Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN

KEJANG DEMAM

DI RUANG ANGGREK RSUD AMBARAWA

Disusun Oleh :

Dicky Dwispataru (1603041)

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA

SEMARANG

2018
A. Pengertian

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu
badan ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (Lumbantobing, 1995).

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).

Menurut Marvin A. Fishman (2007), kejang demam terjadi pada 2-4% anak usia
di bawah 6tahun. Kriteria diagnostik mencakup: kejang pertama yang dialami oleh anak
berkaitan dengan suhu yang lebih tinggi dari pada 38°C; anak berusia kurang dari 6tahun;
tidak ada tanda infeksi atau peradangan susunan saraf pusat; anak tidak menderita
gangguan metabolik sistemik akut. Kejang demam bersifat dependen-usia, biasanya
terjadi pada anak berusia antara 9 dan 20 bulan; kejang jarang dimulai sebelum usia 6
bulan.

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling
sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan
kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan
frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam
jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)

Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
suhu rektal di atas 38°C. (Riyadi dan Sujono, 2009)

Kejang demam ditimbulkan oleh demam dan cenderpada saat awal-awal demam.
Penyebab yang paling sering adalah ispa. Kejang ini akan kejang umum dengan
pergerakkan klonik selama kurang dari 10menit. Sistem syaraf pusat normal dan tidak
ada tanda-tanda defisit neurologis pada saat serangan telah menghilang. Sekitar 1/3 anak
akan mengalami kejang demam kembali jika terjadi demam, tetapi sangat jarang yang
mengalami kejang demam setelah usia 6 tahun.

B. Klasifikasi
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai
dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu; kejang parsial sederhana dan kejang
parsial kompleks.
1. Kejang parsial sederhana

Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu atau dua hal sebagai berikut;

a. Tanda-tanda motoris; kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh;
umumnya gerakan setiap kejang sama

b. Tanda atau gejala otonomik; muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.

c. Gejala sematosensoris atau sensoris khusus; mendengar musik, merasa seakan


jatuh dari udara, parestesia.

d. Gejala psikik; dejavu, rasa takut, visi panoramik.

2. Kejang parsial kompleks


Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik; mengecap0ecapkan
bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan, dan
gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan
Linda A.Sowden, 2002).

C. Patofisiologi
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut
dengan akibat teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan
bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang
terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit ) biasanya disertai
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot,
dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung
lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.

D. Etiologi
Penyebab demam itu sendiri disebabkan oleh:
1. Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroentritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada
suhu yang tinggi.

2. Efek produk toksik pada mikroorganisme

3. Respon alaergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.

4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

5. Ensefalitis viral ( radang otak akibat virus ) yang ringan, yang tidak diketahui atau
enselofali toksik sepintas.
E. Pathway

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang terjadi pada kejang demam adalah:
Sebagian besar kejang demam terjadi dalam 24 jam pertama sakit, sering
sewaktu suhu tubuh meningkat cepat, tetapi pada sebagian anak, tanda pertama
penyakit mungkin kejang dan pada yang lain, kejang terjadi saat demam menurun. Derjat
demam bukan merupakan faktor kunci yang memicu kejang. Selama suatu penyakit,
setelah demam turun dan naik kembali sebagian anak tidak kembali kejang walaupun
tercapai tingkatan suhu yang sama, dan sebagian anak yang lain tidak lagi mengalami
kejang pada penyakit demam berikutnya walaupun tercapai tingkat suhu yang sama.
(Abraham M. Rudolph, 2006)
Sebagian besar pasien mengalami kejangdemam jinak dan hanya akan sekali
kejang selama suatu penyakit demam. Hanya 20% dari kejang demam pertama
bersifat kompleks. Dari pasien yang mengalami kejang demam kompleks, sekitar 80%
mengalami kejang kompleks sebagai kejang pertama. Anak yang kemungkinan besar
mengalami kejang demam kompleks tidak dapat diketahui pasti sebelum kejadian.
Namun, mereka cendrung bherusia kurang dari 18 bulan dan memiliki riwayat
difungsi neurologik atau gangguan perkembangan.

G. Komplikasi

 Kejang berulang

 Epilepsi

 Hemiparese

 Gangguan mental dan belajar

 Pemeriksaan Diagnostik

 Jenis Pemeriksaan Diagnostik

H. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata/Identitas
a. Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
b. Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak
meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
alamat.
2. Riwayat Penyakit
a. Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan : Apakah betul
ada kejang ?
b. Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan
kejang si anak
3. Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui
apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak
antara timbulnya kejang dengan demam.
4. Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama.
Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap
prognosa dan pengobatan.
5. Pola serangan
a. Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan
apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
b. Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran?
c. Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran
seperti epilepsi akinetik ?
d. Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan
naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
6. Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
a. Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi
untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin
kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan
kejang sering timbul.
b. Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat
menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain.
Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu
ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada
paralise, menangis dan sebagainya ?
7. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
8. Riwayat penyakit dahulu
a. Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita
pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk
pertama kali ?
b. Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
9. Riwayat kehamilan dan persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau
sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil,
penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan
apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum,
asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah,
tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
10. Riwayat imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat
imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
11. Riwayat perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
a. Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
b. Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati
sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja
dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya
menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
c. Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
d. Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan
berbicara spontan.
12. Riwayat kesehatan keluarga.
a. Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang
demam mempunyai faktor turunan)
b. Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya?
c. Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau
penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
13. Riwayat sosial
a. Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah
yanh mengasuh anak?
b. Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
14. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
a. Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
b. Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
c. Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
d. Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan,
pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
e. Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang
diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-
obatan pertolongan pertama.
15. Pola nutrisi
a. Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas
dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?
b. Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ?
Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
16. Pola eliminasi
a. BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
b. ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan
apakah disertai nyeri saat anak kencing.
c. BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
17. Pola aktivitas dan latihan
a. Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya?
b. Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam?
c. Aktivitas apa yang disukai?
18. Pola tidur/istirahat
a. Berapa jam sehari tidur?
b. Berangkat tidur jam berapa?
c. Bangun tidur jam berapa?
d. Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
e. Data Objektif
19. Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi,
respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi
sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang
tanpa kelainan neurologi.
20. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala?
Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?
b. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan
malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti
rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
c. Muka/ wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda
rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
d. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman
penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
e. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran.
f. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas?
Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
g. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah?
Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi?
h. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan
eksudat ?
i. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah
pembesaran vena jugulans ?
j. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi intercostale? Pada auskultasi,
adakah suara napas tambahan ?
k. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi
tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
l. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor
kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien
dan hepar ?
m. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat
oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
n. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
o. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeksi ?

I. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang
2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

J. Intervensi

Diagnosa Keperawatan I :

Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang

Tujuan : Risk detection.

Kriteria Hasil :

1. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.

2. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.

3. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.

4. Pengetahuan tentang risiko

5. Memonitor faktor risiko dari lingkungan

Rencana Tindakan : NIC : Pencegahan jatuh

1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.

Rasional : meminimalkan injuri saat kejang

2. Tinggalah bersama klien selama fase kejang..


Rasional : meningkatkan keamanan klien.

3. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.

Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.

4. Letakkan klien di tempat yang lembut.

Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol
otot volunter berkurang

5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.

Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.

6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang

Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal.

Diagnosa Keperawatan II :

Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : Thermoregulation

Kriteria Hasil :

1. Suhu tubuh dalam rentang normal

2. Nadi dan RR dalam rentang normal

3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Rencana Tindakan : NIC : Fever treatment

1. Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.


Rasional : Mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan
pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
2. Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
keperawatan yang selanjutnya.
3. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan,
kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.
4. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .
Rasional : Proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
5. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat
menyerap keringat.
6. Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional : Penyediaan udara bersih.
7. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
8. Batasi aktivitas fisik.
Rasional :aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas.
DAFTAR PUSTAKA

Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action.

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Difinisi Dan Klasifikasi 2012-


2014/Editor,T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Suwarwati Dan Nike Budhi
Subekti. Jakarta: EGC

Sumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada
Anak. Surabaya: PERKANI

Atondang, Corry S. 2000. Diagnosis Fisis Pada Anak.Edisi ke 2. Jakarta: PT. Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai