Anda di halaman 1dari 26

KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.

2, April 2017

CORPORATE GOVERNANCE, CSR DAN ETHICAL SUPPLY CHAIN


PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN
(STUDI KASUS : PT. X )
Oleh: Veritia

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa corporate governance (CG), corporate social
responsibility (CSR) dan ethical supply chain (ESC) dilihat dari kerangka kebijakan dan tata kelola
korporasi menurut manajemen perusahaan PT X, salah satu perusahaan tambang nikel di
Indonesia.
Disain penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus,
dimana manajemen internal dan kontraktor, diwawancara dengan kuesioner yang disusun
berdasarkan studi pusaka dan best practice. Data analisis yang digunakan adalah metode analisa
interaktif, dimana analisa data primer dan sekunder dilakukan setelah adanya pengumpulan data
dengan tiga proses kegiatan yang dilakukan bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, dan
verifikasi yang dilakukan secara simultan.
Hasil penelitian menyimpulkan terdapat beberapa wilayah yang perlu diperbaiki dalam
CG, CSR dan ethical supply chain perusahaan, diantaranya dalam tata kelola perusahaan terkait
prioritas kebijakan, kode perilaku, pelibatan stakeholders dalam adopsi kode perilaku global, tata
kelola pada tingkat dewan komisaris, dan perlunya penanggung jawab ESC & pembagian tugas
antar departemen terkait pemasok.

Kata Kunci: Corporate Governance, Corporate Social Responsibility, Ethical Supply Chain

PENDAHULUAN governance (Syakhroza, 2005 hal 3).


Secara global berbagai isu yang Begitu pula dengan munculnya
berhubungan dengan corporate governance konsep Tanggung Jawab Sosial (Corporate
(CG) menguat setelah runtuhnya beberapa Social Responsibility/CSR) dan Ethical
raksasa bisnis dunia seperti Enron dan Supply Chain. Konsep-konsep ini timbul
WorldCom di AS. Isu ini semakin menarik karena ada harapan-harapan para
perhatian setelah berbagai lembaga keuangan shareholders dan stakeholders yang tidak
multilateral, seperti World Bank dan ADB terpenuhi.
mengungkapkan bahwa penyebab krisis Ekspektasi terhadap tanggung jawab
keuangan yang melanda berbagai negara, etis perusahaan saat ini juga berlaku pada
termasuk di Asia, adalah karena buruknya proses pengelolaan supply chain. Neef
pelaksanaan praktik-praktik corporate (2004) menyatakan tingkat

56
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

kepedulian/kesadaran perusahaan- yang signifikan, maka semakin banyak


perusahaan untuk bertanggung jawab perusahaan menuntut kinerja yang tinggi
terhadap karyawan pemasok mereka kepada para pemasoknya.
meningkat maka akan mempengaruhi proses PT. X merupakan salah satu produsen
supply chain management mereka pula. Hal nikel terkemuka di dunia. PT. X
itu mendasari munculnya konsep extended menghasilkan nikel dalam matte yaitu produk
chain responsibility pada area supply chain setengah jadi yang diolah dari bijih laterit
management. dengan lokasi operasi penambangan utama di
Crane dan Matten (2004) Mining Town, Sulawesi Selatan, Indonesia.
menggambarkan bahwa perusahaan Hubungan antara pembeli (PT. X)
menghadapi suatu perluasan rantai tanggung dengan pemasok barang dan jasa (kontraktor)
jawab (extended chain of responsibility), haruslah dikelola dengan baik. Jika tidak
karena stakeholders tidak hanya menuntut dikelola dengan baik tentu akan
tanggung jawab atas produk perusahaan, menimbulkan risiko antara lain: adanya
tetapi juga praktek dari kontraktor/pemasok demo, pemblokiran jalan, perusakan properti,
yang ikut berkontribusi pada produk tersebut, dsb dan jika hal tersebut dibiarkan tentu akan
sampai penggunaan produk yang dapat berdampak negatif lebih luas bagi
membahayakan konsumen. Bahkan perusahaan, seperti produksi terhambat,
Amaeshi, dkk (2008) menyebutkannya produktivitas berkurang, moral karyawan
sebagai boundariless responsibility, karena menurun hingga laba menurun.
banyak perusahaan multinasional (MNCs) Berikut ini adalah beberapa penelitian
yang dituntut bertanggung jawab sepanjang terkait dengan Corporate Governance, CSR
supply chain mereka. and Ethical Supply Chain: Hector Viveros
Supply chain bagi industri (2016) menemukan adanya pengaruh oleh
pertambangan memegang peranan penting. stakeholders untuk mengendalikan
Lins dan Horwitz (2007) menyatakan industri perusahaan tambang bertindak lebih
pertambangan sangat bergantung dengan bertanggungjawab dengan menggunakan
para pemasok/kontraktor hampir pada semua mekanisme lima prinsip: permintaan,
bagian operasionalnya. Mereka juga komunikasi, konseling, pengawasan dan
menyatakan sejak para pemasok dapat ikatan.
menghasilkan dampak lingkungan dan sosial Fawcett, Stanley E & Ogden, Jefrey

57
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

A., et all (2006) menyatakan ada empat jenis Aris (2004) Corporate governance adalah
dukungan manajemen yang dibutuhkan sebuah sistem dari suatu perbandingan dan
untuk mendapat tingkat tertinggi keseimbangan, baik itu internal dan eksternal
keberhasilan dalam rantai pasokan yakni perusahaan, dimana untuk meyakinkan
dukungan manajemen teratas. bahwa suatu perusahaan tidak melepaskan
Bjorklund (2010) memberikan tanggung jawab kepada seluruh pemangku
sebelas kegiatan yang berguna sebagai tolok kepentingan dan bertindak dengan cara
ukur dalam mengevaluasi kegiatan tanggung jawab sosial di seluruh area dari
pembelian suatu perusahaan. Pretious dan suatu kegiatan bisnis mereka.
Love (2006) melakukan penelitian mengenai Istilah “Corporate Governance” itu
latar belakang ketertarikan para retailer pada sendiri pertama kali diperkenalkan oleh
sourcing ethics dan pengembangan code of Cadbury Committee di tahun 1992 dalam
conduct sebagai petunjuk bagi ritel laporan mereka. Laporan ini dipandang
pembelian profesional. Sedangkan Preuss sebagai titik balik yang sangat menentukan
(2009) melakukan penelitian mengenai bagi praktik corporate governance di seluruh
ethical sourcing codes pada perusahaan di dunia. Menurut Cadbury Report dalam
Inggris yang telah mengadopsi FTSE100, Tjager, I Nyoman& Alijoyo, F Antonius, dkk
penelitian dilihat berdasarkan luasan, isi dan (2003, hal 26) definisi corporate governance
batasannya. adalah suatu sistem yang berfungsi untuk
Berdasarkan hal tersebut penting mengarahkan dan mengendalikan organisasi.
untuk melihat praktik corporate governance, Perkembangan corporate govenance
CSR dan ethical supply chain disetiap itu sendiri dapat dilihat sebagai upaya untuk
perusahaan tidak terkecuali pada industri mengakomodasi berbagai kepentingan
pertambangan. Penelitian ini diharapkan stakeholders yang berhubungan dengan
dapat berkontribusi dalam pengembangan korporasi. Syakhroza (2005, hal 10 )
corporate governance, CSR, dan ethical menyimpulkan bahwa akan ada masalah
supply chain di Indonesia. corporate governance jika terdapat (potensi)
konflik kepentingan di dalam perusahaan.
TINJAUAN PUSTAKA Kontraktor/ Pemasok Sebagai
Corporate Governance Stakeholders
Menurut Solomon, Jill & Solomon, Kontraktor/pemasok adalah

58
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

stakeholder atau pemangku kepentingan tidak menerapkan rantai pasokan yang etis.
suatu perusahaan yang dapat dirugikan atau Sementara pemasok/kontraktor
mendapat manfaat dari perusahaan, atau menginginkan kontrak terbaik untuk
haknya dapat dilanggar atau dihormati oleh memaksimalkan pendapatan sambil
perusahaan (Crane dan Matten, 2010). meminimalkan biaya, termasuk soal
Crane dan Matten (2010) berdasarkan lingkungan dan sosial, terutama
Rowley (1997) menyebutkan bahwa dalam ketenagakerjaan (Neef, 2004 dan Mamic,
network model stakeholder theory of the firm, 2005).
stakeholder perusahaan
(pemasok/kontraktor) juga punya hak dan Corporate Social Responsibility
kewajiban terhadap stakeholder mereka Dalam dunia praktis perusahaan
sendiri, yang seterusnya juga punya maupun akademis, corporate social
kewajiban terhadap stakeholder mereka responsibility diartikan beragam (Dahlsrud,
sendiri. Secara umum ethical supply chain 2008). Salah satu definisi yang relevan dalam
berdasarkan pada network model. kaitan dengan etika bisnis adalah definisi
Dalam konteks CSR di Indonesia, menurut Carroll dan Bucholtz (2009) bahwa
hubungan antara prinsipal dengan tanggung jawab sosial perusahaan
perusahaan lokal sebagai supplier ataupun menekankan pada ekspektasi masyarakat
rekanan, tidak saja berdiri diatas klausul secara ekonomi, hukum, etika dan
kontrak dan perhitungan ekonomi saja, philantropi.
namun juga perlu memperhitungkan dampak Amaeshi, dkk (2008) mendefinisikan
sosial ekonomi juga (Fajar ND, 2010). CSR sebagai komitmen suatu organisasi
Hubungan dengan melakukan usahanya dengan berperilaku
pemasok/kontraktor ini memang agak pelik, baik ekonomi dan lingkungan yang
karena adanya kepentingan yang berbeda. berkelanjutan dengan mengenali
Perusahaan yang membeli barang/jasa harapan/kepentingan para stakeholdersnya.
menginginkan kontrak yang value-for- CSR di Indonesia diatur dalam
money, dengan kualitas barang/jasa yang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
optimal, yang dipasok oleh perusahaan yang tentang penanaman modal (Fajar ND, 2010),
berkinerja lingkungan dan sosial yang baik pasal 15 huruf b, juga diatur dalam Undang-
pula, sehingga perusahaan aman dari tuduhan Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

59
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

Perseroan Terbatas (Fajar, 2010) pasal 1 Responsibility (PSR) yang mencakup isu-isu
angka 3: (Fajar ND, 2010). yang sangat luas, seperti: pekerja anak,
Dahlsrud (2008) menyatakan dari 37 kondisi kerja yang berbahaya bagi kesehatan
definisi CSR yang dianalisa, menunjukkan dan keamanan kerja, serta penyuapan dan
suatu fenomena. Namun berbagai definisi korupsi sebagai masalah khusus dalam
tersebut gagal menyajikan suatu petunjuk ethical sourcing.
bagaimana mengelola tantangan yang ada Carter dan Jennings (2002)
didalam fenomena itu. Karena itu yang menemukan bahwa CSR dapat meningkatkan
terpenting adalah bukan definisi CSR, tetapi hubungan pemasok dan kinerja. Kemudian
bagaimana memahami CSR, membangun Roberts (2003) menyatakan adanya
tanggung jawab sosial kedalam suatu hubungan antara reputasi, CSR dengan
konteks, dan bagaimana hal itu digunakan kondisi jaringan pemasok.
ketika strategi usaha dikembangkan. Ethical Supply Chain
Lins dan Horwitz (2007) secara Setelah konsep PSR, ada konsep
khusus meneliti soal keberlanjutan tanggung jawab lain yaitu melakukan Ethical
(sustainability) dalam industri Supply Chain. Menurut laporan UNGC
pertambangan. Dari lima perusahaan yang (2010), penting untuk melakukan ethical
diteliti, AngloAmerican menempati posisi supply chain karena di setiap siklus
tertinggi terbaik, sementara CVRD dan Inco pembuatan suatu produk terdapat dampak
menempati posisi bawah. sosial dan lingkungan atau eksternalitas pada
CSR Rantai Pasokan lingkungan dan manusia. Karena itu
Berubahnya lingkungan bisnis, perusahaan perlu memastikan akuntabilitas
dimana perusahaan dituntut bertanggung para pemangku kepentingan di sepanjang
jawab tidak hanya sebatas hukum rantai pasokannya agar memenuhi
(Andersend dan Larsen, 2009) membuat aturan/standar.
fungsi pembelian menjadi terkait dengan Seuring, dkk (2008) dalam Bjorklund
CSR dan mengalami perkembangan, dan (2010) menggambarkan area keberlanjutan
oleh Bjorklund (2010) dikenal sebagai Social dan Supply Chain Management merupakan
Responsible Purchasing (SRP). isu yang penting dan berkembang sangat
Namun Pretious dan Love (2006) cepat, sayang studi pustaka yang
memberikan istilah Purchasing Social disampaikan terlalu konseptual dan sulit

60
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

untuk menjadi petunjuk praktis. Terdapat beragam definisi mengenai


Pembahasan berikut akan code of conduct, berikut beberapa
mensintesiskan tiga sumber utama untuk definisinya: Mamic (2005) mendefinisikan
melakukan pengelolaan ethical supply chain code of conduct sebagai satu kumpulan
yakni Neef (2004), Bjorklund (2010) dan petunjuk dengan berbagai isu didalamnya.
AccountAbility dan Insight Investment Crane dan Matten (2010) mendefinisikan
(2004) sebagai best practice, juga disertai code of ethics yang juga disebut code of
hasil penelitian dari berbagai jurnal menjadi conduct sebagai suatu kumpulan perilaku etis
suatu kerangka untuk membahas ethical tertentu yang diharapkan untuk diikuti oleh
supply chain management. karyawan.
Berikut penjelasan ethical supply Ada empat jenis kode etik menurut
chain management yang dapat membantu Crane dan Matten (2010): (1)
perusahaan mengevaluasi kebijakan, sistem Organizational/corporate code of ethics,
dan praktik corporate governance yang berlaku hanya pada suatu organisasi. (2)
disepanjang rantai pasokannya: Professional code of ethics. Saat ini
1. Komitmen, Prioritas Dan Kode Etik profesional pembelian yang tergabung dalam
Perilaku organisasi seperti Chartered Institute of
Fungsi pembelian secara umum Purchasing and Supply juga harus menaati
dipersepsikan sebagai sangat berparadigma kode etik profesional mereka (CIPS, 2009).
komersial dan tidak memperhatikan masalah (3) Industry code of ethics. Industri
etik (Drumwright, 1995 dalam Crane dan pertambangan mempunyai asosiasi
Matten, 2010), karena keputusan komersial International Council on Mining and Metals
(yang paling murah, value-for-money) secara (ICMM) yang pada tahun 2003
umum dipersepsikan tidak sejalan dengan mengeluarkan Sustainable Development
pengenaan berbagai standar nonkomersial, Framework (semacam code of conduct bagi
seperti kasus Foxconn. Oleh sebab itu anggotanya, meski tidak disebut code of
Jamison dan Murdoch (2005) menekankan conduct) (ICMM, 2003). Kerangka tersebut
pentingnya membuat kode etik/perilaku kemudian dilengkapi dengan komitmen pada
khusus untuk kontraktor/pemasok dan 2008 untuk pelaporan keberlanjutan, dan
berbeda dengan kode etik perusahaan yang independent assurance. X Brazil (termasuk
berlaku internal. PT. X) tidak menjadi anggota asosiasi ini. (4)

61
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

Programme/group code of ethics. Kode etik pembuatan kebijakan, serta selalu


semacam ini biasanya dikeluarkan oleh mendorong manajemen menengah dan
semacam koalisi organisasi yang mempunyai bawah untuk menerapkan kebijakan ini.
kepentingan sama, misalnya kode etik bagi Dari segi konten, AccountAbility dan
yang ingin mendapatkan sertifikasi Fair Insight Investment (2004) menekankan
Trade. adopsi terhadap standar yang diterima secara
internasional, seperti ILO, yang diakui
sebagai best practices dalam kode etik.
Jamison dan Murdoch (2005) menyatakan
umumnya kode perilaku meminta
pemasok/kontraktor untuk mematuhi hukum
yang berlaku dan beberapa standar
Sumber: Mamic, 2005
internasional, seperti ILO dan Piagam
Gambar 1
Proses Implementasi Kode Perilaku Kemanusiaan dari UN.
Mamic (2005) menyebutkan bahwa Konten visi dan kode perilaku
proses pembentukan visi (termasuk kode biasanya berisi beberapa isu yang menjadi
perilaku) pada tingkat perusahaan MNC dan perhatian masyarakat dan industri serta
pemasok/kontraktor sangatlah penting. Ini adopsi dari berbagai standar internasional
perlu didorong oleh keterlibatan aktif atau kode etik industri atau asosiasi. Studi
manajemen atas, karena tanpa keterlibatan oleh OECD (2001) menemukan bahwa
mereka implementasi visi baru sulit berjalan berdasarkan survai terhadap 246 kode etik
karena kurangnya sumber daya atau karena dari 23 negara, mayoritas berisi komitmen
tentangan internal karena akan ada perubahan dalam bidang ketenagakerjaan (disebut
prioritas perusahaan (lihat gambar 1). dalam 148 kode) dan lingkungan (145). Isu
Neef (2004) menyebutkan hal serupa lainnya seperti perlindungan konsumen dan
bahwa perlu ada komitmen tingkat tinggi suap tidak mendapat perhatian seluas kedua
untuk memperkenalkan corporate ethical hal di atas.( Gambar 2)
supply chain policy, pernyataan nilai
perusahaan, dan kode perilaku. Kemudian
juga manajemen senior juga secara aktif
mendorong dan berpartisipasi dalam

62
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

internasional seperti dari ILO atau OECD.


Kode etik kelompok perusahaan MNC ini
sesuai dengan pengertian organizational
boundary yang dimaksud oleh GRI (2011).
Andersen dan Larsen (2009) menemukan
Sumber: OECD (2001)
bahwa CSR untuk rantai pasokan adalah
Gambar 2
Konten dalam Kode Perilaku melekatnya CSR di dalam seluruh organisasi,
Dari segi sasaran audiens kode,
termasuk anak perusahaan dan para pemasok
OECD (2001) juga menemukan tiga kategori
yang tak punya keterkaitan organisasi.
utama kode perilaku perusahaan, yaitu 1)
3. Pelibatan Stakeholders Dalam Adopsi
kode perilaku untuk pemasok/kontraktor dan
Kode Perilaku Global
mitra bisnis, 35%; 2) komitmen publik, 34%;
Proses formulasi/adopsi CoC ini juga
dan 3) kode perilaku untuk karyawan
perlu melibatkan dialog dengan stakeholder
perusahaan, 31%. (Gambar 3)
internal perusahaan, seperti karyawan,
serikat pekerja (lihat gambar 1, Mamic:
2005). Neef (2004) juga menekankan
perlunya pelibatan pemangku kepentingan
eksternal, seperti komunitas lokal,
Sumber: OECD (2001) pemerintah, aktivis dan mitra bisnis
Gambar 3 perusahaan. Hal yang sama dikatakan oleh
Segi Sasaran Audiens dalam Kode Perilaku
2. Formulasi Ethical Supply Chain Policy Fransen dan Kolk (2007) dalam Preuss
Dan Adopsi Kode Induk (2009) bahwa kode yang dibuat jauh
Mamic (2005) menemukan bahwa melebihi tingkatan perusahaan perseorangan
dalam formulasi visi baru, biasanya MNC adalah kode yang memasukkan potensi
mempunyai satu visi yang bersifat global, eksternal stakeholders seperti NGO atau
dan kemudian diterjemahkan dan diadopsi pemerintah, dimana mereka menawarkan
untuk tiap-tiap perusahaan cabang oleh suatu untuk bertukar pengetahuan disepanjang
tim khusus. Proses adopsi ini dilakukan batas-batas perusahaan, dan membangun
dengan melihat kekhususan hukum, aturan, konsesi dengan stakeholders yang lebih luas
kode perilaku lainnya, seperti inisiatif lagi.
industri tertentu yang lebih maju atau standar AccountAbility dan Insight

63
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

Investment (2004) bahkan mensyaratkan perusahaan. Neef (2004) menyebutkan


keterlibatan dalam organisasi semacam perlunya alignment (proses penyamaan)
Ethical Trading Initiative, yang artinya manajemen menengah dan yang dibawahnya,
anggotanya mengadopsi standar dari untuk menerapkan kebijakan tersebut.
organisasi tersebut sebagai Mamic (2005) menemukan pola
Programme/group code of ethics. pembagian peran di antara berbagai
4. Tata Kelola Di Dewan Komisaris Dan departemen, yaitu CSR, Purchasing, HR dan
Direksi Produc Design/Development dengan
AccountAbility dan Insight berbagai kepentingan mereka, yang kadang
Investment (2004) menyebutkan lebih bertentangan, seperti bagian purchasing yang
spesifik lagi, bahwa dari segi tata kelola, prioritasnya value-for-money dan kurang
perlu ada keterlibatan pada level executive memprioritaskan isu ketenagakerjaan
board sub-committee atau executive board perusahaan kontraktor, dengan CSR yang
member. ingin menjaga reputasi perusahaan.
Dalam praktek di berbagai MNC, Jika kebijakan sudah dapat diterima
ethical supply chain policy ini ditandatangani seluruh tingkat manajemen dan karyawan
oleh pejabat senior perusahaan, seperti oleh dalam organisasi dan tidak terbatas pada
CEO di Anglo American Plc (2010), Head of manajemen atas, kode perilaku perlu
Global Business Service di Rio Tinto (2011), disatukan bukan hanya pada strategi dan
serta VP dan Chief Procurement Officer di kebijakan tetapi juga ke dalam sistem
IBM (2004). Kemudian perlu ada perhatian manajemen, proses organisasi dan budaya
tingkat tinggi dari dewan komisaris (dalam dimana dapat mempengaruhi kehidupan
sistem tata kelola Indonesia dalam sub sehari-hari (Nijhof dkk, 2003). Hal yang
komite di bawah Dewan Komisaris terkait sama dikatakan oleh Pedersen dan Andersen
pembangunan berkelanjutan atau sosial dan (2006) namun selain komitmen juga
lingkungan hidup. diperlukan motivasi.
5. Penanggung Jawab Dan Pembagian
Tugas Antar Departemen METODE PENELITIAN
Setelah ada komitmen tingkat tinggi, Penelitian ini menggunakan metode
visi dan kebijakan baru tersebut harus kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
diimplementasikan dalam manajemen Metode penarikan sampel yang digunakan

64
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

pada penelitian ini adalah purposive telah diperoleh dari pihak-pihak yang dapat
sampling yaitu penarikan sampel dipercaya baik itu data primer maupun
berdasarkan pertimbangan dimana sampel sekunder. (Usman dan Akbar, 2003)
yang dipilih didasarkan pada motif dan target Metode analisa data yang digunakan
tertentu, sampel disini adalah para adalah menggunakan analisis interaktif.
narasumber dan informan (Basrowi dan Kemudian untuk penyajian data, penulis
Suwandi, 2008). membuat tabel seluruh pertanyaan dan
Teknik pengumpulan data yang jawaban dari para pewawancara
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: mengumpulkannya secara tersusun rapih
1)Wawancara Perorangan, Wawancara hingga bisa dianalisa. Data seperti catatan
yang digunakan kepada para narasumber hal-hal penting, data dari perusahaan terkait
lima orang karyawan PT. X dan enam orang tema penelitian, catatan penting dari laporan
karyawan kontraktor adalah wawancara semi tahunan, keberlanjutan, pemberdayaan
terstruktur. 2. Dokumentasi, Menurut masyarakat semuanya dicatat dan
Moleong (2008) dalam Herdiansyah (2010, dikumpulkan agar mudah dipahami.
hal 145) dokumen resmi dapat dibagi Pada akhirnya, penulis menarik
menjadi dua kategori, yaitu dokumen internal kesimpulan/verifikasi. Semua proses analisa
dan dokumen eksternal. data ini dilakukan berlanjut, berulang-ulang
Alat instrumen yang digunakan dan terus menerus hingga ditemukan
dalam penelitian ini adalah daftar wawancara kesimpulan akhir. (Miles dan Huberman,
semi terstruktur, catatan lapangan, kamera 1992).
digital, dan rekaman wawancara yang
dilakukan dengan menggunakan handphone. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini tidak memiliki kriteria Objek Penelitian
khusus dalam penyeleksian narasumber PT. X berdiri sejak 1968 dengan
sepanjang mereka bersedia dan dipercaya nama PT. Y. Mulai 27 September 2011, telah
memahami konteks ethical supply chain serta berubah nama menjadi PT. X sesuai
dapat berkontribusi di penelitian ini. persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham
Agar kredibilitas penelitian ini bisa Luar Biasa. Perubahan nama itu dibuat untuk
dipenuhi maka dilakukan triangulasi data menyelaraskan PT. X Perseroan secara lebih
yaitu memeriksakan kebenaran data yang baik dengan operasi X lainnya di seluruh

65
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

dunia, setelah dibeli oleh perusahaan ada (PT Y, 2010)


tambang X dari Brazil, dari pemilik lamanya Fokus utama dari kode etik/code of
Y Ltd. dari Kanada. Pemakaian nama PT. Y conduct PT. X adalah melakukan praktik tata
atau PT. X akan bergantian digunakan, sesuai kelola perusahaan yang baik dan mencapai
konteks dan waktunya (sebelum 27 tujuan usaha dengan tanggung jawab sosial,
September 2011 akan disebut PT. Y). menghargai karyawannya, melestarikan
PT. X merupakan perusahaan lingkungan hidup dan berkontribusi terhadap
multinasional produsen nikel utama dunia. pengembangan masyarakat secara aktif.
Nikel adalah logam serba guna yang berperan Pemahaman karyawan internal PT. X
penting meningkatkan taraf hidup dan terhadap fokus utama code of conduct
mendorong pertumbuhan ekonomi. Seluruh perusahaan yaitu perusahaan fokus kepada
produksi dijual berdasarkan kontrak jangka nilai-nilai perusahaan, keberlanjutan dan
panjang kepada pabrik pemurnian di Jepang. komitmen perusahaan, visi dan misi, serta
PT. Y hanya beroperasi di Indonesia komitmen. Berikut salah satu kutipan yang
dan landasan operasinya berdasarkan menyatakan hal tersebut:
Kontrak Karya dengan Pemerintah Indonesia “Menurut saya komitmen, integritas dan
corporate value merupakan fokus utama dari
pada 27 Juli 1968 yang sudah diperbarui pada code of conduct PT. X” (Darwis, wawancara,
26/09/11).
15 Januari 1996 dan berlaku sampai 28 Dari berbagai poin, ada beberapa poin
Desember 2025. Area perusahaan seluas penting terkait ethical supply chain dalam
218.529 ha, meliputi wilayah Sulawesi kode etik perilaku karyawan PT X, ternyata
Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi belum semua karyawan mengerti adanya
Tengah, yang sejak 2010 telah dikembalikan bagian yang menyatakan tentang ethical
sebesar 28.000 ha. supply chain di dalam kode perilaku dan
Corporate Governance, CSR dan Ethical kebijakan strategis perusahaan. Tiga orang
Supply Chain yaitu Ashraf, Bambang dan Darwis
1. Komitmen, Prioritas Kebijakan dan mengatakan ada bagian yang menyatakan
Kode Etik Perilaku tentang ethical supply chain dalam code of
PT. X menyatakan komitmen conduct perusahaan, berikut contoh dari
perusahaan dalam sustainable development salah satu kutipan yang menggambarkan hal
dan ethical supply chain terlihat pada visi, itu:
misi, sasaran strategis dan nilai-nilai yang “Ya ada di business of conduct dan code of

66
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

conduct departemen SCM khususnya sasaran di komunikasikan melalui surat edaran


perusahaan..ada tapi tersirat” (Ashraf,
wawancara, 27/09/11). Manajer SCM (Supply Chain Management,
Rudi mengatakan tidak tahu tapi
sekarang GM Puchasing, Contract &
mungkin ada, sedangkan Endi mengatakan
Warehouse) pada 26 September 2005, yang
tidak ada secara umum, berikut kutipan yang
berisi pernyataan komitmen PT. Y pada
menggambarkan hal tersebut:
aspek ketenagakerjaan kontraktor/pemasok.
“Tidak tahu, tapi mungkin ada dibagian
sasaran perusahaan” (Rudi, wawancara, Pernyataan komitmen PT. Y ini telah
27/09/11).
“Secara umum dalam code of conduct tidak disahkan oleh Chief Of Operation (COO) PT.
ada (sambil membaca-baca code of conduct Y. Pernyataan komitmen ini diadopsi dari Y
dalam komputernya)” (Endi, wawancara,
29/09/11). Ltd dan sumber lainnya, serta disesuaikan
Dalam kode perilaku karyawan sudah
dengan kondisi lokal. Kode ini belum
mencakup beberapa poin yang terkait dengan
mengalami perubahan sejak 2005.
ethical supply chain policy, maka tidak ada
Pada tahun 2005, PT. Y juga telah
kode perilaku khusus bagi staf PCW. Sebagai
mengeluarkan Environment, Health & Safety
bagian dari peningkatan profesionalisme, staf
Policy yang ditandatangani langsung oleh
PCW banyak yang dibiayai perusahaan untuk
CEO dan COO dan dibagikan ke seluruh
mengambil sertifikasi dari CIPS (Certified
departemen dan pemasok lengkap dengan
Institute of Purchasing and Supply),
tanda tangan CEO dan COO tersebut.
organisasi profesi pembelian yang bergengsi.
Kebijakan EHS tersebut merupakan adopsi
CIPS mempunyai kode profesional yang
Environment, Health & Safety Policy dari
komprehensif yang berlaku bagi anggota dan
induk perusahaan Y Ltd, dan ditandatangani
pemegang sertifikatnya. Dengan sertifikasi
oleh CEO dan COO Y Ltd. EHS Policy ini
profesional ini, maka standar kompetensi dan
kemudian diperbarui pada tahun 2008 dan
profesional yang harus dipenuhi oleh staf
ditandatangani oleh CEO dan COO PT. Y.
pembelian akan semakin tinggi. Selain itu,
Berdasarkan temuan tersebut,
kode perilaku untuk karyawan dan kontraktor
komitmen ethical supply chain policy perlu
juga mengambil substansi dari kode
ada pijakannya pada kebijakan strategis
profesional CIPS.
perusahaan, yaitu pada Visi, Misi dan Nilai-
PT. X telah memiliki kebijakan
Nilai Perusahaan, serta dioperasionalkan
terkait ethical supply chain, yaitu berupa
dalam bentuk kode perilaku bagi karyawan
kode perilaku kontraktor (Business Conduct
dan kontraktor. Pijakan dalam kebijakan
Guidelines & Ethical Practices Policy) yang

67
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

tingkat tinggi perusahaan ini dapat berbentuk pemegang saham, dan ketiga komitmen
komitmen terhadap pembangunan sosial kepada berbagai pihak, yang dalam
berkelanjutan, komitmen untuk selalu Piramida CSR Carrol dan Buccholtz (2010)
bertindak etis, dan mendukung standar disebut sebagai tanggung jawab ekonomi
kinerja lingkungan, kesehatan dan kepada pemegang saham, karyawan,
keselamatan kerja serta ketenagakerjaan pemerintah, pelanggan dan pemasok.
yang progresif, baik pada internal perusahaan Pada sasaran perusahaan terdapat
maupun pada mitra bisnis perusahaan. bagian terkait praktik etis rantai pasokan
Pernyataan Visi dan Misi ini secara yaitu perusahaan berkomunikasi secara pro-
jelas mengkomunikasikan komitmen aktif dengan para pemangku kepentingannya
sustainability dari PT. X. Dalam pernyataan termasuk pemasok. Nilai-nilai perusahaan
Visi, dinyatakan bahwa perusahaan akan menjadi pemandu perilaku operasi
melebihi standar kesempurnaan dalam perusahaan, dengan penekanan yang kuat
manajemennya, sejak eksplorasi sampai terhadap sustainability, seperti pernyataan
operasional. Ini mencerminkan komitmen etika dan transparansi, kesempurnaan
perusahaan untuk tidak hanya kinerja, tangung jawab ekonomi, sosial dan
memperhatikan tanggung jawab Ekonomi lingkungan hidup, serta prioritas kesehatan
dan Hukum, tetapi juga Etis dan Filantrofis, dan keselamatan.
dalam kerangka piramida CSR Carrol dan Namun sayang, masih banyak para
Buccholtz (2010). Dalam pernyataan Misi, karyawan internal yang belum memahami
komitmen sustainability juga terlihat jelas akan code of conduct perusahaan terutama
sebagai faktor penting dalam operasi terkait dengan ethical supply chain ini.
perusahaan mentransformasi sumber daya Padahal seharusnya code of conduct melekat
mineral di Indonesia. pada setiap masing-masing karyawan,
Sasaran strategis dan nilai ini juga manajemen perusahaan, proses organisasi
menggambarkan komitmen sustainability dan budaya dimana dapat mempengaruhi
dan triple bottom line dari PT. X. Sasaran kehidupan sehari-hari (Nijhof dkk, 2003).
pertama menggambarkan komitmen Dari sisi prioritas, kebijakan (visi,
lingkungan dan keselamatan kerja nilai, kode perilaku yang terkait dengan CSR
perusahaan. Sasaran kedua menyatakan atau pembangunan berkelanjutan dan ethical
komitmen ekonomi perusahaan kepada supply chain) perlu ditetapkan pada level

68
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

tertinggi perusahaan, baik melalui review atas yang kuat.


Dewan Direksi maupun Dewan Komisaris, Akan lebih baik lagi jika kode etik
agar visi tersebut dapat diterjemahkan dalam perlaku kontraktor selalu diperbaharui dan
prioritas dan kebijakan manajemen dan dievaluasi tiap tahunnya dan ditandatangani
ditandatangani oleh pejabat senior oleh dewan direksi yang menangani bagian
perusahaan (CEO, COO atau anggota dewan pembelian.
direksi yang menangani fungsi purchasing). Kode perilaku seharusnya mencakup
harapan-harapan dan yang harus dihindari
Komitmen ethical supply chain PT. X
dari segi sosial dan lingkungan. kode perilaku
sudah sejalan dengan Neef (2004) dan
di PT. X lebih mencakup sosial terutama
Mamic (2005) yang menyatakan kebijakan
ketenagakerjaan, komitmen profesionalisme
memerlukan komitmen tingkat tinggi.
dan integritas/kepentingan, sedangkan
Komitmen PT. X dinyatakan dengan adanya
standar lingkungan diatur terpisah dalam
code of conduct bagi kontraktor dalam hal
EHS policy. Menjadikan kode tersebut
sosial (terutama ketenagakerjaan, integritas
kurang komprehensif.
etis/ konflik kepentingan) dan sedikit
Walau terpisah, namun PT. X
menyinggung EHS (karena diatur dalam EHS
memperkenalkan business conduct dan EHS
policy tersendiri), yang ditandatangani oleh
policy selalu disampaikan bersama-sama,
Manajemen Senior (Manajer SCM, sekarang
misalnya pada saat menandatangi kontrak
GM PCW, yang telah disetujui oleh COO).
juga menandatangani business conduct dan
Sehingga prioritas kebijakan yang
EHS policy. Sebaiknya tiap tahun juga
dikeluarkan PT. Y kurang kuat karena surat
diberikan refreshment kepada para karyawan
edaran kode perilaku kontraktor
dalam bentuk surat kepada para kontraktor.
ditandatangani oleh Manajer bukan COO
2. Formulasi Ethical Supply Chain Policy
langsung.
dan Adopsi Kode Induk
Sebaiknya supplier code of conduct
PT. X juga membuat pedoman
perlu ditandatangani dan dikomunikasikan ke
perilaku untuk kontraktor yang dibangun di
seluruh kontraktor melalui surat oleh CEO,
atas dasar nilai-nilai integritas, kejujuran dan
COO atau anggota dewan direksi yang
rasa hormat. Kontraktor serta mitra bisnis PT.
menangani fungsi purchasing atau bahkan
X harus memenuhi ketentuan hukum,
ditaruh di media seperti web perusahaan
peraturan dan persyaratan lain dan
untuk menunjukkan komitmen manajemen

69
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

dilampirkan di dalam kontrak kerja mereka, mempertahankan hak mereka. (PT. Y (2005),
dan harus ditandatangani sebagai bukti ILO (2003 ), OECD (2008) dan UNGC
bahwa kontraktor memahami dan menerima (2011).
standar-standar yang dimiliki oleh PT. X. Berdasarkan hal tersebut, kode
Kode perilaku untuk kontraktor perilaku dari perusahaan induk perlu
secara resmi disebut sebagai Y Supplier disesuaikan dengan kondisi lokal, tetapi tetap
Conduct Guidelines and Ethical Practices mengacu pada standar yang berlaku
Policy/ Pedoman Tentang Perilaku internasional, seperti dari ILO atau OECD
Supplier di PT. Y dan Kebijakan Praktek- dan kode perilaku untuk karyawan dan
Praktek Yang Etis, pada dasarnya kontraktor perlu mencantumkan praktek
merupakan adopsi dari Y Ltd. Kanada yang yang diharapkan maupun yang perlu
(sebelum diakuisisi oleh X Brazil) yang dihindari (AccountAbility dan Insight
berlaku menyeluruh untuk semua perusahaan Investment, 2004, dan Jamison dan Murdoch,
dibawah Y Ltd. Seorang superintendent di 2005).
SCM pada saat itu tahun 2005 diberi tugas Kode perilaku untuk kontraktor di
melakukan adopsi terhadap kebijakan global PT. X pada dasarnya merupakan adopsi dari
Y Ltd. dan menyesuaikan dengan standar Y Ltd Kanada pada tahun 2005 dan disetujui
yang berlaku internasional dan konteks di PT. oleh COO sebagai bagian dari 3P (Program
Y, seperti ILO dan OECD, serta kode Peningkatan Produktivitas). Ini sesuai
profesional dari CIPS (Chartered Institute of praktek yang baik, dimana komitmen ethical
Purchasing and Supply). supply chain berlaku dalam satu kelompok
Kode perilaku kontraktor PT. Y perusahaan, sesuai pengertian GRI bahwa
sendiri sudah sesuai dengan standar organizational boundary, mengakui adanya
internasional dari ILO, OECD dan UN pengaruh perusahaan terhadap upstream dan
Global Compact. Dimana PT Y tidak downstream supply chain (operational
mempekerjakan anak-anak, tidak boundary). PT. Y juga menyesuaikan kode
mempekerjakan dengan paksaan, tidak global dari Y Ltd dengan kondisi lokal,
membayar gaji yang rendah, tidak ada ditambah dengan referensi lain dari standar
kondisi kerja yang buruk, adanya keamanan yang berlaku internasional, seperti dari ILO
dan kesehatan yang layak, dan tidak dan kode profesional CIPS.
mengintimidasi pekerja yang Sebaiknya kode perilaku etis tersebut

70
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

dilakukan pemutakhiran yang mengacu ke proses adopsi, memang belum tampak


Sustainable Development Framework group partisipasi dari pihak lain secara internal (staf
X global, agar ada keseragaman satu group. lain di SCM atau departemen lain) dan
3. Pelibatan Stakeholders Dalam Adopsi pelibatan pihak luar, terutama kontraktor
Kode Perilaku Global maupun dinas yang terkait (Dinas
Sebenarnya induk perusahaan di Ketenagakerjaan dan Bapedal/Badan
Brazil, telah mengadopsi Sustainable Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah).
Development Framework yang mengacu ke Padahal pelibatan stakeholders diperlukan
ICMM (International Council of Mining and supaya ada partisipasi yang membuat mereka
Metals), organisasi industri pertambangan merasa memiliki kode perilaku tersebut
dan logam, yang membuat standar (Neef, 2004).
pembangunan berkelanjutan. Tetapi belum 4. Tata Kelola Pada Tingkat Dewan
terdengar upaya dari PT. X untuk Komisaris
memutakhirkan business conduct kontraktor Sampai pertengahan tahun 2008, PT.
sesuai dengan kerangka ICMM. Y mempunyai Komite Penasihat, yang
“Tidak pernah melibatkan stakeholder lain dibentuk oleh Dewan Komisaris, bertugas
karena PT. Y sudah langsung mengadopsi
dari Y limited…disesuaikan dengan kondisi memberikan nasihat kepada Dewan
PT .Y sendiri dan tentu mengadopsi standar-
standar internasional…” (Ashraf, Komisaris dan Dewan Direksi mengenai
wawancara, 27/09/11).
seluruh aspek keindonesiaan operasi dan
Namun implementasi ethical supply
kebijakan PT. Y, dengan penekanan khusus
chain ditemukan adanya pelibatan
pada hubungan PT. Y dengan pemerintah
stakeholders kontraktor, pemerintah, tokoh
pusat dan menjembatani hubungan dengan
masyarakat, dsb, khususnya untuk program
penduduk setempat. Komite Penasihat
ICSF (Integrated Contractor System
diwajibkan bertemu empat kali setahun (PT.
Framework). Berikut salah satu kutipan yang
Y, 2007). Komposisi keanggotaan pada tahun
menggambarkan hal tersebut:
“Ya..bisa dibilang ya, sebagai patokannya 2007 adalah tiga orang warga negara
adanya ICSF sebelum semua sistem dibuat Indonesia, dua orang merupakan anggota
sendiri. Tahun 2008/2009 program ICSF
dibuat dengan melibatkan para stakeholders” Dewan Komisaris, yang juga mantan menteri
(Bambang, wawancara, 29/09/11).
“Ada forum diskusi, diskusi secara langsung pertambangan dan mantan duta besar, dan
dengan kontraktor dan masyarakat juga PT
Y. Sekarang hasil ICSF sudah dijadikan satu orang independen, yang merupakan
sistem…”(Bambang, wawancara, 29/09/11).
tokoh masyarakat lokal Mining Town dan
Berdasarkan hal tersebut, dari segi

71
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

mantan pejabat tinggi Departemen Sosial dan membahas kinerja sosial perusahaan, dari
Pendidikan (PT. Y, 2008). Pada tahun 2008, segi perencanaan kebijakan, pelaksanaan
PT. Y secara resmi membubarkan Komite maupun monitoring dan evaluasi. Komite
Penasihat setelah dikaji oleh konsultan Audit misalnya bertemu secara rutin
independen dalam Corporate Governance membahas masalah audit internal dan
Review (PT. Y, 2009). Pada tahun 2007, eksternal. Yang biasanya terjadi adalah, salah
Komite ini sudah tidak mengadakan satu anggota Komite, seorang mantan pejabat
pertemuan lagi. tinggi Departemen Sosial yang juga putra
Komite lainnya adalah Komite dari Kepala Desa Mining Town pada saat PT.
Urusan Regional, yang dibentuk Dewan Y berdiri, menjadi tempat konsultasi
Komisaris pada akhir tahun 2006 (PT. Y, informal jika terjadi sesuatu dalam hubungan
2007). Komite ini terdiri dari tiga anggota sosial perusahaan dengan masyarakat, seperti
warga negara Indonesia yang diangkat setiap ketika terjadi demo atau blokade yang
tahun oleh Dewan Komisaris, sekurang- berkepanjangan.
kurangnya satu anggota haruslah merupakan Rapat Dewan Komisaris lebih
Komisaris Independen. Komite diwajibkan membahas kinerja ekonomi perusahaan.
membantu Dewan Komisaris dalam menjalin Kalau pun menyinggung soal pembinaan
dan membina hubungan dengan pemerintah kinerja etis (sosial dan lingkungan)
provinsi, regional dan lokal dan dalam kontraktor, itu dalam kerangka 3P atau ICSF
berhubungan dengan penduduk setempat. dan tidak dilakukan secara khusus.
Komite diwajibkan mengadakan tidak Berdasarkan temuan tersebut,
kurang dari empat pertemuan setahun. Meski mengingat pentingnya ethical supply chain
sudah ditulis dalam Laporan Tahunan 2006 policy terhadap operasi dan reputasi
(PT. Y, 2006), Komite tersebut akhirnya perusahaan, manajemennya perlu dipimpin
dibubarkan meski belum pernah langsung oleh pejabat senior perusahaan dan
menyelenggarakan pertemuan resmi. diberikan perhatian yang memadai pada level
Dalam komunikasi pribadi di luar Dewan Komisaris (AccountAbility dan
wawancara dengan beberapa pihak, Insight Investment, 2004).
disebutkan bahwa Komite Penasihat ini
MNC saat ini lazimnya mempunyai
secara umum memang kurang difungsikan,
semacam komite penasihat bidang
berlainan dengan Komite Audit, untuk
pembangunan berkelanjutan/etis (sosial dan

72
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

lingkungan) yang dibentuk Komisaris (atau maupun kecil. Anggota CBM ini adalah para
BoD dalam rezim Anglo-America) atau GM dari berbagai departemen, yaitu GM
kumpulan penasihat independent perorangan PCW, GM Mining, GM External Relations,
yang berkompeten dan berintegritas dan GM Internal Audit, dan GM Controller.
nonstruktural yang memberi nasihat kepada Fungsi CBM ini adalah advisory
Dewan Komisaris dan Direksi. kepada GM PCW, dimana keputusan akhir
PT. Y sampai 2007 mempunyai untuk kontrak tetap ditangan GM PCW.
Komite Penasihat dan Komite Urusan CBM juga melakukan evaluasi atas usulan
Regional, yang sayangnya belum difungsikan policy terkait SCM, seperti usulan
untuk memberi nasihat kepada Dewan prakualifikasi, evaluasi para pemasok dan
Komisaris dan Direksi terkait hubungan kontraktor secara periodik, kebijakan ethical
kepada pemerintah pusat dan daerah, serta supply chain dan proses kontrak. Hasil CBM
masyarakat, termasuk diantaranya mitra dan keputusan GM PCW secara manajerial
bisnis yang berasal dari masyarakat setempat. dilaporkan oleh GM PCW ke VP yang
Perhatian Dewan Komisaris terhadap membidangi purchasing. Akan tetapi para
praktek dari ethical supply chain policy akan prakteknya, CBM lebih terkait dengan
menjadikan manajemen lebih serius dalam persetujuan kontrak saja, karena ethical
melaksanakan, mulai dari menjadikan supply chain policy sudah ditangani oleh 3P
sebagai proritas kebijakan, memberikan dan ICSF. Setelah 3P dan ICSF selesai, CBM
sumber daya yang memadai sampai menjadi tetap lebih berfungsi dalam persetujuan
komponen penilai kinerja manajemen. kontrak dan tidak menyinggung level
5. Penanggung Jawab Dan Pembagian kebijakan.
Tugas Antar Departemen Dari segi manajemen operasional,
Pada level manajemen, PT. X implementasi ethical supply chain policy
mempunyai Contract Board Meeting (CBM), tersebar ke beberapa departemen, dimana
yaitu mekanisme untuk memastikan tata pada aspek kinerja sosial (terutama
kelola pada proses kontrak berjalan dengan ketenagakerjaan), PCW dibantu oleh
baik dan berbagai pertimbangan, termasuk External Relations dan kadang oleh Human
sosial, lingkungan, kepatuhan terhadap Resources. Untuk pembinaan kinerja
prosedur, ekonomis, dipertimbangkan lingkungan, kesehatan dan keselamatan
sebelum suatu kontrak diberikan, baik besar kerja, dilakukan terpisah oleh EHS untuk

73
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

karyawan kontraktor secara kontinu dan tidak kontraktor, dan karyawan kontraktor terkait
terkait pada program khusus yang sedang penggajian, tunjangan dan lembur untuk
berjalan. karyawan kontraktor.” Ada tujuh variabel
Secara umum, pembinaan kinerja etis yang diterjemahkan kedalam kuesioner yang
kontraktor menjadi salah satu bagian dalam disebar diwilayah pemberdayaan PT. Y
3P (Program Peningkatan Produktivitas) dengan mempertimbangkan keterwakilan
pada kurun 2004-2008, yaitu program untuk kontraktor dan wilayah.
mencapai tingkat produksi 200 juta pon per Survai menemukan adanya
tahun dan ICSF (Integrated Contractor kekurangtahuan para karyawan kontraktor
System Framework pada kurun 2008-2010). terkait hak-hak mereka adalah 55 persen para
PT. Y mulai secara serius karyawan merasa tidak ada sosialisasi dari
memperhatikan para pemasok dan kontraktor kontraktor maupun dinas kerja. Sehingga
sebagai pemangku kepentingan sekitar tahun mereka mendapatkan informasi dari
2005, melalui 3P (Program Peningkatan perorangan. Hampir 51 persen para karyawan
Produktivitas). Program tersebut dibuat kontraktor tidak paham terhadap peraturan
karena banyaknya keluhan karyawan Ketenagakerjaan dan hampir 59 persen
kontraktor terkait penggajian, tunjangan dan mereka tidak pernah diberitahu akan hak-hak
lembur seperti kurang transparannya sistem yang harus mereka peroleh. Dalam 3P,
penggajian mereka, kurang terjaminnya hak karyawan kontraktor yang menangani
normatif, dan lainnya. pekerjaan tertentu juga diberikan pelatihan
Oleh karena itu PT. Y mengeluarkan project management.
surat edaran pada 26 September 2005. Setelah tahun 2008 program 3P
Dengan adanya surat edaran tersebut PT. Y selesai dan dilanjutkan dengan program
menginginkan seluruh pihak yang terlibat ICSF. ICSF atau Sistem Pengelolaan
dalam rantai nilai tambah dapat terjamin Kontraktor Terpadu diperkenalkan pada
kontinuitas dan transparansi hak normatif tahun 2009 untuk menyelaraskan kinerja
para karyawan kontraktor sehingga kontraktor dengan obyektif pekerjaan
memberikan kenyamanan dan ketenangan melalui pengurangan jumlah perubahan
dalam bekerja. kontrak, pekerjaan tambahan, variasi
Surat edaran tersebut meliputi pekerjaan, dan pekerjaan ulang. ICSF juga
pertanyaan survai “pendapat dan harapan ditujukan untuk memberdayakan kontraktor

74
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

lokal agar memenuhi standar pekerjaan. dengan GM serta manajer departemen terjadi
Setelah penerapan ICSF, tingkat secara rutin. Ada pertemuan alignment tiap
keberhasilan perusahaan lokal dalam bulan, dan pertemuan teknis per program
memperoleh kontrak meningkat 17% dari mingguan. Setelah ICSF berakhir pada 2010,
total nilai seluruh kontrak yang disetujui pada pertemuan hanya dilakukan jika ada sesuatu
2009. Sangat disayangkan program yang keperluan yang tak direncanakan.
harusnya berkesinambungan karena berbagai Berdasarkan temuan tersebut, di PT.
hal belum dilanjutkan kembali. Forum X, implementasi ethical supply chain policy
diskusi dan pertemuan antara pihak dipimpin oleh GM PCW yang bertanggung
perusahaan dengan kontraktor sudah jarang jawab kepada VP Director of Human
dilakukan. Resources and Corporate Services. Akan
Dalam program 3P dan ICSF, selain lebih baik lagi jika keterlibatan VP ini bisa
masalah ketenagakerjaan karyawan lebih langsung, untuk memperlihatkan
kontraktor, PT. Y juga menyelenggarakan perhatian manajemen puncak perusahaan
berbagai program pelatihan untuk karyawan terhadap isu ethical supply chain, seperti
kontraktor yang pada posisi manajer proyek, pada banyak MNCs yang pejabat setingkat
untuk meningkatkan kinerja mereka dan pada VP memimpin langsung kebijakan ini, mulai
akhirnya kinerja PT. Y. dari formulasi dan pemutakhiran kebijakan
Implementasi oleh berbagai agar harmonis dengan kebijakan global
departemen ini kadang memunculkan PT.X, manajemen implementasi kebijakan
perbedaan kepentingan sesuai dengan tugas maupun pemantauan kinerja.
masing-masing departemen. External Setelah berakhirnya 3P dan ICSF,
Relations misalnya lebih mementingkan pertemuan untuk alignment antar departemen
menjaga hubungan baik dengan pemerintah dengan manajemen puncak sudah tidak
daerah dan masyarakat lokal, sedangkan terjadwal lagi, diadakan jika ada kebutuhan.
PCW lebih memprioritaskan pada value-for Hal ini tentu mengurangi komitmen
money (5 right: quality, quantity, place, on- manajemen puncak dan menengah karena
time delivery, price). implementasi tidak dibicarakan bersama-
Ketika masih ada 3P dan ICSF, para sama lagi. Ini juga menjadikan departemen
narasumber mengatakan bahwa alignment yang terlibat dalam program sebelumnya
antara direksi (COO dan direksi lainnya) tidak memberikan prioritas sumber daya

75
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

yang mencukupi lagi dan kembali kepada (PT.X) sudah mengadopsi ICMM
tujuan masing-masing departemen. Padahal sustainable development framework dalam
Neef (2004) dan Mamic (2005) menyatakan kebijakannya, tetapi belum terdengar upaya
pentingnya melakukan penyamaan proses adopsi secara lokal .
kepada seluruh manajemen. 3. Pelibatan stakeholder dalam adopsi
kode perilaku global: Belum ada pelibatan
KESIMPULAN DAN SARAN
stakeholder
Kesimpulan
4. Tata kelola pada tingkat dewan
Berikut kesimpulan Corporate
komisaris: Belum tampak perhatian
Governance, CSR dan ethical supply chain
substansial pada dewan komisaris. Diskusi
di PT. X:
lebih terkait program, seperti 3P dan ICSF
1.Komitmen,prioritas kebijakan & kode
dan sedikit menyinggung kinerja etis
etik perilaku: Komitmen pembangunan
kontraktor.
berkelanjutan tertera eksplisit dan kuat dalam
5. Penanggung jawab ESC & pembagian
visi, misi, sasaran strategis dan nilai
tugas antar departemen: Penanggung
perusahaan. Tidak seperti EHS policy yang
jawab ada di dept. PCW. Alignment terutama
ditandatangani langsung oleh CEO & COO,
PCW dan ExRel belum berjalan lagi setelah
prioritas kebijakan ESC belum kuat, hanya
program 3P dan ICSF selesai. Keluhan terkait
surat edaran dan Manajer SCM (sekarang
kinerja sosial kontraktor tidak terkoordinasi
GM PCW).
penanganannya. Dept EHS tetap berjalan
Kode perilaku dengan EHS policy terpisah
dengan pembinaan lingkungan dan K3.
membuat tidak komprehensif. Namun selalu
Keterbatasan dan Saran Untuk Penelitian
disampaikan bersama-sama kepada para
Selanjutnya
kontraktor. Sejak diluncurkan tahun 2005,
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
belum ada pembaruan kode perilaku untuk
1. Terbatasnya waktu, tenaga dan biaya
Kontraktor/Pemasok. Pelaksanaan kinerja
didalam melakukan penelitian ini,
lingkungan (EHS) memang diakui lebih ketat
maka narasumber penelitian hanya
dibandingkan dengan kinerja sosial.
yang berada di Mining Town,
2. Formulasi ESC policy dan adopsi kode
Sulawesi Selatan, Indonesia, tempat
induk: Sudah mengacu pada kode
pusat beroperasinya PT. X.
perusahaan induk dan berbagai standar
internasional. Saat ini induk perusahaan baru

76
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

2. Narasumber yang dipilih lebih Global Brands: A Boundaryless


berdasarkan posisi, namun latar Responsibility? Clarifications,
belakang beberapa narasumber Exceptions and Implications. Journal
memiliki kompetensi terkait ethical of Business Ethics ,Vol. 81 no.1 (pp.
supply chain. 223-234).
Andersen, M., & Larsen, T. S. (2009). CSR
Sehingga disarankan untuk penelitian
in Global Supply Chain. Supply Chain
selanjutnya adalah:
Management; an international Journal
1. Penelitian tidak hanya pada
, vols.14. No.2.pp. 75-86.
perusahaan pertambangan, tapi bisa
Anglo American Plc. (2010). Annual Report.
industri ekstraktif lain atau yang
Delivering Real Excellence. Anglo
terkait erat dengan masyarakat lokal
American Plc.
seperti perkebunan.
AngloAmerican, Plc. (2010). Sustainable
2. Bisa melihat pemasok dan kontraktor
Development Supply Chain Policy.
secara luas tidak disatu wilayah.
Retrieved january 13, 2012, from
3. Hasil yang ada mungkin bisa
www.angloamerican.com:
dijadikan benchmarking untuk
http://www.angloamerican.com/developmen
perusahaan lain.
t/approach-and-policies/policies-
4. Penelitian selanjutnya bisa dilakukan
standards-
menggunakan multiple case study,
commitments/~/media/Files/A/Anglo-
sehingga bisa diperbandingkan
American-
hasilnya.
Plc/siteware/docs/SD_SupplyChainPol
icy_2010.pdf

DAFTAR PUSTAKA Basrowi, & Suwandi. (2008). Memahami


Accountability dan Insight Investment. Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT.

(2004). Gradient. Promoting Best- Rineka Cipta.Cetakan Pertama.


Practice Management of Supply Chain Bjorklund, M. (2010). Benchmarking Tool

Labour Standard. London: Insight for Improved Corporate Social

Investment. Responsibility in Purchasing.


Amaeshi, K. O. (2008). Corporate Social Benchmarking an international

Responsibility in Supply Chains of Journal ,vols. 17; No.3 pp. 340-362.

77
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

Carroll, A. B., & Buccholtz, A. k. (2009). & Bixby Cooper, M. (2006).


Business And Society: Ethics And Organizational commitment and
Stakeholder Management. New York: governance for supply chain
Thomson South-Western Cengage success. International Journal of
Learning. Seventh Edition. Physical Distribution & Logistics
Carter, C., & Jennings, M. M. (2002). Social Management, 36(1), 22-35.
Responsibility and Supply Chain GRI. (2011). Sustainability Reporting
Relationship. Transportation Research Guidelines. Amsterdam: Global
Part E , vols.38.pp.37-52. Reporting Initiative.
Crane, A., & Matten, D. (2010). Business Herdiansyah, H. (2010). Metodologi
Ethics: An European Perspective. penelitian Kualitatif untuk Ilmu -Ilmu
Oxford: Oxford University Press. First Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Edition. Cetakan Kedua.
CIPS. (2009). Chartered Institute of IBM. (2004). Letter John Paterson to
Purchasing and Supply. Retrieved Suppliers. Retrieved January 13, 2012,
January 18, 2012, from www.cips.org: from www.-03.IBM.com:
http://www.cips.org/Documents/About http://www-
%20CIPS/Code%20of%20EthicsMarc 03.ibm.com/procurement/proweb.nsf/o
h09.pdf bjectdocswebview/filejohn+paterson+
Dahlsrud, A. (2008). Corporate Social supply+chain+social+responsibility+le
Responsibility and Environmental tter+to+suppliers+/$file/letter+to+sup
Management. Wiley Inter Science ,vols. pliers+on+ibm%E2%80%99s+scsr_16
15. pp. 1-13. apr2004.pdf
Fajar ND, M. (2010). Tanggung jawab Sosial ICMM. (2003). International Council on
Perusahaan di Indonesia, Studi Mining and Metals. Retrieved january
Tentang Penerapan Ketentuan CSR 18, 2012, from www.icmm.com:
Pada Perusahaan Multinasional, http://www.icmm.com/our-
Swasta Nasional & BUMN di work/sustainable-development-
Indonesia. Yogyakarta: Pustaka framework
Pelajar. Cetakan Pertama. ILO. (2003). The International Labour
Fawcett, S. E., Ogden, J. A., Magnan, G. M., Organization's Fundamental

78
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

Conventions infocus Programme on Expanded Review of Their Contents.


Promoting the Declaration. Retrieved January 13, 2012, from
Switzerland: International Labour www.oecd.org:
Office. http://www.oecd.org/dataoecd/57/24/1
Jamison, L., & Murdoch, H. (2005). Auditing 922656.pdf
(and Communicating) Your Way to an OECD. (2008). OECD Guidelines for
Ethical Supply Chain. Corporate Multinational Enterprises. Retrieved
Responsibility Management , vol January 13, 2012, from www.oecd.org:
1.No.3.pp.16. http://www.oecd.org/dataoecd/56/36/192242
Lins, C., & Horwitz, E. (2007). Sustainability 8.pdf
in the MIning Sector. Rio de Janeiro: Pedersen, E. R., & Andersen, M. (2006).
fbds. Safeguarding Corporate Social
Mamic, I. (2005). Managing Global Supply Responsibility (CSR) in global Supply
Chain: the Sports Footwear, Apparel Chain; How Codes of Conduct are
and Retail Sectors. Journal Of Business Managed in Buyer-Supplier
Ethics , vols.59;pp. 81-100. Relationship. Journal Of Public Affair
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1992). , vols.6.pp. 228-240.
Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Pretious, M., & Love, M. (2006). Sourcing
tentang Metode-Metode Baru. Ethics and the global Market the Case
Penerjemah: Tjetjep Rohendi Rohidi: of the UK Retail Clothing Sector.
UI-Press. Cetakan Pertama. International Journal of Retail &
Neef, D. (2004). Supply Chain Imperative. Distriution Management , vols.34.
New York: AMACOM, First Edition. No.12.pp 892-903.
Nijhof, A. C., Stephan, F. O., & Laan, A. Preuss, L. (2009). Ethical Sourcing codes of
(2003). Measuring the Implementation Large UK-Based Corporation:
of Code of Conduct; An Assesment Prevalence, Content, Limitations.
Method Base On a Process Approach Journal of Business Ethics , vols.88. pp.
of the Responsible Organization. 735-747.
Journal Of Business Ethics , PT. Y, Tbk. (2005). Annual Report. Apa arti
vols.45.pp. 65-78. sukses bagi salah satu tambang nikel
OECD. (2001). Codes of Corporate Conduct: terbesar didunia? PT. Y, Tbk.

79
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

PT. Y, Tbk. (2006). Annual Report. Business Ethics , vols.44.pp. 159-170.


Mewujudkan Potensi Kami. PT. Y, Solomon, Jill & Solomon, Aris. (2004).
Tbk. Corporate Governance and
PT.Y, Tbk. (2007). Annual Report. Accountability. England: John Wiley
Bagaimana Kami Menjalankan Usaha. & Sons Ltd.
PT. Y, Tbk. Syakhroza, Akhmad (2005). Corporate
PT.Y, Tbk. (2008). Annual Report. Behind Governance: Sejarah dan
Our Energy Conservation Strategy, We perkembangan, Teori, Model, dan
Improve Our Performance. PT. Y, Tbk. Sistem Governace serta Aplikasinya
PT. Y, Tbk. (2009). Annual Report. pada Perusahaan BUMN; Pidato
Mewujudkan Nilai. PT. Y, Tbk. Pengukuhan Guru Besar Tetap FE UI.
PT. Y, Tbk. (2009). Sustainability FE UI.
Reporting.Membangun Keberlanjutan. Tjager, I Nyoman dkk.(2003). Corporate
PT. Y, Tbk. Governance: Tantangan dan
PT.Y, Tbk. (2010). Annual Report.Bekerja Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis
Lebih Cerdas Tumbuh Lebih Kuat. Indonesia. Jakarta: PT. Prenhallindo.
PT.Y, Tbk. UN Global Compact. (2010). supply Chain
Regional Communications PT. Y, Tbk. Sustainability; A Practical Guide For
(2006, januari 12). Buletin Dialog. Continous Improvement. UN Global
Dari survai Karyawan Kontraktor PT. Compact Office.
Y: Kepeloporan dalam Ethical UN Global Compact. (2011). Corporate
Sourcing di Indonesia , p. 3. Sustainability in The World of
RioTinto. (2011). Procurement Principles. Economy. Retrieved January 13, 2012,
Retrieved January 13, 2012, from from www.unglobalcompact:
www.riotinto.com: http://www.unglobalcompact.org/docs/news
http://procurement.riotinto.com/documents/ _events/8.1/GC_brochure_FINAL.pdf
Rio_Tinto_Procurement_principles_E Usman, H., & Akbar, P. S. (2003).
N.pdf Metodologi Penlitian Sosial. Jakarta:
Roberts, S. (2003). Supply Chain Specific? PT Bumi Aksara. Cetakan Keempat.
Understanding the Patchy Success of Viveros, Hector.(2016). Unpacking
Ethical Sourcing Initiatives. Journal of Stakeholder Mechanism to Influenze

80
KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017

Corporate Social Responsibility in The 51, Pages 1-12.


Maining Sector. Recources Policy: Vol

81

Anda mungkin juga menyukai