yang menyebabkan fraktur
dislokasi. Fraktur tersebut disebabkan oleh fleksi atau rotasi yang
dapat menyebabkan hilangnya fungsi segmen di bawah trauma.

Trauma Medula Spinalis| 47


Klasifikasi Cedera Medulla Spinalis

Berdasarkan sifat kondisi fraktur yang terjadi, Kelly dan Whitesides


mengkategorikan cedera spinal menjadi cedera stabil dan cedera non-stabil.
Cedera stabil mencakup cedera kompresi korpus vertebra baik anterior atau
lateral dan burst fracture derajat ringan. Sedangkan cedera yang tidak stabil
mencakup cedera fleksi-dislokasi, fleksi-rotasi, dislokasi-fraktur (slice injury),
dan burst fracture hebat.
1. Cedera stabil
Bila kemampuan fragmen tulang tidak memengaruhi kemampuan untuk
bergeser lebih jauh selain yang terjadi saat cedera. Komponen arkus neural intak
serta ligament yang menghubungkan ruas tulang belakang, terutama ligament
longitudinal posterior tidak robek. Cedera stabil disebabkan oleh tenga fleksi,
ekstensi, dan kompresi yang sederhana terhadap kolumna tulang belakang dan
paling sering tampakd pada daerah toraks bawah serta lumbal (fruktur baji badan
ruas tulang belakang sering disebabkan oleh fleksi akut pada tulang belakang).
a. Fleksi
Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra
torakolumbal umum ditemukan dan stabil. Kerusakan neurologik
tidak lazim ditemukan. Cedera ini menimbulkan rasa sakit, dan
penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di rumah sakit selama
beberapa hari istorahat total di tempat tidur dan observasi terhadap
paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia simpatik. Jika
baji lebih besar daripada 50 persen, brace atau gips dalam ekstensi
dianjurkan. Jika tidak, analgetik, korset, dan ambulasi dini
diperlukan. Ketidaknyamanan yang berkepanjangan tidak lazim
ditemukan.
b. Fleksi ke Lateral dan Ekstensi
Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini
stabil, dan defisit neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan
pasien (analgetik dan korset) adalah semua yang dibutuhkan.
c. Kompresi Vertikal

Trauma Medula Spinalis| 48


Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis : (1)
protrusi diskus ke dalam lempeng akhir vertebral, (2) fraktura
ledakan. Yang pertama terjadi pada pasien muda dengan protrusi
nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam tulang berpori
yang lunak. Ini merupakan fraktura yang stabil, dan defisit
neurologik tidak terjadi. Terapi termasuk analgetik, istirahat di
tempat tidur selama beberapa hari, dan korset untuk beberapa
minggu. Meskipun fraktura ”ledakan” agak stabil, keterlibatan
neurologik dapat terjadi karena masuknya fragmen ke dalam kanalis
spinalis. CT-Scan memberikan informasi radiologik yang lebih
berharga pada cedera. Jika tidak ada keterlibatan neurologik, pasien
ditangani dengan istirahat di tempat tidur sampai gejala-gejala akut
menghilang. Brace atau jaket gips untuk menyokong vertebra yang
digunakan selama 3 atau 4 bulan direkomendasikan. Jika ada
keterlibatan neurologik, fragmen harus dipindahkan dari kanalis
neuralis. Pendekatan bisa dari anterior, lateral atau posterior.
Stabilisasi dengan batang kawat, plat atau graft tulang penting untuk
mencegah ketidakstabilan setelah dekompresi.

1. Cedera Tidak Stabil


Fraktur memengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh. Hal ini
disebabkan oleh adanyan elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang
cukup untuk merobek ligament longitudinal posterior serta merusak keutuhan
arkus neural, baik akibat fraktur pada fedekel dan lamina, maupun oleh dislokasi
sendi apofiseal.
a. Cedera Rotasi – Fleksi
Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktura
dislokasi dengan vertebra yang sangat tidak stabil. Karena cedera ini
sangat tidak stabil, pasien harus ditangani dengan hati-hati untuk
melindungi medula spinalis dan radiks. Fraktura dislokasi ini paling
sering terjadi pada daerah transisional T10 sampai L1 dan
berhubungan dengan insiden yang tinggi dari gangguan

Trauma Medula Spinalis| 49


neurologik. Setelah radiografik yang akurat didapatkan (terutama
CT-Scan), dekompresi dengan memindahkan unsur yang tergeser
dan stabilisasi spinal menggunakan berbagai alat metalik
diindikasikan.
b. Fraktura ”Potong”
Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat
trauma parah. Pedikel atau prosesus artikularis biasanya patah. Jika
cedera terjadi pada daerah toraks, mengakibatkan paraplegia
lengkap. Meskipun fraktura ini sangat tidak stabil pada daerah
lumbal, jarang terjadi gangguan neurologi karena ruang bebas yang
luas pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini ditangani seperti
pada cedera fleksi-rotasi.
c. Cedera Fleksi-Rotasi
Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera
sabuk pengaman. Terjadi pemisahan horizontal, dan fraktura
biasanya tidak stabil. Stabilisasi bedah direkomendasikan.

Klasifikasi trauma Medula Spinalis


Trauma medula spinalis dapat diklasifikasikan :
1. Komosio modula spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi mendula
spinalis hilang sementara tanpa disertai gejala sisa atau sembuh secara
sempurna. Kerusakan pada komosio medula spinalis dapat berupa edema,
perdarahan verivaskuler kecil-kecil dan infark pada sekitar pembuluh
darah.
2. Komprensi medula spinalis berhubngan dengan cedera vertebral, akibat
dari tekanan pada edula spinalis.
3. Kontusio adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada vertebrata,
ligament dengan terjadinya perdarahan, edema perubahan neuron dan
reaksi peradangan.
4. Laserasio medula spinalis merupakan kondisi yang berat karena terjadi
kerusakan medula spinalis. Biasanya disebabkan karena dislokasi, luka
tembak. Hilangnya fungsi medula spinalis umumnya bersifat permanen.

Trauma Medula Spinalis| 50


D. Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis Trauma Medula Spinalis (Brunner dan Suddarth, 2001)


a. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang
terkena
b. Paraplegia
c. Tingkat neurologik
d. Paralisis sensorik motorik total
e. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung
kemih)
f. Penurunan keringat dan tonus vasomoto
g. Penurunan fungsi pernafasan
h. Gagal nafas
i. Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya
patah
j. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
k. Biasanay terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih, penurunan
keringat dan tonus vasomotor, penurunan tekana darah diawalai
dengan vaskuler perifer.
l. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan
m. Kehilangan kesadaran
n. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah
o. Penurunan keringat dan tonus vasomotor

Tanda dan Gejala Cedera Medula Spinalis


Tanda dan gejala cedera medula spinalis tergantung dari tingkat
kerusakan dan lokasi kerusakan. Dibawah garis kerusakan terjadi misalnya
hilangnya gerakan volunter, hilangnya sensasi nyeri, temperature, tekanan dan
proprioseption, hilangnya fungsi bowel dan bladder dan hilangnya fungsi spinal
dan refleks autonom.

Trauma Medula Spinalis| 51


1. Perubahan refleks
Setelah terjadi cedera medula spinalis terjadi edema medula spinalis
sehingga stimulus refleks juga terganggu misalnya rfeleks p[ada blader,
refleks ejakulasi dan aktivitas viseral.
2. Spasme otot
Gangguan spame otot terutama terjadi pada trauma komplit transversal,
dimana pasien trejadi ketidakmampuan melakukan pergerakan.
2. Spinal shock
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid paralisis di bawah garis
kerusakan, hilangnya sensasi, hilangnya refleks – refleks spinal,
hilangnya tonus vasomotor yang mengakibatkan tidak stabilnya tekanan
darah, tidak adanya keringat di bawah garis kerusakan dan
inkontinensia urine dan retensi feses.
3. Autonomik dysrefleksia
Terjadi pada cedera T6 keatas, dimana pasien mengalami gangguan
refleks autonom seperti terjadinya bradikardia, hipertensi paroksismal,
distensi bladder.
4. Gangguan fungsi seksual.
Banyak kasus memperlihatkan pada laki – laki adanya impotensi,
menurunnya sensai dan kesulitan ejakulasi. Pasien dapat ereksi tetapi
tidak dapat ejakulasi.

Menurut menurut ENA (2000 : 426), tanda dan gejala adalah sebagai
berikut:
1) Pernapasan dangkal
2) Penggunaan otot-otot pernapasan
3) Pergerakan dinding dada
4) Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg)
5) Bradikardi
6) Kulit teraba hangat dan kering
7) Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana
suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)

Trauma Medula Spinalis| 52


8) Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak
9) Kehilangan sensasi
10) Terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau quadriparesis/quadrip
legia
11) Adanya spasme otot, kekakuan

E. Prognosis
Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya mempunyai harapan
untuk sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam,
maka peluang untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi sensorik
masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk dapat berjalan kembali
sebesar 50%. Secara umum, 90% penderita cedera medula spinalis dapat sembuh
dan mandiri
1. Sumsum tulang belakang memiliki kekuatan regenerasi.yang sangat
terbatas
2. Pasien dengan complete cord injury memiliki kesempatan recovery yang
sangat rendah, terutama jika paralysis berlangsung selama lebih dari
72 jam.
3. Prognosis jauh lebih baik untuk incomplete cord syndromes
4. Prognosis untuk cervical spine fractures and dislocations sangat bervariasi,
tergantung pada tingkat kecacatan neurologis
5. Prognosis untuk defisit neurologis tergantung pada besarnya
kerusakansaraf tulang belakang pada saat onset.
6. Selain disfungsi neurologis, prognosis juga ditentukan oleh pencegahandan
keefektifan pengobatan infeksi - misalnya, pneumonia, dan infeksisaluran
kemih.
7. Secara umum, sebagian besar individu mendapatkan kembali
beberapafungsi motorik, terutama dalam enam bulan pertama, meskipun
mungkinada perbaikan lebih lanjut yang perlu diamati diamati di tahun
akan dating.(Tidy, 2014)

Trauma Medula Spinalis| 53


F. Komplikasi
Efek dari cedera kord spinal akut mungkin mengaburkan
penilaian atas cedera lain dan mungkin juga merubah respon terhadap terapi.
60% lebih pasien dengan cedera kord spinal bersamaan dengan cedera major:
kepala atau otak, toraks, abdominal, atau vaskuler. Berat serta jangkauan
cedera penyerta yang berpotensi didapat dari penilaian primer yang sangat teliti
dan penilaian ulang yang sistematik terhadap pasien setelah cedera kord spinal.
Dua penyebab kematian utama setelah cedera kord spinal adalah aspirasi dan
syok. (Wikipedia, Maret, 2009).
Adapun komplikasinya adalah sebagai berikut :
1. Neurogenik shock
2. Hipoksia
3. Gangguan paru-paru
4. Instabilitas spinal
5. Orthostatic hypotensi
6. Ileus paralitik
7. Infeksi saluran kemih
8. Kontraktur
9. Dekubitus
10. Inkontinensia bladder
11. Konstipasi
12. Trombosis vena profunda
13. Gagal napas
14. Hiperefleksia autonomik
15. Infeksi

Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Diagnostik Meliputi:
a. Pemeriksaan neurologis lengkap secara teliti segera setelah pasien
tiba di rumah sakit
b. Pemeriksaan tulang belakang: deformasi, pembengkakan, nyeri
tekan, gangguan gerakan(terutama leher)

Trauma Medula Spinalis| 54


c. Pemerikaan Radiologis: foto polos vertebra AP dan lateral. Pada
servikal diperlukan proyeksi khusus mulut terbuka (odontoid).
d. Bila hasil meragukan lakukan ST-Scan,bila terdapat defisit neurologi
harus dilakukan MRI atau CT mielografi.

Pemeriksan diagnostik dengan cara :


a. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi),
unutk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
b. CT-Scan
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan
kompresi
d. Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika
faktor putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada
ruang sub anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan
dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e. Foto rontgen thorak, memperlihatkan keadan paru (contoh :
perubahan pada diafragma, atelektasis)
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur
volume inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma
servikat bagian bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan
pada saraf frenikus /otot interkostal).
g. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
h. Serum kimia, adanya hiperglikemia atau hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, kemungkinan menurunnya Hb dan
Hmt.
i. Urodinamik, proses pengosongan bladder.

Trauma Medula Spinalis| 55


Gambaran anatomi dari servikal memberikan parameter pada perawat
setiap adanya kelainan atau perubahan yang didapat pada pemeriksaan
diahnostik. Pada pemeriksaan radiologis servikal didapatkan:
1. Fraktur odontoid didapatkan gambaran pergeseran tengkorak ke
depan
2. Fraktur C2 didapatkan gambaran fraktur
3. Fraktur pada badan vertebra
4. Fraktur kompresi
5. Subluksasi pada tulang belakang servikal
6. Dislokasi pada tulang belakang servikal

Pemeriksaan Diagnostik
Rontgen foto
Pemeriksaan positif AP, lateral dan obliq dilakukan untuk menilai:
1. Diameter anteroposterior kanal spinal
2. Kontur, bentuk, dan kesejajaran vertebra
3. Pergerakan fragmen tulang dalam kanal spinal
4. Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus spinosus
5. Ketinggian ruangan diskus intervertebralis

Fraktur dapat menyebabkan fragmen tulang terpisah dari vertebra atau


menglami penekanan disertai hilangnya ketinggian dari badan vertebra, yang
sering kali disertai desakan dibagian anterior. Mungkin terdapat kehilangan
kurvatura aspek posterior yang normal dari badan vertebra. Fragmen-fragmen
tulang dapat bergeser ke posterior ke dalam kanalis spinalis sehingga terjadi
defisit neurologis.

CT Scan dan MRI


CT Scan dan MRI bermanfaat untuk menunjukkan tingkat penyumbatan
kanalis spinalis. Pada fraktur dislokasi cedera paling sering terjadi pada
sambungan torako-lumbal dan biasanya disertai dengan kerusakan pada bagian

Trauma Medula Spinalis| 56


terbawah korda atau kauda ekuina. Klien harus diperiksa dengan sangat hati-hati
agar tidak membahayakan korda atau akar saraf lebih jauh.

G. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
Pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena
penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan
fungsi neurologik. Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan
berkendara, Trauma olahraga kontak, jatuh, atau trauma langsung pada kepala
dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis
sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
1) Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal
(punggung), dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk
mencegah Trauma komplit.
2) Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk
mencegah fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
3) Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk
mempertahankan traksi dan kesejajaran sementara papan spinalatau
alat imobilisasi servikal dipasang.
4) Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati-
hati keatas papan untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit.
Adanya gerakan memuntir dapat merusak medula spinais ireversibel
yang menyebabkan fragmen tulang vertebra terputus, patah, atau
memotong medula komplit.

Sebaiknya pasien dirujuk ke Trauma spinal regional atau pusat trauma


karena personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk
menghadapi perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah
Trauma. Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan
dan radiologi, pasien dipertahankan diatas papan pemindahan. Pemindahan
pasien ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus
dipertahankan dalam posisi eksternal. Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau
tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.

Trauma Medula Spinalis| 57


Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik
lain ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah
terbukti bahwa ini bukan Trauma medula, pasien dapat dipindahkan ketempat
tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadang-kadang tindakan ini tidak benar. Jika
stryker atau kerangka pembalik lain tidak tersedia pasien harus ditempatkan
diatas matras padat dengan papan tempat tidur dibawahnya.

b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis (Fase Akut)


Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula spinalis
lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis.
Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan
kardiovaskuler.

Penatalaksanaan medis
1. Terjadi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang
masih ada, memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atau
cedera lain yang menyertai, mencegah, serta metu rnengobati
komplikasi dan kerusakan neurallebih lanjut. Reabduksi atau
sublukasi (dislokasi sebagian pada sendi di salah satu tulang-ed).
Untuk mendekopresi koral spiral dan tindakan imobilisasi tulang
belakang untuk melindungi koral spiral.
2. Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi
internal,atau debridement luka terbuka.
3. Fiksasi internal elektif dilakukan pada klien dengan ketidak stabilan
tulang belakang, cedera ligamen tanpa fraktur, deformitas tulang
belakang, progresif, cedara yang tak dapat di reabduksi, dan fraktur
non-union.
4. Terapi steroid, nomidipin, atau dopamin untuk perbaikan aliran
darah koral spiral. Dosis tertinggi metil prednisolin/bolus adalah 30
mg/kg BB diikuti 5,4 mg/kgBB/jamberikutnya. Bila diberikan dalam
8 jam sejak cedera akan memperbaiki pemulihan neurologis.

Trauma Medula Spinalis| 58


Gangliosida mungkin juga akan memperbaiki pemulihan setelah
cedera koral spiral.
5. Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk pengamatan
fungsi sensorik, motorik, dan penting untuk melacak defisit yang
progresif atau asenden.
6. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, fungsi ventilasi, dan
mecak keadaan dekompensasi.
7. Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit neurologis seperti angulasi
atau baji dari badan ruas tulang belakang, fraktur proses transverses,
spinous,dan lainnya. Tindakannya simptomatis (istirahat baring
hingga nyeri berkurang), imobilisasi dengan fisioterapi untuk
pemulihan kekuatan otot secara bertahap.
8. Cedera tak stabil disertai defisit neurologis. Bila terjadi pergeseran,
fraktur memerlukan reabduksi dan posisi yang sudah baik harus
dipertahankan.

a. Metode reabduksi antara lain:


a) Traksi memakai sepit (tang) mental yang dipasang pada
tengkorak. Beban 20 kg tergantung dari tingkat ruas tulang
belakang mulai sekitar 2,5 kg pada fraktur C1
b) Menipulasi dengan anestensi umum
c) Reabduksi terbuka melalui operasi
b. Metode imobilisasi antara lain:
a) Ranjang khusu,rangka, atau selubung plester
b) Traksi tengkorak perlu beban sedeng untuk
mempertahankan cedera yang sudah direabduksi
c) Plester paris dan splin eksternal lain
d) Operasi
9. Cedera stabil diseratai defisit neurologis. Bilafraktur stabil,
kerusakan neurologis disebabkan oleh:

Trauma Medula Spinalis| 59


a. Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat cedera
menyebabkan trauma langsung terhadap koral spiral atau
kerusakan vascular.
b. Tulang belakang yang sebetulnya sudah rusak akibat penyakit
sebelumnya seperti spondiliosis servikal.
c. Fragmen tulang atau diskus terdorong kekanal spiral.

Pengelolaan kelompok ini tergantung derajat kerusakan neurologis yang


tampak pada saat pertama kali diperiksa:
a) Transeksi neurologis lengkap terbaik dirawat konservatif.
b) Cedera di daerah servikal, leher dimobilisasi dengan kolar atau
sepit (caliper) dan diberi metil prednisolon.
c) Pemeriksaan penunjang MRI
d) Cedera neurologis tak lengkap konservatif.
e) Bila terdapat atau didasari kerusakan adanya spondiliosis servikal.
Traksi tengkorak, dan metil prednisolon.
f) Bedah bila spondiliosis sudah ada sebelumnya.
g) Bila tak ada perbaikan atau ada perbaikan tetapi keadaan memburk
maka lakukan mielografi.
h) Cedera tulang tak stabil.
i) Bila lesinya total, dilakukan reabduksi yang diikuti imbolisasi,
melindungi dengan imobilisasi seperti penambahan perawatan
paraplegia.
j) Bila defisitneurologis tak lengkap, dilakukan reabduksi, diikuti
imobilisasi untuk sesui jenis cederanya.
k) Bila diperlukan operasi dekompresi kenal spiral dilakukan pada
saat yang sama.
l) Cedera yang menyertai dan komplikasi:
a) Cedera mayor berupa cedera kepala atau otak, toraks,
berhubungan dengan ominal, dari vascular.
b) Cedera berat yang dapat menyebabkan kematian, aspirasi
dan syok.

Trauma Medula Spinalis| 60


Menurut Muttaqim, (2008 hlm.111) penatalaksanaan pada trauma tulang
belakang yaitu :
A. Pemeriksaan klinik secara teliti:
a) Pemeriksaan neurologis secara teliti tentang fungsi motorik,
sensorik, dan refleks.
b) Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan serta kifosis yang
menandakan adanya fraktur dislokasi.
c) Keadaan umum penderita.
B. Penatalaksanaan fraktur tulang belakang:
a) Resusitasi klien.
b) Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi.
c) Perawatan kandung kemih dan usus.
d) Mencegah dekubitus.
e) Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian
rehabiIitasi lainnya.
Farmakoterapy.
a) Analgesik.
Obat-obatan anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat membantu
mengurangi rasa sakit dan mengurangi peradangan di sekitar saraf.
Dokter mungkin merekomendasikan NSAID dngan dosis tinggi jika
sakit tergolong parah. "Obat anti inflamasi (anti radang) non steroid,
atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID (Non Steroidal Anti-
inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki
khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan
antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk
membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki
khasiat serupa. NSAID bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika"
b) Suntikan.
Suntikan kortikosteroid. Disuntikkan ke daerah yang terkena, ini dapat
membantu mengurangi rasa sakit dan peradangan. "Kortikosteroid
adalah kelas obat yang terkait dengan kortison, steroid. Obat-obat dari

Trauma Medula Spinalis| 61


kelasini dapat mengurangi peradangan. Mereka digunakan untuk
mengurangi peradangan yang disebabkan oleh berbagai penyakit".
c) Fisioterapi
Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan guna
memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan
penanganan secara manual maupun dengan menggunakan peralatan.
Seorang terapi fisik dapat mengajarkan latihan stretching / exercises
yang memperkuat dan meregangkan otot-otot di daerah yang terkena
untuk mengurangi tekanan pada saraf.
d) Stimulasi Listrik
Bentuk yang paling umum dari stimulasi listrik yang digunakan dalam
manajemen nyeri saraf stimulasi listrik (TENS / Transcutaneus
Electrical Nerve Stimulation) perangkat di gunakan untuk merangsang
saraf melalui permukaan kulit. Tens adalah salah satu dari sekian
banyak modalitas/alat fisioterapi yang di gunakan untuk mengurangi
nyeri dengan mengalirkan arus listrik. Cara kerjanya dengan
merangsang saraf tertentu sehingga nyeri berkurang, tanpa efek
samping yang berarti.
e) Ultrasound
Suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik gelombang suara
dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang digunakan
dalam Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz dengan tujuan untuk menimbulkan
efek terapeutik melalui proses tertentu.
f) Traksi tulang
Alat terapi yang menggunakan kekuatan tarikan yang di gunakan pada
satu bagian tubuh, sementara bagian tubuh lainnya di tarik berlawanan.

Penatalaksanaan Medik trauma Medula Spinalis


Prinsip penatalaksanaan medik trauma medula spinalis adalah sebagai
berikut:

Trauma Medula Spinalis| 62


1. Segera dilakukan imobilisasi.
2. Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera seperti dilakukan
pemasangan collar servical, atau dengan menggunakan bantalan
pasir.
3. Mencegah progresivitas gangguan medula spinalis misalnya
dengan pemberian oksigen, cairan intravena, pemasangan NGT.
4. Terapi Pengobatan :
a. Kortikosteroid seperti dexametason untuk mengontrol edema.
b. Antihipertensi seperti diazolxide untuk mengontrol tekanan
darah akibat autonomic hiperrefleksia akut.
c. Kolinergik seperti bethanechol chloride untuk menurunkan
aktifitas bladder.
d. Anti depresan seperti imipramine hyidro chklorida untuk
meningkatkan tonus leher bradder.
e. Antihistamin untuk menstimulus beta – reseptor dari bladder
dan uretra.
f. Agen antiulcer seperti ranitidine
g. Pelunak fases seperti docusate sodium.

5. Tindakan operasi, di lakukan dengan indikasi tertentu seperti


adanya fraktur dengan fragmen yang menekan lengkung saraf.
6. Rehabilisasi di lakukan untuk mencegah komplikasi, mengurangi
cacat dan mempersiapkan pasien untuk hidup di masyarakat.

Pencegahan.
Faktor – faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis meliputi usia
dan jenis kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan
dengan Trauma medula spinalisbertindak untuk menekankan pentingnya
pencegahan primer. Untuk mencegah kerusakan dan bencana ini , langkah-
langkah berikut perlu dilakukan :
1) Menurunkan kecepatan berkendara.
2) Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.

Trauma Medula Spinalis| 63


3) Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
4) Program pendidikaan langsung untuk mencegah berkendara sambil
mabuk.
5) Mengajarkan penggunaan air yang aman.
6) Mencegah jatuh.
7) Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik latihan.

Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan korban kecelakaan


mobil dari mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode pemindahan korban
yang tepat kebagian kedaruratan rumah sakit untuk menghindari kemungkinan
kerusakan lanjut dan menetap pada medula spinalis.

Trauma Medula Spinalis| 64


BAB III

Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
Kaji keadaan umum (KU), tanda-tanda vital, adanya defisit neurologis,
dan status kesadaran pada fase awak kejadian trauma, terutama pada klien yang
diindikasikan cedera spinal tidak stabil. Setiap didapatkan adanya perubahan
pada KU, TTV, defisit neurologis, dan tingkat kesadaran secara bermakna harus
secepatnya dilakukan kolaborasi dengan dokter.
Gejala awal syok, klien mengalami paralisis, kehilangan refleks tendon
dan abdominal, refleks babinsky positif dan terjadinya retensi urine dan retensi
alvi, dapat pula diikuti syok. Apabila adanya kompresi korda penilaian fungsi
respirasi dimana kapasitas vital menurun. Dalam keadaan ini diperlukan intubasi
dan ventilasi mekanik. Kelumpuhan saraf perifer memerlukan evaluasi sampai
diputuskan untuk dilakukan operasi.
Klien dengan cedera spinal stabil, keadaan umum, TTV, defisit
neurologis, dan status kesadaran biasanya tidak mengalami perubahan.
Pada pengkajian fokus lihat adanya deformitas pada leher. Kaji adanya
memar (pada fase awal cedera) baik leher, muka, dan bagian belakang telinga.
Tanda memar pada wajah, mata atau dagu merupakan salah satu tanda adanya
cedera hiperekstensi pada leher. Memar pada muka atau abrasi dangkal pada dahi
menunjukkan adanya kekuatan yang menyebabkan hiperekstensi. Leher mungkin
berposisi miring atau klien dapat menyangga kepala dengan tangannya. Bila klien
terlentang, dada dan perut dapat diperiksa untuk mencari ada tidaknya cedera
yang menyertai. Kemudian tungkai dengan cepat diperiksa untuk mencari ada
tidaknya tanda-tanda defisit neurologis.
Untuk memeriksa punggung, klien diputar pada satu sisi dengan sangat
berhati-hati dengan menggunakan teknik log rolling (menggulingkan kayu).
Pada pemeriksaan primer pakaian klien tidak dilepas dan hanya diperiksa
dengan cara palpasi punggung. Pada pemeriksaan sekunder di rumah sakit,
pakaian perlu dibuka untuk menilai adanya kelainan pada punggung. Adanya
memar menunjukkan kemungkinan adanya tingkat cedera. Prosesus spinosus

Trauma Medula Spinalis| 65


dipalpasi dengan hati-hati. Kadang-kadang suatu celah dapat terbuka bila
ligamen tersobel; keadaan ini atau hematoma pada spinal merupakan tanda yang
menakutkan (berbahaya). Tulang dan jaringan lunak diperiksa dengan pelan-
pelan untuk mencari ada tidaknya nyeri tekan. Gerakan pada spinal dapat
berbahaya karena dapat membahayakan korda, jadi manipulasi gerakan
berlebihan harus dihindari sebelum diagnosis ditegakkan.
Pemeriksaan neurologis penuh dilakukan pada semua hal, pemeriksaan
ini mungkin harus diulangi beberapa kali selama beberapa hari pertama. Pada
awalnya, selama fase syok spinal mungkin terdapat paralisis lengkap dan
hilangnya perasaan dibawah tingkat cedera. Keadaan ini dapat berlangsung
selama 48 jam atau lebih dan selama periode ini sulit diketahui apakah lesi
neurologis lengkap atau tidak lengkap. Penting untuk menguji ada tidaknya
refleks primitif kulit anal dan sensasi perianal. Sekali refleks primitif muncul
kembali, syok spinal telah berakhir, kalau semua fungsi sensorik dan motorik
masih tidak ada, lesi neurologis bersifat lengkap. Sensasi perianal yang utuh
menunjukkan lesi yang tidak lengkap dan dapat terjadi penyembuhan lebih jauh.

TABEL 8. Pengkajian pada Trauma Servikal


Segmen Fungsi fisiologis Kondisi patologis
C1 Segmen keluar pleksus Beban berat yang mendadak diatas
kardiak dalam kontrol kepala dapat menyebabkan
jantung dan pernapasan kekuatan kompresi yang dapat
menyebabkan fraktur pada cincin
atlas. Gangguan pada segmen ini
dapat merusak fungsi jantung paru.
C2 Segmen keluar pleksus Fraktur C2 terutama pada
kardiak dalam kontrol kecelakaan mobil dimana kepala
jantung dan pernapasan membentur kaca depan, memaksa
leher berhiperekstensi. Kalau
kedua pedikulus mengalami fraktur
dan bergeser secara hebat,

Trauma Medula Spinalis| 66


kerusakannya akan menyebabkan
kematian
C3 Segmen keluar pleksus Cedera hiperekstensi C3 tulang
kardiak dalam kontrol tidak rusak, tetapi ligamen
jantung dan pernapasan longitudinal anterior sobek.
Kerusakan neurologis bervariasi
dan mungkin akibat terjadi akibat
kompresi antara diskus dan
ligamentum flavum; edema
spinalis sentral akut
C4 Kontrol kepala, mulut, Subluksasi dan dislokasi pada
menaikkan bahu dan segmen ini, merupakan cedera
skapula. Kontrol fleksi murni; tulang tetap untuh
gerakan diafragma tetapi ligamen posterior sobek.
Satu vertebra miring ke depan di
alas vertebra yang ada
dibawahnya, sehingga ruang
interspinosa di bagian posterior
terbuka.
C5 Fleksi bahu, fleksi siku Segmen C5-C6 merupakan
kurvatura yang paling menonjol
dari servikal sehingga mempunyai
resiko tinggi cedera
C6 Fleksi siku, rotasi dan Fraktur kompresi pada segmen ini
abduksi bahu, ekstensi sering disebabkan cedera fleksi,
ibu jari korpus terkompresi tetapi ligamen
posterior tetap utuh dan fraktur
stabil
C7 Ekstensi siku, gerakan Fraktur avulsi pada prosesus
bahu, ekstensi ruas jari- spinosus C7 dapat terjadi oleh
jari tangan kontraksi otot yang hebat

Trauma Medula Spinalis| 67


Pengumpulan data subjektif maupun objektif pada gangguan sistem
muskuloskeletal dan sistem persarafan sehubungan dengan cedera tulang
belakang tergantung dari bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada
organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan cedera tulang belakang meliputi
anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan
pengkajian psikososial.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien intuk meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas,
inkontinensia defekasi dan urine, nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah
trauma, dan mengalami deformitas pada daerah trauma. Untuk memperoleh
pengkajian klien dilakukan PQRST.

1. Provoking incident, yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah


adanya trauma pada tulang belakang
2. Quality of pain, seperti apa rasa nyeri yang dirasakan menusuk
3. Region, radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi
4. Severity (scale) of pain, skala nyeri biasanya 3-4 (0-4) pada
penilaian skala nyeri
5. Time, berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.

A. Identitas
Trauma medula spinalis dapat terjadi pada semua usia dan jenis kelamin
meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada. usia muda), jenis kelamin
(kebanyakan laki-laki karena sering mengebut saat mengendarai motor tanpa
pengaman helm), pendidikan, alamat,pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosis medis.

B. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan
kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia urine

Trauma Medula Spinalis| 68


dan inkontinensia alvi, nyeri tekan otot,hiperestesia tepat di atas daerah trauma, dan
deformitas pada daerah trauma.
C. Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, jatuh dari pohon atau bangunan, luka
tusuk, luka tembak, trauma karena tali pengaman (fraktur chance), dan kejatuhan
benda keras. Pengkajian yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis
(dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensibilitassecara total dan
melemah/menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik, retensi urine, dan
hilangnya refleks-refleks.
Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien atau bila
klien tidak sadar tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan
alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka kebut-kebutan.

D. Riwayat penyakit dahulu


Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit
degeneratif pada tulang belakang, seperti osteoporosis, osteoartritis, spondilitis,
spondilolistesis, spinal stenosis yang memungkinkan terjadinya kelainan pada
tulang belakang (Masalah penggunaan obat-obatan adiktif dan alkohol).

E. Riwayat penyakit keluarga


Kaji apakah dalam keluarga pasien ada yang menderita hipertensi, DM,
penyakit jantung untuk menambah komprehensifnya pengkajian (Untuk
mengetahui ada penyebab herediter atau tidak)

F. Riwayat psiko-sosio
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran
klien dalam keluarga. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan citra tubuh). Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah

Trauma Medula Spinalis| 69


memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang mengalami cedera
tulang belakang.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien,yaitu timbul seperti ketakutan
akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktifitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah.

I. Pengkajian Primer
1) Airway.
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan
besar dalam keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi
pada penderita yang tidak sadar, yang dapat disebabkan oleh benda
asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang
wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus melindungi
vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh
melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher.
Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin lift atau jaw thrust sambil
merasakan hembusan napas yang keluar melalui hidung.
Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara
membersihkan dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk
menjaga patensi jalan napas selanjutnya dilakukan pemasangan
pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan
napas.
2) Breathing.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat.
Apabila tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang memadai.
Jika penguasaan jalan napas belum dapat memberikan oksigenasi
yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan intubasi
endotrakheal.1,3,5,6,7,8.

Trauma Medula Spinalis| 70


3) Circulation.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa
tingkat kesadaran dan denyut nadi Tindakan lain yang dapat
dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan eksternal,
menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah.
Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya
menunjukkan status sirkulasi yang relatif normovolemik.
4) Disability.
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya
kesadaran pasien.
5) Exprosure,
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan
sadar (GCS 15) dengan :Simple head injury bila tanpa deficit
neurology
a. Dilakukan rawat luka
b. Pemeriksaan radiology
c. Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi
bila terjadi penurunan kesadaran segera bawa ke rumah sakit

II. Pengkajian Skunder.


1) Aktifitas /Istirahat.
Tanda:
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal pada
bawah lesi. Kelemahan umum / kelemahan otot (trauma dan
adanya kompresi saraf).
2) Sirkulasi.
Gejala: berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi.
Tanda:hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas
dingin dan pucat. Hilangnya keringat pada daerah yang
terkena.

Trauma Medula Spinalis| 71


3) Eliminasi.
Tanda: retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang,
melena, emisis berwarna seperti kopi tanah
/hematemesis, Inkontinensia defekasi berkemih.
4) Integritas Ego.
Gejala: menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda: takut, cemas, gelisah, menarik diri.
5) Makanan /cairan.
Tanda: mengalami distensi abdomen yang berhubungan dengan
omentum., peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
6) Higiene.
Tanda: sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-
hari (bervariasi)
7) Neurosensori.
Tanda: kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat
terjadi perubahan pada syok spinal). Kehilangan sensasi
(derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah syok
spinal sembuh). Kehilangan tonus otot /vasomotor,
kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon
dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat
bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma
spinal.
Gejala: kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki,
paralisis flaksid atau spastisitas dapat terjadi saat syok
spinal teratasi, bergantung pada area spinal yang sakit.
8) Nyeri /kenyamanan.
Gejala: Nyeri atau nyeri tekan otot dan hiperestesia tepat di atas
daerah trauma,
Tanda: mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
9) Pernapasan.
Gejala: napas pendek, kekurangan oksigen, sulit bernapas.

Trauma Medula Spinalis| 72


Tanda: pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan
bunyi napas, ronki, pucat, sianosis.
10) Keamanan.
Suhu yang berfluktasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
11) Seksualitas.
Gejala: keinginan untuk kembali berfungsi normal.
Tanda: ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak
teratur.

Pengkajian Secara Umum Meliputi:


1. Riwayat keperawatan : trauma, tumor, masalah medis yang lain
(misalnya, kelainan paru, kelainan koogulasi, ulkus), merokok dan
penggunaan alcohol.
2. Pemeriksaan fisik: fungsi motorik (ergerakan, kekuatan, tonus), fungsi
sensorik, reflex, status pernapasan, gejala gejala spinal syok, tidak
adanya keringat di batas luka, fungsi bowel dan bldder, gejala autonomic
dysreflexia.
3. Psikososial: usia, jenis kelamin, gaya hidup, pekerjaan, peran dan
tanggung jawab, sistim dukungan, strategi koping, reaksi emosi terhadap
cidera.
4. Pengetahuan klien dan keluarga: anatomi dan fisiolgimedula spinalis:
pengobatan, progonosis/ tujuan yang di harapkan tingkat pengetahuan,
kemampuan belajar dan pengetahuan, kemampuan membaca dan
kesiapan belajar.

Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan klien.
1. Pernapasan.
Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf
parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot-otot pernapasan) dan perubahan

Trauma Medula Spinalis| 73


karena adanya kerusakan jalur simpatik desenden akibat trauma pada tulang
belakang sehingga jaringan saraf di medula spinalis terputus. Dalam beberapa
keadaan trauma sumsum tulang belakang pada daerah servikal dan toraks
diperoleh hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut.
a. Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas,
peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi interkostal, dan
pengembangan paru tidak simetris. Respirasi paradoks (retraksi
abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot
interkostal tidak mampu mcnggerakkan dinding dada akibat adanya
blok saraf parasimpatis.
b. Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi yang
lain akan didapatkan apabila trauma terjadi pada rongga toraks.
c. Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai pekak
apabila trauma terjadi pada toraks/hematoraks.
d. Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi,
stridor, ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret,
dan kemampuan batuk menurun sering didapatkan pada klien
cedera tulang belakang yang mengalami penurunan tingkat
kesadaran (koma).
2. Kardiovaskular
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera tulang belakang
didapatkan renjatan (syok hipovolemik) dengan intensitas sedang dan berat.
Hasil pemeriksaan kardiovaskular kliencedera tulang belakang pada beberapa
keadaan adalah tekanan darah menurun, bradikardia, berdebar-debar, pusing
saat melakukan perubahan posisi, dan ekstremitas dingin atau pucat.
3. Persyarafan
Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons terhadap Iingkungan
adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Pemeriksaan
fungsi serebral. Pemeriksaan dilakukan dengan mengobservasi penampilan,
tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien

Trauma Medula Spinalis| 74


yang telah lama mengalami cedera tulang belakang biasanya mengalami
perubahan status mental. Pemeriksaan Saraf kranial:
a. Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera
tulang belakang dan tidak ada kelainan fungsi penciuman.
b. Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan
dalam kondisi normal.
c. Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan
mengangkat kelopak mata dan pupil isokor.
d. Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak
mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak
ada kelainan
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku
kuduk
h. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi, Indra pengecapan normal.
Pemeriksaan refleks:
a. Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan
refleks patela biasanya melemah karena kelemahan pada otot
hamstring.
b. Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis
akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali yang didahului dengan refleks patologis.
c. Refleks Bullbo Cavemosus positif menandakan adanya syok
spinal
d. Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada
kaudaekuina, mengalami hilangnya sensibilitas secara me-netap
pada kedua bokong, perineum, dan anus. Pemeriksaan sensorik

Trauma Medula Spinalis| 75


superfisial dapat memberikan petunjuk mengenai lokasi cedera
akibat trauma di daerah tulang belakang

4. Perkemihan
Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi
cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
5. Pencernaan.
Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering dida-patkan adanya
ileus paralitik. Data klinis menunjukkan hilangnya bising usus serta kembung
dan defekasi tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari syok spinal yang
akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi
berkurang karena adanya mual dan kurangnya asupan nutrisi.
6. Muskuloskletal.
Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung pada ketinggian
terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental
dari saraf yang terkena

Pemeriksaan Sistem Perkemihan dan Pencernaan


1. Bila terjadi lesi pada kauda ekuina (kandung kemih dikontrol oleh
pusat S1-S4) atau dibawah pusat spinal kandung kemih akan
menyebabkan interupsi hubungan antara kandung kemih dan pusat
spinal. Pengosongan kandung kemih secara periodik tergantung dari
refleks lokal dinding kandung kemih. Pada keadaan ini pengosongan
dilakukan oleh aksi otot-otot destrusor dan harus diawali dengan
kompresi secara manual pada dinding perut atau dengan
meregangkan perut. Pengosongan kandung kemih yang bersifat
otomatis seperti ini disebut kandung kemih otonom. Trauma pada
kauda ekuina klien mengalami hilangnya refleks kandung kemih
yang bersifat sementara dan klien mungkin mengalami inkontinensia
urine, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan

Trauma Medula Spinalis| 76


kontrol motorik dan postural. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermitten dengan teknik steril
2. Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering didapatkan adanya
ileus paralitik, dimana klinis didapatkan hilangnya bowel sound,
kembung, dan defekasi tidak ada. Ini merupakan gejala awal dari
tahap syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual
dan intake nutrisi yang kurang
3. Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya
lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan
adanya dehidrasi.

Pemeriksaan Motorik
Paralisis motorik dan paralisis alat-alat dalam tergantung dari ketinggian
terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental
dari saraf yang terkena.

Pemeriksaan lokalis
Look. Adanya perubahan warna kulit, abrasi dan memar pada punggung.
Pada klien yang telah lama dirawat dirumah sering didapatkan adanya dekubitus
pada bokong. Adanya hambatan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensorik, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat.
Feel. Prosesus spinosus dipalpasi untuk mengkaji adanya suatu celah yang
dapat diraba akibat sobeknya ligamentum posterior menandakan cedera yang
tidak stabil. Sering didapatkan adanya nyeri tekan pada area lesi
Move. Gerakan tulang punggung atau spinal tidak boleh dikaji. Disfungsi
motorik paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan pada seluruh
ekstremitas bawah. Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan derajat
kekuatan otot didapatkan.

Trauma Medula Spinalis| 77


Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1 DS: klien/keluarga mengatakan adanya Kecelakaan kerja Ketidakefektifan
kesulitan bernapas, sesak napas. pola napas
DO :
Dislokasi C4
a. penurunan tekanan alat inspirasi dan
respirasi
Disfungsi C4
b. penurunan menit ventilasi
c. pemakaianotot pernapasan
d. pernapasan cuping hidung Disfungsi neuromuscular
e. dispnea/napas pendek dan cepat
f. orthopnea Gangguan pada otot diagragma
g. pernapasan lewat mulut
h. frekuensi dan kedalaman pernapasan Pola napas tidak efektif
abnormal
i. penurunan kapasitas vital paru

2 DS : klien/keluarga mengatakan adanya Kecelakaan kerja Gangguan atau


kesulitan bergerak kerusakan
klien mengatakan tangan dan tungkai mobilitas fisik
Dislokasi C4
tidak bisa digerakkan
DO:
Disfungsi C4
a. kelemahan, parestesia
b. paralisis
c. kerusakan koordinasi Disfungsi neuromuscular
d. keterbatasan rentang gerak
e. penurunan kekuatan otot Gangguan pada otot-otot tubuh
f. Tangan dan tungkai tidak bisa digerakkan
Kerusakan fungsi motorik

Hambatan mobilitas fisik

Trauma Medula Spinalis| 78


3 DS: Pasien mengeluh nyeri pada bagian Kecelakaan kerja Nyeri akut
belakang leher
DO: Pasien terlihat kesakitan, skala nyeri 8
Dislokasi C4

Disfungsi C4

Kompresi akar saraf servikal

Penjepitan saraf pada diskus


intervertebralis

Tekanan di daerah distribusi


ujung saraf

Respons nyeri

Nyeri akut
4 DS: Pasien mengatakan urine keluar menetes Kecelakaan kerja Gangguan
DO: Nyeri tekan pada abdomen dan keinginan pemenuhan
Cedera medula spinalis
kencing saat palpasi eliminasi urine

Kelumpuhan saraf
perkemihan

Kandung kemih terisi penuh

Otot destrusor tidak bereaksi

Perubahan pola eliminasi


urine
5 DS : klien/keluarga mengatakan klien Kecelakaan kerja Aktual/resiko
mengalami kebingungan tinggi
Kompresi korda

Trauma Medula Spinalis| 79


DO: Dislokasi C4 penurunan curah
a. Penurunan tingkat kesadaran (bingung, jantung
letargi, stupor, koma) Disfungsi C4
b. Perubahan tanda vital
c. Mungkin terdapat pendarahan pada otak
Disfungsi neurovascular
d. Papiledema
e. Nyeri kepala yang hebat
Gangguan pada otot-otot
jantung

Penurunan kontraksi otot


jantung jantung

Penurunan denyut jantung

Hilangnya kontrol
pengiriman dari refleks
baroreseptor

Penurunan curah jantung


6 DS: Pasien mengatakan ada rasa Kecelakaan kerja Aktual/resiko
ketidaknyamanan pada sistem gerak tinggi gangguan
Kompresi korda
bagian ekstremitas intergritas kulit
DO: Pasien mengalami paralisis dan Dislokasi C4
paraplegia yang mengakibatkan
kelumpuhan Disfungsi C4

Penekanan setempat jaringan


sekunder

Kelumpuhan gerak
ekstremitas bawah

Paraplegia

Trauma Medula Spinalis| 80


B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan kerusakan


kerusakan tulang punggung, disfungsi neurovascular, kerusakan sistem
muskuloskletal.
2. Gangguan atau kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
gangguan neurovascular
3. Aktual/resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan
penurunan denyut jantung, dilatasi pembuluh darah, penurunan kontraksi
otot jantung jantung sekunder dari hilangnya kontrol pengiriman dari
refleks baroreseptor akibat kompresi korda
4. Gangguan pemenuhan eliminasi urine yang berhubungan dengan
gangguan fungsi miksi sekunder dari kompresi medula spinalis
5. Nyeri akut yang berhubungan dengan kompresi akar saraf servikal, spasme
otot servikalis sekunder dari cedera spinal stabil dan tidak stabil serta
berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervertebralis, tekanan
di daerah distribusi ujung saraf
6. Aktual/resiko tinggi gangguan intergritas kulit yang berhubungan dengan
penekanan setempat jaringan sekunder dari kelumpuhan gerak ekstremitas
bawah, paraplegia

C. Intervensi

No Diagnose keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

NOC NIC
1 Resiko pola nafas tidak afektif b/d  Respiratory status : Airway Management
penurunan energi dalam bernafas. Ventilation  Buka jalan nafas,
 Respiratory status : Airway guanakan teknik chin
Definisi : Pertukaran udara inspirasi patency lift atau jaw thrust bila
dan/atau ekspirasi tidak adekuat  Vital sign Status perlu
Kriteria Hasil :  Posisikan pasien untuk
Batasan karakteristik : - Mendemonstrasikan batuk memaksimalkan
- Penurunan tekanan efektif dan suara nafas yang ventilasi
inspirasi/ekspirasi bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu

Trauma Medula Spinalis| 81


- Penurunan pertukaran udara mengeluarkan sputum,  Identifikasi pasien
per menit mampu bernafas dengan perlunya pemasangan
- Menggunakan otot mudah, tidak ada pursed alat jalan nafas buatan
pernafasan tambahan lips)  Pasang mayo bila
- Nasal flaring - Menunjukkan jalan nafas perlu
- Dyspnea yang paten (klien tidak  Lakukan fisioterapi
- Orthopnea merasa tercekik, irama dada jika perlu
- Perubahan penyimpangan nafas, frekuensi pernafasan  Keluarkan sekret
dada dalam rentang normal, tidak dengan batuk atau
- Nafas pendek ada suara nafas abnormal) suction
- Assumption of 3-point - Tanda Tanda vital dalam  Auskultasi suara
position rentang normal (tekanan nafas, catat adanya
- Pernafasan pursed-lip darah, nadi, pernafasan) suara tambahan
- Tahap ekspirasi berlangsung  Lakukan suction pada
sangat lama mayo
- Peningkatan diameter  Berikan bronkodilator
anterior-posterior
bila perlu
- Pernafasan rata-rata/minimal
 Berikan pelembab
 Bayi : < 25 atau > 60
udara Kassa basah
 Usia 1-4 : < 20 atau > 30 NaCl Lembab
 Usia 5-14 : < 14 atau > 25  Atur intake untuk
 Usia > 14 : < 11 atau > 24 cairan
- Kedalaman pernafasan mengoptimalkan
 Dewasa volume tidalnya keseimbangan.
500 ml saat istirahat  Monitor respirasi dan
 Bayi volume tidalnya 6-8 status O2
ml/Kg Oxygen Therapy
- Timing rasio  Bersihkan mulut,
- Penurunan kapasitas vital hidung dan secret
trakea
Faktor yang berhubungan :  Pertahankan jalan
- Hiperventilasi nafas yang paten
- Deformitas tulang  Atur peralatan
- Kelainan bentuk dinding dada oksigenasi
- Penurunan energi/kelelahan
 Monitor aliran
- Perusakan/pelemahan
oksigen
muskulo-skeletal
 Pertahankan posisi
- Obesitas
pasien
- Posisi tubuh
 Onservasi adanya
- Kelelahan otot pernafasan
tanda tanda
- Hipoventilasi sindrom
hipoventilasi
- Nyeri
 Monitor adanya
- Kecemasan
kecemasan pasien
- Disfungsi Neuromuskuler
terhadap oksigenasi
- Kerusakan persepsi/kognitif

Trauma Medula Spinalis| 82


- Perlukaan pada jaringan Vital sign Monitoring
syaraf tulang belakang  Monitor TD, nadi,
- Imaturitas Neurologis suhu, dan RR
 Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
 Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari
nadi
 Monitor frekuensi
dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernapasan abnormal
 Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital sign

2 Gangguan mobilitas fisik b/d NOC NIC :


kerusakan neuromuskuler  Joint Movement : Active Exercise therapy :
 Mobility Level ambulation
Definisi :  Self care : ADLs - Monitoring vital sign
Keterbatasan dalam kebebasan  Transfer performance sebelm/sesudah
untuk pergerakan fisik tertentu latihan dan lihat
pada bagian tubuh atau satu atau Kriteria Hasil : respon pasien saat
lebih ekstremitas  Klien meningkat dalam latihan
Batasan karakteristik : aktivitas fisik

Trauma Medula Spinalis| 83


- Postur tubuh yang tidak stabil  Mengerti tujuan dari - Konsultasikan dengan
selama melakukan kegiatan peningkatan mobilitas terapi fisik
rutin harian  Memverbalisasikan tentang rencana
- Keterbatasan kemampuan perasaan dalam ambulasi sesuai
untuk melakukan keterampilan meningkatkan kekuatan dengan kebutuhan
motorik kasar dan kemampuan - Bantu klien untuk
- Keterbatasan kemampuan berpindah menggunakan tongkat
untuk melakukan keterampilan  Memperagakan saat berjalan dan
motorik halus penggunaan alat Bantu cegah terhadap cedera
- Tidak ada koordinasi atau untuk mobilisasi (walker) - Ajarkan pasien atau
pergerakan yang tersentak- tenaga kesehatan lain
sentak tentang teknik
- Keterbatasan ROM ambulasi
- Kesulitan berbalik (belok) - Kaji kemampuan
- Perubahan gaya berjalan pasien dalam
(Misal : penurunan kecepatan mobilisasi
berjalan, kesulitan memulai - Latih pasien dalam
jalan, langkah sempit, kaki pemenuhan
diseret, goyangan yang kebutuhan ADLs
berlebihan pada posisi lateral) secara mandiri sesuai
- Penurunan waktu reaksi kemampuan
- Bergerak menyebabkan nafas - Dampingi dan Bantu
menjadi pendek pasien saat mobilisasi
- Usaha yang kuat untuk dan bantu
perubahan gerak (peningkatan penuhi kebutuhan
perhatian untuk aktivitas lain, ADLs ps.
mengontrol perilaku, fokus - Berikan alat Bantu
dalam anggapan jika klien
ketidakmampuan aktivitas) memerlukan.
- Pergerakan yang lambat - Ajarkan pasien
- Bergerak menyebabkan tremor bagaimana merubah
Faktor yang berhubungan : posisi dan berikan
- Pengobatan bantuan jika
- Terapi pembatasan gerak diperlukan
- Kurang pengetahuan tentang
kegunaan pergerakan fisik
- Indeks massa tubuh diatas 75
tahun percentil sesuai dengan
usia
- Kerusakan persepsi sensori
- Tidak nyaman, nyeri
- Kerusakan muskuloskeletal
dan neuromuskuler
- Intoleransi aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau cemas

Trauma Medula Spinalis| 84


- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot,
kontrol dan atau masa
- Keengganan untuk memulai
gerak
- Gaya hidup yang menetap,
tidak digunakan,
deconditioning
- Malnutrisi selektif atau umum
3 Penurunan curah jantung b/d respon NOC NIC
fisiologis otot jantung, peningkatan Cardiac Care
frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau  Cardiac Pump effectiveness - Evaluasi adanya
peningkatan isi sekuncup  Circulation Status nyeri dada (
 Vital Sign Status intensitas,lokasi,
durasi)
Kriteria Hasil - Catat adanya
- Tanda Vital dalam rentang disritmia jantung
normal (Tekanan darah, - Catat adanya tanda
Nadi, respirasi) dan gejala
- Dapat mentoleransi penurunan cardiac
aktivitas, tidak ada putput
kelelahan - Monitor status
- Tidak ada edema paru, kardiovaskuler
perifer, dan tidak ada asites - Monitor status
- Tidak ada penurunan pernafasan yang
kesadaran menandakan gagal
jantung
- Monitor abdomen
sebagai indicator
penurunan perfusi
- Monitor balance
cairan
- Monitor adanya
perubahan tekanan
darah
- Monitor respon
pasien terhadap efek
pengobatan
antiaritmia
- Atur periode latihan
dan istirahat untuk
menghindari
kelelahan
- Monitor toleransi
aktivitas pasien

Trauma Medula Spinalis| 85


- Monitor adanya
dyspneu, fatigue,
tekipneu dan
ortopneu
- Anjurkan untuk
menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
- Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
- Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
- Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
- Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
- Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
- Monitor kualitas
dari nadi
- Monitor adanya
pulsus paradoksus
- Monitor adanya
pulsus alterans
- Monitor jumlah dan
irama jantung
- Monitor bunyi
jantung
- Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola
pernapasan
abnormal
- Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
- Monitor sianosis
perifer
- Monitor adanya
cushing triad

Trauma Medula Spinalis| 86


(tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
- Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital sign

4 Gangguan eliminasi urine NOC NIC


 Urinary elimination Urinary retention care
Definisi: disfungsi pada eliminasi  Urinary continuence - Lakukan penilaian
urin Kriteria hasil kemih yang
Batasan Karakteristik :  Kandung kemih kosong komperhensif
 Dysuria secara penuh berfokus pada
 Sering berkemih  Tidak ada residu urin inkontinensia
 Anyang-anyangan >100-200 cc (misalnya: output
 Inkontinensia  Intake cairan dalam urine, pola berkemih,
 Nokturia rentang normal fungsi kognitif, dan
 Retensi  Bebas dari ISK masalah kencing
 Dorongan  Tidal ada spasme bladder praeksisten)
 Balance cairan seimbang - Memantau gangguan
Faktor yang berhubngan
obat dengan sifat
 Obstruksi anatomic
antikolinergik atau
 Penyebab multiple
property alpha agonis
 Gnagguan sensori motoric
- Memonitor efek dari
 Infeksi saluran kemih
obat-obatan yang
diresepkan, seperti
calcium channel
blockers dan
antikolinergik
- Merangsang reflex
kandung kemih
dengan menerapkan
dingin untuk perut
- Sediakan waktu yang
cukup untuk
pengosongan kandung
kemh
- Gunakan
spiritwatergreen
dipispot atau urinal
- Menyediakan manuver
crede
- Gnakan double void
teknik
- Masukkan kateter
kemih

Trauma Medula Spinalis| 87


- Anjurkan pasien atau
keluarga untuk
merekam output urin
- Hindari cara-cara
untuk menghindari
konstipasi
- Memantau asupan dan
keluaran
- Memantau tingkat
distensi kandung
kemih degan palpasi
dan perkusi
- Membantu dengan
toilet secara berkala
- Memasukkan pipa
kedalam lubang tubuh
untuk sisa
- Menerapkan
kateterisasi intermitten
- Merujuk ke spesialis
kontinensia urin
5 Nyeri NOC : NIC :
 Pain Level, Pain Management
Definisi :  Pain control, - Lakukan pengkajian
Sensori yang tidak menyenangkan  Comfort level nyeri secara
dan pengalaman emosional yang Kriteria Hasil : komprehensif
muncul secara aktual atau potensial - Mampu mengontrol nyeri termasuk lokasi,
kerusakan jaringan atau (tahu penyebab nyeri, karakteristik, durasi,
menggambarkan adanya kerusakan mampu menggunakan frekuensi, kualitas
(Asosiasi Studi Nyeri tehnik nonfarmakologi dan faktor
Internasional): serangan mendadak untuk mengurangi nyeri, presipitasi
atau pelan intensitasnya dari ringan mencari bantuan) - Observasi reaksi
sampai berat yang dapat - Melaporkan bahwa nyeri nonverbal dari
diantisipasi dengan akhir yang berkurang dengan ketidaknyamanan
dapat diprediksi dan dengan durasi menggunakan manajemen - Gunakan teknik
kurang dari 6 bulan. nyeri komunikasi
- Mampu mengenali nyeri terapeutik untuk
Batasan karakteristik : (skala, intensitas, frekuensi mengetahui
- Laporan secara verbal atau non dan tanda nyeri) pengalaman nyeri
verbal - Menyatakan rasa nyaman pasien
- Fakta dari observasi setelah nyeri berkurang - Kaji kultur yang
- Posisi antalgic untuk - Tanda vital dalam rentang mempengaruhi
menghindari nyeri normal respon nyeri
- Gerakan melindungi - Evaluasi
- Tingkah laku berhati-hati pengalaman nyeri
- Muka topeng masa lampau

Trauma Medula Spinalis| 88


- Gangguan tidur (mata sayu, - Evaluasi bersama
tampak capek, sulit atau pasien dan tim
gerakan kacau, menyeringai) kesehatan lain
- Terfokus pada diri sendiri tentang
- Fokus menyempit (penurunan ketidakefektifan
persepsi waktu, kerusakan kontrol nyeri masa
proses berpikir, penurunan lampau
interaksi dengan orang dan - Bantu pasien dan
lingkungan) keluarga untuk
- Tingkah laku distraksi, contoh mencari dan
: jalan-jalan, menemui orang menemukan
lain dan/atau aktivitas, dukungan
aktivitas berulang-ulang) - Kontrol lingkungan
- Respon autonom (seperti yang dapat
diaphoresis, perubahan tekanan mempengaruhi nyeri
darah, perubahan nafas, nadi seperti suhu
dan dilatasi pupil) ruangan,
- Perubahan autonomic dalam pencahayaan dan
tonus otot (mungkin dalam kebisingan
rentang dari lemah ke kaku) - Kurangi faktor
- Tingkah laku ekspresif (contoh presipitasi nyeri
: gelisah, merintih, menangis, - Pilih dan lakukan
waspada, iritabel, nafas penanganan nyeri
panjang/berkeluh kesah) (farmakologi, non
- Perubahan dalam nafsu makan farmakologi dan
dan minum inter personal)
- Kaji tipe dan sumber
Faktor yang berhubungan : nyeri untuk
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, menentukan
psikologis) intervensi
- Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
- Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
- Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil

Trauma Medula Spinalis| 89


- Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic
Administration
- Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
- Cek instruksi
dokter tentang jenis
obat, dosis, dan
frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesik
yang diperlukan
atau kombinasi
dari analgesik
ketika pemberian
lebih dari satu
- Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
- Tentukan analgesik
pilihan,
rute pemberian, dan
dosis optimal
- Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
- Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali
- Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
- Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan

Trauma Medula Spinalis| 90


gejala (efek
samping)

6 Resiko gangguan integritas kulit NOC NIC


b/d keterbatasan mobilitas Tissue Integrity : Skin and Pressure Management
Mucous Membranes - Anjurkan pasien untuk
Definisi : Perubahan pada Kriteria Hasil : menggunakan
epidermis dan dermis - Integritas kulit yang baik pakaian yang longgar
bisa dipertahankan - Hindari kerutan padaa
- Melaporkan adanya tempat tidur
Batasan karakteristik : gangguan sensasi atau nyeri - Jaga kebersihan kulit
- Gangguan pada bagian tubuh pada daerah kulit agar tetap bersih dan
- Kerusakan lapisa kulit yang mengalami gangguan kering
(dermis) - Menunjukkan pemahaman - Mobilisasi pasien
- Gangguan permukaan kulit dalam proses (ubah posisi pasien)
(epidermis) perbaikan kulit dan setiap dua jam sekali
Faktor yang berhubungan : mencegah terjadinya sedera - Monitor kulit akan
- Eksternal : berulang adanya kemerahan
- Hipertermia atau hipotermia - Mampumelindungi kulit - Oleskan lotion atau
- Substansi kimia dan mempertahankan minyak/baby oil pada
- Kelembaban udara kelembaban kulit dan derah yang tertekan
- Faktor mekanik (misalnya : perawatan alami - Monitor aktivitas
alat yang dapat menimbulkan dan mobilisasi pasien
luka, tekanan, restraint) - Monitor status nutrisi
- Immobilitas fisik pasien
- Radiasi - Memandikan pasien
- Usia yang ekstrim dengan sabun dan air
- Kelembaban kulit hangat
- Obat-obatan
- Internal :
- Perubahan status metabolik
- Tulang menonjol
- Defisit imunologi
Faktor yang berhubungan dengan
perkembangan
- Perubahan sensasi
- Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan)
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor (elastisitas
kulit)

Trauma Medula Spinalis| 91


D. Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1. Memperlihatkan peningkatan pertukaran gas dan bersihan jalan
napas dari sekresi yang diperlihatkan oleh bunyi nafas normal pada
pengkajian auskultasi.
a. Bernapas dengan mudah tanpa napas pendek.
b. Melatih napas dalam setiap jam, batuk efektif dan paru-paru
bersih dari secret.
c. Bebas dari infeksi paru-paru (misal, suhu normal, frekuensi
nadi dan pernapasan normal, bunyi napas normal, tidak ada
sputum purulen.)
2. Bergerak dalam batas disfungsi dan memperlihatkan usaha
melakukan latihan dalam fungsi napas
3. Mendemostrasikan integritas kulit dengan optimal.
a. Memperlihatkan turgor kulit normal dan kulit bebas dari
kemerahan atau kerusakan
b. Berpartisipasi dalam perawatan kulit dan memantau
prosedur dalam keterbatasan fungsi
4. Mencapai fungsi kandung kemih
a. Tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi saluran urine.
(mis. suhu normal, berkemih jernih, urine encer)
b. Mengosumsi asupan cairan adekuat.
c. Berpartisipasi dalam program latihan dalam batasan
fungsi.
5. Mencapai fungsi defekasi
a. Melaporkan pola defekasi teratur.
b. Mengkonsumsi makanan berserat yang adekuat dan cairan
melalui oral.
c. Berpartisipasi dalam program latihan defekasi dalam batas
fungsi
6. Melaporkan tidak ada nyeri dan ketidaknyamanan.
7. Bebas komplikasi

Trauma Medula Spinalis| 92


a. Memperlihatkan tidak ada tanda tromboflebitis, trombosis
vena provunda, atau emboli paru.
b. Tidak menunjukkan adanya manifestasi emboli paru (misal.
tidak nyeri dada atau panas pendek : gas darah arteri
normal)
c. Mempertahankan tekanan darah dalam batas normal.
d. Tidak mengalami sakit kepala dengan perubahan posisi
e. Tidak menunjukkan adanya hiperefleksia autonom (mis.
tidak sakit kepala, diaforesis, hidung tersumbat, atau
bradikardia diaforesis)

Trauma Medula Spinalis| 93


BAB V

PENUTUP
Kesimpulan

Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang


disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,
2001). Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu: kecelakaan otomobil,
industri terjatuh, olah-raga, menyelam, luka tusuk, tembak dan tumor.
Cedera medula spinalis adalah suatu trauma yang mengenai medula
spinalis atau sumsum tulang akibat dari suatu trauma langsung yang mengenai
tulang belakang. Penyebab cedera medula spinalis adalh kejadian-kejadian yang
secara langsung dapat mengakibatkan terjadinya kompresi pada medula spinalis
seperti terjatuh dari tempat yang tinggi, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olaghara dan lain-lain.
Cedera medula spinalis dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan jika
mengenai saraf-saraf yang berperan terhadap suatu organ maupun otot. Cedera
medula spinalis ini terbagi menjadi 2 yaitu cedera medula spinalis stabil dan tidak
stabil.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat
merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera
sebelum terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu,
tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi
pada Trauma medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian
yang menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting,
karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan
kehilangan fungsi neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus
dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini
disingkirkan. Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen
kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan.

Trauma Medula Spinalis| 94


Penatalaksanaan untuk cedera medula spinalis adalah dengan pemberian
obat kortikosteroid dan melihat kepada sistem pernapasan, jika terjadi gangguan
maka perlu diberikan oksigen.
Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien cedera medula spinalis
adalah melihat kepada diagnosa apa saja yang muncul. Intinya pemberian asuhan
keperawatan pada pasien dengan cedera medula spinalis adalah memperhatikan
posisi dalam mobilisasi pasien sehingga tidak memperparah cedera yang terjadi.
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma medula
spinalis berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap penyakit
lainnya,karena kesalah dalam memberikan asuhan keperawatan dapat
menyebabkan Trauma semakin komplit dan dapat menyebabkan kematian

Trauma Medula Spinalis| 95


DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8,
volume 2. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3,
Jakarta : EGC
Laurralee Sherwood. .2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2, Jakarta : EGC
Sylvia and Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi
6, volume 2. Jakarta : EGC.
W.F.Ganong. 2005. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGCs
Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB
Lippincott company, Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien, EGC, Jakarta.
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa
Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth
edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.

Trauma Medula Spinalis| 96

Anda mungkin juga menyukai