Anda di halaman 1dari 83

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah

dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia.

Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga,

waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat noctural, yaitu

aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari,

ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam

ikan lele memijah pada musim penghujan (Suyanto, 1991). Sehingga

pemijahan ikan ini terkendala akan musim, untuk itu pemenuhan akan

bibit ikan lele yang bermutu dan sesuai dengan waktu akan sulit

terpenuhi.

Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan Sukamandi merupakan

salah satu balai ikan air tawar dibawah naungan Kementrian Kelautan

dan Perikanan (KKP). Komoditas ikan yang saat ini dijadikan

penelitian adalah ikan nila, ikan mas, ikan patin, udang galah dan ikan

lele. Salah satu hatchery unggulan di BPPI Sukamandi dan memiliki

beberapa spesies ikan yang masih langka adalah ikan lele. Beberapa

jenis koleksi ikan lele yang dimiliki adalah lele dumbo, lele phyton, lele

paiton, lele sangkuriang, lele mesir, lele masamo, lele transgenik, dan

ikan lele G2 (sumber : tanya jawab dengan peneliti ikan lele di BPPI

1
Sukamandi). Pada saat ini lele jenis G2 sedang fokus dikembangkan

karena jenis lele ini merupakan penemuan dari peneliti di BPPI

Sukamandi yaitu hasil persilangan antara 4 strain ikan lele yaitu ikan

lele mesir, sangkuriang, dumbo dan paiton.

Berdasarkan data dari gelar teknologi hasil-hasil penelitian

BPPI tahun 2012 ikan lele G2 merupakan ikan hasil pemijahan

diantara ikan lele populasi dasar sintesis (G0) hasil seleksi. Lele jenis

ini cukup unik dibandingkan ikan lele jenis lainnya karena laju

pertumbuhan anakan hasil pemijahan induk akan memiliki laju

pertumbuhan 21% lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan induk

(penuturan peneliti ikan lele BPPI Sukamandi). Jenis ikan lele ini

dimasukkan dalam spesies African catfish karena indukannya berasal

dari jenis ikan lele afrika.

Ikan lele G2 belum dirilis ke masyarakat umum karena masih

dalam tahap penelitian lebih lanjut. Ikan ini memiliki karakteristik yang

unik dibandingkan jenis ikan lain yaitu dari hasil anakan yang

dihasilkan saat proses pemijahan pigmen ikan lele bermacam-macam

mulai dari hitam, hitam keabu-abuan hingga merah (pengamatan

dilapangan). Karena karakteristik yang unik inilah penulis ingin

mempelajari teknik pembenihan ikan lele G2 agar pengetahuan

tentang ikan lele jenis ini dapat diketahui masyarakat luas khususnya

civitas akademika fakultas perikanan universitas pekalongan. Karena

alasan inilah penulis mengambil judul kegiatan magang ini

2
“Pembenihan Ikan Lele Afrika (Clarias gariepinus) di Balai

Penelitian Dan Pemuliaan Ikan (BPPI) Sukamandi, Subang Jawa

Barat”.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari magang ini adalah untuk mengetahui secara

langsung serta mendapatkan gambaran secara jelas dan menyeluruh

tentang teknik pembenihan ikan lele afrika (Clarias gariepinus) di Balai

Penelitian dan Pemuliaan Ikan Sukamandi – Subang, Jawa Barat.

Tujuan dari magang ini adalah untuk mendapatkan

pengetahuan, pengalaman dan keterampilan kerja secara langsung

dan membandingkan dengan pengetahuan yang diperoleh di bangku

kuliah, melalui kegiatan pembenihan ikan lele afrika (Clarias

gariepinus) di Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan Sukamandi –

Subang, Jawa Barat.

1.3. Kegunaan

Magang dilaksanakan dengan harapan agar dapat

meningkatkan pengetahuan, wawasan, informasi dan keterampilan

mahasiswa di lapangan, serta memahami permasalahan yang ada

dan menemukan solusinya dengan cara memadukan teori yang

diperoleh di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lapangan.

Selain itu dengan magang ini diharapkan dapat memberikan informasi

3
dan pengetahuan tentang teknik pembenihan Ikan Lele afrika (Clarias

gariepinus).

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Ikan Lele Afrika (Clarias gariepinus)

Menururt Suyanto (2002), klasifikasi ikan lele adalah :

Kingdom : Animalia

Sub-kingdom : Metazoa

Phyllum : Chordata

Sub-phyllum : Vertebrata

Klas : Pisces

Sub-klas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub-ordo : Siluroidea

Familia : Clariidae

Genus : Clarias

Gambar 1. Induk Ikan Lele Afrika (sumber : Magang, 2013)

5
2.2. Morfologi Ikan Lele Afrika (Clarias gariepinus)

Gambar 2. Morfologi ikan lele(http://renhil-namazu.blogspot.com)

Ikan lele afrika memiliki bentuk tubuh yang sama dengan ikan

lele pada umumnya. Bentuk tubuh menyerupai belut, memiliki badan

silinder memanjang dengan sirip punggung dan anal yang sangat

panjang (hampir mencapai atau mencapai sirip ekor). Kepalanya

gepeng melonjong, sangat kaku, tersusun atas tulang tengkorak (di

atas dan di sisi) membentuk pelindung kepala. Kulit diselimuti oleh

lendir yang sangat licin dan mempunyai warna badan hitam pekat.

Menurut Najiati (1992) bentuk ikan lele yaitu Bagian depan badannya

terdapat penampang melintang yang membulat, sedang bagian

tengah dan belakang berbentuk pipih.

Ikan lele afrika memiliki empat pasang sungut yang berfungsi

untuk mendeteksi mangsa dan sebagai alat bantu renang, ikan lele

6
memiliki tiga buah sirip tunggal yaitu sirip punggung, sirip ekor, sirip

dubur. Ikan lele afrika juga memiliki sirip berpasangan yaitu sirip dada

dan sirip perut. Sirip dada dilengkapi dengan sirip yang keras dan

runcing yang disebut dengan patil. Patil ini berguna sebagai senjata

dan alat bantu untuk bergerak (sumber : Magang, 2013).

Ikan lele jantan dan betina sangat mudah untuk dibedakan.

Lele jantan memiliki papila seksual yang terletak tepat dibelakang

anus yang berbentuk runcing (De graaf and Janssen, 1996).

Sedangkan pada betina tidak ada, alat kelaminnya bentuk membulat.

Ciri – ciri induk jantan dan betina disajikan pada gambar 3.

a b
Gambar 3. Induk Ikan Lele Jantan (a) dan Betina (b) (Sumber : Magang, 2013l)

2.3. Habitat dan Penyebaran

Menurut Santoso (1994), habitat atau lingkungan hidup ikan

lele adalah semua perairan yang bersifat tawar misalnya sungai,

danau, waduk, bendungan, dan genangan air lainnya, yang aliran

airnya tidak terlalu deras atau kencang. Di alam ikan lele memang

7
lebih menyukai air tenang yang ada perlindungan dengan dasar

perairan sedikit berlumpur, tepian dangkal, dan membuat lubang

sebagai sarang untuk melangsungkan perkawinannya bila telah

menginjakkan dewasa. Jika di kolam Pemeliharaan pelindung dapat

dibuatkan dari bambu yang dilubangi ruas-ruasnya, paralon atau

tanaman air lainnya. Ikan lele dapat hidup baik di dataran rendah

sampai 500 m di atas permukaan laut, pada suhu air 25 – 300 C.

Sedangkan pada daerah 700 m di atas permukaan laut ikan lele tidak

begitu baik pertumbuhannya, demikian juga pada suhu dingin

misalnya di bawah 200 C.

Menurut Khairuman dan Amri (2002), ikan lele memiliki organ

arborescent atau insang tambahan yang dikenal pula dengan sebutan

labirynth. Dengan alat ini, lele dapat hidup di dalam lumpur atau di air

yang hanya mengandung sedikit oksigen. Ikan lele juga mampu hidup

di luar air (darat) dalam beberapa jam, asalkan udara di sekitarnya

cukup lembab. Dalam pemeliharaan di kolam, ikan lele tidak

memerlukan kualitas air yang jernih atau mengalir seperti ikan-ikan

lainnya.

Ikan lele banyak ditemukan di Benua Afrika dan Asia Tenggara.

Komoditas perikanan ini terdapat di perairan umum yang berair tawar.

Penyebaran lele di Asia, yaitu negara Indonesia, Thailand, Filipina,

dan Cina. Ikan lele di beberapa negara, khususnya di Asia telah

diternakkan dan dipelihara di kolam, seperti Indonesia, Thailand,

8
Vietnam, Malaysia, Laos, Filipina, Kamboja, Birma, dan India. Ikan

Lele di Indonesia secara alami ditemukan di Kepulauan Sunda Besar

maupun Kepulauan Sunda Kecil. (Mahyuddin, 2010).

2.4. Kebiasaan Makan

Studi tentang pola makan ikan lele telah banyak dilakukan,

umumnya ikan lele masuk dalam kategori omnivora atau predator.

Penelitian yang dilakukan pada spesies Clarias gariepinus di Afrika

menunjukkan bahwa ikan lele memakan serangga air, daun-daun dan

ikan (Micha, 1973).

Ikan lele termasuk ikan air tawar yang menyukai genangan air

yang agak tenang, bersifat nocturnal yaitu aktif bergerak dan mencari

makan pada malam hari, sedangkan pada siang hari memilih berdiam

diri dan berlindung di tempat-tempat yang gelap. Pakan alami yang

Baik untuk ikan lele adalah zooplankton seperti Moina sp., Daphnia

sp., cacing sutera, siput-sipt kecil dan sebagainya. Menurut

Mahyuddin (2010), ikan lele mempunyai kebiasaan makan didasar

perairan atau kolam. Pakan alami biasanya diberikan sebagai

pemberian pakan ikan lele pada fase larva sampai benih.

Ikan lele juga bersifat kanibalisme, yaitu sifat suka memangsa

jenisnya sendiri. Jika kekurangan pakan, ikan lele tidak segan-segan

memangsa kawannya sendiri yang berukuran lebih kecil. Oleh karena

itu jangan sampai terlambat memberinya makan. Sifat kanibalisme

juga ditimbulkan oleh adanya perbedaan ukuran. Lele yang berukuran

9
besar akan memangsa ikan lele yang berukuran lebih kecil

(Mahyuddin, 2011).

2.5. Reproduksi

Secara alamiah ikan lele memijah pada musim hujan. Banyak

jenis ikan yang terangsang untuk memijah setelah turun hujan.

Dengan pemeliharaan yang baik ternyata ikan lele dapat dipijahkan

sepanjang tahun. Saat ini ikan lele sudah dapat dipijahkan secara

alami. Pemijahan ikan lele diawali dengan terlihatnya sepasang induk

berkejar-kejaran. Namun demikian banyak orang yang suka

memijahkan dengan cara buatan (disuntik) karena penjadualan

produksi dapat dilakukan lebih cepat dan tepat (Khairuman, 2002). De

graaf (1989) menyatakan bahwa proses pematangan Clarias

gariepinus dipengaruhi oleh perubahan suhu air dan pemicu

pemijahan disebabkan karena kenaikan air akibat curah hujan.

Penetasan terjadi bila embrio telah menjadi panjang dari pada

lingkaran kuning telur dan telah terbentuk dirip perut. Penetasan

terjadi dengan cara penghancuran chorion oleh enzim yang

dikeluarkan oleh kelenjar ekstoderm. Selain itu penetasan disebabkan

oleh gerakan-gerakan larva akibat peningkatan suhu, intensitas

cahaya dan pengurangan oksigen. Telur akan menetas antara 20 – 57

jam setelah terjadi pembuahan, dengan derajat penetasan antara 25 –

350C (Santoso, 1994).

10
Kegiatan pembenihan merupakan kegiatan awal didalam

budidaya. Pembenihan adalah suatu tahap kegiatan dalam budidaya

yang sangat menentukan tahap kegiatan selanjutnya, yaitu

pembesaran atau suatu kegiatan pemeliharaan yang bertujuan untuk

menghasilkan benih dan selanjutnya benih yang dihasilkan menjadi

komponen input bagi kegiatan pembesaran (Effendi, 2004).

Tanpa kegiatan pembenihan ini, kegiatan yang lain seperti

pendederan dan pembesaran tidak akan terlaksana. Karena benih

yang digunakan dari kegiatan pendederan dan pembesaran berasal

dari kegiatan pembenihan, secara garis besar kegiatan pembenihan

meliputi : pemeliharaan induk, pemilihan induk siap pijah, pemijahan

dan perawatan larva (Khairuman dan Amri, 2002).

Ikan lele mencapai kedewasaan setelah mencapai ukuran 100

gr atau lebih. Jika sudah masanya berkembangbiak, ikan jantan dan

betina berpasangan. Pasangan itu lalu mencari tempat, yakni lubang –

lubang yang teduh dan aman untuk bersarang. Lubang sarang ikan

lele terdapat kira-kira 20 – 30 cm di bawah permukaan air (Hernowo,

2001).

2.6. Pemijahan

Pemijahan adalah proses pembuahan telur oleh sperma. Induk

yang telah matang gonad berarti telah siap melakukan pemijahan.

Proses pemijahan dapat berlangsung secara alami, semi alami dan

11
bantuan. Menurut Sunarma (2004), Pemijahan ikan lele dapat

dilakukan dengan tiga cara yaitu :

a) Pemijahan alami

Pemijahan secara alami dilakukan dengan cara memilih

induk jantan dan betina yang benar-benar matang gonad

kemudian dipijahkan secara alami di bak/wadah pemijahan

dengan pemberian kakaban. Pemijahan alami menggunakan

induk betina dan jantan dengan perbandingan 1 : 1 baik jumlah

ataupun berat. Bila induk betina atau jantan lebih berat dibanding

lawannya, dapat digunakan perbandingan jumlah 1 : 2 yang

dilakukan secara bertahap.

b) Pemijahan semi alami

Pemijahan semi alami dilakukan dengan cara merangsang

induk betina dengan penyuntikan hormon perangsang kemudian

dipijahkan secara alami. Pemijahan semi alami menggunakan

induk betina dan jantan dengan perbandingan 1 : 1 baik jumlah

ataupun berat. Bila induk betina atau jantan lebih berat dibanding

lawannya, dapat digunakan perbandingan jumlah 1 : 2 yang

dilakukan secara bertahap.

c) Pemijahan buatan

Pemijahan buatan dilakukan dengan cara merangsang induk

betina dengan penyuntikan hormon perangsang kemudian

dipijahkan secara buatan. Pemijahan buatan menggunakan induk

12
betina dan jantan dengan perbandingan berat 3 : 0,7 (telur dari 3

kg induk betina dapat dibuahi dengan sperma dari jantan berat 0,7

kg).

2.7. Penetasan Telur

Menurut Khairuman dan Amri (2002), setelah induk selesai

memijah, pada pagi harinya telur ikan lele diangkat untuk ditetaskan di

kolam penetasan. Induk lele yang telah selesai memijah harus

dikembalikan lagi ke kolam pemeliharaan induk jantan dan betina.

Bak atau kolam penetasan telur bisa berupa kolam tembok atau

kolam plastik. Kolam penetasan diisi air jernih dan bersih setinggi 10

cm. Air yang digunakan harus bebas dari kaporit dan bahan kimia

berbahaya lainnya. Seluruh telur yang ditetaskan harus terendam air

dengan menggunakan kakaban. Kakaban dipasang di dasar kolam

dengan pemberat. Telur yang dibuahi akan menetas berwarna kuning

cerah kecoklatan, sedangkan telur yang tidak dibuahi berwarna putih

pucat. Telur ikan lele menetas semua dalam tempo 2 – 3 hari. Cepat

lambatnya penetasan dipengaruhi oleh suhu air. Semakin tinggi suhu

air maka semakin lambat waktu penetasan. Sebaliknya semakin

rendah suhu air maka semakin cepat waktu penetasan. bahwa Pada

suhu 23 – 26˚C telur ikan lele menetas dalam 2 hari, sedangkan pada

suhu 27 – 30˚C, telur menetas dalam 3 hari Santoso (1993).

Telur ikan lele bersifat adhesif atau memiliki daya rekat. Telur

adhesif akan menempel satu sama lainnya atau pada substrat melalui

13
selaput lendir yang lengket dan menutupi seluruh permukaanya

(Slembrouck et al, 2005).

Menurut Susanto (1989), telur yang dikeluarkan pasangan

induk ikan lele biasanya melekat pada ijuk dan sebagian besar

berserakkan di sarang dasar.

2.7.1. Fertilization Rate

Penghitungan FR dilakukan dengan menghitung jumlah telur

yang dibuahi pada sampling kemudian dibandingkan dengan

jumlah total telur yang ada di toples sampling. Sebelumnya telah

dilakukan proses pengambilan Menurut Sumandinata (1981), FR

merupakan derajat pembuahan telur yang dilakukan oleh induk

jantan, nilai FR ini tergantung pada kualitas telur dan kualitas

maupun kuantitas sperma. Nilai FR dapat dihitung menggunakan

rumus berikut:

FR = Telur terbuahi x 100%


Total telur

2.7.2. Hatching Rate

Hatching Rate merupakan suatu parameter yang digunakan

untuk melihat derajat penetasan telur (Sumandinata 1981).

Hatching rate (HR) adalah daya tetas telur atau jumlah telur yang

menetas. Untuk mendapatkan HR sebelumnya dilakukan sampling

14
larva untuk mendapatkn jumlah larva, Menurut Murtidjo (2001), HR

dapat dihitung menggunakan rumus berikut ini :

HR = Jumlah telur yang menetas x 100%


Jumlah telur yang terbuahi

2.7.3. Fekunditas

Fekunditas adalah jumlah telur yang dikeluarkan dalam

sekali pemijahan. Jumlah telur ikan lele sangat dipengaruhi oleh

ukuran induk, diameter telur dan faktor nutrisi (De Graat et al 1996).

Fekunditas adalah jumlah telur yang dihasilkan oleh induk

betina per ekor, sedangkan fekunditas nisbi adalah jumlah telur

yang dihasilkan induk betina per satuan berat badan. Menurut

Murtidjo (2001) fekunditas dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut :

F= W x n
w

Keterangan :

F = Fekunditas.

W = Berat telur total (g).

w = Berat telur sampel (g).

n = Jumlah total telur yang dihitung saat sampling (butir).

15
2.8. Kualitas Air

Menurut Khairuman dan Amri (2002), kolam atau tempat

penetasan telur sekaligus dijadikan sebagai tempat pemeliharaan

larva. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan selama

pemeliharaan larva, yakni kualitas air tetap terjaga dengan baik dan

pakan harus tersedia dalam jumlah dan kualitas yang mencukupi.

Karenanya penggantian atau penambahan air harus dilakukan setiap

2 hari sekali atau tergantung dari kebutuhan dengan melihat kualitas

air yang ada di dalam kolam penetasan.

Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2007), sumber

air dapat menggunakan aliran irigasi, air sumur (air permukaan atau

sumur dalam), ataupun air hujan yang sudah dikondisikan terlebih

dulu.

Air merupakan faktor terpenting dalam budidaya ikan. Bukan

hanya lele, ikan-ikan lain pun untuk hidup dan berkembang biak

memerlukan air. Tanpa air ikan tidak akan dapat hidup. Karenanya,

kualitas air harus di perhatikan agar kegiatan budidaya berjalan sesuai

dengan yang di harapkan. Kualitas air adalah variabel-variabel yang

dapat mempengaruhi kehidupan lele. Variabel tersebut dapat berupa

sifat fisika, kimia, dan biologi air. Sifat-sifat fisika air meliputi suhu,

kekeruhan, dan warna air. Sifat kimia air adalah kandungan oksigen

(O2), karbondioksida (CO2), pH (derajat keasaman), amoniak (NH-3),

16
dan alkalinitas. Sifat bilologi meliputi plankton yang hidup disuatu

perairan (Khairuman dan Amri, 2002).

Parameter kualitas air yang baik untuk pertumbuhan dan

kelangsungan hidup ikan lele (tabel 1) adalah sebagai berikut :

Tabel.1 Parameter Kualitas Air dalam Budidaya Ikan Lele


No Parameter Nilai Sumber
1. 0
Suhu ( C) 25 – 32 Arifin, 1999
2. Ph 6,5 – 8,5 Boyd, 1992
3. NH3 < 0,1 mg/l Arifin, 1999
4. DO (ppm) > 0,3 Arifin, 1999

17
BAB III
MATERI DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat

Kegiatan magang ini dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus – 3

Oktober 2013, bertempat di Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan

(BPPI) di Jalan Raya 2 Sukamandi KM 99 Pantura – Subang, Jawa

Barat.

3.2. Bahan dan Alat

3.2.1. Bahan – bahan Pemijahan

1. Induk Ikan

Induk ikan lele afrika yang digunakan dalam pemijahan

berasal dari koleksi induk ikan lele BPPI Sukamandi. Induk

ikan lele afrika berusia 1 tahun dengan bobot minimal 1 kg.

2. Ovaprim

Ovaprim adalah hormon perangsang pada proses

pemijahan ikan lele afrika. Ovaprim yang digunakan bermerk

dagang syndel.

3. Natrium Clorida (NaCl)

Larutan fisiologis (NaCl) berfungsi untuk pengenceran

dan memperpanjang umur sperma. Adapun dosis yang

digunakan sesuai dengan kebutuhan dan jumlah sperma

18
yang dikeluarkan oleh induk jantan saat di streping. NaCl

yang digunakan diproduksi oleh PT. Widatra Bhakti.

4. Aquadest

Aquadest digunakan dalam proses pencucian sperma

dan telur. Proses pencucian berfungsi untuk mencuci kotoran

serta sperma yang menumpuk dan mempermudah proses

bertemunya sperma dengan sel telur.

5. Obat Anti Septik

Dalam proses pemijahan ikan lele afrika di BPPI

Sukamandi, pengambian sperma ikan lele jantan dengan

teknik pembedahan kemudian dilakukan proses penjahitan.

Obat anti septik digunakan untuk mempercepat

penyembuhan luka ikan lele pasca proses penjahitan.

3.2.2. Alat – alat Pemijahan

Alat yang digunakan dalam proses pemijahan adalah

sebagai berikut :

 Kateter atau selang kanulasi.

 Timbangan gantung dengan ketelitian 1 g.

 Alat suntik atau spuit ukuran 5 ml.

 Botol aqua volume 600 ml untuk menampung sperma

sementara.

 Mangkok plastik untuk menampung sel telur.

 Seser besar mesh size 1 cm.

19
 Seser atau serokan halus mesh size 1 inchi.

 Tisu.

 hapa

 Handuk halus untuk memegang induk.

 waring sebanyak 10 buah.

 Batu bata.

 Bak pemijahan ukuran 3 x 2 x 1 m,

 Alat bedah dan alat jahit.

 Ember grading mesh size 1cm.

 Timbangan digital merk KERN dengan ketilitian 0,2 g.

 Water Quality Checker.

3.3. Metode Kerja

Data yang diambil saat kegiatan magang ini menggunakan

metode deskriptif yaitu suatu metode yang bertujuan untuk

memberikan gambaran umum, sistemis dan faktual mengenai data-

data kegiatan pemijahan ikan lele. Pengambilan data tidak hanya

terbatas pada pengumpulan data dan penyusunan data tetapi juga

meliputi analisis dan pembahasan data-data tersebut. Data yang

diambil meliputi data primer dan data sekunder (Azwar. 1998).

20
3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari

sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya melalui

prosedur dan teknik pengambilan data berupa wawancara,

observasi, partisipasi aktif maupun memakai instrumen pengukuran

yang khusus sesuai dengan tujuan (Azwar, 1998).

A. Observasi

Observasi atau pengamatan secara langsung adalah

pengambilan data dengan menggunakan indera mata tanpa

ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut

(Nazir. 1988). Observasi dilakukan terhadap berbagai hal

yang berhubungan dengan kegiatan pembenihan meliputi

seleksi induk, perawatan induk, pemberokan, pemijahan

serta sarana dan prasarana.

B. Wawancara

Wawancara merupakan cara mengumpulkan data

dengan cara tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara

sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian.

Wawancara memerlukan komunikasi yang baik dan lancar

antara peneliti dengan subjek sehingga pada akhirnya bisa

didapatkan data yang dapat dipertanggungjawabkan secara

keseluruhan (Nazir. 1988). Wawancara di BPPI Sukamandi

21
dilakukan dengan cara tanya jawab dengan peneliti dan

teknisi mengenai segala hal yang berhubungan dengan

teknik pemijahan ikan lele afrika dan permasalahan yang

dihadapi dalam menjalankan kegiatan.

C. Partisipasi Aktif

Partisipasi aktif adalah keterlibatan dalam suatu

kegiatan yang dilakukan secara langsung di lapangan (Nazir,

1998). Kegiatan yang dilakukan adalah memilih dan

menyiapkan induk, proses pemijahan, pemberian pakan,

pengelolaan kualitas air.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber tidak

langsung dan telah dikumpulkan serta dilaporkan oleh orang di luar

dari penelitian itu sendiri (Azwar, 1998). Data ini dapat diperoleh

dari data dokumentasi, lembaga penelitian, dinas perikanan,

pustaka – pustaka, laporan – laporan pihak swasta, masyarakat

dan pihak lain yang berhubungan dengan sejarah berdirinya BPPI

Sukamandi Jawa Barat maupun mengenai teknik pembenihan ikan

lele afrika yang baik.

22
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan Sukamandi

Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan (BPPI) Sukamandi

dibentuk berdasarkan keputusan menteri kelautan dan perikanan

nomor KEP.33/MEN/2011. Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan (BPPI)

Sukamandi disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Kantor BPPI Sukamandi, Subang, Jawa Barat (sumber : Magang,


2013)

4.1.1. Letak Geografis

Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan Sukamandi, Subang,

Jawa Barat terletak di Jalan Raya 2 Sukamandi dan termasuk

23
dalam wilayah Desa Rancamulya, Kecamatan Patok beusi,

Kabupaten Subang, Jawa Barat, dengan luas areal sekitar 60 ha.

Secara geografis Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan

Sukamandi, Subang, Jawa Barat. BPPI Sukamandi mempunyai

luas areal 60 ha yang terdiri dari 33,4 ha areal perkolaman

termasuk reservoir dan saluran air masuk, 1,87 ha areal

perkantoran dan 19,73 ha lainnya digunakan untuk pembenihan

dan perumahan karyawan serta sarana penunjang lainnya.

Keadaan tanah relatif datar dan Keadaan tanah relatif datar dengan

ketinggian berkisar 15 meter diatas permukaan air laut dan

kemiringan lahan 0,03%.

Pada sebelah Utara lokasi berbatasan dengan jalan jalur

utama Pantura (Jakarta – Cirebon), sebelah Timur berbatasan

dengan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPTP), sebelah

Selatan berbatasan dengan sungai Citempura dan di sebelah Barat

berbatasan dengan perkampungan Patokbeusi. Daerah

disekitarnya merupakan areal pertanian tanaman padi baik milik

warga sekitar dan juga lahan milik Balai Besar Penelitian Tanaman

Padi (BBPTP) dengan jenis tanah liat.

4.1.2. Sejarah Berdiri

Pada tanggal 26 Juni 1927 sebelum kemerdekaan

pemerintah Belanda mendirikan Voor de Binnen Visserij yang

berkedudukan di Bogor. Pada tahun 1946 pemerintah Republik

24
Indonesia dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian tanggal 8

September 1951 No. 81/Um/51 mendirikan Balai Penyelidikan

Perikanan Darat di Jakarta. Seiring dengan perkembangan tuntutan

kebutuhan telah terjadi beberapa kali perubahan dalam struktur dan

mandat dalam susunan pemerintahan. Pada tanggal 22 September

tahun 2000 terjadi perubahan yang mendasar, yaitu yang

sebelumnya berada di bawah Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, menjadi di

bawah Sekretariat Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan.

Sejarah singkat BPPI adalah sebagai berikut :

-Tahun 1927 : Laboratorium Voor de Binnen Visserij, Bogor.

-Tahun 1951 : Laboratorium Penyelidikan Perikanan Darat,

Bogor.

-Tahun 1952 : Balai Penyelidikan Perikanan Darat, Bogor.

-Tahun 1957 : Balai Penyelidikan Perikanan Darat, Sempur

Bogor.

-Tahun 1963 :Lembaga Penelitian Perikanan Darat, Sempur

Bogor.

-Tahun 1980 : Balai Penelitian Perikanan Darat, Sempur

Bogor.

-Tahun 1984 : Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Sempur

Bogor.

25
-Tahun 1994 : Balai Penelitian Perikanan Air Tawar,

Sukamandi, Subang.

-Tahun 2003 : Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya

Perikanan Air Tawar, Sukamandi Subang.

-Tahun 2011 : Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan,

Sukamandi Subang.

4.1.3. Struktur Organisasi dan Tata Kerja

Gambar 5. Struktur Organisasi (Sumber : BPPI Sukamandi, 2010)

26
Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI) merupakan Unit

Pelaksanan Teknis (UPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan di

Bidang Penelitian Pemuliaan Ikan yang berada dibawah dan

bertanggung jawab kepada Kepala Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perikanan Budidaya dan dibina secara umum oleh

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan dan

Kelautan. BPPI dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan

dan Perikanan No. PER. 33/MEN/2011 tanggal 26 September

2011.

a. Tugas

Melaksanakan penelitian pemuliaan ikan budidaya.

b. Fungsi

• Penyusunan rencana program dan anggaran,

pemantauan dan evaluasi, serta laporan.

• Pelaksanaan penelitian pemuliaan ikan budidaya

meliputi perbenihan, genetika, biologi, reproduksi,

fisiologi, dan bioteknologi untuk menghasilkan ikan

unggul.

• Pelayanan teknis, jasa, informasi, komunikasi dan

kerjasama penelitian pemuliaan ikan budidaya.

• Pengelolaan prasarana dan sarana penelitian pemuliaan

ikan budidaya.

• Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

27
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang telah

ditugaskan Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan telah

menetapkan visi, misi sebagai berikut :

a. Visi

Menjadi lembaga penelitian terkemuka dibidang

pemuliaan ikan budidaya.

b. Misi

• Menghasilkan varietas ikan budidaya unggul.

• Menyebarkan informasi dan IPTEK hasil penelitian.

4.2. Sarana dan Prasarana

4.2.1. Sarana

4.2.1.1. Sistem Penyediaan Tenaga Listrik

Sumber energi listrik utama yang di BPPI Sukamandi

bersumber dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sukamandi

daya 1.200 KVA. Sumber cadangan listrik digunakan

generator set (genset) sebanyak 2 unit, generator set terdiri

dari genset utama dan genset sekunder. Genset utama

bermerk Stamford dengan daya 45 KVA digunakan untuk

memenuhi kebutuhan listrik cadangan pada kantor,

sedangkan genset sekunder bermerk Elemaxdengan daya

maksimum 26 KVA untuk memenuhi kebutuhan listrik

28
cadangan pada masing-masing pembenihan saja. Generator

set disajikan pada gambar 6.

Gambar 6. Generator Set (Sumber : Magang 2013)

4.2.1.2. Kolam

A. Kolam Induk

Kolam induk difungsikan untuk memelihara induk

ikan lele (Clarias gariepinus) yang terdiri dari ikan jantan

dan ikan betina. Pada kolam betina diberikan sedikit Jantan

untuk merangsang kematangan gonad. Ukuran kolam induk

sendiri sekitar 50 m2 dengan tinggi air 60 – 100 cm. Untuk

perawatan kolam beton semi permanen hanya mengontrol

pematang kolam saja untuk mencegah ikan loncat ke kolam

induk lain dan mengontrol inlet dan outlet, dalam artian

membersihkan sampah atau dedaunan yang menyumbat

saluran tersebut. Kolam induk ikan lele disajikan pada

gambar 7.

29
Gambar 7. Kolam Induk (Sumber : Magang, 2013)

B. Kolam Pemijahan

Kolam pemijahan pada hatchery komoditas ikan

lele BPPI Sukamandi difungsikan untuk memijahkan

indukan ikan lele yang sudah diseleksi. Ukuran kolam 3 x 2

m dengan tinggi air 20 cm, sebanyak 24 buah kolam.

Dalam proses pemijahan dan penetasan digunakan kolam

indoor agar pengontrolan dapat dilakukan lebih mudah.

Kolam pemijahan disajikan pada gambar 8.

Gambar 8. Kolam Pemijahan (Sumber : Magang, 2013)

30
C. Kolam Pendederan

Kolam pendederan (Gambar 9) pada hatchery

komoditas ikan lele BPPI Sukamandi difungsikan untuk

memelihara larva yang berumur 21 hari dengan ukuran

benih yaitu 1 – 3 cm. Ukuran kolam 5 x 5 m dengan

kedalaman air 35 cm, sebanyak 10 buah kolam.

Pemeliharaan lerva ikan lele dilakukan di kolam outdoor

karena larva membutuhkan pakan alami yang ada di kolam

dengan bantuan sinar matahari. Untuk perawatan kolam

outdoor hanya dilakukan penambalan kolam. Kolam

pendederan disajikan pada gambar 9.

Gambar 9. Kolam Pendederan (Sumber : Magang, 2013)

31
D. Wadah Kultur Pakan Alami

Kegiatan pembenihan ikan lele di BPPI Sukamandi

membutuhkan stok pakan alami yang cukup banyak untuk

kebutuhan pakan larva, sehingga dibutuhkan wadah kultur

pakan alami sendiri. Jenis pakan alami yang dikultur di

hatchery ikan lele adalah artemia. Wadah kultur pakan

alami artemia disajikan pada gambar 10.

Gambar 10. Wadah Kultur Pakan Alami Artemia (Sumber : Magang, 2013)

Penetasan telur artemia dilakukan dengan cara berikut :

1. Menyiapkan toples berkapasitas 6 liter dan mengisi dengan

air laut sebanyak 5 liter atau bisa juga dengan cara membuat

air berkadar salinitas tinggi dengan air yang dicampur garam.

Untuk membuat air bersalinitas 30 ppt dapat mencampurkan

297,28 g garam kroso.

32
2. Mengukur telur artemia sebanyak 20 ml dan

memasukkannya kedalam toples yang berisi air laut. Aduk-

aduk agar telur artemia menyebar dengan rapi.

3. Beri aerasi pada proses penetasan artemia.

4. Artemia dapat dipanen setelah 24 jam.

4.2.2. Prasarana

4.2.2.1. Jalan dan Transportasi

Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan (BPPI)

Sukamandi terletak di jalan raya utama (Pantura) sehingga

memudahkan kendaraan untuk menjangkau lokasi tersebut.

Jalan untuk menuju lokasi pembenihan ataupun bagian

tempat kegiatan berlangsung sudah sangat baik dan layak

digunakan sehingga sangat mudah menjangkau tempat-

tempat pembenihan ataupun kolam. Alat transportasi yang

tersedia berupa motor, kendaraan roda empat berupa mobil

dinas dan mobil pickup.

4.2.2.2. Tanah Lokasi

Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan Sukamandi

mempunyai luas areal 60 ha yang terdiri dari 33,4 ha areal

perkolaman termasuk reservoir dan saluran air masuk, 1,87

ha areal perkantoran dan 19,73 ha lainnya digunakan untuk

pembenihan dan perumahan karyawan serta sarana

penunjang lainnya.

33
4.2.2.3. Fasilitas BPPI

A. Gudang Pakan Ikan

BPPI menyediakan gudang pakan yang difungsikan

untuk menyimpan stok pakan dalam jumlah banyak. Untuk

perawatan gudang tersebut hanya dilakukan pengecatan

ulang dan membersihkan kotoran di dalam dan di luarnya.

Gudang pakan disajikan pada gambar 11.

Gambar 11. Gudang Pakan Ikan (Sumber : Magang, 2013)

B. Gedung Administrasi

Gedung administrasi merupakan suatu bangunan

yang dibuat untuk melaksanakan pekerjaan secara tertulis.

Gedung administrasi di BPPI Sukamandi dilengkapi dengan

laboratorium, antara lain laboratorium nutrisi, laboratorium

kimia, laboratorium kualitas air, ruang peneliti, aula,

perpustakaan, ruang tata usaha dan mushola. Untuk

34
perawatan setiap harinya dilakukan dengan membersihkan

kotoran yang berada di dalam dan di luar area dan

dilakukan pengecatan ulang. Gedung administrasi disajikan

pada gambar 12.

Gambar 12. Gedung Administrasi (Sumber : Magang 2013)

C. Perumahan Pegawai dan Asrama

Perumahan ( Gambar a ) pegawai di BPPI

Sukamandi berfungsi sebagai rumah pegawai BPPI untuk

mempermudah pegawai dalam melaksanakan tugasnya

yang juga dikerjakan pada hari libur. Perumahan pegawai

ini berada disekitar BPPI yang sudah menjadi satu komplek

35
yang disebut komplek perikanan. Asrama ( Gambar b )

merupakan suatu bangunan yang berfungsi untuk tempat

tinggal sementara siswa SMK dan Mahasiswa yang

melakukan kegiatan Magang, PKL dan Penelitian. Asrama

di BPPI terdiri dari 8 kamar. Untuk perawatan setiap harinya

dilakukan dengan membersihkan kotoran yang berada di

dalam dan di luar area dan dilakukan pengecatan ulang.

Perumahan pegawai dan asrama disajikan pada gambar

13.

a b

Gambar 13. Asrama (a) dan Perumahan Pegawai (b) (Sumber : Magang 2013)

36
D. Gedung Hatchery Ikan lele

Gedung hatchery difungsikan untuk melakukan

semua kegiatan pembenihan ikan lele, mulai dari

aklimatisasi induk, pemijahan, dan pemeliharaan larva.

Hatchery tersebut juga dilengkapi dengan segala alat dan

bahan yang dibutuhkan untuk kegiatan pembenihan. Untuk

perawatan gedung hatchery tersebut setiap harinya

membersihkan kotoran yang berada di dalam dan di luar

area. Gedung hatchery disajikan pada gambar 14.

Gambar 14. Gedung Hatchery (Sumber : Magang, 2013)

E. Ruang Genset

Ruang genset BPPI Sukamandi terletak disebelah

kanan laboratorium penyakit ikan nila. Untuk

mengantisipasi pemadaman listrik BPPI mengupayakan

37
penambahan genset dengan dilengkapi ruangannya. Hal ini

berfungsi untuk menjaga keamanan genset dan

melindunginya dari bahaya luar. Untuk perawatan hanya

dilakukan pengecatan ulang. Ruang genset disajikan pada

gambar 15.

Gambar 15. Ruang Genset (Sumber : Magang, 2013)

F. Tempat Penampungan Air

Area BPPI Sukamandi khususnya pada komoditas

ikan lele untuk stok air ditampung dalam tandon (Gambar a)

dan kolam pengendapan dan reservoir (Gambar b). Untuk

tandon sendiri berasal dari air tanah yang dipompa dengan

mesin pompa, dan untuk kolam pengendapan dan reservoir

berasal dari air waduk jati luhur yang dialirkan melalui

38
bangunan saluran. Tempat penampungan air disajikan

pada gambar 16.

a b

Gambar 16. Tandon Air (a) dan Kolam Reservoir dan Pengendapan (b) (Sumber
: Magang, 2013)

4.2.3. Sumber Air

Air yang digunakan untuk kegiatan pembenihan di BPPI

berasal dari waduk Jatiluhur dan air tanah (sumur bor). Air tawar

yang berasal dari air tanah (sumur bor) diletakkan dalam tandon

dengan ketinggian dari permukaan tanah 18 m, ukuran tandon 2 x

2 x 2 m volume 8 ton. Air ini digunakan untuk kegiatan pembenihan

di (indoor) dan pembenihan sedangkan air yang berasal dari waduk

Jatiluhur digunakan untuk kegiatan pembesaran serta

pemeliharaan induk di kolam tanah (outdoor).

39
Air yang berasal dari waduk Jatiluhur dialirkan melalui dua

kolam. Pada kolam pengendapan terjadi proses pengendapan.

Selanjutnya air dialirkan ke reservoir utama agar proses

pengendapan dapat berlanjut sebelum dialirkan ke kolam induk dan

pembesaran.

Air sebagai media hidup ikan merupakan sarana yang vital

dalam proses produksi benih. Oleh karena itu air yang akan

digunakan untuk media pemeliharaan induk, penetasan telur,

pemeliharaan benih dan kultur pakan alami harus memenuhi

standart baku mutu air, yaitu bersih, bebas hama dan parasit serta

organisme patogen. Untuk memperoleh standart baku air tersebut

dapat dilakukan melalui proses pengendapan, filtrasi dan perlakuan

air baik secara fisik, kimiawi maupun biologi.

4.2.4. Sistem Aerasi

Fasilitas utama lain yang juga sangat dibutuhkan dalam

kegiatan budidaya pembenihan ikan lele adalah aerasi. Aerasi

berfungsi untuk menambah kadar oksigen terlarut dalam media

pemeliharaan. Sumber aerasi unntuk seluruh kebutuhan penetasan

telur dan pemeliharaan larva bersumber dari high blower.

Untuk sistem aerasi menggunakan blower yang

dihubungkan dengan pipa berdiameter ½ inchi (1,25 cm) untuk

disalurkan ke masing-masing bak pemeliharaan larva dan dapat

diatur keluarnya angin dengan alat pengatur aerasi sendiri. Blower

40
berfungsi sebagai sumber aerasi, pengatur aerasi untuk mengatur

besar kecilnya udara yang masuk ke dalam air, pipa untuk saluran

aliran air dan udara sebagai aerasi, selang aerasi untuk

menghubungkan pengatur aerasi dengan batu aerasi, batu aerasi

sebagai pembentuk gelembung.

4.3. Teknik Pemijahan

4.3.1. Pemeliharaan Induk

Induk merupakan salah satu faktor penting dalam usaha

pembenihan ikan lele. Kualitas indukan yang baik dapat dilihat dari

ciri fisiknya, diantaranya ikan terlihat sehat, gerakan lincah, bentuk

tubuh proporsional, tidak cacat dan tidak ada luka ditubuhnya.

Indukan ikan lele afrika di BPPI dipelihara dalam kolam semi

permanen berukuran 50 m2 dengan ketinggian air kolam 60 – 100

cm. Padat penebaran induk ikan lele adalah 2 ekor/m 2, induk jantan

dan induk betina dipelihara pada kolam terpisah untuk kolam induk

betina diberi perlakuan khusus dengan memasukkan sedikit induk

jantan sebagai perangsang kematangan gonad dan diberi

perlakuan tambahan sirkulasi air dari inlet dan outlet air. Hal

tersebut bertujuan untuk menstabilkan suhu dan meningkatkan

kandungan DO dalam perairan, serta mengkondisikan perairan

tidak jenuh yang disebabkan menumpuknya sisa pakan yang tidak

termakan oleh ikan dan feses ikan, sehingga mencegah timbulnya

penyakit dan kematian ikan.

41
Pakan yang diberikan ke induk berupa pellet dengan merk

HI-PRO-VITE 781 yang diproduksi oleh C.P. Prima dengan

komposisi : kadar protein 31 – 33 %, lemak 3 – 5 %, serat 4 – 6 %,

kadar abu 10 – 13, dan kadar air 11 – 13 %. Pakan diberikan pagi

hari pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 16.30 WIB. Pemberian

pakan dilakukan dengan metode adlibitum suatu metode

pemberian pakan secara bertahap sedikit demi sedikit sampai ikan

tersebut kenyang dan nafsu makan menurun, tapi pada umumnya

pemberian pakan untuk indukan hanya menggunakan frekuensi 3%

yaitu jumlah pakan yang diberikan sebanyak 3% dari berat

tubuhnya.

Menurut Santoso (1993), selain padat tebar, faktor lain yang

mendukung kematangan gonad adalah suhu air dan makanan.

Suhu air disesuaikan dengan kemauan pertumbuhan ikan lele yakni

280C. Makanan bergizi berkadar protein 25%, misalnya pelet,

diberikan secara teratur 2 kali sehari (pagi dan sore) sebanyak 2% -

4% dari bobot total ikan seluruhnya.

Pengukuran kualitas air kolam induk dilakukan pada pagi

hari. Hasil pengukuran kualitas air tersaji pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengukuran Kualitas Air Kolam Induk Ikan Lele


Parameter Waktu pengukuran
Pagi ( 08.03 )
pH (poisioning Hydrogen) 7,34
Suhu 29,80C
DO (Disolved Oxygen) 0,9 ppm
Sumber : Magang, 2013

42
4.3.2. Seleksi Induk

Teknik pemijahannya diawali dengan seleksi induk yaitu

dengan menangkap indukan di kolam menggunakan jaring

kemudian diseleksi indukan yang sudah matang gonad. Seleksi

induk dilakukan berdasarkan umur, berat, kondisi fisik dan tingkat

kematangan gonad. Seleksi induk bertujuan untuk meningkatkan

mutu agar menghasilkan benih yang berkualitas, sifat – sifat induk

yang telah diseleksi diharapkan dapat mewariskan keturunannya

(Sutisna dan Sutarmanto,2006 ). Proses penangkapan induk ikan

lele disajikan pada gambar 17.

Gambar 17. Penangkapan Indukan (Sumber : Magang, 2013)

Proses awal seleksi induk dimulai dengan memilih induk

jantan dan betina dengan cara dijaring. Induk yang telah tertangkap

dilihat alat kelaminnya. tanda induk jantan yang sudah matang

43
gonad dapat dilihat pada lubang kelamin kemerahan dan gerakan

lincah. Induk betina yang sudah matang gonad dapat dilihat pada

perut gendut, gerakan lamban dan lubang kelamin kemerahan.

Untuk melihat kematangan telur digunakan kateter. Pengecekan

telur bertujuan untuk memastikan bahwa telur indukan telah

matang gonad dan mengetahui keseragaman telur.

Indukan yang telah ditangkap dikolam kemudian

dipindahkan dengan menggunakan blong ke bak penampungan

berupa bak pemijahan berukuran 3 x 2 m yang telah diisi air.

Jantan dan betina dipisah agar tidak terjadi pemijahan secara liar

dan mempermudah menentukan dosis ovaprim.

Menurut Suyanto (1991), tanda – tanda ikan lele yang sudah

siap memijah yaitu pada induk jantan meliputi alat kelamin tampak

jelas, meruncing, umur 8 bulan, perutnya tampak ramping, tulang

kepala agak mendatar diandingkan dengan betinannya, jika warna

dasarnya badannya hitam (gelap), warna itu menjadi lebih gelap

lagi dari biasanya, sedangkan pada induk betina meliputi alat

kelamin berbentuk bulat dan kemerahan, lubangnya agak

membesar, umur 8 bulan, tulang kepala agak cembung,

gerakannya lamban, warna badannya lebih cerah dari biasanya.

Ciri indukan jantan dan betina yang telah matang gonad disajikan

pada gambar 18.

44
a b

Gambar 18. Indukan Jantan (a) dan Indukan Betina (b) (Sumber : Magang, 2013)

4.3.3. Pemijahan

Hal yang paling berpengaruh pada suatu kegiatan

pembenihan adalah memahami teknik pemijahan ikan itu sendiri.

Proses pemijahan ikan lele dimulai dengan seleksi induk yang telah

matang gonad karena kulitas induk dapat mempengaruhi kulitas

anakan yang dihasilkan.

Pemijahan merupakan proses perkawinan induk jantan dan

induk betina sehingga terjadi pembuahan telur. Pemijahan ikan lele

di BPPI Sukamandi dilakukan secara buatan. Pada kegiatan

magang yang telah dilakukan proses pemijahan ikan lele dilakukan

dengan cara pemijahan buatan.

4.3.4. Persiapan Kolam Pemijahan

Kolam pemijahan pada hatchery komoditas ikan lele BPPI

Sukamandi difungsikan untuk memijahkan indukan ikan lele yang

sudah diseleksi. Ukuran kolam 3 x 2 m dengan ketinggian air 20

cm, sebanyak 24 buah kolam beton yang berada di dalam ruangan

(indoor) disajikan pada gambar 19. Hal ini bertujuan untuk

45
mempermudah pengontrolan saat proses pemijahan dan

penetasan telur ikan lele.

Langkah-langkah dalam persiapan kolam pemijahan adalah:

 Mencuci dan mengeringkan kolam pemijahan.

 Mengisi wadah pemijahan dengan air setinggi 20 cm.

 Memasang waring di tempat pemijahan. Waring

diletakan didalam air yang diatasnya diberi batu bata

dengan tujuan agar waring tidak naik ke permukaan.

Waring berukuran 160,5 x 85,5 cm.

 Memasang aerasi yang berfungsi untuk meningkatkan

kadungan DO.

Gambar 19. Kolam Pemijahan (Sumber : Magang, 2013)

4.3.5. Penimbangan Induk

Penimbangan induk ikan lele bertujuan untuk mengetahui

volume ovaprim dan aquadest yang diperlukan untuk disuntikkan

ke induk jantan dan betina yang akan dipijahkan. Proses

46
penimbangan ikan lele dilakukan dengan cara mengambil induk

ikan yang berada di bak fiber menggunakan seser mesh size 1 cm.

Menyiapkan timbangan duduk yang berkapasitas 10 Kg. Wadah

timbangan diganti dengan ember agar proses penimbangan lebih

mudah dilakukan. Penimbangan induk disajikan pada gambar 20.

Gambar 20. Penimbangan Induk (Sumber : Magang, 2013)

Hasil pengukuran berat induk lele dapat disajikan dibawah ini :

Tabel 3. Jenis Kelamin dan Berat Induk


No Jenis kelamin Berat (kg)
1. Betina 3,8
2. Betina 2,3
3. Betina 2,0
4. Betina 1,8
5. Betina 1,7
6. Betina 2,1
7. Betina 1,2
8. Betina 1,6
9. Betina 1,5
10. Betina 1,6

47
11. Jantan 2,1
13. Jantan 2,4
14. Jantan 1,7
15. Jantan 1,6
16. Jantan 2,2
Sumber : Magang, 2013

4.3.6. Penyuntikan

Pemijahan ikan lele sendiri dilakukan dengan pemijahan

buatan yaitu pemijahan yang disuntik dengan menggunakan

hormon perangsang kematangan gonad. Hormon yang digunakan

yaitu hormon ovaprim, ovaprim adalah campuran analog salmon

GnRH dan Anti dopamine dinyatakan bahwa setiap 1 ml ovaprim

mengandung 20 ug sGnRHa (D-Arg6-Trp7, Lcu8, Pro9-NET) –

LHRH dan 10 mg anti dopamine. Hormon ovaprim disajikan pada

gambar 21.

Gambar 21. Ovaprim (Sumber : Magang, 2013)

48
Dosis ovaprim yang digunakan pada ikan jantan dan betina

berbeda. Untuk induk ikan lele jantan dosis adalah 0,1 ml/kg

sedangkan betina adalah 0,2 ml/kg yang kemudian dicampur

dengan aquadest sebagai pengencer dengan dosis 0,1 ml/kg.

Dosis penyuntikan lebih banyak untuk induk betina karena tingkat

kematangan gonad betina lebih lama jika dibandingkan dengan

jantan dan ukuran tubuh antara jantan dan betina lebih besar

betina. Alat yang digunakan dalam proses penyuntikan adalah

handuk, spuit, dan ember.

Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung dengan

kemiringan kurang dari 450 sedalam kurang lebih 1,5 cm. Spuit

disuntikkan kearah depan dengan posisi miring kebelakang pada

otot punggung sebelah kiri. Secara perlahan, disuntikan larutan

ovaprim kedalam tubuh ikan lele. Penyuntikan disarankan

mengarah ke bagian depan (arah kepala) ikan, dengan tujuan agar

tidak mengenai organ bagian pencernaan (Santoso, 1997). Setelah

ovaprim yang disuntikkan cukup, spuit ditarik secara perlahan dari

tubuh ikan lele. Daerah suntikan ovaprim diurut agar ovaprim

menyebar.

Proses penyuntikan dilakukan 9 – 10 jam sebelum proses

pemijahan. Penyuntikan dilakukan pada dini hari pukul 00.30 WIB

dan proses pengeluaran telur ikan lele dilakukan pagi hari jam

49
09.45 WIB. Proses penyuntikan induk ikan lele disajikan pada

gambar 22.

Gambar 22. Penyuntikan Induk Ikan Lele (Sumber : Magang, 2013)

4.3.7. Pengambilan Sperma

Pengambilan sperma dilakukan pagi hari pukul 07.30 WIB.

Proses pengambilan sperma jantan dilakukan dengan cara

membedah perut induk jantan dan mengambil kantong sperma 1/3

bagian depan dengan cara menggunting. Hal ini bertujuan untuk

menumbuhkan kembali kantong sperma karena setelah proses

pembedahan dilakukan proses penjahitan. Setelah itu sperma

dibersihkan dengan menggunakan tissue untuk menghilangkan

lendir – lendir yang melekat pada sperma. Dosis dari 1/3 sperma

dapat membuahi telur sebanyak 200 g. Pengambilan sperma

disajikan pada gambar 23.

50
Gambar 23. Pengambilan Sperma (Sumber : Magang, 2013)

Sperma yang telah diambil dicacah dan disaring dengan

langkah meliputi, sperma yang telah diambil diletakkan pada hapa

yang diletakkan dalam mangkok, kemudian kantong sperma yang

telah diambil digunting kecil – kecil kemudian diperas

menggunakan hapa. Tambahkan larutan fisiologis pada sperma

dengan tujuan agar sperma tetap hidup.

Setelah pengambilan sperma dilakukan proses penjahitan.

Proses penjahitan disajikan pada gambar 24. Penjahitan bertujuan

untuk mengurangi jumlah kematian induk ikan jantan sehingga stok

ikan jantan dapat terjaga. Proses penjahitan ikan lele jantan

dilakukan dengan meletakkan ikan lele jantan dimeja dan dengan

keadaan terbalik. Kepala ikan ditutup dengan handuk basah agar

ikan merasa nyaman. Jarum yang digunakan dalam proses

penjahitan adalah jarum yang biasa digunakan untuk menjahit

51
manusia, jarum berbentuk seperti bulan sabit. Selain jarum dan

benang digunakan alat bantu bedah lainnya seperti gunting.

Penjahitan dilakukan seperti menjahit kulit manusia, jarum

ditusukkan ke bagian tubuh yang akan dijahit dan lakukan proses

penjahitan. Jika proses penjahitan selesai, pada bagian tubuh ikan

yang dijahit diberi betadine yang berfungsi untuk mempercepat

sembuhnya luka. Setelah proses penjahitan, induk jantan

dikembalikan ke kolam pemijahan untuk dikarantina beberapa

waktu dengan tujuan menyembuhkan luka jahitan. Ikan dipisah

untuk menghindari terjadinya pertengkaran dengan indukan lain

yang masih sehat karena ikan lele bersifat kanibal, yang berakibat

kematian. Induk jantan dapat dipijahkan kembali 3 – 4 bulan

kemudian.

Gambar 24. Proses Penjahitan (Sumber : Magang, 2013)

52
4.3.8. Fertilisasi

Proses pembuahan dilakukan dengan mencampurkan

sperma dengan telur dalam mangkok plastik kemudian diaduk

dengan jari selama 1 – 2 menit. Sebelumnya dilakukan proses

pengenceran sperma dengan menggunakan NaCl dengan

perbandingan 1 : 50 – 100. Agar proses pembuahan dapat berjalan

dengan segera maka ditambahkan air bersih untuk mengaktifkan

kemudian diaduk hingga rata. Kemudian airnya dibuang untuk

membuang kotoran seperti cangkang telur agar tidak mengganggu

proses pembuahan, lalu masukan air baru lagi untuk

mempermudah penebaran pada waring yang terdapat pada kolam

pemijahan.

Telur yang telah dibuahi ditandai dengan adanya inti didalam

telur yang berwarna hijau muda. Massa telur lebih besar karena

telah terjadi penambahan air, sehingga jika berada dalam air telur

akan tenggelam sedangkan Telur yang tidak terbuahi ( infertil )

dapat dilihat dari warnanya yaitu berwarna putih susu. Selain itu

telur yang tidak terbuahi akan melayang dipermukaan air karena

memiliki masa yang lebih ringan dari pada massa telur yang

terbuahi.

Perhitungan fekunditas ikan lele afrika dilakukan dengan

mengambil sampel telur ikan lele mesir sebanyak 1 gram kemudian

53
telur dihitung satu persatu menggunakan Hand Counter. Hasil

pengamatan fekunditas ikan lele afrika tersaji pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil pengamatan Fekunditas


No Berat Berat Berat Jumlah Fekunditas
induk (Kg) telur sampel telur (butir)
total (g) (g) (butir)
1. 1,1 118,8 1 538 63914,4
2. 0,8 216,8 1 538 116638,4
3. 3,1 216,4 1 538 116423,2
4. 1,7 27,04 1 538 14547,52
5. 1,9 224 1 538 120512
6. 1,2 129,6 1 538 69724,8
7. 3,3 211,2 1 538 113625,6
8. 1,6 148 1 538 79624
9. 1,6 221,4 1 538 119113,2
10. 1,2 263,8 1 538 141924,4
Sumber : Magang, 2013

Untuk mengetahui nilai FR dan HR pada ikan lele dilakukan

percobaan, adapun bahan – bahan yang diperlukan sebagai

berikut:

 Menyiapkan mangkok sebanyak 10 buah.

 Mengambil sampel telur yang sudah dicampur dengan

sperma. Pengambilan sampel dengan menggunakan

sendok lalu diletakkan kedalam mangkok.

 Pada siang hari menjelang sore dilakukan pergantian

air dengan tujuan untuk menurunkan suhu pada

mangkok sampel telur.

 Pengamatan dilakukan selama 1 hari, parameter

yang diamati adalah derajat pembuahan, derajat

penetasan dan fekunditas.

54
Hasil perhitungan presentase FR dan HR tersaji pada tabel 5.

Tabel 5. Hasil Perhitungan Presentase FR dan HR


No Fertilization rate (%) Hatching rate (%)
1. 98,7 70
2. 99,3 87
3. 98,4 88
4. 98,5 73
5. 95,5 95
6. 91,9 70
7. 97,7 92
8. 98,9 87
9. 98,1 34
10. 98,1 61
Rata – rata 97,51 75,5
Sumber : Magang, 2013

4.3.9. Penetasan Telur

Telur yang telah dibuahi diletakkan pada kolam penetasan

yang telah diberi wareng. Menurut Puspowardoyo dan Djarijah

(2006), telur hasil pemijahan akan menempel pada serabut

kakaban. Telur yang baik berwarna kuning jernih, kelihatan segar,

mengkilat, dan tampak bulatan kecil seperti inti di tengahnya.

Sedangkan telur yang jelek berwarna putih keruh. Telur yang baik

akan menetas menjadi larva sedangkan yang jelek akan

membusuk.

Sumber air pada kolam berasal dari air sumur. Penetasan

telur dilengkapi dengan sirkulasi dan aerasi untuk meningkatkan

kandungan DO di perairan. Kolam penetasan berada didalam

hatchery dengan suhu stabil berkisar 30 – 320C. Telur-telur akan

menetas setelah 18 – 24 jam tergantung dari suhu. Selama proses

penetasan telur diusahakan sirkulasi air berjalan dengan baik dan

55
air yang masuk lewat pemasukan berjalan secara berlahan – lahan

(Susanto, 2005). Proses penebaran telur pada kolam penetasan

disajikan pada gambar 25.

Gambar 25. Proses Penebaran Telur (Sumber : Magang, 2013)

4.3.10. Perawatan Larva

Setelah telur menetas semua kurang lebih 2 – 3 hari

selanjutnya waring diangkat satu persatu. Pengangkatan waring

harus hati – hati agar kualitas air tetap terjaga. Setelah waring

diangkat semua, kolam perawatan larva diberi probiotik mina bacto

dengan dosis 0,2/m setiap satu minggu sekali dengan tujuan untuk

menstabilkan kualitas air. Pemeliharaan larva pada umur 1 – 3 hari

tidak perlu diberi pakan karena masih ada kuning telur yang

difungsikan sebagai cadangan makanan, kuning telur tersebut akan

habis kurang lebih 3 hari setelah menetas. Tahap pemberian pakan

larva dapat dilihat pada tabel (6). Perawatan larva lele meliputi

56
mebersihkan telur yang tidak menetas, dan siphonisasi. Proses

shiphonisasi disajikan pada gambar 26.

Gambar 26. Proses Siphonisasi (Sumber : Magang, 2013)

Tabel. 6 Tahap pemberian makanan larva


No Umur Makanan yang diberikan
1. 0 – 3 hari Belum di beri pakan karena masih ada kuning telur
2. 4 – 6 hari Artemia
3. 5 – 6 hari Artemia dan cacing tubifex yang sudah diblender
4. 6 – 9 hari Cacing tubifex yang sudah di blender
5. 10 – 13 hari Cacing tubifek yang sudah diblender dan pakan
PS-P
6. 14 – 17 hari Pakan PS-P
7. 18 – 21 hari Pakan pembenihan udang galah
Sumber : magang, 2013

Pada hari 4 – 14 sistem pemberian pakan diberikan sehari 5

x yaitu pada jam 06:00, 10:00, 14:00, 17:00, 20:00 dan untuk hari

15 – 21 sistem pemberian pakan diberikan sehari 4 x yaitu pada

jam 08:00, 11:30, 16:30, 20:15. Jenis – jenis pakan yang diberikan

pada larva disajikan pada gambar 27.

57
a b

Gambar 27. Artemia (a) Ps-p (b) Cacing tubifex yang sudah diblender (c)
(Sumber : Magang, 2013)

4.3.11. Pendederan

Setelah 21 hari larva di panen dan di pindahkan ke kolam

pendederan. Alat yang digunakan dalam pemanenan larva yaitu

seser, waring, ember breeding, ember dan bata. Kemudian

58
pasang waring disaluran outlet, setelah itu paralon yang ada di

oulet di lepas biarkan air mengalir keluar bersama larvanya.

Lubang outlet diberi bata agar air yang keluar dari lubang outlet

tidak deras jika air terlalu deras akan mengakibatkan larva

menjadi stres. Larva ikan akan keluar dari outlet dan masuk ke

waring yang telah dipasang pada ujung outlet. Larva yang

terperangkap dalam waring dipindahkan ke ember. Setelah larva

terkumpul diember kemudian dimasukan kedalam ember breeding

untuk disamakan ukurannya. Proses pengambilan larva dan

pemisahan ukuran larva disajikan pada gambar 28 dan 29.

Gambar 28. Pengambilan Larva disaluran Outlet (Sumber : Magang 2013)

59
Gambar 29. Pemisahan Ukuran Larva (sumber : Magang 2013)

Setelah dibreeding ikan dimasukan kedalam kolam

pendederan yang telah disiapkan 3 hari sebelum proses

pemanenan larva. Proses aklimatisasi disajikan pada gambar 30.

Gambar 30. Aklimatisasi kedalam Kolam Pendederan (Sumber : Magang, 2013)

60
Proses persiapan kolam pendederan meliputi, pengeringan

kolam kurang lebih sehari untuk menghilangkan bakteri atau

patogen yang masih menempel di dinding bak tersebut. Setelah

kering diisi air dengan ketinggian air 25 – 30 cm. kemudian

diamkan selama 3 – 5 hari sampai tumbuh pakan alami berupa

plankton. Tahap pemberian pakan benih disajikan pada tabel 7.

Tabel 7. Tahap Pemberian Pakan Benih


No Ukuran (cm) Jenis pakan yang diberikan
1. 0,9 – 2 Pakan pembenihan udang galah
2. 2–3 Pakan pembenihan dan pendederan udang
galah
3. 3–5 Pakan pendederan udang galah
Sumber : magang, 2013

Sistem pemberian pakan diberikan sehari 4 kali yaitu pagi,

siang, sore, dan malam. proses pemberian makan benih disajikan

pada gambar 31.

Gambar 31. Pemberian Pakan Benih (Sumber : Magang, 2013)

61
4.3.12. Pengelolaan Kualitas Air

Kualitas air berperan penting dalam kelangsungan hidup

larva. Pengelolaan kualitas air dalam pemeliharaan larva dilakukan

dengan penyiponan yang berfungsi untuk mengurangi kotoran serta

pakan yang mengendap didasar kolam. Penyiponan dilakukan 2

hari 1 kali agar larva tidak stres.

Pengukuran kualitas air dilakukan pada hari ke 3 setelah

telur menetas. Parameter kualitas air yang diukur dalam

pemeliharaan larva adalah suhu, pH, dan oksigen telarut (DO).

Pengukuran kualitas air dilakukan dengan Water Quality Checker

(WQC). Pengukuran kualitas air disajikan pada gambar 32. Hasil

pengukuran kualitas air pada kolam pemeliharaan larva disajikan

pada tabel 8.

Tabel 8. Parameter Kualitas Air dalam Pemeliharaan Larva Ikan


Lele.
Parameter
Waktu Pengukuran Pada Sore Hari 17:39
No pH (poisioning Hydrogen) Suhu (0C) DO (Disolved
Oxygen) (ppm)
1. 8,79 30,3 7,8
2. 8,72 30,3 8,3
3. 8,65 30,2 8,5
4. 8,72 30,2 8,9
5. 8,67 30,1 9,7
6. 8,65 30,0 8,3
7. 8,77 30,1 9,8
8. 8,77 30,2 9,6
9. 8,63 30,2 7,0
10. 8,35 30,0 9,7
Sumber : Magang, 2013

62
Gambar 32. Pengukuran Kualitas Air (Sumber : Magang, 2013)

4.4. Pembahasan

4.4.1. Pemeliharaan Induk

Induk merupakan salah satu faktor penting dalam usaha

pembenihan ikan lele. Seleksi induk bertujuan untuk meningkatkan

mutu agar menghasilkan benih yang berkualitas, sifat – sifat induk

yang telah diseleksi diharapkan dapat diwariskan pada

keturunannya (Sutisna dan Sutarmanto,2006).

Kualitas indukan yang baik dapat dilihat dari ciri fisiknya,

diantaranya ikan terlihat sehat, gerakan lincah, bentuk tubuh

proporsional, tidak cacat dan tidak ada luka ditubuhnya. Menurut

Suyanto (2007), pemeliharaan dan perawatan calon induk lele

harus diusahakan agar induk selalu dalam keadaan sehat, tidak

63
mudah terserang penyakit, vitalitasnya tinggi, supaya dapat

menghasilkan keturunan yang sehat.

Indukan ikan lele Afrika di BPPI dipelihara dalam kolam semi

permanen berukuran 50 m2 dengan ketinggian air kolam 1 m. Padat

penebaran induk ikan lele adalah 2 ekor/m2. Menurut mahyuddin

(2010), padat penebaran induk ikan yang dapat dipelihara permeter

persegi tergantung dari kondisi kolam, pakan yang diberikan dan

sistem pengairannya. Menurut Khairuman dan Amri (2002), induk

jantan dipelihara secara terpisah dengan induk betina. Untuk

indukan lele jantan dan indukan lele betina dipelihara dikolam

terpisah. Pada kolam betina diberikan sedikit jantan untuk

merangsang kematangan gonad.

Menurut Sunarma (2004), handling induk dilakukan selama

masa pemijahan dan masa perawatan, induk ikan lele diberi

makanan yang berkadar protein tinggi seperti cincangan daging

(bisa berbagai macam daging), atau makanan buatan (pellet). Induk

ikan lele afrika di Balai Pemuliaan dan Penelitian Ikan Sukamandi

diberi pakan “HI-PRO-VITE 781” yang diproduksi oleh C.P. Prima

dengan komposisi : kadar protein 31 – 33 %, lemak 3 – 5 %, serat 4

– 6 %, kadar abu 10 – 13, dan kadar air 11 – 13 %. Menurut

Santoso (1993), selain padat tebar, faktor lain yang mendukung

kematangan gonad adalah suhu air dan makanan. Suhu air

disesuaikan dengan kemauan pertumbuhan ikan lele yakni 28 0c.

64
Makanan bergizi berkadar protein 25 %, misalnya pelet, diberikan

secara teratur 2 kali sehari (pagi dan sore) sebanyak 2 % - 4 % dari

bobot total ikan seluruhnya.

Pengelolaan kualitas air selalu dijaga. Untuk pengelolaan

kualitas air hanya ditambahkan sirkulasi dari saluran inlet keluar ke

outlet. Hal tersebut bertujuan untuk menstabilkan suhu dan

meningkatkan kandungan DO dalam perairan, serta

mengkondisikan perairan tidak jenuh yang disebabkan

menumpuknya sisa pakan yang tidak termakan oleh ikan dan feses

ikan, sehingga mencegah timbulnya penyakit dan kematian ikan.

Jika air terlihat sangat pekat maka dilakukan pergantian. Ikan Lele

(Clarias gariepinus) terkenal sebagai ikan yang sangat tahan

terhadap perubahan lingkungan hidup. Ikan Lele (Clarias

gariepinus) dapat hidup di lingkungan air tawar. Nilai pH air tempat

hidup Ikan Lele (Clarias Gariepinus) berkisar antara 6,5 – 8 namun

pertumbuhan optimal terjadi pH 7 – 8 (Khairuman dan Amri, 2008).

Ikan Lele (Clarias gariepinus) dapat hidup di perairan yang

dalam dan luas maupun di kolam yang sempit dan dangkal. Suhu

optimal untuk Ikan Lele (Clarias Gariepinus) antara 22 – 34 º C.

Oleh karena itu cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak

tinggi 1 m – 800 dpl (Lesmana, 2007).

65
4.4.2. Seleksi Induk

Seleksi bertujuan untuk mendapatkan induk yang matang

gonad sehingga siap untuk dipijahkan. Induk ikan lele mesir dipilih

dan diseleksi dengan baik karena kualitas induk dapat

mempengaruhi larva yang dihasilkan. Seleksi induk dilakukan

berdasarkan umur, berat, kondisi fisik dan tingkat kematangan

gonad. Seleksi induk bertujuan untuk meningkatkan mutu agar

menghasilkan benih yang berkualitas, sifat – sifat induk yang telah

diseleksi diharapkan dapat diwariskan pada keturunannya (Sutisna

dan Sutarmanto,2006 ).

Proses awal seleksi induk dimulai dengan memilih induk

jantan dan betina dengan cara dijaring. Induk yang telah tertangkap

dilihat alat kelaminnya. tanda induk jantan yang sudah matang

gonad dapat dilihat pada lubang kelamin kemerahan dan gerakan

lincah. Induk betina yang sudah matang gonad dapat dilihat pada

perut gendut, gerakan lamban dan lubang kelamin kemerahan.

Untuk melihat kematangan telur digunakan kateter. Pengecekan

telur bertujuan untuk memastikan bahwa telur indukan telah

matang gonad dan mengetahui keseragaman telur. Menurut

Suyanto (1991), tanda – tanda ikan lele yang sudah siap memijah

yaitu pada induk jantan meliputi alat kelamin tampak jelas,

meruncing, umur 8 bulan, perutnya tampak ramping, tulang kepala

agak mendatar diandingkan dengan betinannya, jika warna

66
dasarnya badannya hitam (gelap), warna itu menjadi lebih gelap

lagi dari biasanya, sedangkan pada induk betina meliputi alat

kelamin berbentuk bulat dan kemerahan, lubangnya agak

membesar, umur 8 bulan, tulang kepala agak cembung,

gerakannya lamban, warna badannya lebih cerah dari biasanya.

4.4.3. Pemijhan

Menurut Sunarma (2004), Pemijahan ikan lele dapat

dilakukan dengan tiga cara yaitu :

a) Pemijahan alami

Pemijahan secara alami dilakukan dengan cara

memilih induk jantan dan betina yang benar-benar matang

gonad kemudian dipijahkan secara alami di bak/wadah

pemijahan dengan pemberian kakaban. Pemijahan alami

menggunakan induk betina dan jantan dengan perbandingan

1 : 1 baik jumlah ataupun berat. Bila induk betina atau jantan

lebih berat dibanding lawannya, dapat digunakan

perbandingan jumlah 1 : 2 yang dilakukan secara bertahap.

b) Pemijahan semi alami

Pemijahan semi alami dilakukan dengan cara

merangsang induk betina dengan penyuntikan hormon

perangsang kemudian dipijahkan secara alami. Pemijahan

semi alami menggunakan induk betina dan jantan dengan

67
perbandingan 1 : 1 baik jumlah ataupun berat. Bila induk

betina atau jantan lebih berat dibanding lawannya, dapat

digunakan perbandingan jumlah 1 : 2 yang dilakukan secara

bertahap.

c) Pemijahan buatan

Pemijahan buatan dilakukan dengan cara

merangsang induk betina dengan penyuntikan hormon

perangsang kemudian dipijahkan secara buatan. Pemijahan

buatan menggunakan induk betina dan jantan dengan

perbandingan berat 3 : 0,7 (telur dari 3 kg induk betina dapat

dibuahi dengan sperma dari jantan berat 0,7 kg).

Pemijahan yang dilakukan di Balai Penelitian dan Pemuliaan

Ikan (BPPI) Sukamandi dengan menggunakan teknik pemijahan

buatan. Pemijahan buatan dilakukan dengan cara merangsang

induk jantan dan induk betina dengan penyuntikkan hormon

perangsang kemudian didiamkan selama ± 6 jam lalu dipijahkan

secara buatan dengan cara menstriping induk betina dan

mengambil kantung sperma dari induk jantan lalu dicampurkan

dalam mangkok dan diaduk rata dengan menggunakan tangan dan

disebarkan di waring Hal ini dipertegas oleh Hernowo dan Suyanto

(2008), dimana pembuahan telur meliputi persiapan alat dan

bahan, mengambil kantong sperma dengan cara membedah induk

68
jantan dan mengeluarkan telur secara streeping, sperma di campur

dengan Nacl, telur hasil streeping dibuahi dengan sperma

kemudian di tebar merata ke dalam happa penetasan dengan cara

menyiramkan telur kemudian air digusar menggunakan tangan.

Setelah telur dan sperma tercampur merata, lalu ditambah air

sampai semua telur terendam dan biarkan beberapa menit agar

semua telur terbuahi oleh sperma. Air rendaman yang berwarna

putih selanjutnya di buang (Gusrina, 2008). Setelah 3 hari sejak

telur menetas waring diangkat. Kemudian, waring dibersihkan dan

dikeringkan. waring ini dapat digunakan lagi untuk pemijahan

berikutnya. Telur-telur yang tidak menetas dan mati dibuang

dengan cara disipon (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006). Dalam

kegiatan praktek, tempat penetasan telur merupakan wadah yang

juga digunakan untuk pemeliharaan larva. Hal ini sesuai dengan

pendapat Santoso (1993), yang menyatakan bahwa kolam

penetasan sekaligus dapat digunakan sebagai kolam pemeliharaan

larva.

Penetasan telur dilakukan pada waring yang berukuran

160,5 x 85,5 cm dengan ketinggian air 20 – 25 cm. Telur ditebar

kedalam waring dengan hati-hati saat penebaran tangan sudah

harus berada di air untuk menggusar telur agar telur tidak

mengumpal.

69
Parameter yang di amati untuk keberhasilan proses

pemijahan adalah fekunditas, FR (Fertlilization Rate) dan Hatching

rate (HR). Sunarma (2004) menyebutkan bahwa fekunditas induk

lele yaitu ± 40.000 – 60.000 butir/kg dengan dengan derajat

pembuahan (FR) berkisar 80 – 90% dan derajat penetasan (HR) ±

80%. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama magang,

fekunditas ikan lele afrika rata – rata mencapai 108.697 butir. Untuk

nilai FR lele afrika mencapai kisaran 97,51 % sedangkan nilai HR

mencapai 75,5%, nilai HR ikan lele afrika saat pengamatan hampir

mendekati pendapat sunarma.

4.4.4. Pemeliharaan Larva

Larva ikan lele afrika dipelihara dalam bak beton ukuran 4 x

2 m dengan ketinggian air 20 – 25 cm. Pakan yang diberikan

adalah naupli artemia, cacing tubifex, dan PSP dengan pemberian

pakan 5 kali sehari pada awal pemeliharaan sampai hari ke 14.

Benih umur 15 – 21 hari frekuensi pakannya 4 kali dalam satu hari.

Menurut Santoso (2007), menyatakan bahwa sampai hari ke 3

larva lele belum membutuhkan pakan tambahan karena masih

mempunyai cadangan makanan berupa kantong kuning telur

setelah berumur 4 – 6 hari larva harus diberi pakan tambahan.

Sehingga pada saat kuning telur habis ikan lele sebaiknya telah

diberi pakan agar kelangsungan hidupnya dapat tinggi. Menurut

Woynarovich & Horvath (1980), makanan yang cocok untuk larva

70
catfish adalah dalam bentuk hidup seperti Artemia dan cacing

sutra. Pemberian pakan umumnya hanya menggunakan satu jenis

pakan saja. Ukuran pakan alami yang diberikan harus sesuai

dengan bukaan mulut dan mempunyai kandungan gizi yang tinggi

(NRC, 1993), serta memilki gerakan yang lambat sehingga mudah

dimakan oleh ikan.

4.4.5. Pendederan

Setelah 21 hari larva di panen dan di pindahkan ke kolam

pendederan. Alat yang digunakan dalam pemanenan larva yaitu

seser, wareng, ember breeding, ember dan bata. Kemudian pasang

wareng disaluran outlet, setelah itu paralon yang ada di oulet di

lepas biarkan air mengalir keluar bersama larvanya. Lubang outlet

diberi bata agar air yang keluar dari lubang outlet tidak deras

karena kalau deras akan mengakibatkan ikan pada stres. larva ikan

akan keluar dari outlet dan masuk ke wareng yang telah dipasang

pada ujung outlet. Larva yang terperangkap dalam wareng

dipindahkan ke ember.

Pemanenan benih dilakukan secara hati – hati dan di panen

pada pagi hari dengan tujuan agar benih tetap dalam kondisi sehat

dan tidak stres. Pemanenan dilakukan pada pagi hari saat suhu

udara rendah dan suhu air masih rendah (Khairuman et al, 2011).

Benih lele yang di dipanen rata – rata berukuran 1 – 3 cm.

Benih terlebih dahulu dihitung untuk mengetahui kepadatan kolam

71
pendederan dan di gradding menggunakan alat gradding. Tujuan

dari gradding adalah untuk menseragamkan ukuran dari benih

tersebut dan menekan kekanibalisme sesama benih.

4.4.6. Pengelolaan Kualitas Air

Kualitas air berperan penting dalam kelangsungan hidup

larva. Pengelolaan kualitas air dalam pemeliharaan larva dilakukan

dengan penyiponan yang berfungsi untuk mengurangi kotoran serta

pakan yang mengendap didasar kolam. Penyiponan dilakukan 2

hari 1 kali agar larva tidak stres. Menurut Khairuman dan Amri

(2002), kolam atau tempat penetasan telur sekaligus dapat

dijadikan sebagai tempat pemeliharaan larva. Ada beberapa faktor

yang perlu diperhatikan selama pemeliharaan larva, yakni kualitas

air tetap terjaga dengan baik dan pakan harus tersedia dalam

jumlah dan kualitas yang mencukupi. Karenanya penggantian atau

penambahan air harus dilakukan setiap 2 hari sekali atau

tergantung dari kebutuhan dengan melihat kualitas air yang ada di

dalam kolam penetasan.

Pergantian air dilakukan tergantung dari kebutuhan. Jumlah

air yang diganti sebanyak 50 – 70 % dengan cara menyipon

(mengeluarkan air secara selektif dengan selang) sambil

membuang kotoran yang mengendap pada dasar bak

pemeliharaan larva. Selang yang digunakan adalah selang plastik

yang lentur dan biasa digunakan sebagai selang air. Dengan tujuan

72
untuk mencegah terjadinya pembusukan sisa pemberian pakan dan

munculnya wabah penyakit. Sedangkan untuk menambah oksigen

terlarut dalam bak pemeliharaan larva, air dalam bak pemeliharaan

diberikan aerasi secara terus menerus. Menurut Puspowardoyo dan

Djarijah (2006), penggantian air pada bak perawatan larva

dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Penggantian air hanya dilakukan setiap hari untuk

menambah volume air yang terbuang saat dilakukan

penyiponan.

b. Usahakan agar air yang ditambahkan tidak melebihi 10%

dari total volume bak perawatan larva.

c. Setiap melakukan penyiponan sekaligus disedot pula

kotoran dan sisa makanan dan bangkai larva yang

mengendap didasar kolam.

d. Untuk mempertahankan kondisi oksigen dalam media

dapat ditambahkan semburan air yang disuplai dari bak

penampungan. Semburan air ini dibuat mirip air mancur

(spraying water). Kucuran air ini lebih efektif dipancarkan

(dialirkan) setiap malam.

Pada pengukuran kualitas air dikolam pemeliharaan larva

dilakukan beberapa pengukuran diantaranya DO, pH, dan Suhu.

Hasil DO yang didapat adalah 7 – 8 ppm. Nilai ini sangat tinggi jika

dibandingkan batas minimal DO yaitu 3 mg/l. Tingginya DO

73
disebabkan karena banyak larva yang keluar dari lubang outllet.

Suhu air masuk dalam nilai optimal yaiu 30 oC. Derajat keasaman

terbilang optimal karena berkisar 8.

Selama pemeliharaan larva dalam kolam pemijahan tidak

memperlihatkan gejala – gejala bahwa ikan terserang hama

penyakit. Jika dilihat dari gerakannya yang normal dan nafsu

makan yang relatif tinggi menandakan kondisi ikan sehat dan

normal.

74
BAB V
SIMPULAN dan SARAN
5.1. Simpulan

Dari hasil magang yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1) Ikan Lele Afrika merupakan ikan hasil persilangan 4 strain ikan lele

yaitu ikan lele mesir, sangkuriang, dumbo dan paiton.

2) Kegiatan pembenihan ikan Lele Afrika (Clarias gariepinus) meliputi

pemilihan induk, persiapan kolam, pengukuran kualitas air,

pemijahan, penetasan telur, pemeliharaan larva, pemberian pakan

dan pemanenan.

3) Proses pemijahan ikan lele afrika yang dilakukan menggunakan

sistem pemijahan buatan.

4) Dari kegitan pembenihan ikan lele afrika dihasilkan nilai Fekunditas

108,69, nilai FR 97,51 %, dan nilai HR 75,5 %.

5) Indukan diberi pakan berupa pelet dengan kadar protein : 28 – 30

%. Sistem pemberian pakan diberikan 2 kali sehari pagi dan sore.

6) Proses pemberian pakan larva dilakukan mulai hari 4 – 14 dengan

frekuensi pemberian pakan sehari 5 kali menggunakan artemia,

cacing tubifex diblender, dan PSP.

7) Kualitas air pada pemeliharaan larva dilakukan beberapa

pengukuran diantaranya DO, pH, dan Suhu. Hasil DO yang didapat

adalah 7 – 8 ppm.

75
5.2. Saran

Berdasarkan hasil magang di BPPI Sukamandi, Subang, Jawa

Barat disarankan agar lebih hati – hati dalam pemanenan larva untuk

menghindari stres dan kematian, serta agar lebih hati – hati dalam

penebaran atau pemindahan larva dari kolam pemijahan ke kolam

pendederan benih.

76
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M.Z. 1991. Budidaya lele. Dohara prize. Semarang.

Anzwar, S. 1998. Metode Penelitian. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Boyd, C.E. 1992. Water Quality In Ponds For Aquaculture. Bermingham


Publishing CoBermingham, Alabama.

De Graaf,G. And J. Janssen.1996. Handbook On The Artificial


Reproductio And Pond Rearing Of The African Catfish Clarias
Gariepinus In Sub- Saharan Africa. FAO, Fisheries Technical
Paper 362 Rome, 1996.

De Graaf, G.J., 1989. La Reproduction Artificielle Et l'alevinage De Clarias


gariepinus Au Centre De Production D'alevins De Loka en
Côte-D'Ivoire, Rapport D'une Mission Effectuée Du 28/10/1989
au 10/11/1989.Projet du développement de la pisciculture
rurale, FAO/IVC/87/007. (unpublished).

De Graaf, G.J., Galemoni, F. and Banzoussi, B. 1996. Recruitment control


of Nile tilapia, Oreochromis niloticus, by the African catfish,
Clarias gariepinus(Burchell 1822) and, the African snakehead,
Ophiocephalus obscuris. I. A biological analysis. Aquaculture
(1996, in press).

Effendi . 2004. Pengantar Akuakultur. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Gusrina, 2008. Budidaya Ikan Jilid I. Direktorat Pembinaan Sekolah


Menengah Kejuruan. Jakarta

Hernowo.Suyanto dan Rachmatun. 2002. Pembenihan Dan Pembesaran


Lele. Kanisius.Yogyakarta and their importance in fish culture.
Arch. Hydrobiol.

Hernowo, Suyanto dan Rachmatun. 2008. Pembenihan dan pembesaran


Lele. Kanisius. Yogyakarta.

Khairuman dan Amri, K. 2002. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif.


Agro Media Pustaka. Jakarta.

Khairuman, 2002. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Argo Media


Pustaka. Jakarta.

77
Khairuman dan Amri K. 2008. Budidaya Ikan Lele Phyton Secara Intensif.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka.

Khairuman dan Khairul Amri. 2011. 2,5 Bulan Panen Ikan Nila. Agromedia
Pustaka. Jakarta.

Lesmana D.S., 2007. Reproduksi Dan Pembenihan Ikan Hias Air Tawar.
Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar Pusat Riset
Perikanan Budidaya BRKP Jakarta

Mahyudin, K. 2010. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Micha, J.C., 1973. Etude Des Populations Piscicoles De l'Ubangui Et


Tentative De Selection etD'adaptation De Quelques Especes a
L'etang De Pisciculture. Centre Technique Forestiere
Tropical,Nogent sur Marne, 100 pp.

Murtidjo, B.A. 2001. Beberapa Metode Pemijahan Ikan Air Tawar.


Kanisius : Yogyakarta.

Najiati, S. 1992. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Penerbit


Swadaya. Jakarta.

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

NRC. National Research Council, Subcommite On Warm Water Fish


Nutrition. 1993. Nutrient Requirement Of Fish. Washington DC :
National Academy Of Science.

Puspowardodo, harsono dan Abbar Siregar Djarijah, 2006, Pembenihan


dan Pembehan Ikan Lele Dumbo Hemat Air. Kanisius.
Yogyakarta.

Santoso. 1994. Petunjuk Praktis Budidaya lele Dumbo dan Lokal.


Kanisius. Yogyakarta.

Santoso, B. 1993. Petunjuk Praktis Budidaya ikan mas. Yogyakarta


.Kanisius.

Susanto, B. 2005. Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Tingkat


Profitabilitas. Widyatama. Bandung.

Santoso, 1997. Teknik penyuntikan sperma pada ikan.

78
Santoso, Heru. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya Ikan Lele Dumbo dan
Lokal. Kanisius.Yokyakarta.

Slembrouck, J. Komarudin. O. Maskur dan Legendre. 2005. Petunjuk


Teknis Pembenihan Ikan Patin Indonesia Pangasius djambal.
Kerjasama IRD dan Pusat Riset Perikanan Budidaya. Badan
Riset Kelautan dan Perikanan.Jakarta.

Sumantadinata, K. 1983. Pengembangbiakan Ikan-ikan Peliharaan di


Indonesia. Bogor: Sastra Hudaya.

Sunarma, A. 2004. Peningkatan Produktifitas Usaha Lele Sangkuriang


(Clarias sp.).Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat
Jendral Perikanan Budidaya, Balai Budidaya Air Tawar,
Sukabumi.

Sutisna, D,H, Sutarmanto, R., 2006. Pembenihan Ikan Air Tawar, Penerbit
Kanasius (Anggota IKAPI), Yogyakarta.

Susanto H. 1989. Budidaya Ikan Lele. Kanisius, Jakarta. hlm 69-71.

Suyanto, SR. 1999. Budidaya Ikan Lele. Cetakan XXII. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Suyanto S.R. 1991. Budidaya Ikan Lele. Jakarta: Penebar Sawadaya.

Suyanto,S, N.Y. Rachmatun., 2007. Budidaya Ikan Lele. Jakarta: Penebar


Swadaya.

Woynarovich, E. and Horvath, L., 1980. The Artificial Ropagation Of


Warm-Water Fin Fishes: A manual for extension.FAO
Fish.Techn. Paper.

79
LAMPIRAN

Lampiran 1
Jadwal Kegiatan Magang di BPPI Sukamandi

Hari / Tanggal Kegiatan


Kamis, 29  Memberikan surat magang ke kantor BPPI, kemudian
Agustus dilanjutkan ke hatchery

Jumat, 30  Mengambil pakan di gudang pakan


Agustus  Membersihkan kolam sampling
 Menghitung ikan yang sudah diberi chip dan
dimasukan kedalam kolam sampling
 Memberi makan ikan
Sabtu, 31  Memberi makan ikan
Agustus
Minggu, 01  Memberi makan ikan
September
Senin, 02  Mengangkat kakaban pada kolam penetasan
September  Membersihkan kakaban
 Menyipon kolam larva
 Memberi makan
Selasa, 03  Mengukur kualitas air kolam penelitian ikan lele
September G2
 Ke kantor untuk diberi pengarahan dari bapak
Endang S.H
 Persiapan kolam pemijahan
 Menyipon larva
 Memberi makan larva
Rabu, 04  Memberi makan
September  Memasang aerasi
Kamis, 05  Memberi makan
September  Seleksi induk
 Membersihkan waring
 Memasang waring dikolam pemijahan
Jumat, 06  Penyuntikan
September  Memberi makan ikan lele G2
 Pembedahan induk jantan
 Penjahitan induk jantan
 Proses striping

80
 Pengambilan sampel telur
Sabtu, 07  Memberi makan ikan
September  Menghitung sampel telur
Minggu, 08  Memberi makan ikan
September  Mengangkat waring
 Kultur artemia
 Memberi makan ikan
Senin, 09  Memberi makan ikan
September  Mengangkat bata dari kolam larva
 Menyipon larva umur 10 hari
 Panen artemia
 Memberi makan larva umur 3 hari dengan
artemia
 Kultur artemia
Selasa, 10  Panen artemia
September  Memberi makan larva umur 4 hari
 Kultur artemia
 Membersihkan bak fiber
 Memberi makan
Rabu, 11  Panen artemia
September  Memberi makan larva umur 5 hari
 Panen indukan
 Memberi makan lele seleksi
 Memberi makan larva umur 5 hari dengan
artemia dan cacing tubifex yang sudah diblender
Kamis, 12  Memblender cacing tubifex
September  Memberi makan larva umur 6 hari
 Membersihkan kolam pendederan
 Memblender cacing tubifek
 Memberi makan larva umur 6 hari
 Mengukur kualitas air
 Memberi makan larva umur 13 hari dengan
pakan buatan ( PS-p)
Jumat, 13  Memblender cacing tubifex
September  Memberi makan larva umur 7 hari
 Panen induk
Sabtu, 14  Memblender cacing tubifex
September  Memberi makan larva umur 8 hari

81
 Memberi makan indukan
 Menyipon
Minggu, 15  Memblender cacing tubifex
September  Memberi makan larva umur 9 hari
Senin, 16  Memblender cacing tubifex
September  Memberi makan larva umur 10 hari dengan
menggunakan cacing yang sudah diblender dan
ditambah pakan buatan berupa PS-p
 Menyipon larva
Selasa, 17  Memblender cacing tubifex
September  Memberi makan larva umur 11 hari dengan
menggunakan cacing yang sudah diblender dan
ditambah pakan buatan berupa PS-p
 Membantu seleksi ikan lele G2

Rabu, 18  Memblender cacing tubifex


September  Memberi makan larva umur 12 hari dengan
menggunakan cacing yang sudah diblender dan
ditambah pakan buatan berupa PS-p
 Membantu seleksi ikan lele G2

Kamis, 19  Memblender cacing tubifex


September  Memberi makan larva umur 13 hari dengan
menggunakan cacing yang sudah diblender dan
ditambah pakan buatan berupa PS-p
Jumat, 20  Memberi makan larva umur 14 hari dengan PS-p
September
Sabtu, 21  Memberi makan larva umur 15 hari dengan PS-p
September
Minggu, 22  Memberi makan larva umur 16 hari dengan PS-p
September  Menggredding larva umur 22 hari
Senin, 23  Memberi makan larva umur 17 hari dengan PS-p
September  Memberi makan benih umur 23 hari dengan
pakan pembenihan udang galah
Selasa, 24  Memberi makan larva umur 18 hari dengan PS-p
September dan pakan pembenihan udang galah
Rabu, 25  Memberi makan larva umur 19 hari dengan
September menggunakan pakan pembenihan udang galah
 Bersih – bersih hatchery
 Membantu memasang chip

82
Kamis, 26  Memberi makan larva umur 20 hari dengan
September menggunakan pakan pembenihan udang galah
 Ke kantor BPPI untuk izin pulang
Jumat, 27  Memberi makan larva umur 21 hari dengan
September menggunakan pakan pembenihan udang galah
 Seleksi induk untuk pemijahan alami
 Menyuntik induk
Sabtu, 28  Memberi makan benih umur 22 hari
September  Mengangkat induk
Minggu, 29  Memberi makan benih umur 23 hari
September  Mengangkat kakaban
 Mencuci kakaban
 Membersihkan bata
Senin, 30  Memberi makan benih umur 24 hari
September  Kultur artemia
 Memindahkan calon induk
 Memberi makan induk
Selasa, 01  Ke kantor
Oktober  Membersihkan hatchery
 Memberi makan benih umur 25 hari
 Memberi makan induk
Rabu, 02  Memberi makan larva
Oktober  Nyipon
 Ke kantor
Kamis, 03  Memberi makan benih umur 28 hari
Oktober  Memberi makan larva
 Ke kantor
 Pamitan kepada peneliti dan teknisi yang ada
hatchery ( Lele, patin, udang galah, nila)
 Pamitan kepada seluruh kawan – kawan yang
ada di mes

83

Anda mungkin juga menyukai