Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum administrasi negara sebagai fenomena kenegaraan dan

pemerintahan keberadaanya setua dengan keberadaan negara hukum atau muncul

bersamaan dengan diselenggarakannya kekuasaan negara dan pemerintahan

berdasarkan aturan hukum tertentu. 1 Hukum administrasi negara adalah hukum

yang mengatur kegiatan administrasi negara. Di dalam hukum administrasi

negara, yang menjadi salah satu unsur pentingnya adalah adanya asas-asas umum

pemerintahan yang baik (General Principle Of Good Goverment). Asas-asas

umum pemerintahan adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan,

kepatutan, dan aturan hukum.2

Pada dasarnya setiap bentuk campur tangan pemerintah harus didasarkan

pada peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai perwujudan dari asas

legalitas, yang menjadi sendi utama negara hukum. Akan tetapi karena ada

keterbatasan dari asas ini, maka kepada pemerintah diberi kebebasan freies

ermessen, yaitu kemerdekaan pemerintah untuk dapat bertindak atas inisiatif

sendiri dalam menyelesaikan persoalan-persoalan sosial. Freies ermessen

(diskresionare) merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak

1
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta : UII Press Indonesia, 2002),
Halaman 20
2
Darda Syahrizal, Hukum Administrasi Negara & Pengadilan Tata Usaha Negara, (
Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2012), Halaman 30

Universitas Sumatera Utara


bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan

tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang.3

Dalam perkembangan nya asas-asas umum pemerintahan yang layak

memiliki arti penting dan fungsi diantaranya adalah bermanfaat sebagai pedoman

dalam melakukan penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan

perundang-undangan yang bersifat sumir, samar atau tidak jelas. Kecuali itu

sekaligus membatasi dan menghindari kemungkinan administrasi negara

mempergunakan freies ermessen atau melakukan kebijaksanaan yang jauh

menyimpang dari ketadministrasi negara diharapkan terhindar dari perbuatan

ketentuan perundang-undangan. 4 Kandungan freies emerssen seperti ini adalah

konsekuensi yang inheren pada fungsi pemerintah yang terkait dengan negara

modern kesejahteraan yang secara faktual berubah dari negara modern liberal

menjadi negara modern kesejahteraan tipe mutakhir, yaitu negara modern

kesejahteraan dengan fungsi penjamin kesejahteraan secara terencana.5

Dalam hukum administrasi negara pemerintah melakukan pengendalian

atas eksternalitas negatif yang mungkin ditimbulkan oleh aktivitas sosial maupun

ekonomi yang disebut perizinan. Izin merupakan instrumen untuk perlindungan

hukum atas kepemilikan atau penyelenggaraan kegiatan. Sebagai instrumen

pengendalian perizinan memerlukan rasinalitas yang jelas dan tertuang dalam

bentuk kebijakan pemerintah sebagai sebuah acuan. Tanpa rasionalitas dan desain

kebijakan yang jelas, perizinan akan kehilangan maknanya sebagai instrumen

3
Ridwan HR, Op. Cit, Halaman 187-188
4
Ibid, Halaman 196-197
5
Willy D.S Voll, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Sinar
Grafika, 2013), Halaman 164

Universitas Sumatera Utara


untuk membela kepentingan koperasi atas tindakan yang berdasarkan kepentingan

individu.6 Secara umum, perizinan juga memiliki fungsi pembinaan. Dalam artian

bahwa dengan diberikannya izin oleh pemerintah, maka pelaku usaha sudah

diakui sebagai pihak yang memiliki kompetensi untuk melakukan praktik usaha.

Oleh karena itu, sebagai pihak yang berkewajiban untuk memeberikan pembinaan

bagi pelaku usaha, maka pemerintah akan memiliki tanggung jawab pada pelaku

usaha yang sebelumnya sudah memperoleh izin.7

Untuk melakukan tindakan operasionalnya, administrasi negara tentu saja

tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Suatu negara hukum mempunyai prinsip

bahwa setiap tindakan administrasi negara harus selalu berdasarkan hukum yang

berlaku dan telah ada sebelum tindakan itu dilakukan. Prinsip ini dikenal sebagai

asas legalitas. Namun demikian, kita mengetahui hukum tertulis atau Undang-

Undang tidaklah mudah pembuatannya. Hal ini menyebabkan tidak semua

masalah telah dimuat di dalam undang-undang. Di sisi lain, administrasi negara

tidak dapat dibatasi secara ketat dengan suatu Undang-Undang karena fungsi

admnistrasi negara adalah mensejahterakan masyarakatnya. Untuk itu, diperlukan

dasar landasan lain selain Undang-Undang agar administrasi negara dapat

bergerak bebas namun tidak dikatakan sewenang-wenang. Inilah yang disebut

dasar hukum tidak tertulis yang antara lain disebut asas pemerintahan yang layak.8

Penjualan minuman beralkohol merupakan salah satu yang harus diatur

perizinanya oleh pemerintah, hal ini disebabkan minuman beralkohol merupakan

6
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, ( Jakarta : Sinar
Grafika, 2011), Prakata
7
Ibid, Hlm. 197
8
Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2004),
Halaman 2

Universitas Sumatera Utara


suatu hal yang selalu menjadi permasalahan di masyarakat. Secara umum,

mengkonsumsi minuman beralkohol bukan menjadi tradisi maupun kebiasaan

masyarakat Indonesia, terlebih karena dampaknya dari segi kesehatan dan sosial

sangat merugikan. Minuman beralkohol dari segi kesehatan dapat menimbulkan

gangguan mental organik (GMO), merusak saraf dan daya ingat, odema otak,

sirosis hati, gangguan jantung, gastrinitas, dan paranoid. Secara sosial pun, orang

yang mabuk karena alkohol jika tidak terkontrol akan merusak tatanan sosial

masyarakat, menganggu ketertiban keamanan (memicu keributan dan kekerasan),

bahkan sampai menjurus tindak pidana kriminal berat. Namun di sisi lain, di

beberapa daerah tertentu di Indonesia, sebagian masyarakat dengan beragam

budaya dan adat istiadatnya mengonsumsi minuman beralkohol adalah hal biasa

dalam kehidupan sehari-hari. Minuman beralkohol ini yang oleh masyarakat

setempat dikenal sebagai minuman tradisional seringkali dikonsumsi sebagai

bagian dari upacara dan ritual dalam adat budaya, kebiasaan turun temurun, atau

bahkan menjadi minuman utama untuk menjaga stamina.

Demikian juga di sebagian wilayah lain di Indonesia, minuman beralkohol

tradisional ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata bagi wisatawan di

kawasan pariwisata. Keberagaman sikap dan penerimaan masyarakat Indonesia

terhadap minuman beralkohol inilah yang menjadikan dasar bagi beberapa

Pemerintahan Daerah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) atau kebijakan

yang bervariasi kebijakannya. Ada Peraturan daerah yang secara tegas melarang

beredarnya minuman beralkohol di wilayahnya, ada juga Peraturan daerah yang

sifatnya hanya mengendalikan peredaran minuman beralkohol, dan lain

Universitas Sumatera Utara


sebagainya tergantung situasi dan kondisi wilayah serta karakteristik

masyarakatnya. 9 Pro kontra mengenai perizinan penjualan minuman beralkohol

juga terjadi ketika pemerintah memberikan izin kepada minimarket untuk menjual

minuman beralkohol, harus disadari maraknya peredaran minuman beralkohol

golongan A di minimarket tidak terlepas dari Peraturan-peraturan sebelumnya

yang secara jelas memberikan izin terhadap penjualan minuman beralkohol di

minimarket atau toko pengecer, walaupun yang diijinkan beredar dengan

pengawasan rendah hanyalah minuman beralkohol golongan A (Alkohol dibawah

5%) sedangkan untuk golongan B dan C Pemerintah mengawasi secara ketat

penjualan nya yaitu hanya dapat di jual di hotel, bar dan restoran yang memenuhi

persyaratan dan toko bebas bea atau tempat tertentu yang ditetapkan pemerintah.

Ketentuan mengenai penjualan minuman beralkohol sebelumnya

didasarkan kepada Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tetapi oleh

Mahkamah Agung dalam putusannya Nomor 42 P/HUM/2012 tanggal 18 juni

2013 menyatakan tidak lagi berlaku lagi karena bertentangan dengan Undang-

Undang Kesehatan, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dan Undang-

Undang Pangan. Selain itu Mahkamah Agung menganggap peraturan itu tidak

bisa mewujudkan ketertiban masyarakat sehingga tidak sah dan tidak

mempunyaki kekuatan hukum serta dipandang perlu untuk mengatur kembali

pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penjualan

minuman beralkohol sehingga dapat memberikan perlindungan serta menjaga

9
Pendahuluan Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Tentang Larangan
Minuman Beralkohol

Universitas Sumatera Utara


kesehatan, ketertiban dan ketentraman masyarakat dari dampak buruk terhadap

penyalahgunaan minuman beralkohol. 10

Sebagai penggantinya pemerintah membuat regulasi baru, yaitu Peraturan

Presiden Nomor 74 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Dan Pengawasan

Minuman Beralkohol, akan tetapi melalui Peraturan Presiden itu Pemerintah

secara resmi menetapkan bahwa minuman beralkohol boleh beredar kembali, dan

kemudian secara tegas dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun

2014 memberikan izin sepenuhnya penjualan minuman beralkohol Golongan A

untuk diperjualbelikan secara bebas di minimarket dan toko pengecer sesuai

ketentuan dalam peraturan tersebut. Padahal Peraturan Menteri Perdagangan

Nomor 20 Tahun 2014 inilah bersama dengan Peraturan Presiden No. 74 Tahun

2013 yang menjadi rujukan Pemerintah Daerah dalam membuat aturan peredaran

dan penjualan Minuman Beralkohol di daerah. Dalam Peraturan Presiden Nomor

74 Tahun 2013 tersebut secara jelas disebutkan bahwa minuman keras termasuk

dalam "Barang dalam Pengawasan". Dalam Pasal 3 ayat 3 disebutkan

“Pengawasan sebagaimana dimaksud meliputi pengawasan terhadap pengadaan

minuman beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor

serta peredaran dan penjualannya”. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 juga

menggolongkan Minuman Beralkohol dalam tiga golongan yaitu Minuman

Beralkohol Golongan A (kadar alkohol sampai 5%), Golongan B (kadar alkohol

5% sampai 20%) dan Golongan C (kadar alkohol 20% sampai 55%). Pasal 7

Perpres ini menegaskan, minuman beralkohol golongan A, B, dan C hanya dapat


10
Putusan Mahkamah Agung Nomor 42 Tahun 2012 Menyatakan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman
Beralkohol tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum”

Universitas Sumatera Utara


dijual di sejumlah tempat. Di antaranya, hotel, bar, dan restoran yang memenuhi

persyaratan. Selain itu, minuman beralkohol juga bisa diperjualbelikan di toko

bebas bea. Namun Peraturan presiden ini juga memberi peluang kepada daerah

dengan pemberian kewenangan pada bupati dan wali kota di daerah-daerah, serta

gubernur di DKI Jakarta untuk menentukan tempat-tempat di mana minol boleh

diperjualbelikan atau dikonsumsi. Syaratnya, mesti tidak berdekatan dengan

tempat peribadatan, sekolah, dan rumah sakit.

Sementara pengaturan teknis oleh Kementerian Perdagangan melalui

Permendag No.43/M-DAG/PER/2009 serta Permendag 20/M-DAG/PER/4/2014

hanya melarang menjual miras di lokasi yang berdekatan dengan perumahan,

sekolah, rumah sakit, terminal, hingga kios warung. Dalam prakteknya di

Indonesia, peraturan ini banyak dilanggar karena Minuman Beralkohol di jual

bebas sampai di minimarket yang berdekatan dengan tempat ibadah, sekolah dan

sebagainya, karena dalam permendag tersebut masih membolehkan penjualan

secara eceran untuk minuman beralkohol golongan A di minimarket dan pengecer

lainnya. Penjualan secara bebas minuman beralkohol di minimarket inilah yang

banyak menjadi sorotan masyarakat. Sejak tumbuhnya convenient store semacam

gerai Seven Eleven yang menjadi tempat berkumpul orang berbagai kelompok

usia yang menjual dan bisa menikmati di tempat berbagai jenis makanan dan

minuman dan juga menjual minuman beralkohol, maka banyak minimarket yang

juga memperluas bidangnya dengan menjadi convenient store. Minimarket yang

memang sudah menjamur dan tidak terkontrol persebarannya, termasuk di

kawasan pemukiman dan dekat sekolah, kini juga menyediakan tempat untuk

Universitas Sumatera Utara


menikmati makanan dan minuman yang dijual. Maka publik diperlihatkan secara

terbuka, pengunjung minimarket dan convenient store yang menikmati minuman

beralkohol terutama dari jenis bir. Bahkan di beberapa tempat juga terdapat

kelompok pelajar dan remaja yang "menikmati" minuman beralkohol tersebut

secara bebas tanpa pengawasan, akibat lemahnya peraturan.11

Akibatnya, belum 1 tahun Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20

Tahun 2014 berlaku. Pada awal tahun 2015, Menteri Perdagangan pada saat itu

Bapak Rachmat Gobel mengevaluasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20

Tahun 2014 dan melakukan perubahan atas beberapa pasal. Diantaranya adalah

mengakibatkan pelarangan penjualan minuman beralkohol di minimarket, segala

jenis minuman beralkohol resmi dilarang dijual di minimarket dan toko pengecer

lainnya di seluruh Indonesia sesuai dengan Peraturan menteri Perdagangan Nomor

6 tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan

Nomor 20 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Peredaran

dan Penjualan Minuman Berakohol. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan yang

baru tersebut, minimarket dan pengecer lainnya (luas lantai minimal 12 m2)

dikeluarkan dari kelompok tempat yang boleh menjual menimuan beralkohol

golongan A (kadar alkohol sampai dengan 5%). Sehingga penjualan secara eceran

untuk Minuman Beralkohol golongan A itu hanya bisa dilakukan di Supermarket

dan Hypermarket.

11
http://www.kompasiana.com/triwisaksana/menyongsong-minimarket-bebas-miras-di-
jakarta_5535af0e6ea8346320da42d1 diakses pada hari jumat, 9 Oktober 2015

Universitas Sumatera Utara


Dari uraian latar belakang tersebut diatas, penulis ingin lebih mengetahui

dan mendalami permasalahan mengenai larangan penjualan minuman beralkohol

tersebut, sehingga hal ini melatarbelakangi penulisan skripsi yang diberi judul

“Tinjauan Yuridis Terhadap Larangan Perizinaan Penjualan Minuman

Beralkohol Di Minimarket Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan

(permendag) Nomor 6 Tahun 2015”

B. Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian skripsi ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan penjualan

minuman beralkohol ?

2. Apa alasan-alasan perlu diberlakukannya larangan perizinan penjualan

minuman beralkohol di minimarket?

3. Bagaimana implementasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun

2015 di kota Medan ?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah :

a. Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

penjualan minuman beralkohol.

Universitas Sumatera Utara


b. Untuk mengetahui alasan-alasan sehingga perlu diberlakukannya larangan

penjualan perizinan minuman beralkohol.

c. Untuk mengetahui implementasi peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6

Tahun 2015 di kota Medan.

2. Manfaat Penelitian

a. Secara Teoritis

1) Sebagai bahan informasi bagi para akademisi maupun sebagai bahan

bagi penelitian lanjutan.

2) Memperkaya khasanah perpustakaan

b. Secara praktis

1) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah atau instansi terkait dalam

memberikan penegakan hukum administrasi negara terhadap perizinan

atau larangan minuman beralkohol.

2) Sebagai bahan masukan bagi masyarakat mengenai larangan minuman

beralkohol di minimarket.

D. Keaslian Penulis

Adapun judul skripsi ini adalah Tinjauan Yuridis Tentang Larangan

Penjualan Minuman Beralkohol Di Minimarket Sesuai Dengan Peraturan Menteri

Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015 merupakan judul skripsi yang belum pernah

ditulis sebelumnya, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama.

Dengan demikian, keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah.

Universitas Sumatera Utara


E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengaturan Hukum Yang Berkaitan Terhadap Penjualan Minuman

Beralkohol

Beberapa Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan penjualan

minuman beralkohol adalah :

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

3. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai

5. Keputusan Presiden Nomor 3 TAHUN 1997 Tentang Pengawasan Dan

Pengendalian Minuman Beralkohol

6. Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Dan

Pengawasan Minuman Beralkohol

7. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015 Tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun

2014 Tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan,

Peredaran Dan Penjualan Minuman Beralkohol

8. Peraturan Walikota Medan Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 16 Tahun 1998 Tentang Retribusi

Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol

9. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Universitas Sumatera Utara


2. Pengertian Perizinan Dalam Hukum Administrasi Negara

Perbuatan hukum publik yang bersegi satu yang dilakukan oleh badan

administrasi negara diberi nama “ketetapan” atau “beschikking” dan perbuatan

membuat ketetapan ini disebut menetapkan. Ketetapan yang dibuat untuk

mengatur hubungan dalam lingkungan badan pemerintah yang membuatnya

disebut Ketetapan intern (intern beschikking) sedangkan ketetapan yang dbuat

untuk mengatur untuk ke luar lingkungan badan pemerintah dengan seorang

warganya negaranya atau antara pemerintah dengan sebuah badan swasta atau

antara 2 (dua) atau lebih badan pemerintah disebut Ketetapan ekstern.12

Kegiatan-Kegiatan administrasi negara terdiri dari atas perbuatan-

perbuatan yang bersifat yuridis ( artinya : yang secara langsung menciptakan

akibat-akibat hukum) dan yang bersifat non yuridis. Ada empat macam perbuatan-

perbuatan hukum ( rechtshandelingen) administrasi negara masa kini, yakni :

Penetapan ( beschikking, administrative, discretion), Rencana (plan), Norma

Jabatan (Concrete normgeving), Legalisasi-semu ( pseudo-wetgeving).

Keempat macam perbuatan hukum daripada administrasi negara tersebut

dalam kehidupan sehari-hari terkenal dengan sebutan keputusan pemerintah, oleh

karena orang awam memang tidak dapat mengenal berbagai perbedaan dan

pembedaan administrasi-teknis dan yuridis-teknis. Yang paling banyak

menimbulkan persoalan bagi para warga masyarakat adalah keputusan-keputusan

para pejabat administrasi yang di kalangan rakyat terkenal dengan sebutan

keputusan pemerintah tersebut. Sebenarnya keputusan-keputusan pemerintah

12
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, ( Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2001), Halaman 63

Universitas Sumatera Utara


sebagai pemerintah tidak dirasakan efeknya oleh para warga masyarakat secara

langsung oleh karena suatu keputusan pemerintah ( regeringsbesluit) selalu

bersifat umum, prinsipil, abstrak, dan impersonal, artinya, sama sekali tidak

mengenai seorang individu tertentu di dalam kasus tertentu.13

Selain itu, penyelenggaraan pemerintahan dilakukan oleh administrasi

negara dengan berbagai macam tindak administrasi negara, atau perbuatan

administrasi negara. Dimana dilihat dari sifatnya terbagi 2, yaitu

a. Tindak administrasi faktual dapat berupa pelayanan di bidang kesehatan,

pendidikan. Dan kesejahteraan masyarakat atau pembangungan proyek fisik

dan spiritual tertentu.

b. Tindak administrasi yang bersifat yuridis dapat meliputi bidang hukum privat

ataupun di bidang hukum publik.

Dilihat dari manifestasi kehendak, tindak hukum admnistrasi negara

dibedakan menjadi :

a. Tindak hukum administrasi negara unilateral : tindak hukum administrasi

negara yang dilakukan oleh seorang admnistrator dalam memutuskan

kebijakan negara.

b. Tindak hukum administrasi negara bilateral : surat keputusan bersama

antara menteri perdagangan dan menteri keuangan tentang ekspor dan impor

barang.

13
Y.W.Sunindhia Dan Ninik Widiyanti, Administrasi Negara Dan Peradilan
Administrasi, ( Jakarta, PT Rineka Cipta, 1990), Halaman 75-76

Universitas Sumatera Utara


c. Tindak hukum administrasi negara multilateral : surat keputusan bersama

antara Menteri perdagangan, Menteri perindustrian, dan Menteri Keuangan

tentang ekspor hasil industri.14

a. Pengertian Perizinan

Sebelum menyampaikan beberapa defenisi izin dari pakar, terlebih dahulu

dikemukakan beberapa istilah lain yang sedikit banyak yang memiliki kesejajaran
15
dengan izin yaitu dispensasi, konsensi, dan lisensi. Walaupun dalam

memberikan pengertian perizinan terdapat perbedaan paham yang dikemukakan

oleh para ahli yang masing-masing melihat dari sisi yang berlainan terhadap objek

yang didefenisikannya, diantaranya :

Menurut utrecht perizinan (vergunning) adalah bilamana pembuat

peraturan tidak umumnya melarang sesuatu perbuatan, tetapi masih juga

memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-

masing hal konkret, maka perbuatan administrasi negara yang memperkenankan

perbuatan tersebut bersifat suatu izin.16

Menurut W.F. Prins pada izin, memuat uraian yang imitatif tentang alasan-

alasan penolakannya, sedangkan bebas bersyarat atau dispensasi memuat uraian

yang limitatif tentang hal-hal yang untuknya dapat diberikan dispensasi itu, tetapi

perbedaan itu tidak selamanya jelas. Lebih lanjut W.F. Prins menjelaskan

dispensasi adalah tindakan pemerintahan yang menyebabkan suatu peratruan

perundang-undangan menjadi tidak berlaku bagi sesuatu hal yang istimewa

14
M. Makhfudz, Hukum Administrasi Negara, ( Yogyakarta, Graha Ilmu, 2013), Halaman
21-22
15
Ridwan HR, Op. Cit, Halaman 157
16
E. Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, (Jakarta : Ichtiar 1957), Halaman 187

Universitas Sumatera Utara


(relaxatio legis). Menurut Ateng Syafrudin bahwa izin bertujuan dan berarti

menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, atau Als Opheffing van

een algemene verbodsregel in het concrete geval, (sebagai peniadaan ketentuan

larangan umum dalam peristiwa konkret).17

Menurut Sjachran basah izin adalah perbuatan hukum administrasi negara

bersegi satu yang mengaplikasiakan peraturan-peraturan dalam hal konkret

berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan

peraturan perundang-undangan. 18 Menurut Bagir Manan izin dalam arti luas

berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-

undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu

yang secara umum dilarang.19

N.M Spelt dan J.B.J.M ten Berge membai pengertian izin dalam arti luas

dan sempit, yaitu izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak

digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai

sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin ialah suatu

persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah

untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan

peraturan perundang-undangan. dengan memberi izin, penguasa memperkenankan

orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang

17
Juniarso Ridwan dan M.H.Ahmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan
Kebijakan Pelayanan Publik, ( Bandung : Nuansa, 2010 ), Halaman 9
18
Sjachran basah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi, Makalah pada
penataran hukum administrasi dan lingkungan di fakultas hukum Unair, Surabaya, 1995, halaman
1-2
20
Adrian Sutedi, Op.cit, Halaman 170

Universitas Sumatera Utara


sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi

kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya, ini adalah paparan

luas, dari pengertian perizinan. Selanjutnya N.M Spelt dan J.B.J.M ten Berge,

mendefinisikan izin dalam arti sempit yakni pengikatan-pengikatan pada suatu

peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang

untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan

yang buruk. Tujuannya adalah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat

undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun diaman ia

menginginkan dapat melakukan pengawasan sekadarnya. Hal yang pokok pada

izin (dalam arti sempit) ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali

diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan

dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tia[p

kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam

keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang

diperkenan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-

ketentuan).20

Menurut M.M van Praag, izin merupakan suatu tindakan hukum sepihak

(eenzijdige handeling), sedangkan konsesi merupakan kombinasi dari tindakan

dua pihak yang memiliki sifat kontraktual dengan izin, yang dalam pembahasan

hukum kita namakan perjanjian. Ketika pemerintah melakukan tindakan hukum

yang berkenaan dengan izin dan konsesi, pemerintah menampilkan diri dalam dua

20
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum perizinan, (Surabaya : Yuridika, 1993),
Halaman 208

Universitas Sumatera Utara


fungsi, yaitu sebagai badan hukum umum pada saat melakukan konsesi, dan

sebagai organ pemerintah ketikan mengeluarkan izin.21

Menurut Adrian Sutedi, Perizinan adalah upaya mengatur kegiatan-

kegiatan yang memiliki peluang menimbulkan gangguan pada kepentingan

umum. Mekanisme perizinan, yaitu melalui penerapan prosedur ktat dan

ketentuan yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan suatu pemanfaatan lahan.

Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pegaturan dan bersifat

pengendalian yang dimiliki pemerintah, merupakan mekanisme pengendalian

administratif terhadap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.22

b. Unsur-unsur Perizinan

Berdasarakan pemaparan beberapa pendapat pada pakar tersebut, dapat

disebutkan bahwa izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan

peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut

prosedur dan persyaratan tertentu. Dari pengertian ini ada beberapa unsur dalam

perizinan, yaitu :

1) Instrumen Yuridis

Dalam hukum modern, kewenangan pemerintah tidak hanya sekadar

menjaga ketertiban dan keamanan (rust en orde). Tugas dan kewenangan

pemerintah untuk menjaga ketertiban dan keamanan merupakan tugas klasik

sampai kini masih tetap dipertahankan. Dalam rangka melaksanakan tugas ini

kepada pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan (regelen atau

besluiten van algemeen strekking), yang dari fungsi pengaturan ini muncul
21
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, ( Jakarta, Rajawali Pers, 2011), Halaman
210
22
Adrian Sutedi, Op. Cit, Halaman 172-173

Universitas Sumatera Utara


beberapa instrumen yuridis untuk menghadapai peristiwa individual dan konkret

yaitu dalam bentuk ketetapan (beschikking).

2) Peraturan Perundang-undangan

Pada umumnya pemerintah memperoleh wewenang untuk mengeluarkan

izin itu ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan yang

menjadi dasar dari perizinan tersebut. Akan tetapi dalam penerapannya, menurut

Marcus Lukman, kewenangan pemerintah dalam bidang izin itu bersifat

diskresianore power atau berupa kewenangan bebas, dalam arti kepada

pemerintah diberi kewenangan untuk mempertimbangkan atas dasar inisiatif

sendiri hal-hal yang berkaitan dengan izin, misalnya pertimbangan tentang :

a) kondisi-kondisi apa yang memungkinkan suatu izin dapat diberikan kepada

pemohon

b) bagaimana mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut

c) konsekuensi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian atau penolakan

izin dikaitkan dengan pembatasan peraturan perundang-undangan yang

berlaku

d) prosedur apa yang harus diikuti atau disiapkan pada saat dan sesudah

keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan pemberian izin

3) Organ Pemerintah

Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintahan

baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Menurut Sjachran Basah, dari

penelusuran berbagai ketentuan penyelenggaraan pemerintah dapat diketahui,

bahwa mulai dari administrasi negara tertinggi (Presiden) sampai dengan

Universitas Sumatera Utara


administrasi negara terendah (Lurah) berwenang memberikan izin. Ini berarti

terdapat aneka ragam administrasi negara (termasuk instansinya) pemberi izin,

yang didasarkan pada jabatan yang dijabatnya baik di tingkat pusat maupun

daerah. Terlepas dari beragamnya organ pemerintahan atau administrasi negara

yang mengeluarkan izin, yang pasti adalah bahwa izin hanya boleh dikeluarkan

oleh organ pemerintahan. Menurut N.M Spelt dan J.B .J.M. Ten Berge, keputusan

yang memberikan izin harus diambil oleh organ yang berwenang, dan hampir

selalu yang terkait adalah organ-organ pemerintahan. Di sini organ-organ pada

tingkat penguasa nasional (seorang menteri) atau tingkat penguasa-penguasa

daerah.

4) Peristiwa Konkret

Peristiwa konkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang

tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret ini

beragam, sejalan dengan keragaman perkembangan masyarakat, maka izin pun

memiliki berbagai keragaman.

5) Prosedur Dan Persyaratan

Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang

ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Di samping harus menempuh

prosedur tertentu , pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan

tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemberi izin.23

c. Sifat Izin

23
Ridwan HR, Op. Cit, Halaman 210-216

Universitas Sumatera Utara


Pada dasarnya izin merupakan keputusan pejabat/badan tata usaha negara

yang berwenang, yang isinya atau substansinya mempunyai sifat sebagai berikut.

1) izin bersifat bebas, adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara yang

penerbitannya tidak terikat pada aturan dan hukum tertulis serta organ

yang berwenang dalam izin memiliki kadar kebebasan yang besar dalam

memutuskan pemberian izin.

2) Izin bersifat terikat, adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara yang

penerbitannya terikat pada aturan dan hukum tertulis dan tidak tertulis

serta organ yang berwenang dalam izin kadar kebebasannya dan

wewenangnya tergantung pada kadar sejauh mana peraturan perundang-

undangan mengaturnya.

3) Izin yang bersifat menguntungkan, adalah izin yang isinya mempunyai

sifat menguntungkan pada yang bersangkutan. Misalnya SIM, SIUP,

SITU, dan lain-lain.

4) Izin yang bersifat memberatkan, adalah izin yang isinya mengandung

unsur-unsur memberatkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang

berkaitan kepadanya. Di samping itu, izin yang bersifat memberatkan

merupakan pula izin yang memberi beban kepada orang lain atau

masyarakat sekitarnya. Misalnya pemberian izin kepada perusahaan

tertentu.

5) Izin yang segera berakhir, adalah izin yang menyangkut tindakan-tindakan

yang akan segera berakhir atau izin yang masa berlakunya relatif pendek,

Universitas Sumatera Utara


misalnya izin mendirikan bangunan (IMB) yang hanya berlaku mendirikan

bangunan dan berakhir saat bangunan selesai didirikan.

6) Izin yang berlangsung lama, adalah izin yang menyangkut tindakan-

tindakan yang berakhirnya atau masa berlakunya relatif lama, misalnya

izin usaha industri dan izin yang berhubungan dengan lingkungan.

7) Izin yang bersifat pribadi, adalah izin yang isinya tergantung pada sifat

atau kualitas pribadi dan pemohon izin. Misalnya, izin mengemudi (SIM).

8) Izin yang bersifat kebendaan, adalah izin yang isinya tergantung pada sifat

dan objek izin misalnya HO, SITU, dan lain-lain.24

d. Fungsi Pemberian Izin

Ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu sebagai fungsi

penertib dan sebagai fungsi pengatur. Sebagai fungsi penertib, dimaksudkan agar

izin atau setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan

masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dalam

setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud.

Sebagai fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat

dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya. Sehingga terdapat penyalahgunaan

izin yang telah diberikan, dengan kata lain, fungsi pengaturan ini dapat disebut

juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah. 25

Secara teoritis, perizinan memiliki beberapa fungsi sebagaimana dijelaskan

berikut :

24
Adrian Sutedi, Op. Cit, Halaman 173-175
25
Ibid, Halaman 193

Universitas Sumatera Utara


1) Instrumen Rekayasa Bangunan

Pemerintah dapat membuat regulasi dan keptutusan yang memberikan

insentif bagi pertumbuhan sosial ekonomi. Demikian juga sebaliknya,

regulasi dan keputusan tersebut dapat pula menjadi penghambat (sekaligus

sumber korupsi) bagi pembangunan.26

2) Budgetering

Perizinan memiliki fungsi keuangan (budgetering), yaitu menjadi

sumber pendapatan bagi negara. Pemeberian lisensi dan izin kepada

masyarakat dilakukan dengan kontra prestasi berupa retribusi perizinan.

Karena negara mendapatkan kedaulatan dari rakyat, maka retribusi perizinan

hanya bisa dilakukan melalui peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini

dianut prinsip no taxation without the law, yang artinya tidak ada penarikan

pajak tanpa adanya pengaturan hukum. Penarikan retribusi perizinan hanya

dibenarkan jika ada dasar hukum, yaitu undang-undang dan/atau peraturan

daerah.27

3) Reguleren

Perizinan memiliki fungsi pengaturan (reguleren), yaitu menjadi

instrumen pengaturan tindakan dan perilaku masyarakat. Sebagaiamana juga

dalam prinsip pemungutan pajak, maka perizinan dapat mengatur pilihan-

pilihan tindakan dan perilaku masyarakat.28

e. Tujuan Pemberian Izin


26
Ibid, Halaman 198
27
Ibid, Halaman 199
28
Ibid, Halaman 200

Universitas Sumatera Utara


Secara umum, tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk pengendalian

daripada aktivitas pemerintah dalam hal-hal tertentu dimana ketentuannya berisi

pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan oleh baik yang berkepentingan

ataupun oleh pejabat yang berwenang. Selain itu, tujuan dari perizinan itu dapat

dilihat dari dua sisi yaitu:

1) Dari Sisi Pemerintah

Dari sisi pemerintah tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut :

a) Untuk melaksanakan peraturan.

Apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai

dengan kenyataan dalam praktiknya atau tidak dan sekaligus untuk mengatur

ketertiban.

b) Sebagai sumber pendapatan daerah

Dengan adanya permintaan permohonan izin, maka secara langsung

pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan

pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin banyak pula

pendapatan di bidang retribusi tujuan akhirnya, yaitu untuk membiayai

pembangunan.

2) Dari Sisi Masyarakat

Dari sisi masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut.

a) untuk adanya kepastian hukum

b) untuk adanya kepastian hak

c) untuk memudahkan mendapatkan fasilitas.

Universitas Sumatera Utara


Dengan meningkatkan tindakan-tindakan pada suatu sistem perizinan,

pembuat undang-undang dapat mengejar berbagai tujuan dari izin, yaitu sebagai

berikut.

1) Keinginan mengarahkan/mengendalikan aktivitas-aktivitas tertentu, misalnya

izin mendirikan bangunan, izin HO, dan lain-lain.

2) Mencegah bahaya lingkungan, misalnya izin penebangan, dan usaha indsutri,

dan lain-lain.

3) Melindungi objek-objek tertentu, misalnya izin membongkar monumen-

monumen, izin mencari/menemukan barang-barang peninggalan terpendam.

4) Membagi benda-benda, lahan atau wilayah yang terbatas, misalnya izin

menghuni di daerah padat penduduk (SIP), dan lain-lain.

5) Mengarahkan/pengarahan dengan menggunakan seleksi terhadap orang dan

aktivitas-aktivitas tertentu, misalnya izin bertransmigrasi, dan lain-lain.29

f. Bentuk Dan Isi Izin

Sesuai dengan sifatnya, yang merupakan bagian dari ketetapan, izin selalu

dibuat dalam bentuk tertulis. Sebagai ketetapan tertulis, secara umum izin memuat

hal-hal sebagai berikut :

1) Organ yang berwenang

Dalam izin dinyatakan siapa yang memberikannya, biasanya dari kepala

surat dan penandatanganan izin akan nyatakan organ mana yang memberikan izin.

2) Yang dialamatkan

29
Philipus M. Hadjon, Op. Cit, Halaman 4-5

Universitas Sumatera Utara


Izin ditujukan pada pihak yang berkepentingan. Biasanya izin lahir setelah

yang berkepentingan mengajukan permohonan untuk itu. Karena itu, keputusan

yang memuat izin akan dialamatkan pula kepada pihak yang memohon izin.

3) Diktum

Keputusan yang memuat izin, demi alasan kepastian hukum, harus

memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin itu diberikan.

4) Ketentuan-ketentuan, Pembatasan-pembatasan, dan Syarat-syarat

Sebagaimana kebanyakan keputusan, di dalamnya mengandung

ketentuan, pembatasan, dan syarat-syarat (voorschriften, beperkingen, en

voorwaarden), demikian pula dengan keputusan yang berisi izin ini.

5) Pemberian alasan

Pemberian alasan dapat memuat hal-hal seperti penyebutan ketentuan-

ketentuan Undang-Undang, pertimangan-pertimbangan hukum, dan

penetapan fakta.

6) Pemberitahuan-pemberitahuan tambahan

Pemeberitahuan tambahan dapat berisi bahwa kepada yang dialamatkan

ditujukan akibat-akibat dari pelanggaran ketentuan-ketentuan dalam izin,

seperti sanksi-sanksi yang mungkin diberikan pada ketidakpatuhan.30

3. Pengertian Implementasi

Dalam kamus besar bahasa indonesia di jelaskan Implementasi adalah

pelaksanaan, Penerapan. Mengimplementasikan adalah melaksanakan atau

30
Ridwan HR, Op. Cit, Halaman 219-222

Universitas Sumatera Utara


menerapkanlah.31 Kebijakan yang baik tidak memiliki arti apa-apa jika tidak dapat

di Implementasikan. Apabila suatu kebijakan telah ditetapkan, maka proses

perumusan kebijakan menginjak tahapan Implementasi. Tahap ini melibatkan

serangkaian kegiatan yang meliputi pemberitahuan kepada publik mengenai

pilihan kebijakan yang diambil, instrumen kebijakan yang digunakan, staf yang

akan melaksanakan program, pelayanan-pelayanan yang akan diberikan, anggaran

yang telah disiapkan, dan laporan-laporan yang akan dievaluasi.32

Non Implementation berarti suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai

dengan rencana, mungkin karena pihak yang terlibat dalam pelaksanaan tidak mau

bekerjasama atau telah bekerja sama secara tidak efisien, bekerja setengah hati,

tidak sepenuhnya menguasai permasalah atau kemungkinan permasalahan yang

diselesaikan diluar jangkauan kekuasaan sehingga betapa gigihnya usaah mereka,

hambatan yang ada tidak sanggup di tanggulangi, akibatnya

implementasi/pelaksanaan yang efektif sukar untuk dipenuhi.33

Keberhasilan Implementasi peraturan atau kebijakan juga sangat

ditentukan oleh model implementasi yang mampu menjamin kompleksitas

masalah yang akan diselesaikan melalui kebijakan tertentu, model implementasi

kebijakan ini tentunya diharapkan model yang semakin operasional sehingga

mampu menjelaskan hubungan antara variabel yang terkait dengan kebijakan.

31
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi ke tiga (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2003) Halaman 441
32
Edi Suharto, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, (Bandung : Alfabeta, 2007),
Halaman 36
33
I. Nyoman Sumaryadi, Efektifitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, (Jakarta :
Citra Utama , 2005), Halaman 98

Universitas Sumatera Utara


Bahwa untuk dapat mengimplementasikan suatu kebijakan secara sempurna atau

perfect implementation maka diperlukan 4 persyaratan, yakni :

a) kondisi eksternal yang dihadapi instansi pelaksana tidak akan

menimbulkan sesuatu yang serius.

b) untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber daya

yang cukup memadai.

c) perpaduan sumber-sumber yang diperlukan memang tersedia.

d) kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan

klausalitas yang handal.34

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian pada skripsi ini adalah jenis penelitian yuridis normatif,

yaitu dengan pengumpulan data-data serta studi kepustakaan maupun studi

lapangan dan menggambarkan kondisi dengan melakukan riset langsung ke

lapangan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan penulisan

skripsi.35

2. Sumber Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung

penelitian lapangan, sebagai berikut :

34
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan, (Bumi Aksara : Jakarta, 1997),
Halaman 63-71
35
Bambang Sunggono, Metodologi Penulisan Hukum, (Jakarta : PT Grafindo Persada,
2003), Halaman 71

Universitas Sumatera Utara


a. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu menghimpun data dengan

melakukan penelahaan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yaitu :

1) bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan

peraturan perundang-undangan.

2) bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan-bahan hukum premier yaitu karangan ilmiah, buku-buku

refrensi dan informasi.

3) bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan

penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, yakni kamus

umum, kamus hukum, jurnal, artikel, majalah, dan lain sebagainya. 36

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun data tersebut diperoleh dari :

1. Penelitian pustaka, yaitu data-data dan keterangan yang dikumpulkan dari

bahan-bahan tulisan seperti buku-buku bacaan dan peraturan perundang-

undangan yang ada hubungannya dengan pembahasan yang dilakukan.

Data ini merupakan data sekunder.

2. Penelitian Lapangan, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan

dengan melakukan wawancara dengan Kepala Seksi Pengawasan

Perdagangan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kota Medan.

4. Analisis Data

36
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1990), Halaman 11

Universitas Sumatera Utara


Data primer dan sekunder yang telah diperoleh melalui penelitian

kepustakaan dan penelitian lapangan kemudian di analisis secara kualitatif.

Analisis kualitatif digunakan untuk menjawab permasalahan yang diangkat dalam

skrispsi.

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan dan penyajian suatu penelitian harus terdapat keteraturan agar

terciptanya karya ilmiah yang baik. Oleh karena itu, penulis membagi skripsi ini

dalam beberapa bab yang saling berkaitan satu sama lain, karena isi dari skripsi

ini bersifat berkesinambungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya.

Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah

sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi

tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan,

Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan,

Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Peraturan Perundang-undangan Yang Berkaitan Dengan

Penjualan Minuman Beralkohol. Dalam bab ini berisi Tinjauan

Umum Tentang Minuman Beralkohol, Tinjaun Umum Tentang

Larangan Perizinan Penjualan Minuman Beralkohol Di

Minimarket Menurut Hukum Administrasi Negara, Dan

Universitas Sumatera Utara


Peraturan Perundang-undangan Yang Berkaitan Dengan

Penjualan Minuman Beralkohol

BAB III : Alasan-Alasan Diberlakukannya Larangan Perizinan penjualan

Minuman Beralkohol Di Minimarket. Dalam bab ini berisi

tentang alasan-alasan diberlakukannya larangan perizinan

penjualan minuman beralkohol di minimarket Ditinjau

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun

2015 dan Ditinjau Berdasarkan Ketentuan-Ketentuan Yang

Melarang Penjualan Minuman Beralkohol

BAB IV : Implementasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun

2015 Di Kota Medan. Dalam bab ini berisi tentang Upaya

Disperindag Kota Medan Dalam Mengimplementasikan

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015,

Hambatan-Hambatan Dalam Mengimplementasikan Peraturan

Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015, Upaya Yang

Dilakukan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kota Medan

Dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan Dalam

Mengimplementasikan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6

Tahun 2015, Pengawasan Minuman Beralkohol Di Minimarket

BAB V : Kesimpulan Dan Saran

a. Kesimpulan

b. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai