Anda di halaman 1dari 60

MAKALAH OMA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Prevalensi terjadinya otitis
media di seluruh dunia untuk usia 10 tahun sekitar 62 % sedangkan anak-anak berusia 3
tahun sekitar 83 %. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75 % anak mengalami minimal 1
episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya 3
kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25 % anak mengalami minimal 1 episode sebelum usia
10 tahun ( Abidin, 2009. Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6
tahun

Mengingat masih tingginya angka otitis media pada anak-anak, maka diagnosis dini yang
tepat dan pengobatan secara tuntas mutlak diperlukan guna mengurangi angka kejadian
komplikasi dan perkembangan penyakit menjadi otitis media kronis.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa yang dimaksud dengan OMA dan OMK?

2) Bagaimana Etiologi pada OMA dan OMK ?

3) Bagaimana patofisiologi pada OMA dan OMK ?

4) Bagaimana manifestasi klinis pada OMA dan OMK ?

5) Bagaimana pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan pada OMA dan OMK ?

6) Bagaimana komplikasi dan prognosis pada OMA dan OMK ?

7) Bagaimana asuhan keperawatan pada OMA dan OMK ?

1.1.Tujuan

Tujuan Umum : Menjelaskan asuhan keperawatan dengan klien OMA dan OMK

Tujuan khusus : Menjelaskan Konsep dasar dari penyakit OMA dan OMK

Menjelaskan definisi dari penyakit OMA dan OMK

Menjelaskan etiologi dari penyakit OMA dan OMK

Menjelaskan patofisiologi OMA dan OMK


Menjelaskan manifestasi klinis OMA dan OMK

Menjelaskan pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan pada OMA dan OMK

Menjelaskan komplikasi dan prognosis pada OMA dan OMK

1.4 Manfaat

Manfaat yang dapat diambil sebagai berikut :

1. Mengetahui Penatalaksaan pada klien Otitis Media Akut dan Otitis Media Kronis

2. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien Otitis Media Akut dan Otitis Media Kronis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Otitis adalah radang telinga, yang ditandai dengan nyeri, demam, hilangnya pendengaran,
tinitus dan vertigo.

Otitis berarti peradangan dari telinga, dan media berarti tengah. Jadi otitis media berarti
peradangan dari telinga tengah.

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustacheus, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid/( soepardi, iskandar ,1990)

Otitis media adalah infeksi atau inflamasi pada telinga tengah (mediastore,2009 )

2.1.1 Otitis Media Akut

Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah
dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu (Kapita selekta kedokteran, 1999).

Otiitis media akut adalah proses infeksi yang ditentukan oleh adanya cairan di telinga atau
gangguan dengar, serta gejala penyerta lainnay tergantung berat ringannya penyakit, antara
lain : demam, iritabilitas, letargi, anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi membrana
tympani yang dapat diikuti dengan drainase purulen.

Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak
terutama 3 bulan-3 tahun.

Otitis media akut adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada ruang udara pada tulang
temporal (CMDT, edisi 3 , 2004 )
Otitis media akut adalah dari yang timbulnya cepat dan berdurasi pendek, otitis media akut
biasanya berhubungan dengan akumulasi cairan di telinga tengah bersama dengan tanda-
tanda atau gejala-gejala dari infeksi telinga, gendang telinga, yang menonjol biasanya disertai
nyeri, atau gendang telinga yang berlubang, seringkali dengan aliran dengan materi yang
bernanah. Demam dapat hadir.

2.1.2 Otitis Media Kronis

Otitis media kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah. Kondisi yang berhubungan
dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis
media akut yang tak tertangani. Otitis media adalah Proses peradangan di telinga tengah dan
mastoid yang menetap > 12 minggu.

Otitis media kronik adalah perforasi pada gendang telinga ( warmasif, 2009)

Otitis media kronis adalah peradangan teliga tengah yang gigih, secara khas untuk sedikitnya
satu bulan.Orang awam biasanya menyebut congek (Alfatih, 2007)

OMK dibagi dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:

1. Tipe tubotimpani (tipe benigna/ tipe aman/ tipe mukosa)

Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi
dari luas dan keparahan penyakit. Proses peradangan pada OMK posisi ini terbatas pada
mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang, umumnya jarang menimbulkan komplikasi
yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi
keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, kegagalan pertahanan
mukosa terhadap infeksi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah, campuran
bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta migrasi sekunder dari
epitel squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel goblet, metaplasi dari
mukosa telinga tengah

OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2 jenis,yaitu

OMK aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif

OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.

2. Tipe Atikoantral (tipe malignan/ tipe bahaya)

Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau tipe atik, disertai dengan kolesteatom
dan sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan fatal timbul pada OMK tipe ini.

Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi
terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom bertambah besar. Banyak teori
mengenai patogenesis terbentuknya kolesteatom diantaranya adalah teori invaginasi, teori
migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan kuman (infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi akan
memicu proses peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat menstimulasi
sel-sel keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruksi, dan mampu
berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ disekitarnya
sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang diperhebat oleh pembentukan asam dari proses
pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti
labirinitis, meningitis dan abses otak.

Kolesteatom dapat diklasifikasikan atas dua jenis:

a. Kolesteatom kongenital.

Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut Derlaki dan Clemis (1965)
adalah :

1. Berkembang dibelakang membran timpani yang masih utuh.

2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.

3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential
yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.

Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal,
umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom ini dapat menyebabkan parese nervus fasialis, tuli
saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.1,2

b. Kolesteatom akuisital atau didapat

Primary acquired cholesteatoma.

Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatom
timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat adanya tekanan
negatif pada telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori invaginasi). Kolesteatom
yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida1,2

Secondary acquired cholesteatoma.

Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya epitel
kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori
migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berkangsung lama (teori metaplasi).

Bentuk perforasi membran timpani adalah :

1. Perforasi sentral

Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-
kadang sub total. Pada seluruh tepi perforasi masih ada terdapat sisa membran timpani.

2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi
marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir
postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.

3. Perforasi atik

Terjadi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.

2.2 Etiologi

2.2.1 Otitis Media Akut

Biasanya penyakit ini merupakan komplikasi dari infeksi saluran pernafasan atas
(common cold). Penyebab otitis media akut (OMA) dapat berupa virus maupun bakteri.

Virus atau bakteri dari tenggorokan bisa sampai ke telinga tengah melalui tuba eustakius atau
kadang juga melalui aliran darah. Otitis media akut juga bisa terjadi karena adanya
penyumbatan pada sinus atau tuba eustakius akibat alergi atau pembengkakan amandel.

Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga
tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba
eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi
jaringan disekitarnya (sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( rhinitis alergika).
Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptococcus
peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.

2.2.2 Otitis Media Kronis

Otitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi)
(Mediastore,2009). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh: otitis media akut
penyumbatan tuba eustakius cedera akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga atau
akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba luka bakar karena panas atau zat
kimia. Bisa juga disebabkan karena bakteri, antara lain:

Streptococcus.

Stapilococcus.

Diplococcus pneumonie.

Hemopilus influens.

Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.

Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.

Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.

Penyebab OMK antara lain:


1. Lingkungan

Hubungan penderita OMK dan faktor sosioekonomi belum jelas, tetapi kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden OMK yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang
padat.

2. Genetik

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-
sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini
primer atau sekunder.

3. Riwayat otitis media sebelumnya

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan/
atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu
telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis

4. Infeksi

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada
otitis media kronik yang aktif. Keadaan ini menunjukkan bahwa metode kultur yang
digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah bakteri Gram (-), flora
tipe usus, dan beberapa organisme lainnya.

5. Infeksi saluran nafas atas

Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas
atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah,
sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

6. Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap OMK.

7. Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang
bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap
antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.

8. Gangguan fungsi tuba eustachius

Pada otitis media kronis aktif tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal
ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang
inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan
umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang menetap pada
OMK adalah:

Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret
telinga purulen berlanjut.

Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi.

Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi
epitel.

Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas
sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari
perforasi.

2.3 Patofisiologi

2.3.1 Otitis Media Akut

Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan
telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan
transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah
nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang
telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang
telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di
telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya
sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan
gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga
juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya
dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

2.3.2 Otitis Media Kronis

Patofisiologi OMK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan
stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti
dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Terjadinya OMK hampir selalu dimulai dengan
otitis media berulang. OMK disebabkan oleh multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri,
gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan, dan social ekonomi.

Fokus infeksi biasanya terjadi pada nasofaring (adenoiditis, tonsillitis, rhinitis,


sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kadang-kadang infeksi berasal
dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran timpani, maka terjadi
inflamasi. Bila terbentuk pus akan terperangkap di dalam kantung mukosa di telinga tengah.
Dengan pengobatan yang cepat dan adekuat serta perbaikan fungsi telinga tengah, biasanya
proses patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal. Walaupun kadang-
kadang terbentuk jaringan granulasi atau polip ataupun terbentuk kantong abses di dalam
lipatan mukosa yang masing-masing harus dibuang, tetapi dengan penatalaksanaan yang baik
perubahan menetap pada mukosa telinga tengah jarang terjadi. Mukosa telinga tengah
mempunyai kemampuan besar untuk kembali normal. Bila terjadi perforasi membrane
timpani yang permanen, mukosa telinga tengah akan terpapar ke telinga luar sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi berulang. Hanya pada beberapa kasus keadaan telinga
tengah tetap kering dan pasien tidak sadar akan penyakitnya. Berenang, kemasukan benda
yang tidak steril ke dalam liang telinga atau karena adanya focus infeksi pada saluran napas
bagian atas akan menyebabkan infeksi eksaserbasi akut yang ditandai dengan secret yang
mukoid atau mukopurulen.

2.4 Manifestasi Klinis

2.4.1 Otitis Media Akut

Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien. Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :

1. Stadium oklusi tuba Eustachius

Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga
tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar
dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.

2. Stadium hiperemis (presupurasi)

Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani
tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat
serosa sehingga sukar terlihat.

3. Stadium supurasi

Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa
telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di
kavum timpani.Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga
bertambah hebat.Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan
nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.

4. Stadium perforasi

Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi
ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien
yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.

5. Stadium resolusi

Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi
perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut
(OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan sekret
yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media
supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala
sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi.Pada
anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya
terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.Pada orang dewasa, didapatkan juga gangguan
pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar.Pada bayi dan anak kecil gejala khas
otitis media anak adalah suhu tubuh yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelisah, sulit tidur,
tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit.
Setelah terjadi ruptur membran tinmpani, suhu tubuh akan turun dan anak tertidur.

2.4.2 Otitis Media Kronis

Gejala berdasarkan tipe Otitis Media Kronis:

OMK tipe benigna:

Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk , ketika pertama kali
ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan penggunaan
antibiotiklokal biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.

Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat ketulian
tergantung beratnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik
akut pada awal penyakit.

Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu meninggalkan
sisa pada bagian tepinya . Proses peradangan pada daerah timpani terbatas pada mukosa
sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat infeksi
membrane mukosa dapt tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang suatu polip didapat tapi
mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan membrane
timpani dan telinga tengah sampai polip tersebut diangkat . Discharge terlihat berasal dari
rongga timpani dan orifisium tuba eustachius yang mukoid da setelah satu atau dua kali
pengobatan local abu busuk berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau datang dari
perforasi besar tipe sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada rongga
timpani merupakan diagnosa khas pada omsk tipe benigna.

OMK tipe maligna dengan kolesteatoma:

Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan berwarna
kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil, berwarna putih
mengkilat.

Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom bersamaan


juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut. Selain tipe
konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea yaitu karena erosi pada
tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik kolesteatom.

Gejalanya bervariasi, berdasarkan pada lokasi perforasi gendang telinga:

1. Perforasi sentral (lubang terdapat di tengah-tengah gendang telinga). Otitis media


kronis bisa kambuh setelah infeksi tenggorokan dan hidung (misalnya pilek) atau karena
telinga kemasukan air ketika mandi atau berenang. Penyebabnya biasanya adalah bakteri.
Dari telinga keluar nanah berbau busuk tanpa disertai rasa nyeri. Bila terus menerus kambuh,
akan terbentuk pertumbuhan menonjol yang disebut polip, yang berasal dari telinga tengah
dan melalui lubang pada gendang telinga akan menonjol ke dalam saluran telinga luar.
Infeksi yang menetap juga bisa menyebabkan kerusakan pada tulang-tulang pendengaran
(tulang-tulang kecil di telinga tengah yang mengantarkan suara dari telinga luar ke telinga
dalam) sehingga terjadi tuli konduktif.

2. Perforasi marginal (lubang terdapat di pinggiran gendang telinga). Bisa terjadi tuli
konduktif dan keluarnya nanah dari telinga.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik

2.5.1 Otitis Media Akut

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan telinga dengan


otoskop. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani. Untuk
menentukan organisme penyebabnya dilakukan pembiakan terhadap nanah atau cairan
lainnya dari telinga.

2.5.2 Otitis Media Kronis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan telinga
dengan otoskop. Untuk mengetahui organisme penyebabnya, dilakukan pembiakan terhadap
cairan yang keluar dari telinga. Rontgen mastoid atau CT scan kepala dilakukan untuk
mengetahui adanya penyebaran infeksi ke struktur di sekeliling telinga. Tes Audiometri
dilakukan untuk mengetahui pendengaran menurun. X ray terhadap kolesteatoma dan
kekaburan mastoid.

2.6 Penatalaksanaan

2.6.1 Otitis Media Akut

Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan
untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau
sistemik, dan antipiretik.

1. Stadium Oklusi

Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di
telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun
atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa.
Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman.

2. Stadium Presupurasi

Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah terlihat
hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik
golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan
asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal
selama 7 hari.

3. Stadium Supurasi

Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran
timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.

4. Stadium Perforasi

Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2
3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan
hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.

5. Stadium Resolusi

Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup.
Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin telah terjadi
mastoiditis.
a. Pemberian Antibiotik

OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.

Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak
mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.

Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik dalam 48-72
jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan.

American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan
yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:

Usia Diagnosis pasti Diagnosis meragukan

< 6 bln Antibiotik Antibiotik

6 bln – 2 th Antibiotik Antibiotik jika gejala berat,


observasi jika gejala ringan

2 thn Antibiotik jika gejala berat, Observasi


observasi jika gejala ringan

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39°C dalam
24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang – berat atau demam
39°C.

Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan – dua
tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua
tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana.
Analgesia tetap diberikan pada masa observasi.

British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk menerapkan
observasi ini.10 Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada anak tanpa
gejala umum seperti demam dan muntah.

Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak
adalah amoxicillin.

Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician) menganjurkan pemberian


40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80 mg/kg berat badan/hari
untuk anak dengan risiko tinggi.

Risiko tinggi yang dimaksud antara lain adalah usia kurang dari dua tahun, dirawat sehari-
hari di daycare, dan ada riwayat pemberian antibiotik dalam tiga bulan terakhir.

WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya 500 mg.


AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari.6 Dosis ini terkait dengan
meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis standar di Amerika
Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak ada data yang mengemukakan hal serupa, sehingga
pilihan yang bijak adalah menggunakan dosis 40 mg/kg/hari. Dokumentasi adanya bakteri
yang resisten terhadap dosis standar harus didasari hasil kultur dan tes resistensi terhadap
antibiotik.

Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam.

Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi perbaikan.
Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit lain atau pengobatan
yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik
lini kedua. Misalnya:

Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan Haemophilus
influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian dipilih adalah amoxicillin-
clavulanate.6 Sumber lain menyatakan pemberian amoxicillin-clavulanate dilakukan jika
gejala tidak membaik dalam tujuh hari atau kembali muncul dalam 14 hari.

ü Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin seperti
cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.

ü Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau
clarithromycin

ü Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-trimethoprim.

ü Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik dengan
amoxicillin.

ü Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang diambil
adalah ceftriaxone selama tiga hari.

ü Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya merupakan
generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian juga azythromycin atau
clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas, walaupun dapat membunuh lebih banyak
jenis bakteri, memiliki risiko yang lebih besar. Bakteri normal di tubuh akan dapat terbunuh
sehingga keseimbangan flora di tubuh terganggu. Selain itu risiko terbentuknya bakteri yang
resisten terhadap antibiotik akan lebih besar. Karenanya, pilihan ini hanya digunakan pada
kasus-kasus dengan indikasi jelas penggunaan antibiotik lini kedua.

ü Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak berusia di
bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.

ü Pada usia enam tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris, anjuran
pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.
ü Tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka waktu
kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh hari. Dan karena itu
pemberian antibiotik selama lima hari dianggap cukup pada otitis media. Pemberian
antibiotik dalam waktu yang lebih lama meningkatkan risiko efek samping dan resistensi
bakteri.

b. Pemberian Analgesia/pereda nyeri

Penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia).

Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti paracetamol atau
ibuprofen.

Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus dipastikan bahwa anak
tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah atau diare karena ibuprofen dapat
memperparah iritasi saluran cerna.

c. Obat lain

Pemberian obat-obatan lain seperti antihistamin (antialergi) atau dekongestan tidak


memberikan manfaat bagi anak.

Pemberian kortikosteroid juga tidak dianjurkan.

Myringotomy (myringotomy: melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan cairan yang


menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus di mana terjadi
gejala yang sangat berat atau ada komplikasi.

Cairan yang keluar harus dikultur.

Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA tidak memiliki
bukti yang cukup.

2.6.2 Otitis Media Kronis

Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu pengobatan
haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-
perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses
infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan
operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.

Menurut Nursiah, prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi,
dimana pengobatan dapat dibagi atas : Konservatif dan Operasi.

1. OMK BENIGNA

a. OMSK BENIGNA TENANG


Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga,
air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila
menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan
operasi rekonstruksi (miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta
gangguan pendengaran.

b. OMSK BENIGNA AKTIF

Prinsip pengobatan OMSK adalah :

1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan ( toilet telinga)

Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan
mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan
mikroorganisme ( Fairbank, 1981).

Cara pembersihan liang telinga ( toilet telinga) :

• Toilet telinga secara kering ( dry mopping).

Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik
berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat juga dilakukan oleh
anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga
kering.

• Toilet telinga secara basah ( syringing).

Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dengan
kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk
membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain
dan kemastoid ( Beasles, 1979). Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat
menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk
antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.

• Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)

Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah
metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang
berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi
drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan
tanpa anastesi tetapi pada anakanak diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3%
akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “ displacement methode” seperti yang
dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

2. Pemberian antibiotik topikal

Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotik topikal untuk


OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa
dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan
obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.

Rif menganjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan
media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakannya, bahwa tempat infeksi
pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan
antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup memuaskan, kecuali kasus
dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat
pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak
dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1
minggu.Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman
penyebab dan uji resistesni.

Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah
telinga dibersihkan dahulu.

Bubuk telinga yang digunakan seperti :

a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine

b. Terramycin.

c. Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg

Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMK aktif yang
dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin dapat
melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif
anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena meningkatnya
resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif
tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif (Fairbanks, 1984). Seperti
aminoglokosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif
dan gentamisin kerjanya “sedang” dalam melawan Streptokokus. Tidak ada satu pun
aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.

Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila
sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata.

Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila diteteskan.
Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negative kecuali Pseudomonas
aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob, khususnya B. fragilis ( Fairbanks,
1984). Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida
akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.

Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada ot itis media kronik adalah :

1. Polimiksin B atau polimiksin E


Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla,
Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal
dan susunan saraf.

2. Neomisin

Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus
sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.

3. Kloramfenikol

Obat ini bersifat bakterisid terhadap :

Stafilokokus, koagulase positif, 99%

Stafilokokus, koagulase positif, 95%

Stafilokokus group A, 100%

E. Koli, 96%

Proteus sp, 60%

Proteus mirabilis, 90%

Klebsiella, 92%

Enterobakter, 93%

Pseudomonas, 5%

Dari penelitian terhadap 50 penderita OMSK yang diberi obat tetes telinga dengan ofloksasin
dimana didapat 88,96% sembuh, membaik 8,69% dan tidak ada perbaikan 4,53%

3. Pemberian antibiotik sistemik

Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman
penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan
sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu diperhatikan faktor penyebab
kegagalan yang ada pada penderita tersebut.

Dalam pengunaan antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya terhadap masing-
masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-masing kuman
penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing jaringan tubuh, toksisitas obat terhadap
kondisi tubuhnya . dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,
antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung
kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan
aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi
tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh
antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah

Kuman aerob Antibiotik sistemik

Pseudomonas Aminoglikosida atau karbenisilin

P. Mirabilis Ampisilin atau sefalosforin

P. Morganii Aminoglikosida atau Karbenisilin

P. Vulgaris

Klebsiella Sefalosforin atau aminoglikosida

E. Koli Ampisilin atau sefalosforin

S. Aureus Anti-stafilikokus penisilin, Sefalosforin,

eritromosin, aminoglikosida

Streptokokus Penisilin, sefalosforin, eritromisin

Aminoglikosida

B. fragilis Klindamisin

Antibiotika golongan kuinolon ( siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam
nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi
tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi
III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus
diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMK belum
pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMK.

Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk
metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol)
pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-
4 minggu1.

2. OMK MALIGNA

Pengobatan yang tepat untuk OMK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.

Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain (Soepardi, 2001):

• Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang tidak sembuh dengan pengobatan konservatif. Pada
tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik, dengan tujuan
agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.

• Mastoidektomi radikal

Dilakukan pada OMK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.Pada
operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik.
Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid
diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi
ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke
intrakranial.

• Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)

Dilakukan pada OMK dengan kolesteatom di daerah attic, tetapi belum merusak kavum
timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan.
Tujuan operasi adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.

• Miringoplasti

Dilakukan pada OMK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya
disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang
paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan
pada membran timpani. Tujuan operasi adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga
tengah ada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.

• Timpanoplasti

Dikerjakan pada OMK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe
benigna yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi adalah
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain
rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang
pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang yang dilakukan maka dikenal istilah
timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.

• Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty)

Dikerjakan pada kasus OMK tipe maligna atau OMK tipe benigna dengan jaringan granulasi
yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran
tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang
telinga). Yang dimaksud dengan combined approach di sini adalah membersihkan
kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani melalui dua jalan, yaitu liang telinga
dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Namun teknik operasi ini pada
OMK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli karena sering timbul kembali
kolesteatoma.
2.7 Komplikasi

2.7.1 Otitis Media Akut

Komplikasi yang serius adalah:

· Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)

· Labirintitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)

Kelumpuhan pada wajah

Tuli

Peradangan pada selaput otak (meningitis)

·Abses Otak

Tanda-tanda terjadinya komplikasi:

v Sakit kepala

v Tuli yang terjadi secara mendadak

v Vertigo (perasaan berputar)

v Demam dan menggigil.

2.7.2 Otitis Media Kronis

OMK tipe benigna :

Omk tipe benigna tidak menyerang tulang sehingga jarang menimbulkan


komplikasi, tetapi jika tidak mencegah invasi (peristiwa masuknya bakteri ke dalam tubuh)
organisme baru dari nasofaring dapat menjadi superimpose otitis media supuratif akut
eksaserbsi akut dapat menimbulkan komplikasi dengan terjadinya tromboplebitis vaskuler

OMK tipe maligna :

Komplikasi dimana terbentuknya kolesteatom berupa :

1. erosi canalis semisirkularis

2. erosi canalis tulang

3. erosi tegmen timpani dan abses ekstradural

4. erosi pada permukaan lateral mastoid dengan timbulnya abses subperiosteal

5. erosi pada sinus sigmoid


Menurut Shanbough (2003) komplikasi OMK terbagi atas:

a. Komplikasi Intratemporal

- Perforasi membrane timpani.

- Mastoiditis akut.

- Parese nervus fasialis.

- Labirinitis.

- Petrositis.

b. Komplikasi Ekstratemporal.

- Abses subperiosteal.

c. Komplikasi Intrakranial.

- Abses otak.

- Tromboflebitis.

- Hidrocephalus otikus.
- Empiema subdural/ ekstradural

2.8 Prognosis

2.8.1 Otitis Media Akut

Prognosis pada Otitis Media Akut baik apabila diberikan terapi yang adekuat (antibiotik
yang tepat dan dosis yang cukup ).

2.8.2 Otitis Media Kronik

OMK tipe benigna

Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat mongering. Tetapi sisa perforasi sentral
yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri dari meatus eksterna
khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan membrane timpani disarankan.

OMK tipe maligna

Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi meningitis,


abes otak, prasis fasialis atau labirintis supuratif yang semuanya fatal. Sehingga OMSK type
maligna harus diobati secara aktif sampai proses erosi tulang berhenti.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan pada Otitis Media Kronis

3.1 Pengkajian

1. Pengumpulan Data

Identitas Pasien : Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat

Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat adanya kelainan nyeri pada telinga, penggunaan
minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat infeksi saluran atas yang berulang, riwayat alergi,
riwayat OMA berkurang, riwayat penggunaan obat( sterptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin
), riwayat operasi

Riwayat penyakit keluarga : Apakah keluarga klien pernah mengalami penyakit telinga,
sebab dimungkinkan OMK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai
faktor genetik
2. Pengkajian Persistem

Tanda-tanda vital : Suhu meningkat, keluarnya otore

B2 ( Blood ) : Nadi meningkat

B3 (Brain) : Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran menurun, vertigo, pusing,
refleks kejut

B5 (Bowel) : Nausea vomiting

B6 (Bone) : Malaise, alergi

3. Pengkajian Psikososial

Nyeri otore berpengaruh pada interaksi

Aktivitas terbatas

Takut menghadapi tindakan pembedahan

4. Pemeriksaan diagnostik

a. Tes audiometri : pendengaran menurun

b. Xray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan mastoid

5. Pemeriksaan pendengaran

- Tes suara bisikan, tes garputala

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan

2. Gangguan komunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran

3. Perubahan persepsi / sensoris berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau
kerusakan di syaraf pendengaran

4. Cemas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri,


hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.

5. Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri , otore berbau busuk

6. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan

3.3 Intervensi dan Rasional

1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan

Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien berkurang rasa


Kriteria hasil : Klien mengungkapkan bahwa nyeri berkurang, klien mampu melakukan
metode pengalihan suasana

Intervensi Keperawatan:

ü Ajarkan klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi saat nyeri
yang teramat sangat muncul, relaksasi seperti menarik napas panjang

Rasional : Metode pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa mengurangi nyeri
yang diderita klien

ü Kompres dingin di sekitar area telinga

Rasional : Kompres dingin bertujuan mengurangi nyeri karena rasa nyeri teralihkan oleh
rasa dingin di sekitar area telinga

ü Atur posisi klien

Rasional : Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa nyaman

ü Untuk kolaborasi, beri aspirin/analgesik sesuai instruksi, beri sedatif sesuai indikasi

Rasional : Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien untuk
mengurangi sensasi nyeri dari dalam

2. Gangguan komunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran

Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang / hilang

Kriteria hasil : Klien memakai alat bantu dengar ( jika sesuai ), menerima pesan melalui
metode pilihan ( misal: komunikasi lisan, bahasa lambang, berbicara dengan jelas pada
telinga yang baik

Intervensi keperawatan:

ü Dapatkan apa metode komunikasi yang diinginkan dan catat pada rencana perawatan
metode yang digunakan oleh staf dan klien, seperti : tulisan, berbicara, bahasa isyarat.

Rasional: Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka metode
yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan klien

ü Pantau kemampuan klien untuk menerima pesan secara verbal.

a. Jika ia dapat mendengar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan jelas langsung ke
telinga yang baik

- Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu

- Dekati klien dari sisi telinga yang baik

b. Jika klien dapat membaca ucapan:


- Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas

- Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak dapat membaca bibir
anda

c. Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien

- Minimalkan percakapan jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi tertulis

- Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya

d. Jika ia hanya mampu berbahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan semua


komunikasi pada klien, tidak kepada penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri yang
langsung berbicara pada klien dengan mengabaikan keberadaan penerjemah

Rasional : Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima dengan
baik oleh klien.

ü Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pemahaman

a. Bicara dengan jelas menghadap individu

b. Ulangi jika kilen tidak memahami seluruh isi pembicaraan

c. Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi

d. Validasi pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban


lebih dair ya dan tidak

Rasional : Memungkinkan komunikasi dua arah antara perawat dengan klien dapat berjalan
dengan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.

3. Perubahan persepsi / sensoris berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau
kerusakan di syaraf pendengaran

Tujuan : Persepsi / sensoris baik

Kriteria hasil : Klien akan mengalami peningkatan persepsi / sensoris pendengaran sampai
pada tingkat fungsional

Intervensi keperawatan :

ü Ajarkan klien menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat

Rasional : Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan / ketulian, pemakaian
serta perawatannya yang tepat.

ü Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat mencegah
terjadinya ketulian lebih jauh
Rasional : Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang tersisa
sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi

ü Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut

Rasional : Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah-masalah


pendengaran rusak secara permanen

ü Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik ( baik itu antibiotik
sistemik maupun lokal )

Rasional : Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme


sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut

4. Cemas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri,


hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.

Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang / hilang

Kriteria hasil : Klien mampu mengungakpkan ketakutan / kekhawatirannya

Intervensi keperawatan :

ü Mengatakan hal sejujurnya kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan


kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam
berkomunikasi

Rasional : Harapan-harapan yang tidak realistik tidak dapat mengurangi kecemasan, justru
malah menimbulkan ketidakkepercayaan klien terhadap perawat. Menunjukkan kepada klien
bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus sehingga
dapat mengurangi rasa cemasnya

ü Berikan informasi tentang kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang
dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien

Rasional : Dukungan dari beberapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat
membantu klien

ü Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-alat yang tersedia yang dapat
membantu klien

Rasional : Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada di sekitarnya yang dapat
mendukung dia untuk berkomunikasi

5. Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri , otore berbau busuk

Tujuan : Tetap mengembangkan hubungan dengan orang lain

Kriteria Hasil : Klien tetap mengembangkan hubungan dengan orang lain


Intervensi keperawatan :

ü Bina hubungan saling percaya

Rasionalisasi : hubungan saling percaya dapat menjadi dasar terjadinya hubungan sosial.

ü Yakinkan klien bahwa setelah dilakukan pengobatan / pembedahan cairan akan keluar dan
bau busuk akan hilang

Rasional : Klien akan kooperatif / berpartisipasi dalam persiapan pembedahan (


tympanoplasti ) dan akan mulai mengajak bicara dengan perawat dan keluarga

6. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan

Tujuan : Klien akan mempunyai pemahaman yang baik tentang pengobatan dan cara
pencegahan kekambuhan.

Kriteria hasil : Klien paham mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan

Intervensi keperawatan :

ü Ajarkan klien mengganti balutan dan menggunakan antibiotik secara kontinyu sesuai
aturan.

Rasional : pendidikan kesehatan tenyang cara mengganti balutan dapat meningkatkan


pemahaman klien sehingga dapat berpartisipasi dalam pencegahan kekambuhan.

ü Beritahu komplikasi yang mungkin timbul dan bagaimana cara melaporkannya

Rasional : pemahaman tentang komplikasi yang dapat terjadi pada klien dapat membantu
klien dan keluarga untuk melaporkan ke tenaga kesehatan sehingga dapat dengan cepat
ditangani.

ü Tekankan hal-hal yang penting yang perlu ditindak lanjuti / evaluasi pendengaran.

Rasional : follow up sangat penting dilakukan oleh anak karena dapat mengetahui
perkembangan penyakit dan mencegah terjadinya kekambuhan.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dalam kasus ini , pada awalnya pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas
(ISPA) dan tonsilitis. Akan tetapi, karena adanya perluasan infeksi di daerah auries media,
maka pasien akan mengalami otitis meda akut. Otitis media akut yang tidak diobati secara
tuntas dapat berlanjut menjadi Otitis media Kronik yang ditandai denagn adanya perforasi
pada membran tympani.
4.2 Saran

Hendaknya dilakukan uji kultur pada pasien untuk mengetahui jenis bakteri yang
menginfeksi dan untuk pemberian antibiotik yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,Lynda Juall.2006.Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Edisi 10.EGC:Jakarta

George L, Adams.1997.Buku Ajar Penyakit THT.Edisi 6.EGC:Jakarta

Abidin, Taufik.2009.Otitis Media Akut.http:/library.usu.ac.id(10 September 2009)

Rothrock, C.J.(2000).Perencanaan Asuha


makalah otitis media akut (OMA)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah Otits media akut (OMA) dapat terjadi
kare beberapa faktor penyebab, seperti sumbatan tuba eustachius (merupakan penyebab
utama dari kejadian otitis mediayang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa
tuba eustachius terganggu), ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), dan
bakteri (Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis,dan
bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, E.
coli,Pneumococcus vulgaris).

Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa sekitar 9,3 juta anak-anak mengalami serangan OMA
pada 2 tahun pertama kehidupannya (Berman, 2006). Menurut Teele (2009) dalam Commisso et al.
(2011), 33% anak akan mengalami sekurang-kurangnya satu episode OMA pada usia 3 tahun
pertama. Terdapat 70% anak usia kurang dari 15 tahun pernah mengalami satu episode OMA
(Bluestone, 2006). Faktanya, ditemukan bahwa otitis media menjadi penyebab 22,7% anak-anak
pada usia dibawah 1 tahun dan 40% anak-anak pada usia 4 sampai dengan 5 tahun yang datang
berkunjung ke dokter anak. Selain itu, sekitar sepertiga kunjungan ke dokter didiagnosa sebagai
OMA dan sekitar 75% kunjungan balik ke dokter adalah untuk follow-up penyakit otitis media
tersebut (Teele et al., 2011). Menurut Casselbrant (2009) dalam Titisari (2005), menunjukkan bahwa
19% hingga 62% anak-anak mengalami sekurang-kurangnya satu episode OMA dalam tahun pertama
kehidupannya dan sekitar 50-84% anak-anak mengalami paling sedikit satu episode OMA ketika ia
mencapai usia 3 tahun. Di Amerika Serikat, insidens OMA tertinggi dicapai pada usia 0 sampai
dengan 2 tahun, diikuti dengan anak-anak pada usia 5 tahun.(Smeltzer, 2009).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi fisiologi telinga ?

2. Apakah definisi otitis media akut ?

3. Apa sajakah etiologi otitis media akut?

4. Bagaimanakah patofisiologi otitis media akut ?

5. Bagaimana stadium otitis media akut ?

6. Bagaimana tanda gejala klien dengan otitis media akut ?


7. Bagaimana terapi otitis media akut ?

8. Apa sajakah komplikasi otitis media akut ?

9. Bagaimana pemeriksaan diagnostik otitis media akut ?

10. Bagaimana pencegahan otitis media akut ?

11. Bagaimana Hasil Penelitian Otitis media

12. Bagaimana konsep legal etis otitis media akut ?

13. Apa saja masalah keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan otitis media akut?

C. Tujuan

a. Tujuan umum

Untuk mempelajari otitis media akut dan asuhan keperawatan otitis media akut

b. Tujuan khusus

1. Untuk mempelajari anatomi fisiologi telinga

2. Untuk mempelajari definisi otitis media akut

3. Untuk mempelajari Apa sajakah etiologi otitis media akut

4. Untuk mempelajari patofisiologi otitis media akut

5. Untuk mempelajari stadium otitis media akut

6. Untuk mempelajari tanda gejala klien dengan otitis media akut

7. Untuk mempelajari terapi otitis media akut

8. Untuk mempelajari komplikasi otitis media akut

9. Untuk mempelajari pemeriksaan diagnostik otitis media akut

10. Untuk mempelajari pencegahan otitis media akut

11. Untuk mempelajari Hasil Penelitian Otitis media

12. Untuk mempelajari konsep legal etis otitis media akut

13. Untuk mempelajari Asuhan keperawatan otitis media akut


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Ahmad Mufti, 2005)

Otitis media adalah inflamasi pada bagian telinga tengah. Otitis media sebenarnya adalah
diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak – anak di bawah usia 15 tahun.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Telinga adalah indra pendengaran. Pendengaran merupakan indra


mekanoreseptor karena memberikan respon terhadap getaran mekanik gelombang suara yang
terdapat di udara. Telinga menerima gelombang suara yang frekuensinya berbeda, kemudian
menghantarkan informasi pendengaran kesusunan saraf pusat.Telinga dapat dibagi menjadi tiga
bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. (Rendra, 2012)

Gambar Telinga

Bagian-bagian telinga
Telinga terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut :

1. Telinga bagian luar

2. Telinga bagian tengah

3. Telinga bagian dalam

1. Telinga Luar

Bagian luar merupakan bagian terluar dari telinga.Telinga luar terdiri dari daun telinga,
lubang telinga, dan saluran telinga luar.Telinga luar meliputi daun telinga atau pinna, Liang telinga
atau meatus auditorius eksternus, dan gendang telinga atau membran timpani. Bagian daun
telinga berfungsi untuk membantu mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya
menuju gendang telinga. Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk
menangkap suara dan bagian terpenting adalah liang telinga. Saluran ini merupakan hasil
susunan tulang dan rawan yang dilapisi kulit tipis.

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus,
dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani
(gendang telinga).Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata.Aurikulus
melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan
bawah kulit pada lobus telinga.Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan
perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius
eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan
meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut.
Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral
mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial
tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis.Kanalis auditorius eksternus berakhir pada
membrana timpani.Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang
mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen.Mekanisme pembersihan diri telinga
mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga.Serumen nampaknya mempunyai
sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.Di dalam saluran terdapat
banyak kelenjar yang menghasilkan zat seperti lilin yang disebut serumen atau kotoran
telinga.Hanya bagian saluran yang memproduksi sedikit serumen yang memiliki rambut.Pada
ujung saluran terdapat gendang telinga yang meneruskan suara ke telinga dalam.Peradangan
pada bagian telinga ini disebut sebagai otitis Eksterna. Hal ini biasanya terjadi karena kebiasaan
mengorek telinga &akan menjadi masalah bagi penderita diabetes mellitus (DM/sakit gula)

Aurikula berfungsi mengumpulkan getaran udara, bentuknya berupa lempeng tulang


rawan yang elastis yang ditutupi kulit, memiliki otot intrinsic dan ekstrinsik serta di persarapi oleh
nervus fasialis.Seluruh permukaan diliputi kulit tipis dengan lapisan subkutis pada permukaan
anterolateral, serta di temukan rambut kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.

Meatus akustikus eksternal merupakan tabung berkelok – kelok yang terbentang antara
aurikula dan membrane tempani, berfungsi menghantarkan gelombang suara dari aurikula ke
membrane tempani.

Pada bagian luar banyak ditemukan rambut yang berhubungan dengan kelenjar
sebasea, sedangkan dalam liang ditemukan serumen berwarna coklat yang berfungsi sebagai
pelindung. Seruman merupakan modifikasi kelenjar keringat bergabung dengan kelenjar
sebasea yang bermuara langsung ke permukaan kulit.

2. Telinga Tengah

Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan
kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani
terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini
sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah
merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah)
dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi
udara di bagian mastoid tulang temporal.

Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes.Osikuli
dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran
suara.Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan
telinga tengah dengan telinga dalam.Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana
suara dihantar telinga tengah.Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara.Jendela bulat
ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau
struktur berbentuk cincin.anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan.
Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini
dinamakan fistula perilimfe.Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35
mm, menghubngkan telingah ke nasofaring.Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat
terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau
menelan.Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam
telinga tengah dengan tekanan atmosfer.

Maleus dan incus berputar pada sumbu anterior posterior yang berjalan melalui :

1. Legamentum yang menghubungan prosesus anterior malleus dengan dinding anterior


kafumtimpani.

2. Prosesus anterior maleus dengan prosesus brevis inkudis

3. Ligamentum yang menghubungkan prosesus bepis inkudis dengan dinding posterior kafum
timpani.

Selama menghantarkan getaran dari membrane tempani ke perilimf melalui osikula


mengalami pembesaran dengan 1,3 : 1 dan luas membrane tempani lebih kurang 17 kali lebih
besar dari luas basis stapes yang berakibat tekanan efektif pada perilimf meningkat menjadi 22:
1.

Tuba auditiva merupakan bagian yang meluas dari diding anterior kavum timpani ke
bawah, depan, dan medial sampai ke nasofaring. Bagian 1/3 posterior terdiri atas tulang dan 2/3
anterior tulang rawan .berhubungan dengan nasofaring setelah berjalan di atas muskulus
konstriktor faring superior. Tuba auditiva berfungsi membuat seimbang tekanan udara dalam
kavum timpani dan nasofaring.

Antrum mastoideum merupakan bagian yang terletak di belakang kavum timpani dalam
pars petrosa ossis temporalis bentuknya bundar dengan garis 1 cm. diding anterior berhubungan
dengan kavum timpani dan dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigoideum dan
sereblum.

Sellulae mastoidea yaitu prosesus mastoideus mulai berkembang pada tahun ke dua
kehidupan.Sellulae mastoid adalah suatu rongga yang berhubungan dalam prosessus
mastoid,berhubungan dengan antrum dan kavum timpani sebelah atasnya serta dilapisi
membrane mukosa.

3. Telinga Dalam

Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal.Organ untuk pendengaran
(koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan
VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi.Koklea dan
kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior
dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang
berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh perubahan
kecepatan dan arah gerakan seseorang.

Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua
setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ
Corti.. Di dalam lulang labirin, namun tidak sempurna mengisinya, Labirin membranosa
terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan
serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis.

Labirin membranosa tersusun atas atrikulus, sakulus, dan duktus semisirkularis, duktus
koklearis.

a. Atrikulus, bentuknya seperti kantong lonjong dan agak gempeng terpaut pada tempatnya oleh
jaringan ikat. Disini terdapat saraf (nervus akustikus) pada bagian depan dan sampingnya ada
daerah yang lonjong yang disebut macula akustika utrikola. pada dinding belakang atrikus ada
muara dari duktus semisirkularis dan pada dinding depannya ada tabung halus disebut utrikulosa
sirkularis, saluran yang menghubungkan atrikulus dengan sakulus.

b. Sakulus, bentuknya agak lonjong lebih kecil dari utrikulus, terletak pada bagian depan dan
bawah dari vestibulum dan terpaut erat oleh jaringan ikat, tempat terdapatnya nervus akustikus.
Pada bagian depan sakulus ditemukan serabut-serabut halus cabang nervus akustikus yang
berakhir pada macula akustika sakuli. Pada permukaan bawah sakulus ada duktus reunien yang
menghubungkan sakulus dengan duktus koklearis, di bagian sudut sakulus ada saluran halus
disebut duktus endolimfatikus, berjalan melalui aquaduktus vestibularismenuju permukaan
bagian bawah tulang temporalis dan berakhir sebagai kantong buntu disebut sakus
endolimfatikus yang terletak tepat di lapisan otak duramater.

c. Duktus semisirkularis, ada tiga tabung selaput semisrkularis yang berjalan dalam kanalis
semisrkularis (superior, posterior, dan lateralis). Penampangannya kira-kira sekitar sepertiga
penampang kanalis semisirkularis. Bagian duktus yang melebar disebut ampula selaput. Setiap
ampula mengandung satu celah siklus, sebelah dalam ada Krista ampularis yang terlihat
menonjol kedalam yang menerima ujung-ujung saraf.

d. Duktus koklearis merupakan saluran yang berbentuk agak segitiga seolah-olah membuat batas
pada koklea timpani. Atap duktus koklearis terdapat membrane vestibularis pada alasnya
terdapat membran basilaris. Duktus koklearis mulai dari kantong buntu (seikum vestibular) dan
berakhir tepat diseberang kanalis lamina spiralis pada kantong buntu (seikum ampulare) pada
membrane basilaris ditemukan organ korti sepanjang duktus koklearis yang merupakan hearing
sense organ.
Pada pertemuan antara lamina spiralis tulang dengan mediolus terdapat ganglion spiralis
yang sebagaian besar diliputi tulang bagian bawah dan menyatu dengan membrane basilaris
melintasi duktus koklearis dan melekat pada ligamentum basilaris.

a. Membran basilaris : dibentuk oleh lapisan serat – serat kolagen, permukaan bawah yang
menghadap skala timpani diliputi oleh jaringan ikat fibbrosa yang mengandung pembuluh darah.

b. Membran vestibularis : suatu lembaran jaringan ikat tipis, diliputi pada permukaan atas vestibular
oleh pelapis rongga perilimf yaitu jaringan epitel selapis gepeng yang terdiri atas sel mesenkim.

c. Dektus koklearis : dektus ini mengandung pigmen, bentuknya lebih tinggi dan tidak beraturan, di
bawahnya terdapat jaringan ikat yang banyak mengandung kapiler yang disebut stria vaskularis.
Dektus koklearis merupakan tempat sekresi endolimf dan termasuk organ korti.

Telinga dalam terdiri dari labirin osea (labirin tulang), sebuah rangkaian rongga
pada tulang pelipis yang dilapisi periosteum yang berisi cairan perilimfe& labirin membranasea,
yang terletak lebih dalam dan memiliki cairan endolimfe.Di labirin osea terdapat koklea,
vestibulum, kanalis semisirkularis.

a. kolea atau rumah siput. Penampang melintang koklea trdiri aras tiga bagian yaitu skala
vestibuli, skala media, dan skala timpani. Bagian dasar dari skala vestibuli berhubungan dengan
tulang sanggurdi melalui jendela berselaput yang disebut tingkap oval, sedangkan skala timpani
berhubungan dengan telinga tengah melalui tingkap bulat. Bagian atas skala media dibatasi oleh
membran vestibularis atau membran Reissner dan sebelah bawah dibatasi oleh membran
basilaris. Di atas membran basilaris terdapat organo corti yang berfungsi mengubah getaran
suara menjadi impuls. Organo corti terdiri dari sel rambut dan sel penyokong. Di atas sel rambut
terdapat membran tektorial yang terdiri dari gelatin yang lentur, sedangkan sel rambut akan
dihubungkan dengan bagianotak dengan saraf vestibulokoklearis.

b. Vetibulum, bagian tengah labirintus osseous pada vestibulum ini membuka fenestra ovale dan
fenestra rotundum dan pada bagian belakang atas menerima muara kanalis semisirkularis

c. Kanalis semisirkularis merupakan saluran setengah lingkaran yang terdiri dari 3 saluran. Saluran
yang satu dengan yang lainnya membentuk sudut 90%, kanalis semisrkularis superior, kanalis
semisirkularis posterior dan kanalis semisirkularis lateralis.
Labirin membranosa memegang cairan yang dinamakan endolimfe.Terdapat
keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak
kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular
menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel
rambut labirin membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang
vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak.Perubahan posisi kepala dan percepatan linear
merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan
dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus
koklearis yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari
kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis
VIII).Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus
fasialis (nervus kranialis VII).Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan
darah ke batang otak. (sumarjo, 2011)

C. ETIOLOGI

1. Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dariotitis media yang
menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tubaeustachius terganggu, sehingga
pencegahan invasi kuman ke dalam telingatengah juga akan terganggu

2. ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya(misal : sinusitis, hipertrofi
adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitisalergika). Pada anak-anak, makin sering terserang
ISPA, makin besarkemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMAdipermudah
karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.

3. BakteriBakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah Streptococcus


peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis,dan bakteri piogenik lain, seperti
Streptococcus hemolyticus,Staphylococcus aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris.

D. KLASIFIKASI OMA

1. Stadium oklusi tuba eustachius


Tanda adanya oklusi tuba eustachius adalah gambaran retraksi membran
timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat
absorbsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal (tidak
ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi , tapitidak dapat di deteksi.
Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis mediaserosa yang disebabkan olehvirus atau alergi.

2. Stadium hiperemis (stadium pre-supurasi)


Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di
membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar
terlihat.

3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani,
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga
luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat,
serta rasa nyeri di telinga semakin bertambah berat.

4. Stadium perfrorasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau
virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani
dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Anak yang
tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan menurun dan anak
dapat tertidur dengan nyenyak.

5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani
perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka
sekretnya akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik
atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa
pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan
sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul. OMA dapat tibul
gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di
kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.(Berman, 2006)

E. PATOFISIOLOGI

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas (ISPA) yangdiebabkan oleh bakteri,
kemudian menyebar ke telinga tengah melewati tubaeustachius. Ketika bakteri memasuki tuba
eustachius maka dapat menyebabkaninfeksi dan terjadi pembengkakan, peradangan pada saluran
tersebut.

Proses peradangan yang terjadi pada tuba eustachius menyebabkan stimulasi kelenjarminyak
untuk menghasilkan sekret yang terkumpul di belakang membran timpani.Jika sekret bertambah
banyak maka akan menyumbat saluran eustachius,sehingga pendengaran dapat terganggu karena
membran timpani dan tulang osikel(maleus, incus, stapes) yang menghubungkan telinga bagian
dalam tidak dapatbergerak bebas.

Selain mengalami gangguan pendengaran, klien juga akanmengalami nyeri pada telinga.Otitis
media akut (OMA) yang berlangsung selama lebih dari dua bulandapat berkembang menjadi otitis
media supuratif kronis apabila faktor higienekurang diperhatikan, terapi yang terlambat, pengobatan
tidak adekuat, dan adanyadaya tahan tubuh yang kurang baik. (sumarjo, 2011)
F. PATHWAY

Menuurut WOC (Web of Causetion)

Organisme

Stafilokokus / bakteri gram ( - ) & jamur

Telinga eksternal

Tuba eustachii

( telinga tengah )

Infeksi sepanjang kulit

Pendengaran menurun

kanal telinga
proses konduksi me↓/terhambat

Bengkak, kemerahan & panas


Gangguan

komunikasi

sehingga menutup daerah kanal telinga

Terbentuk furunkel yang

menekan kulit yang sensitif

Cemas

Nyeri makin memberat karena tidak ada

lagi ruang bagi furunkel berkembang

biak dalam kanal telinga


Telinga tengah

OM purulen

Terbentuk pus oleh

karena perkembanganbakteri

OM serosa

memblok tuba eustachii

Tidak ada aliran udara

ke telinga tengah

Tekanan negatif

Pus mengisi rongga

Telinga

dalam telinga tengah

Retraksi memran tympani

Eksudat serosa me↑


Nyeri

Membran tympani menonjol

Ruptur membran tympani

Perubahan Persepsi

Sensori Pendengaran

G. TANDA GEJALA

Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan
sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa. (Hendarso, 2011)

a. Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak
bergerak pada otoskopi pneumatic(pemberian tekanan positif atau negative pada telinga tengah
dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop), dapat mengalami perforasi.

b. Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani

c. Keluhan nyeri telinga (otalgia)

d. Demam

e. Anoreksia

f. Limfadenopati servikal anterior

H. PENATALAKSANAAN
Penanganan local meliputi pembersihan hati-hati telinga menggunakan mikroskop dan alat
penghisap. Pemberian antibiotika atau pemberian bubuk antibiotika sering membantu bila terdapat
cairan purulen.

Berbagai prosedur pembedahan dapat dilakukan bila dengan penanganan obat tidk efektif.
Dapat dilakukan timpanoplasti dan yang paling sering adalah timpanoplasti-rekonstruksi bedah
membrane timpani dan osikulus. Tujuan dari timpanoplasti adalah mengembalikan fungsi telinga
tengah, menutup lubang perforasi, telinga tengah, mencegah infeksi berulang, dan memperbaiki
pendengaran. Timpanoplasti dilakukan melalui kanalis auditorius eksternus, baik secara transkanal
atau melalui insisi aurikuler. Isis telinga tengah diinspeksi secara teliti, dan hubungan antara osikulus
dievalusi. Terputusnya rantai osikulus adalah yang paling sering terjadi pada otitis media, namun
masalah rekonstruksi juga akan muncul dengan adanya malformasi telinga tengah dan dislokasi
osikuler akibat cidera kepala. Perbaikan dramatis pendengaran dapat terjadi stelah penutupan
lubang perforasi dan perbaikan kembali osikulus. Pembedahan biasanya dilakukan pada pasien
rawat jalan dengan anesthesia umum.(Hendarso, 2011)

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC

Yang sering dilakukan pada kasus otitis media kronis ini diantaranya meliputi:Otoscope untuk
melakukan auskultasi pada bagian telinga luar(Hendarso, 2011)

1. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpany

2. Kultur dan uji sensitifitas: dilakukan bila dilakukan timpanosesntesis (Aspirasi jarum dari telinga
tengah melalui membrane timpani)

J. TERAPI

Terapi tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awalditujukan untuk
mengobati infeksi-infeksi saluran nafas atas, dengan pemberianantibiotik dekongestan lokal atau
sistemik, dan antipiretik.(Hendarso, 2011)

1. Stadium Oklusi

Tujuan : membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan berkurang ditelinga tengah hilang.
Diberikan obat tetes hidung, HCl efedrin 0,5% dalamlarutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl
efedrin 1% (di atas 12 tahun danpada orang dewasa).

2. Stadium Presupurasi

Obat tetes hidung dan analgetika, antibiotika (biasanya dari golonganpenisilin/ampisilin).

3. Stadium Supurasi
Disamping antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi bilamembran tympani masih
utuh.

1. Stadium Resolusi

Membran tympani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi danperforasi membran tympani
menutup.

K. PENCEGAHAN

` Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya OMApada anak antara
lain:(Hendarso, 2011)

1. Pencegahan terjadinya ISPA pada bayi dan anak-anak

2. Pemberian ASI minimal selama enam bulan

3. Hindari pemberian susu botol ketika anak dalam keadaan berbaring

4. Hindari pajanan terhadap asap rokok

BAB III

ASKEP TEORITIS

A. PENGKAJIAN

1. Identitas klien

2. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah menderita gangguan pendengaran (kapan, berapa
lama, pengobatan apa yang dilakukan, bagaimana kebiasaan membersihkan telinga, keadaan
lingkungan tenan, daerah industri, daerah polusi), apakah riwayat pada anggota keluarga.

b. Riwayat kesehatan sekarang

kaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa, Seperti penjabaran dari
riwayat adanya kelainan nyeri yang dirasakan.

1) Riwayat kesehatan keluarga

2) Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Ada atau tidaknya
riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan riwayat alergi pada keluarga.
3. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum klien

b. Kepala

Lakukan Inspeksi,palpasi,perkusi dan di daerah telinga,dengan menggunakan senter ataupun alat-


alat lain nya apakah ada cairan yang keluar dari telinga,bagaimana warna, bau, dan jumlah.apakah
ada tanda-tanda radang.

c. Kaji adanya nyeri pada telingaLeher, Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher

d. Dada / thorak

e. Jantung

f. Perut / abdomen

g. Genitourinaria

h. Ekstremitas

i. Sistem integumen

j. Sistem neurologi

k. Data pola kebiasaan sehari-hari

4. Nutrisi

Bagaimana pola makan dan minum klien pada saat sehat dan sakit,apakah ada perbedaan konsumsi
diit nya.

5. Eliminasi

Kaji miksi,dan defekasi klien

6. Aktivitas sehari-hari dan perawatan diri

Biasanya klien dengan gangguan otitis media ini,agak susah untk berkomunikasi dengan orang lain
karena ada gangguan pada telinga nya sehingga ia kurang mendengar/kurang nyambung tentang
apa yang di bicarakan orang lain.

7. Pemeriksaan diagnostik

a. Tes Audiometri : AC menurun

b. X ray : terhadap kondisi patologi

c. Tes berbisik

d. Tes garpu tala


B. Diagnosa dan intervensi keperawatan (Nanda, 2013)

Diagnosa Implementasi Rasional

1. Gangguan rasa nyaman1.Ajarkan teknik relaksasi 1. Teknik relaksasi yang benar


(nyeri) berhubungan pada klien dengan dan efektif dapat
dengan mengajarkan membantumengurangi nyeri
proses peradangan teknik relaksasi (misalnya yang dirasa.
pada telinga tengah bernafas perlahan,
2. Analgetikdapat menekan
teratur, atau nafas dalam)
pusat saraf rasa nyeri,sehingga
2. Kolaborasikan dengan tim nyeridapat berkurang
medis dalam pemberian
3. Untuk mengetahui keefektifan
analgetik
pemberian analgetik
3. Kaji kembali nyeri yang
4. Informasi yang cukup dapat
dirasa oleh klien setelah
mengurangi kecemasan yang
30 menitpemberian
dirasaoleh klien dan keluarga
analgetik

4. Beri informasi kepada


klien dan keluarga
tentang penyebab
yeriyang dirasa
Diagnosa Intervensi Rasional

Gangguan 1. Dapatkan apa metode1. Dengan mengetahui metode


berkomunikasi komunikasi yang dinginkan dan komunikasi yang diinginkan
berhubungan catat pada rencana perawatan oleh klienmaka metode yang
dengan efek metode yang digunakan oleh akan digunakan dapat
kehilangan pen- staf dan klien, eperti : tulisan, disesuaikan
dengaran berbicara, ataupun bahasa dengankemampuan dan
isyarat. keterbatasan klien.

2. Kaji kemampuan untuk


2. Pesan yang ingin
menerima pesan secara verbal.- disampaikan oleh perawat
Jika ia dapat mendegar pada kepada klien dapatditerima
satu telinga, berbicara dengan dengan baik oleh klien.
perlahan dan dengan jelas
3.Memungkinkan komunikasi
langsung ke telinga yang baik
dua arah anatara perawat
(hal ini lebih baik dari pada
dengan kliendapat berjalan
berbicara dengan keras).
dnegan baik dan klien dapat
3. Tempatkan klien dengan telinga menerima pesanperawat
yang baik berhada pandengan secara tepat.
pintu.

4. Dekati klien dari sisi telinga


yang baik.-

5. Jika klien dapat membaca


ucapan ,Lihat langsung pada
klien dan bicaralah lambat
Diagnosa Intervensi rasional

dan jelas.

6. Hindari berdiri di depan cahaya


karena dapat menyebabkan
klien tidak dapat membaca
bibir anda.

7. Perkecil distraksi yang dapat


menghambat konsentrasi klien.

8. Minimalkan percakapan jika


klien kelelahan atau
gunakankomunikasi tertulis.

9. Tegaskan komunikasi penting


dengan menuliskannya.-

10. Jika ia hanya mampu bahasa


isyarat, sediakan
penerjemah.Alamatkan semua
komunikasi pada klien, tidak
kepadapenerjemah. Jadi
seolah-olah perawat sendiri
yang langsungberbicara kepada
klien dnegan mengabaikan
keberadaanpenerjemah.

Gunakan faktor-faktor

Diagnosa Intervensi rasional

yang meningkatkan
pendengaran danpemahaman

11. Bicara dengan jelas, menghadap


individu.

12. Ulangi jika klien tidak memahami


seluruh isi pembicaraan.

13. Gunakan rabaan dan isyarat


untuk meningkatkan
komunikasi.

14. Validasi pemahaman individu


dengan mengajukan
pertanyaanyang memerlukan
jawaban lebih dari ya dan tidak.

Diagnosa Intervensi Rasional


Perubahan 1. Ajarkan klien untuk1. Keefektifan alat
persepsi/sensoris menggunakan dan merawat alat pendengaran tergantung
berhubungan pendengaran secara tepat pada
dengan obstruksi, tipegangguan/ketulian,
2. Instruksikan klien untuk
infeksidi telinga pemakaian serta
menggunakan teknik-teknik
tengah atau perawatannya yang tepat.
yang amandalam perawatan
kerusakan di syaraf
telinga (seperti: saat
2. Apabila penyebab pokok
pendengaran
membersihkan ketulian tidak progresif,
denganmenggunakan cutton makapendengaran yang
bud secara hati-hati, sementara tersisa sensitif terhadap
waktu hindariberenang ataupun trauma dan infeksisehingga
kejadian ISPA) sehingga dapat harus dilindungi.
mencegahterjadinya ketulian
3. Diagnosa dini terhadap
lebih jauh.
keadaan telinga atau
3. Observasi tanda-tanda awal terhadap masalah-masalah
kehilangan pendengaran yang pendengaran rusak secara
lanjut. permanen.

4. Instruksikan klien untuk


4. Penghentian terapi
menghabiskan seluruh dosis antibiotika sebelum
antibiotik yang diresepkan (baik waktunya
itu antibiotik sistemik maupun dapatmenyebabkan
lokal). organisme sisa resisten
sehingga infeksi
akanberlanjut.

Diagnosa Intervensi Rasional

1. Cemas 1. Berikan informasi kepada 1. Menunjukkan kepada klien


berhubuangan klien seputar kondisinya dan bahwa dia dapat
dengan nyeri yang gangguanyang dialami. berkomunikasi denganefektif
semakin memberat tanpa menggunakan alat
2. Diskusikan dengan klien
khusus, sehingga dapat
mengenai kemungkinan
mengurangirasa cemasnya.
kemajuan darifungsi
pendengarannya untuk
2. Harapan-harapan yang tidak
mempertahankan harapan realistik tidak dapat
kliendalam berkomunikasi. mengurangikecemasan, justru
malah menimbulkan ketidak
3. Berikan informasi mengenai
percayaan klienterhadap
kelompok yang juga
perawat.
pernahmengalami gangguan
seperti yang dialami klien
3. Memungkinkan klien untuk
untuk memberikandukungan memilih metode komunikasi
kepada klien. yangpaling tepat untuk
kehidupannya sehari-hari
4. Berikan informasi mengenai
disesuaikan dnegantingkat
sumber-sumber dan alat-lat
keterampilannya sehingga
yangtersedia yang dapat
dapat mengurangi rasa cemas
membantu klien.
danfrustasinya.

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Otitis Media Akut (OMA) merupakan suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan
karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah. Penyebab utama dari OMA adalah
tersumbatnyasaluran/tuba eustachius yang bisa disebabkan oleh proses peradangan akibatinfeksi
bakteri yang masuk ke dalam tuba eustachius tersebut, kejadian ISPA yangberulang pada anak juga
dapat menjadi faktor penyebab terjadinya OMA padaanak.

Stadium OMA dapat terbagi menjadi lima stadium, antara lain: StadiumHiperemi, Oklusi,
Supurasi, Koalesen, dan Stadium Resolusi. Dimana manifestasidari OMA juga tergantung pada letak
stadium yang dialami oleh klien. Terapi dari OMA juga berdasar pada stadium yang dialami klien.
Dari perjalanan penyakit OMA, dapat muncul beberapa masalah keperawatan yang dialami oleh
klien,antara lain: gangguan rasa nyaman (nyeri), perubahan sensori persepsipendengaran, gangguan
komunikasi, dan kecemasan.
https://www.scribd.com/doc/144836952/Perforasi-Membran-Timpani

https://www.scribd.com/doc/101530356/DISKUSI-Cedera-Membran-Timpani-THT-KL-UNSRI

Anda mungkin juga menyukai