499 841 1 SM
499 841 1 SM
2, April 2017
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa corporate governance (CG), corporate social
responsibility (CSR) dan ethical supply chain (ESC) dilihat dari kerangka kebijakan dan tata kelola
korporasi menurut manajemen perusahaan PT X, salah satu perusahaan tambang nikel di
Indonesia.
Disain penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus,
dimana manajemen internal dan kontraktor, diwawancara dengan kuesioner yang disusun
berdasarkan studi pusaka dan best practice. Data analisis yang digunakan adalah metode analisa
interaktif, dimana analisa data primer dan sekunder dilakukan setelah adanya pengumpulan data
dengan tiga proses kegiatan yang dilakukan bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, dan
verifikasi yang dilakukan secara simultan.
Hasil penelitian menyimpulkan terdapat beberapa wilayah yang perlu diperbaiki dalam
CG, CSR dan ethical supply chain perusahaan, diantaranya dalam tata kelola perusahaan terkait
prioritas kebijakan, kode perilaku, pelibatan stakeholders dalam adopsi kode perilaku global, tata
kelola pada tingkat dewan komisaris, dan perlunya penanggung jawab ESC & pembagian tugas
antar departemen terkait pemasok.
Kata Kunci: Corporate Governance, Corporate Social Responsibility, Ethical Supply Chain
56
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
57
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
A., et all (2006) menyatakan ada empat jenis Aris (2004) Corporate governance adalah
dukungan manajemen yang dibutuhkan sebuah sistem dari suatu perbandingan dan
untuk mendapat tingkat tertinggi keseimbangan, baik itu internal dan eksternal
keberhasilan dalam rantai pasokan yakni perusahaan, dimana untuk meyakinkan
dukungan manajemen teratas. bahwa suatu perusahaan tidak melepaskan
Bjorklund (2010) memberikan tanggung jawab kepada seluruh pemangku
sebelas kegiatan yang berguna sebagai tolok kepentingan dan bertindak dengan cara
ukur dalam mengevaluasi kegiatan tanggung jawab sosial di seluruh area dari
pembelian suatu perusahaan. Pretious dan suatu kegiatan bisnis mereka.
Love (2006) melakukan penelitian mengenai Istilah “Corporate Governance” itu
latar belakang ketertarikan para retailer pada sendiri pertama kali diperkenalkan oleh
sourcing ethics dan pengembangan code of Cadbury Committee di tahun 1992 dalam
conduct sebagai petunjuk bagi ritel laporan mereka. Laporan ini dipandang
pembelian profesional. Sedangkan Preuss sebagai titik balik yang sangat menentukan
(2009) melakukan penelitian mengenai bagi praktik corporate governance di seluruh
ethical sourcing codes pada perusahaan di dunia. Menurut Cadbury Report dalam
Inggris yang telah mengadopsi FTSE100, Tjager, I Nyoman& Alijoyo, F Antonius, dkk
penelitian dilihat berdasarkan luasan, isi dan (2003, hal 26) definisi corporate governance
batasannya. adalah suatu sistem yang berfungsi untuk
Berdasarkan hal tersebut penting mengarahkan dan mengendalikan organisasi.
untuk melihat praktik corporate governance, Perkembangan corporate govenance
CSR dan ethical supply chain disetiap itu sendiri dapat dilihat sebagai upaya untuk
perusahaan tidak terkecuali pada industri mengakomodasi berbagai kepentingan
pertambangan. Penelitian ini diharapkan stakeholders yang berhubungan dengan
dapat berkontribusi dalam pengembangan korporasi. Syakhroza (2005, hal 10 )
corporate governance, CSR, dan ethical menyimpulkan bahwa akan ada masalah
supply chain di Indonesia. corporate governance jika terdapat (potensi)
konflik kepentingan di dalam perusahaan.
TINJAUAN PUSTAKA Kontraktor/ Pemasok Sebagai
Corporate Governance Stakeholders
Menurut Solomon, Jill & Solomon, Kontraktor/pemasok adalah
58
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
stakeholder atau pemangku kepentingan tidak menerapkan rantai pasokan yang etis.
suatu perusahaan yang dapat dirugikan atau Sementara pemasok/kontraktor
mendapat manfaat dari perusahaan, atau menginginkan kontrak terbaik untuk
haknya dapat dilanggar atau dihormati oleh memaksimalkan pendapatan sambil
perusahaan (Crane dan Matten, 2010). meminimalkan biaya, termasuk soal
Crane dan Matten (2010) berdasarkan lingkungan dan sosial, terutama
Rowley (1997) menyebutkan bahwa dalam ketenagakerjaan (Neef, 2004 dan Mamic,
network model stakeholder theory of the firm, 2005).
stakeholder perusahaan
(pemasok/kontraktor) juga punya hak dan Corporate Social Responsibility
kewajiban terhadap stakeholder mereka Dalam dunia praktis perusahaan
sendiri, yang seterusnya juga punya maupun akademis, corporate social
kewajiban terhadap stakeholder mereka responsibility diartikan beragam (Dahlsrud,
sendiri. Secara umum ethical supply chain 2008). Salah satu definisi yang relevan dalam
berdasarkan pada network model. kaitan dengan etika bisnis adalah definisi
Dalam konteks CSR di Indonesia, menurut Carroll dan Bucholtz (2009) bahwa
hubungan antara prinsipal dengan tanggung jawab sosial perusahaan
perusahaan lokal sebagai supplier ataupun menekankan pada ekspektasi masyarakat
rekanan, tidak saja berdiri diatas klausul secara ekonomi, hukum, etika dan
kontrak dan perhitungan ekonomi saja, philantropi.
namun juga perlu memperhitungkan dampak Amaeshi, dkk (2008) mendefinisikan
sosial ekonomi juga (Fajar ND, 2010). CSR sebagai komitmen suatu organisasi
Hubungan dengan melakukan usahanya dengan berperilaku
pemasok/kontraktor ini memang agak pelik, baik ekonomi dan lingkungan yang
karena adanya kepentingan yang berbeda. berkelanjutan dengan mengenali
Perusahaan yang membeli barang/jasa harapan/kepentingan para stakeholdersnya.
menginginkan kontrak yang value-for- CSR di Indonesia diatur dalam
money, dengan kualitas barang/jasa yang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
optimal, yang dipasok oleh perusahaan yang tentang penanaman modal (Fajar ND, 2010),
berkinerja lingkungan dan sosial yang baik pasal 15 huruf b, juga diatur dalam Undang-
pula, sehingga perusahaan aman dari tuduhan Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
59
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
Perseroan Terbatas (Fajar, 2010) pasal 1 Responsibility (PSR) yang mencakup isu-isu
angka 3: (Fajar ND, 2010). yang sangat luas, seperti: pekerja anak,
Dahlsrud (2008) menyatakan dari 37 kondisi kerja yang berbahaya bagi kesehatan
definisi CSR yang dianalisa, menunjukkan dan keamanan kerja, serta penyuapan dan
suatu fenomena. Namun berbagai definisi korupsi sebagai masalah khusus dalam
tersebut gagal menyajikan suatu petunjuk ethical sourcing.
bagaimana mengelola tantangan yang ada Carter dan Jennings (2002)
didalam fenomena itu. Karena itu yang menemukan bahwa CSR dapat meningkatkan
terpenting adalah bukan definisi CSR, tetapi hubungan pemasok dan kinerja. Kemudian
bagaimana memahami CSR, membangun Roberts (2003) menyatakan adanya
tanggung jawab sosial kedalam suatu hubungan antara reputasi, CSR dengan
konteks, dan bagaimana hal itu digunakan kondisi jaringan pemasok.
ketika strategi usaha dikembangkan. Ethical Supply Chain
Lins dan Horwitz (2007) secara Setelah konsep PSR, ada konsep
khusus meneliti soal keberlanjutan tanggung jawab lain yaitu melakukan Ethical
(sustainability) dalam industri Supply Chain. Menurut laporan UNGC
pertambangan. Dari lima perusahaan yang (2010), penting untuk melakukan ethical
diteliti, AngloAmerican menempati posisi supply chain karena di setiap siklus
tertinggi terbaik, sementara CVRD dan Inco pembuatan suatu produk terdapat dampak
menempati posisi bawah. sosial dan lingkungan atau eksternalitas pada
CSR Rantai Pasokan lingkungan dan manusia. Karena itu
Berubahnya lingkungan bisnis, perusahaan perlu memastikan akuntabilitas
dimana perusahaan dituntut bertanggung para pemangku kepentingan di sepanjang
jawab tidak hanya sebatas hukum rantai pasokannya agar memenuhi
(Andersend dan Larsen, 2009) membuat aturan/standar.
fungsi pembelian menjadi terkait dengan Seuring, dkk (2008) dalam Bjorklund
CSR dan mengalami perkembangan, dan (2010) menggambarkan area keberlanjutan
oleh Bjorklund (2010) dikenal sebagai Social dan Supply Chain Management merupakan
Responsible Purchasing (SRP). isu yang penting dan berkembang sangat
Namun Pretious dan Love (2006) cepat, sayang studi pustaka yang
memberikan istilah Purchasing Social disampaikan terlalu konseptual dan sulit
60
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
61
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
62
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
63
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
64
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
pada penelitian ini adalah purposive telah diperoleh dari pihak-pihak yang dapat
sampling yaitu penarikan sampel dipercaya baik itu data primer maupun
berdasarkan pertimbangan dimana sampel sekunder. (Usman dan Akbar, 2003)
yang dipilih didasarkan pada motif dan target Metode analisa data yang digunakan
tertentu, sampel disini adalah para adalah menggunakan analisis interaktif.
narasumber dan informan (Basrowi dan Kemudian untuk penyajian data, penulis
Suwandi, 2008). membuat tabel seluruh pertanyaan dan
Teknik pengumpulan data yang jawaban dari para pewawancara
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: mengumpulkannya secara tersusun rapih
1)Wawancara Perorangan, Wawancara hingga bisa dianalisa. Data seperti catatan
yang digunakan kepada para narasumber hal-hal penting, data dari perusahaan terkait
lima orang karyawan PT. X dan enam orang tema penelitian, catatan penting dari laporan
karyawan kontraktor adalah wawancara semi tahunan, keberlanjutan, pemberdayaan
terstruktur. 2. Dokumentasi, Menurut masyarakat semuanya dicatat dan
Moleong (2008) dalam Herdiansyah (2010, dikumpulkan agar mudah dipahami.
hal 145) dokumen resmi dapat dibagi Pada akhirnya, penulis menarik
menjadi dua kategori, yaitu dokumen internal kesimpulan/verifikasi. Semua proses analisa
dan dokumen eksternal. data ini dilakukan berlanjut, berulang-ulang
Alat instrumen yang digunakan dan terus menerus hingga ditemukan
dalam penelitian ini adalah daftar wawancara kesimpulan akhir. (Miles dan Huberman,
semi terstruktur, catatan lapangan, kamera 1992).
digital, dan rekaman wawancara yang
dilakukan dengan menggunakan handphone. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini tidak memiliki kriteria Objek Penelitian
khusus dalam penyeleksian narasumber PT. X berdiri sejak 1968 dengan
sepanjang mereka bersedia dan dipercaya nama PT. Y. Mulai 27 September 2011, telah
memahami konteks ethical supply chain serta berubah nama menjadi PT. X sesuai
dapat berkontribusi di penelitian ini. persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham
Agar kredibilitas penelitian ini bisa Luar Biasa. Perubahan nama itu dibuat untuk
dipenuhi maka dilakukan triangulasi data menyelaraskan PT. X Perseroan secara lebih
yaitu memeriksakan kebenaran data yang baik dengan operasi X lainnya di seluruh
65
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
66
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
67
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
tingkat tinggi perusahaan ini dapat berbentuk pemegang saham, dan ketiga komitmen
komitmen terhadap pembangunan sosial kepada berbagai pihak, yang dalam
berkelanjutan, komitmen untuk selalu Piramida CSR Carrol dan Buccholtz (2010)
bertindak etis, dan mendukung standar disebut sebagai tanggung jawab ekonomi
kinerja lingkungan, kesehatan dan kepada pemegang saham, karyawan,
keselamatan kerja serta ketenagakerjaan pemerintah, pelanggan dan pemasok.
yang progresif, baik pada internal perusahaan Pada sasaran perusahaan terdapat
maupun pada mitra bisnis perusahaan. bagian terkait praktik etis rantai pasokan
Pernyataan Visi dan Misi ini secara yaitu perusahaan berkomunikasi secara pro-
jelas mengkomunikasikan komitmen aktif dengan para pemangku kepentingannya
sustainability dari PT. X. Dalam pernyataan termasuk pemasok. Nilai-nilai perusahaan
Visi, dinyatakan bahwa perusahaan akan menjadi pemandu perilaku operasi
melebihi standar kesempurnaan dalam perusahaan, dengan penekanan yang kuat
manajemennya, sejak eksplorasi sampai terhadap sustainability, seperti pernyataan
operasional. Ini mencerminkan komitmen etika dan transparansi, kesempurnaan
perusahaan untuk tidak hanya kinerja, tangung jawab ekonomi, sosial dan
memperhatikan tanggung jawab Ekonomi lingkungan hidup, serta prioritas kesehatan
dan Hukum, tetapi juga Etis dan Filantrofis, dan keselamatan.
dalam kerangka piramida CSR Carrol dan Namun sayang, masih banyak para
Buccholtz (2010). Dalam pernyataan Misi, karyawan internal yang belum memahami
komitmen sustainability juga terlihat jelas akan code of conduct perusahaan terutama
sebagai faktor penting dalam operasi terkait dengan ethical supply chain ini.
perusahaan mentransformasi sumber daya Padahal seharusnya code of conduct melekat
mineral di Indonesia. pada setiap masing-masing karyawan,
Sasaran strategis dan nilai ini juga manajemen perusahaan, proses organisasi
menggambarkan komitmen sustainability dan budaya dimana dapat mempengaruhi
dan triple bottom line dari PT. X. Sasaran kehidupan sehari-hari (Nijhof dkk, 2003).
pertama menggambarkan komitmen Dari sisi prioritas, kebijakan (visi,
lingkungan dan keselamatan kerja nilai, kode perilaku yang terkait dengan CSR
perusahaan. Sasaran kedua menyatakan atau pembangunan berkelanjutan dan ethical
komitmen ekonomi perusahaan kepada supply chain) perlu ditetapkan pada level
68
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
69
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
dilampirkan di dalam kontrak kerja mereka, mempertahankan hak mereka. (PT. Y (2005),
dan harus ditandatangani sebagai bukti ILO (2003 ), OECD (2008) dan UNGC
bahwa kontraktor memahami dan menerima (2011).
standar-standar yang dimiliki oleh PT. X. Berdasarkan hal tersebut, kode
Kode perilaku untuk kontraktor perilaku dari perusahaan induk perlu
secara resmi disebut sebagai Y Supplier disesuaikan dengan kondisi lokal, tetapi tetap
Conduct Guidelines and Ethical Practices mengacu pada standar yang berlaku
Policy/ Pedoman Tentang Perilaku internasional, seperti dari ILO atau OECD
Supplier di PT. Y dan Kebijakan Praktek- dan kode perilaku untuk karyawan dan
Praktek Yang Etis, pada dasarnya kontraktor perlu mencantumkan praktek
merupakan adopsi dari Y Ltd. Kanada yang yang diharapkan maupun yang perlu
(sebelum diakuisisi oleh X Brazil) yang dihindari (AccountAbility dan Insight
berlaku menyeluruh untuk semua perusahaan Investment, 2004, dan Jamison dan Murdoch,
dibawah Y Ltd. Seorang superintendent di 2005).
SCM pada saat itu tahun 2005 diberi tugas Kode perilaku untuk kontraktor di
melakukan adopsi terhadap kebijakan global PT. X pada dasarnya merupakan adopsi dari
Y Ltd. dan menyesuaikan dengan standar Y Ltd Kanada pada tahun 2005 dan disetujui
yang berlaku internasional dan konteks di PT. oleh COO sebagai bagian dari 3P (Program
Y, seperti ILO dan OECD, serta kode Peningkatan Produktivitas). Ini sesuai
profesional dari CIPS (Chartered Institute of praktek yang baik, dimana komitmen ethical
Purchasing and Supply). supply chain berlaku dalam satu kelompok
Kode perilaku kontraktor PT. Y perusahaan, sesuai pengertian GRI bahwa
sendiri sudah sesuai dengan standar organizational boundary, mengakui adanya
internasional dari ILO, OECD dan UN pengaruh perusahaan terhadap upstream dan
Global Compact. Dimana PT Y tidak downstream supply chain (operational
mempekerjakan anak-anak, tidak boundary). PT. Y juga menyesuaikan kode
mempekerjakan dengan paksaan, tidak global dari Y Ltd dengan kondisi lokal,
membayar gaji yang rendah, tidak ada ditambah dengan referensi lain dari standar
kondisi kerja yang buruk, adanya keamanan yang berlaku internasional, seperti dari ILO
dan kesehatan yang layak, dan tidak dan kode profesional CIPS.
mengintimidasi pekerja yang Sebaiknya kode perilaku etis tersebut
70
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
71
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
mantan pejabat tinggi Departemen Sosial dan membahas kinerja sosial perusahaan, dari
Pendidikan (PT. Y, 2008). Pada tahun 2008, segi perencanaan kebijakan, pelaksanaan
PT. Y secara resmi membubarkan Komite maupun monitoring dan evaluasi. Komite
Penasihat setelah dikaji oleh konsultan Audit misalnya bertemu secara rutin
independen dalam Corporate Governance membahas masalah audit internal dan
Review (PT. Y, 2009). Pada tahun 2007, eksternal. Yang biasanya terjadi adalah, salah
Komite ini sudah tidak mengadakan satu anggota Komite, seorang mantan pejabat
pertemuan lagi. tinggi Departemen Sosial yang juga putra
Komite lainnya adalah Komite dari Kepala Desa Mining Town pada saat PT.
Urusan Regional, yang dibentuk Dewan Y berdiri, menjadi tempat konsultasi
Komisaris pada akhir tahun 2006 (PT. Y, informal jika terjadi sesuatu dalam hubungan
2007). Komite ini terdiri dari tiga anggota sosial perusahaan dengan masyarakat, seperti
warga negara Indonesia yang diangkat setiap ketika terjadi demo atau blokade yang
tahun oleh Dewan Komisaris, sekurang- berkepanjangan.
kurangnya satu anggota haruslah merupakan Rapat Dewan Komisaris lebih
Komisaris Independen. Komite diwajibkan membahas kinerja ekonomi perusahaan.
membantu Dewan Komisaris dalam menjalin Kalau pun menyinggung soal pembinaan
dan membina hubungan dengan pemerintah kinerja etis (sosial dan lingkungan)
provinsi, regional dan lokal dan dalam kontraktor, itu dalam kerangka 3P atau ICSF
berhubungan dengan penduduk setempat. dan tidak dilakukan secara khusus.
Komite diwajibkan mengadakan tidak Berdasarkan temuan tersebut,
kurang dari empat pertemuan setahun. Meski mengingat pentingnya ethical supply chain
sudah ditulis dalam Laporan Tahunan 2006 policy terhadap operasi dan reputasi
(PT. Y, 2006), Komite tersebut akhirnya perusahaan, manajemennya perlu dipimpin
dibubarkan meski belum pernah langsung oleh pejabat senior perusahaan dan
menyelenggarakan pertemuan resmi. diberikan perhatian yang memadai pada level
Dalam komunikasi pribadi di luar Dewan Komisaris (AccountAbility dan
wawancara dengan beberapa pihak, Insight Investment, 2004).
disebutkan bahwa Komite Penasihat ini
MNC saat ini lazimnya mempunyai
secara umum memang kurang difungsikan,
semacam komite penasihat bidang
berlainan dengan Komite Audit, untuk
pembangunan berkelanjutan/etis (sosial dan
72
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
lingkungan) yang dibentuk Komisaris (atau maupun kecil. Anggota CBM ini adalah para
BoD dalam rezim Anglo-America) atau GM dari berbagai departemen, yaitu GM
kumpulan penasihat independent perorangan PCW, GM Mining, GM External Relations,
yang berkompeten dan berintegritas dan GM Internal Audit, dan GM Controller.
nonstruktural yang memberi nasihat kepada Fungsi CBM ini adalah advisory
Dewan Komisaris dan Direksi. kepada GM PCW, dimana keputusan akhir
PT. Y sampai 2007 mempunyai untuk kontrak tetap ditangan GM PCW.
Komite Penasihat dan Komite Urusan CBM juga melakukan evaluasi atas usulan
Regional, yang sayangnya belum difungsikan policy terkait SCM, seperti usulan
untuk memberi nasihat kepada Dewan prakualifikasi, evaluasi para pemasok dan
Komisaris dan Direksi terkait hubungan kontraktor secara periodik, kebijakan ethical
kepada pemerintah pusat dan daerah, serta supply chain dan proses kontrak. Hasil CBM
masyarakat, termasuk diantaranya mitra dan keputusan GM PCW secara manajerial
bisnis yang berasal dari masyarakat setempat. dilaporkan oleh GM PCW ke VP yang
Perhatian Dewan Komisaris terhadap membidangi purchasing. Akan tetapi para
praktek dari ethical supply chain policy akan prakteknya, CBM lebih terkait dengan
menjadikan manajemen lebih serius dalam persetujuan kontrak saja, karena ethical
melaksanakan, mulai dari menjadikan supply chain policy sudah ditangani oleh 3P
sebagai proritas kebijakan, memberikan dan ICSF. Setelah 3P dan ICSF selesai, CBM
sumber daya yang memadai sampai menjadi tetap lebih berfungsi dalam persetujuan
komponen penilai kinerja manajemen. kontrak dan tidak menyinggung level
5. Penanggung Jawab Dan Pembagian kebijakan.
Tugas Antar Departemen Dari segi manajemen operasional,
Pada level manajemen, PT. X implementasi ethical supply chain policy
mempunyai Contract Board Meeting (CBM), tersebar ke beberapa departemen, dimana
yaitu mekanisme untuk memastikan tata pada aspek kinerja sosial (terutama
kelola pada proses kontrak berjalan dengan ketenagakerjaan), PCW dibantu oleh
baik dan berbagai pertimbangan, termasuk External Relations dan kadang oleh Human
sosial, lingkungan, kepatuhan terhadap Resources. Untuk pembinaan kinerja
prosedur, ekonomis, dipertimbangkan lingkungan, kesehatan dan keselamatan
sebelum suatu kontrak diberikan, baik besar kerja, dilakukan terpisah oleh EHS untuk
73
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
karyawan kontraktor secara kontinu dan tidak kontraktor, dan karyawan kontraktor terkait
terkait pada program khusus yang sedang penggajian, tunjangan dan lembur untuk
berjalan. karyawan kontraktor.” Ada tujuh variabel
Secara umum, pembinaan kinerja etis yang diterjemahkan kedalam kuesioner yang
kontraktor menjadi salah satu bagian dalam disebar diwilayah pemberdayaan PT. Y
3P (Program Peningkatan Produktivitas) dengan mempertimbangkan keterwakilan
pada kurun 2004-2008, yaitu program untuk kontraktor dan wilayah.
mencapai tingkat produksi 200 juta pon per Survai menemukan adanya
tahun dan ICSF (Integrated Contractor kekurangtahuan para karyawan kontraktor
System Framework pada kurun 2008-2010). terkait hak-hak mereka adalah 55 persen para
PT. Y mulai secara serius karyawan merasa tidak ada sosialisasi dari
memperhatikan para pemasok dan kontraktor kontraktor maupun dinas kerja. Sehingga
sebagai pemangku kepentingan sekitar tahun mereka mendapatkan informasi dari
2005, melalui 3P (Program Peningkatan perorangan. Hampir 51 persen para karyawan
Produktivitas). Program tersebut dibuat kontraktor tidak paham terhadap peraturan
karena banyaknya keluhan karyawan Ketenagakerjaan dan hampir 59 persen
kontraktor terkait penggajian, tunjangan dan mereka tidak pernah diberitahu akan hak-hak
lembur seperti kurang transparannya sistem yang harus mereka peroleh. Dalam 3P,
penggajian mereka, kurang terjaminnya hak karyawan kontraktor yang menangani
normatif, dan lainnya. pekerjaan tertentu juga diberikan pelatihan
Oleh karena itu PT. Y mengeluarkan project management.
surat edaran pada 26 September 2005. Setelah tahun 2008 program 3P
Dengan adanya surat edaran tersebut PT. Y selesai dan dilanjutkan dengan program
menginginkan seluruh pihak yang terlibat ICSF. ICSF atau Sistem Pengelolaan
dalam rantai nilai tambah dapat terjamin Kontraktor Terpadu diperkenalkan pada
kontinuitas dan transparansi hak normatif tahun 2009 untuk menyelaraskan kinerja
para karyawan kontraktor sehingga kontraktor dengan obyektif pekerjaan
memberikan kenyamanan dan ketenangan melalui pengurangan jumlah perubahan
dalam bekerja. kontrak, pekerjaan tambahan, variasi
Surat edaran tersebut meliputi pekerjaan, dan pekerjaan ulang. ICSF juga
pertanyaan survai “pendapat dan harapan ditujukan untuk memberdayakan kontraktor
74
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
lokal agar memenuhi standar pekerjaan. dengan GM serta manajer departemen terjadi
Setelah penerapan ICSF, tingkat secara rutin. Ada pertemuan alignment tiap
keberhasilan perusahaan lokal dalam bulan, dan pertemuan teknis per program
memperoleh kontrak meningkat 17% dari mingguan. Setelah ICSF berakhir pada 2010,
total nilai seluruh kontrak yang disetujui pada pertemuan hanya dilakukan jika ada sesuatu
2009. Sangat disayangkan program yang keperluan yang tak direncanakan.
harusnya berkesinambungan karena berbagai Berdasarkan temuan tersebut, di PT.
hal belum dilanjutkan kembali. Forum X, implementasi ethical supply chain policy
diskusi dan pertemuan antara pihak dipimpin oleh GM PCW yang bertanggung
perusahaan dengan kontraktor sudah jarang jawab kepada VP Director of Human
dilakukan. Resources and Corporate Services. Akan
Dalam program 3P dan ICSF, selain lebih baik lagi jika keterlibatan VP ini bisa
masalah ketenagakerjaan karyawan lebih langsung, untuk memperlihatkan
kontraktor, PT. Y juga menyelenggarakan perhatian manajemen puncak perusahaan
berbagai program pelatihan untuk karyawan terhadap isu ethical supply chain, seperti
kontraktor yang pada posisi manajer proyek, pada banyak MNCs yang pejabat setingkat
untuk meningkatkan kinerja mereka dan pada VP memimpin langsung kebijakan ini, mulai
akhirnya kinerja PT. Y. dari formulasi dan pemutakhiran kebijakan
Implementasi oleh berbagai agar harmonis dengan kebijakan global
departemen ini kadang memunculkan PT.X, manajemen implementasi kebijakan
perbedaan kepentingan sesuai dengan tugas maupun pemantauan kinerja.
masing-masing departemen. External Setelah berakhirnya 3P dan ICSF,
Relations misalnya lebih mementingkan pertemuan untuk alignment antar departemen
menjaga hubungan baik dengan pemerintah dengan manajemen puncak sudah tidak
daerah dan masyarakat lokal, sedangkan terjadwal lagi, diadakan jika ada kebutuhan.
PCW lebih memprioritaskan pada value-for Hal ini tentu mengurangi komitmen
money (5 right: quality, quantity, place, on- manajemen puncak dan menengah karena
time delivery, price). implementasi tidak dibicarakan bersama-
Ketika masih ada 3P dan ICSF, para sama lagi. Ini juga menjadikan departemen
narasumber mengatakan bahwa alignment yang terlibat dalam program sebelumnya
antara direksi (COO dan direksi lainnya) tidak memberikan prioritas sumber daya
75
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
yang mencukupi lagi dan kembali kepada (PT.X) sudah mengadopsi ICMM
tujuan masing-masing departemen. Padahal sustainable development framework dalam
Neef (2004) dan Mamic (2005) menyatakan kebijakannya, tetapi belum terdengar upaya
pentingnya melakukan penyamaan proses adopsi secara lokal .
kepada seluruh manajemen. 3. Pelibatan stakeholder dalam adopsi
kode perilaku global: Belum ada pelibatan
KESIMPULAN DAN SARAN
stakeholder
Kesimpulan
4. Tata kelola pada tingkat dewan
Berikut kesimpulan Corporate
komisaris: Belum tampak perhatian
Governance, CSR dan ethical supply chain
substansial pada dewan komisaris. Diskusi
di PT. X:
lebih terkait program, seperti 3P dan ICSF
1.Komitmen,prioritas kebijakan & kode
dan sedikit menyinggung kinerja etis
etik perilaku: Komitmen pembangunan
kontraktor.
berkelanjutan tertera eksplisit dan kuat dalam
5. Penanggung jawab ESC & pembagian
visi, misi, sasaran strategis dan nilai
tugas antar departemen: Penanggung
perusahaan. Tidak seperti EHS policy yang
jawab ada di dept. PCW. Alignment terutama
ditandatangani langsung oleh CEO & COO,
PCW dan ExRel belum berjalan lagi setelah
prioritas kebijakan ESC belum kuat, hanya
program 3P dan ICSF selesai. Keluhan terkait
surat edaran dan Manajer SCM (sekarang
kinerja sosial kontraktor tidak terkoordinasi
GM PCW).
penanganannya. Dept EHS tetap berjalan
Kode perilaku dengan EHS policy terpisah
dengan pembinaan lingkungan dan K3.
membuat tidak komprehensif. Namun selalu
Keterbatasan dan Saran Untuk Penelitian
disampaikan bersama-sama kepada para
Selanjutnya
kontraktor. Sejak diluncurkan tahun 2005,
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
belum ada pembaruan kode perilaku untuk
1. Terbatasnya waktu, tenaga dan biaya
Kontraktor/Pemasok. Pelaksanaan kinerja
didalam melakukan penelitian ini,
lingkungan (EHS) memang diakui lebih ketat
maka narasumber penelitian hanya
dibandingkan dengan kinerja sosial.
yang berada di Mining Town,
2. Formulasi ESC policy dan adopsi kode
Sulawesi Selatan, Indonesia, tempat
induk: Sudah mengacu pada kode
pusat beroperasinya PT. X.
perusahaan induk dan berbagai standar
internasional. Saat ini induk perusahaan baru
76
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
77
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
78
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
79
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
80
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
81