Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Daya Saing dan Dampak
Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Kentang di Kabupaten Banjarnegara,
Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
DONI SAHAT TUA MANALU. Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah
terhadap Komoditas Kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa tengah.
Dibimbing oleh SUHARNO dan NETTI TINAPRILLA.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB
DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN
PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG
DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Magister Sains Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Dosen Penguji Ujian Tesis Luar Komisi : Dr Ir Anna Fariyanti, MSi
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul yang
dipilih dalam penelitian ini yaitu Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah
terhadap Komoditas Kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suharno M.Adev dan
Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla MM selaku dosen pembimbing, serta Ibu Dr Ir Anna
Faryanti, MSi dan Bapak Dr Amzul Rifin, SP MA selaku dosen penguji pada saat
pelaksanaan ujian tesis yang telah banyak memberikan masukan dan arahan
kepada penulis. Demikian juga kepada Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku
Kaprodi Program Studi Magister Sains Agribisnis atas dukungan dan arahan yang
diberikan kepada penulis sejak memulai studi di Program Studi Magister Sains
Agribisnis hingga penyelasaian studi. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada seluruh Petani responden, Bapak Kepala Desa Bakal dan
Kepala Desa Batur, Bapak Sukamto, SP dari penyuluh di Kecamatan Batur, Para
pedagang kentang dan pemilik toko pertanian di Kecamatan Batur Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah yang telah bersedia sebagai responden pada penelitian
ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Almarhum Ayahanda
tercinta Bapak B. Manalu dan Ibunda tercinta Thioland Boru Sinambela serta
seluruh keluarga besar Opung Eko Manalu atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR TABEL Vi
DAFTAR GAMBAR Vi
DAFTAR LAMPIRAN Vi
1. PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 8
Manfaat Penelitian 8
Ruang Lingkup Penelitian 9
2. TINJAUAN PUSTAKA 9
Teori Daya Saing 9
Metode Daya saing 12
Analisis Daya Saing dengan Metode Policy Analisis Matrix 14
Pengaruh Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing 15
Studi Empiris Kentang (Solanum tuberosum L.) 16
3. KERANGKA PENELITIAN 18
Kerangka Teoritis 18
Kerangka Pemikiran Operasional 31
4. METODE PENELITIAN 33
Lokasi dan Waktu Penelitian 33
Jenis dan Sumber Data 34
Metode Pengambilan Responden 34
Metode Analisis Data 35
5. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 43
Gambaran Umum Wilayah Penelitian 43
Karakteristik Petani Responden 46
Kepemilikan Lahan 48
Keragaan Usahatani 48
Lembaga Pemasaran 50
Keuntungan Usahatani 51
Kebijakan Input pada Usahatani Kentang 53
Kebijakan Output pada Usahatani Kentang 54
6. HASIL DAN PEMBAHASAN 54
Analisis Daya Saing Usahatani Kentang di Kabupaten 54
Banjarnegara, Jawa Tengah
Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Daya Saing 59
Kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah
Analisis Sensitivitas Usahatani Kentang di Kabupaten Banjarnegara, 65
Jawa Tengah
7. SIMPULAN DAN SARAN 69
Simpulan 69
Saran 70
DAFTAR PUSTAKA 70
LAMPIRAN 74
RIWAYAT HIDUP 80
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara agraris dan beriklim tropis, memiliki potensi alam
yang mendukung pertumbuhan berbagai macam tanaman dan salah satunya adalah
hortikultura. Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang
mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Pembangunan
hortikultura juga meningkatkan nilai dan volume perdagangan internasional atas
produk hortikultura nasional dan ketersediaan sumber pangan masyarakat.
Pembangunan hortikultura bertujuan untuk mendorong berkembangnya
agribisnis hortikultura yang mampu menghasilkan produk hortikultura yang
berdaya saing, mampu menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan petani
dan pelaku usaha di bidang hortikultura, memperkuat perekonomian wilayah serta
mendukung pertumbuhan pendapatan nasional (Direktorat Jenderal Hortikultura,
2012). Oleh sebab itu diperlukan pembangunan hortikultura yang mengarah pada
terciptanya pertanian yang efisien supaya mampu memenuhi permintaan domestik
dan jika memungkinkan dapat mengekspor ke luar negeri. Indikator ekonomi
makro berupa Produk Domestik Bruto (PDB) pada Tabel 1 dapat digunakan
sebagai salah satu alat ukur untuk mengetahui peranan dan kontribusi hortikultura
terhadap pendapatan nasional.
Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2008-2011
Nilai PDB (Milyar Rupiah)
No Komoditas
2008 % 2009 % 2010 % 2011 %
1 Buah-buahan 47 060 55.97 48 437 54.83 45 482 52.54 46 736 52.60
2 Sayuran 28 205 33.55 30 506 34.54 31 244 36.09 33 137 37.30
3 Tanaman Hias 4 960 5.90 5 494 6.22 6 174 7.13 5 984 6.73
4 Biofarmaka 3 853 4.58 3 897 4.41 3 665 4.24 2 995 3.37
Hortikultura 84 078 2.47 88 334 -1.01 86 565 1.30 88 851
Sumber : Ditjen Hortikultura (2012)
Berdasarkan Tabel 1, dari tahun 2008 sampai tahun 2009 nilai kontribusi
sub sektor hortikultura terhadap PDB nasional mengalami peningkatan sebesar
2.47 persen. Namun pada tahun 2010, nilai PDB hortikultura mengalami
penurunan sebesar 1.01 persen. Penurunan PDB hortikultura pada tahun 2010
disebabkan oleh penurunan jumlah produksi dan harga berlaku dari komoditas
buah-buahan dan tanaman biofarmaka. Kemudian pada tahun 2011, nilai PDB
hortikultura mengalami peningkatan kembali sebesar 1.30 persen.
BPS (2012) mencatat bahwa pada sub sektor hortikultura perkembangan
PDB selama kurun waktu 2008-2011, diikuti dengan penyerapan tenaga kerja
yang relatif meningkat di sub sektor tersebut. Pada tahun 2009 tenaga kerja yang
dapat diserap sebanyak 2.95 juta orang, sementara tahun 2010 penyerapan tenaga
kerja naik sebesar 3.00 juta orang dan tahun 2011 menjadi 3.32 juta orang. Pada
tahun 2012 penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan sebesar 3.10 juta
orang. Proporsi rata-rata kontribusi subsektor hortikultura dalam penyerapan
tenaga kerja selama kurun waktu tahun 2009 – 2012 sebesar 8.25 persen dari
keseluruhan pekerja di sektor pertanian. Melihat kontribusinya dalam PDB dan
2
beradaptasi dengan baik akan tetapi harus ditanam pada daerah yang bersuhu
dingin atau sejuk, suhu udara ideal untuk tanaman kentang adalah 150-180 celcius.
Keunggulan kompetitif dan komparatif kentang yang terdapat di Indonesia
khususnya di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah adalah dipengaruhi oleh
beberapa permasalahan lain yang juga masih terjadi yaitu (1) kebijakan
pemerintah yang mempengaruhi input dan output belum berpihak kepada petani,
(2) menurunnya produksi kentang yang berindikasi kepada menurunnya
pendapatan petani kentang di Kabupaten Banjarnegara, (3) kurangnya
infrastruktur dan teknologi pertanian yang dapat membantu para petani dalam
mengelola usahanya mulai sejak tanam hingga panen serta pasca panen, (4)
lemahnya permodalan petani, sementara budidaya sayuran tergolong padat modal.
Pada akhirnya setiap permasalahan yang ada pada sektor agribisnis kentang akan
mempengaruhi daya saing komoditas kentang dan dengan adanya beberapa
permasalahan tersebut maka orientasi sistem produksi komoditas kentang tersebut
harus dikembangkan ke arah peningkatan daya saing. Sehubungan dengan itu,
usahatani komoditas kentang harus lebih diarahkan pada penerapan teknologi
tepat guna serta efisien dalam pemanfaatan sumberdaya, baik sumberdaya alam
maupun sumberdaya manusia.
Kondisi aktual yang terjadi di Kabupaten Banjarnegara serta beberapa
kebijakan yang telah dijelsakan di atas akan mempengaruhi pendapatan usahatani
kentang baik dari sisi biaya input, output dan transportasi lalu pada akhirnya akan
berdampak pada daya saing kentang di Indonesia secara khusus di Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah. Selain itu, adanya arus globalisasi atau era
perdagangan bebas akan mendorong para produsen kentang dalam negeri untuk
dapat meningkatkan daya saing agar mampu bersaing dengan kentang dari negara
lain Oleh karena itu penelitian tentang daya saing dan dampak kebijakan
pemerintah terhadap komoditas kentang sangat penting untuk dilakukan.
Perumusan Masalah
dilihat melalui keuntungan finansial dan ekonomi usahatani serta daya saing
agribisnis kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah sehingga perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut.
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul pertanyaan yang akan di kaji
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana respon sisi supply (petani) terhadap kebijakan dan dinamika pasar
yang menyertai, sebagaimana digambarkan dalam rumusan masalah di atas?
2. Bagaimana kinerja industri kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa
Tengah? Ukuran kinerja dalam hal ini dapat dilihat melalui keuntungan
finansial dan ekonomi usahatani serta daya saing agribisnis kentang di
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing dan
dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas kentang di
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Adapun tujuan khusus penelitian ini
adalah untuk :
1. Menganalisis tingkat keuntungan finansial dan ekonomi usahatani pada
agribisnis Kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
2. Menganalisis daya saing agribisnis kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa
Tengah melalui keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif.
3. Menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing agribisnis
kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Manfaat Penelitian
1
Suwarta. 2012. Peraturan pajak: 32 Peraturan Menteri Keuangan.
ttp://www.wartapajak.com/index.php.
2
Ariyanti, Fiki dan Eko, Pebriyanto. 2013. Premium Rp 6.500, Solar Rp 5.500 Mulai Sabtu
Pukul 00.00. http://bisnis.liputan6.com/read/619242.
9
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada dasarnya cakupan daya saing tidak hanya pada suatu negara,
melainkan dapat diterapkan pada suatu komoditas, sektor atau bidang, dan
wilayah. Pengembangan komoditas di daerah sesuai dengan kondisi sumberdaya
alam untuk meningkatkan daya saing memberikan banyak manfaat, selain dapat
meningkatkan efisiensi, menjaga kelestarian sumberdaya alam, juga dapat
meningkatkan aktivitas pertanian dan perdagangan sehingga mampu
meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat. Daya saing merupakan
kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan biaya
yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional
kegiatan produksi tersebut menguntungkan (Simanjuntak, 1992).
Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu
komoditas adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam
pengusahaan komoditas tersebut. Keuntungan dapat dilihat dari dua sisi yaitu
keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sementara itu, efisiensi pengusahaan
komoditas dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan
keunggulan kompetitif.
Keunggulan komparatif adalah kemampuan suatu wilayah atau negara
dalam memproduksi satu unit dari beberapa komoditas dengan biaya yang relatif
rendah dari biaya imbangan sosialnya dan dari alternatif lainnya. Keunggulan
komparatif merupakan suatu konsep yang diterapkan suatu negara untuk
membandingkan beragam aktivitas produksi dan perdagangan di dalam negeri
terhadap perdagangan dunia.
Suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan negara
lain bila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditas yang dapat diproduksi
dengan lebih efisien (mempunyai keunggulan absolut) dan mengimpor komoditas
yang kurang efisien (mengalami kerugian absolut). Konsep keunggulan
komparatif yang dipopulerkan oleh David Ricardo menyatakan bahwa sekalipun
suatu negara mengalami kerugian atau ketidakunggulan absolut untuk
10
jumlah dan biaya yang tersedia, jenis pembiayaan atau sumber modal,
aksetabilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan.
Selain itu juga diperlukan peraturan keuangan, peraturan moneter dan fiskal
untuk mengetahui tingkat tabungan masyarakat dan kondisi moneter dan fiskal.
(5) sumberdaya infrastruktur terdiri dari ketersediaan jenis, mutu dan biaya
penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi daya saing. Seperti sistem
transportasi, komunikasi, pos dan giro, serta sistem pembayaran dan transfer dana,
air bersih, energi listrik, dan lain-lain. Kelima kelompok sumberdaya tersebut
sangat mempengaruhi daya saing nasional.
2. Kondisi Permintaan (demand condition)
Kondisi permintaan sangat mempengaruhi penentuan daya saing, terutama
mutu permintaan. Mutu permintaan merupakan sarana pembelajaran bagi
perusahaan-perusahaan untuk bersaing secara global. Mutu persaingan
memberikan tantangan bagi perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya
dengan memberikan tanggapan terhadap persaingan yang terjadi. Ketika kondisi
permintaan konsumsi dalam ekonomi lebih banyak akan menjadi tekanan terbesar
bagi perusahaan untuk bergerak secara konstan bersaing melalui inovasi produk
dan peningkatan kualitas.
3. Industri Terkait dan Industri Pendukung (related and supporting industry)
Keberadaan industri terkait dan pendukung (related and supporting
industry) mempengaruhi daya saing secara global. Diantaranya adalah industri
hulu yang mampu memasok input bagi industri utama dengan harga lebih murah,
mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan industri. Sama halnya dengan industri hilir yang
menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri
hilir memiliki daya saing global maka akan dapat menarik industri hulu untuk
memiliki daya saing pula.
4. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan (firm strategy, structure, and
rivalry)
Tingkat persaingan bagi perusahaan akan mendorong kompetisi dan inovasi.
Keberadaan pesaing lokal yang handal merupakan penggerak untuk memberikan
tekanan pada perusahaan lain untuk meningkatkan daya saing.
Perusahaan yang teruji dalam persaingan yang ketat akan memenangkan
persaingan dibandingkan perusahaan yang berada dalam kondisi persaingan yang
rendah. Struktur perusahaan maupun struktur industri menentukan daya saing
dengan cara melakukan perbaikan dan inovasi. Hal ini jika dikembangkan dalam
situasi persaingan akan berpengaruh pada strategi yang dijalankan oleh
perusahaan.
5. Peran Pemerintah (goverment)
Peranan pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya
peningkatan daya saing global, tetapi berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu
daya saingnya. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator agar perusahaan dan
industri senantiasa meningkatkan daya saingnya. Pemerintah dapat mempengaruhi
tingkat daya saing global melalui kebijakan yang memperlemah atau memperkuat
faktor penentu daya saing industri, tetapi pemerintah tidak dapat menciptakan
keunggulan bersaing secara langsung. Peran pemerintah dalam upaya peningkatan
daya saing adalah memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki
kondisi faktor daya saing sehingga bisa dimanfaatkan secara aktif dan efisien.
12
Keuntungannya dapat dilihat dari dua hal, yakni keuntungan privat dan
keuntungan sosial. Keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dengan
analisis perbedaan harga finansial dan ekonomi dapat diketahui nilai daya saing
suatu komoditas dan bagaimana dampak kebijakan yang dilakukan pemerintah
terhadap penerimaan petani (Ugochukwu dan Ezedinma 2011, Kasimin dan
Suyanti 2012).
Dari beberapa metode yang telah dijelaskan di atas, masing-masing
memiliki kelebihan dan keterbatasan jika digunakan dalam suatu penelitian
tertentu. Oleh karena itu perlu diperhatikan dengan baik tujuan penelitian yang
akan dilakukan sebelum menentukan metode analisis daya saing yang ada agar
pemilihan metode yang ditetapkan sesuai.
dilakukan pada dasarnya adalah mampu melihat ketiga tujuan utama yang telah
dijelaskan di atas.
Feryanto (2010) yang melakukan penelitian dengan menggunakan metode
PAM, menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan munculnya daya saing
pada umumnya terdiri dari teknologi, produktivitas, harga, biaya input, struktur
industri, kualitas permintaan domestik dan ekspor. Faktor-faktor tersebut dapat
dibedakan menjadi (1) faktor yang dikendalikan oleh unit usaha, seperti strategi
produk, teknologi, pelatihan, riset dan pengembangan, (2) faktor yang
dikendalikan oleh pemerintah, seperti lingkungan bisnis (pajak, suku bunga,
exchange rate), kebijakan perdagangan, kebijakan riset dan pengembangan,
pendidikan dan pelatihan, dan regulasi pemerintah, (3) faktor semi terkendali,
seperti kebijakan harga input, dan kualitas permintaan domestik, dan (4) faktor
yang tidak dapat dikendalikan seperti lingkungan alam. Hasil yang sama
dikemukakan oleh Dewanata (2011) yang melakukan penelitian tentang Analisis
daya saing dan kebijakan pemerintah terhadap komoditas jeruk siam di Kabupaten
Garut Jawa Barat. Oleh karena itu faktor yang dikendalikan oleh unit usaha, faktor
pemerintah dan faktor semi terkendali perlu di perhatikan agar komoditas yang
diusakan dapat memiliki daya saing.
Sebuah komoditas mungkin saja dapat berdaya saing secara komparatif dan
kompetitif, seperti penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2011)
menunjukkan bahwa pengusahaan komoditas belimbing dewa di kota depok
memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Namun penelitian Oguntade
(2009) mengenai pengolahan komoditas padi di Nigeria hanya memiliki
keunggulan kompetitif, karena memiliki keuntungan privat yang lebih besar dari
nol, yakni 9.445 dan didukung dengan nilai PCR yang kurang dari satu, yakni
0.78. Namun pengolahan padi ini tidak memiliki keunggulan komparatif, karena
nilai keuntungan sosial yang dimiliki bernilai negatif, -26.256 dengan DRC
mencapai 4.88 sehingga tidak memiliki keunggulan komparatif. Hal ini terjadi
karena bermula dari masalah yang terjadi yakni pasar-pasar sekunder kekurangan
infrastruktur dan tidak sistematisnya pemasaran yang dilakukan.
Kemungkinan lain yang dapat terjadi pada daya saing dengan menggunakan
metode PAM adalah ditemukannya sebuah komoditas yang dapat berdaya saing
dalam pasar domestik di suatu negara akan tetapi tidak dapat berdaya saing di
pasar internasional. Dugaan ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh
Najarzadeh R et al (2011) yang menyatakan bahwa komoditas yang berdaya saing
dalam pasar domestik di suatu negara belum tentu memiliki daya saing dalam
pasar internasional.
adaptasi yang luas, sehingga dapat ditanam di kedua lingkungan tropis dan
subtropis dan ketinggian dari permukaan laut hingga 4.000 m (Singh et al. 2012)
Kentang merupakan tanaman penting dari dunia dan ditanam di sekitar 18,3
juta hektar dengan produksi 295 juta ton. Hasil rata-rata dunia adalah 50,5
kg/tahun. Kentang menyumbang sekitar 1,23 persen terhadap produksi bruto dari
kegiatan pertanian dan sekutu di India. Singh et al (2012), Manhokwe et al.
(2010). Petani kentang di pulau Jawa memiliki produktivitas rata-rata 10-25
ton/ha. Besarnya produktivitas ini tergantung dari lokasi budidaya. Varietas
kentang yang banyak ditanam petani yaitu Granola. Sementara itu, varietas lain
seperti Atlantic, Cipanas, Agriya, Herta, Aquila, Ritek, Lamping, Kennebec,
Grata, dan Marita, tidak banyak ditanam petani. Permasalahan yang dihadapi para
petani kentang di Indonesia diantaranya: penyakit pada tanaman kentang, harga
pupuk dan pestisida yang tinggi, perubahan iklim yang tidak menentu, kesulitan
transportasi, dan kesulitan mendapatkan tambahan modal kerja. Sementara itu,
permasalahan yang dihadapi sebagian besar para pedagang kentang adalah
kesulitan mendapatkan kentang yang berkualitas baik seperti kentang dari Dieng,
harga beli yang tinggi, ulah pedagang besar yang mempermainkan harga, serta
kentang yang membusuk (Andarawati, 2011).
Penelitian Sunaryono (2007) menyatakan bahwa usaha (bisnis) komoditas
kentang baik di dalam maupun di luar negeri masih memiliki potensi yang baik
sehingga perlu penanganan yang serius agar kentang lokal memiliki daya saing,
beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya pengembangan usaha
(bisnis) komoditas kentang adalah (1) Peluang pasar dan permintaan konsumen,
(2) Lahan dan kondisi agroklimat, (3) Tingkat keuntungan, dan (4) Ketersedian
bibit dan modal. Andrawati (2011) menyatakan bahwa terjadi penurunan
produktivitas kentang di Kecamatan Batur, Jawa Tengah. Hal ini di duga karena
ketersediaan dan penggunaan benih kentang yang kurang berkualitas di daerah
tersebut, dari hasil Stochastic Frontier diperoleh bahwa varibel yang bernilai
positif dan berpengaruh signifikan terhadap produksi kentang yakni benih dan
pupuk organik. Sedangkan berdasarkan model inefisiensi teknis pengalaman
usahatani, pendidikan formal, dan luas lahan merupakan faktor yang memberikan
pengaruh negatif dan faktor umur merupakan satu-satunya faktor yang
berpengaruh positif dan signifikan terhadap inefisiensi teknis usahatani kentang.
Meskipun demikian, penelitian Novianto (2012) menyatakan bahwa pengusahaan
kentang di Kecamatan Kejajar di provinsi yang sama dengan penelitian
Andrawati (2011) yaitu Jawa Tengah menyatakan bahwa dengan sistem usahatani
kentang yang ada ternyata usahatani kentang memiliki keunggulan kompetitif dan
komparatif.
Daya saing sangat erat kaitannya dengan kualitas dan produktivitas suatu
komoditas, hal ini tidak terlepas dari peranan pemerintah. Untuk menunjukkan hal
tersebut maka penelitian tentang daya saing dan dampak kebijakan pemerintah
khususnya pada komoditas kentang penting untuk dilakukan karena di Indonesia
khususnya kebijakan pemerintah masih sangat dibutuhkan para petani (produsen)
maupun konsumen domestik serta mengingat bahwa komoditas pertanian
memiliki karakteristik yang unik dan memiliki peran yang sangat penting bagi
perekonomian nasional. Sebagian besar peneliti yang menganalisis daya saing
suatu komoditas dengan mengakomodasi kebijakan pemerintah mulai dari input,
output usahatani serta kebijakan pada perdagangan domestik maupun international
18
3 KERANGKA PENELITIAN
Kerangka Teoritis
1. Merkantilisme
Eksposisi pemikiran merkantilisme pertama kali ditulis oleh Antinio Serra
pada tahun 1613, selanjutnya paham-paham ini dikembangkan oleh Sin James
Steuart, Thomas Mun, Gerald de Malynes, dan Dudley Giggs. Merkantilisme
belum mengenal konsep keunggulan komparatif sebagai penentu pola
perdagangan, dan karenanya juga mempengaruhi struktur produksi dan distribusi
pendapatan. Pada teori merkantilisme menyebutkan bahwa, negara berupaya
sekuat mungkin untuk meningkatkan ekspor dan menekan impor.negara dalam
meningkatkan pertumbuhan dan kesejahteraan menjadi sangat dominan.
2. Adam Smith
Adam Smith mengajukan teori keuntungan absolut yang menyatakan bahwa
keuntungan absolut merupakan basis perdaganga internasional. Setelah teori-teori
tersebut, timbul teori-teori perdagangan yang menekankan bahwa keunggulan
komparatif merupakan basis perdagangan internasional, yaitu terdiri dari The
Ricardian Model, Mercantilsm, Adam Smith’s Theory, dan Ricardo’s Theory
dikategorikan sebagai The Classical Model of International Trade, sedangkan The
Heckscher-Ohlin model merupakan The Modern Theory of International Trade.
3. Teori Ricardian
Teori ini menyatakan bahwa keunggulan komparatif timbul karena adanya
perbedaan teknologi antar negara. Hal ini berarti bahwa berlangsungnya
perdagangan internasional merupakan akibat adanya perbedaan produktivitas
antar negara.
19
P P P
P Sb
A” A’
P3 Sa S
Ekspor
E* B’
P2 B* E’
B E
P1 A* D Impor
A Db
Da X X X
0 0 0
Pasar Negara A Pasar Dunia Pasar Negara B
AA A Gambar 4. Aliran Perdagangan Internasional
Sumber: Salvator 1997
Keterangan:
P2 :Harga keseimbangan di pasar dunia
P3 :Harga keseimbangan di negara B sebelum berdagang
P1 :Harga keseimbangan di negara A sebelum berdagang
Da :Permintaan domestik negara A
Sa :Penawaran domestik negara A
D :Permintaan di pasar dunia
S :Penawaran di pasar dunia
Sb :Permintaan domestik negara B
Db :Penawaran domestik negara B
Daya saing atas suatu komoditas sering diukur dengan menggunakan
pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan bersaing negara-
negara mencakup tersedianya sumberdaya dan melihat lebih jauh pada keadaan
negara yang mempengaruhi daya saing perusahaan-perusahaan internasional pada
industri yang berbeda. Sebagian besar sumberdaya yang penting seperti keahlian
tenaga kerja yang tinggi, teknologi dan sistem manajemen yang canggih
diciptakan melalui investasi. Atribut yang merupakan faktor-faktor keunggulan
bersaing industri nasional, yakni kondisi faktor sumberdaya (resources factor
conditions), kondisi permintaan (demand conditions), industri pendukung dan
terkait, serta persaingan, struktur dan strategi perusahaan. Daya saing
didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk mempertahankan keuntungan dan
menjaga pangsa pasar secara berkelanjutan melalui pemanfaatan keunggulan
komparatifnya (Porter 1990).
Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu
komoditas adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam
pengusahaan komoditas tersebut. Keuntungan dapat dilihat dari dua sisi yaitu
keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sementara itu, efisiensi pengusahaan
komoditas dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan
keunggulan kompetitif.
Konsep Efisiensi
Menurut Lau dan Yotopaulus (1971) dalam Kurniawan (2011) konsep
efisiensi pada dasarnya mencakup tiga pengertian, yaitu efisiensi teknis, efisiensi
alokatif (harga) serta efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis mencerminkan
kemampuan petani untuk memperoleh output maksimal dari sejumlah input
tertentu. Efisiensi alokatif mencerminkan kemampuan petani untuk menggunakan
input dengan dosis atau syarat yang optimal pada masing-masing tingkat harga
input dan teknologi yang dimiliki sehingga produksi dan pendapatan yang
diperoleh maksimal. Efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi teknis
dan efisiensi alokatif. Secara umum konsep efisiensi didekati dari dua sisi yaitu
pendekatan dari sisi penggunaan input dan pendekatan dari sisi output yang
dihasilkan (Farrel, 1957 dalam Coelli et al.,2005).
Pearson S,C dan S. Bahri (2005) menyatakan bahwa efisiensi dapat diukur
dengan tingkat keuntungan sosial (sosial profitability), yaitu tingkat keuntungan
yang dihitung berdasarkan harga efisien. Investasi publik yang berhasil (misal
investasi dalam bentuk jaringan irigasi atau transportasi) akan meningkatkan nilai
output atau menurunkan biaya input. Perbedaan keuntungan sosial sebelum dan
sesudah adanya investasi publik menunjukkan peningkatan keuntungan sosial.
Keterangan :
Pw : Harga di Pasar Internasional
Pd : Harga di Pasar Domestik
Pp : Harga di tingkat produsen setelah diberlakukan pajak dan subsidi
S + PI : Subsidi kepada produsen untuk barang impor
S + CI : Subsidi kepada konsumen untuk barang impor
Gambar 5(a) merupakan gambar subsidi positif untuk produsen barang
impor dimana harga yang diterima oleh produsen domestik lebih tinggi dari harga
di pasar internasional. Hal ini menyebabkan output produksi dalam negeri
meningkat dari Q1 menjadi Q2 sedangkan konsumsi tetap pada Q3. Harga yang
diterima konsumen akan tetap sama dengan harga di pasar dunia. Subsidi ini akan
menyebabkan jumlah impor turun dari Q3-Q1 menjadi Q3-Q2. Tingkat subsidi
per output sebesar (Pp – Pw) pada output Q2, maka transfer total dari pemerintah
kepada produsen sebesar Q2 x (Pp – Pw) atau PpABPw. Subsidi menyebabkan
barang yang seharusnya diimpor menjadi diproduksi sendiri dengan biaya
korbanan sebesar Q1CAQ2, sedangkan opportunity cost yang diperoleh jika
barang tersebut diimpor adalah sebesar Q1CBQ2. Dengan adanya subsidi tersebut,
maka akan terjadi kehilangan efisiensi sebesar CAB. Gambar 5(b) menunjukkan
subsidi untuk produsen barang ekspor. Adanya subsidi dari pemerintah
menyebabkan harga yang diterima produsen lebih tinggi dari harga yang berlaku
di pasar dunia. Harga yang tinggi berakibat pada peningkatan output produksi
dalam negeri dari Q3 ke Q4, sedangkan konsumsi menurun dari Q1 ke Q2
sehingga jumlah ekspor meningkat dari Q3 ke Q4. Tingkat subsidi yang diberikan
pemerintah adalah sebesar GABH.
Gambar 5(c) menunjukkan subsidi positif untuk konsumen untuk output
yang diimpor. Kebijakan subsidi sebesar Pw–Pd kepada konsumen menyebabkan
produksi menurun dari Q1 menjadi Q2 sedangkan konsumsi akan meningkat dari
Q3 menjadi Q4 karena kebijakan subsidi akan merubah harga dalam negeri
menjadi lebih rendah. Subsidi ini akan menyebabkan peningkatan impor dari Q3-
Q1 menjadi Q4-Q2. Transfer pemerintah terdiri dari dua bagian, yaitu transfer dari
pemerintah ke konsumen sebesar ABGH dan transfer dari produsen ke konsumen
sebesar PwAPd. Dengan demikian akan terjadi kehilangan efisiensi ekonomi pada
sisi konsumsi dan produksi. Di sisi produksi, output turun dari Q2 menjadi Q1
menyebabkan hilangnya pendapatan sebesar Q2FAQ1 atau sebesar Pw x (Q2-Q1),
sehingga terjadi inefisiensi ekonomi sebesar AFB. Di sisi konsumsi opportunity
cost akibat peningkatan konsumsi adalah sebesar Pw x (Q4 – Q3) atau sebesar
Q3EGHQ4 dengan kemampuan membayar konsumen sebesar Q3EHQ4 sehingga
terjadi inefisiensi sebesar EGH. Dengan demikian total inefisiensi yang terjadi
adalah sebesar AFB dan EGH.
Gambar 5(d) menunjukkan subsidi untuk barang ekspor, pada grafik
tersebut harga dunia (Pw) lebih besar dari harga yang diterima produsen (Pp).
Harga yang lebih rendah menyebabkan konsumsi barang ekspor menjadi
meningkat dari Q1 menjadi Q2. Perubahan ini akan menyebabkan opportunity
cost sebesar Pw x (Q2 –Q1) atau area yang sama dengan kemampuan membayar
konsumen yaitu Q1CAQ2, dengan inefisiensi yang terjadi yaitu sebesar CBA.
27
Teori Sensitivitas
Analisis sensitivitas merupakan alat analisis yang digunakan secara
sistematis untuk melihat dan menguji perubahan dari suatu kelayakan ekonomi
bila ada kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang telah dibuat terhadap daya
saing kentang. Menurut Kadariah dan Grey (1978), analisis sensitivitas dilakukan
dengan beberapa cara: (1) mengubah besarnya variabel-variabel yang penting,
masing-masing terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase
dan menentukan seberapa besar kepekaan hasil perhitungan terhadap perubahan-
perubahan tersebut, dan (2) menentukan seberapa besar faktor yang berubah
sehingga hasil perhitungan membuat proyek tidak dapat diterima.
Analisis sensitivitas membantu menentukan unsur-unsur penting yang
berperan dalam menentukan hasil akhir dan mengubah suatu faktor kemudian
menentukan pengaruh dari perubahan tersebut terhadap hasil analisis. Kelemahan
dari analisis sensitivitas adalah :
1. Tidak digunakan untuk pemilihan proyek karena merupakan analisis parsial
yang hanya mengubah suatu parameter pada saat tertentu.
31
2. Hanya mencatat apa yang terjadi jika faktor berubah-ubah dan bukan untuk
menentukan layak atau tidaknya suatu proyek.
Analisis sensitivitas dilakukan juga untuk mengetahui bagaimana dampak
kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah. Analisis ini dilakukan untuk
mensubstitusi kelemahan metode sebelumnya yaitu Policy Analysis Matrix yang
hanya memberlakukan satu tingkat harga padahal dalam keadaan sebenarnya
tingkat harga yang berlaku untuk input dan output sangat bervariatif. Oleh karena
itu, analisis sensitivitas penting untuk dilakukan.
Penelitian ini akan menganalisis daya saing komoditas kentang dan dampak
kebijakan pemerintah di Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah dengan
menggunakan alat analisis Policy Analysis Matrix (PAM). Salah satu pendekatan
untuk melihat dampak dari suatu kebijakan dalam sektor agribisnis adalah dengan
menganalisis perbedaan antara harga-harga input, baik domestik (non tradable)
maupun asing (tradable) dan penerimaan secara finansial dan ekonomi dengan
menganalisis perbedaan harga-harga finansial dan ekonomi, maka dapat diketahui
tingkat daya saing suatu komoditas serta dampak kebijakan pemerintah terhadap
daya saing komoditas agribisnis tersebut. Analisis daya saing agribisnis kentang
dalam penelitian ini dilihat dari faktor input dan output. Faktor input meliputi :
saprodi (benih, pupuk, pestisida), alsintan, tenaga kerja, lahan, dan faktor output
meliputi harga kentang segar baik yang digunakan sebagai benih pada musim
tanam berikutnya maupun kentang segar yang dijual ke pasar.
Analisis dampak kebijakan pemerintah dapat dilihat melalu sistem
perdagangan, kebijakan moneter, adanya subsidi/pajak, investasi publik, research
and development. Apabila dengan kebijakan yang ada mampu memberikan
keunggulan kompetitif terhadap komoditas yang di analisis, maka kebijakan
tersebut dapat dipertahankan. Namun sebaliknya, dengan adanya kebijakan
tersebut ternyata menghambat atau mengurangi nilai kompetitif maka kebijakan
tersebut perlu dikaji ulang.
Kelebihan dari alat analisis PAM ini selain digunakan untuk menganalisis
daya saing baik dari segi keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif,
dapat juga digunakan melihat bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap
komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara. Metode PAM digunakan untuk
menganalisis daya saing sekaligus digunakan untuk menganalisis penerapan
kebijakan pemerintah pada harga input, kebijakan pada harga output, dan
kebijakan harga input-output. Kebijakan harga input dianalisis berdasarkan nilai
transfer (input transfer atau TI), koefisien proteksi input nominal (nominal
protection coefficient on input atau NPCI), tingkat proteksi input nominal
(nominal protection rate on input atau NPRI), dan transfer faktor (factor transfer
atau FT).
Setelah dianalisis daya saing dan dampak kebijakan pemerintah, kemudian
akan dilakukan analisis sensitivitas dengan skenario berdasarkan fenomena
kebijakan pemerintah baik kebijakan yang sudah pernah terjadi, yang sedang
terjadi, maupun yang akan terjadi sehingga dapat diketahui dengan kondisi
kebijakan tersebut bagaimana keadaan daya saing kentang di Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah. Kemudian, setelah diperoleh kesimpulan dari hasil
penelitian selanjutnya akan diberikan saran terhadap implikasi kebijakan yang
dapat menjadi perhatian bagi stakeholder agribisnis kentang. Secara lengkap
kerangka penelitian operasional analisis daya saing dan dampak kebijakan
pemerintah terhadap komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah
dapat diihat pada Gambar 8. di bawah ini :
33
Kondisi Umum
1. Potensi kentang di Kabupaten Banjarnegara
2. Persaingan kentang lokal dengan kentang impor
PAM
- Daya Saing
1. Keunggulan Komparatif :
Daya Saing Komoditas Kentang a. Keuntungan Sosial
Kebijakan Pemerintah
b. Rasio Sumber Daya
Input : Domestik (DRC)
- Perdagangan
- Saprodi :Benih, Pupuk, 2. Keunggulan Kompetitif :
- Moneter
Pestisida a. Keuntungan Privat
- Subsidi/Pajak
- Alsintan b. Rasio Biaya Privat (PCR)
- Investasi Publik
- Tenaga Kerja - Dampak Kebijakan
- Research and Development
- Lahan 1. Kebijakan Output
Output : Kentang Segar TO, NPCO
2. Kebijakan Input
IT, NPCI, TF
3. 3. Kebijakan Input‐Output
Analisis EPC, TB, PC, SRP
Sensitivitas
Implikasi Kebijakan
Keterangan :
Garis Faktor yang Menghubungkan
Garis Analisis yang digunakan
Gambar 8. Kerangka Pemikiran Operasional
4 METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui observasi, wawancara dan pemberian kuisioner dengan
beberapa pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Wawancara dilakukan
dengan beberapa nara sumber seperti petani, lembaga pemasaran, pedagang input
pertanian, stakeholder, pakar ahli di bidang kentang. Data sekunder merupakan
data yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian
antara lain Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Banjarnegara, Badan Pusat Statistik dan lembaga-lembaga terkait (stakeholder)
dalam bidang komoditas kentang, Penyuluh pertanian Kecamatan Batur, Pemilik
Kios Pertanian yang ada di Kecamatan Batur yang dapat membantu penyediaan
data yang akan digunakan pada penelitian ini.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk
mendeskripsikan gambaran umum lokasi penelitian, sedangkan metode kuantitatif
digunakan untuk menganalisis daya saing kentang dan dampak kebijakan
pemerintah yaitu analisis Policy Analysis Matrix.
1. Policy Analysis Matrix
Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data penelitian terdiri atas
beberapa tahap. Tahap pertama adalah penentuan input dan output usahatani
kentang. Tahap kedua adalah pengidentifikasian input ke dalam komponen input
tradable yaitu input yang diperdagangkan di pasar internasional baik di ekspor
maupun di impor dan identifikasi input non tradable yaitu input yang dihasilkan
di pasar domestik dan tidak diperdagangkan secara internasional. Tahap ketiga
yaitu penentuan harga privat dan harga bayangan input serta output, kemudian
tabulasi dan analisis indikator-indikator yang dihasilkan tabel PAM. Data yang
diperoleh diolah menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel.
Tahapan penyusunan Tabel PAM adalah sebagai berikut :
1. Penentuan input dan output usahatani kentang.
2. Metode pengalokasian komponen biaya domestik dan asing. penelitian ini
menggunakan pendekatan total dalam mengalokasikan biaya input tradable
dan non tradable.
3. Penentuan harga bayangan input dan output. Harga bayangan yang sebenarnya
akan terjadi dalam perekonomian jika pasar dalam keadaan persaingan
sempurna dan dalam kondisi keseimbangan (Gittinger. 1986).
a. Harga bayangan output, harga barang output yang diimpor ketika barang
diterima di pelabuhan kemudian dikonversi ke dalam nilai rupiah bayangan
dan ditambah dengan biaya tataniaga.
b. Harga bayangan input, sama dengan harga finansialnya.
Penentuan harga bayangan dengan mengeluarkan distorsi akibat kebijakan
pemerintah atau akibat kegagalan pasar. Dalam penelitian ini untuk
menentukan harga sosial komoditas yang diperdagangkan didekati dengan
harga batas (border price). Untuk komoditas yang selama ini diekspor
digunakan harga FOB (free on board) dan untuk komoditas yang diimpor
digunakan harga CIF (cost insurance freight). Untuk harga FOB, karena
merupakan harga batas di pelabuhan ekspor perlu dikurangi biaya transport
dan handling dari pedagang besar ke pelabuhan. Sementara itu untuk harga
CIF karena merupakan harga batas di pelabuhan impor, maka perlu ditambah
biaya transport dan handling dari pelabuhan ke lokasi penelitian.
4. Tabulasi dan analisis indikator matrix kebijakan.
Adapun Asumsi yang digunakan dalam analisis PAM ini adalah :
1. Harga pasar adalah harga yang benar-benar diterima petani yang
didalamnya terdapat kebijakan pemerintah (distorsi pasar).
2. Harga bayangan adalah harga pada kondisi pasar persaingan sempurna
yang mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya. Pada komoditas
tradable, harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar dunia
(internasional).
36
seluruh biaya yang dikeluarkan secara tunai maupun yang diperhitungkan untuk
menghasilkan komoditas akhir yang siap dipasarkan atau dikonsumsi. Biaya
domestik dapat didefinisikan sebagai nilai input yang digunakan dalam suatu
proses produksi. Penentuan alokasi biaya produksi ke dalam komponen asing
(tradable) dan domestik (non tradable) didasarkan atas jenis input, penentuan
biaya input tradable dan non tradable dalam biaya total input.
3. Metode Penentuan Harga Bayangan
Harga bayangan adalah sebagian harga yang terjadi dalam perekonomian
pada keadaan persaingan sempurna dan kondisinya dalam keadaan keseimbangan
(Gittinger 1982). Kondisi biaya imbangan sama dengan harga pasar sulit
ditemukan, maka untuk memperoleh nilai yang mendekati biaya imbangan atau
harga sosial perlu dilakukan penyesuaian terhadap harga pasar yang berlaku.
Alasan penggunaan harga bayangan adalah sebagai berikut :
a. Harga bayangan tidak mencerminkan korbanan yang dikeluarkan jika
sumberdaya tersebut dipakai untuk kegiatan lain.
b. Harga yang berlaku di pasar tidak menunjukkan apa yang sebenarnya
diperoleh masyarakat melalui suatu produksi dari aktivitas tersebut.
3.1. Harga Bayangan Output
Pendekatan untuk harga bayangan output kentang ditentukan berdasarkan
harga CIF karena merupakan harga batas di pelabuhan impor, maka perlu
ditambah biaya transport dan handling dari pelabuhan Tanjung Priok ke lokasi
penelitian. Dengan harga CIF yang dikonversi terlebih dahulu ke dalam rupiah
dengan biaya-biaya transportasi, bongkar muat, pemasaran, pengepakan, dan
sortasi. Namun, harus dilakukan perhitungan harga bayangan nilai tukar sebagai
berikut.
Dimana.
SER : Nilai Tukar Bayangan (Rp.US$)
OER : Nilai Tukar Resmi (Rp/US$)
SCFt : Faktor konversi Standar
Nilai faktor konversi standar yang merupakan rasio dari nilai impor dan
ekspor ditambah pajaknya dapat ditentukan sebagai berikut :
Dimana.
SCFt : Faktor konversi standar untuk tahun ke-t
Xt : Nilai ekspor Indonesia untuk tahun ke-t (Rp)
Mt : Nilai impor Indonesia untuk tahun ke-t (Rp)
Txt : Penerimaan pemerintah dari pajak ekspor untuk tahun ke-t (Rp)
Tmt : Penerimaan pemerintah dari pajak impor untuk tahun ke-t (Rp)
Menurut data BPS (2012), Indonesia saat ini lebih banyak mengimpor
kentang daripada mengekspor kentang, sehingga peningkatan produksi kentang
lebih diarahkan untuk substitusi impor. Jadi, dalam penelitian ini harga kentang
yang digunakan harga perbatasan CIF. Harga CIF kentang sebesar US$ 0.59 per
38
kg, dalam mata uang domestik menjadi Rp6,356.27 per kg. Selanjutnya dari harga
CIF kentang tersebut dilakukan penyesuaian dengan penambahan terhadap biaya
distribusi dan handling sampai ketingkat petani. Jadi harga bayangan kentang di
tingkat petani sebesar Rp6,711.27 per kg. Pehitngan harga bayangan kentang
dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.2. Harga Bayangan Input
Pada prinsipnya dalam menentukan harga sosial atau bayangan input dan
peralatan yang termasuk komoditas tradable, tidak berbeda dengan menentukan
harga sosial output, jika inputnya adalah komoditas impor maka menggunakan
harga CIF karena merupakan harga batas di pelabuhan impor, maka perlu
ditambah biaya transport dan handling dari pelabuhan ke lokasi penelitian. Jika
komoditasnya adalah ekspor maka harga sosial ditentukan berdasarkan harga
border price yaitu FOB, sedangkan untuk input non tradable digunakan harga
pasar domestik.
maka diperoleh harga paritas ekspor di tingkat petani untuk pupuk Urea
Rp3,797.50, pupuk Sp-36 Rp1,676.93 dan pupuk ZA Rp1,525.56.
Untuk harga bayangan pupuk kandang, pupuk cap sarang burung, pupuk
petroganik didasarkan pada harga privatnya yaitu masing-masing sebesar Rp500
per kg dan Rp3,500 per kg serta Rp800 per kg.
2. Kebijakan Input
a. Transfer Input (J) = B – F
Transfer input merupakan selisih antara biaya berdasarkan harga finansial
dan biaya berdasarkan harga sosial. Nilai transfer input menunjukkan adanya
kebijakan pemerintah pada input tradable. Nilai transfer input positif
mencerminkan bahwa produsen harus membayar inputnya lebih mahal. Apabila
nilai transfer input negatif berarti bahwa produsen tidak perlu membayar secara
penuh korbanan sosial yang seharusnya dibayarkan.
B
b. Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) = F
Koefisien proteksi input nominal merupakan rasio antara biaya input
tradable berdasarkan harga finansial dan biaya input tradable berdasarkan harga
sosial. Nilai NPCI yang lebih besar dari satu menunjukkan adanya proteksi dari
pemerintah terhadap produsen input sehingga sektor yang menggunakan input
tersebut terpaksa dirugikan dengan tingginya biaya produksi.
c. Transfer Faktor (K) = C – G
Transfer faktor merupakan indikator yang digunakan untuk menganalisis
dampak kebijakan pemerintah terhadap input non tradable. Apabila transfer faktor
bernilai positif berarti terdapat kebijakan pemerintah yang sifatnya melindungi
produsen input domestik. Nilai transfer faktor diperoleh dari selisih antara biaya
input non tradable privat dengan biaya input non tradable sosial.
3. Kebijakan Input-Output
a. Transfer Bersih = D – H
Transfer bersih merupakan selisih antara keuntungan bersih yang benar-
benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya.
A-B
b. Koefisien Proteksi Efektif (EPC) = E-F
Nilai EPC menggambarkan arah kebijakan pemerintah apakah bersifat
melindungi atau justru menghambat kegiatan pengusahaan suatu komoditas.
D
c. Koefisien Keuntungan =
H
Apabila nilai koefisien keuntungan lebih besar dari satu, berarti secara
keseluruhan kebijakan pemerintah memberikan insentif kepada produsen.
Sebaliknya apabila nilai koefisien keuntungan lebih kecil dari satu, berarti
kebijakan pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima produsen lebih
kecil dibandingkan tidak ada intervensi pemerintah.
L
d. Rasio Subsidi bagi Podusen (SRP) =
A-B
Nilai SRP yang lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa kebijakan
pemerintah yang berlaku selama ini menyebabkan produsen mengeluarkan biaya
di atas biaya sosial yang seharusnya dikeluarkan.
42
Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari
perubahan harga baik peningkatan maupun penurunan input produksi maupun
output yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap daya saing komoditas kentang
di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Simulasi kebijakan dilakukan
berdasarkan perubahan harga-harga input, dan jumlah output yang berpengaruh
terhadap daya saing komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Analisis sensitivitas dilakukan untuk mensubstitusi kelemahan metode
Policy Analysis Matrix yang hanya memberlakukan satu tingkat harga padahal
dalam keadaan sebenarnya harga tersebut sangat variatif, skenario pada analisis
sensitivitas ditetapkan berdasarkan fenomena kebijakan pemerintah dan fenomena
yang terjadi di lapang, sehingga skenario analisis sensitivitas usahatani kentang
tersebut dapat memperoleh bentuk kebijakan yang efektif.
Pemerintah memberikan subsidi pupuk dalam upaya membantu petani
dalam memproduksi kentang. Harga Eceran Tertinggi (HET) merupakan harga
jual pupuk yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian dalam bentuk Peraturan
Menteri Pertanian. Harga HET pupuk periode 2005-2009 meningkat sekitar 15
persen (Indrayani, 2011), harga obat-obatan yang setiap tahun meningkat rata-rata
43
sebesar 10 persen sedangkan kebijakan output berupa tarif impor kentang sebesar
nol persen pada tahun 2010 menyebabkan harga kentang turun sampai 50 persen
karena bersaing dengan harga kentang impor yang rendah.
Analisis sensitivitas usahatani kentang dibuat dalam bentuk simulasi,
selanjutnya akan dilakukan analisis sensitivitas untuk memperoleh bentuk
kebijakan yang efektif. Dalam penelitian ini, analisis sensitivitas dilakukan
dengan empat skenario berdasarakan fenomena yang sudah pernah terjadi, sedang
terjadi maupun yang akan terjadi. Adapun skenario yang beberapa skenario
tersebut, yaitu: (1) analisis sensitivitas harga pupuk naik 15 persen, (2) analisis
sensitivitas harga obat-obatan naik 10 persen, (3) analisis sensitivitas harga
kentang turun 50 persen, (4) analisis sensitivitas kombinasi harga pupuk naik 15
persen dengan harga obat-obatan naik sebesar 10 persen.
Kepemilikan Lahan
Keragaan Usahatani
Penanaman kentang pada umumnya terdiri dari 3 musim tanam dalam satu
tahun yaitu musim tanam I antara Januari-Februari dan musim tanam II antara
Mei-Juni dan musim tanam III antara September – November. Pola tanam yang
umum dilakukan oleh petani responden adalah kentang-kentang-kubis/wortel,
sehingga dalam waktu satu tahun idealnya dioptimalkan dua kali penanaman
kentang hanya saja petani masih cenderung menggunakan pola tanam kentang-
kentang-kentang karena merasa bahwa lebih menguntungkan menanam kentang
dibandingkan jika menanam komoditas lain. Sistem rotasi (pergiliran) tanaman
sebenarnya sangat dianjurkan untuk dilakukan karena dapat memperkecil risiko
serangan hama yang berlebihan, untuk mengembalikan unsur hara tanah. Musim
tanam yang digunakan sebagai data dalam penelitian ini adalah musim tanam II.
Pada umumnya usahatani di daerah penelitian dibiayai oleh modal sendiri
dan untuk pestisida biasanya dipinjam terlebih dahulu dari pedagang saprotan saat
musim tanam tiba kemudian dibayar setelah panen. Selain itu ada juga yang
meminjam modal kerja dari pedagang pengumpul Desa dan meminjam dari teman
atau keluarga, biasanya akan langsung dibayar setelah panen.
Tahapan usahatani kentang di lokasi penelitian pada umumnya dilakukan
sebagai berikut :
1. Pengolahan tanah merupakan salah satu kegiatan awal dalam budidaya
kentang, beberapa tahapan yang dilakukan untuk pengolahan tanah adalah
tanah dibajak (di cangkul) untuk membalik posisi tanah. Setelah itu diberi
pupuk dasar yaitu pupuk kandang (CM) yang diberikan dengan cara
mencampurkan pada tanah dengan kedalaman 20 cm sekaligus dilakukan saat
pembuatan guludan yang disesuaikan dengan kondisi tanah agar memperoleh
sinar matahari secara optimal.
2. Penanaman dilakukan pada umumnya seminggu setelah tahap persiapan
lahan. Langkah-langkah penanaman tersebut sebagai berikut : lubang tanam
disiapkan menggunakan tugal dengan kedalaman seukuran bibit atau kira-kira
7,5 – 10 cm. Kemudian benih kentang ditanam, benih yang ditanam harus
sudah tumbuh tunasnya sekitar 1 – 2 cm. Benih ditanam dengan posisi tunas
yang tumbuhnya paling baik menghadap ke atas, setelah itu ditimbun lagi
dengan tanah setebal 5 – 6 cm. Jarak tanam ideal sesuai anjuran yaitu jarak
antar barisan 70 – 80 cm dan jarak dalam barisan 30 cm, akan tetapi ada juga
petani yang melakukan jarak antar barisan 30 cm dan jarak dalam barisan 30
cm.
3. Pemeliharaan dilakukan agar pertumbuhan benih yang telah ditanam tetap
baik sehingga perlu dilakukan pemeliharaan dengan rutin selama masa
pertumbuhannya hingga panen. Produksi yang tinggi akan sulit dicapai apabila
tanaman kurang terpelihara dengan baik, oleh karena itu pemeliharaan
tanaman harus dilakukan seintensif mungkin. Pemeliharaan pada tanaman
kentang meliputi kegiatan pemupukan, penyiangan, pembumbunan,
pemangkasan bunga, penyemprotan dan pengairan/penyiraman.
4. Pemanenan dilakukan pada umur 90 – 160 hari setelah tanam (HST). Untuk
memperoleh hasil yang optimal, penentuan panen hendaknya berdasar pada
umur tanaman. Selain itu, waktu pemanenan (pagi, siang, sore) hendaknya
diperhatikan karena berpengaruh terhadap kualitas umbi yang dipanen. Pada
umumnya pemanenan dilakukan pada saat cuaca yang cerah di pagi hari atau
di sore hari. Tidak disarankan melakukan pemanenan disaat hujan, karena
50
umbi kentang akan mudah busuk. Pemanenan yang dilakukan pada siang hari
juga kurang baik, karena pada siang hari proses fotosintesa masih
berlangsung.
5. Pasca panen, kegiatan pasca panen dalam hal pengolahan kentang pada
umumnya tidak dilakukan karena petani langsung menjual kentang segar di
lahan atau di rumah petani. Kegiatan pasca panen biasanya hanya sebatas
melakukan grading dari hasil panen kentang segar maupun melakukan sortasi
untuk keperluan pemilihan benih kentang yang akan digunakan untuk musim
tanam berikutnya maupun untuk dijual kepada petani lain.
Petani di Kecamatan Batur, baik di Desa Batur maupun Desa Buntu pada
umumnya menjual kentang segar ke pedagang pengumpul Desa. Harga rata-rata
kentang yang berlaku pada saat musim tanam I dan musim tanam II tidak jauh
berbeda rata-rata berkisar antara Rp7,500 – Rp8,500.
Lembaga Pemasaran
langsung (Cash On Delivery) atau tidak langsung (membayar setelah pulang dari
pasar).
Selanjutnya pedagang pengumpul Desa akan menjual kentang tersebut ke
pedagang besar yang ada di tingkat Kecamatan. Pedagang besar yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah pedagang besar yang biasanya berada di tingkat
Kecamatan dimana skala jual/belinya sudah lebih besar jika dibandingkan dengan
pedagang pengumpul Desa. Kemudian pedagang besar nantinya akan membawa
kentang tersebut ke pasar, pasar yang dituju bisa saja bermacam-macam seperti
pasar tradisional, pasar swalayan, Industri pengolahan baik yang ada di daerah
Banjarnegara maupun di luar wilayah Banjarnegara seperti pasar induk Kramat
jati, Jakarta, pasar Cibitung dan beberapa pasar lain yang ada di Jakarta, Bogor,
Semarang dan sekitarnya, Surabaya, serta pasar lainnya yang masih berada di
Pulau Jawa dan bahkan di luar Pulau Jawa seperti penjualan kentang ke Sumatera,
Kalimantan, dan pulau lainnya yang sudah biasa dilakukan oleh pedagang besar
hingga pernah sampai melakukan kegiatan ekspor ke luar negeri pada tahun-tahun
sebelumnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh di lokasi penelitian, dapat
disimpulkan bahwa pada tahun 2010 setelah adanya penetapan tarif impor kentang
sebesar nol persen menyebabkan pengusahaan kentang yang ada di Banjarnegara,
Jawa Tengah menjadi terhambat dan para stakeholders terkait sempat mengalami
putus asa karena kentang yang di hasilkan dari usahatani di Banjarnegara tidak
laku terjual karena harga kentang impor yang jauh lebih murah. Kemudian kondisi
pasar mulai stabil kembali saat diberlakukannya tarif impor kentang serta adanya
Permentan No.3/2012 tentang rekomendasi impor produk hortikultura, dalam hal
ini Kementan mengeluarkan rekomendasi kuantitas (kuota) impor dan dialokasi
kepada importir terdaftar (IT) yang memenuhi syarat-syarat sesuai Permendag
No.30/2013. Permendag No.30/2012 tentang lisensi impor (IT) produk
hortikultura serta tahun 2013 dikeluarkannya kebijakan penutupan keran impor
produk hortikultura (termasuk kentang) dengan menutup pintu pelabuhan untuk
produk tersebut dengan harapan melalui adanya kebijakan ini maka dapat
menolong produsen/petani hortikultura di dalam negeri dalam meningkatkan daya
saing produk lokal serta mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Keuntungan Usahatani
Salah satu ciri suatu produk memiliki daya saing yang tinggi jika produk
tersebut diproduksi secara efisien. Produksi yang efisien dapat terjadi jika
produksi menghasilkan produk yang optimal sehingga menyebabkan biaya
produksi menurun dan keuntungan akan semakin meningkat. Pengukuran daya
saing usahatani kentang menggunakan Tabel PAM. Daya saing dilihat dari
keunggulan kompetitif, keunggulan komparatif dan dampak kebijakan harga input
dan output yang mempengaruhi daya saing usahatani kentang.
Analisis PAM dimulai dengan analisa usahatani yaitu data penerimaan,
biaya produksi dan biaya tataniaga. Analisis usahatani digunakan untuk melihat
efisiensi produksi. Selanjutnya harga pada analisis usahatani dipisah berdasarkan
harga privat dan harga sosial selama umur produksi tanaman kentang. Masing-
masing data tersebut dihitung berdasarkan harga privat dan harga sosial
(bayangan). Selain itu, masing-masing biaya produksi pada harga privat dan sosial
dibagi ke dalam biaya input tradable dan faktor domestik. Proporsi biaya input
terhadap biaya input total usahatani kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa
Tengah dapat dilihat pada Lampiran 2. Perhitungan standar convertion factor
shadow price exchange rate pada Lampiran 3 dan perhitungan harga bayangan
output pada Lampiran 4.
Setelah perhitungan dilakukan, maka disusunlah tabel PAM yang terdapat
pada Tabel 12. Data penerimaan, biaya dan keuntungan pada tabel tersebut
selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai-nilai yang menjadi indikator daya
saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing kentang di
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
55
semakin rendah dibanding dengan kentang impor yang harganya lebih murah.
Oleh karena itu, kebijakan terhadap output yang ada selama ini ada yaitu subsidi
BBM sebenarnya sudah berpihak kepada petani, namun kebijakan tersebut belum
mampu meningkatkan pendapatan petani dalam jumlah yang besar.
Kebijakan penutupan pintu impor bagi komoditas kentang di beberapa
pelabuhan yang diterapkan pada tahun 2013 sebenarnya sangat baik dalam
mendukung kentang nasional untuk dikonsumsi dalam negeri dan melakukan
ekspor jika ada permintaan dari negara lain, karena jika kentang dari luar negeri
(negara pengimpor kentang) tetap dapat masuk ke Indonesia dengan bebas maka
harga kentang domestik dikhawatirkan masih belum mampu bersaing dengan
harga kentang impor. Oleh sebab itu kebijakan penutupan pintu impor bagi
komoditas kentang di beberapa pelabuhan sudah berpihak kepada petani kentang
domestik, secara khusus petani kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Selain kebijakan yang sudah ada, Pemerintah perlu membuat kebijakan baru
terkait proteksi output kentang lokal guna meningkatkan daya saingnya sebagai
komoditas dengan substitusi impor.
Selanjutnya, hasil dari Tabel PAM yang telah diperoleh digunakan untuk
melihat tingkat daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap usahatani
kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah dapat dilihat dari keunggulan
komparatif dan kompetitif. Analisis keunggulan komparatif dapat diukur dengan
indikator Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (DRC) dan Keuntungan Sosial (KS).
Nilai dari indikator keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani kentang di
Kabupaten Banjarnegara dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Nilai Keunggulan Kompetitif dan Komparatif Usahatani Kentang di
Kabupaten Banjarnegara
kecil nilai DRC, maka semakin tinggi keunggulan komparatif komoditas tersebut.
Oleh karena itu, dikarenakan nilai PCR dan DRC yang diperoleh dari hasil
penelitian mendekati satu dan sebenarnya nilai ini sudah cukup besar (daya
saingnya rendah) maka hal ini menunjukkan bahwa nilai keunggulan komparatif
kentang di Indonesia perlu ditingkatkan daya saingnya.
Indikator keunggulan komparatif lainnya adalah nilai keuntungan sosial
(KS) yang diperoleh dari sistem komoditas yang diteliti. Berdasarkan hasil
analisis PAM dapat diketahui bahwa penerimaan dari usahatani kentang di
Kabupaten Banjarnegara secara ekonomi bernilai positif yaitu Rp532,411.595 per
hektar. Hal ini mengindikasikan bahwa usahatani kentang di Kabupaten
Banjarnegara masih menguntungkan secara ekonomi sehingga layak diusahakan.
Jika dibandingkan dengan nilai DRC, nilai PCR yang dihasilkan ternyata
lebih rendah. Maka, dapat disimpulkan bahwa usahatani kentang di Kabupaten
Banjarnegara memiliki keunggulan kompetitif yang relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan keunggulan komparatifnya, namun masih tetap berdaya
saing. Artinya, kebijakan terkait input-output yaitu pajak bea masuk atas input
produksi (pupuk anorganik dan obat-obatan) sebesar 5 persen, PPN 10 persen, dan
subsidi BBM untuk jenis premium sebesar Rp3,000 per liter terhadap usahatani
kentang yang sudah diterapkan selama ini sudah membantu usahatani kentang
memiliki keunggulan secara finansial dan memiliki keunggulan kompetitif yang
lebih baik.
Perbandingan selanjutnya yang dapat disimpulkan adalah nilai keuntungan
privat yang lebih besar dibandingkan keuntungan sosialnya. Hal ini berarti
pengusahaan usahatani kentang di Kabupaten Banjarnegara lebih menguntungkan
saat dengan adanya kebijakan dari pemerintah terhadap input yang dikeluarkan
dan output yang dihasilkan. Dampak kebijakan dari keuntungan menunjukkan
angka positif sebesar Rp4,251,616.131 per hektar. Artinya, penerapan kebijakan
pemerintah terhadap usahatani kentang di Kabupaten Banjarnegara masih dalam
batasan yang mendukung yaitu pajak bea masuk atas input produksi (pupuk
anorganik dan obat-obatan) sebesar 5 persen, PPN 10 persen, dan subsidi BBM
untuk jenis premium sebesar Rp3,000 per liter, penutupan pintu pelabuhan untuk
impor kentang pada tahun 2013 membuat petani kentang memperoleh keuntungan
sebesar Rp4,251,616.131 per hektar.
Jika dianalisis lebih lanjut sebenarnya nilai ini masih tergolong kecil, karena
dalam luasan lahan 1 ha (satu hektar) yang memerlukan sistem usahatani yang
padat modal dan padat karya dalam berusahatani kentang di Kabupaten
Banjarnegara maka usahatni tersebut masih sangat bergantung pada penggunaan
tenaga kerja yang banyak dan memerlukan modal yang besar, sementara itu faktor
cuaca juga dapat memberikan risiko besar terhadap produksi kentang karena
adanya serangan hama dan penyakit pada tanaman kentang. Harga kentang juga
dapat berubah karena pengaruh hari besar seperti lebaran, natal, tahun baru dan
hari besar lainnya karena biasanya pada hari besar konsumsi kentang meningkat
sehingga permintaan akan kentang juga meningkat dan hal tersebut berpengaruh
pada harga yang meningkat. Oleh karena itu, kebijakan terkait komoditas kentang
yang sudah diterapkan selama ini masih perlu diperbaiki agar dapat meningkatkan
pendapatan petani.
Beberapa perbaikan yang perlu dilakukan adalah dengan menggunakan
benih kentang berkualiatas dengan produktivitas tinggi dan ini juga menjadi tugas
59
pihak terkait untuk dapat mewujudkannya seperti litbang pertanian yang ada di
Kabupaten Banjarnegara agar dapat melakukan kajian untuk memperoleh benih
kentang yang berkualitas dengan produktivitas tinggi, menerapkan teknologi yang
tepat guna dalam usahatani kentang dan membangun atau memperbaiki
infrastruktur usahantani seperti irigasi, jalan raya yang dapat membantu petani
dalam meningkatkan pendapatan usahataninya. Selain itu, penggunaan pupuk dan
pestisida sesuai dosis anjuran perlu diterapkan oleh setiap petani, aktif dalam
kelompok tani dan mengikuti pelatihan serta pembinaan usahatani karena melalui
kegiatan ini petani akan memperoleh pengetahuan yang baik dalam usahatani
kentang dan diharapakan dapat meningkatkan keuntungan finansial dan ekonomi
usahatani pada agribisnis kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Keseluruhan dari kondisi kebijakan yang sudah dijelaskan di atas menggambarkan
bahwa, kebijakan pemerintah setelah tahun 2010 lebih berpihak kepada petani,
seperti kebijakan penutupan pintu impor secara khusus bagi produk kentang pada
tahun 2013 sangat membantu petani kentang di Kabupaten Banjarnegara dalam
menjalankan usahataninya.
dari nol yaitu sebesar Rp686,898.72 per hektar. Hal ini berarti harga sosial input
asing lebih rendah, akibatnya produsen tidak perlu membayar input lebih mahal.
Harga sosial untuk pestisida (obat-obatan) seperti harga Fungisida sebesar
Rp65,000 lebih rendah dibanding harga private sebesar Rp87,000, demikian juga
dengan harga sosial Insektisida sebesar Rp85,525 lebih rendah dibanding harga
private sebesar Rp45,000 serta harga sosial Insektisida sebesar Rp55,225 lebih
rendah dibanding harga private sebesar Rp40,000. Sementara itu, harga BBM
jenis premium pada budget privat sebesar Rp7,500 per liter lebih rendah dari
harga pada budget sosial yaitu Rp9,700 per liter. Oleh karena itu, kebijakan
terhadap input usahatani kentang yaitu bea masuk 5 persen atas bahan baku input
tradable (pupuk anorganik dan obat-obatan), PPN 10 persen, dan subsidi BBM
sebesar Rp3,000 per liter premium untuk biaya transportasi input secara umum
dapat menjadikan keuntungan yang diterima petani kentang di Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah lebih besar dibandingkan tanpa adanya kebijakan
input dan oleh karena itu kebijakan tersebut berpihak kepada petani (produsen).
Selain input tradable, input lain yang digunakan dalam proses produksi
adalah input domestik (faktor domestik). Harga atas input tersebut ditentukan oleh
mekanisme pasar lokal atau di dalam negeri. Transfer Faktor (TF) merupakan
indikator dampak kebijakan pemerintah terhadap input produksi tersebut. TF
merupakan selisih antara biaya input domestik yang dihitung pada harga privat
dengan biaya input produksi pada harga bayangan (sosial), kebijakan pemerintah
pada input domestik yang dilakukan dalam bentuk subsidi dan pajak. Berdasarkan
hasil analisis, nilai Transfer Faktor (TF) menunjukkan besarnya subsidi BBM
terhadap input non tradable (faktor domestik) usahatani kentang di Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah bernilai positif, yaitu sebesar Rp47,060.958 per
hektar. Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat implisit subsidi positif pada
input non tradable (faktor domestik) dari Pemerintah yaitu subsidi BBM sebesar
Rp3,000 per liter untuk jenis premium dan juga subsidi pupuk (Urea, Ponska,
ZA), maka kebijakan tersebut efektif untuk tetap dilaksanakan.
Untuk menunjukkan tingkat proteksi atau kebijakan yang dibebankan
pemerintah pada input tradable apabila dibandingkan tanpa adanya kebijakan
pemerintah, dapat dilihat dari besarnya nilai Koefisien Proteksi Input Nominal
(NPCI). NPCI merupakan rasio antara biaya input tradable privat dengan biaya
input tradable sosial. Hasil analisis menunjukkan bahwa NPCI usahatani kentang
di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah bernilai lebih besar dari satu yaitu
sebesar 1.699. Nilai ini menunjukkan bahwa terdapat proteksi terhadap produsen
input asing (tradable), yang menyebabkan sektor yang menggunakan input
tersebut akan dirugikan dengan tingginya biaya produksi karena petani membeli
input tradable lebih mahal dari harga dunia akibat adanya pajak impor sebesar 5
persen dan PPN sebesar 10 persen pada input tradable (obat-obatan) Novianto
(2012) dan Pranoto (2011).
input tradable pada harga privat (aktual) dengan selisih penerimaan dan biaya
input tradable pada harga sosial (bayangan). Nilai EPC tersebut menggambarkan
sejauhmana kebijakan pemerintah yaitu pajak bea masuk atas input produksi
sebesar 5 persen dan PPN sebesar 10 persen serta subsidi BBM untuk jenis
premium sebesar Rp3,000 per liter serta penutupan pintu pelabuhan untuk kentang
impor dalam melindungi atau menghambat produksi domestik secara efektif.
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai EPC usahatani kentang di Kabupaten
Banjarnegara, Jawa tengah lebih besar dari satu atau sebesar 1,155. Hal ini berarti
bahwa kebijakan pemerintah terhadap input-output yang berlaku sudah efektif
melindungi petani usahatani kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa tengah
karena petani membayar harga input tradable sudah relatif sesuai dengan harga
jual output kentang. Berbeda dengan Novianto (2012) menyatakan bahwa kondisi
kentang di Desa Dieng memiliki nilai EPC<1 karena kebijakan subsidi BBM dan
penutupan pintu pelabuhan untuk kentang impor pada penelitian itu belum
diterapkan.
Indikator lain yang menunjukkan adanya dukungan (proteksi) dari
pemerintah terhadap usahatani kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah
adalah Transfer Bersih (TB). TB merupakan selisih antara keuntungan bersih yang
benar-benar diterima petani (privat) dengan keuntungan bersih sosial (pada
kondisi pasar bersaing sempurna). Hasil analisis menunjukkan nilai TB di lokasi
penelitian bernilai lebih dari nol atau bernilai positif sebesar Rp4,251,616.131 per
hektar. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ada tambahan surplus produsen yang
disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang dilakukan pada input-output
usahatani kentang di Kaabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah atau dengan kata
lain kebijakan tersebut berpihak kepada petani. Oleh karena itu, kebijakan pajak
bea masuk atas input produksi sebesar 5 persen dan PPN sebesar 10 persen serta
subsidi BBM untuk jenis premium sebesar Rp3,000 per liter sudah efektif
diterapkan.
Nilai koefisien keuntungan (PC) juga menunjukkan adanya proteksi atau
dukungan dari pemerintah terhadap petani atau pelaku usahatani kentang di
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. PC merupakan rasio atau perbandingan
antara keuntungan privat dengan keuntungan sosial. Nilai PC dapat menjadi
indikator yang menunjukkan dampak insentif dari semua kebijakan output,
kebijakan input asing dan input domestik (net policy transfer). Nilai PC yang
dihasilkan dalam penelitian ini adalah lebih dari satu yaitu sebesar 8,986. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah mengakibatkan keuntungan
yang diterima produsen lebih besar jika dibandingkan tanpa adanya kebijakan.
artinya, petani kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah memperoleh
keuntungan yang lebih tinggi pada saat ada kebijakan dibandingkan pada saat
tidak ada kebijakan. Oleh karena itu, kebijakan pajak bea masuk atas input
produksi sebesar 5 persen dan PPN sebesar 10 persen serta subsidi BBM untuk
jenis premium sebesar Rp3,000 per liter sudah efektif untuk dijalankan.
Berikutnya, rasio subsidi bagi produsen (SRP) adalah rasio antara TB
dengan penerimaan berdasarkan harga sosial (bayangan). Nilai SRP menunjukkan
proporsi penerimaan pada harga sosial usahatani kentang di Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah yang dapat menutupi subsidi dan pajak sehingga
melalui SRP dapat memungkinkan membuat perbandingan tentang besarnya
subsidi perekonomian bagi usahatani kentang. Hasil analisis menunjukkan nilai
65
SRP di lokasi penelitian adalah 0,147 yang berarti bahwa kebijakan pemerintah
yang berlaku selama ini yaitu pajak bea masuk atas input produksi sebesar 5
persen dan PPN sebesar 10 persen serta subsidi BBM untuk jenis premium
sebesar Rp3,000 per liter untuk jenis premium menyebabkan petani atau pelaku
usahatani kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah mengeluarkan biaya
lebih rendah dari biaya sosialnya untuk berproduksi. Oleh karena itu, kebijakan
pajak bea masuk atas input produksi sebesar 5 persen dan PPN sebesar 10 persen
serta subsidi BBM untuk jenis premium sebesar Rp3 000 per liter sudah efektif
untuk diterapkan.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah
terhadap input-output yang ada selama ini yaitu pajak bea masuk 5 persen dan
PPN 10 persen atas input produksi seperti pupuk organik dan obat-obatan serta
subsidi BBM sebesar Rp3,000 per liter untuk jenis premiun sudah melindungi
petani kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah secara efektif. Hal ini
terlihat dari hasil analisis yang dilakukan dengan adanya kebijakan penutupan
keran impor di beberapa pelabuhan yang dilakukan sejak tahun 2013, surplus
petani serta keuntungan yang diperoleh menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan
tanpa adanya kebijakan pemerintah. Kondisi tersebut dapat menguntungkan bagi
pengembangan daya saing kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Oleh karena itu, kebijakan pajak bea masuk atas input produksi sebesar 5 persen
dan PPN sebesar 10 persen serta subsidi BBM untuk jenis premium sebesar
Rp3,000 per liter sudah efektif untuk meningkatkan daya saing kentang di
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah..
Skenario
No Indikator Kondisi Normal
1 2 3 4
1 PCR 0,852 0.856 0.862 1.430 1.643
2 DRC 0,981 0.987 0.990 1.575 0.996
3 NPCO 1,174 1.174 1.174 1.137 1.174
4 NPCI 1,699 1.734 1.677 1.699 8.424
5 EPC 1,155 1.154 1.155 1.105 0.891
6 PC 8,986 13.114 15.398 0.826 -154.994
7 SRP 0,147 0.148 0.143 0.095 -0.555
Dampak Peningkatan Harga Pupuk 15 Persen
Analisis pertama yang dilakukan adalah menguji kepekaan keuntungan
privat dan ekonomi serta keunggulan komparatif dan kompetitif kentang di
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah bila terjadi peningkatan harga Pupuk (SP-
36, Urea, ZA) yang merupakan input tradable sebesar 15 persen. Asumsi
penggunaan nilai 15 persen berdasarkan Harga Eceran Tertinggi (HET)
merupakan harga jual pupuk yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian dalam
bentuk Peraturan Menteri Pertanian. Harga HET pupuk periode 2005-2009
meningkat sekitar 16 persen (Indrayani, 2011). Hasil tabulasi PAM pada saat
terjadi kenaikan harga pupuk terdapat pada Tabel 16.
Tabel 16 Tabulasi PAM Skenario Kenaikan Harga Pupuk Sebesar 15 persen
(Rp/Ha)
Biaya
Uraian Penerimaan Input Faktor Keuntungan
Tradable Domestik
Privat 33 930 658.84 1 719 823.28 27 566 178.35 4 644 657.20
Sosial 28 902 843.02 991 662.84 27 557 002.09 354 178.09
Dampak
Kebijakan 5 027 815.81 728 160.43 9 176 262.00 4 290 479.11
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dengan penetapan skenario ini
adalah usahatani kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah masih
memiliki daya saing baik dari sisi keunggulan komparatif dan kompetitifnya
meskipun nilai DRC dan PCR-nya lebih besar dari kondisi normal. DRC dan PCR
pada skenario ini masih bernilai kurang dari satu yaitu 0.989 dan 0.856 (Tabel
13). Hal ini juga dapat dilihat dari nilai keuntungan privat dan sosial yang masih
bernilai positif meskipun nilainya lebih rendah dari kondisi normal. Maka, bila
terjadi kenaikan harga pupuk sebesar 15 persen, usahatani kentang di Kabupaten
Banjarnegara, Jawa tengah masih memberikan keuntungan secara finansial
maupun ekonomi dan masih layak untuk dijalankan.
Hasil analisis sensitivitas pada skenario ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Indrayani (2011) yang menemukan bahwa peningkatan harga input
produksi, seperti pupuk 15 persen dapat menurunkan keuntungan yang diperoleh
67
Hasil analisis sensitivitas pada skenario ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Puspitasari (2011) yang menemukan bahwa peningkatan harga
input produksi, seperti obat-obatan 10 persen dapat menurunkan keuntungan yang
diperoleh petani terhadap komoditas yang dikelola namun masih layak diusahakan
secara finansial dan ekonomi. Pada harga finansial, setiap kenaikan harga obat-
obatan sebesar 10 persen, maka keuntungan yang diperoleh dalam usahatani di
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah berubah (menurun) menjadi
Rp4,429,349.101 per hektar dengan asumsi faktor lain tetap (cateris paribus).
Demikian juga pada harga sosial maka keuntungan yang diperoleh berubah
menjadi (menurun) Rp287,661.595. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
jika terjadi peningkatan harga obat-obatan sebesar 10 persen dapat menurunkan
tingkat daya saing usahatani di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Tabel 19 Tabulasi PAM Skenario Kenaikan Harga Pupuk Sebesar 15 Persen dan
Kenaikan Harga Obat-obatan sebesar 10 Persen (Rp/Ha)
Biaya
Uraian Penerimaan Input Keuntungan
Faktor Domestik
Tradable
Privat 20 888 584.451 1 669 649.896 27 476 981.224 -8 258 046.668
Sosial 18 374 676.542 982 751.168 27 387 680.265 -9 995 754.891
Dampak
Kebijakan 2 513 907.908 686 898.728 89 300.958 1 737 708.223
Simpulan
Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka simpulan yang dapat
diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Usahatani komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah
menguntungkan secara finansial dan ekonomi dengan keuntungan finansial
sebesar Rp4,784,027.72 dan keuntungan ekonomi sebesar Rp532,411.59.
2. Usahatani komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah
memiliki daya saing baik keunggulan kompetitif maupun keunggulan
komparatif karena efisien secara produksi dengan nilai PCR dan DRC lebih
kecil dari satu yaitu PCR sebesar 0.852 dan DRC sebesar 0.981.
3. Kebijakan pemerintah terhadap input serta output yang terjadi saat ini sudah
mendukung peningkatan daya saing usahatani komoditas kentang di Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah
4. Skenario kebijakan yang dilakukan pada analisis sensitivitas memperlihatkan
bahwa kenaikan dan penurunan harga input maupun output yang
70
Saran
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Banjarnegara. Jawa Tengah : Badan
Pusat Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Tanaman Buah-buahan dan Sayuran
Tahunan. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Perdagangan Luar Negeri (Ekspor
dan Impor). Jakarta : Badan Pusat Statistik.
[Ditjenhorti] Direktorat Jendral Hortikultura Kementrian Pertanian. 2012. Nilai
PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku tahun 2006-2010. Jakarta
(ID). [diunduh 2013 November 10]. Tersedia pada:
http://Ditjenhorti.deptan.go.id.
Andrawati, Arini Ungki. 2011. Efisiensi Teknis Usahatani Kentang dan Faktor
yang Mempengaruhi di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Coelli, T, D.S.P. Rao, C.J. O′Donnell and G.E. Battese. 2005. An Introduction to
Efficiency and Productivity Analysis. Second Edition. New York (US):
Springer.
71
Dewanata, O.P. 2011. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah
terhadap Komoditas Jeruk Siam di Kabupaten Garut (Studi Kasus
Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Banjarnegara. 2012. Data
primer potensi wilayah dan Agro Ekosistem. Banjarnegara: Dinas
Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Banjarnegara.
Fadillah, Achmad. 2011. Analisis Daya saing Komoditas Unggulan Perikanan
Tangkap Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Feryanto. 2010. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap
Komoditas Susu Sapi Lokal di Jawa Barat [Tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Gittinger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Terjemahan.
Edisi Kedua. Jakarta (ID). UI-Press dan John Hopkins.
Indrayani, Ida. 2011. Analisis Produksi dan Daya Saing Usaha Penggemukan Sapi
Potong di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat [Tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Joubert, C.J, Phahlane, N.H, Jooste, A, Dempers, C, Kotze, L. 2010. Comparative
advantage of potato production in seven regions of South Africa [Internet].
[diunduh 2013 Nov 30]; 10(13). Tersedia pada:
http://ageconsearch.umn.edu/bitstream/96432/2/177.pdf.
Kadariah LK. dan Gray C. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Revisi. Jakarta
(ID): Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Kapaj AM, Kapaj I, Halbrendt CC, Totojani O. 2010. Assesing the Comparative
Advantage of Albanian Olive Oil Production. International Food
Agribusiness Management Review. International Food Agribusiness
Management Association (IAMA) [Internet]. [diunduh 2013 Nov
30];13(1). Tersedia pada: http://ageconsearch.umn.edu/items.
Karim IE, Ismail IS. 2007. Potential for agricultural trade in COMESA region: a
comparative study of Sudan, Egypt and Kenya [Internet]. [diunduh 2013
Nov 30];2 (10), Tersedia pada: http://ageconsearch.umn.edu/items-by-
author?author=karim/handle/36948.
Kasimin, Suyanti. 2012. Daya Saing Agribisnis Kentang di aceh Pendekatan
Policy Analysis Matrix (PAM) [Internet]. [diunduh 2013 Nov 30]; siap
terbit. Tersedia pada :http://bappeda.acehprov.go.id/v2/file/journal/V5N2_
Suryati.pdf.
Krugman, P. R. and M. Obstfeld 2004. Ekonomi Internasional. Jakarta (ID): PT
Indeks Kelompok Gramedia.
Kurniawan, AY. 2011. Analisis Daya Saing Usahatani Jagung pada Lahan Kering
di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan [Internet]. [diunduh 2013
Nov 30];1 (02). Tersedia pada: http://www.google.com/.ipb.ac.id%2
Findex.php%2Fforumpasca.bmk.
Lemhannas. 2012. Peningkatan Daya Saing Industri Indonesia [Internet].
[diunduh 2013 Agustus 10]. Tersedia pada :
http://www.lenhamnas.go.id/portal/images/stories/humas/jurnal/jurnal_
international.pdf.
72
Lampiran 2. Alokasi Biaya Komponen Domestik dan Asing pada Sistem Komoditas Kentang
No Sektor Jenis Biaya Domestik (%) Asing (%)
1 Industri pupuk dan pestisida Pupuk Ponska 64 36
2 Industri pupuk dan pestisida Pupuk SP-36 64 36
3 Industri pupuk dan pestisida Pupuk Urea 64 36
4 Industri pupuk dan pestisida Pupuk ZA 64 36
5 Industri pupuk dan pestisida Fungisida 64 36
6 Industri pupuk dan pestisida Insektisida 64 36
Lampiran 5. Budget Privat dan Sosial Usahatani Kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah
Privat Sosial
Jenis Input-Output Satuan Jumlah Harga Harga
Domestik Asing Domestik Asing
Pupuk (Kg/ha)
Pupuk Ponska Kg 332.27 2 300.00 489 104.49 5 121.27 2 960.50 934 506.89 49 184.57
Pupuk SP-36 Kg 33.00 2 100.00 44 352.00 24 948.00 1 407.09 44 112.27 2 321.70
Pupuk Urea Kg 33.84 2 000.00 43 315.20 24 364.80 3 797.50 122 082.00 6 425.37
Pupuk ZA Kg 19.40 1 440.00 17 875.86 10 055.17 1 525.56 28 111.03 1 479.53
Pestisida
Fungisida Liter 29.30 87 000.00 1 631 424.00 17 676.00 65 000.00 1 218 880.00 685 620.00
Insektisida Liter 10.60 85 525.00 580 201.60 26 363.40 45 000.00 305 280.00 171 720.00
Herbisida Liter 1.65 55 225.00 - 91 121.25 40 000.00 - 66 000.00
Pupuk kandang (CM) Kg 2 863.32 500.00 1 431 660.90 - 500.00 1 431 660.90 -
Pupuk Cap Sarang Kg 5.09 3 500.00 17 801.72 - 3 500.00 17 801.72 -
Burung
Petroganik Kg 400.00 800.00 320 000.00 - 800.00 320 000.00 -
Benih Kentang Kg 2 054.00 7 230.00 14 850 420.00 - 7 230.00 14 850 420.00 -
Tenaga Kerja Hari/Ha
Persiapan Lahan HOK 8.00 35 000.00 280 000.00 - 35 000.00 280 000.00 -
Penanaman HOK 20.00 32 500.00 650 000.00 - 32 500.00 650 000.00 -
Penyulaman/Pembersihan HOK 4.00 32 500.00 130 000.00 - 32 500.00 130 000.00 -
gulma/Matun
Penyiraman HOK 8.00 33 750.00 270 000.00 - 33 750.00 270 000.00 -
77
77
63
78
78
Lampiran 5. Budget Privat dan Sosial Usahatani Kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah (Lanjutan)
Privat Sosial
Jenis Input Satuan Jumlah Harga Harga
Domestik Asing Domestik Asing
Penyemprotan
270 000.00
Pestisida HOK 8.00 33 750.00 - 33 750.00 270 000.00 -
843 750.00
Panen HOK 25.00 33 750.00 - 33 750.00 843 750.00 -
236 250.00
Pasca Panen HOK 7.00 33 750.00 - 33 750.00 236 250.00 -
Peralatan (Unit/ha)
42 000.00
Penyusutan Cangkul Unit 3.00 14 000.00 - 14 000.00 42 000.00 -
14 000.00
Penyusutan Sabit Unit 2.00 7 000.00 - 7 000.00 14 000.00 -
49 776.00
Penyusutan Tugal Unit 8.00 6 222.00 - 6 222.00 49 776.00 -
34 375.00
Penyusutan Mulsa Unit 1.00 34 375.00 - 34 375.00 34 375.00 -
53 000.00
Penyusutan Ajir Unit 1 000.00 53.00 - 53.00 53 000.00 -
Penyusutan Bambu
100 000.00
Kecil Unit 2 000.00 50.00 - 50.00 100 000.00 -
Penyusutan Mesin
29 166.67
Semprot/Sprayer Unit 1.00 29 166.67 - 29 166.67 29 166.67 -
Lampiran 5. Budget Privat dan Sosial Usahatani Kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah (Lanjutan)
Privat Sosial
Jenis Input Satuan Jumlah Harga Harga
Domestik Asing Domestik Asing
Kentang segar
dijadikan benih Kg/ha 1 034.82 7 582.50 7 846 510.06 7 582.50
79
65 80
RIWAYAT HIDUP