KASUS
Seorang perempuan berusia 45 tahun masuk kerumah sakit di ruang THT dengan
keluhan nyeri pada telinga, keluar cairan putih pada telinga kanan disertai dengan
demam tinggi. Pasien mengatakan nyeri bertambah saat bergerak, nyeri dirasakan
seperti diremas-remas, nyeri telinga secara terus menerus dengan skala nyeri 7.
Pasien mengatakan mempunyai kebiasaan membersihkan telinga menggunakan
peniti setiap hari, ketika sakit pasien hanya memberikan obat tetes telinga. Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri telinga dan serumen kental serta terdapat
perforasi pada membrane timpani telinga kanan, tes rinne (-), weber : lateralisasi
kekanan, dan pada tes bisik pasien tidak dapat mendengarkan suara berfrekuensi
rendah. TTV dengan TD: 120/80 mmHg, nadi : 110x/menit, pernapasan : 20x/
menit, suhu 39ºC. Pasien memiliki riwayat batuk dan filek yang sering berulang
dan 3 hari yang lalu keluar cairan bening dari telinga kiri dengan konsestensi
kenyal dan tidak berbau.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
2. Konsep Penyakit
2.1. Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Infeksi saluran telinga
meliputi, infeksi saluran telinga luar (otitis eksternal), saluran telinga tengah
(otitis media), mastoid (mastoiditis) dan telinga bagian dalam (labyrinthis).
Otitis media, suatu inflamsi telinga tengah berhubungan dengan efusi telinga
tengah, yang merupakan penumpukan cairan ditelinga tengah. (Rahajoe,
2012)
Otitis media adalah inflamasi pada bagian telinga tengah. Otitis media
sebernanya adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak-anak di
bawah usia 5 tahun. (Ahmad Mufti, 2005).
2.2. Etiologi
Otitis media (OM) sering terjadi setelah infeksi saluran nafas atas oleh bakteri
atau virus yang menyebabkan peradangan di mukosa, gangguan drainase
telinga tengah dan menyebabkan penumpukan cairan steril. Bakteri atau virus
masuk ke telinga tengah melalui tuba eustachius, yang menyebabkan infeksi
telinga tengah. Kuman penyebab utama otitis media akut adalah bakteri
piogenik, seperti streptococcus hemolitikus, stapilococcus aureus,
diplococcus pneumokukus. Selain itu kadang ditemukan juga hemofilus
influens sering ditemukan pada anak yang berusia dibawah 5 tahun,
Escherichia colli, streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris dan
pseudomonas auregenos. (Efiaty, 2007)
2.3.Tanda Gejala
2.4. Patofisiologi
Otitis media terjadi akibat disfungsi tuba custasius. Tuba tersebut, yang
menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring, normalnya tertutup dan
datar yang mencegah organisme dari rongga faring memasuki telinga tengah.
Lubang tersebut memungkinkan terjadinya drainase sekret yang dihasilkan
oleh mukosa telinga tengah dan memungkinkan terjadinya keseimbangan
antar telinga tengah dan lingkungan luar. Drainase yang terganggu
menyebabkan retensi sekret di dalam telinga tengah. Udara tidak dapat keluar
melalui tuba yang tersumbat, sehingga diserap ke dalam sirkulasi yang
menyebabkan tekanan negatif di dalam telinga tengah. Jika tuba tersebut
terbuka, perbedaan tekanan ini menyebabkan bekteri masuk ke ruang telinga
tengah, tempat organisme cepat berproliferasi dan menembus mukosa. (Wong
et al, 2008). (Wong et al, 2008)
2.6. Komplikasi
Komplikasi menurut Sowden dan Cecily 2002 ialah :
2.6.1. Ruptur membran timpani dengan otorea
2.6.2. Tuli konduktif jangka pendek
2.6.3. Tuli permanen atau jangka panjang
2.6.4. Meningitis
2.6.5. Mastoiditis
1. Abses otak
2. Kolesteatoma yang didapat (sakus telinga tengah terisi epitel atau
kelainan).
2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMA pada prinsipnya memberikan terapi medikamentosa.
Pemberian terapi medikamentosa ini tergantung pada stadium penyakitnya.
2.7.1. Stadium oklusi
Pada stadium ini pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali
tuba Eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk
ini diberika obat tetes hidung. HCI efedrin 0,5% dalam larutan (<12 tahun)
atau HCI efedrin 1% dalam larutan fisiologis (untuk anak yang berumur di
atas 12 tahun dan pada orang dewasa). Disamping itu sumber infeksi harus
di obati. Antibiotika diberikan apabila penyebab infeksi adalah kuman,
bukan oleh virus atau alergi.
2.7.2. Stadium presupurasi
Pada stadium ini antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika perlu
diberikan. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya
dilakukan miringotomi. Antibiotika yang dianjurkan adalah dari golongan
penisilin atau ampisilin. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama
7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisilin.
Pada anak ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/BB/hari, dibagi
dalam 4 dosis, atau eritromisin 40mg/BB/hari.
2.7.3. Stadium supurasi/ perforasi
Disamping diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan
miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi
gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Pada
stadium ini bila terjadi perforasi sering terlihat adanya sekret berupa
purulen dan kadang terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi).
Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 selama 3-5 hari
serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi
dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.
2.7.4. Stadium resolusi
Jika terjadi resolusi maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Tetapi bila
tidak terjadi resolusi akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar
melalui perforasi membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena
berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian
antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah
pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi
mastoiditis. Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga
tengah lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media
supuratif subakut. Bila perforasi menetap dan sekret masih tetap keluar
lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan maka keadaan ini disebut
otitis media supuratif kronik (OMSK).
2.8. Pathway
Perubahan tekanan Gangguan tube eustachius
Udara tiba-tiba (alergi,
Infeksi, sumbatan) Pencegahan invasi kuman kuman
masuk ke
Sekret terganggu telinga
tengah
Tampon
Tumor
Resiko cidera
Efusi
tuntas/episode
berulang
Kurang nya Infeksi berlanjut dapat
informasi sampai ke telinga dalam
Pening/ vertigo
Keseimbangan tubuh
menurun
2.9.2. Istrirahat yang banyak. Tubuh membutuhkan istirahat agar bisa pulih dari
infeksi.
2.9.3. Cobalah manuver valsalva jika infeksi telinga tidak disertai rasa sakit.
Manuver valsalva dapat digunakan untuk membuka pembuluh eustachius
dan mengurangi rasa penuh yang mungkin terjadi ketika infeksi telinga.
Cara melakukannya adalah ambil napas dalam dan tutup mulut, lalu jepit
hidung kemudian, sementara menjepit, bersitkan hidung dengan pelan.
Jangan membersihkan terlalu keras atau gendang telinga akan rusak.
2.9.4. Teteskan mullein atau minyak bawang putih hangat ke dalam telinga.
Mullein dan bawang putih adalah antibiotik alami dan juga meringankan
sakit akibat infeksi telinga. Jika tidak ada minyak bawang putih, pasien
dapat membuat nya sendiri, pasien hanya perlu memasak 2 siung bawang
putih dalam dua sendok makan minyak moster atau minyak wijen sampai
berwarna kehitaman. Dinginkan minyaknya dan gunakan alat tetes mata
untuk memasukkannya 2-3 tetes minyak hangat (tidak boleh panas)
kedalam masing-masing telinga.
2.9.5. Cukupi hidrasi tubuh. Pasien harus minum lebih banyakk air, terutama jika
demam.
Di dalam kaidah ilmu tafsir, jika Allah dalam al-Quran menyebut beberapa
hal dengan urut, maka seperti urutan itu pula kejadian dan fakta yang
sesenggunhya terjadi. Dalam ayat di atas, Allah memberi indera manusia
pendengaran, penglihatan, dan akal fikiran, maka dapat dipastikan bahwa
berfungsinya pendengaran lebih dahulu dari pada penglihatan, apalagi
dengan akal fikiran. Sebutan hidup dan mati dalam al-Qur-an ada dua
bentuk urutan, di dalam QS. 6: 162, kata hidup lebih dahulu disebut dari
pada mati, karena yang dimaksud hidup dalam ayat itu adalah kehidupan
dunia ini, dan yang dimaksud mati adalah sesudahnya, sementara dalam
QS. 67: 2, kata mati disebut lebih dahulu dari pada kata hidup, karena yang
dimaksud mati adalah ketika manusia belum lahir ke dunia, yakni alam
arwah, dan yang dimaksud dengan hidup, adalah kehidupan dunia ini,
karena memang manusia menjalani dua kali mati dan dua kali hidup QS. 2:
28, dan QS. 40: 10-11.
BAB III
3.1. Pengkajian
A. Identitas
Nama : Ny. A
Umur : 45 Tahun
Alamat :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Status Perkawinan :-
Agama :-
Suku/Bangsa :-
Tanggal Masuk RS : -
Tanggal pengakajian : -
No. RM :-
B. Riwayat Kesehatan :
1. Keluhan Utama :
Pasien mengatakan memiliki riwayat batuk dan pilek yang sering berulang
dan 3 hari yang lalu keluar cairan bening dari telinga kiri dengan
konsistensi kenyal dan berbau
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum :
TD : 120/80mmHg
N : 110x/menit
RR : 20x/menit
S : 39ºC
2. Kulit
keadaan umum kulit klien normal, kulit tampak bersih, tidak ada lesi, turgor
normal, tidak ada kelainan pada kulit, warna kulit sawo matang.
Rambut tampak bersih, tidak terdapat benjolan pada kepala dan leher, tidak
adanya pembesaran kelenjar tiroid dan limfe.
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil mengecil saat ada
cahaya dan melebar saat tidak ada cahaya, tidak menggunakan alat bantu
penglihatan.
Tidak ada sumbatan pada hidung, tidak ada polip,tampak bersih tidak ada
kotoran.
Mukosa bibir lembab, tidak ada karies gigi, tidak ada gangguan menelan,
tidak adanya peradangan pada mulut.
Inspeksi: Simetris
Auskultasi: Vesikuler
Sirkulasi: Tidak sianosis
9. Abdomen
Inspeksi: Simetris,
Perkusi: Timpani
Tidak ada kelemahan kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah, mampu
melakukan mobilisasi, tidak terpasang infus.
2. Personal Hygiene
3. Nutrisi
4. Eliminasi
Di Rumah: Pasien mengatakan BAK 3x/ hari, BAB 1x/ hari pagi
5. Seksualitas
6. Psikososial
7. Spiritual
E. Data Fokus
G. Terapi Farmakologi
dengan yang
amoksisilina memiliki
mengndung alergi
amoksisilina berlebihan)
trihidrat dengan
setara komponen
dengan amoxicillin
amoksisilina 500 mg 100
anhidrat 500 tab pharos
mg. atau dengan
antibiotic
golongan
penicillin
lainnya
(ampisilin,
amoksiclav,
penisilin V,
penisilin G)
Asam Tiap tablet Anti Indikasi : 500mg, Oral
mefenamat salut salaput inflamasi dilanjutkan
Penderita
(analgetik) mengandung nonsteroid 4x250 mg
nyeri,
asam (disarnakan
mefanamat Kontra tidak
500 mg. indiaksi : melebihi 7
H. Analisa Data
3 DO: - Gangguan
penghantaran
serumen kental
bunyi pada organ
terdapat perforasi pada
pendengaran.
membrane timpani telinga
kanan,
Prioritas masalah :
1. Nyeri akut b.d . agen cedera biologis (proses peradangan pada telinga)
Intervensi Rasional
Lakukan pengkajian nyeri secara Untuk mempermudah intervensi
komprehensif termasuk lokasi, selanjutnya
karakteristik, durasi, frekuensi
Observasi reaksi nonverbal dari Untuk mengetahui tingkat skala
ketidaknyaman nyeri dan perubahannya
Intervensi Rasional
Ajarkan klien untuk menggunakan Untuk memberikan pengetahuan
dan merawat alat pendengaran klien untuk menggunakan dan
secara tepat mearawat alat pendengaran secara
tepat
Instruksikan klien untuk Untuk mengurangi cidera pada
menggunakan teknik-teknik yang telinga klien
aman. Sehingga dapat mencegah
terjadinya ketulian lebih jauh
Observasi tanda-tanda awal Untuk mengetahui tingkat
kehilangan pendengaran yang lanjut keparahan penyakit
BAB IV
EVIDENCE BASE PRACTICE
Abstrak
Latar belakang: Penyakit otitis media akut (OMA) masih merupakan masalah
kesehatan khususnya pada anak-anak. Penatalaksanaan OMA mendapat sejumlah
tantangan unik. Tujuan: untuk mengetahui penatalaksanaan yang tepat pada otitis
media akut. Tinjauan pustaka: Otitis media akut adalah peradangan akut telinga
tengah. Diagnosis OMA dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan yang
cermat menggunakan otoskop, otoskop pneumatik, timpanometri, dan
timpanosintesis. Pilihan penatalaksanaan OMA berupa observasi dengan
menghilangkan gejala (simtomatis) khususnya nyeri dengan analgetik, dan
antibiotik. Penggunaan antihistamin, dekongestan dan kortikosteroid sebagai
terapi tambahan pada OMA belum ada bukti yang mendukung tentang
manfaatnya. Bila perlu, dilakukan timpanosintesis dan/atau miringotomi.
Berkembangnya pengetahuan baru tentang patogenesis OMA, perubahan pola
resistensi, dan penggunaan vaksin baru memunculkan tantangan yang lebih lanjut
pada penatalaksanaan efektif pada OMA.Kesimpulan: Pemilihan terapi yang tepat
pada OMA tergantung pada umur pasien, kepastian diagnosis dan berat-ringannya
penyakit
DAFTAR PUSTAKA