Anda di halaman 1dari 23

BAB I

KASUS

1. Kasus : Otitis Media

Seorang perempuan berusia 45 tahun masuk kerumah sakit di ruang THT dengan
keluhan nyeri pada telinga, keluar cairan putih pada telinga kanan disertai dengan
demam tinggi. Pasien mengatakan nyeri bertambah saat bergerak, nyeri dirasakan
seperti diremas-remas, nyeri telinga secara terus menerus dengan skala nyeri 7.
Pasien mengatakan mempunyai kebiasaan membersihkan telinga menggunakan
peniti setiap hari, ketika sakit pasien hanya memberikan obat tetes telinga. Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri telinga dan serumen kental serta terdapat
perforasi pada membrane timpani telinga kanan, tes rinne (-), weber : lateralisasi
kekanan, dan pada tes bisik pasien tidak dapat mendengarkan suara berfrekuensi
rendah. TTV dengan TD: 120/80 mmHg, nadi : 110x/menit, pernapasan : 20x/
menit, suhu 39ºC. Pasien memiliki riwayat batuk dan filek yang sering berulang
dan 3 hari yang lalu keluar cairan bening dari telinga kiri dengan konsestensi
kenyal dan tidak berbau.
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

2. Konsep Penyakit
2.1. Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Infeksi saluran telinga
meliputi, infeksi saluran telinga luar (otitis eksternal), saluran telinga tengah
(otitis media), mastoid (mastoiditis) dan telinga bagian dalam (labyrinthis).
Otitis media, suatu inflamsi telinga tengah berhubungan dengan efusi telinga
tengah, yang merupakan penumpukan cairan ditelinga tengah. (Rahajoe,
2012)
Otitis media adalah inflamasi pada bagian telinga tengah. Otitis media
sebernanya adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak-anak di
bawah usia 5 tahun. (Ahmad Mufti, 2005).
2.2. Etiologi

Otitis media (OM) sering terjadi setelah infeksi saluran nafas atas oleh bakteri
atau virus yang menyebabkan peradangan di mukosa, gangguan drainase
telinga tengah dan menyebabkan penumpukan cairan steril. Bakteri atau virus
masuk ke telinga tengah melalui tuba eustachius, yang menyebabkan infeksi
telinga tengah. Kuman penyebab utama otitis media akut adalah bakteri
piogenik, seperti streptococcus hemolitikus, stapilococcus aureus,
diplococcus pneumokukus. Selain itu kadang ditemukan juga hemofilus
influens sering ditemukan pada anak yang berusia dibawah 5 tahun,
Escherichia colli, streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris dan
pseudomonas auregenos. (Efiaty, 2007)
2.3.Tanda Gejala

2.3.1.Otitis media akut


Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah, OMA dapat dibagi atas 5
stadium :
1. Stadium radang tuba Eustachii (salpingitis)
Stadium ini ditandai dengan adanya gambaran retraksi membran
timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah,
karena adanya absorbsi udara. Kadang-kadang membran timpani sendiri
tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi,
tetapi tidak dapat dideteksi. Dari penderita sendiri biasanya mengeluh
telinga terasa tersumbat (oklusi tuba), gemrebeg (tinnitus low
frequence), kurang dengar, seperti mendengar suara sendiri (otofoni)
dan kadang-kadang penderita merasa pengeng tapi belum ada rasa
otalgia.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar
dimembran timpani atau seluruh membran timpani. Mukosa cavum
timpani mulai tampak hiperemis atau oedem. Sekret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar
terlihat. Pada stadium ini penderita merasa otalgia karena kulit di
membran timpani tampak meregang.
3. Stadium supurasi
Oedem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial serta terbentuknya eksudat yang purulen di vacum timpani,
menyebabkan membran timpani menjadi menonjol (bulging) ke arah
telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pada anak-anak
sering disertai kejang dan anak menjadi rewel. Apabila tekanan eksudat
yang purulen di cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemik
akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta terjadi trombophlebitis pada
vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini oada
membran timpani terlihtan sebagai daerah yang lebih lembek dan
berwarna kekuningan, ditempat ini akan terjadi ruptur. Sehingga bila
tidak dilakukan incisi membran timpani (miringitomi) maka
kemungkinan besar maka membran timpani akan ruptur dan discharge
keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringitomu luka incisi
akan menutup kembali karena belum terjadi perforasi spontan dan
belum terjadi nekrosis pada pembuluh darah.
4. Stadium perforasi
Stadium ini terjadi apabila ruptur pada membran timpani yang bulging
pada saat stadium supurasi. Lubang tempat ruptur (perforasi) tidak
mudah menutup kembali.
5. Stadium resolusi
Membran timpani yang utuh, bila terjadi kesembuhan maka keadaan
membran timpani perlahan-lahan akan normal kembali. Sedangkan
pada membran timpani yang utuh tapi tidak terjadi kesembuhan, maka
akan berlanjut menjadi Glue Ear.pada keadaan ini sebaiknya dilakukan
incisi pada membran timpani (miringitomi) untuk mencegah terjadinya
perforasi spontan. Pada membran timpani yang mengalami perforasi,
bila terjadi kesembuhan dan menutup maka akan menjadi sikatrik, bila
terjadi kesembuhan dan tidak menutup maka akan terjadi Dry ear
(sekret berkurang dan akhirnya kering). Sedangkan bila tidak terjadi
kesembuhan maka akan berlanjut menjadi Otitis Media Supuratif
Kronik (OMSK), di mana sekret akan keluar terus-menerus atau hilang
timbul.
2.3.2.Otitis media subakut
Efusi 3 minggu – 3 bulan.
2.3.3.Otitis media kronik/ menetap
Efusi lebih dari 3 bulan.

2.4. Patofisiologi
Otitis media terjadi akibat disfungsi tuba custasius. Tuba tersebut, yang
menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring, normalnya tertutup dan
datar yang mencegah organisme dari rongga faring memasuki telinga tengah.
Lubang tersebut memungkinkan terjadinya drainase sekret yang dihasilkan
oleh mukosa telinga tengah dan memungkinkan terjadinya keseimbangan
antar telinga tengah dan lingkungan luar. Drainase yang terganggu
menyebabkan retensi sekret di dalam telinga tengah. Udara tidak dapat keluar
melalui tuba yang tersumbat, sehingga diserap ke dalam sirkulasi yang
menyebabkan tekanan negatif di dalam telinga tengah. Jika tuba tersebut
terbuka, perbedaan tekanan ini menyebabkan bekteri masuk ke ruang telinga
tengah, tempat organisme cepat berproliferasi dan menembus mukosa. (Wong
et al, 2008). (Wong et al, 2008)

2.5. Pemeriksaan Penunjang


2.5.1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
2.5.2. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran
timpani
2.5.3. Kultur dan uji sensitifitas : dilakukan bila dilakukan timpanosensitesis
(Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membran timpani).

2.6. Komplikasi
Komplikasi menurut Sowden dan Cecily 2002 ialah :
2.6.1. Ruptur membran timpani dengan otorea
2.6.2. Tuli konduktif jangka pendek
2.6.3. Tuli permanen atau jangka panjang
2.6.4. Meningitis
2.6.5. Mastoiditis
1. Abses otak
2. Kolesteatoma yang didapat (sakus telinga tengah terisi epitel atau
kelainan).

2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMA pada prinsipnya memberikan terapi medikamentosa.
Pemberian terapi medikamentosa ini tergantung pada stadium penyakitnya.
2.7.1. Stadium oklusi
Pada stadium ini pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali
tuba Eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk
ini diberika obat tetes hidung. HCI efedrin 0,5% dalam larutan (<12 tahun)
atau HCI efedrin 1% dalam larutan fisiologis (untuk anak yang berumur di
atas 12 tahun dan pada orang dewasa). Disamping itu sumber infeksi harus
di obati. Antibiotika diberikan apabila penyebab infeksi adalah kuman,
bukan oleh virus atau alergi.
2.7.2. Stadium presupurasi
Pada stadium ini antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika perlu
diberikan. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya
dilakukan miringotomi. Antibiotika yang dianjurkan adalah dari golongan
penisilin atau ampisilin. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama
7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisilin.
Pada anak ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/BB/hari, dibagi
dalam 4 dosis, atau eritromisin 40mg/BB/hari.
2.7.3. Stadium supurasi/ perforasi
Disamping diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan
miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi
gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Pada
stadium ini bila terjadi perforasi sering terlihat adanya sekret berupa
purulen dan kadang terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi).
Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 selama 3-5 hari
serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi
dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.
2.7.4. Stadium resolusi
Jika terjadi resolusi maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Tetapi bila
tidak terjadi resolusi akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar
melalui perforasi membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena
berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian
antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah
pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi
mastoiditis. Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga
tengah lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media
supuratif subakut. Bila perforasi menetap dan sekret masih tetap keluar
lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan maka keadaan ini disebut
otitis media supuratif kronik (OMSK).

2.8. Pathway
Perubahan tekanan Gangguan tube eustachius
Udara tiba-tiba (alergi,
Infeksi, sumbatan) Pencegahan invasi kuman kuman
masuk ke
 Sekret terganggu telinga
tengah
 Tampon
 Tumor

Terjadi erosi pada Peradangan Tekanan


udara negative
kanalis semisirkularis di telinga
tengah

Resiko cidera
Efusi

Tindakan mastoidektomi Meningkatkan produksi Retraksi


membran
cairan seorsa timpani

Nyeri akut Akumulasi cairan


Ansietas mukosa serosa
Resiko infeksi

Ruptur membran Hantaran udara


yang
timpani karena diterima menurun
desakan
Gangguan persepsi
Sekret keluar sensori
dan berbau tidak
sedap (otorrhoe)
Resiko infeksi
Gangguan citra

Pengobatan tidak tubuh

tuntas/episode

berulang
Kurang nya Infeksi berlanjut dapat
informasi sampai ke telinga dalam

Defisiansi Terjadi erosi pada kanalis


pengetahuan semisirkularis

 Pening/ vertigo
 Keseimbangan tubuh
menurun

Resiko cidera/ trauma

2.9. Terapi Komplementer

2.9.1. Gunakan kompres hangat. Kompres hangat akan membantu mengurangi


rasa sakit akibat infeksi di telinga.

2.9.2. Istrirahat yang banyak. Tubuh membutuhkan istirahat agar bisa pulih dari
infeksi.

2.9.3. Cobalah manuver valsalva jika infeksi telinga tidak disertai rasa sakit.
Manuver valsalva dapat digunakan untuk membuka pembuluh eustachius
dan mengurangi rasa penuh yang mungkin terjadi ketika infeksi telinga.
Cara melakukannya adalah ambil napas dalam dan tutup mulut, lalu jepit
hidung kemudian, sementara menjepit, bersitkan hidung dengan pelan.
Jangan membersihkan terlalu keras atau gendang telinga akan rusak.

2.9.4. Teteskan mullein atau minyak bawang putih hangat ke dalam telinga.
Mullein dan bawang putih adalah antibiotik alami dan juga meringankan
sakit akibat infeksi telinga. Jika tidak ada minyak bawang putih, pasien
dapat membuat nya sendiri, pasien hanya perlu memasak 2 siung bawang
putih dalam dua sendok makan minyak moster atau minyak wijen sampai
berwarna kehitaman. Dinginkan minyaknya dan gunakan alat tetes mata
untuk memasukkannya 2-3 tetes minyak hangat (tidak boleh panas)
kedalam masing-masing telinga.
2.9.5. Cukupi hidrasi tubuh. Pasien harus minum lebih banyakk air, terutama jika
demam.

2.10. Kajian Islam

Di dalam kaidah ilmu tafsir, jika Allah dalam al-Quran menyebut beberapa
hal dengan urut, maka seperti urutan itu pula kejadian dan fakta yang
sesenggunhya terjadi. Dalam ayat di atas, Allah memberi indera manusia
pendengaran, penglihatan, dan akal fikiran, maka dapat dipastikan bahwa
berfungsinya pendengaran lebih dahulu dari pada penglihatan, apalagi
dengan akal fikiran. Sebutan hidup dan mati dalam al-Qur-an ada dua
bentuk urutan, di dalam QS. 6: 162, kata hidup lebih dahulu disebut dari
pada mati, karena yang dimaksud hidup dalam ayat itu adalah kehidupan
dunia ini, dan yang dimaksud mati adalah sesudahnya, sementara dalam
QS. 67: 2, kata mati disebut lebih dahulu dari pada kata hidup, karena yang
dimaksud mati adalah ketika manusia belum lahir ke dunia, yakni alam
arwah, dan yang dimaksud dengan hidup, adalah kehidupan dunia ini,
karena memang manusia menjalani dua kali mati dan dua kali hidup QS. 2:
28, dan QS. 40: 10-11.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA

3.1. Pengkajian

A. Identitas

Nama : Ny. A

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 45 Tahun

Alamat :-

Pendidikan :-

Pekerjaan :-

Status Perkawinan :-

Agama :-

Suku/Bangsa :-

Tanggal Masuk RS : -

Tanggal pengakajian : -

Diagnosa Medis : Otitis Media

No. RM :-

B. Riwayat Kesehatan :

1. Keluhan Utama :

Pasien mengeluh nyeri pada telinga

2. Riwayat Kesehatan sekarang :

Seorang perempuan berusia 45 tahun masuk kerumah sakit di ruang THT


dengan keluhan nyeri pada telinga, keluar cairan putih pada telinga kanan
disertai dengan demam tinggi.
Pasien mengatakan nyeri bertambah saat bergerak, nyeri dirasakan seperti
diremas-remas, nyeri telinga secara terus menerus dengan skala nyeri 7.
Pasien mengatakan mempunyai kebiasaan membersihkan telinga
menggunakan peniti setiap hari, ketika sakit pasien hanya memberikan obat
tetes telinga. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan nyeri telinga dan serumen
kental serta terdapat perforasi pada membrane timpani telinga kanan, tes
rinne (-), weber : lateralisasi kekanan, dan pada tes bisik pasien tidak dapat
mendengarkan suara berfrekuensi rendah. TTV dengan TD: 120/80 mmHg,
nadi : 110x/menit, pernapasan : 20x/ menit, suhu 39ºC. Pasien memiliki
riwayat batuk dan filek yang sering berulang dan 3 hari yang lalu keluar
cairan bening dari telinga kiri dengan konsestensi kenyal dan tidak berbau.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu :

Pasien mengatakan memiliki riwayat batuk dan pilek yang sering berulang
dan 3 hari yang lalu keluar cairan bening dari telinga kiri dengan
konsistensi kenyal dan berbau

4. Riwayat Kesehatan Keluarga :

Pasien mengatakan tidak ada keluarganya yang memiliki riwayat sakit


seperti sekarang.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum :

Keadaan Umum : Lemah


Tingkat Kesadaran : Composmentis
TTV :

TD : 120/80mmHg
N : 110x/menit
RR : 20x/menit
S : 39ºC
2. Kulit
keadaan umum kulit klien normal, kulit tampak bersih, tidak ada lesi, turgor
normal, tidak ada kelainan pada kulit, warna kulit sawo matang.

3. Kepala dan Leher

Rambut tampak bersih, tidak terdapat benjolan pada kepala dan leher, tidak
adanya pembesaran kelenjar tiroid dan limfe.

4. Penglihatan dan Mata

Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil mengecil saat ada
cahaya dan melebar saat tidak ada cahaya, tidak menggunakan alat bantu
penglihatan.

5. Penciuman dan Hidung

Tidak ada sumbatan pada hidung, tidak ada polip,tampak bersih tidak ada
kotoran.

6. Pendengaran dan Telinga

Terdapat cairan berwarna putih kental, bentuk simetris, terdapat perforasi


pada membrane timpani telinga kanan, tes rinne (-), tes weber: lateralisasi
kekanan, dan pada tes bisik, pasien tidak dapat mendengarkan suara
berfrekuensi rendah.

7. Mulut dan Gigi

Mukosa bibir lembab, tidak ada karies gigi, tidak ada gangguan menelan,
tidak adanya peradangan pada mulut.

8. Dada, Pernafasan dan Sirkulasi

Inspeksi: Simetris

Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan

Perkusi: Normal, tidak ada penumpukan cairan atau secret

Auskultasi: Vesikuler
Sirkulasi: Tidak sianosis

9. Abdomen

Inspeksi: Simetris,

Auskultasi: Bising usus normal,

Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan

Perkusi: Timpani

10. Genetelia dan Reproduksi

Tidak terpasang kateter, tidak ada kelainan pada organ reproduksi.

11. Ekstremitas Atas dan Bawah

Tidak ada kelemahan kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah, mampu
melakukan mobilisasi, tidak terpasang infus.

D. Kebutuhan Fisik, Psikologi, Sosial, dan Spiritual

1. Aktivitas dan Istirahat

Di Rumah: Pasien mengatakan aktivitasnya dilakukan sendiri dan


istirahatnya teratur

Di RS : Pasien mengatakan aktivitasnya dibantu oleh keluarga karena


pasien merasa nyeri dan istirahatnya menjadi tidak teratur.

2. Personal Hygiene

Di Rumah: Pasien mengatakan melakukan gosok gigi, mandi sebanyak 2x


sehari secara mandiri.

Di RS : Pasien mengatakan untuk seka dan gosok gigi dibantu oleh


keluarga.

3. Nutrisi

Di Rumah: Pasien mengatakan makan 3 x/ hari dan minum 8 gelas/ hari.


Di RS : Pasien mengatakan makan 3 x/ hari dan minum 8 gelas/ hari.

4. Eliminasi

Di Rumah: Pasien mengatakan BAK 3x/ hari, BAB 1x/ hari pagi

Di RS : Pasien mengatakan BAK 3x/ hari, BAB 1x/ hari pagi

5. Seksualitas

Tidak ada keluhan seksualitas

6. Psikososial

Hubungan pasien dengan orang dan keluarga baik-baik saja

7. Spiritual

Di Rumah: Pasien mengatakan melakukan sholat 5 waktu

Di RS : Pasien mengatakan melakukan sholat 5 waktu dengan cara


berbaring

E. Data Fokus

Data Subjektif - Klien mengeluh nyeri pada telinga,


keluar cairan putih pada telinga kanan
disertai dengan demam.

- Klien mengeluh nyeri bertambbah saat


bergerak, nyeri dirasakan seperti
diremas-remas, nyeri telinga secara
terus-menerus dengan skala nyeri 7.

- Klien mempunyai kebiasaan


memberihkan telinga menggunakan
peniti setiap hari.
Data Objektif - Terdapat perforasi pada membrane
timpani telinga kanan

- Pasien tidak dapat mendengarkan suara


berfrekuensi rendah.

- TTV, Suhu : 39ºC


F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan tes rinne (-)

2. Tes Weber : lateralisasi kekanan

3. Spisemen cairan : berwarna putih kental.

G. Terapi Farmakologi

Nama Obat Komposisi Golongan Indaksi/kontr Dosis Cara


Obat aindikasi Pemberian
Amoxcicillin Tiap sendok Penisilin Indikasi : 250-500 Oral
(antibiotik) the (5ml) mg,3xsehari
Infeksi pada
suspense , selama 10-
saluran
mengandung 14 hari.
pernapasan,
amoksisilina
saluran
anhidrat 125
kemih dan
mg.
telinga
Tiap kaspsul
Kontraindiak
mengandung
si :
amoksisilina
thidrat setara Pada individu

dengan yang

amoksisilina memiliki

anhidrat 250 reaksi

mg. Tiap hipersensitivi

kaptab tas (reaksi

mengndung alergi

amoksisilina berlebihan)

trihidrat dengan
setara komponen
dengan amoxicillin
amoksisilina 500 mg 100
anhidrat 500 tab pharos
mg. atau dengan
antibiotic
golongan
penicillin
lainnya
(ampisilin,
amoksiclav,
penisilin V,
penisilin G)
Asam Tiap tablet Anti Indikasi : 500mg, Oral
mefenamat salut salaput inflamasi dilanjutkan
Penderita
(analgetik) mengandung nonsteroid 4x250 mg
nyeri,
asam (disarnakan
mefanamat Kontra tidak
500 mg. indiaksi : melebihi 7

Ibu hamil, hari)


penderita
gangguan
hati dan
ginjal
Methylpredni Tiap tablet kortikoster Indakasi : 4-48 Oral
solon methylpredn oid mg/hari
Peradangan,
(antiradang) isolon 4
Alergi parah,
mengandung
asma,
metilprednis
arthritis.
olon 4 mg
Kontra
indikasi :
Alergi
terhadap obat
penderita
TBC, DM,
Varisela, dan
Osteoporosis.

H. Analisa Data

NO Data Fokus Problem Etiologi


1. DS : Nyeri Akut Agen cedera
biologis (Proses
Pasien mengatakan nyeri
peradangan pada
telinga
telinga).
P: nyeri bertambah saat
bergerak
Q: nyeri dirasakan seperti
diremas-remas
R: nyeri pada telinga
kanan
S: Skala nyeri 7
T: nyeri terus menerus
DO:
Terdapat perforasi pada
membrane timpani telinga
kanan,

Adanya nyeri pada telinga


2 DO : Gangguan Gangguan
persepsi sensori pengantaran
Pasien mengatakan
auditoris bunyi pada organ
mempunyai kebiasaan
pendengaran
membersihkan telinga
menggunakan peniti
setiap hari, ketika sakit
pasien hanya memberikan
tetes telinga
Tiga hari yang lalu keluar
cairan bening dari telinga
kiri dengan konsistensi
kenyal dan tidak bau.

DO: keluar cairan


berwarna putih kental
ditelinga.

Adanya eksudat di dalam


saluran eusthasius

3 DO: - Gangguan
penghantaran
serumen kental
bunyi pada organ
terdapat perforasi pada
pendengaran.
membrane timpani telinga
kanan,

tes rinne (-),


tes weber : lateralisasi
kekanan, dan pada tes
bisik, pasien tidak dapat
mendengarkan suara
berfrekuensi rendah.
3.2. Prioritas Diagnosa Keperawatan

Prioritas masalah :

1. Nyeri akut b.d . agen cedera biologis (proses peradangan pada telinga)

2. Gangguan persepsi sensori auditoris b.d gangguan pengantaran bunyi


pada organ pendengaran.

3. Resiko Infeksi dengan faktor resiko : kurang pengetahuan untuk


menghindari pemajanan patogen

3.3. Perencanaan Keperawatan

3.3.1. Nyeri akut b.d proses peradangan sius pada telinga

Setelah melakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


klien :
- Mampu mengontrol nyeri
- Nyeri turun sampai skala ringan
- Menyatakan rasa nyaman

Intervensi Rasional
Lakukan pengkajian nyeri secara Untuk mempermudah intervensi
komprehensif termasuk lokasi, selanjutnya
karakteristik, durasi, frekuensi
Observasi reaksi nonverbal dari Untuk mengetahui tingkat skala
ketidaknyaman nyeri dan perubahannya

Gunakan komunikasi terapeutik Agar pasien merasa percaya serta


nyaman terhadap perawat
Ajarkan tentang teknik non Membantu klien untuk menurunkan
farmakologi nyeri dan meningkatkan
kenyamanan
Kolaborasi dengan dokter jika ada Menurunkan nyeri dan
keluhan dan tindakan nyeri tidak meningkatkan kenyamanan
berhasil
3.3.2. Gangguan persepsi sensori auditoris b.d gangguan pengantaran bunyi pada
organ pendengaran
Setelah melakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
Persepsi sensory pendengaran pasien baik, dengan kriteria hasil : Klien
akan mengalami peningkatan persepsi/sensoris pendengaran sampai pada
tingkat fungsional

Intervensi Rasional
Ajarkan klien untuk menggunakan Untuk memberikan pengetahuan
dan merawat alat pendengaran klien untuk menggunakan dan
secara tepat mearawat alat pendengaran secara
tepat
Instruksikan klien untuk Untuk mengurangi cidera pada
menggunakan teknik-teknik yang telinga klien
aman. Sehingga dapat mencegah
terjadinya ketulian lebih jauh
Observasi tanda-tanda awal Untuk mengetahui tingkat
kehilangan pendengaran yang lanjut keparahan penyakit

3.3.3. Resiko Infeksi dengan faktor resiko : kurang pengetahuan untuk


menghindari pemajanan patogen
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pasien dapat terhindar dari resiko infeksi, dengan kriteria hasil :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
- menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cidera berulang

- menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka


Intervensi Rasional
Monitor tanda dan gejala infeksi Untuk mengetahui apakah ada tanda
sistemik dan local tanda infeksi
Monitor kerentanan terhadap Mengidentifikasi dini infeksi dan
infeksi mencegah infeksi berlanjut
Instruksikan pasien untuk minum Pemberian antibiotik diharapkan
antibiotik sesuai resep penyebaran infeksi tidak terjadi
Ajarkan cara menghindari infeksi Pengetahuan yang luas memperkecil
adanya infeksi

BAB IV
EVIDENCE BASE PRACTICE

Penatalaksanaan Otitis Media Akut


Jacky Munilson, Yan Edward,
Yolazenia
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher ( THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang

Abstrak
Latar belakang: Penyakit otitis media akut (OMA) masih merupakan masalah
kesehatan khususnya pada anak-anak. Penatalaksanaan OMA mendapat sejumlah
tantangan unik. Tujuan: untuk mengetahui penatalaksanaan yang tepat pada otitis
media akut. Tinjauan pustaka: Otitis media akut adalah peradangan akut telinga
tengah. Diagnosis OMA dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan yang
cermat menggunakan otoskop, otoskop pneumatik, timpanometri, dan
timpanosintesis. Pilihan penatalaksanaan OMA berupa observasi dengan
menghilangkan gejala (simtomatis) khususnya nyeri dengan analgetik, dan
antibiotik. Penggunaan antihistamin, dekongestan dan kortikosteroid sebagai
terapi tambahan pada OMA belum ada bukti yang mendukung tentang
manfaatnya. Bila perlu, dilakukan timpanosintesis dan/atau miringotomi.
Berkembangnya pengetahuan baru tentang patogenesis OMA, perubahan pola
resistensi, dan penggunaan vaksin baru memunculkan tantangan yang lebih lanjut
pada penatalaksanaan efektif pada OMA.Kesimpulan: Pemilihan terapi yang tepat
pada OMA tergantung pada umur pasien, kepastian diagnosis dan berat-ringannya
penyakit
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. H. & Shigemi kamitsuru.2015-2017.Diagnosis


Keperawatan.Jakarta:EGC.

Nurarif, A.H., dkk.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc.Yogyakarta:Mediaction.

Arsyad, ES, & Iskandar,N.2004.Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung


Tenggorokan. Jakarta:FKUI.

Muscari, ME.2005.Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik.Jakarta:EGC.

Schwartz, M.2004.Pedoman Klinis Pediatri.Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai