Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN TUGAS

PERENCANAAN SISTEM TENAGA LISTRIK

Dosen Pengampu :
Sarjiya S.T., M.T., Ph.D.

Oleh Kelompok 2 :
Musthafa Abdur Rosyied 14/363613/TK/41700
Novrizal Dwi Rozaq 14/363407/TK/41534
Marganda H. Siagian 14/367274/TK/42436
Felix Setyawan 14/363616/TK/41702
Muhammad Avin A. 14/363477/TK/41593
Rischa Putri Astari 15/378864/TK/42806
Ryan Ade Pratama 15/379917/TK/43182
Gita Ade Wijaya 14//TK/

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO DAN TEKNOLOGI INFORMASI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
Perencanaan Pengembangan Pembangkit Sistem Jawa-Bali 2018 – 2048
1. Load Forecasting 2018 – 2048
Data Load Forecasting (Peramalan Beban) digunakan sebagai dasar dalam perencanaan
pengembangan pembangkit sehingga dapat diketahui besar kebutuhan beban kedepannya. Dalam
hal ini terdapat 2 skenario yang akan digunakan dalam melakukan peramalan beban. Skenario ini
berdasarkan RUPTL dimana rentang pertumbuhan beban puncak dari tahun 2018-2027 terhitung
adalah 5% - 7,9%, sehingga skenario yang digunakan adalah skenario sesuai RUPTL yaitu dengan
pertumbuhan beban puncak 5,7% dan skenario optimis yaitu dengan pertumbuhan beban puncak
7%.
Peramalan beban puncak ini menggunakan metode eksponensial yang mengacu pada
rumus sebagai berikut:

1 Pt
Pt = P0 ert dengan r= ln ( )
t P0

dimana:
Pt = jumlah beban puncak pada tahun t
P0 = jumlah beban puncak pada tahun dasar
r = laju pertumbuhan beban puncak
t = periode waktu antara tahun dasar dan tahun t (dalam tahun)
e = bilangan pokok dari sistem logaritma natural (ln) yang besarnya adalah 2,7182818

Proyeksi beban puncak skenario sesuai RUPTL 5,7% dapat dilihat pada Gambar 1,
sementara itu proyeksi beban puncak skenario optimis 7% dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 1. Proyeksi Beban Puncak Skenario Sesuai RUPTL

Gambar 2. Proyeksi Beban Puncak Skenario Optimis


Pada Tabel 1 menunjukkan data dari proyeksi beban puncak dengan metode eksponensial.
Hasil pada tahun 2048 menunjukkan bahwa untuk skenario sesuai RUPTL menyentuh angka
153.367 MW ,sementara itu untuk skenario optimis menyentuh angka 221.148 MW.
Tabel 1. Data Proyeksi Beban Puncak 2027-2048

Laju pertumbuhan sesuai Laju pertumbuhan


Tahun
RUPTL 5,7% (GW) optimis 7% (GW)
2018 27,081 27,081
2019 28,740 29,045
Laju pertumbuhan sesuai Laju pertumbuhan
Tahun
RUPTL 5,7% (GW) optimis 7% (GW)
2020 30,998 31,151
2021 33,371 33,409
2022 35,259 35,832
2023 37,168 38,430
2024 39,064 41,216
2025 41,009 44,205
2026 43,129 47,410
2027 45,583 50,848
2028 48,271 54,534
2029 51,228 58,489
2030 55,253 62,730
2031 59,483 67,278
2032 62,848 72,156
2033 66,251 77,388
2034 69,630 82,999
2035 73,097 89,017
2036 76,876 95,472
2037 81,250 102,394
2038 86,042 109,819
2039 91,313 117,782
2040 98,487 126,322
2041 106,026 135,481
2042 112,025 145,305
2043 118,090 155,840
2044 124,114 167,140
2045 130,294 179,259
2046 137,029 192,257
2047 144,826 206,197
Laju pertumbuhan sesuai Laju pertumbuhan
Tahun
RUPTL 5,7% (GW) optimis 7% (GW)
2048 153,367 221,148

2. Data Pembangkit Eksisting Sistem Jawa-Bali 2017


Pendataan pembangkit eksisting dilakukan untuk mengetahui besar pembangkit
yang terhubung dalam sistem jawa-bali untuk kemudian dilakukan optimisasi
pengembangan pembangkit. Berikut merupakan data pembangkit eksisting yang terhubung
pada sistem jawa-bali 2017.

Table 1 Data Pembangkit Eksisting Sistem Jawa-Bali 2017

No Unit Pembangkit Jenis Kapasitas(MW)


Muara Karang
1 PLTGU 509
Blok 1
Muara Karang
2 PLTGU 710
Blok 2
Muara Karang 4-
3 PLTU 400
5
4 Priok Blok 1 PLTGU 590
5 Priok Blok 2 PLTGU 590
6 Priok Blok 3 PLTGU 740
7 Suralaya 1-7 PLTU 3400
8 Suralaya 8 PLTU 625
9 Cilegon PLTGU 740
10 Labuan 1-2 PLTU 600
11 Lontar PLTU 945
12 M. Tawar B-1 PLTGU 640
13 M.Tawar B-2 PLTG 280
14 M. Tawar B-3-4 PLTG 858
15 M. Tawar B-5 PLTGU 234
Cikarang
16 PLTG 300
Listrindo
17 Sunyaragi 1-2 PLTG 20
18 Salak 1-3 PLTP 165
19 Salak 4-5 PLTP 165
20 Kamojang 1-3 PLTP 140
21 Kamojang 4 PLTP 60
22 Kamojang 5 PLTP 30
23 Drajat 1 PLTP 55
24 Drajat 2 PLTP 70
25 Drajat 3 PLTP 110
26 Wayang Windu PLTP 220
27 Indramayu 1-3 PLTU 990
28 Cirebon PLTU 660
29 Pelabuhan Ratu PLTU 1050
30 Bekasi Power PLTGU 120
31 Patuha PLTP 55
Tambal Lorok 1-
32 PLTU 100
2
33 Tambal Lorok 3 PLTU 200
Tambal Lorok
34 PLTGU 517
Blok 1
Tambal Lorok
35 PLTGU 517
Blok 2
36 Cilacap PLTGU 55
37 Dieng PLTP 60
38 Cilacap 1-2 PLTU 600
Tanjung Jati B 1-
39 PLTU 1320
2
Tanjung Jati B 3-
40 PLTU 1320
4
41 Rembang PLTU 630
42 Paiton PLTU 800
43 Paiton PEC PLTU 1230
44 Paiton JP PLTU 1230
45 Gresik 1-2 PLTU 200
46 Gresik 3-4 PLTU 400
47 Perak PLTU 100
48 Gresik PLTG 62
49 Grati Blok 1 PLTGU 462
50 Grati Blok 2 PLTG 302
51 Gresik B-1 PLTGU 526
52 Gresik B-2 PLTGU 526
53 Gresik B-3 PLTGU 526
54 Paiton 3 PLTU 815
55 Paiton 9 PLTU 660
56 Pacitan 1-2 PLTU 630
Tanjung Awar-
57 PLTU 350
awar 1
58 Pesanggran PLTG 126
59 Gilimanuk PLTG 134
60 Pemaron PLTG 98
Pesanggran
61 PLTD 10
BOO
62 Pesanggran BOT PLTD 51
63 Pesanggran PLTMG 200
64 Celukan Bawang PLTU 380
65 Jelok PLTA 21
66 Timo PLTA 12
67 Keteranganenger PLTA 8
68 Gerung PLTA 26
69 Wonogori PLTA 12
70 Sempor PLTA 1
71 Mrica PLTA 181
72 Wadas Lintang PLTA 18
73 Kedung Ombo PLTA 23
74 Lambu PLTA 1
75 Pengkol PLTA 1
76 Solorejo PLTA 1
77 Karang Kates PLTA 105
78 Wlingi PLTA 54
79 Ledoyo PLTA 5
80 Selorejo PLTA 5
81 Senggaruh PLTA 29
82 Tulung Agung PLTA 36
83 Mendalan PLTA 23
84 Siman PLTA 11
85 Madiun PLTA 8
86 Ubrug PLTA 18
87 Kracak PLTA 19
88 Plengan PLTA 7
89 Lamajan PLTA 20
90 Cikalong PLTA 19
91 Bengkok PLTA 3
92 Dago PLTA 1
93 Parakan PLTA 10
94 Saguling PLTA 701
95 Cirata PLTA 1008
96 Jatiluhur PLTA 150
Kapasitas Total Terpasang 33745

Dari table diatas menunjukan bahwa pembangkit dalam sistem jawa-bali didominasi oleh
pembangkit thermal yaitu sebesar 90% dan sisanya adalah pembangkit hydro sebesar 10%.

3. KETERSEDIAAN ENERGI PRIMER


Untuk menentukan jenis pembangkit kandidat, diperlukan data potensi energi sehingga
pembangkit yang dipilih dapat memanfaatkan potensi energi local pada saat beroperasi. Hal ini
akan berdampak pada kemandirian sebuah sistem dalam memenuhi kebutuhan listriknya. Berikut
merupakan data potensi energi yang diperoleh dari RUPTL 2017-2026.

GAS ALAM

Berikut ini situasi pasokan gas untuk pembangkit utama PLN di sistem Jawa Bali.
Muara Karang dan Priok
Mengingat peran Muara Karang dan Priok sangat strategis dalam memasok kota Jakarta
dan peran tersebut tidak dapat digantikan oleh pembangkit lain di luar area Jakarta, maka hingga
tahun 2022 kedua pembangkit tersebut harus senantiasa dioperasikan dengan output yang tinggi
(bersifat must run). Untuk mengoperasikan kedua pusat pembangkit tersebut dibutuhkan gas dalam
jumlah banyak yang sebagian besar dipasok dari LNG FSRU Jawa Barat dan dari Lapangan Gas
milik Pertamina di Jawa Barat yang dioperasikan oleh PHEONWJ. Pengembangan Pembangkit
Gas di Muara Karang dan Priok membutuhkan lebih banyak pasokan gas. Keterbatasan cadangan
gas dari lapangan yang dioperasikan oleh PHE ONWJ akan menyebabkan kebutuhan alokasi LNG
yang lebih besar bagi kedua Pusat Listrik ini.

Muara Tawar
Pembangkit Muara Tawar juga bersifat must run dengan tingkat produksi yang tinggi,
sehingga dengan semakin menurunnya ketersediaan pasokan gas pipa maka ke depan perlu di
antisipasi alokasi LNG untuk Pusat Listrik Muara Tawar. Pusat listrik Muara Tawar dilengkapi
dengan fasilitas CNG Storage sehingga mampu mengakomodir fluktuasi kebutuhan pasokan gas
menyesuaikan dengan beban listrik.

Tambak Lorok
Pasokan gas untuk memenuhi kebutuhan pembangkit di Tambak Lorok telah terpenuhi
sebesar 166 BBTUD, yaitu berasal dari lapangan gas Gundih sebesar 50 BBTUD dan dari lapangan
gas Kepodang sebesar 116 BBTUD. Pusat Listrik Tambak Lorok juga sudah dilengkapi dengan
fasilitas CNG Storage sehingga mampu mengakomodir fluktuasi kebutuhan pasokan gas
menyesuaikan dengan beban listrik.

BATU BARA

Menurut Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2014 yang diterbitkan
oleh Pusdatin Kementerian ESDM pada tahun 2015, sumber daya batubara Indonesia adalah 120,5
miliar ton yang tersebar terutama di Kalimantan (64,2 miliar ton), Sumatera (55,9 miliar ton) dan
daerah lainnya (0,4 miliar ton), namun cadangan batubara dilaporkan hanya 31,4 miliar ton
(Kalimantan 18,1 miliar ton, Sumatera 13,3 miliar ton). Karena ketersediaannya yang sangat
banyak, maka dalam RUPTL ini diasumsikan bahwa batubara selalu tersedia untuk pembangkit
listrik.

Sekitar 22% dari batubara Indonesia berkualitas rendah (low rank) dengan kandungan
panas kurang dari 5100 kkal/kg, sebagian besar (66%) berkualitas medium (antara 5100 dan 6100
kkal/kg) dan hanya sedikit (12%) yang berkualitas tinggi (6100–7100 kkal/kg). Angka ini dalam
adb (ash dried basis)37. Walaupun cadangan batubara Indonesia tidak terlalu besar, namun tingkat
produksi batubara sangat tinggi, yaitu mencapai 449 juta ton pada tahun 201338. Sebagian besar
dari produksi batubara tersebut diekspor ke China, India, Jepang, Korea Selatan dan Taiwan dan
negara lain39. Produksi pada tahun-tahun
mendatang diperkirakan akan meningkat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan
domestik dan semakin menariknya pasar batubara internasional. Jika tingkat produksi tahunan
adalah 449 juta ton, maka seluruh cadangan batubara Indonesia yang 31 miliar ton diatas akan
habis dalam waktu sekitar 70 tahun apabila tidak dilakukan eksplorasi baru. Untuk menjamin
pasokan kebutuhan domestik yang terus meningkat, Pemerintah telah menerapkan kebijakan
domestic Market Obligation (DMO) yang mewajibkan produsen batubara untuk menjual sebagian
produksinya ke pemakai dalam negeri.

PLN pada saat ini telah dapat mengelola pasokan batubara dengan lebih baik dari aspek
kecukupan dan kualitas. Harga batubara di pasar internasional yang cenderung turun sepanjang
tahun 2014-2015 akibat melemahnya demandbatubara global telah membuat ketersediaan
batubara untuk pasar domestik meningkat.

Dalam RUPTL 2016-2025 ini terdapat rencana pengembangan beberapa PLTU mulut
tambang di Sumatera. Definisi PLTU mulut tambang di sini adalah PLTU batubara yang berlokasi
di dekat tambang batubara low rank yang tidak mempunyai infrastruktur transportasi yang
memungkinkan batubara diangkut ke pasar secara besar-besaran, sehingga batubara low rank di
tambang tersebut pada dasarnya menjadi tidak tradable. Dengan definisi seperti itu, harga batubara
untuk PLTU mulut tambang diharapkan ditetapkan dengan formula cost plus.
PLTU batubara dirancang untuk memikul beban dasar sejalan dengan harga batubara yang
relatif rendah dibandingkan harga bahan bakar fosil lainnya. Namun pembakaran batubara
menghasilkan emisi karbon dioksida yang menimbulkan efek pemanasan global, disamping
menghasilkan polusi partikel dan limbah kimia yang dapat menyebabkan dampak negatif terhadap
lingkungan lokal. Dengan demikian pengembangan pembangkit listrik berbahanbakar batubara
memperhatikan dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Penggunaan teknologi ultra-
supercritical pada PLTU menjadi perhatian PLN dalam merencanakan PLTU skala besar di pulau
Jawa. Teknologi batubara bersih (clean coal technology) lainnya, yaitu IGCC (integrated
gassification combined cycle) dan CCS (carbon capture & storage) belum direncanakan dalam
RUPTL ini karena teknologi ini belum matang secara teknis dan komersial. PLN saat ini
melaksanakan studi bersama Bank Dunia mengenai pembangunan PLTU dengan CCS ready.

Untuk menjamin keandalan pasokan batubara, dibuat penugasan penguasaan tambang


batubara kepada PT PLN Batubara dan penugasan jasa angkutan batubara ke seluruh PLTU kepada
PT Pelayaran Bahtera Adhiguna sebagai Anak Perusahaan PT PLN Persero. Untuk PLTU skala
kecil yang lokasinya jauh dari sumber batubara, dibuatkan pola logistik tersendiri yang bertujuan
memastikan ketersampaian batubara ke lokasi PLTU tersebut.

LNG ( A0A0A0A )
Karena LNG membutuhkan infrastruktur yang merubah gas bumi menjadi LNG berikut
fasilitas penyimpanan dan regasifikasi untuk merubah kembali ke bentuk gas sebelum dapat
dimanfaatkan oleh pembangkit listrik, maka umumnya harga gas dari LNG lebih tinggi dari harga
gas pipa, karena itu maka gas ini hanya ekonomis untuk dipakai di pembangkit peaking, bukan
pembangkit beban dasar. PLN merencanakan pemanfaatan LNG untuk pembangkit beban puncak
dan pembangkit yang bersifat must-run di sistem kelistrikan Jawa-Bali dan Sumatera dan juga di
Indonesia Timur apabila jumlah pembangkit jenis base loader sudah mencukupi.
Pada tahun 2012 telah mulai beroperasi FSRU Jawa Barat untuk memasok pembangkit
Muara Karang dan Priok. Rencana FSRU Belawan telah dibatalkan oleh Pemerintah dan sebagai
gantinya Pemerintah menugaskan Pertamina untuk merevitalisasi fasilitas LNG Arun sebagai
storage dan regasifikasi LNG yang muali beroperasi pada 2015. Sumber LNG untuk FSRU Jawa
Barat pada saat ini berasal dari lapangan Bontang dan Tangguh, dan sumber LNG untuk Arun
dipasok dari lapangan Tangguh. FSRU Lampung yang dioperasikan oleh PGN juga sudah mulai
beroperasi sejak 2014 dan dapat dimanfaatkan pembangkit PLN disekitarnya untuk mendukung
pemenuhan kebutuhan pasokan gas para periode beban puncak. Selanjutnya pada 2016, fasilitas
mini LNG di Tanjung Benoa mulai beroperasi untuk memasok gas ke Pembangkit Listrik
Pesanggaran.

CNG ( COMPRESSED NATURAL GAS)


Untuk pulau Jawa, Fasilitas CNG storage yang sudah beroperasi adalah sebagai berikut:
(i) Grati 30 BBTUD sudah beroperasi pada tahun 2013 untuk mengoperasikan PLTG
peaking eksisting dan rencana PLTGU
peaking Grati.
(ii) Tambak Lorok sebanyak 16 BBTUD untuk mengoperasikan sebagian dari PLTGU
sebagai pembangkit peaking.
(iii) Gresik sebanyak 20 BBTUD untuk mengoperasikan pembangkit peaking dan sebagian
CNG untuk dikirim ke Lombok.
(iv) Muara Tawar sebanyak 20 BBTUD untuk memenuhi kebutuhan operasi peaking.
(i) Pulau Bawean sebanyak 2 BBTUD untuk pasokan gas ke pembangkit beban dasar di
pulau Bawean yang dibawa dengan
transportasi laut dalam bentuk CNG dari Gresik Jawa Timur.

4. Kandidat Pembangkit dalam perencanaan pengembangan pembangkit


Untuk melakukan perencanaan pengembangan pembangkit dibutuhkan pembangkit
kandidat yang sesuai dengan kondisi sistem serta ketersediaannya potensi energi di wilayah
tersebut. Berikut merupakan table yang menunjukan pembangkit kandidat yang akan digunakan
dalam pengembangan pembangkit pada sistem jawa-bali.

Tabel 2 daftar pembangkit kandidat sistem jawa-bali


Nama Unit Invest. Efisiensi Heat Rate Inc. Heat Spinning Schedule Fuel Fixed Var.
FOR
No Pembangkit Kode Size Cost Min Load Full Load min Load Full Load Rate Reserve Maintenance Cost O&M Cost O&M Cost
(MW) (US$/kW) (%) (%) kcal/kWh kcal/kWh kcal/kWh (%) (%) (days/year) (cents/mkcals) ($/kW-month) ($/MWh)
1 PLTU 200 MW C200 200 1400 30.94 34.00 2779.57 2529.41 2279.25 11 12 35 1,333 2.6 2
2 PLTU 300 MW C300 300 1400 30.94 34.00 2779.57 2529.41 2279.25 10 12 35 1,333 2.6 2
3 PLTU 600 MW C600 600 1300 32.76 36.00 2625.15 2388.89 2152.63 11 12 35 1,333 2.6 2
4 PLTU 1000 MW C1000 1000 1400 36.40 40.00 2362.64 2150.00 1937.36 10 12 35 1,333 2.6 2
5 PLTGU 150 MW CC15 150 1000 39.13 43.00 2197.80 2000.00 1802.20 20 10 30 2,778 1.6 1
6 PLTG 200 MW G200 200 700 32.76 36.00 2625.15 2388.89 2152.63 18 10 35 3,968 2.5 1
7 PLTG 500 MW G500 500 850 45.50 50.00 1890.11 1720.00 1549.89 18 10 35 3,968 1.6 1

Dalam pengembangan pembangkit sistem Jawa-Bali, dipilih pembangkit thermal kandidat


yang akan dikompetisikan untuk dilakukan optimisasi. Sedangkan pembangkit hydro tidak
diikutkan karena dalam RUPTL Pulau Jawa sudah tidak memiliki potensi hydro.

5. Kriteria Pengembangan Pembangkit


Perencanaan sistem pembangkit bertujuan untuk mendapatkan konfigurasi pengembangan
pembangkit yang memberikan nilai NPV total biaya penyediaan listrik termurah (least cost) dalam
suatu kurun waktu periode perencanaan, dan memenuhi kriteria keandalan tertentu. Konfigurasi
termurah diperoleh melalui proses optimasi suatu objective function yang mencakup NPV dari
biaya kapital, biaya bahan bakar, biaya operasi dan pemeliharaan dan biaya energy not served.
Selain itu diperhitungkan juga nilai sisa (salvage value) dari pembangkit yang terpilih pada tahun
akhir periode studi.
Kriteria keandalan yang dipergunakan adalah Loss of Load Probability (LOLP) lebih kecil
dari 0.274%. Nilai tersebut merupakan ekivalen dengan probabilitas 1 hari dalam setahun beban
puncak tidak dapat dipenuhi oleh kapasitas sistem pembangkit yang ada. Hal ini berarti
kemungkinan/probabilitas terjadinya beban puncak melampaui kapasitas pembangkit yang
tersedia adalah lebih kecil dari 0.274%. Semakin kecil nilai LOLP, maka semakin tinggi keandalan
sistem tersebut.
Perhitungan kapasitas pembangkit dengan kriteria LOLP menghasilkan reserve margin
tertentu yang nilainya tergantung pada ukuran unit pembangkit (unit size), tingkat ketersediaan
(availability) setiap unit pembangkit, jumlah unit, dan jenis unit. Reserve Margin adalah persentase
kapasitas terpasang tambahan atas permintaan puncak tahunan. Ini adalah kriteria yang
deterministik digunakan untuk mengevaluasi keandalan sistem dengan mendefinisikan margin
sasaran pembangkitan.
Pada sistem Jawa Bali, kriteria LOLP < 0.274% adalah setara dengan reserve margin > 25-
30% dengan basis daya mampu netto. Apabila dinyatakan dengan daya terpasang, maka reserve
margin yang dibutuhkan adalah sekitar 35%.

6. Hasil dan Pembahasan


6.1 Skenario Pertumbuhan Beban 5 %
a. Grafik Rencana Jumlah Unit Pembangkit Kumulatif 2018 – 2047
b. Grafik Kapasitas Pembangkit dan Beban Puncak 2018 – 2047
c. Biaya Pembangkitan Per tahun
d. Biaya Akumulasi Pembangkitan 2017-2047

6.2 Skenario Pertumbuhan Beban 7 %


a. Grafik Rencana Jumlah Unit Pembangkit Kumulatif 2018 – 2047
b. Grafik Kapasitas Pembangkit dan Beban Puncak 2018 – 2047
c. Biaya Pembangkitan Per tahun
d. Biaya Akumulasi Pembangkitan 2017-2047

6.3 Skenario Resource Base


a. Grafik Rencana Jumlah Unit Pembangkit Kumulatif 2018 – 2047
b. Grafik Kapasitas Pembangkit dan Beban Puncak 2018 – 2047
c. Biaya Pembangkitan Per tahun
d. Biaya Akumulasi Pembangkitan 2017-2047

6.4 Skenario Regional Balance


a. Grafik Rencana Jumlah Unit Pembangkit Kumulatif 2018 – 2047
b. Grafik Kapasitas Pembangkit dan Beban Puncak 2018 – 2047
c. Biaya Pembangkitan Per tahun
d. Biaya Akumulasi Pembangkitan 2017-2047

6.5 Skenario LOLP 1 x 1 Tahun


a. Grafik Rencana Jumlah Unit Pembangkit Kumulatif 2018 – 2047
b. Grafik Kapasitas Pembangkit dan Beban Puncak 2018 – 2047
c. Biaya Pembangkitan Per tahun
d. Biaya Akumulasi Pembangkitan 2017-2047
6.6 Skenario LOLP 1 x 3 Tahun
a. Grafik Rencana Jumlah Unit Pembangkit Kumulatif 2018 – 2047
b. Grafik Kapasitas Pembangkit dan Beban Puncak 2018 – 2047
c. Biaya Pembangkitan Per tahun
d. Biaya Akumulasi Pembangkitan 2017-2047

6.7 Contoh

a. Grafik Rencana Jumlah Unit Pembangkit Kumulatif 2018 – 2047


narasiiiiii

Grafik Rencana Unit Pembangkit Kumulatif


2023 - 2050
50
Jumlah (Unit)

40
30
20
10
0
2023 2025 2027 2029 2031 2033 2035 2037 2039 2041 2043 2045 2047 2049
Tahun

C200 C300 C600 GT20 CC15 ROR DAM

Analisa singkat

b. Grafik Kapasitas Pembangkit dan Beban Puncak 2018 – 2047


Narasii
20000 Grafik Kapasitas Pembangkit dan Beban Puncak
2023 - 2050

Daya (dalam MW)


15000 31 3130
32 32 30
30 32 32
10000 31 31 30
32 30 30
35 34 33
78 88 76 64 55 45 34
5000 66 83 72

2030

2040

2050
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029

2031
2032
2033
2034
2035
2036
2037
2038
2039

2041
2042
2043
2044
2045
2046
2047
2048
2049
COAL HSD MFO GAS
LNG ROR Tahun
DAM beban

Analisa singkat
c. Biaya Pembangkitan Per Tahun
narasi

Biaya Pembangkitan
$4,000,000
Biaya (Dalam Ribu Dolar)

$3,000,000
$2,000,000
$1,000,000
$0
-$1,000,000 2023 2025 2027 2029 2031 2033 2035 2037 2039 2041 2043 2045 2047 2049
Tahun

Construction Cost Salvage Value Operational Cost ENS Cost Total Each Year Cost

Analisas singkat
d. Biaya Akumulasi Pembangkitan 2017-2-47
narasi
Biaya Akumulasi Pembangkitan 2023-2050
$12,000,000

Biaya (Dalam Ribu


$10,000,000
$8,000,000
$6,000,000

Dolar)
$4,000,000
$2,000,000
$0

2031

2045
2023
2025
2027
2029

2033
2035
2037
2039
2041
2043

2047
2049
Tahun

Analisas singkat

Anda mungkin juga menyukai