Disusun oleh :
Aristyo Riko Rendragraha Putra
155090707111005
Disusun oleh:
Aristyo Riko Rendragraha Putra
155090707111005
Universitas Brawijaya
Prof. Dr. rer. nat. Muhammad Nurhuda Drs.Alamsyah M Juwono M.Sc., Ph.D
NIP. 19640910 1999 02 1001 NIP. 196004211988021001
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam atas
segala rahmat, taufik, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Kuliah Kerja Lapang dengan judul “Interpretasi Data
Seismik 3D PSTM pada Lapangan Dani Cekungan Salawati Papua”. Penulis
ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah
membantu penulis dalam pelaksanaan Kuliah Kerja Lapang serta dalam pembuatan
laporan, yaitu:
1. Orang tua dan Keluarga yang selalu mendukung secara moral dan materi
bagi penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Nurhuda, Rer.Nat selaku Ketua Jurusan Fisika
yang telah memberikan izin selama pelaksanaan Kuliah Kerja Lapang.
3. Drs.Alamsyah M Juwono M.Sc., Ph.D selaku dosen pembimbing yang
bersedia memberikan arahan dalam Kuliah Kerja Lapang.
4. Bapak Suryana selaku pembimbing Kuliah Kerja Lapang di PT. Pertamina
Asset 4 yang telah bersedia membimbing dan membagi pengetahuan dalam
pelaksanaan Kuliah Kerja Lapang.
5. Abang Joshua selaku pembimbing kami dalam melaksanakan tugas Kuliah
Kerja Lapang yang senatiasa sabar dalam memberikan arahan.
6. Para staff fungsi EPT PT Pertamina Asset 4 yang telah menerima dan
membantu dalam pelaksanaan Kuliah Kerja Lapang.
7. Teman-teman yang senantiasa memberikan semangat dan saran dalam
pelaksanaan Kuliah Kerja Lapang.
Penulis menyadari bahwa penulisan Laporan Kuliah Kerja Lapang ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun. Semoga dengan adanya laporan ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembacanya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................... i
3.2.2 Wavelet...................................................................................................12
iii
4.3.2 Interpretasi Data .....................................................................................24
iv
DAFTAR GAMBAR
v
Gambar 5. 14 Peta sebaran patahan pada setiap horizon (A, B, dan C) dan time
slice intersection (D) ..............................................................................................36
Gambar 5. 15 Model patahan sebelum dilakukan penyesuaian (kiri) dan setelah
dilakukan penyesuaian (kanan) ..............................................................................36
Gambar 5. 16 Hasil Fault Gridding .......................................................................37
Gambar 5. 17 Hasil Surface Gridding Top Textularia...........................................38
Gambar 5. 18 Hasil Surface Gridding U Marker ...................................................39
Gambar 5. 19 Hasil Surface Gridding Top Kais ....................................................40
Gambar 5. 20 Lokasi usulan sumur baru ditandai dengan titik berwarna hitam....41
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
fisika menaungi 3 program studi yakni Teknik Geofisika, Instrumentasi dan
Fisika.Teknik Geofisika merupakan ilmu yang mempelajari aspek-aspek fisik dan
dinamik Bumi, lalu bagaimana melakukan pengukuran dan melakukan pemrosesan
data mengenai gejala-gejala alam yang ada. Terdapat beberapa metode dalam
geofisika, seperti metode gravity, metode geomagnetic, metode geolistrik, metode
seismik, dan lainnya. Teknik Geofisika Universitas Brawijaya, berupaya
mengarahkan mahasiswa dalam bidang Geofisika Eksplorasi, Monitoring, dan
Kebencanaan. Dalam proposal ini, penyusun memuat metode seismik sebagai
acuan dasar dalam pelaksanaan PKL.
Metode seismik merupakan salah satu metode yang biasa digunakan untuk
pemetaan keadaan struktur bawah permukaan, yang terbagi menjadi 2 jenis yakni
seisik refleksi dan seismik refraksi. Dalam kegiatan eksplorasi yang sering
digunakan adalah seismik refleksi yang memiliki kemampuan merekam data yang
jauh lebih dalam dibanding dengan seismik refraksi. Pada kegiatannya metode
seismik memiliki 3 bagian yang sama dengan metode geofisika lainnya yakni
akuisisi data, pengolahan data dan interpretasi data. Pada tahapan akuisisi dilakukan
dengan cara memperoleh data di lapangan dengan menggunakan alat geofisika,
tahap selanjutnya merupakan pengolahan data dimana data yang diperoleh dari
proses akuisisi di olah melalui beberapa tahapan untuk memetakan struktur
kedalaman serta menumukan lokasi yang prospek. Tahapan terakhir adalah
interpretasi, merupakan proses lanjutan dari tahap pengolahan data, dimana tahapan
ini penting dalam menentukan atau memahami gambaran geologi bawah
permukaan, terutama dalam geofisika eksplorasi.
2
Meningkatkan kompetenisi mahasiswa/i dengan suasana kerja yang
nyata.
Memberikan evaluasi untuk peningkatan proses pembelajaran. .
b. Secara personal (khusus)
Mendapatkan ilmu baru dengan keadaan kerja secara riil.
Menerapkan apa yang di pelajari di perkuliahan dalam bidang
industri.
Meningkatkan kemampuan untuk dapat bersosialisasi dan
berkomunikasi dengan rekan kerja dalam tim.
3
BAB II
TINJAUAN GEOLOGI
4
Sesar Sorong, yang diduga juga sebagai penyebab terbentuknya Cekungan
Salawati. (Pireno, 2008).
5
Pasifik ini yang menyebabkan terjadinya pergerakan mendatar Sesar Sorong, yang
diduga juga sebagai penyebab terbentuknya Cekungan Salawati. Cekungan
Salawati merupakan salah satu cekungan potensial yang ada di Indonesia Timur.
Batuan sumber cekungan ini berasal dari marine shale Formasi Klasafet dengan
reservoir utamanya berada di Formasi Kais. Pada Cekungan Salawati terdapat
beberapa formasi penyusun diantara lain adalah:
1. Formasi Aifam
2. Formasi Kembelengan
3. Formasi Waripi
4. Formasi Faumai
5. Formasi Sirga
6. Formasi Kais
7. Formasi Klasafet
8. Formasi Klasaman
9. Formasi Sele
Berikut merupakan gambaran dari urutan stratigrafi dalam Cekungan Salawati
yang digambar kan dalam diagram kronostratigrafi yakni sebagai berikut menurut
(Pireno, 2008).
6
Cekungan Salawati Papua termasuk di dalam Formasi Kais (Miosen Awal-
Miosen Akhir) Setelah pengendapan Formasi Sirga, kemudian disusul terjadinya
fase transgresi mulai akhir Kala Oligosen Akhir, dimana muka air laut kembali naik
dan menggenangi wilayah Cekungan Salawati. Pada fase transgresi ini diendapkan
secara tidak selaras batu lempung gampingan, batu gamping paparan dan batu
gamping terumbu Formasi Kais. Secara seismik, Formasi Kais dapat dibedakan
menjadi 2 bagian yaitu Formasi Kais bagian bawah dan Formasi Kais bagian atas
(Pireno, 2008).
Formasi Kais bagian bawah yang berumur Miosen Awal terdiri dari batu
gamping paparan dan batu gamping terumbu yang disebut sebagai horizon intra-
Kais dan hanya berkembang di daerah sub-cekungan Matoa di bagian utara
Cekungan Salawati. Batuan-batuan karbonat ini diendapkan di daerah paparan laut
dangkal yang luas. Pada daerah yang mempunyai energi gelombang yang lebih
besar batu gampingnya tumbuh sebagai batu gamping terumbu dan pada daerah
yang mempunyai energi rendah berkembang sebagai batu gamping paparan dan
batu lempung gampingan. Pada saat pengendapan Formasi Kais bagian bawah ini,
telah terjadi penurunan muka air laut yang singkat sehingga batu gamping Formasi
Kais bagian bawah ini tersingkap ke permukaan yang telah mengakibatkan
berkembangnya porositas sekunder, karena adanya proses pelarutan oleh air tawar
di bagian permukaan. Berkembangnya porositas sekunder ini telah terbukti dengan
ditemukannya baik minyak maupun gas dalam perangkap batu gamping dan juga
batu gamping paparan seperti di lapangan Matoa, dan di daerah Walio- Jaya di
bagian selatan cekungan, batu gamping ini berkembang sebagai batu gamping
paparan. Pada periode-periode yang lalu hanya dengan menggunakan data seismik
2D tidak mampu mengidentifikasikan kenampakan batu gamping terumbu Formasi
Kais bagian bawah ini, tetapi dengan makin majunya teknologi, dengan data
seismik 3D mampu mendeteksi dan merefleksikan pertumbuhan batu gamping
terumbu ini. Pada kala Miosen Tengah hingga Miosen Akhir terjadi lagi.
Dalam persyaratan Petroleum System ada beberapa persyaratan yang harus
terpenuhi mulai dari Source Rock, Reservoir, Trap, Migration dan Seal Rock.
Source rock atau yang biasa disebut sebagai batuan sumber daerah Cekungan
Salawati berasal dari batu lempung dan serpih Formasi Klasafet, batu gamping pada
7
Formasi Kais dan batu lempung dan serpih pada Formasi Klasaman awal. Formasi
yang diperhitungkan akan menghasilkan hidrokarbon adalah Formasi Kais.
Hidrokarbon yang terakumulasi di Formasi Kais juga selain dari Formasi Kais itu
sendiri, juga berasal dari Formasi Klasafet dan Formasi Klasaman. Batuan reservoir
lainnya adalah Klasafet yang berumur Miosen akhir. Jebakan hidrokarbon di
Cekungan Salawati terdapat di Formasi Kais berupa kompleks terumbu karbonat
dan karbonat paparan yang tersesarkan. Jebakan dalam jumlah yang lebih kecil ada
di Formasi Klasafet dan Klasaman. Batuan penutup (seal rock) berupa serpih
karbonat dari formasi Klasafet dan batu gamping kristalin Formasi Kais. Batuan
yang menjadi overburden adalah batuan gamping (limestone) pada Formasi Kais,
dan clay pada Formasi Klasafet, Klasaman dan Sele.
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
9
Pada saat ini, akibat perkembangan zaman dan kemajuan teknologi,
penggunaan metode seismik refleksi memungkinkan untuk mengetahui
litologi atau sifat fisik lapisan batuan berdasarkan sifat kecepatan dan
atenuasinya. Hasil akuisisi seismik dapat ditampilkan yang kemudian
disebut sebagai penampang seismik. Penampang seismik memberikan
gambaran struktur bawah permukaan secara langsung, namun bukan
penampang vertikal aslinya, yang disebabkan berbagai faktor, antara lain:
(Mussett & Khan, 2000).
Skala vertikal berdasarkan domain waktu, di mana biasanya
menggunakan waktu tiba gelombang pada reflektor dan kembalinya, yang
dikenal sebagai two way time (TWT). Karena kecepatan bervariasi terhadap
kedalaman, maka diperlukan suatu konversi dari domain waktu ke domain
kedalaman, untuk memastikan kedalaman strukturnya. Refleksi mungkin
tidak datang di bawah sumber secara langsung, karena refleksi akan terjadi
pada sudut yang tepat untuk interfase. Kemungkinan munculnya refleksi
multiple yang menambah refleksi primer, dan akan menghasilkan refleksi
“tiruan”.
dimana :
10
Pemantulan gelombang seismik akan terjadi jika terdapat perubahan atau
kontras IA antara lapisan yang berbatasan (Sukmono, 1999). Perbandingan antara
energi yang dipantulkan dengan energi datang pada keadaan normal dapat ditulis
sebagai:
𝐸𝑝𝑎𝑛𝑡𝑢𝑙 (2)
= 𝐾𝑅 2
𝐸𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔
E = energi,
KR = koefisien refleksi,
11
3.2.2 Wavelet
Wavelet adalah gelombang harmonik yang mempunyai interval amplitudo,
frekuensi, dan fasa tertentu (Sismanto, 2006). Dapat juga diartikan wavelet adalah
gelombang yang merepresentasikan satu reflektor yang terekam oleh satu geopon.
Gambar 3. 2 Wavelet
Berdasarkan konsentrasi energinya wavelet dapat dibagi menjadi 4 jenis
yaitu:
Zero Phase Wavelet. Wavelet berfasa nol (zero phase wavelet) mempunyai
konsentrasi energi maksimum di tengah dan waktu tunda nol, sehingga
wavelet ini mempunyai resolusi dan standout yang maksimum. Wavelet
berfasa nol (disebut juga wavelet simetris) merupakan jenis wavelet yang
lebih baik dari semua jenis wavelet yang mempunyai spektrum amplitudo
yang sama.
Minimum Phase Wavelet. Wavelet berfasa minimum (minimum phase
wavelet) memiliki energi yang terpusat pada bagian depan. Dibandingkan
jenis wavelet yang lain dengan spektrum amplitudo yang sama, wavelet
berfasa minimum mempunyai perubahan atau pergeseran fasa terkecil pada
12
tiap-tiap frekuensi. Dalam terminasi waktu, wavelet berfasa minimum
memiliki waktu tunda terkecil dari energinya.
Maximum Phase Wavelet. Wavelet berfasa maksimum (maximum phase
wavelet) memiliki energi yang terpusat secara maksimal di bagian akhir dari
wavelet tersebut, jadi merupakan kebalikan dari wavelet berfasa minimum.
Mixed Phase Wavelet. Wavelet berfasa campuran (mixed phase wavelet)
merupakan wavelet yang energinya tidak terkonsentrasi di bagian depan
maupun di bagian belakang.
1. Statistik
Ekstraksi ini memperoleh wavelet dari data seismik saja. Metode ini tidak
terlalu baik untuk menentukan spektrum fasa sehingga harus ditambahkan sebagai
sebuah parameter terpisah. Metode koreksi fasa perlu diterapkan bersamaan dengan
pendekatan ini sedemikian rupa, sehingga fasa dari seismik dapat diubah menjadi
fasa nol, fasa konstan, fasa minimum ataupun fasa lainnya yang diinginkan. Setelah
fasa diubah, spektrum amplitudo dapat ditentukan sebagai berikut:
13
b. Hitung spektrum amplitudo dari auto-correlation
c. Kalkulasi akar kuadrat dari spektrum auto-correlation yang mendekati
spektrum amplitudo wavelet
d. Tetapkan fasanya (nol, konstan, minimium).
e. Kalkulasi Fast Fourier Transform (FFT) inversi untuk menghasilkan
wavelet.
f. Ambil rata-rata (average) wavelet dengan wavelet yang di hitung dari tras
lain.
2. Menggunakan Log Sumur
Metode ini menggabungkan informasi data log sumur dan seismik untuk
mengekstrak wavelet dan memberikan informasi fasa yang akurat dilokasi sumur.
Tetapi metode ini tergantung kepada pengikatan antara data log dan seismik (well
seismic tie) dan konversi depth to-time. Ekstraksi wavelet log sumur bisa dilakukan
secara “full” (berarti spektrum fasa diestimasi dari data) atau “constant”. Ekstraksi
wavelet “full” membutuhkan data log densitas dan sonik untuk masing-masing
trace yang diamati (Tristiyoherni dkk, 2009).
14
Gambar 3. 4 Bentuk Polarity Normal dan Reverse
Untuk spektrum amplitudo yang sama, sinyal fasa nol akan selalu
lebih pendek dan beramplitudo lebih besar daripada fasa minimum
sehingga rasio sinyal noise-nya juga akan lebih besar.
Amplitudo maksimum sinyal fasa nol umumnya akan selalu
berhimpit dengan spike refleksi, sedangkan pada kasus fasa
15
minimum, amplitudo maksimum terjadi setelah spike refleksi
terkait.
Bentuk wavelet fasa nol simetris sehingga memudahkan dalam
picking horison terkait.
3.2.4 Trace
Model dasar yang sering digunakan dalam model 1D untuk tras seismik
mengacu pada model konvolusi yang menyatakan bahwa tiap tras seismik
merupakan hasil konvolusi sederhana dari reflektivitas bumi dengan fungsi sumber
seismik ditambah dengan noise. Dalam bentuk persamaan, dapat dituliskan sebagai
berikut.
dimana:
S(t) = tras seismik
W(t) = wavelet seismik
r(t) = reflektivitas bumi, dan
n(t) = noise
16
Resolusi Vertikal
𝑣 = 𝜆𝑓 (5)
17
yang umumnya diplot pada skala kedalaman, maka perlu dilakukan well-seismic
tie. Well Seismic Tie merupakan proses pengikatan data sumur (well) terhadap data
seismik. Data sumur yang diperlukan untuk well seismic tie adalah sonik (DT),
densitas (RHOB), dan Checkshot.
18
oleh kesehatan alat, coupling antara alat dan lubang bor, kehadiran gerowong yang
berada dibalik casing, dan lainnya (Abdullah, 2012).
Vertical Seismic Profiling (VSP) direkam dengan tujuan yang sama dengan
survei checkshot. Perbedaan mendasar antara VSP dan survei checkshot adalah data
VSP direkam pada interval sampling yang jaraknya lebih kecil dibanding
checkshot. Secara spesifik, jarak vertikal antara tras VSP berturut-turut tidak
melebihi satu setengah dari 𝜆𝑚𝑖𝑛 , dimana 𝜆𝑚𝑖𝑛 merupakan panjang gelombang
terpendek yang terdapat di dalam rekaman VSP (Hardage, 1985).
19
Gambar 3. 8 Geometri Perekaman VSP pada Zero-Offset dan Offset
20
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
21
4.2 Diagram Alir Penelitian
Dalam melakukan penelitian kali ini digunakan tata urutan yang
terstruktur dalam diagram alir penilitian sebagai berikut.
22
4.3 Tahapan Interpretasi Data Seismik
Dalam proses penentuan prospek titik pemboran sebagai tujuan eksplorasi
minyak dan gas bumi ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yakni akuisisi
data, pengolahan data dan interpretasi adalah tahap akhir dalam kegiatan
penyelidikan dengan tujuan untuk menentukan struktur bawah permukaan suatu
prospek pemboran. Dalam interpretasi terdapat beberapa tahapan, yaitu
Jika dilihat dari segi kelengkapan data sumur hanya satu sumur yang bisa
dikatakan memiliki data lengkap yakni sumur DND-3. Kedua sumur lainya tidak
memiliki data Checkshot. Selain itu dari kelengkapan jenis log yang ada seperti
log Caliper, Gamma Ray (GR), SP, Resistivitas (Microresistivity hingga Deep
Resistivity), log Densitas, dan log Porositas, hanya 1 sumur yang tidak memiliki
data log Sonic yakni sumur DND-1.
23
4.3.2 Interpretasi Data
Well Seismic Tie
Proses ini merupakan proses pengikatan data sumur berdomain kedalaman
terhadap data seismik yang berdomain waktu. Dari proses ini, maka dapat diketahui
hubungan antara kedalaman dan waktu pada penampang seismik sehingga dapat
dilakukan pendefinisian persebaran reflektor (interpretasi horizon). Untuk konversi
ini, kita memerlukan data Sonik log dan Checkshot . Data Sonik log dan Checkshot
memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing. Kelemahan data Sonik
diantaranya adalah sangat rentan terhadap perubahan lokal di sekitar lubang bor
seperti washout zone, perubahan litologi yang tiba-tiba, serta hanya mampu
mengukur formasi batuan sedalam 1-2 feet. Sedangkan kelemahan data Checkshot
adalah resolusinya tidak sedetail Sonik. Untuk ‘menutupi’ kelemahan satu sama
lain ini, maka kita melakukan koreksi dengan memproduksi ‘Sonic Corrected
Checkshot ’. Besarnya koreksi Checkshot terhadap Sonik disebut dengan DRIFT.
Well Seismic Tie memanfaatkan data log (khususnya densitas dan sonic) serta data
Checkshot ataupun Vertical Seismic Profile (VSP). Pada VSP didapatkan rekaman
penuh sehingga VSP sama dengan penampang seismik biasa, dengan kelebihan
bahwa refleksi dapat diikat langsung dari rekaman seismik ke data sumur.
24
biasanya lebih mudah dilihat pada patahan reverse daripada patahan normal serta
Gejala refleksi dari bidang patahan.
Peta berdomain waktu diperoleh dari hasil penampang horizon. Dari hasil
interpretasi tersebut maka selanjutnya dapat dibuat model bawah permukaan
berdomain waktu atau biasa disebut Time Structure Map.
25
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
26
Gambar 5. 1 Properti Wavelet
Berikut merupakan hasil Well Seismic Tie dari ketiga sumur yang digunakan
dalam interpretasi data. Pada sumur DND-1 didapatkan nilai Current Correction
sebesar 0.743.
27
Gambar 5. 2 Hasil proses Well Seismic Tie sumur DND-1
28
Gambar 5. 4 Hasil proses Well Seismic Tie sumur DND-3
Dikarenakan sumur DND-1 tidak memiliki log sonic oleh karena itu perlu
dilakukan transform dari software Hampson & Russel™. Proses ini bertujuan untuk
merubah data dari log density menjadi log sonic. Proses Well Seismic Tie dilakukan
untuk ketiga sumur agar mendapatkan nilai depth-time dengan nilai korelasi terbaik
mendekati 1. Dalam proses kali ini standar nilai korelasi minimum bernilai 0.7 agar
data dapat dipakai untuk proses interpretasi yang lebih lanjut.
29
Gambar 5. 5 Hasil Korelasi Sumur
5.3. Interpretasi Patahan dan Horizon
Pada awal tahap proses identifikasi patahan dan horizon dilakukan beberapa
pendugaan awal guna melihat kemenerusan patahan secara lateral. Pada tahapan ini
digunakan seismic attribute variance dengan melihat kemenerusan reflektor. Garis
hitam atau merah yang membentuk seperti garis menandakan adanya patahan,
sedangakan untuk warna abu-abu menandakan reflektor yang menerus (kontinyu)
30
Interpretasi patahan dilakukan dengan memperhatikan ketidakmenerusan
pola lateral dari reflektor seismik yang dilihat dari Inline dan Xline didapatkan 5
patahan dan berikut gambar dari hasil Picking Fault yang dilakukan secara Manual
Interpretation dengan jarak tiap penampang sebesar 8 Inline dan Crossline. Jika
dianalisa semua patahan merupakan patahan turun yang memiliki arah yang
berbeda
31
Tahapan selanjutnya adalah interpretasi horizon atau biasa disebut sebagai
Picking Horizon. Proses kali ini mengacu pada well top marker dan reflektor.
Interpretasi dapat dilihat melaui picking saat proses Well Seismic Tie, apabila
marker berada pada amplitudo positif maka proses Picking Horizon juga harus
berada pada reflektor yang berwarna merah (amplitudo positif) dan apabila posisi
marker berada pada amplitudo negatif maka proses Picking Horizon dilakukan pada
reflektor berwarna biru (amplitudo negatif). Interval yang digunakan pada proses
Picking Horizon ini bernilai 4 Inline dan Crossline. Tidak ada penentuan untuk nilai
interval yang digunakan, namun apabila semakin sedikit nilai nya maka hasil yang
didapat akan semakin merinci dan akurat.
Dari hasil interpretasi horizon, maka selanjutnya dapat dibuat model bawah
permukaan berdomain waktu atau biasa disebut time structure map.
32
Gambar 5. 10 Time Structure Map Top Textularia sebelum smoothing (kiri) dan
setelah dilakukan smoothing (kanan)
Kontur pada time structure map dari horizon Top Textularia dibuat dengan
increment 10. Daerah paling tinggi berada pada -525 ms ditandai dengan warna
merah dan daerah paling rendah berada pada -800 ms ditandai dengan warna ungu.
Hal ini berarti waktu two way time yang dibutuhkan gelombang seismik untuk
mencapai kedalaman daerah tertinggi adalah -525 ms dan daerah terendah adalah -
800 ms. Daerah tinggian berada pada sisi utara time structure map.
Time structure map dari horizon U Marker dibuat dengan increment 10.
Daerah paling tinggi berada pada -600 ms ditandai dengan warna merah dan daerah
paling rendah berada pada -860 ms ditandai dengan warna ungu. Hal ini berarti
33
waktu two way time yang dibutuhkan gelombang seismik untuk mencapai
kedalaman daerah tertinggi adalah -600 ms dan daerah terendah adalah -860 ms.
Daerah tinggian berada pada sisi utara time structure map.
Gambar 5. 12 Time Structure Map Top Kais sebelum smoothing (kiri) dan setelah
dilakukan smoothing (kanan)
Kontur pada time structure map dari horizon Top Kais dibuat dengan
increment 10. Daerah paling tinggi berada pada -740 ms ditandai dengan warna
merah dan daerah paling rendah berada pada -920 ms ditandai dengan warna ungu.
Hal ini berarti waktu two way time yang dibutuhkan gelombang seismik untuk
mencapai kedalaman daerah tertinggi adalah -740 ms dan daerah terendah adalah -
920 ms. Daerah tinggian berada pada sisi utara time structure map.
34
Gambar 5. 13. Perbandingan peta kontur struktur sebelum smoothing (atas) dan
setelah smoothing (bawah)
Dari ketiga peta pada Gambar 5.14 dapat dilihat bahwa fault surface dapat
menunjukkan kemenerusan patahan dan sesuai dengan yang ada pada time slice
intersection. Zona dengan warna kuning hingga merah pada patahan yang terdeteksi
dari Gambar 5.14 merupakan daerah tinggian atau dalam kasus ini adalah footwall
sedangkan warna biru adalah daerah rendahan atau hanging wall.
35
Gambar 5. 14 Peta sebaran patahan pada setiap horizon (A, B, dan C) dan time
slice intersection (D)
36
Gambar 5. 16 Hasil Fault Gridding
37
Berikut merupakan hasil peta kontur berdomain waktu atau biasa disebut
sebagai time structure map yang telah dikorelasikan dengan hasil dari surface
gridding.
Dapat terlihat dari hasil surface gridding pada Top Textularia terdapat
daerah tinggian dan rendahan. Daerah tinggian berada pada sisi utara peta dengan
nilai waktu sebesar -520 msdan ditandai dengan warna kuning hingga merah. Untuk
daerah rendahan ditandai dengan warna hijau hingga biru dengan nilai -800 ms. Hal
ini berarti waktu two way time yang dibutuhkan gelombang seismik untuk mencapai
kedalaman daerah tertinggi adalah -520 ms dan daerah terendah adalah -800 ms.
Terlihat adanya kontur yang tidak menerus atau terlihat putus yang diindikasikan
sebagai patahan, ditandai dengan adanya warna putih sehingga kontur terlihat
seperti terputus karena terdapat bidang yang patah.
38
Gambar 5. 18 Hasil Surface Gridding U Marker
Dari hasil surface gridding pada U Marker terdapat daerah tinggian dan
rendahan. Daerah tinggian berada pada sisi utara peta dengan nilai waktu sebesar -
600 ms dan ditandai dengan warna kuning hingga merah. Untuk daerah rendahan
ditandai dengan warna hijau hingga biru dengan nilai -860 ms. Hal ini berarti waktu
two way time yang dibutuhkan gelombang seismik untuk mencapai kedalaman
daerah tertinggi adalah -600 ms dan daerah terendah adalah -860 ms. Terlihat
adanya kontur yang tidak menerus atau terlihat putus yang diindikasikan sebagai
patahan, ditandai dengan adanya warna putih sehingga kontur terlihat seperti
terputus karena terdapat bidang yang patah.
39
Gambar 5. 19 Hasil Surface Gridding Top Kais
Dapat terlihat dari hasil surface gridding pada Top Kais terdapat daerah
tinggian dan rendahan. Daerah tinggian berada pada sisi utara peta dengan nilai
waktu sebesar -740 ms dan ditandai dengan warna kuning hingga merah. Untuk
daerah rendahan ditandai dengan warna hijau hingga ungu dengan nilai -920 ms.
Daerah paling tinggi berada pada -740 ms dan daerah paling rendah berada pada -
920 ms. Hal ini berarti waktu two way time yang dibutuhkan gelombang seismik
untuk mencapai kedalaman daerah tertinggi adalah -740 ms dan daerah terendah
adalah -920 ms. Terlihat adanya kontur yang tidak menerus atau terlihat putus yang
diindikasikan sebagai patahan, ditandai dengan adanya warna putih sehingga kontur
terlihat seperti terputus karena terdapat bidang yang patah
5.8 Lead
Dengan mengacu pada (Time Structure Map) TSM pada 3 formasi dapat
ditentukan rencana rekomendasi sumur baru pemboran. Sumur pemboran berada
40
pada daerah yang memiliki nilai daerah tinggian sebagai dugaan awal bahwa
adanya lapisan karbonat pada daerah tersebut. Namun perlu dilakukan studi lanjut
agar dapat diperhitungkan mengenai aspek yang lain. Berikut adalah lokasi usulan
sumur baru, ada 3 sumur baru usulan yakni DND-4, DND-5 dan DND-6.
DND-5
DND-5 DND-5
DND-6
DND-6
DND-6
Gambar 5. 20 Lokasi usulan sumur baru ditandai dengan titik berwarna hitam
41
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari Kuliah Kerja Lapang yang telah dilakukan, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
6.2 Saran
Perlu dilakukannya analisa data sumur yang lebih lanjut serta data yang
digunakan dalam penelitian dapat dilengkapi terlebih dahulu agar memudahkan
dan meminimalisir adanya kesalahan dalam proses interpretasi, sehingga analisa
struktur dapat lebih informatif dan sesuai dengan keadaan geologi yang
sebenarnya.
42
DAFTAR PUSTAKA
Braile, Lawrence W. (2006). Seismic Wave and Slinky. Indiana: Purdue University
Hamilton, W.R., 1979, Tectonics of the Indonesia Region. United States Geological
Survey
Keho, T., Samsu, D. 2002. Depth Conversion of Tangguh Gas Field. The Leading
Edge
Musset, A. E., M. Aftab Khan. 2000. Looking into the Earth. USA: Cambridge
University Press
Pireno, G.E., 2008, Seminar Sehari Geologi Eksplorasi di Cekungan Jawa Timur,
Jakarta.
43
Satyana, A. H. dan Purwaningsih, M. E. M., 2003, Oligo-Miocene Carbonates of
Java: Tectonic Setting and Effects of Volcanism, Proceedings of Joint
Convention IAGI & HAGI, Jakarta.
Satyana, Awang H., 2000. Salawati Basin Evolution. JOB Pertamina SantaFE
Salawati. Studi report.
44