Anda di halaman 1dari 4

SEJARAH PERKEMBANGAN NOTARIAT

Lembaga Notariat merupakan lembaga kemasyarakatan yang timbul dari kebutuhan dalam masyarakat
berkenaan dengan hubungan hukum keperdataan antara sesama individu yang menghendaki adanya
suatu alat bukti.

Berikut sejarah perkembangan Lembaga Notariat dari asal mula berasalnya sampai dengan
keberlakuannya di Indonesia:

1. Asal Mula Notariat di Italia Utara

Sekitar abad ke 11 atau 12, daerah pusat perdagangan yang sangat berkuasa pada saat itu di Italia
Utara. Daerah ini yang merupakan tempat asal notariat yang dinamakan “LATIJNSE NOTARIAAT”.
Dikarenakan Italia Utara yang saat itu menjadi pusat perdagangan, membutuhkan alat bukti
sebagai pembuktian atas setiap transaksi. Pada saat itu, ada golongan orang yang ahli dapat
melakukan pekerjaan menulis tertentu, dimana golongan orang ini dibutuhkan masyarakat untuk
menuliskan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat sebagai alat bukti atas transaksi.

Nama Notariat berasal dari salah satu nama pengabdinya yang bernama “NOTARIUS”. Nama atau
title NOTARIUS ini untuk menandakan suatu golongan orang-orang yang melakukan suatu bentuk
pekerjaan tulis menulis tertentu. Arti nama NOTARIUS berubah dari artinya semula menjadi
“NOTARII” yaitu adalah orang-orang yang memiliki keahlian untuk mempergunakan suatu bentuk
tulisan cepat didalam menjalankan pekerjaan mereka. Nama Notarii ini berasal dari kata “Nota
Literaria” yaitu tanda tulisan yang digunakan menulis dan menggambar kata-kata.

Untuk pertama kalinya nama “NOTARII” diberikan kepada orang-orang yang mencatat atau
menuliskan pidato yang diucapkan oleh Kaisar Cato. Kemudian, nama “NOTARII” tersebut diberikan
secara khusus kepada para penulis pribadi kaisar sehingga nama “NOTARII” ini kemudian diartikan
adalah pejabat-pejabat istana yang melakukan pekerjaan administratif kaisar.

Pada jaman kekaisaran Justianus, selain nama “NOTARII”, dikenal pula nama Tabeliones. Golongan
ini punya kesamaan dengan pengabdi dari notariat karena mereka juga bertugas sebagai pembuat
akta dan surat bagi masyarakat umum. Tabeliones ini tidak diangkat oleh kaisar/penguasa sehingga
akta/surat yang dibuatnya tidak mempunyai kekuatan otentik atau dibawah tangan.

Selain Tabeliones, masih ada golongan orang yang menguasai teknik menulis yang dinamakan
“Tabularii”. Mereka ini adalah pegawai negeri yang mempunyai tugas untuk menulis surat-surat,
akta, dan dokumen administratif. Tabeliones ini juga dinyatakan berwenang untuk membuat akta-
akta dan surat-surat sehingga masyarakat pun menggunakan tenaga Tabeliones.

Pada zaman kekuasaan Longobarden, ada Tabeliones yang diangkat menjadi pegawai kekaisaran
yang tugasnya mencatat dan membuat akta untuk kepentingan masyarakat. Para Tabeliones
tersebut ada yang diangkat ini mempunyai derajat yang lebih tingi dibandingkan dengan tabeliones
biasa (yang tidak diangkat). Dikarenakan hal tersebut, masyarakat lebih suka mempergunakan
tenaga Tabeliones yang diangkat kaisar daripada tabeliones biasa, yang akhirnya menimbulkan
persaingan diantara tabeliones tersebut.
Pada akhirnya, untuk mencegah adanya persaingan tersebut, kedua macam tabeliones tersebut
bergabung menjadi satu, dan menamakan dirinya “COLLEGIUM”, yang terdiri dari para notaris yang
diangkat. Notaris yang tergabung dalam COLLEGIUM ini dipandang sebagai pejabat yang berhak
satu-satunya untuk membuat akta-akta.

Pada tahun 1888, pada peringatan delapan abad Universitas Bologna, penulis dan pendiri
Universitas Bologna, Imerius mempersembahkan karya pertama yang bernilai bagi dunia
kenotariatan yang bernama “FORMULARIUM TABELLIONUM”.

2. Perkembangan Notariat di Perancis

Pada abad ke-13, perkembangan dari Italia Utara kemudian dibawa ke Perancis, dimana Notariat
memperoleh puncak perkembangannya. Raja LODEWIJK DE HEILIGE banyak berjasa dibidang
pembuatan perundang-undangan di bidang notariat. Semula pada 6 Oktober 1791 diundangkan UU
dibidang notariar, yang kemudian diganti lagi menjadi UU dari 25 Ventose an XI (16 Maret 1803), ini
disebut juga Ventosewet. Berdasarkan undang-undang ini para notaris dijadikan “ambtenaar” dan
dibawah penagwasan dari “Chambre des notaries”, yang menunjukan ada campur tangan Negara.
Untuk pertama kalinya berdasarkan UU tersebut terjadilah pelembagaan dari notariat yang dimulai
di Perancis.

3. Perkembangan Notariat di Belanda

Belanda dijajah Perancis, sehingga secara otomatis Belanda sebagai Negara jajahan Perancis,
mengadosi sistem konatariatan yang dianut Perancis. Pada tahun 1842, Belanda akhirnya memiliki
undang-undang sendiri terkait kenotariatan, yakni UU tanggal 9 Juli 1842 (Ned. Stb. No. 20) yang
disebut Notariswet. Walaupun pada mulanya dimaksudkan untuk menyusun perundangan-
undangan sendiri, namun kenyataannya isi dari Notariswet ini pada dasarnya sama dengan
Ventoswet dengan penyempurnaan pada beberapa pasal.

4. Sejarah Notariat di Indonesia

Notariat masuk ke Indonesia melalui Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Notariswet


berlaku di Indonesia berdasarkan asas konkordansi, yaitu peraturan-peraturan di Belanda berlaku di
Indonesia juga. Notaris yang pertama kali diangkat di Indonesia adalah Melchior Kerchem, ia
merupakan sekretaris dari “College van Schepenen di Jakarta. Pengangkatannya dilakukan pada
tanggal 27 Agustus 162, setelah didirikannya kota “Jakarta” pada saat itu. Cara pengangkatan
Notaris pada saat itu berbeda dengan notaris sekarang ini, dimana didalam akta pengangkatan
Melchior Kerchem sebagai notaris sekaligus diatur secara singkat instruksi yang menguraikan bidang
pekerjaan dan wewenangnya, yakni untuk menjalankan tugas jabatannya di kota Jacatra untuk
kepentingan publik.

Saat itu terdapat 3 golongan di Indonesia:

1. Golongan Eropa
2. Golongan Timur Asing
3. Golong pribumi
Dari golongan tersebut, hanya golongan Eropa dan Timur Asing yang menggunakan lembaga
notariat. Sedangkan pribumi tunduk pada hukum adat atau kepercayaan lainnya. Notaris pada saat
itu juga tidak berkembang pesat dikarenakan:

1. Hanya Terbatas yang tunduk pada hukum Eropa


2. Notaris tidak ada yang berasal dari golongan pribumi.

Para notaris saat itu tidak mempunyai kebebasan dalam menjalankan jabatannya dikarenakan
mereka juga merupakan pegawai Oost Ind. Compagnie. Setelah pengangkatan Melchior Kerche
sebagai notaris pada tahun 1620, jumlah notaris terus bertambah, walaupun lambat karena
disesuaikan dengan kebutuhan pada waktu itu.

Peraturan-peraturan lama dibidang notariat yang berasal dari Republiek der Vereenidge
Nederlanden tetap berlaku dan bahkan setelah berakhirnya kekuasaan Inggris di Indonesia, sampai
dengan tahun 1822. Ventoswet yang diberlakukan di Belanda tidak pernah dinyatakan berlaku di
Indonesia, sehingga yang berlaku di Indonesia adalah peraturan-peraturan lama dari Republiek der
Vereenidge Nederlanden. Di tahun 1822, dikeluarkan “Instructie voor de notarissen in Indonesia”
(Stb. No. 11), dimana isi dari peraturan tidak lain merupakan resume dari peraturan-peraturan yang
ada sebelumnya. Oleh karenanya pada tahun 1860, diundangkanlah Peraturan Jabatan Notaris
(Notaris Reglement) yang dikenal sekarang ini pada tanggal 26 Januari 1860 (Stb. No. 3) mulai
berlaku. Dengan diundangkannya “Notaris Reglement” ini maka diletakkanlah dasar yang kuat bagi
pelembagaan notariat di Indonesia.

Pada saat Indonesia merdeka , di Indonesia banyak terjadi kekosongan jabatan notaris di Indonesia
karena pada saat itu notaris di Batavia kebanyakan adalah orang Belanda yang memilih kembali ke
negara asalnya. Untuk mengisi kekosongan tersebut, maka lowongan-lowongan yang ada diisi oleh
wakil-wakil notaris atau pejabat yang ada, yaitu orang yang paham tentang hukum atau berasal dari
lingkungan peradilan. Siapapun yang dianggap mengetahui atau paham dengan hukum, diberikan
kesempatan untuk menempuh pendidikan notaris.

Perubahan Peraturan Jabatan Notaris Stbl. 1860 No. 3 terus berlaku walaupun Indonesia telah
merdeka, sampai dengan diundangkannya UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Undang-
undang ini mengatur secara rinci tentang jabatan umum yang dijabat oleh Notaris, sehingga akta
otentik yang dibuat atau dihadapan notaris mampu menjamin kepastian, ketertiban dan
perlindungan hukum. Akta Notaris sebagai akta otentik merupakan alat bukti tertulis yang memliki
kekuatan pembutian yang kuat dan sempurna, sehingga Notaris dlaam melakukan pembuatan
aktanya harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai