Makalah Forensik
Makalah Forensik
PENDAHULUAN
Bertitik tolak pada pengalaman kasus tenggelamnya kapal Tampomas, kasus Tanjung
Priok maka bisa merupakan acuan bagaimana pelaksanaan identifikasi korban selama ini,
sehingga dari kekurangan dan kelemahan-kelemahan dalam penanganan bencana tersbut
dapat diantisipasi perbaikan-perbaikan yang perlu dimasa mendatang. Identifikasi korban
bencana massal merupakan NO MAN ISLAND (daerah tak bertuan) yang perlu tatanan serta
memerlukan dana, sarana, dan prasarana yang cukup mahal, sehingga sampai saat ini belum
ada satu instansi yang mau menangani dengan serius dan benar.
Dari pengalaman berupa bencana-becana massal ini ternyata dokter gigi memiliki
peranan yang cukup penting dalam proses identifikasi ini. Sampai saat ini belum ada
kesepakatan diantara dokter-dokter gigi Indonesia (PDGI) mengenai formulir apa yang
digunakan, kriteria-kriteria penulisan odontogram, sistem penulisan dan lain-lain.
Dalam makalah ini akan dibahas penatalaksanaan Identifikasi korban bencana massal yang
mati.
Identifikasi penting sekai karena akan menetukan secara hukum masih hidup atau
sudah matinya seseoranag. Hal ini merupakan salah satu wujud dari hak azazi manusia ,
sebab identifikasi pada akhirnya berkaitan dengan bidang santunan, warisan, asuransi jiwa
pensiun, kemungkinan untuk menikah lagi bagi pasangan yang ditinggalkan, serta
perwujudan penghormatan terhadap orang yang mati yaitu: mengenal, merawat, mendo’akan,
mengubburkan sesuai dengan agama/keyakinan, adat istiadat, dan menyeahkan kepada
keluarganya.
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. FORENSIK
Secara umum ilmu forensik dapat diartikan sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu
pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan peradilan.
Odontologi Forensik didasarkan atas gigi, perbaikan gigi (dental restoration), dental protese
(penggantian gigi yang rusak), struktur rongga rahang atas “sinus maxillaris”, rahang,
struktur tulang palatal (langit-langit keras di atas lidah), pola dari tulang trabekula, pola
penumpukan krak gigi, tengkuk, keriput pada bibir, bentuk anatomi dari keseluruhan mulut
dan penampilan morfologi muka adalah stabil atau konstan pada setiap individu
Peran dokter gigi sangat besar sekali dalam identifikasi baik untuk korban yang tidak
dikenal maupun yang bisa dikenali. Untuk korrban yang bisa dikenali secara visual
bagaimanakah sebenarnya peran dokter gigi. Misalnya ada kejahatan yang meninggalkan
bekas gigitan maka dituntut untuk bisa membantu mengungkapkan pelaku baik itu karena
gigitan manusia atau bukan.
Pada kasus-kasus korban sulit dikenali peran dokter gigi sangat nyata. Misalnya pada
kasus bom Bali sampai minggu ketiga sudah teridentifikasi 120 jenazah dari 184 korban yang
mayoritas (80%) teridentifikasi melalui data gigi yang lengkap. Mereka diantaranya dari
Swedia lima korban, Denmark tiga korban, Australia 40 korban, Jerman empat korban,
Amerika empat korban, Inggris sepuluh korban, Belanda satu korban, Perancis dua korban,
dan Jepang dua korban.
3
Meskipun sebagai sarana identifikasi yang penting gigi juga memiliki kelemahan.
Misalnya mayoritas masyarakat Indonesia jarang berobat ke dokter gigi. Dokter gigi pun
belum tentu melakukan pencatatan data gigi bahkan penyimpanan yanag tertata baik.
Akibatanya, ketika diperlukan sebagai data pembanding jika terjadi sesuatu musibah, tidak
dapat diperoleh data gigi yang tepat.
Salah satu contoh adalah pada kasus kecelakaan pesawat terbang Silk Air di perairan
Sungai Musi Palembang pada tanggal 19 Desember 1997 dimana dalam waktu lima hari data
ante mortem medis dan gigi hampir seluruh penumpang dapat diperoleh dan diolah,
sedangkan dari 23 penumpang Indonesia hanya satu data gigi penumpang yang dikirim oleh
seorang dokter gigi dari Jakarta
Yang dimaksud dengan identifkasi ilmu kedokteran gigi forensik adalah semua
aplikasi dari disiplin ilmu kedokteran gigi yang terkait dalam suatu penyidikan dalam
memperoleh data-data postmortem, berguna untuk menentukan otentitas dan identitas korban
maupun pelaku demi kepentingan hukum dalam suatu proses peradilan dan menegakkan
kebenaran.
Ada beberapa jenis identifikasi melalui gigi – geligi dan rongga mulut yang dapat
dilakukan dalam terapan semua disiplin ilmu kedokteran gigi yang terkait pada penyidikan
demi kepentingan umum dan peradilan serta dalam membuat surat keterangan ahli.
Identifikasi ilmu kedokteran gigi forensik terdapat beberapa macam antara lain :
1. Identifikasi ras korban maupun pelaku dari gigi geligi dan antropologi ragawi
2. Identifikasi sex atau jenis kelamin korban melalui gigi-geligi dan tulang rahang serta
antrolopogi ragawi
3. Identifikasi umur korban (janin) melalui benih gigi
4. Identifikasi umur korban melalui gigi sementara
5. Identifikasi umur korban melalui gigi campuran
6. Identifikasi umur korban melalui gigi tetap
7. Identifikasi korban melaluikebiasaan menggunakan gigi
8. Identifikasi korban dari pekerjaan menggunakan gigi
9. Identifikasi golongan darah korban melalui pulpa gigi
10. Identifikasi golongan darah korban melalui air liur
11. Identifikasi DNA korban dari analisa air liur dan jaringan dari sel dalam rongga mulut
4
12. Identifikasi korban melalui gigi palsu yang dipakainya
13. Identifikasi wajah korban dari rekontruksi tulang rahang dan tulang facial
14. Identifikasi wajah korban
15. Identifikasi korban melalui pola gigitan pelaku
16. Identifikasi korban melalui eksklusi pada korban massal
17. Radiologi ilmu kedokteran gigi forensik
18. Fotografi ilmu kedokteran gigi forensik
19. Victim Identification Form
1. Dokumen yang terdapat pada busana korban berupa : KTP, SIM, kredit card, kartu
sekolah, kartu mahasiswa, kartu karyawan, dan Name Tag dari instansi korban.
Adakalanya mayat tanpa sepucuk surat identifikasi pun pada tubuhnya, sehingga perlu
dilakukan identifikasi terhadap mayat tersebut.
2. Pakaian atau busana
3. Perhiasan yang biasanya dapat diidentifikasi adalah bentuk perhiasan tersebut, terbuat
dari apa perhiasan tersebut, inkripsi, dan merek perhiasan tersebut
4. Tubuh korban sendiri
Ciri-ciri umum :
Tinggi/berat badan
Jenis Kelamin
Umur
Warna Kulit
Rambut, kepala, kumis, jenggot
Mata, hidung, mulut, gigi-geligi, dsb
Ciri-ciri khusus :
Tahi lalat
Tompel
Bekas hamil, dsb
Ciri-ciri tambahan :
5
Tindik
Rajah
Cacat :
Sumbing
Patah tulang, dsb
5. Urutan identifikasi umum pada tubuh mayat
o HEAD
o TORSO
o RIGHT UPPER ARM
o RIGHT FOREARM
o RIGHT HAND
o LEFT UPPERARM
o LEFT FOREARM
o LEFT HAND
o RIGHT UPPER LEG
o RIGHT LOWER LEG
o RIGHT FOOT
o LEFT UPPER LEG
o LEFT LOWER LEG
o LEFT FOOT
Ras didunia ini dahulu kala terdapat 3 ras besar yaitu ras caucasoid, mongoloid, dan
ras negroid. Kini oleh karena dahulu kala terjadinya peperangan antar negara (perang dunia I
dan perang dunia II) disertai dengan jaman penjajahan dari ras caucasoid maupun ras
mongoloid serta ras negroid maka terjadilah kawin campur akibatnya terdapat ras khusus dan
ras australoid yaitu ras amborigin dan ras-ras kecil dikepulauan pasifik.
6
Ras-ras tersebut mempunyai ciri-ciri sendiri yang dapat digunakan sebagai sarana
identifikasi.
Menurut Hoebel bahwa ciri-ciri ras yang berbeda tersebut disebabkan karena sebagai
berikut :
7
Yang termasuk dalam ras ini adalah : suku amborigin dan suku-suku dikepulauan
kecil pacifik
5. Ras khusus
a. Bushman
Suku ini bermukim dinegara Spanyol
b. Vedoid
Yang termasuk suku ini bermukim di Afrika Tengah
c. Polynesian
Yang termasuk suku ini bermukim dipulau-pulau kecil di lautan Himdia dan
dilautan Afrika.
A. Identifikasijeniskelaminmelaluigigi-geligi
Identifikasi jenis kelamin melalui gigi-geli gimenurut Cotton (1982) antara pria dan wanita
dapat di buat table sebagai berikut:
8
Selain dengan pemeriksaan internal dan eksternal,perbedaaan pria dan wanita
dapat dilihat daritulang-tulang yang ada.salah satu tulang yang dapat diidentifikasi
untuk membedakan jenis kelamin tersebut adalah tulang rahang(Camerondan
Sims,1974)
9
Identifikasi jenis kelamin melalui tulang Menton pria atau tulang dagu pria
yang di maksut lebih ke anterior dan lebih besar.
f. Identifikasi jenis kelamin melalui Pars Basalis Mandibula
Pada pria parsbasalis mandibular lebih panjang dibandingkan dengan
wanita dalam bidang horizontal.
g. Identifikasi jenis kelamin melalui Processus Coronoideus
Tinggi prosessus Coronoideus pada pria lebih tinggi dibandingkan dengan
wanita dalam bidang vertical.
h. Identifikasi jenis kelamin melalui table tulang Menton
Tulang menton pria dalam ukuran pabio lebih tebal dibanding kandenagn
wanita,hal ini kemungkinan masa pertumbuhan dan perkembangan
rahangp rialebih lama dibandingkan dengan wanita
Ukuran ini sanganlah relative tergantung dari ras,subras dan hannya
dibandingkan sesame etnik-etniksaja.
i. Identifikasi jenis kelamin melalui lebar dan tebal Prosessus Condyloideus
Bentuk prosessus condyloideus bermacam-macam,baik pria
maupunwanita. Tetapi mempunyai tebal dan lebar yang sama
Pada pria ukuran diameter prosessusnya lebih besar di banding kandenagn
wanita, hal ini karena ukuran anterior posterior dan Latero medio lebih
besar di bandingkan dengan wanita
10
TulangOrbita Segiempatdengantepibulat Bundardengantepitajam
Tulangubun-ubun Landaisedikitbulatkecil Bentuk vertical
Tulang pip Teballengkungkelateral Halus,cekungkecil
Identifikasi jenis kelamin melalui antropologi ragawi akan sangat akurat aoa
bila mayat korban telah menjadi tengkorak.dalam hal ini korban ditemukant elah
lama dari peristiwa kejadian (bertahun-tahun) pada identifikasi bongkar kubur
,sama halnya identifikasi jenis kelamin dengan tulang rahang dengan kata lain
tidak terdapat jaringan ikat pada tulang tersebut
Akan tetapi, identifikasi jenis kelamin melalui gigi-geligi dapat dilakukan
berbagai kondis
Identifikasi umur dari benih gigi haruslah melalui janin, menurut Perdanakusuma
(1984), terdapat beberapa kemungkinan usia janin yaitu:
1. Dalam arti janin pada umurnya, yakni sejak berusia dua, tiga atau empat minggu
sampai dengan 40 minggu.
2. Dalam arti embrio murni, yaitu sejak pembuahan sampai dengan akhir minggu ke-8
usia janin.
3. Dalam arti embrio lanjutan, yaitu sejak janin berusia 9 minggu sampai mendekati 16
minggu.
4. Dalam arti fetus murni, yaitu saat janin mulai berusia 16 minggu.
11
Pada akhir bulan ke-4 panjang ubun ubun sampai pantat kira kira 10 cm,
wajah melebar.
Akhir bulan ke-5 panjang ubub ubun kira kira 13 cm, panjang janin sekitar
22,8 cm, berat janin kurang dari 500 gram.
Pada bulan ke-6, ukuran janin sekitar 25-27,5 cm.
Pada bulan ke-7 ukuran janin sekitar 35 cm, pusta penulangan terlihat pada
tulang talus, kelopak mata tidak lagi berlekatan.
Pada bulan ke-8 ukuran janin sekitar 40 cm, bagian paling akhir dari tulang
sacrum telah menunjukan adanya pusat penulangan, bulu bulu pada seluruh
tubuh, vulva telah terbuka, kuku telah muncul.
Pada bulan ke-9 kepala mempunyai lingkaran yang terbesar dari semua bagian
tubuh, ukuran janin kira kira 50 cm, berat janin 3000-3500 gram.
1. Periode proliferasi.
Periode ini terjadi kira kira 6 minggu sebelum lahir, untuk gigi susu sampai
dengan 3 atau 4 bulan.
2. Periode formasi benih gigi
Dimulai dari puncak cusp dan insisal edge.formasi ini terus berkembang sesuai
dengan periode proliferasi kea rah cervical, ke arah akar, berakhir di foramen
periapikal.
3. Periode klasifikasi
Mula mula terlihat pada pembentukan crypt terus berlanjut hingga periode erupsi
berakhir pada gigi desidui.
Teknik roentgen foto harus dilakukan demi memperoleh roentgenogram rahang janin
( fetus ) yaitu dengan proyeksi true oclusal proyeksi dengan menggunakan film
oclusal tetapi kekuatan sinarnya separuh dari kekuatan sinar dalam memproyeksi gigi
sementara atau balita.
12
5. IDENTIFIKASI UMUR KORBAN MELALUI GIGI SEMENTARA (DECIDUI)
Identifikasi umur korban melalui gigi sementara , dengan interpretasi roentgenogram yang
berdasarkan atas periode-periode pertumbuhan gigi antara lain periode proliferasi, periode
kalsifikasi, periode formasi, dan periode erupsi gigi.
a. Periode erupsi
Pada identifikasi perkiraan umur seseorang yang berdasarkan periode-periode
pertumbuhan gigi hendaknya mengingat beberapa faktor penunjang berikut ini:
1. Nolla tahun 1958, telah membagi periode-periode pertumbuhan gigi menjadi
sepuluh stadium, stadium-stadium ini dibuat berdasarkan pengamatan mula-mula
terbentuknya benih gigi sampai dengan penutupan foramen apical gigi.
2. Schour dan Massler tahun 1941, telah membuat diagram gambar perkiraan usia
waktu erupsi gigi – geligi yang berdasarkan terjadinya proses klasifikasi gigi susu
dan gigi tetap, formasi pembentukan mahkota gigi susu dan gigi tetap serta
formasi pembentukan akar gigi susu dan gigi tetap.
3. Menurut Logan dan Kronfeld, bahwa permulaan erupsi gigi sampai dengan umur
8 tahun.
Pada periode erupsi harus mengingat order of eruption. Periode erupsi ini sangat
bervariasi, tergantung dari berbagai faktor, yaitu
b. Penentuan usia
penentuan umur korban dari gigi sementara melalui interpretasi roentgenogram
periapikal dan topografi oclusal.
1. Untuk penentuan usia balita /bayi berumur 5-6 bulan yaitu
a. Interpretasi roentgenogram topografik oclusal anterior rahang atas balita 5-
6 bulan memperlihatkan mulai erupsi gigi insisivus sentral kiri dan kanan
13
dan memperlihatkan formasi mahkota semua gigi decidui serta kalsifikasi
seluruh gigi.
b. Interpretasi roentgenogram topografik oclusal anterior rahang bawah balita
5-6 bulan memperlihatkan mulai erupsi gigi insisivus sentral kiri dan
kanan dan memperlihatkan formasi mahkota semua gigi decidui serta
kalsifikasi seluruh gigi
2. Untuk penentuan usia bayi berumur 12 bulan yaitu:
a. Interpretasi roentgenogram periapikal rahang atas balita umur 12 bulan
memperlihatkan erupsi gigi cebtral lateran bahkan gigi kaninus atas.
b. Interpretasi roentgenogram periapikal rahang bawah balita umur 12 bulan
memperlihatkan erupsi gigi cebtral lateran bahkan gigi kaninus bawah
Perkiraan umur dari jaringan gigi, terdapat suatu diagram yang dapat dipakai untuk
panduan perkiraan umur dari:
Ketiga hal tersebut dituangkan dalam suatu diagram yang disebut dengan Incremental
Line.
Apabila belita berumur 12 bulan maka telah terjadi erupsigigi molar pertama dicidui atas
dan bawah kemudian telah terjadi formasi gigi tetap mahkota gigi incicive dan lateral rahang
atas maupun rahang bawah
14
Identifikasi ini dimulai pada umur 13 tahun sampai dengan 21 tahun menurut periode
erupsi, tetapi ada metode lain.
15
6. Root resoption
A. Bagi perokok, dengan menggunakan pipa dalam menghisap tembakau, maka akan
menyebabkan ausnya gigi yang digunakan untuk menggigit pipa. Dengan demikian
bertahun tahun akan terlihat open bite diantara gigi.
B. Bagi mereka yang kebiasaannya brezism yaitu menggerakan aclusi aktif pada waktu
tidur maka akan terlihat atrisi di sekitar gigi atas dan bawah sesuai dengan
interdigitasi antara gigi atas dan bawah.
16
C. Bagi mereka yang mempunyai kebiasaan Brezism yang terbesar tekanan oclusi pada
gigi molar atau geraham maka permukaan kunyah gigi tersebutlah akan terlihat atrisi
derajat keparahan.
D. Bagi mereka yang mempunyai gigitan open bite satu maupun beberapa gigi maka gigi
tersebut tidak akan terlihat adanya atrisi, sedangkan gigi yang mempunyai kontak
oclusi gigi atas dengan gigi bawah akan terjadi atrisi
Bagi mereka yang mempunyai pekerjaan dengan menggunakan gigi antara lain tukang jahit,
piñata rambut/pegawai salon, tukang kayu, maka akan terlihat atrisi permukaan aclusi sesuai
dengan benda keras yang digunakan dalam pekerjaannya.
a. Misalnya tukang jahit akan menggigit jarum baik diameter kecil sampai diameter
besar
Pada tukang jahit, ujung gigi seri yang dekok ini karena terlalu sering menggigit
jarum pentul, pada tukang sol sepatu karena menggigit jarum jahit dan memotong
benang jahit dengan giginya dan pada tukang kayu karena menggigit paku pada waktu
dia sedang bekerja. Kebiasaan ini dilakukan hampir setiap hari bertahun-tahun
sehingga terjadilah efek ujung gigi seri yang bergoyang dangdut ini.
b. Bagi penata rambut atau yang biasa disebut caster maka akan terlihat pada gigi
incicive central khususnya, umumnya gigi incicive centra lateral, suatu atrisi pada gigi
atas dan bawah yang berbentuk ronggga sesuai dengan jepit rambut karena ia sebelum
17
menata rambut tamunya ia menggigit jepit rambut beberapa buah pada gigi
insisivusnya, rongga tersebut sesuai dengan jepit rambut yang besar maupun yang
besar.
c. Bagi pekerja bangunan khususnya yang dianggap sebagai tukang kayu maka ia dalam
melakukan pekerjaannya sebelum memaku kayu atau papan ia menggigit paku pada
gigi depannya. Maka gigi depannya tersebut akan atrisi berbentuk bulat sesuai dengan
paku yang digunakan, derajat atrisi bias kecil sampai dengan besar sesuai dengan
diameter paku.
Tukang kayu ini biasanya memaku kayu dengan menggunakan tang pada bangunan
tingkat satu atau lebih sehingga ia membawa paku pada saku celana kiri dan kanan
mungkin seberat satu kg atau lebih dan kemudian ia mengambil beberapa paku untuk
digigit sebelum digunakan untuk memaku papan atau kayu.
Data-data ini dicatat ke dalam odontogram yang terdapat kolom-kolom catatan untuk rongga
mulut sehingga tim identifikasi akan segera mengetahui bahwa ia mempunyai pekerjaan
sesuai dengan bentuk atrisi pada gigi atas dan bawah.
Identifikasi golongan darah korban melalui air liur atau saliva haruslah dibuat sedian ulas
pada TKP maupun pada korban yang masih terdapat air liur baik masih basah maupun sudah
kering.
Identifikasi golongan darah ini haruslah di cross check atau pemeriksaan silang
dengan keluarga yang sedarah semenda yaitu saudara kandung, ayah, dan ibu.
Identifikasi ini disebut pula sebagai Pembuktian dari tracing air liur atau Salivary
Trace Evidence.
18
Analisa air liur ini bila pada korban, dapat dibuat sediaan ulas di TKP dan pada
pelaku disekitar gigitan pada korban atau bekas gigitan pada makanan yang dimakan pelaku
terutama buah apel atau sejenisnya yang menampakkan pola gigitan pada permukaan bukalis.
Identifikasi golongan dari air liur yang disebut juga sebagai saliva washing atau
analisa air liur maka sediaan ulas yang tim identifikasi buat haruslah dikirim ke laboratorium
serologis, apabila air liur atau saliva tersebut sekretormaka dapat diketahui golongan darah
dari air liur tersebut.
Sedangkan apabila air liur tersebut non secretor maka sulit ditentukan golongan darah
karena terlampau banyak kemungkinan yang mempengaruhinya.
Dalam penentuan golongan darah dari air liur haruslah diingat teori paternalis yaitu
suatu teori yang menentukan garis keturunan dengan kata lain apabila korban maupun pelaku
diketahui sedarah semenda-nya maka sedarah semenda-nyasalah seorang haruslah diambil
saliva nyauntuk kepastian golongan darahnya.
Menurut Musa perdanakusuma tahun 1984 bahwa table golongan darah dari
keturunan (paternalis) sebagai berikut :
Table 5.
Golongan Darah
Ibu Anak ayah
O O O
O O,B B
Ibu Anak ayah
O O.A A
19
O A,B AB
A O.A A
A O,A,B B
A A,B,AB AB
B O,B B
B A,B,AB AB
AB A,B,AB AB
Bila pada hasil pemeriksaan serologis seseorang mempunyai relasi golongan darah ganda
misalnya golongan darah O dengan B,O dengan A, atau A dan B maka hanya empat
kepastian kemungkinan.
Secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut mula-mula ditemukan 1 jenis golongan darah
oleh Landsteiner pada tahun 1900 kemudian ditemukan 3 jenis golongan darah dan akhirnya
ditemukan 4 jenis golongan darah oleh Von Dungem yang diberi nama sebagai berikut :
1. Golongan darah A
2. Golongan darah B
3. Golongan darah AB
4. Golongan darah O
Jenis golongan darah ini masih tetap ada sampai akhir hayatnya. Bila menjadi korban masih
dapat diidentifikasi apabila belum terjadi pembusukan.
2. menurut Levine dan Philip dalam suatu percobaannya, ditemukan 86% aglutinasi positif
dan 14% aglutinasi negative. Hal ini dipengaruhi oleh rhesus factor.
20
Apabila golongan darah aglutinasi positif maka rhesus nya positif sedangkan aglutinasi
negative maka rhesus faktornya negative.
Hukum Mendel ini hanya menelaah tentang sifat dan perilaku yang diturunkan oleh
orangtuanya. Adapun hal tersebut ialah seorang anak mempunyai sifat dan perilaku setengah
dariayah dan setengah dari ibu.
Teori ini sangat mempengaruhi untuk golongan darah B dengan keterangan sebagai berikut :
D. Bahan-Bahan Yang Dibutuhkan Untuk Memperoleh Saliva Atau Air Liur Dalam
Membuat Sediaan Ulas
Bahan-bahan tersebut menurut Michael Bower dan Gary Bell pada tahun 1995 antara lain :
1. Kapas/papir
2. Pinset
3. Botol kecil kurang lebih 10 cc
4. Saline solution
5. Kuas
6. Sikat halus
7. Sarung tangan
8. Masker
9. Obat tetes mata
10. Cairan pembersih alat kerja
11. Freezer
12. Cairan buffer / ph7
13. Cairan pembilas
21
14. Fissure burs + table enginee
15. Chisel
16. Pipet
17. Disk plat / cawan glass
22
F. Saliva Washing Pada Pelaku
Apabila pelaku menggigit korabn sebelum terjadi pembunuhan atau terjadinya aksi lidah dan
bibir pada korban ataupun bermesraan sebelum terjadi pembunuhan maka dengan mudah di
sekitar tersebut pada korban dibuat sediaan ulas denganprosedur seperti diatas.
Apabila pelaku ataupun tersangka tetangkap maka untuk membuat sediaan ulas
liurnya harus seijin dari pelaku tersebut dan pabila sedarah semendanya untuk dibuat sediaan
ulas dari liur harus membuat ijin dengan surat ijin dari pelaku dengan formulir yang baku
internasional dengan catatan pemeriksaan ini tidaklah memberatkan pelaku.
Sediaan ulas yang diperoleh dari pelaku kemudian dikirimkan ke lab serologis maka
akan ditemukan golongan darah pelaku untuk pemeriksaan silang haruslah diambil sediaan
ulas sedarah semendanya dari pelaku.
Apabila hasil analisa dari air liur dalam identifikasi golongan darah diperoleh hasil yang tidak
diharapkan maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu :
Menurut Michael Bowers dan Gary Bell pada tahun 1995, saliva atau air liurmengandung
protein dan antibody dan bila proses pengambilan sediaan ulas dari sekitar bibir, lidah,
mukosa mulut, maka kemungkinan sediaan ulas tersebut mengandung sel epitel dari
jaringan tersebut, leucocytes, bahkan cairan gingiva
23
11 Identifikasi Golongan Darah Korban Melalui Pulpa Gigi
Menurut James dan Standison pada tahun 1982, ideentifikasi golongan darah dapat
dibuat dari sediaan yang diambil dari bagian tubuh sebagai berikut : akar rambut, jaringan
tulang, jaringan kuku, jaringan ikat, air mata, saliva dan cairan darah sendiri.
Akan tetapi dalam ilmu Kedokteran gigi forensik, identifikasi golongan darah dapat
diketahui dari analisa jaringan pulpa gigi.
Menurut Alfonsius dan penelitian Ladokpol pada tahun 1992 dan Forum Ilmiah
Internasiomnal FKG Usakti tahun 1993, bahwa analisa golongan darah dari pulpa gigi
merupakan identifikasi golongan darah untuk pelaku maupun korbabn adalah dengan cara
Absorbsi – Ellusi.
Analisa laboratoris dengan metode absorbsi – ellusi dari jaringan pulpa gigi dibuat sebgai
berikut :
24
A,B dan O dengan konsentrasi 3% - 5%
12. Kemudian ketiga tabung tersenut disentrifugasi dengan alat pemutar agar terjadi
penggumpalan (agulutinasi)
13. Dan akhirny dilihat pada tabung mana yang menjadi penggumpalan (aglutinasi)
Pada tabung yang terlihat penggumpalan merupakan identifikasi goglongan darah dari
hasil analisa laboratorium tersebut. Apabila hasil tersebut sebagai beritkut :
Reaksi Negatif
Reaksi negativ atau terjadi aglutinasi dipengaruhi oleh bebrapa faktor yaitu :
1. Tidak cukupnya Antisera yang diberikan ke dalam tabugn dibandingkan dengan
antigen yang ada dalam bubuk gigi pada tabung
2. Pengaruh suhu atau pemansan yang tidak tepat baik waktu maupun derjat
kepanasanyya
3. Pengaruh kelembapan udara dalam reaksi Antigen dengan Antisera selama
penyimpanan
4. Pengenceran yang salah di dalam tiap tabung
5. Kurang tepat atau kurang teliti secara visual adanya aglutinasi
6. Apabila bubuk gigi tidak terdapat anti H atau anti H-nya negatif maka gigi
tersebut tidak terdapat antigen dengan demikian tidak terjasi reaksi antaea antigen
dengan antisera
7. Eritrosit dapat diperiksa atau diketahui dengan sediaan pulpa gigi hanya 131 hari
sejak kematian
Apabila mereka atau orang tersebut non sekretor (tidak terdapat antigen pada pulpa gigi atau
sediaan tubuh lainnya) maka dala analisa laboratoris sangat sulit teridentifikasi golongan
darahnya karena tidak terdapat reaksi antara antigen dan antidera. Kemungkinan hasilnya
sangat subyektif dan sangat banyak kemungkinannya.
25
Pada pengambilan sediaan untuk identifikasi golongan darah haruslah diketahui apakah
sediaan darah tersebut darah manusia atau darah hewan.
Dalam analisa penentuan gologngan darah dapat pula diketahui kadar alkohol didalam darah,
kadar narkoba (berbagai jenis) di dalam darah dan bahan-bahan kimia atau bahan
farmakologis yang dikonsumsi pelaku maupun korban dapat pula diketahui begitupun jenis
obat tertentu yang dikonsumsi korban/ pelaku sebelum kematian.
Tubuh manusia terdiri atas 100 triliun sel, yang kebanyakan berdiameter kurang dari
sepersepuluh millimeter. Didalam tiap sel ada sebuah bintik atau gumpalan hitam yang
disebut ini atau NUKLEUS.
Di dalam inti ada perangkat lengkap (sepasang-sepasang) genom manusia (kucuali dalam sel-
sel telur dan sel-sel sperma, yang masing-masing memiliki seperangkat atau sebelah
pasangan, dan sel-sel darah merah yang tidak memilikinya sama sekali), seperangkat
(sebelah) lainnya berasal dari ayah.
Pada prinsipnya , tiap perangkat tadi terdiri dari 30.000 hingga 80.000 gen yang sama pada
kedua puluh tiga KROMOSOM yang sama.
Dalam kenyataannya, sering ada sedikit perbedaan antara versi gen asal ayah dan versi asal
ibu, misalnya perbedaan yang terkait dengan mata biru atau mata cokelat.
Ketika sepasang suami istri mempunya keturunan, mereka mewariskan satu perangkat yang
lengkap, tetapi itu merupakan hasil saling tukar antara sebagian kromosom-kromosom ayah
dan ibu dalam prosedur yang disebut REKOMBINASI
Selain penentuan identifikasi DNA dalam suatu tindak pidana, kini telah berkembang
pemeriksaan kromosom oleh para ilmuan mengenai gen-gen tertentu yang menyebabkan
penyakit tertentu, gen-gen tertentu pula yang dapat ditempati oleh virus-virus tertentu dan
lembaga AIKMAN dibawah bimbingan prof.sangkot Marzuki telah pula meneliti fosil.
Analisa sediaan dalam identifikasi DNA yang berguna antara lain untuk :
26
Melakukan identifikasi pelaku
Menentukan sebab + korban
Menjelaskan DNA sebagai bukti tindak pidana
Sesuai dengan IPTEK dalam penyidikan maka penyidikan meningkat pula pada baik kualitas
maupun kuantitas akan tetapi tindak pidana di berbagai Negara juga meningkat baik kualitas
maupun kuantitas dengan modus operandi yang cukup canggih, secara sketsa sebagai berikut
:
DNA merupakan kepanjangan dari Deoxyribonucleic Acid yang merupakan suatu materi dari
tubuh manapun yang terdapat dalam inti sel.
Prof. Alec Jeffrey menemukan bahan DNA berbeda pada setiap individu, pada kembar
identik sdk DNA dalam satu tidak sama, meskipun berasal dari berbagai tubuh manapun.
Sifat DNA, dapat di manfaatkan sebagai materi identifikasi DNA profiling sebagai
materi genetic intraselluler didalam tubuh manusia terdapat sel-sel yang tidak terhitung
banyaknya didalam inti setiap sel terdapat materi genetic = kromosom diurai lebih
lanjut merupakan pemadaran dari benang-benang DNA
Setiap untai DNA terdapat untai gula phospat “sugar-phosphate back bone”
- Adenine
- Quinine
- Thimine
- Cytosine
Setiap untai “DNA tdd atas jutaan basa terminal” diperkirakan terdapat jutaan 4 jenis basa tsb
di atas. Untai pasangan DNA dengan urutan tertentu.
27
DNA PROFILING
Dicari “non coding area” dimana area khas ini di temukan lalu dianalisis untuk identitas.
Mula-mula keluarkan DNA dari inti sel yang ditemukan melalui analisa DNA
1. Isolasi
2. Restriksi
3. Elektroforesa
4. Palacakan = probing
5. Labeling
28
1. Isoloasi ialah mengeluarkan dan memurnikan DNA dari dalam inti sel
Inti sel terlindungi oleh bagian-bagian jaringan dan sel pemisahan jaringan pemisahan
sel, pemecahan inti sel, pembersihan DNA dari sisa-sisa sel yang tidak di perlukan
DNA yang dihasilkan dari langkah 1 sangat panjang karenanya harus dipotong-potong
terlebih dahulu dengan enzim. Restriksi potongan pendek pemotongan harus tepat
pada area lokasi yang dicari agar tidak di daerah yang di tengah lokasi untuk
identifikasi.
DNA yang dipotong dalam keadaan campur baur, harus dipisahkan agar dapat dicari
dengan elektroforesa potongan DNA tertarik ke kutub terpisah dari pot
potongan yang besar bergerak lambat sedang pot yang kecil bergerak cepat
Pelacak adalah potongan DNA pada lokasi indent yang khas di tengah untai DNA.
Hanya untuk mencari lokasi inden pada satu lokasi di seluruh DNA sehingga pada
akhir proses hanya di peroleh 2 pita
Akan cari lokasi yang jumlah lebih dari satu untai DNA pada setiap orang posisi
lokasi berbeda sehingga dengan cari panjang potongan dapat membedakan identitas
seseorang.
Potongan-potongan DNA dengan lokasi urutan basa terminal khas untuk identifikasi : ada
berapa lokasi identifikasi berapa besar pect yang mengandung lokasi indent. Potongan pada
lokasi yang dicari akan melekat hanya pada lokasi identifikasi dengan mencari dimana
pelacak itu melekat, maka ditemukan lokasi identifikasi.
29
5. Labeling = memberikan zat yang memungkinkan untuk melihat lokasi dan jumlah
area yang dicari
DNA tidak dapat dilihat begitu saja maka harus di tempatkan “petanda” yang di
lekatkan pada pelacak. Penanda tersebut ialah ehemilluminscence yang akan member
warna.
Contoh :
Dengan multi locus probe pada identifikasi jenazah jika sudah amat rusak karena terpotong,
mutilasi, korban pesawat udara, ledakan bom/granat dsb, ambil sampel jaringan kemudian
keluarga korban keluarga korban diambil dari ayah dan ibu, setelah proses isolasi s/d labeling
di peroleh , contoh sbb :
K1 = korban-1
K2= korban -2
AA= ayah-1
IA = ibu -1
AB = ayah -2
IB = ibu-2
Hasil contoh :
A ; k1 ialah anak AB dan IB karena semua pita cocok dengan AB dan B sedang k2 ialah anak
AA dengan BA
30
Sering di TKP terdapat barang bukti sdk kadang tetes darah yang telah mongering, maka
untuk DNA profiling mesti dilakukan perbanyakan DNA tsb dengan teknik merase chain
reaction.
Pada setiap pola gigitan, kecupan, ataupun sarana yang digunakan untuk dimasukkan ke
dalam mulut misalnya punting rokok, pangkal pipa, sendok, garpu,ujung sumpit sangat
mungkin terdapat air liur, air liur ini dapat diambil sebagai sediaan untuk analisa DNA dari
korban maupun oelaku yaitu dengan metode single probe analysis, apabila liur tersebut belum
terjadi pencemaran maka proses analisanya akan terlaksana dengan baik sehingga dapat
diketahui labeling dari DNA liur tersebut.
Crosscheck untuk pemeriksaan ini haruslah dilakukan analisa liur dan yang sedarah
semendah yaitu ayah, ibu, saudara kandung, kakak,adik, apabila terdapat sepotong label saja
yang sesuai mereka adalah searah semendah dengan mudah secara akurat dapat diidentifikasi.
Dalam memperoleh sediaan liur dari sedarah semendahnya haruslah dibuatkan suatu formulir
persetujuan yang baku mutu nasional maupun internasional, surat persetujuan ini biasanya
dijajaran kepolisian maupun Interpol sudah ada formulir tersendiri
31
Perampok yang takut identitasnya diketahui kemudian membakar rumah kornan
namun gigi palsunya tidak hancur sehingga dapat dilakukan identifikasi dan terbukti
mayat tersebut adalah Countess of Salibury.
Organisasi Dental Disaster Tean yang terbentuk pada tahun 1960 pertama kali
membuktikan peristiwa pesawat yang jatuh di bandara Cincinnati, Booney County ,
kurang lebih 3,2 km dari Kentucky. Mereka juga membuktikan peristiwa peawat jatuh
di New Heaven, Conncticut. Dengan gigi insisivus pertama, mereka dapat
membuktikan ke-2 peristiwa di atas.
Dalam identifikasi wajah korban haruslah dilakukan rekontruksi gigi ke dalam soket tulang
rahang apabila giginya terlepas setelah semua lengkung gigi terekonstruksi barulah dilakukan
rekonstruksi tulang rahang atas maupun rahang bawah terhadap tulang tengkorak terutama
fiksasi rahang bawah terhadap rahang atas dan terhadap tulang kepala.
Apabila prosesus condoloideus atau ramus ascenden mandibulanya patah dan tidak
ditemukan maka harus dibuat dengan bahan yang keras atau acrilik sehingga prosesus
codoloideus buatan tersebut dapat difiksasai ke tulang kepala
Pertama pertama dilakukan rekontruksi gigi kedalam soket tulang alveolar,kemudian setalah
semua gigi yang ditemui berhasil di rekontruksi maka tulang rahang yang tidak utuh atau
patah patah direkontruksi pula. Setelah gigi dan tulang rahang direkontruksi maka baik
rahang atas maupun rahang bawah dicekatkan pada tulang tengkorak
pada rekontruksi ini harus diingat pula tulang tulang facial yang fraktur atau tulang tulang
facial yang pecah tidak ditemui kemudian dilakukan rekontruksi tulang facial dengan
menggunakan Wax, tetapi dikedokteran kepolisian digunakan bubur Koran bekas dicampur
dengan air dilakukan finishing dengan menggunakan cutter maupun amplas
32
Dalam melakukan rekontruksi tulang rahang maupun tulang facial harus dilakukan
pengukuran pengukuran anatara lain lebar lengkung rahang , panjang lengkung rahang , lebar
jarak intergonion , jarak interprosesus condyloideus maupun coronoidius dan tinggi muka
bawah tengah dan muka bagian atas.tidak lupa pula harus di ukur lebar inter os zygomatikus ,
interpupil, jarak os nasalis ke tragus dan inter temporalis
Menurut Helmer tahun 1993, bahwa metode ini digunakan cara mencocokan kepala jenazah
dengan fotografi dari wajah korban semasa hidup dengan menggunakan 3 perangkat
pendekatan yaitu:
a. Sarana dan prasarana untuk memperoleh bayangan atau gambar dari tengkorak maupun
dari foto wajah semasa hidup yang akan di superimpose dengan menggunakan alat-alat:video
kamera digital, analog monitor, digital monitor, lampu pengontrol, fiksasi tulang tengkorak,
alat pengontrol fiksasi tulang tengkorak jenazah,video parameter, video recorder.
b. Standar prosedur
Prosedur standar internasional dalam melakukan metode ini harus mempunyai suatu formalir
yang baku mutu untuk meminta ijin dari keluarga korban serta ditugaskan dalam jajaran
penyidikan dari kepolisian.
c. Parameter
Teknik tersebut di atas haruslah memperoleh suatu parameter dengan seluruh evaluasi dari
landmark dalam 2 atau 3 dimensi sehingga menurut Helmer dan Rieger 1989, menghasilkan
suatu bentuk grafik-grafik dari parameter tersebut.
33
Metode ini jauh lebih mudah dalam mengoperasikan identifikasi wajah dari foto korban
semasa hidup (antemortem) dan garis-garis landmark dari kepala jenazah korban.
Oleh karena sarana dari metode lebih canggih maka metode ini lebih mudah, lebih sederhana
dalam penggunaan dan menghasilakan identifikasi gambar wajah dari hasil superimpose yang
lebih akurat.
Tehnik operasi sarana metode ini yaitu kepala jenazah korban dihubungkan dengan computer
dari foto korban semasa hidup dapat dihubungkan dengan computer pula sehingga dengan
panel control dapat dimanipulasi metode superimpose ini hasilnya akan timbul pada monitor.
Pada metode ini digunakan alat sebagai berikut:
b. Dua buah kamera berwarna yaitu: Kamera berwarna: digunakan untuk foto tulang
tengkorak dan Kamera monokrom: digunakan untuk fotografi antemortem
d. Sebuah TV monitor
Alat ini akan menghasilakan suatu gambar dari hasil tracing korban dan fotografi
antemortem.
e. control panel
dapat mengatur outline dari setiap gambar tulang tengkorak
Metode ini juga menggunakan foto antemortem dan kepala jenazah korban yang masing-
masing dipantulakan dengan cermin dalam suatu layar lebar demi memperoleh kecocokan
outline dari wajah.cermin tersebut ada dua macam yaitu cermin satu sisi dan cermin dua sisi
menurut Sushige dan Mineo tahun 1987 bahwa mengoperasikan pantulan cermin ini snagat
34
sulit karena dibutuhkan suatu bidang datar yang luas untuk fiksasi cermin sedangkan
pemantauan bayangan secara visual yang sulit pula untuk dilakukan.
Menurut William Eckert pada tahun 1992 bahwa yang di maksud dengan pola gigitan
adalah bekas gigitan dari pelaku yang tertera pada kulit korban dalam bentuk luka, jaringan
kulit maupun jaringan ikat di bawah kulit sebagai akibat dari pola permukaan gigitan dari
gigi-gigi pelaku dengan perkataan lain pola gigitan merupakan suatu induksi dari gigi-gigi
pelaku melalui kulit korban.
Pola gigitan mempunyai derajat perlukaan sesuai dengan kerasnya gigitan, terdapat 6 kelas
yaitu :
1. Kelas I : pola gigitan terdapat jarak dari gigi incisive dan kaninus .
2. Kelas II : sama seperti kelas 1 tetapi terlihat pola gigitan cusp bukalis dan palatalis
maupun cusp bukalis dan cusp lingualis tetapi derajat pola gigtannya masih sedikit.
3. Kelas III : pola gigitan kelas III derajat luka lebih parah dari kelas II yaitu permukaan
gigi incisive telah menyatu akan tetapi dalamnya luka gigitan mempunyai derajat lebih
parah dari pola gigitan II.
4. Kelas IV : pola gigitan kelas IV terdapat luka pada kulit dan otot di bawah kulit yang
sedikit terlepas atau rupture sehingga terlihat pola gigitannya irregular.
5. Kelas V : pola gigitan kelas V terlihat luka yang menyatu pola gigitan incisive , kaninus,
dan premolar baik rahang atas maupun rahang bawah.
6. Kelas VI : pola gigitan kelas VI memperlihatkan luka dari seluruh gigitan dari gigi
rahang atas dan bawah dan jaringan kulit serta jaringan otot terlepas sesuai dengan
kekerasan oklusi dan pembukaan mulut.
35
1. pola gigitan heteroseksual
pola gigitan ini dapat terjadi pada seluruh lokasi atau di sekeliling tubuh anak-anak atau
balita yang di lakukan oleh ibunya sendiri. Hal ini disebabkan oleh suatu aplikasi dari
pelampiasan gangguan psikis dari ibunya oleh karena kenakalan anaknya atau kerewelan
anaknya ataupun kebandelan dari anaknya.
Pola gigitan ini terjadi akibat factor-faktor iri dan dengki dari teman ibunya ,atau ibu anak
tetangganya oleh karena anak tersebut lebih pandai, lebih lincah, lebih komunikatif dari
anaknya sendiri maka ia melakukan pelampiasan dengan menggunakan gigitannya dari anak
tersebut.
Pola gigitan hewan umumnya terjadi sebagai akibat dari penyerangan hewan peliharaan
kepada korban yang tidak di sukai dari hewan tersebut, yaitu :
36
G.pola gigitan homoseksual atau lesbian
Pola gigitan ini terjadi sesame jenis pada waktu pelampiasan birahinya, biasanya pola
gigitan ini disekitar organ genital yaitu paha, leher, dan lain-lain.
H. luka pada tubuh korban yang ,mirip dengan luka pola gigitan
Luka-luka ini terjadi pada mereka yang menderita depresi berat sehingga ia secara nekat
melakukan bunuh diri, yang sebelumnya ia mengkonsumsi alcohol dalam jumlah over
dosis.
Analisa pola gigitan dilakukan hanyalah korban terdapat pola gigitan manusia, karena pola
gigitan oleh hewan dapat segera diketahui.
1. Bahan-bahan analisa
Apabila dilakukan pencetakan pada pola gigitan manusia haruslah digunakan bahan
cetak yang flow system antara lain alginate dan sejenisnya.
2. Cara mencetak pola gigitan
Mencetakn pola gigitan terdapat berbagai cara antara lain dengan menggunakan
mangkok cetak dari masker kain keras atau dengan menggunakan kain kasa sepanjang
diameter pencetakan dan berlapis-lapis. Berikutnya diaduk bahan cetak yang flow
system ditempatkan dan ditekan dengan getaran pada sekitar pola gigitan kemudian
mangkok dicetak di isi setengah dari mangkok oleh bahan yang flow system
kemudian dijadikan satu dengan bahan flow system sekitar pola gigitan.
3. Hasil cetakan
Hasil cetakan dari pola gigitan menghasilkan suatu model dari gips yang telah di cor
dari model negative kemudian di cekatkan pada okludator atau articulator apabila
gigitannya tidak stabil. Hal ini dapat diketahui terdapat pola gigitan rahang atas
maupun pola gigitan rahang bawah.
4. Kontrol pola gigitan
Kontrol pola gigitan dilakukan melalui articulator dengan model cetakan pada
selempeng wax atau keju sehingga akan menampak pola gigitan.
37
Analisa pola gigitan pada buah hanyalah buah tertentu saja misalnya pada apel yang dikenal
dengan apel bite mark, dapat pula buah pada buah pear dan bengkuang. Pola gigitan ini
adalah penapakan dari hasil gigitan yang putus akib at gigi atas yang beradu dengan gigi
bawah. Sehingga terligat hasil dari gigitan bukalis dari gigi atas dengan gigi bawah.
Yang dimaksud dengan identifikasi korban melalui ekslusi ialah apabila pada korban
massal telah teridentifikasi hanya tertinggal satu jasad saja maka sesuai dengan daftar
penumpang yang satu itu tidak perlu diidentifikasi oleh karena jasad yang satu itu adalah
nama yang belum teridentifikasi pada daftar penumpang.
38
18. RADIOLOGI ILMU KEDOKTERAN GIGI FORENSIK
Setelah rekonstruksi gigi selesai dan tulang rahang selesai maka dicekatkan ke tulang
tengkorak maka kemudian dilakukan pula rekonstruksi ruling tulang maka (tulang facial )
apabila terjdi pecahan pecahan atau patahan patahan yang tidak ditemukan dari tulang
tersebut , begitu pula bentuk tulang tulang tengkorak laiinya , hal ini penting karena demi
untuk identifikasi wajah dan tulang kepala membentuk sketsa korban lengkap, semanya itu
harus dilakukan roentgenografi proyeksi posterior anterior,lateral tulang tengkorak, lateral
tulang muka , serta panoramic
Fotografi dilakukan sebelum penyikikan lain dengna perkataan lain yang mula-mula
dilakukan dari penyidik atau tim penyidik identifikasi adalah fotografi dari TKP, fotografi
korban, fotografi temuan-temuan disekitar TKP, fotografi tapak ban, fotografi tapak sepatu
dan sandal, fotogarfi bercak-bercak darah, fotografi bekas gigitan, fotografi cairan-cairan dari
tubuh korban biarpun telah mengering misalnya pada sprei, pada bantal maupun pada lantai,
ataupun permadani. Oleh karna banyak pembunuhan dengan mutilasi diatas permadani
sehingga darah korban meresap dalam permadanidan pendapat dari pelaku mudah membuang
bercak darah tersebut oleh karna dapat lansung dibuang atau dibakar permadani tersebut
dalam menghilangny abarang bukti dan bercak darah yang dapat diidentifikasi golongan
darah dan DNA korban
Formulis identifikasi untuk korban hidup digunakan formulir dengan warna kuning
sedangkan formulir identifikasi untuk korban mati digunakan formulir dengan warna merah.
Di dalam baku mutu internasional tertulis Victim Identifikation Form For Missing Person dan
di kop surat sebelah kiri tertulis ante mortem berarti korban masih hidup, dapat juga
digunakan data-data semasa dia hidup tercatat diformulis tersebut.
Untuk korban mati digunakan formulir baku mutu internasional dengan istilah Victim
Identifivation Dead Body, sedangkan di kop surat sebelah kiri atas tertulis post mortem
berarti korban telah meninggal dunia atau mati.
39
Gambar : Formulir victim identification for life body dengan odontogram untuk
mengisi data-data gigi dan rongga mulut disertai dengan kolom-kolom data-data
lain
40