Anda di halaman 1dari 192

MATERI KULIAH

TATA GUNA DAN


PENGEMBANGAN LAHAN

Dosen : Ernawati

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Tujuan Pembelajaran
Agar mahasiswa mampu
 Menyusun rencana penggunaan lahan:
 Menyusun langkah-langkah proses penataan peng-
gunaan dan pengembangan lahan suatu wilayah,
desa, dan kota;
 Melakukan analisis kesesuaian lahan bagi berbagai
kegiatan pada suatu wilayah, desa, dan kota;
 Mengarahkan dan merencanakan penataan (pola)
pemanfaatan lahan suatu wilayah, desa, dan kota;
 Menggunakan pedoman-pedoman penyusunan
implementasi (pemanfaatan) penggunaan lahan
 Merumuskan hal-hal yang harus dipertimbang-
kan dalam pengendalian pemanfaatan lahan
suatu wilayah, desa, dan kota;
Buku Bacaan
• Al-Qur’an dan al-Hadits
• Achmad Nurmadi: “Manajemen Perkotaan”
• Colin Lee: “Models in Planning”
• Daniel RM: “Land use Law”
• David Dent & Anthony Young: “Soil Survey and Land
Evaluation”
• Djoko Sujarto: “Konsolidasi Lahan Perkotaan, sebagai
suatu Model Pengelolaan Lahan”
• Djohara T.Dj.: “Tata Guna Tanah dalam Perencanaan
Wilayah, Desa, dan Kota”
• F. Stuart Chapin: “Urban Land Use Planning”
• Hadi Sabari Yunus: “Struktur Tata Ruang Kota”
• Harold B Dunkerley: “Urban Land Policy”
• John M. DeGrove: “Land Growth & Policy”
• Lovejoy: “Land Use and Landscape Planning”
• Philip Kivell: “Land and The City”
• Santun R.P. Sitorus: “Evaluasi Sumberdaya Lahan”
• Willian A. Doebelle: “Land Readjustment”
• Semua Undang-undang, PP, Keppres, SK institusi
pemerintah, Perda di Indonesia
LINGKUP MATERI :

1. Wawasan Konsep
– Makna TGL & PL
– Fungsi lahan
– Unsur2 (aspek2) yang mempengaruhi
Penggunaan Lahan
– Model-model perkembangan/perubahan
pemanfaatan penggunaan lahan
2. Wawasan Praktik
2.1 Perencanaan
– Analisis Kesesuaian Lahan
– Analisis sistem kegiatan yang potensial
berkembang/dikembangkan
– Analisis kebutuhan dan daya tampung
lahan
– Arahan penggunaan lahan
2.2 Implementasi (Pemanfaatan)
Pedoman (Pemanfatan Ruang):
 Zoning regulation, peruntukan
lahan
 KDB, KLB
 Garis sempadan
2.3 Pengendalian pemanfaatan ruang
- Pengawasan (perizinan, cek
lapangan)
- Penertiban (teguran,
pembongkaran pengadilan,)
KETERKAITAN MK TGL vs MK LAINNYA
Semua materi kuliah prerequsite Studio I: Survey & Kompilasi Data
MK SEBELUMNYA MK PARALEL MK BERIKUTNYA
1. Pengantar Perenc. Wil-Kota
2. Pengetahuan Lingkungan 1. Ekonomi Pemb.
1. Perumahan dan Permukiman 2. Pembiayaan Pemb.
3. Perpetaan
4. Pengantar Ekonomi 2. Analisis Smb & Lingk. 3. Hukum & Adm. Perenc
5. Tekpres & Komunikasi Efektif 3. An-Lokasi & Pola Ruang 4. Masalah Perencanaan

1. Pengantar Proses Perencanaan


2. Sistem Sosial-Budaya
3. Geologi dan Tata Lingkungan
4. Geografi dan Kependudukan STUDIO I STUDIO 2
5. Statistika (Survey Pengumpulan dan Kompilasi (Analitik)
6. Teknologi Informasi Data)
1. Evaluasi Lahan untuk Pertanian
2. Ekonomi Wilayah Kota
3. Prasarana Wilayah dan Kota
4. Perencanaan Desa Terpadu
STUDIO 3
4. Tata Guna Lahan (Rencana)
5. Teori Perencanaan 5. Perencanaan Lalu-lintas
6. Metode Analisis Perencanaan 6. Perencanaan Transportasi
7. Teori dan Teknik Partisipasi 7. Perencanaan Kota
8. Perencanaan Wilayah MK prerequisite lainnya
PENGENALAN MK TGL

WHAT is TGL ?
WHO are involved in TGL ?
WHERE TGL are ?
WHEN TGL should be ?
WHY TGL should be ? and
HOW ?
WHAT TGL ?
– Pengertian dan definisi :
– Tata  atur, wujud yang diatur, pengaturan,
perencanaan, penataan
Sistem  yang diatur merupakan satu
kesatuan wujud
– Guna  use, penggunaan, pemanfaatan
– Lahan  daratan, tanah ? (soil), bumi 
daratan, perairan, dan udara (angkasa) 
ruang + waktu
TGL  kata kerja: pengaturan penggunaan lahan
suatu ruang (wilayah)
Ruang - Wilayah ?
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang
darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu
kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan,
dan memelihara kelangsungan hidupnya;
Wilayah satu kesatuan geografis:
– bentang alam,
– sosial budaya (kultur),
– Fungsional
– Kewenangan pengelolaan  pusat - daerah
Makna TGL dan PL
LAHAN :
 Lahan merupakan sumber daya alam (SDA) yang
terpenting dalam pembangunan suatu wilayah,
lahan mempunyai beberapa karakteristik sebagai
berikut :
 Mempunyai sifat khusus yaitu: permanen / tidak dapat
dihancurkan, tidak dapat dipindahkan, mempunyai nilai
yang berbeda, dan ketersediaannya terbatas.
 Pemanfaatan dan kepemilikannya harus sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku. Dasar Hukum :
 UUD 45 Pasal 33 meliputi Ruang daratan (lahan), ruang
angkasa (udara), ruang perairan (sungai dan laut).
 UUPA No 5 Tahun 1960
 UUTR No.26 Tahun 2007
Lahan di sini berarti tanah air/bumi, mencakup: daratan, perairan,
dan udara. Bersifat :

Abstrak Lokasional, situasional


(ruang jarak, waktu, biaya)

Lahan
sbg SDA

- Bentuk daratan, geomorfologi, topografi


- Air (permukaan, air tanah; hidrologi)
- Iklim (klimatologi: hujan, panas, dst.)
Nyata - Tubuh tanah (soil, geologi, geoteknik, agrosoil)
(Fisik dasar) - Vegetasi (Flora)
- Hewan (Fauna)
- Mineral & Pertambangan (logam, batuan, bbm)
LINGKUP RUANG PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
1. SDA
Lahan
Kapasitas
Perairan
Udara
Land Management Concept

Kesesuaian
 Hukum
 Regulasi
PENGGUNA RUANG
(User) Sistem Aktivitas di :
Institusional Desa
Swasta Kota
Masyarakat Wilayah

2. SDM 3. VALUE

Hubungan antara : LAHAN – SDM – VALUE AKTIVITAS


External Atmosphere

Social
Biological
Env. Infrastruct-
ures

Culture LAND Economy


USE
PATTERN
Public Politic
utility

Technology Physical
Env.

Fungsi Lahan Internal Atmosphere

FAKTOR2 YANG MEMPENGARUHI LAND USE


FAKTOR-FAKTOR PEMBATAS/LIMITASI ALAM

 Kondisi morfologi
 Kondisi topografi
 Kondisi geologi
 Kondisi jenis tanah
 Kondisi hidrologi
 Kondisi iklim(klimatologi)
 Vegetasi Langka
 Daerah Bencana alam
 Penggunaan lahan yang ada saat ini
FAKTOR PEMBATAS (limitasi) FISIK ALAM (Fisiografi)
Mempengaruhi daya dukung & daya tamping lahan/ruang
1. Morfologi : roman muka (rupa) bumi dan aspek-aspek yang
mempengaruhinya.
2. Topografi : bentuk permukaan bumi. Umumnya topografi menunjukan
relief permukaan dalam tiga dimensi serta identifikasi lahan.
3. Geologi : batu-batuan yang berkenaan dengan sifat fisik, kimia, dan
strukturnya.
4. Hidrologi : kejadian, perputaran, dan penyebaran air di atmosfer dan
permukaan bumi
5. Hidrogeologi : -idem- di bawah permukaan bumi (air tanah);
6. Jenis tanah : kondisi fisik dan kimiawi tubuh tanah
7. Klimatologi, berhubungan dengan iklim seperti suhu, tekanan udara,
kelembaban, angin, dan curah hujan.
8. Vegetasi : berbagai jenis tanaman/tumbuh-tumbuhan
9. Daerah rawan bencana alam: gempa, tsunami, longsor, banjir, vulkanik

TA ADMINISTRASI
PETA GEOGRAFI (bentang alam) PROVINSI JAWA BARAT
CONTOH:
Visualisasi 3-D Morfologi Lahan
sekitar genangan Waduk Jatigede
CONTOH
PETA
TOPOGRAFI
GARIS
KONTUR
CONTOH PETA TOPOGRAFI
CONTOH PETA KEMIRINGAN

KABUPATEN
BANTUL
CONTOH PETA PEMBAGIAN FISIOGRAFI PROVINSI JAWA BARAT
(Van Bemmlen, 1949)
CONTOH PETA GEOLOGI
CONTOH PETA GEOLOGI
CONTOH
PETA GEOMORFOLOGI UNGGARAN
PETA HIDROLOGI
WILAYAH SUNGAI CIMANUK-CISANGGARUNG
CONTOH PETA JENS TANAH
CONTOH PETA WAS & DAS CIMANUK
CONTOH PETA DAS
CONTOH PETA ISOHYTE CURAH HUJAN
CONTOH PETA DATA CURAH HUJAN
CONTOH PETA KONDISI VEGETASI
CONTOH PETA TUTUPAN LAHAN
(HUTAN DAN PERAIRAN)
CONTOH PETA DAERAH RAWAN BENCANA ALAM
CONTOH PETA DAERAH RAWAN BENCANA ALAM
CONTOH PETA DAERAH BENCANA
GUNUNG MERAPI

VISUALISASI 3-D GN. MERAPI


Konsep Sunda dalam
Penatagunaan Lahan
• Gunung - kaian;
• Gawir - awian;
• Cinyusu – rumateun;
• Sampalan – kebonan;
• Pasir – talunan;
• Dataran - sawahan
2. Wawasan Praktik
2.1 Perencanaan (Penataan)
Analisis Kesesuaian Lahan
–Pengertian
–Tujuan
–Metode dan Data yang dibutuhkan
 Penentuan Kawasan Lindung
 Penentuan Kawasan Budidaya
 Penentuan arah pengembangan
 Penentuan KDB, KLB
Pengertian (Analisis KL)
Melakukan analisis untuk menentukan tingkat
kecocokan lahan untuk suatu kegiatan yang dapat
memberikan nilai lahan optimal atau maksimal
dengan mempertimbangkan berbagai fungsi lahan
dalam kehidupan/penghidupan masyarakatnya
(fisik, sosial, ekonomi, budaya, politik).

Tujuan
Mengklasifikasi kesesuaian lahan menurut kawasan
fungsional (ekologi, sosial, budaya, ekonomi, politik,
publik) yang secara garis besar terbagi atas :
(1) Kawasan Lindung
(2) Kawasan Budidaya
(1) Kawasan Lindung
Kawasan hutan lindung;
Kawasan bergambut;
Kawasan resapan air;
Kawasan sempadan pantai;
Kawasan sempadan sungai;
Kawasan sekitar danau/ waduk;
Kawasan sekitar mata air
Kawasan suaka alam;
Kawasan pantai berhutan bakau;
Kawasan suaka alam laut;
Kawasan Taman Nasional;
Hutan Raya dan Taman Wisata Hutan Alam;
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan;
Kawasan rawan bencana.
(2) Kawasan Budidaya :
a. Budidaya tidak terbangun
- Kawasan hutan produksi
- Kawasan perkebunan/tanaman tahunan
- Kawasan pertanian tanaman pangan (padi &
palawija)
- Kawasan pertanian hortikultur (sayuran dan buah-
buahan)
- Kawasan peternakan (besar dan kecil/unggas)
- Kawasan perikanan (laut dan darat)
- Kawasan pertambangan

b. Budidaya terbangun
- Kawasan Perindustrian;
- Kawasan Pariwisata;
- Kawasan Perumahan;
- Kawasan perdagangan, perkantoran, dll.
- Infrastruktur
Metode dan Data yang dibutuhkan
 Kriteria :
- Keppres Nomor 32/1990 (Penentuan Kawasan Lindung);
- Kepmendagri Nomor 57/1989
- Geo-agroklimat
- FAO 1976/1978
- US Soil Conservation Services
- Kemen PUPR No. 41/2007
- Kementan…
- KemenhutLH

 Teknik analisis : Physiographic Analysis & Parametric Analysis


- Superimpose, Skoring, Pembobotan  Satuan peta lahan/SPL
- Klasisikasi kesesuaian lahan FAO
- Klasifikasi kemampuan lahan (ada 8 kelas)
- Klasifikasi lahan untuk pertanian S1, S2, S3, N
- Ika & Ike, Koefisioen Dasar Bangunan, Kualitas DAS
- Threshold Analysis
 Data :
- Kondisi Topografi
- Jenis tanah/geologi, termasuk sifat2 tanah untuk FAO/Klasifikasi
lahan
- Curah hujan rata-rata harian
- Lahan kritis, rawan bencana (erosi, longsor, banjir, gempa,
merapi)
- Existing land use, luas area
(1) PENENTUAN KAWASAN LINDUNG
Kriteria : Keppres 32 Tahun 1990

JENIS KAWASAN TUJUAN


DEFINISI KRITERIA PENETAPAN DATA YANG DIBUTUHKAN
LINDUNG PERLINDUNGAN

Kawasan Kawasan yang memiliki sifat Mencegah terjadinya  Skor > 175  Peta hasil pembobotan
hutan khas yang mampu erosi, bencana banjir,  Kawasan hutan yang (fungsi lindung dan
lindung memberikan perlindungan sedimentasi dan mamiliki lereng 40 % budidaya)
kepada sekitar maupun menjaga fungsi tanah atau lebih  Peta kemiringan lahan.
bawahannya sebagai dan menjamin  Kawasan hutan pada  Peta topografi.
pengatur tata air, pencegahan ketersediaan unsur hara ketinggian lebih dari  Peta penggunaan lahan
K. PERLINDUNGAN DI BAWAHNYA

banjir dan erosi serta tanah, air tanah dan air 2000 m penggunaan eksisting.
pemeliharaan kesuburan permukaan. lahan.
tanah.

Kawasan Kawasan yang unsur Mengendalikan hidrologi Tanah yang bergambut di  Peta dan luas jenis tanah
Bergam- pembentuk tanahnya wilayah, yaitu sebagai hulu sungai dengan gambut dengan ketebalan >
but sebagian besar berupa sisa- pencegah banjir, serta ketebalan > 3 meter 3 meter.
sisa bahan organik yang melindungi ekosistem  Peta aliran sungai/luasan
tertimbun dalam jangka waktu yang khas di kawasan kawasan hulu sungai.
lama. bergambut.  Peta penggunaan lahan
eksisting.

Kawasan Kawasan yang mempunyai Memberikan ruang  Curah hujan tinggi ( >  Peta dan curah hujan dan
Resapan kemampuan tinggi untuk cukup bagi peresapan 27,7 mm/hari) luasan tiap jenisnya.
air meresapkan air hujan, air hujan pada daerah  Struktur tanah yang  Peta Jenis tanah dan luasan
sehingga merupakan tempat peresapan air tanah mudah meresapkan air. tiap jenisnya.
pengisian air bumi (akifer) untuk keperluan  Bentuk geomorfologi  Peta geologi dan luasannya
yang berguna sebagai sumber penyediaan air tanah dan mampu meresapkan air  Peta topografi dan luasan
air. penanggulangan banjir, hujan. tiap jenisnya.
baik untuk kawasan  Penggunaan lahan eksisting.
bawahnya maupun
kawasan yang
bersangkutan.
JENIS
TUJUAN KRITERIA DATA YANG
KAWASAN DEFINISI
PERLINDUNGAN PENETAPAN DIBUTUHKAN
LINDUNG
Kawasan Kawasan tertentu Melindungi wilayah  Dataran sepanjang tepi  Peta topografi
Sempadan sepanjang pantai yang pantai dari kegiatan pantai yang lebarnya  Peta Kemiringan
Pantai mempunyai manfaat yang menganggu proporsional dengan  Data garis pasang
penting untuk kelestarian fungsi bentuk dan kondisi fisik maksimum.
mempertahankan pantai. pantai > 100 m dari  Peta penggunaan
kelestarian fungsi pantai. titik pasang. lahan eksisting.

Kawasan Kawasan sepanjang kiri- Melindungi sungai dari  > 100 meter di kiri-  Peta aliran sungai,
sempadan kanan sungai termasuk kegiatan manusia yang kanan sungai besar lebar sungai dan
sungai sungai buatan/ kanal/irigasi dapat mengganggu dan 50 meter di kiri- debitnya.
KAWASAN SEMPADAN

primer yang mempunyai dan merusak kualitas kanan sungai yang  Peta topografi
manfaat penting untuk air sungai kondisi fisik berada di dalam  Penggunaan lahan
mempertahankan dan dasar sungai serta pemukiman. eksisting.
kelestarian sungai. mengamankan aliran  10 – 15 m kiri dan
sungai. kanan untuk jalan
inspeksi.

Kawasan Kawasan tertentu di Melindungi Daratan sekeliling tepian  Peta topografi


Sekitar sekeliling danau/ waduk danau/waduk dari yang lebarnya  Pasang maksimum
Danau/ yang memiliki manfaat kegiatan budidaya proporsional dengan  Peta Jenis tanah
Waduk penting untuk yang dapat bentuk dan kondisi fisik  Peta Geologi
mempertahankan mengganggu danau/ waduk (50 –100  Penggunaan lahan
kelestarian fungsi danau. kelestarian fungsi m dari titik pasang eksisting.
danau/waduk). tertinggi)
Kawasan Kawasan di sekitar mata air Melindungi mata air Radius > 200 meter di  Peta lokasi mata air
sekitar Mata yang mempunyai manfaat dari kegiatan budidaya sekitar mata air, kecuali dan debitnya.
Air penting untuk yang dapat merusak untuk kepentingan  Peta topografi.
mempertahankan kualitas air dan kondisi umum.  Penggunaan lahan
kelestarian fungsi mata air. fisik kawasan eksisting.
sekitarnya.
Kawasan Kawasan yang Melindungi keaneka Kriteria cagar alam :  Peta pola vegetasi
Suaka memiliki ragaman biota, tipe  Keanekaragaman jenis ekosistem dan fauna.
Alam ekosistem yang ekosistem, gejala flora dan fauna  Peta keberadaan
Kawasan Suaka dan Cagar Budaya Alam dan Cagar Budaya

khas yang dan keunikan alam  Mewakili formasi biota tertentu/ penggunaan
merupakan bagi kepentingan bagian dari biota tettentu. lahanasma nutfah
habitat alami penggunaan  Kondisi alam masih asli yang penting dan
dan memberikan lahanasma nufta,  Luas dan bentuknya menunjang luasannya.
perlindungan ilmu pengetahuan, pengelolaan efektif.  Peta kawasan
bagi flora dan dan pembangunan  Kekhasan tangkapan air dan
fauna yang khas pada umumnya. Kriteria suaka marga satwa: luasannya.
dan  Tempat hidup satwa  Penggunaan lahan
beranekaragam.  Tempat satwa migran eksisting.
 Luasnya cukup untuk habitat satwa
Terdiri dari : ybs.
1) Kawasan cagar Kriteria hutan wisata :
alam
 Geomorfologi resapan air hujan.
2) Kawasan suaka
 Keindahan alamiah dan buatan
margasatwa
 Memenuhi kebutuhan rekreasi
3) Kawasan hutan
 Satwa yang memungkinkan untuk
wisata
rekreasi.
geomorfologi
4) Kawasan Kriteria kawasan perlindungan
perlindungan penggunaan lahanasma mutfah :
satwa  Jenis penggunaan lahanasma
5) Kawasan nutfalah Satwa yang perlu dilindungi.
pengungsian  Area pemindahan satwa.
satwa  Luas cukup dan lokasinya aman.
Kriteria kawasan pengungsian satwa :
 Habitat satwa ybs.
 Luas cukup untuk berkembangbiak.
Kawasan Kawasan berupa Melindungi Memiliki keragaman Keunikan-keunikan dan
suaka alam perairan laut, perairan keanekaragaman biota, tipe dan atau keunikan keragaman ekosistem
laut darat, wilayah pesisir, ekosistem, gejala dan ekosistem laut pada wilayah
muara sungai, gugusan keunikan alam bagi observasi.
karang dan atol yang penggunaan lahanasma
mempunyai ciri khas nufta, ilmu pengetahuan
berupa keanekaragaman dan pembangunan pada
dan atau keunikan umumnya.
ekosistem
Kawasan Kawasan pelestariaan Pengembangan pendidikan,  Kawasan hutan  Gambaran best view
Taman alam di darat mapupun rekreasi dan pariwisata bervegetasi tetap bentang alam.
Nasional, di laut yang teutama serta peningkatan kualitas  Keanekaragaman  Pola dan
Hutan Raya dimanfaatkan untuk lingkungan sekitarnya dan flora dan fauna. keanekaragaman flora
dan Taman pariwisata dan rekreasi perlindungan dari  Keindahan bentang dan fauna.
Wisata Hutan alam. pencemaran. alam baik untuk  Peta dan luasan
Alam pariwisata. hutan.
 Ditetapkan  Penggunaan lahan
pemerintah. eksisting.
Kawasan Kawasan dimana lokasi Melindungi kekayaan  Tempat dan ruang  Lokasi-lokasi situs dan
Cagar Budaya bangunan hasil budaya budaya bangsa berupa yang bernilai budaya Keunikannya.
Dan ilmu manusia yang bernilai peninggalan-peninggalan tinggi, situs dan  Peta budaya.
pengetahuan tinggi maupun bentuk sejarah, bangunan geologi terten-tu  Penggunaan lahan
alami yang khas. arkeologi dan monumen yang bermanfaat eksisting.
nasional. bagi ilmu
pengetahuan.
Kawasan Kawasan yang sering Melindungi manusia dan Sering atau berpotensi  Peta lokasi, luasan
rawan atau berpotensi tinggi kegiatannya yang tinggi mengalami tiap jenis bencana
bencana mengalami bencana disebabkan oleh alam bencana alam seperti alam.
alam. maupun secara tidak aliran lava, gempa  Data intensitas dan
langsung oleh perbuatan bumi, banjir, gerakan dampak bencana
manusia. tanah, longsor dsb alam.
 Penggunaan lahan
eksisting.
Sumber : Keppres No. 32/1990, Keppres 57/1989
Kriteria Skoring Penentuan Kawasan Lindung/Budidaya
JENIS KLASIFIKASI SKOR

Kemi- 0 - 8% Datar 20
ringan > 8 – 15% Landai 40
Lahan
> 15 - 25% Agak curam 60
> 25 – 40% Curam 80
> 40% Sangat curam 100

Jenis Alluvial, tanah Gley, Planosol, Hidro-morf Tidak peka 15


Tanah Kelabu, Laterik air tanah
Latosol Kurang 30
Brown Forest Soil, Non Calcic Brown, Agak Peka 45
Mediteran
Andosol, Lateritik Grumusol, podsol, Peka 60
Podsolic
Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat Peka 75

Curah < 13,6 Sangat rendah 10


Hujan 13,6 – 20,7 Rendah 20
(mm/
20,7 – 27,7 Sedang 30
hari)
27,7 – 34,8 Tinggi 40
> 34,8 Sangat tinggi 50

JENIS Kriteria :
KAWA Kawasan Lindung  Memiliki bobot skor > 175 ; Lindung mutlak bila kemiringan lahan > 40 %
 Lindung mutlak bila hutan pada ketinggian > 2000 m di penggunaan lahan.
SAN
Kriteria :
Kawasan Budidaya  Skor < 175 ; Kemiringan < 40 %
 Bukan kawasan hutan pada ketinggian < 2000 m di penggunaan lahan.
Sumber : Keppres no.32 tahun 1990
No. Kelas Skor
1. 0-8 % 20
No. Kelas Skor Peta Kemiringan
2. 8-15 % 40
1. > 13,6 mm/hari 10
3. 15-25 % 60
2. 13,6-20,7 mm/hari 20
4. 25-40 % 80
3. 20,7-27,7 mm/hari 30
5. > 40 % 100 Peta Hutan Lindung
4. 27,7-34,8 mm/hari 40 Peta Intensitas Hujan Skor > 175
Rata-Rata Lereng > 40 %
5. > 34,8 mm/hari 50
Ketinggian > 2000 mdpl
No. Kelas Skor
1. Tidak peka 15
2. Agak peka 30 Peta Kepekaan Tanah

3. Kurang peka 45
4. Peka 60 Peta Hutan Peruntukan Khusus Peta Wisata Suaka Peta
5. Sangat peka 75 Alam/Margasatwa Kawasan
Lindung
Daerah Rawa
Kawasan Bergambut > m
Permanen

Kawasan Penyangga Kawasan Resapan Air


Skor 125-174
Lithologi Paros (kwarsa, Podsol,
Podsolik) Sempadan Pantai 100 M Dari
Ketinggian > 1000 mdpl Titik Pasang
Vegetasi Penutup 75 %
Curah Hujan > 34,8 mm/hari Sempadan Pantai 100 M Dari Peta Kawasan
Kiri-Kanan Sungai Lindung Setempat

Sekitar danau 50-100 m

Sekitar Mata Air 200 m

Peta Daerah Banjir, Peta Jalur Daerah Rawan


Gempa, dan sebagainya Banjir/bencanna alam

Pertimbangan Aspek :
Sosial ekonomi politik
Contoh :
PROSES ANALISIS PENENTUAN KAWASAN
LINDUNG (Gunakan kriteria dan proses analisis dari
Keppres 32/90)
1. Buat Satuan Peta Lahan (SPL) berdasarkan kriteria dan data,
lengkap dengan skoringnya;
2. Gambar Peta sebaiknya menggunakan Autocad atau Mapinfo,
terskala dengan benar
3. Jadikan Peta Topografi sebagai peta dasar analsis, karena
sangat terkait dengan kondisi geologi dan klimatologi
4. Lakukan Superimpose antar masing-masing peta, kemudian
nilai skornya dijumlahkan (Buatkan tabel data untuk masing-
masing SPL, lengkap dengan klasifikasi skornya dan
jumlahnya)
5. Simpulkan wilayah-wilayah mana yang harus menjadi
Kawasan Lindung (sesuaikan dengan klasifikasi fungsi
kawasan lindung) dan mana yang boleh dibudidayakan
<400 m dpl
Peta Definitif Kawasan
Lindung
Kesesuaian Lahan untuk pertanian
(Kriteria Topo-Agro-klimat)

Ketinggian (m dpl) Kawasan konservasi (Kawasan Hutan


Lindung)
Zona Dingin
2.500
Kawasan Perkebunan (Teh,
Zona iklim sejuk kopi, kina, dan sayuran)
1.500
Padi, palawija, buah-
Zona iklim sedang buahan, dan sayuran
600
Zona iklim panas Padi, palawija, tebu,
buah-buahan
0
Bentang alam Kesesuaian tanaman berdasarkan
Ketinggian (Metode Junghunn)

Kriteria lainnya :
- Keppres No. 32/1990, tentang Kawasan Lindung
- Kesesuaian lahan budidaya pertanian (PP 29/1986, PP. 28/1985, Permendagri 57/89)
- Tersedia jaringan irigasi teknis, semi teknis, atau tadah hujan
ANALISIS SUPERIMPOSE (TUMPANG TINDIH)
Tahapan Pengagubangan Teknik Sumperimpose
Gambar arsir menunjukkan
penggunaan yang sesuai
dengan kelas kemampuan lahan

Hubungan antara Kelas Kemampuan & Penggunaan Lahan


 PROSES ANALISIS PENENTUAN KAWASAN
BUDIDAYA (Gunakan kriteria/proses analisis Kepmendagri
57/89, Permen PU No. 41/2007, FAO, US. SCS, Geo-
agroklimat, atau lainnya)

 Dengan prinsip yang sama seperti untuk menentukan kawasan lindung,


lakukan analisis seluruh kawasan budidaya (Non Lindung) untuk setiap
kategori kegiatan budidaya (tidak terbangun/lahan terbangun);
 Buat Satuan Peta Lahan (SPL) berdasarkan kriteria dan data, lengkap
dengan skoringnya/klasisfikasinya/kategori kesesuaian lahan;
 Simpulkan wilayah-wilayah mana yang S1, S2, S3, atau N untuk setiap
setiap kategori kegiatan budidaya lengkap dengan gambar peta, tabel SPL
dan luasannya
 Lakukan Superimpose antar setiap kategori kegiatan budidaya untuk
ditentukan wilayah mana yang lebih cocok (sesuai) untuk kegiatan
(pertanian) apa, buat pula tabel data (SPL) wilayah kesesuaian lengkap
dengan luasannya;
 Lakukan superimpose dengan kondisi existing land use
 Buat kesimpulan akhir (Tabel) yang menunjukkan wilayah mana cocok
untuk apa, kondisi eksisting, dan usulan arahan penggunaan lahan,
lengkap dengan gambar peta dan tabel luasannya.
Peta Kawasan Budidaya
Terbangun & Tidak Terbangun
Peta Superimpose
Peta akhir
Kementerian Pertanian
Kesesuaian Penggunaan Lahan
di Kecamatan – Kota - Desa ………….
SPL Luas per SPL
No Kondisi eksisting Hasil Analisis Usulan Penggunaan
(Ha) %
TABEL PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING, HASIL ANALISIS
KESESUAIAN LAHAN, DAN ARAHAN
Eksisting Kesesuaian Lahan Rek. Arahan
No Penggunaan Lahan
luas (Ha) % luas (Ha) % luas (Ha) %
1 Kawasan Lindung
Perlindungan Di Bawahnya
Perlindungan Setempat/sempadan
Suaka Alam/Cagar Budaya
Kawasan Rawan Bencana
2 Kawasan Budidaya
2.1 K. Tidak Terbangun

Hutan Produksi
Pertanian Lahan Basah (Padi)
Pertanian Lahan Kering
Pertanian Tanaman Tahunan
K. Pertambangan
Taman/RTH
Lainnya
2.2 K. Terbangun
Kawasan Perumahan
Kawasan Industri
Kawasan Wisata
Kawasan bangunan sarana
Kuburan
Jaringan prasarana
Lainnya
JUMLAH Luas
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG/LAHAN
Data : Input data untuk menghitung kebutuhan ruang/lahan
adalah
 Penduduk eksisting dan proyeksi jumlah penduduk pada tahun rencana
(analisis)
 Kebutuhan jenis, jumlah, dan luas lahan untuk bangunan sarana sosial
(Fasos), sarana ekonomi (Fasek), dan sarana umum (Fasum = tempat
ibadah, rekreasi, pemerintahan, taman, RTH, dsj.)
 Lihat standar kebutuhan lahan (ruang) minimal (Buku Petunjuk Perencanaan
Kawasan Permukiman, DPU)
 Kondisi penggunaan lahan eksisting, hasil analisis kesesuaian lahan, dan
usulan/arahan penggunaan lahan
 Asumsi-asumsi dasar analsis seperti misalnya :
 Pemenuhan kebutuhan pangan dari mana ? Apakah akan “self
sufficient”? (subsisten)
 Jumlah rumah yang dibutuhkan atas dasar jumlah anggota/KK
 Komposisi (%) penggunaan lahan ? Ngikuti standar umum atau khusus
(ada fungsi-fungsi tertentu yang harus dipertahankan, KDB) ?
 Asumsi dapat dijustifikasi sendiri, boleh diambil dari kebijakan2 yang
ada, atau pertimbangan2 lain yang menurut pandangan Saudara
dianggap perlu.
Analisis :
(1) Tetapkan luas lahan fungsi kawasan lindung,
penyangga/budidaya, lengkap dengan KDB
(2) Hitung kebutuhan lahan untuk perumahan
(3) Hitung kebutuhan lahan untuk Fasos, Fasek, dan
Fasum (dari hasil analisis Sapras)
(4) Hitung kebutuhan lahan untuk pertanian subsisten
(pakai metode Tekanan Penduduk) atau ekonomi
basis (export based) lainnya
(5) Alokasikan lahan untuk infrastruktur (standar minimal
20 % dari total luas lahan)
(6) Cek apakah sisi sedian lahan, cukup tidak ?
Kalau tidak, cari solusinya bagaimana ?
Peta Kepadatan
Penduduk
Klasifikasi Kepadatan Bangunan

No. Klasifikasi Kepadatan Bangunan

1. Sangat Rendah < 10 Bangunan/Ha

2. Rendah 11 – 40 Bangunan/Ha

3. Sedang 41 – 60 Bangunan/Ha

4. Tinggi 61 – 80 Bangunan/Ha

5. Sangat Tingga > 81 Bangunan/Ha

Sumber : Keputusan Mentri PU No. 378/KPTS/1987


Hubungan Antara KDB Maksimum Dengan Kemiringan Lereng
40.0% 39.4 %
37.5 %

35.0%
34.4%

30.0%
30.0 %
KDB Maksimum (%)

25.0%
24.4 %
20.0%
17.5 %
15.0%

10.0%
9.4 %

5.0 %

0.0 %

5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 40.0%

Rata-rata Kemiringan Tanah

 Kawasan Lindung dengan skor > 175


 Kawasan Penyangga dengan skor 125 – 175
 Kawasan Budidaya dengan skor < 125
Menghitung Kebutuhan lahan untuk pertanian pangan
akibat tekanan penduduk :

Tekanan penduduk terhadap lahan tergantung pada


- Jumlah penduduk
- Kebutuhan luas lahan untuk memberikan hidup layak
- Luas lahan yang tersedia

Rumus : TP = (z x Po) / L

Po = total populasi pada waktu t = 0 (jiwa)


L = jumlah luas lahan (Ha)
z = luas lahan untuk hidup layak (0,02 - 0,04 Ha)

Jika angka pertumbuhan penduduk = r, maka pada tahun ke t

TP = z x {Po (1+ r)t} / L


Kemudian, jika F = persentase petani (total), dan
L = areal lahan petani (Ha)
Maka :
TP = z x {F x Po (1 + r)t } / L

Jika TP = 1  tidak ada tekanan penduduk


TP < 1  tekanan negatif, kapasitas akan berlebih
TP > 1  tekanan penduduk melebihi kapasitas lahan

Atau dapat juga dihitung secara surplus & defisit


Daya tampung Lahan
Tujuan : mengetahui seberapa besar daya tampung
ruang/lahan untuk mendukung pengembangan
lahan terbangun (aktivitas) yang berkembang di
wilayah yang bersangkutan.

Rumus : P = L x Bc x A/R x K

Di sini P = daya tampung lahan (jiwa)


L = Luas wilayah (Ha)
Bc = Rasio dasar bangunan (KDB), %
A = Persentase luas kawasan perumahan (Ha)
R = Luas kebutuhan kapling rumah tiap KK
K = Jumlah anggota tiap KK (jiwa)
KOMPOSISI DAN KEBUTUHAN RUANG/
LAHAN PADA TAHUN ANALISIS (RENCANA)
Kebutuhan
Komponen Sisi sediaan (demand) Keterangan
No Penggunaan Lahan
luas (Ha) % luas (Ha) %
1 Kawasan Lindung
Perlindungan Di Bawahnya
Perlindungan Setempat
Suaka Alam/Cagar Budaya
Kawasan Rawan Bencana
2 Kawasan Budidaya
K. Tidak Terbangun
2.1 (Lahan Usaha)
Hutan Produksi
Kawasan Pertanian Lahan
Basah
Kawasan Pertanian Lahan
Kering/Kebun
K. Pertambangan
K. Terbangun
2.
2 Kawasan Perumahan

Kawasan Industri
100.0
Jumlah 0 100.00
Contoh : Peta Lahan Kritis DPS Sampean
Peta Kesesuaian Lahan
106 7’ 24” BT 106 40’ 45” BT
106 45’ 22” BT
TUGAS AKHIR
KOTA KEC. BOGOR BARAT

KOTA KEC. BOGOR TENGAH


Legenda :
Bata s Kotam adya
Empang Bata s Kabu paten

250
06 36’ 45” LS Cikaret Bata s Kelurahan
Bondongan Pusat De sa
Jalan
Sun gai
Batutulis
Lawang Gintung Kon tur
Ranggamekar

Pakuan
KOTA KEC. BOGOR TIMUR
30
0

300
Cipaku

Mulyaharja Pamoyanan
350
350
KEC. CIOMAS KAB. BOGOR
Muarasari
06 28’ 37” LS Genteng
400

400
Harjasari
450 Kertamaya

450
450

Rancamaya Bojongkerta

40
0
0 0
45 50

06 40’ 30” LS
Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor, 2003

U
KEC. CIJERUK KAB. BOGOR SKALA : 1 : 75.000
KEC. CARINGIN KAB. BOGOR
0 0,75 1,5 3 6 Km

PROGRAM STUDI

KECAM ATAN KOTA B OGOR SELATAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK

86
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1 425 H/200 4 M
PENGERTIAN dan PEMAHAMAN ISTILAH
• Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah daratan yang merupakan kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya yang dibatasi secara alami oleh pemisah
topografis yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan, menyimpan
dan mengalirkannya ke danau atau laut secara alami,
• Pengelolaan DAS adalah upaya di dalam pengendalian hubungan timbal balik
antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya
dengan tujuan menjaga kelestarian ekosistem serta meningkatkan manfaat
sumberdaya alamnya,
• Prinsip dasar pengelolaan pemanfaatan ruang DAS, adalah:
“satu sungai, satu rencana, dan satu sistem pengelolaan”, yaitu:
– Pengelolaan DAS meliputi: pemanfaatan, pengembangan, perberdayaan, dan
perlindungan sumberdaya;
– DAS harus dilihat sebagai satu kesatuan wilayah hidrologi yang mencakup
beberapa wilayah administratif yang ditetapkan sebagai kesatuan wilayah
pengelolaan yang tidak dapat dipisahkan;
– Menjaga keseimbangan tata air DAS dan pengaturan pola pemanfaatan ruang,
– Dalam pengelolaan ruang harus terpadu (program, tujuan, sasaran) secara
menyeluruh, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan.

106
HULU TENGAH
HILIR
Fungsi Lahan I dengan kemiringan > 40%
Kawasan lindung dengan vegetasi hutan

Fungsi Lahan II
Kawasan pertanian dengan
Tanaman untuk pertimbangan konservasi lahan
daerah lereng

Fungsi Lahan III


Kawasan pertanian intensif/ permukiman
Penahan tanah Agro-Forestry (perlindungan rapat)/
dgn bronjong Terasering dengan perlindungan lereng (guludan)

Check Dam kecil/Parit


penampung sedimen Agro-Forestry / Terasering
Penahan tanah dgn
> + 650 m dpl bronjong
Check Dam kecil

Check Dam kecil/Ground Sill


Saluran
Bendung &
Check Dam/Sabo Waduk

65 40 8 Kemiringan lereng (%)

SKEMA PEMBAGIAN DAS 107


Page
24
Visi dan Misi TATA RUANG :
Pengaturan dan pemanfaatan lahan (ruang)
"Terwujudnya pemanfaatan
berbasis konservasi (mitigasi bencana),
sumberdaya air dan lahan
selaras, seimbang, dan berkelanjutan
bagi kesejahteraan
seluruh rakyat"

PENGELOLAAN DAS :
 Rehabilitasi & Reboisasi Lahan Kritis
 Pengendalian Pencemaran Air
 Pengendalian Ketersediaan Air
 Pengendalian Banjir
Prinsip Pengelolaan DAS :
 Rehabilitasi Sarana & Prasarana
”One River, One Plan,  SDM & Kelembagaan
One Integrated Management”  Sustainabilitas kualitas
DAS Brantas
108
KOTA BATU

WILAYAH DAS BRANTAS HULU


109
(2) Penentuan Kawasan Budidaya
a. Kawasan Budidaya Tidak Terbangun
Dari hasil analisis penentuan Kawasan Lindung 
dapat diketahui hamparan wilayah mana saja yang
dapat digunakan untuk kawasan budidaya.
Selanjutnya analisis kawasan budidaya tsb. Untuk
kegiatan2 (budidaya) tidak terbangun (hutan
produksi, perkebunan tanaman tahunan, pertanian
pangan padi, palawija, dst.)  lihat klasifikasi
kawasan budaya tidak terbangun).
Dalam melakukan analisis, perhatikan/pertimbang-
kan penggunaan lahan eksisting.
Susun kriteria2 kesesuaian dan data yang dibutuh-
kan untuk proses analisis kesesuaian lahan
budidaya tidak terbangun.
KRITERIA KAWASAN BUDIDAYA
(KEPMENDAGRI 57/1989)
DATA YANG
JENIS KAWASAN DEFINISI KRITERIA
DIPERLUKAN
Kawasan hutan Kawasan yang diperuntukan  Skor 125-174 untuk kemiringan,  Peta Kemiringan
produksi bagi hutan produksi terbatas jenis tanah, dan curah hujan.  Peta Curah hujan
terbatas dimana ekspenggunaan  Diluar hutan suaka alam, hutan  Peta Jenis tanah
lahanoitasinya hanya dapat wisata dan konveersi.
dengan tebang pilih dan
tanam.
Kawasan hutan Kawasan yang diperuntukan  Skor 124 atau kurang untuk  Peta Kemiringan
KAWASAN HUTAN PRODUKSI

produksi tetap bagi hutan produksi tetap kemirigan, jenis tanah, curah  Peta Curah hujan
dimana ekspenggunaan hujan.  Peta Jenis tanah
lahanoitasinya dapat dengan  Diluar hutan suaka alam, hutan
tebang pilih atau tebang habis wisata dan konversi.
dan tanam.
Kawasan hutan Kawasan yang bila diperlukan  Skor 124 atau kurang untuk  Peta Kemiringan
produksi- dapat dialihgunakan. kemirigan, jenis tanah, curah  Peta Curah hujan
konversi hujan.  Peta Jenis tanah
 Diluar hutan suaka alam, hutan
wisata dan hutan produksi tetap,
hutan produksi terbatas, dan
hutan konversi lainnya.
Kawasan Kawasan yang diperuntukan  Sesuai dengan potensi  Data kesesuian lahan
pertanian bagi tanaman pangan lahan pengembangannya. tanaman lahan basah
tanaman basah dimana pengairannnya  Sistem dan potensi pengairan metode FAO.
pangan lahan secara alamiah maupun baik.  Peta topografi, kemiringan
teknis.  Ketinggian < 1000 m lahan
basah
dpenggunaan lahan  Peta Kedalaman efektif
 Kemiringan < 40 % tanah.
 Kedalaman efektif tanah atas >  Pola tagun tanaman lahan
30 cm. basah eksisting.
 Data produksi jenis-jenis
tanaman lahan basah.
Kawasan Kawasan yang diperuntukan  Sesuai dengan potensi  Data kesesuian lahan tanaman
pertanian bagi tanaman pangan lahan pengembangannya. lahan kering metode FAO.
tanaman kering untuk tanaman Ketinggian < 1000 m  Peta topografi, kemiringan lahan
pangan lahan palawija, holtikultura dan dpenggunaan lahan  Peta kedalaman efetif tanah.
kering tanaman pangan.  Kemiringan < 40 %  Pola tagun tanaman lahan kering
 Kedalaman efektif tanah eksisting.
atas > 30 cm.  Data produksi jenis-jenis tanaman
lahan kering.
Kawasan Kawasan yang diperuntukan  Seuai dengan potensi  Data kesesuian lahan tanaman
tanaman bagi tanaman tahunan/ pengembangannya. lahan kering metode FAO.
tahunan/ perkebunan yang  Ketinggian < 1000 m  Peta topografi, kemiringan lahan
perkebunan menghasilkan baik lahan dpenggunaan lahan  Kedalam efektif tanah
pangan dan bahan baku  Kemiringan < 40 %  Tata guna lahan eksisting
KAWASAN PERTANIAN

industri.  Kedalaman efektif tanah  Data produksi tanaman


atas > 30 cm.
Kawasan Kawasan yang diperuntukan  Sesuai dengan potensi  Data kesesuian lahan tanaman
peternakan bagi peternakan hewan pengembangannya. lahan kering metode FAO.
besar dan padang  Ketinggian < 1000 m  Peta topografi, kemiringan lahan
penggembalaan ternak. dpenggunaan lahan  Kedalam efektif tanah
 Kemiringan < 15 %  Tata guna lahan eksisting
 Jenis tanah dan iklim  Data produksi ternak.
cocok untuk padang
rumput alamiah.
Kawasan Kawasan yang diperuntukan  Kemiringan < 8 %  Peta kemiringan
perikanan bagi perikanan baik yang  Persediaan air cukup  Peta hidrologi
berupa pertambakan/ kolam  Peta geohidrologi
dan perairan darat lainnya.
Kawasan Kawasan yang diperuntukan bagi Kriteria lokasi sesuai dengan yang  Peta lokasi jenis
pertambangan pertambangan baik wilayah yang ditetapkan oleh Departemen pertambangan dan
sedang maupun yang akan Pertambangan untuk daerah masing- luasannya.
segera dilakukan kegiatan masing  Penggunaan lahan
pertambangan. eksisting.
Perindustrian Kawasan yang diperuntukan bagi  Kawasan yang memenuhi syarat  Peta penggunaan
industri berupa tempat pemusatan lokasi industri. lahan
kegiatan industri.  Tersedia air baku cukup.  Peta hidrologi
 Sistem pembuangan limbah.  Peta jaringan
 Tidak menimbulkan dampak sosial drainase
KAWASAN TERBANGUN

negatif yang berat.


 Tidak terletak pada lahan tanaman
pangan basah dan berpotensi
pengembangan irigasi.
Pariwisata Kawasan yang diperuntukkan  Keindahan panorama alam.  Peta Fisik Alam
bagi kegiatan pariwisata  Masyarakat dengan nilai  Peta penggunaan
kebudayaan tinggi. lahan
 Diminati swasta  Peta sarana dan
 Terdapat Bangunan cagar budaya/ prasarana
nilai sejarah tinggi.
Perumahan dan Kawasan yang diperuntukan bagi  Kesesuian lahan dengan masukan  Peta hidrologi
Infrastruktur perumahan. teknologi yang ada  Peta kemiringan
Perumahan ini mencakup  Ketersediaan air. lahan
perdesaan dan perkotaan.  Lokasi terkait hunian yang telah ada.  Peta ketinggian
 Kemiringan < 15 %  Peta rawan
 Ketinggian < 2000m dpenggunaan bencana alam
lahan  Peta penggunaan
 Lokasi tidak rawan bencana lahan
 Lokasi bukan pada kawasan
tanaman pangan basah.
Peruntukan Ruang Berdasarkan Jenis Tanah
Jenis anah Karakteristik Fungsi Peruntukan ruang Kemiringan
Kawasan Lereng
Grumosol  Lapisan solum tanah agak dalam/tebal 100-200 cm, berwarna Lindung Hutan Lindung > 40 %
kelabu sampai hitam
 Tekstur lempung berliat sampai liat Budidaya Tanaman tahunan/perkebunan terutama tanaman teh >15%
 Mengembang dan lekat pd wkt hujan, retak saat kemarau Pertanian
Budidaya pertanian tanaman tahunan > 15%

Budidaya pertanian lahan basah < 15%

Regosol Coklat  Tebal solum tanah < 25 cm, berwarna coklat Lindung Hutan Lindung > 40 %
 Struktur lepas/butiran tunggal dan teksturnya pasir sampai
lempung berdebu Budidaya Tanaman tahunan/perkebunan terutama tanaman teh > 15%
 Permeabilitas dan infiltrasi yang cepat Pertanian
 Daya menahan air sangat rendah dan peka thd bahaya erosi Budidaya pertanian tanaman tahunan > 15%

Budidaya pertanian tanaman basah < 15%

Kompleks Regosol  Tebal solum tanah < 25 cm, berwarna kelabu Lindung Hutan lindung > 40 %
Kelabu dan Litosol  Struktur lepas/butiran tunggal dan teksturnya pasir
 Daya menahan air sangat rendah dan sangat peka thd erosi Budidaya Tanaman tahunan/perkebunan terutama tanaman teh > 15%
pertanian
Budidaya pertanian tanaman tahunan >15%

Budidaya tahunan tanaman lahan basah < 15%

Litosol Coklat  Lapisan solum tanah sangat tipis atau < 50 cm, warna coklat Lindung Hutan lindung > 40 %
 Tekstur kasar (berpasir/berkerikil), struktur butir lepas
 Peka terhadap erosi Budidaya Tanaman tahunan/perkebunan terutama tanaman the > 15%
 Produktivitas rendah pertanian
Budidaya pertanian tanaman tahunan > 15%

Budidaya tahunan tanaman lahan basah < 15%

Litosol Coklat  Lapisan solum tanah sangat tipis atau < 50 cm, warna coklat Lindung Hutan lindung > 40 %
kemerahan  Tekstur kasar (berpasir/berkerikil), struktur butir lepas
 Peka terhadap erosi Budidaya Tanaman tahunan/perkebunan terutama tanaman the > 15%
 Produktivitas rendah pertanian
Budidaya pertanian tanaman tahunan > 15%

Budidaya tahunan tanaman lahan basah < 15%

Kompleks Litosol  Lapisan solum tanah tebal, warna merah, coklat hingga kuning Lindung Hutan lindung > 40 %
merah Kekuningan, atau kekuning-kuningan
Latosol Coklat,  Tekstur lempung berpasir hingga liat, struktur gumpal sampai Budidaya Tanaman tahunan/perkebunan terutama tanaman the > 15%
Podsolik Merah berpasir pertanian
Kekuningan, dan  Mudah terkena erosi Budidaya pertanian tanaman tahunan >15%
Latosol  Permeabilitas dan infiltrasi lambat
Budidaya tahunan tanaman lahan basah < 15%

Sumber : SK. Gubernur Ka. Dati I Jabar No. 413.21/SK 222-HUK/91


Kesesuaian Lahan untuk pertanian
(Kriteria Topo-Agro-klimat)

Ketinggian (m dpl) Kawasan konservasi (Kawasan Hutan


Lindung)
Zona Dingin
2.500
Kawasan Perkebunan (Teh,
Zona iklim sejuk kopi, kina, dan sayuran)
1.500
Padi, palawija, buah-
Zona iklim sedang buahan, dan sayuran
600
Zona iklim panas Padi, palawija, tebu,
buah-buahan
0
Bentang alam Kesesuaian tanaman berdasarkan
Ketinggian (Metode Junghunn)

Kriteria lainnya :
- Keppres No. 32/1990, tentang Kawasan Lindung
- Kesesuaian lahan budidaya pertanian (PP 29/1986, PP. 28/1985, Permendagri 57/89)
- Tersedia jaringan irigasi teknis, semi teknis, atau tadah hujan
ANALISIS SUPERIMPOSE (TUMPANG TINDIH)
Tahapan Pengagubangan Teknik Sumperimpose
KRITERIA BUDIDAYA MODEL FAO
Gambar arsir menunjukkan
penggunaan yang sesuai
dengan kelas kemampuan lahan

Hubungan antara Kelas Kemampuan & Penggunaan Lahan


Analisis Kesesuaian Lahan Model FAO
 PROSES ANALISIS PENENTUAN KAWASAN
BUDIDAYA (Gunakan kriteria/proses analisis Kepmendagri
57/89, FAO, US. SCS, Geo-agroklimat, atau lainnya)
 Dengan prinsip yang sama seperti untuk menentukan kawasan
lindung, lakukan analisis seluruh kawasan budidaya (Non Lindung)
untuk setiap kategori kegiatan budidaya (tidak terbangun/lahan
terbangun);
 Buat Satuan Peta Lahan (SPL) berdasarkan kriteria dan data,
lengkap dengan skoringnya/klasisfikasinya/kategori kesesuaian
lahan;
 Simpulkan wilayah-wilayah mana yang S1, S2, S3, atau N untuk
setiap setiap kategori kegiatan budidaya lengkap dengan gambar
peta, tabel SPL dan luasannya
 Lakukan Superimpose antar setiap kategori kegiatan budidaya
untuk ditentukan wilayah mana yang lebih cocok (sesuai) untuk
kegiatan (pertanian) apa, buat pula tabel data (SPL) wilayah
kesesuaian lengkap dengan luasannya;
 Lakukan superimpose dengan kondisi existing land use
 Buat kesimpulan akhir (Tabel) yang menunjukkan wilayah mana
cocok untuk apa, kondisi eksisting, dan usulan arahan
penggunaan lahan, lengkap dengan gambar peta dan tabel
luasannya.
Peta Kawasan Budidaya
Terbangun & Tidak Terbangun
Peta Superimpose
Peta akhir
Kesesuaian Penggunaan Lahan
di Kecamatan – Kota - Desa ………….
SPL Luas per SPL
No Kondisi eksisting Hasil Analisis Usulan Penggunaan
(Ha) %
TABEL PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING, HASIL ANALISIS
KESESUAIAN LAHAN, DAN ARAHAN
Eksisting Kesesuaian Lahan Rek. Arahan
No Penggunaan Lahan
luas (Ha) % luas (Ha) % luas (Ha) %
1 Kawasan Lindung
Perlindungan Di Bawahnya
Perlindungan Setempat/sempadan
Suaka Alam/Cagar Budaya
Kawasan Rawan Bencana
2 Kawasan Budidaya
2.1 K. Tidak Terbangun

Hutan Produksi
Pertanian Lahan Basah (Padi)
Pertanian Lahan Kering
Pertanian Tanaman Tahunan
K. Pertambangan
Taman/RTH
Lainnya
2.2 K. Terbangun
Kawasan Perumahan
Kawasan Industri
Kawasan Wisata
Kawasan bangunan sarana
Kuburan
Jaringan prasarana
Lainnya
JUMLAH Luas
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG/LAHAN
Data : Input data untuk menghitung kebutuhan ruang/lahan
adalah
 Penduduk eksisting dan proyeksi jumlah penduduk pada tahun rencana
(analisis)
 Kebutuhan jenis, jumlah, dan luas lahan untuk bangunan sarana sosial
(Fasos), sarana ekonomi (Fasek), dan sarana umum (Fasum = tempat
ibadah, rekreasi, pemerintahan, taman, RTH, dsj.)
 Lihat standar kebutuhan lahan (ruang) minimal (Buku Petunjuk Perencanaan
Kawasan Permukiman, DPU)
 Kondisi penggunaan lahan eksisting, hasil analisis kesesuaian lahan, dan
usulan/arahan penggunaan lahan
 Asumsi-asumsi dasar analsis seperti misalnya :
 Pemenuhan kebutuhan pangan dari mana ? Apakah akan “self
sufficient”? (subsisten)
 Jumlah rumah yang dibutuhkan atas dasar jumlah anggota/KK
 Komposisi (%) penggunaan lahan ? Ngikuti standar umum atau khusus
(ada fungsi-fungsi tertentu yang harus dipertahankan, KDB) ?
 Asumsi dapat dijustifikasi sendiri, boleh diambil dari kebijakan2 yang
ada, atau pertimbangan2 lain yang menurut pandangan Saudara
dianggap perlu.
Analisis :
(1) Tetapkan luas lahan fungsi kawasan lindung,
penyangga/budidaya, lengkap dengan KDB
(2) Hitung kebutuhan lahan untuk perumahan
(3) Hitung kebutuhan lahan untuk Fasos, Fasek, dan
Fasum (dari hasil analisis Sapras)
(4) Hitung kebutuhan lahan untuk pertanian subsisten
(pakai metode Tekanan Penduduk) atau ekonomi basis
(export based) lainnya
(5) Alokasikan lahan untuk infrastruktur (standar minimal
20 % dari total luas lahan)
(6) Cek apakah sisi sedian lahan, cukup tidak ?
Kalau tidak, cari solusinya bagaimana ?
Peta Kepadatan Penduduk
Klasifikasi Kepadatan Bangunan

No. Klasifikasi Kepadatan Bangunan

1. Sangat Rendah < 10 Bangunan/Ha

2. Rendah 11 – 40 Bangunan/Ha

3. Sedang 41 – 60 Bangunan/Ha

4. Tinggi 61 – 80 Bangunan/Ha

5. Sangat Tinggi > 81 Bangunan/Ha

Sumber : Keputusan Mentri PU No. 378/KPTS/1987


Hubungan Antara KDB Maksimum Dengan Kemiringan Lereng
40.0% 39.4 %
37.5 %

35.0%
34.4%

30.0%
30.0 %
KDB Maksimum (%)

25.0%
24.4 %
20.0%
17.5 %
15.0%

10.0%
9.4 %

5.0 %

0.0 %

5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 40.0%

Rata-rata Kemiringan Tanah

 Kawasan Lindung dengan skor > 175


 Kawasan Penyangga dengan skor 125 – 175
 Kawasan Budidaya dengan skor < 125
Menghitung Kebutuhan lahan untuk pertanian pangan
akibat tekanan penduduk :

Tekanan penduduk terhadap lahan tergantung pada


- Jumlah penduduk
- Kebutuhan luas lahan untuk memberikan hidup layak
- Luas lahan yang tersedia

Rumus : TP = (z x Po) / L

Po = total populasi pada waktu t = 0 (jiwa)


L = jumlah luas lahan (Ha)
z = luas lahan untuk hidup layak (0,02 - 0,04 Ha)

Jika angka pertumbuhan penduduk = r, maka pada tahun ke t

TP = z x {Po (1+ r)t} / L


Kemudian, jika F = persentase petani (total), dan
L = areal lahan petani (Ha)
Maka :
TP = z x {F x Po (1 + r)t } / L

Jika TP = 1  tidak ada tekanan penduduk


TP < 1  tekanan negatif, kapasitas akan berlebih
TP > 1  tekanan penduduk melebihi kapasitas lahan

Atau dapat juga dihitung secara surplus & defisit


Daya tampung Lahan
Tujuan : mengetahui seberapa besar daya tampung
ruang/lahan untuk mendukung pengembangan
lahan terbangun (aktivitas) yang berkembang di
wilayah yang bersangkutan.

Rumus : P = L x Bc x A/R x K

Di sini P = daya tampung lahan (jiwa)


L = Luas wilayah (Ha)
Bc = Rasio dasar bangunan (KDB), %
A = Persentase luas kawasan perumahan (Ha)
R = Luas kebutuhan kapling rumah tiap KK
K = Jumlah anggota tiap KK (jiwa)
KOMPOSISI DAN KEBUTUHAN RUANG/
LAHAN PADA TAHUN ANALISIS (RENCANA)
Kebutuhan
Komponen Sisi sediaan (demand) Keterangan
No Penggunaan Lahan
luas (Ha) % luas (Ha) %
1 Kawasan Lindung
Perlindungan Di Bawahnya
Perlindungan Setempat
Suaka Alam/Cagar Budaya
Kawasan Rawan Bencana
2 Kawasan Budidaya
K. Tidak Terbangun
2.1 (Lahan Usaha)
Hutan Produksi
Kawasan Pertanian Lahan
Basah
Kawasan Pertanian Lahan
Kering/Kebun
K. Pertambangan
K. Terbangun
2.
2 Kawasan Perumahan

Kawasan Industri
100.0
Jumlah 0 100.00
Analisis sistem kegiatan yang potensial
berkembang/dikembangkan
Analisis kebutuhan dan daya
tampung lahan
Dinamika Pola (Pemanfaatan & Pengendalian) RTRWK EKSISTING

17 rumah / ha Solusi:
20% Min luas kapling
1.000 m2
30%  15-20%
25 rumah / ha

40% 40 rumah / ha
Grs sempadan
sungai hrs jelas

Penampungan air

Perlu RTH
Lingkungan

TPA

Relokasi perumahan
PEMANFAATAN RUANG
RTRW 2003-2012 2007
Dinamika Pola (Pemanfaatan & Pengendalian) Ruang – BWK Pusat

RTH tidak
dialokasikan
dengan jelas
4 SKS
Semester 5
DEFINISI OPERASIONAL
• Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/ Kota
adalah rencana secara terperinci tentang tata
ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi
dengan peraturan zonasi kabupaten/kota
• Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
dan kegiatan ekonomi;
• Bagian Wilayah Perkotaan adalah bagian dari
kabupaten/kota dan/atau kawasan strategis
kabupaten/kota yang akan perlu disusun rencana
rincinya, dalam hal ini RDTR, sesuai arahan atau
yang ditetapkan didalam RTRW Kabupaten/kota
yang bersangkutan.
DEFINISI OPERASIONAL
• Intensitas pemanfaatan ruang adalah besaran
pembangunan yang diperbolehkan berdasarkan
batasan KDB, KLB, KDH atau kepadatan penduduk
• Tata massa bangunan adalah bentuk, besaran,
peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu
persil/tapak yang dikuasai.
• Peran Serta Masyarakat adalah berbagai kegiatan
masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan
sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan
bergerak dalam penyelenggaraan tata ruang;
• Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur
tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan
pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona
peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana
rinci tata ruang;
2 PENYUSUNAN ATURAN TEKNIS PERATURAN ZONASI

TAHAPAN CAKUPAN ATURAN TEKNIS ZONASI


PENYUSUNAN
PERATURAN ZONASI
• Aturan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
• Aturan Intensitas Pemanfaatan Ruang
• Aturan Tata Massa Bangunan
• Aturan Prasarana Minimum
• Aturan Lain/Tambahan
• Aturan Khusus
Penentuan bwp

Dasar pertimbangandeliniasi BWP:


1. RTRW Kabupaten/ Kota
2. Kondisi eksisiting
3. Analisa & Kecenderungan Perkembangan
Luas (Ha) % Kawasan
Kode
No. Desa Kawasan Perkotaan tehadap
Zoning Total
Perkotaan Luas Desa

1 45453-019 Gandasari 140.33 140.33 100.00%


2 45453-020 Kasokandel 292.85 292.85 100.00%
3 45453-021 Gunungsari 340.27 340.27 100.00%
4 45453-022 Ranji Kulon 481.27 481.27 100.00%
5 45453-023 Ranji Wetan 454.46 52.48 11.55%
6 45453-024 Wanajaya 402.75 - 0.00%
7 45453-025 Jatimulya 570.77 - 0.00%
8 45453-026 Leuwikidang 233.33 - 0.00%
9 45453-027 Jatisawit 405.44 - 0.00%
10 45453-028 Girimukti 228.80 - 0.00%
Luas 3,550.27 1,307.20 -
Sumber: Hasil Analisa dan Digitasi, 2014
Pembagian blok peruntukan

Penetapan blok peruntukan dimaksudkan untuk


memudahkan penentuan zoning beserta penyusunan
peraturannya.

Blok peruntukan adalah sebidang lahan yang dibatasi


sekurang-kurangnya oleh:
1. batasan fisik yang nyata (seperti jaringan jalan,
sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara
tegangan (ekstra) tinggi, pantai, dan lain-lain),
2. maupun yang belum nyata (rencana jaringan jalan
dan rencana jaringan prasarana lain yang sejenis
sesuai dengan rencana kota).
3. Administrasi
Penomoran blok peruntukan
Keterangan:
GSJ = Garis Sempadan Jalan
GSB = Garis Sempadan Bangunan

GSJ

GSJ
GSB

46151-001

BLOK
PERUNTUKAN

GSB
GSJ

GSJ

46151 = Kode Pos


001 = Nomor Blok
41174 = Kode pos
001 = No blok
A = No sub blok

Sesuai dengan peraturan menteri pekerjaan


umum no.20 tahun 2011 :
41174-001-A Luas maximum blok = 500 M x 200 M
Luas minimum blok = 100 M x 100 M
Sub blok = 50 M x 50 M
Intensitas ruang
No. Blok Peruntukan KDB (%)
1. Sangat Tinggi >75
2. Tinggi 50 - 75
3. Menengah 20 - 50
4. Rendah 5 – 20
5. Sangat Rendah <5
Sumber: Pedoman Penyusunan RDTR, Dirjen Penataan Ruang
Nasional, 2011.
Ilustrasi Perhitungan Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Blok Peruntukan KLB Tinggi Puncak Mak
No. Jumlah Lantai
Ketinggian Bangunan Maks Lantai Dasar (me
1. Sangat Rendah 1-2 2 x KDB 12
2. Rendah Maks 4 4 x KDB 12-20
3. Menengah Maks 8 8 x KDB 24-36
4. Tinggi Min 9 9 x KDB Min 40
5. Sangat Tinggi Min 20 20 x KDB Min 80
Sumber: Pedoman Penyusunan RDTR, Dirjen Penataan Ruang Nasional, 2011.
Ilustrasi Perhitungan Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Aturan Pengkaplingan
2
No. Blok Peruntukan dan Penggal Jalan Luas (m )
2
1. Klasifikasi I > 2500 m
KDH (KOEFISIEN DASAR 2
HIJAU
2. Klasifikasi II 1000 – 2500 m
2
KDH (%) = 100% - (KDB + 3. Klasifikasi III 600 – 1000 m
20% KDB) 2
4. Klasifikasi IV 250 – 600 m
2
5. Klasifikasi V 100 – 250 m
2
6. Klasifikasi VI 50 – 100 m
2
7. Klasifikasi VII < 50 m
8. Klasifikasi VIII Rumah Susun/flat
Sumber: Pedoman Penyusunan RDTR, Dirjen Penataan Ruang Nasional, 2011.
Keterangan:

KDH (%) = 100% - { KDB + 20% KDB}

Luas Lantai Bangunan Bawah Permukaan Tanah


KTB = X 100%
Luas Parsil
Tata massa bangunan
Aturan Garis Sempadan Bangunan
No. Sempadan GSBdepan GSBsamping
1. Sepanjang Jalan  ½ rumija (jika rumija < 8 m)
 ½ rumija + 1 atau +2
(Jika rumija > 8 m)
2. Tepi Sungai Luar Permukiman:
 100 m sungai besar
 50 m anak sungai
Permukiman: Min ½ tinggi bangunan
 10 m tepi sungai gedung, dengan
3. Tepi Pantai 100 m dari batas pasang mempertimbangkan
tertinggi kesehatan,
4. Danau/ waduk Sekurang-kurangnya 200 m perkembangan
disekitar mata air daerah, kepentingan
5. Mata air Sekurang-kurangnya 50 m dari umum, dan keserasian
titik pasang tertinggi ke arah lingkungan
darat
4. KA dan SUTT/SUTET Sesuai ketentuan dari instansi
yang berwenang
5. Dibawah Permukaan Maksimum berimpit dengan
Tanah sempadan pagar, tidak boleh
melewati batas kaveling
Sumber: Pedoman Penyusunan RDTR, Dirjen Penataan Ruang Nasional, 2011.
Standar Ketinggian Bangunan dan Jumlah Lantai
Blok Peruntukan Tinggi Puncak Maks dari
No. Jumlah Lantai
Ketinggian Bangunan Lantai Dasar (meter)
1. Sangat Rendah 1-2 12
2. Rendah Maks 4 12-20
3. Menengah Maks 8 24-36
4. Tinggi Min 9 Min 40
5. Sangat Tinggi Min 20 Min 80
Sumber: Pedoman Penyusunan RDTR, Dirjen Penataan Ruang Nasional, 2011.

Standar Ketinggian Bangunan dan Jarak Minimum


antar Bangunan
Ketinggian Bangunan Jarak Minimum antar Bangunan
No.
(Meter) (Meter)
1. <8 3
2. 8 - 14 3–6
3. 14 – 40 6–8
4. > 40 8
(Sumber :Kepmenneg PU No.10/KPTS/2000)
Aturan Garis Sempadan Kereta Api

11 m

Station 11 m

Station

23 m
23 m
Sub KDH GSB
No Blok KDB (%) KLB JL TB GSP Dampak
Blok (%) D S B
1 45452-001 75-100 0-12.5 0.75-2 1-2 4 0.5 - 1 0-1 0.5 0.5
2 45452-002 75-100 0-12.5 0.75-1 1 4-8 1 0.5 0.5 0.5 Macet, kumuh ,
Bising
3 45452-003 A 75-100 0-12.5 0.75-2 1-2 4-8 0.5 - 1 0 0 0.5 Macet, kumuh ,
Bising
4 45452-003 B 75-90 5 -12.5 0.75-1.8 1-2 4-8 0.5 - 1 0 0 - 0.5 0 - 0.5
5 45452-003 C 50-75 12.5-25 0.5-0.75 1 4 1 1 0.5 0.5
6 45452-004 A 50-75 12.5-25 0.5-0.75 1 4 1 1 0.5 0.5
7 45452-004 B 50-75 12.5-25 0.5-0.75 1 4 0.5 0.5 0.5 0.5
8 45452-004 C 50-75 12.5-25 0.5-0.75 1 4 0.5 0.5 0.5 0.5
9 45452-005 75-100 0-12.5 0.75-1 1 4 0.5 0.5 0.5 0.5
Sumber: Survai Blok dan Hasil Analisa, 2013
Kepadatan Bangunan Kepadatan penduduk berdasarkan blok
Berdasarkan Blok Peruntukan peruntukan
No Blok Sub-blok Luas (Ha) Jumlah Kepadatan No Blok Sub-blok Luas (Ha) Jumlah Kepadatan
Bangunan Bangunan Penduduk Penduduk
(Unit) (Unit/Ha) (Jiwa) (Jiwa/Ha)
1 41174-001 1A 1,78 9 5 1 41174-001 1A 1,78 36 20
1B 5,70 10 2 1B 5,70 40 7
Total 7,48 19 3 Total 7,48 76 10
2 41174-002 2A 3,05 49 16 2 41174-002 2A 3,05 196 64
2B 5,19 244 47 2B 5,19 976 188
Total 8,24 293 36 Total 8,24 1.172 142
3 41174-003 3A 1,93 17 9 3 41174-003 3A 1,93 68
3B 6,71 192 29 3B 6,71 768
Total 8,64 209 24 Total 8,64 836 97
4 41174-004 9,15 154 17 4 41174-004 9,15 616 67
Total 9,15 154 17 Total 9,15 616 67
5 41174-005 7,59 165 22 5 41174-005 7,59 660 87
Total 7,59 165 22 Total 7,59 660 87
6 41174-006 6A 3,52 24 7 6 41174-006 6A 3,52 96 27
6B 6,91 40 6 6B 6,91 160 23
Total 10,43 64 6 Total 10,43 256 25
7 41174-007 7A 2,31 91 39 7 41174-007 7A 2,31 364 158
7B 7,16 28 4 7B 7,16 112 16
Total 9,47 119 13 Total 9,47 478 50
8 41174-008 7,41 0 0 8 41174-008 7,41 0 0
Total 7,41 0 0 Total 7,41 0 0
9 41174-009 9,22 182 20 9 41174-009 9,22 728 79
Total 9,22 182 20 Total 9,22 728 79
Sumber : Hasil Analisis 2012 Sumber : Hasil Analisis 2012
Analisa Intensitas Pemanfaatan Ruang
Di Kawasan Perkotaan Kecamatan
No Blok
Wanayasa
Sub- Penggunaan Lahan KDB KDH KTB KLB
Blok (%) (%) (%) (%)
1 41174-001 1A Permukiman 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
Perdagangan 50-70 15-25 0-70 0.5-2,8
Ibadah 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
1B Permukiman 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
Perdagangan 50-70 15-25 0-70 0.5-2,8
Pemerintah 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
2 41174-002 2A Permukiman 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
Perdagangan 50-70 15-25 0-70 0.5-2,8
Jasa 50-70 15-25 0-70 0.5-2,8
2B Permukiman 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
Perdagangan 50-70 15-25 0-70 0.5-2,8
Jasa 50-70 15-25 0-70 0.5-2,8
Pendidikan 30-50 25-35 0-70 0.5-1.4
Perkantoran 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
Ibadah 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
Kesehatan 30-50 25-35 0-70 0.5-1.4
3 41174-003 3A Permukiman 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
Perdagangan 50-70 15-25 0-70 0.5-2,8
Jasa 50-70 15-25 0-70 0.5-2,8
Industri 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
Perkantoran 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
Ibadah 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
3B Permukiman 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
Perdagangan 50-70 15-25 0-70 0.5-2,8
Jasa 50-70 15-25 0-70 0.5-2,8
Pendidikan 30-50 25-35 0-70 0.5-1.4
Perkantoran 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
Sawah 0 0 0 0
Pasar 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
4 41174-004 Permukiman 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
Perdagangan 50-70 15-25 0-70 0.5-2,8
Jasa 50-70 15-25 0-70 0.5-2,8
Perkantoran 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
Ibadah 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
Kesehatan 30-50 15-25 0-70 0.5-1.0
5 41174-005 Permukiman 50-70 15-25 0-70 0,5-1,4
Perdagangan 50-70 15-25 0-70 0.5-2,8
Skema Pemenuhan Kebutuhan Rumah
Pada Kawasan Metropolitan
Kota atau Kabupaten yang
berbatasan dengan Kota inti atau
Metropolitan harus
memperhitungkan “limpahan”
kebutuhan rumah dari Kota intinya.

Pemenuhan kebutuhan rumah pada


Kota inti dapat disebar ke
hinterland-nya, yaitu Kota atau
Kabupaten yang berbatasan, sesuai
dengan karakteristik tiap Kota/
Kabupaten tersebut.
Asumsi:
Perbandingan pemenuhan
kebutuhan rumah di Kota inti (PKN
Metropolitan): di Kota/Kabupaten
hinterland-nya adalah 20% : 80%
•Kriteria Permukiman Kumuh
Permukiman kumuh merupakan permukiman yang telah mengalami
penurunan kualitas secara fisik, ekonomi, dan budaya, dan peruntukkannya
dalam RTRW adalah sebagai lokasi perumahan dan kawasan permukiman.
Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh, meliputi:
1. Berada atau tidak berada pada peruntukkan perumahan dalam RTRW
Kab./ Kota;
2. Kepadatan penduduk >400 jiwa per ha untuk kota kecil, >500 jiwa/ha
untuk kota besar dan sedang, dan >750 jiwa/ ha untuk kota metropolitan;
3. Kepadatan bangunan minimal 50 unit per hektar di perkotaan dan antara
30-50 unit untuk perdesaan;
4. Lebih dari 60% rumah tidak/kurang layak huni;
5. Daerah terbangun melebihi 80% dari luas satuan wilayah;
6. Angka penyakit akibat buruknya lingkungan permukiman cukup tinggi
(demam berdarah, diare, ISPA, dll);
7. PSU tidak memenuhi persyaratan kelayakan atau di bawah standar
pelayanan minimal;
8. Intensitas permasalahan sosial kemasyarakatan cukup tinggi (urban crime,
keresahan serta kesenjangan yang tajam, dll);
9. Penghasilan penghuni rata-rata di bawah UMR; dan
• Rawan bencana.
•Kriteria Rawan Bencana
Kriteria rawan bencana alam, meliputi:
1.rawan tanah longsor;
2.rawan gelombang pasang dan/atau tsunami;
3.rawan banjir;
4.rawan gempa bumi, dan
5.rawan letusan gunung api.

•Perhitungan Backlog atau Kebutuhan Rumah


•Backlog adalah kekurangan rumah, yaitu selisih antara Jumlah Kepala Keluarga dengan jumlah rumah yang ada, yang
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Backlog = Jumlah KK tahun ke-X – Jumlah Rumah tahun ke-X
1.Penyebab backlog, dikarenakan adanya:
•Pertumbuhan secara alami;
•Pertumbuhan karena daya tarik ekonomi (migrasi); dan
•Kebutuhan akibat adanya program penanganan kawasan ilegal/squatter berupa pemukiman kembali/ resettlement.
•Proyeksi kebutuhan rumah terdiri dari beberapa perhitungan proyeksi sebagai berikut:
•Proyeksi kebutuhan rumah berdasarkan pertumbuhan KK.
Pertumbuhan KK dihitung dari pertumbuhan penduduk.
1 KK diasumsikan terdiri dari 5 jiwa.
•Proyeksi kebutuhan rumah berdasarkan segmentasi pendapatan.
•Proyeksi kebutuhan penyediaan rumah baru berdasarkan daya tarik ekonomi (kebutuhan kota inti yang didistribusikan
ke daerah hinterlandnya).
1.Proyeksi kebutuhan penyediaan rumah menggunakan proporsi hunian berimbang.
•Asumsi proporsi jumlah rumah baru yang akan dibangun secara swadaya dengan yang akan dibangun oleh
pengembang adalah 80% : 20%.
•Pada penyusunan RP3KP Provinsi, perhitungan backlog untuk masing-masing kabupaten/kota perlu
mempertimbangkan fungsi masing-masing kota (PKN, PKW, PKL, atau PKSN)
1.Pemenuhan backlog atau kebutuhan rumah untuk kota inti yang memiliki fungsi PKN Metropolitan didistribusikan ke
kota-kota hinterland-nya, dengan asumsi 20% berupa Rumah Susun di kota inti, dan 80% didistribusikan ke
kabupaten/kota sekitarnya. Dengan demikian, kota atau kabupaten yang berbatasan dengan kota inti atau PKN
Metropolitan harus memperhitungkan juga “limpahan” kebutuhan rumah dari kota intinya.
 Arahan Penggunaan Lahan
– Kawasan Lindung

– Kawasan Budidaya
Contoh : Peta Lahan Kritis DPS Sampean
Peta Kesesuaian Lahan

Anda mungkin juga menyukai