Anda di halaman 1dari 7

:::: Kisah Penjual Ikan Segar ::::

Seorang pria tua yang merupakan pedagang ikan membuka toko lalu memasang sebuah papan agar
penjualannya meningkat. Papan itu bertuliskan Di Sini Dijual Ikan Segar. Dengan pemasangan papan itu,
lebih banyak orang yang membeli ikan di toko pria tua tersebut. Cara berdagang yang menguntungkan.
Setelah beberapa jam, seorang pembeli menanyakan, "Kenapa kau tulis Di sini dijual ikan segar?
Bukannya semua orang tahu kalau kau memang berjualan di sini, bukan di sana," lalu pedagang tua itu
berpikir, benar juga, dan akhirnya dia menghapus kata di sini, sehingga tulisan pada papan hanya Dijual
Ikan Segar.
Beberapa waktu kemudian, datang seorang pelanggan yang menanyakan, "Kenapa kau tulis dijual ikan
segar? Tentu saja yang kau jual ikan segar, bukan ikan busuk," kemudian sang pedagang berpikir ada
benarnya juga, lalu tulisan pada papan dihapus menjadi Dijual Ikan.
Datang lagi pembeli yang menanyakan, "Kenapa ditulis dijual ikan? Kau tidak sedang membagi-bagikan
ikan ini dengan cuma-cuma kan?" pedagang setuju dengan ide itu, lalu mengganti tulisan menjadi Ikan
saja.
Lalu datang pembeli lain yang tertawa membaca tulisan pada papan, "Kau ini ada-ada saja pak tua, tentu
saja yang kau jual ikan, bukan daging ayam, apa kau kira pembelimu bodoh?" Akhirnya penjual ikan itu
melepas papan jualannya.
Tetapi apa yang terjadi, orang yang membeli ikan-ikannya menurun dibandingkan saat dia memajang
papan bertuliskan Di Sini Dijual Ikan Segar.
Sahabat, tak semua ide orang lain harus Anda jalankan untuk menyenangkan hati mereka. Jika saran
yang diberikan dirasa tidak mengembangkan kemampuan Anda, Anda berhak untuk menolak ide
tersebut. Hidup Anda adalah keputusan Anda, dan menolak ide dari orang lain merupakan hak yang juga
milik Anda.

hakikat Sunnatullah
Hakikat sunnatullah adalah berbuat dengan syariat yang benar sesuai mau Allah. Syariat yang benar
adalah berbuat baik untuk orang lain. Dimanapun kita berada, apapun profesi kita maka budaya kita
adalah berbuat baik untuk orang lain. Titik. Karena inilah hakikat Allah. Hakikat pengasih lagi penyayang.
Kita menyembah Allah tapi bila kita tidak bisa melakukan sifat kasih sayang Allah kepada orang lain
maka itu sama saja kita melawan Allah. Allah telah menegaskan dalam QS- AL Qashash: 77 ” berbuat
baiklah (kepada orang lain ) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu”. Ini tegas sekali. Firman
Allah ini bersifat holistik bagi semua manusia, tak penting dia islam mapun non islam. Selagi manusia
berbuat baik maka .. Allah bersama orang yang berbuat baik. ( QS – AL Ankabuut 69). Inilah sunnatullah.
Soal sorga atau neraka , itu soal lain..Karena ini soal hak Allah untuk memberikan rahmat kepada
siapapun.
semoga Allah membuka hati kita untuk selalu berbuat baik

KUNCI SORGA
(Kisah Inspiratif)
Sahabat Rumah Yatim Indonesia yang dicintai Allah SWT, sesungguhnya kemelaratan, kelaparan, dan
segala macam bentuk kesulitan dan ujian lainnya tidaklah punya arti apa-apa dibandingkan ketika kita
sukses meraih KUNCI SORGA lalu kita melangkah menuju PINTUNYA dan....... cekreeeck, terbukalah
Pintu segala kenikmatan yang abadi selamanya.

------------
Tidak seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang lebih sore menjelang asar. Fatimah binti
Rasulullah menyambut kedatangan suaminya yang sehari suntuk mencari rezeki dengan sukacita. Siapa
tahu Ali membawa uang lebih banyak karena kebutuhan di rumah makin besar.
Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah. "Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa uang
sepeserpun."Fatimah menyahut dengan senyum manisnya, "Memang yang mengatur rezeki tidak duduk
di pasar, bukan? Yang memiliki kuasa itu adalah Allah Ta'ala." "Terima kasih," jawab Ali. Matanya
memberat lantaran istrinya begitu tawakal. Padahal persediaan dapur sudah ludes sama sekali. Tapi
Fatimah tidak menunjukan sikap kecewa atau sedih.
Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan salat berjama'ah. Sepulang dari sholat, di jalan ia
dihentikan oleh seorang tua. "Maaf anak muda, betulkah engkau Ali anaknya Abu Thalib?"
Áli menjawab heran. "Ya betul. Ada apa, Tuan?''
Orang tua itu merogoh kantungnya seraya menjawab, "Dahulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit.
Aku belum sempat membayar ongkosnya, ayahmu sudah meninggal. Jadi, terimalah uang ini, sebab
engkaulah ahli warisnya."
Dengan gembira Ali mengambil haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar.
Tentu saja Fatimah sangat gembira memperoleh rezeki yang tidak di sangka-sangka ketika Ali
menceritakan kejadian itu. Dan ia menyuruh membelanjakannya semua agar tidak pusing-pusing lagi
merisaukan keperluan sehari-hari.
Ali pun bergegas berangkat ke pasar. Sebelum masuk ke dalam pasar, ia melihat seorang fakir
menadahkan tangan, "Siapakah yang mau menghutangkan hartanya untuk Allah, bersedekahlah kepada
saya, seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan." Tanpa pikir panjang lebar, Ali memberikan
seluruh uangnya kepada orang itu.
Ketika Ali pulang, Fatimahpun keheranan melihat suaminya tidak membawa apa-apa, Ali menerangkan
peristiwa yang baru saja dialaminya. Fatimah, masih dalam senyum, dan berkata, "Keputusan kanda
adalah yang juga akan saya lakukan seandainya saya yang mengalaminya. Lebih baik kita
menghutangkan harta kepada Allah daripada bersifat bakhil yang di murkai-Nya, dan menutup pintu
surga buat kita."

::: kasih sayang orang Tua ::::


Sebuah kisah yang menjadi refleksi buat diri kita. Suatu saat di sebuah desa di Jepang ada tradisi anak
akan membuang orang tua mereka yang sudah uzur ke hutan. Alkisah, suatu hari seorang pria berjalan
tertatih-tatih karena membopong seorang wanita tua ke hutan untuk dibuang. Wanita tua itu adalah ibu
kandungnya sendiri. Ketika pria itu menggendong ibunya ketengah hutan, disepanjang perjalanan sang
ibu mematahkan ranting-ranting kecil yang bisa digapainya. Setelah sampai ditengah hutan, pria itu
menurunkan ibunya sembari berkata: “Bu, kita sudah sampai.” Sebenarnya pria itu bergumul dengan
perasaan sedih dihatinya, tetapi entah kenapa dia tega melakukannya. “Nak, Ibu sangat mengasihimu.
Sejak kau kecil, Ibu memberikan semua kasih sayang dan cinta yang Ibu miliki dengan tulus, bahkan
sampai detik ini.
Ibu tidak ingin engkau tersesat saat pulang nanti, karena itu tadi Ibu mematahkan ranting-ranting kecil
disepanjang jalan. Ikutilah patahan ranting itu maka engkau akan sampai dirumah dengan selamat.”
Demikian pesan si Ibu sambil memberikan pelukan untuk yang terakhir kalinya. Mendengar itu, hati si
anak menjadi hancur, ia tak bisa lagi membendung air matanya. Sambil menangis ia memeluk ibunya
sangat erat. Kemudian digendongnya wanita tua itu untuk dibawa pulang. Konon, pria itu merawat
ibunya dengan penuh kasih sampai ajal memanggil ibunda tercinta. Ketulusan kasih seorang ibu tidak
berubah!
Kisah ini menjadi peneguh bagi kita bahwa kasih sayang seorang ibu tidak pernah berubah, meskipun
seorang anak tega berbuat jahat kepada wanita yang sudah mengandung, melahirkan, merawat dan
membesarkannya. Di zaman ini, tidak sedikit kita menjumpai kejadian yang demikian. Memang sudah
tidak ada lagi anak yang membuang orang tuanya ketengah hutan, tetapi ada banyak anak yang sibuk
mengurus bisnis atau kehidupannya sendiri dan membiarkan orang tuanya menjalani hari tuanya dalam
kesepian yang tidak bertepi. Ada pula anak yang karena tidak mau susah malah memasukkan orang
tuanya ke panti jompo, dan jarang sekali pergi membesuknya.
Dulu waktu kita kecil, orang tua kita juga sibuk mencari nafkah yang akan digunakan untuk membeli
susu, pakaian dan biaya sekolah kita, tetapi mereka tetap merawat kita. Tentu akan lebih mudah dan
tidak merepotkan jika mereka menitipkan kita untuk diasuh serta dibesarkan dipanti asuhan atau
dirumah singgah, tetapi mereka tidak melakukannya karena mereka mengasihi kita dengan tulus.
Mengapa kita tidak memberikan cinta yang sama besarnya dengan cinta yang sudah kita terima dari
mereka selama puluhan tahun?
Seharusnya kasih itu menular, lalu mengapa kasih orang tua itu tidak menular kepada kita? Mungkin
karena kita terlalu egois dan tidak mau direpotkan. Mulai hari ini baiklah kita belajar untuk menghormati
ibu, bapak atau mertua kita sepenuh hati. Lakukanlah, karena ada berkat khusus bagi orang yang
menghormati orang tuanya!

raja dan 7 orang buta


Ada cerita yang sangat menarik yang bisa kita ambil hikmanya, cerita ini saya kutip dari penulis bernama
Abrahm dalam bukunya cacing dan kotoran kesayangannyai.
Dahulu kala, terdapatlah seorang Raja yang mengalami kerepotan dengan para menterinya. Mereka
terlalu banyak berbantah sehingga nyaris tak satupun keputusan dapat diambil. Para menteri itu,
mengikuti tradisi politik kuno, masing-masing menyatakan bahwa hanya dirinyalah yang paling benar
dan yang lainnya salah. Meskipun demikian, ketika sang Raja yang penuh kuasa menggelar perayaan
festival umum, mereka semua bisa sepakat untuk cuti bersama.
Festival yang luar biasa itu digelar di sebuah stadion besar. Ada nyanyian dan tarian, akrobat,
badut,musik dan banyak lagi. Dan di puncak acara, di kerumunan banyak orang, dengan para menteri
yang tentunya menempati tempat duduk terbaik, sang Raja menuntun sendiri gajah kerajaan ke tengah
arena. Dibelakang gajah itu berjalanlah tujuh orang buta, yang telah diketahui oleh umum sebagai
orang-orang yang buta sejak lahir.
Sang raja meraih tangan orang buta pertama, menuntunnya untuk meraba belalai gajah itu dan
memberitahunya bahwa itulah gajah.
Raja lalu membantu orang buta kedua untuk meraba gading sang gajah, orang buta ketiga meraba
kupingnya, yang keempat meraba kepalanya, yang kelima meraba badannya, yang keenam meraba kaki,
dan yang ketujuh meraba ekornya, lalu menyatakan kepada masing-masing orang buta bahwa itulah
yang dinamankan dengan gajah. Lalu Raja kembali kepada sibuta pertama dan memintanya untuk
menyebutkan dengan lantang seperti apakah gajah itu.
“Menurut pertimbangan dan pendapat saya yang ahli ini,” kata si buta pertama, yang meraba belalai
gajah,”saya nyatakan dengan keyakinan penuh bahwa’seekor gaja’ adalah sejenis ular, marga python
asiaticus.”
“Sungguh omong kosong,” seru si buta kedua, yang meraba gading gajah.”Seekor Gajah terlalu keras
untuk dianggap sebagai seekor ular. Fakta sebenarnya, dan saya tak pernah salah, gajah itu seperti bajak
petani.”
“Hahaha, Jangan Melucu,” cemooh si buta ketiga, yang meraba kuping gajah. “seekor gajah, adalah
seperti daun kipas yang besar.”
“Kalian idiot tak berguna!” kata sibuta keempat, yang meraba kepala gajah.seekor gajah, sudah pasti
adalah sebuah gentong air besar.
“mustahil! Benar-benar mustahil,” cibir si buta kelima, yang meraba badan gajah.” Seekor gajah adalah
sebuah batu karang besar.”
“Parah!”teriak si buta keenam, yang meraba kaki gajah. Seekor gajah sebatang pohon!”
“Dasar orang-orang picik!” seringai si buta terakhir, yang meraba ekorgajah.”aku akan memberitahu
kalian apa sebenarnya “gajah”. Gajah itu semacam pecut pengusir lalat. Aku sangat tahu karena aku
merasakannya.”
“Sampah!Gajah itu seekor Ular.””Tidak bisa!itu gentong air!””Bukan! Gajah itu....” Dan para buta itupun
mulai berbantah dengan sengitnya, semuanya berbicara berbarengan, menyebabkan kata-kata melebur
menjadi teriakan-teriakan yang lantang dan panjang. Tatkala kata-kata penghinaan mulai mengudara,
lantas datanglah jotosan. Para buta itu tidak yakin betul siapa yang mereka jotos, tetapi itu tidak terlalu
penting dalam tawuran semacam itu. Mereka sedang berjuang demi prinsip,demi integritas, demi
kebenaran. Kebenaran masing-masing, pada kenyataannya.
Saat para prajurit melerai tawuran membuta diantar orang-orang buta itu, kerumunan hadirin di stadion
terpaku diam, dan wajah para menteri tampak malu. Setiap orang yang hadir menangkap pesan ingin
disampaikan oleh Raja melalui pelajaran itu.
Masing-masing dari kita hanya mengetahui sebagian saja dari kebenaran. Bila kita memegang teguh
pengetahuan kita yang terbatas itu sebagai kebenaran mutlak, kita tak ubahnya seperti salah satu dari
orang buta yang meraba satu bagian dari seekor gajah dan menyimpulkan bahwa pengalaman parsial
mereka itu sebagai sebuah kebenaran, dan yang lainnya : salah
Selalu merasa benar dan selalu menyalahkan orang lain, bukankah itu bukanlah sesuatu yang bijaksana,
alih-alih beriman buta, kita dapat berdialog. Bayangkanlah seperti apa jadinya jika ketujuh orang buta
itu, alilh-alih mempertentangkan data-data mereka, amlah menggabungkan pengalaman. Mereka akan
menarik suatu kesimpulan bahwa “seekor gajah” adalah sesuatu yang seperti batu karang besar,yang
ditopang oleh empat batang pohon. Di bagian belakang batu karang itu ada seutas pecut pengusir lalat,
dan di depannya ada gentong air besar. Di setiap sisi gentong itu terdapat dua daun kipas , dengan dua
bajak yang mengapit seekor piton panjang! Bukan gambaran yang buruk-buruk amat akan seekor gajah,
bagi orang yang tak pernah melihatnya.

BUAH KEIKHLASAN
(Kisah Inspiratif)

Rasulullah SAW bersabda : "Buatlah penghalang antara dirimu dan api neraka walaupun hanya dengan
separuh butir kurma."
Sahabat Rumah Yatim Indonesia yang senantiasa dalam naungan Hidayah Allah SWT, tahukah kita
definisi IKHLAS yang paling guaampang ? mungkin hampir tiap pagi kita Buang Air Besar ( Be A Be ), nah
pernahkah kita terfikir dengan semua kotoran yang keluar dan masuk dalam lobang septictank ? nyaris
detik itu juga kita tidak akan pernah memikirkan apalagi mengingat-ingat berapa banyaknya ? larinya
kemana ? terus nanti jadi apa ? kotoran-kotoran yang setiap hari kita keluarkan tersebut.
Tetapi, tahukah kita ternyata ada jutaan makhluk hidup ( Bakteri ) yang berpesta pora menikmati
kotoran-kotoran kita yang kita buang setiap hari tersebut, tetapi kita tidak pernah menyesal, tidak
pernah menyebut-nyebut, tidak pernah mengingat-ingat apalagi membicarakan dan
mempublikasikannya, itulah gambaran IKHLAS yang paling mudah.

-----------------

Suatu hari, ada seorang pemuda yang sedang berlibur ke rumah neneknya di desa. Saat tiba di sana,
setelah melepas rindu dan beristirahat sejenak, nenek menghidangkan sepiring irisan buah mangga yang
menggiurkan warna dan aromanya.
"wah, harum dan manis sekali nek. Sedang musimnya ya? Saya sudah lama sekali tidak menjenguk
nenek, sehingga tidak tahu kalau nenek menanam pohon mangga yang berbuah lebat dan seenak ini
rasanya." Ujar si pemuda sambil terus melahap mangga itu.
Sambil tersenyum nenek menjawab, "makanya sering-seringlah menjenguk nenek, nenek rindu cucu
nenek yang nakal dulu. Pohon mangga itu sebenarnya bukan nenek yang menanam. Kamu mungkin
lupa, waktu kamu kecil dulu, setelah menyantap buah mangga, kamulah yang bermain lempar-lemparan
biji mangga yang waktu itu kamu makan. Nah, ini hasil kenakalan kamu itu, telah tumbuh menjadi pohon
mangga dan sekarang sedang kau nikmati buahnya."
"sungguh nek? Buah mangga ini hasil kenakalan waktu kecil ku dulu yang tidak di sengaja? Wah, hebat
sekali. Aku tidak merasa pernah menanam, tetapi hasilnya bisa aku nikmati setelah sekian tahun
kemudian, benar-benar sulit di percaya." Si pemuda tertawa gembira.
Nenek itu lantas berkata, " cucuku, walau engkau tidak sengaja melempar biji mangga di halaman itu,
tetapi bila tanah lahannya subur dan terpelihara, dia tetap akan tumbuh. Dan, sesuai hukum alam, saat
musim buah tiba, dia pasti akan berbuah. Sedangkan rasa buahnya manis atau tidak itu adalah sesuai
dengan bibit yang kita tanam."
Malam harinya, merenungkan semua ucapan nenek. Karena merasa penasara, di ambilnya biji buah
mangga sisa di meja dan di belahnya menjadi dua. Dia ingin tahu sebenarnya apa yang ada di dalam biji
buah mangga itu sehingga bisa menghasilkan rasa manis yang membedakan dengan biji buah mangga
yang lain. Ternyata dia tidak menemukan perbedaan apapun.
Melihat tingkah si cucu, sang nenek yang diam-diam memperhatikan kemudian menyela, " cucuku,
semua biji buah jika di lihat dari luar akan tampak sama semua. Tetapi sesungguhnya, unsur yang ada di
dalam tiap biji buah itu berbeda. Perbedaan itulah yang akan menghasilkan rasa, aroma, dan warna
setiap pohon mangga yang berbeda pula. Semua tergantung inti buahnya. Demikian pula dengan
manusia cucuku. Dari tampak luarnya, setiap manusia adalah sama . tetapi, yang menentukan apakah
dia bisa berhasil atau tidak adalah kualitas unsur-unsur yang ada di dalamnya." Nenek pun melanjutkan
wejangannya dengan nada lembut, " nah, ternyata alam mengajarkan banyak kepada kita. Maka, bila
ingin hasil yang baik, kamu harus meiliki unsur kualitas yang baik pula, apakah kamu mengerti?"
"terima kasih nek, saya sungguh bersyukur memutuskan datang kesini. Semua ucapan nenek akan saya
jadikan bekal untuk lebih giat belajar dan membenahi diri agar hidup lebih berkualitas," ucapnya sambil
memeluk tubuh rapuh sang nenek.
Sahabat, biji akan tumbuh dengan baik dan cepat di tanah yang subur dan terjaga, demikian juga anak-
anak dan Generasi kita akan tumbuh dan lahir menjadi Manusia baru yang hebat di tengah-tengah
lingkungan yang tersistem secara kondusif dan dijaga oleh oleh orang-orang yang Visioner dan
senantiasa mempertahankan Idealisme.
Biji boleh kita buang sembarangan tidak seorangpun akan melarang, tetapi kita akan lebih cerdas dan
bijak jika biji itu kita buang ditempat yang tepat.

Rosulullah SAW bersabda :

"Bersedekahlah kalian, meski hanya dengan sebiji kurma. Sebab, sedekah dapat memenuhi kebutuhan
orang yang kelaparan, dan memadamkan kesalahan, sebagaimana air mampu memadamkan api."

"Barangsiapa bersedekah senilai satu biji kurma yang berasal dari mata pencaharian yang baik -dan Allah
tidak akan menerima kecuali yang baik-, maka sesungguhnya Allah akan menerimanya dengan tangan
kanan-Nya, kemudian dipelihara untuk pemiliknya sebagaimana seseorang di antara kalian memelihara
anak kuda, sehingga sedekah itu menjadi (besar) seperti gunung."
hidup atau mayat Hidup ??? ( semoga bermanfaat sahabat)

Hidup atau mayat Hidup = hidup tapi tidak sadar akan hidup
Untuk dapat menikmati hidup, hal terpenting yang perlu Anda lakukan adalah menjadi SADAR. Inti
kepemimpinan adalah kesadaran. Inti spiritualitas juga adalah kesadaran. Banyak orang yang menjalani
hidup ini dalam keadaan ''''tertidur.'''' Mereka lahir, tumbuh, menikah, mencari nafkah, membesarkan
anak, dan akhirnya meninggal dalam keadaan ''''tertidur.'''' Analoginya adalah seperti orang yang
terkena hipnotis. Anda tahu di mana menyimpan uang. Anda pun tahu persis nomor pin Anda. Dan
Andapun menyerahkan uang Anda pada orang tidak dikenal. Anda tahu, tapi tidak sadar. Karena itu,
Anda bergerak bagaikan robot-robot yang dikendalikan orang lain, lingkungan, jabatan, uang, dan harta
benda.
Pengertian menyadari amat berbeda dengan mengetahui. Anda tahu berolah raga penting untuk
kesehatan, tapi Anda tidak juga melakukannya. Anda tahu memperjualbelikan jabatan itu salah, tapi
Anda menikmatinya. Anda tahu berselingkuh dapat menghancurkan keluarga, tapi Anda tidak dapat
menahan godaan. Itulah contoh tahu tapi tidak sadar!
Ada hal- hal yang dapat membuat orang menjadi sadar. Peristiwa-peristiwa pahit dan musibah. Musibah
sebenarnya adalah ''''rahmat terselubung'''' karena dapat membuat kita bangun dan sadar. Anda baru
sadar pentingnya kesehatan kalau Anda sakit. Anda baru sadar pentingnya olahraga kalau kadar
kolesterol Anda mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Anda baru sadar nikmatnya bekerja kalau
Anda di-PHK. Seorang wanita karier baru menyadari bahwa keluarga jauh lebih penting setelah anaknya
terkena narkoba. Seorang sopir taksi pernah bercerita bahwa ia baru menyadari bahayanya judi setelah
hartanya habis.
Kematian mungkin merupakan satu stimulus terbesar yang mampu menyentakkan kita. Banyak tokoh
terkenal meninggal begitu saja. Mereka sedang sibuk memperjualbelikan kekuasaan, saling menjegal,
berjuang meraih jabatan, lalu tiba-tiba saja meninggal. Bayangkan kalau Anda sedang menonton film di
bioskop. Pertunjukan sedang berlangsung seru ketika tiba-tiba listrik padam. Petugas bioskop berkata,
''''Silakan Anda pulang, pertunjukan sudah selesai!'''' Anda protes, bahkan ingin menunggu sampai listrik
hidup kembali. Tapi, si penjaga hanya berkata tegas, ''''Pertunjukan sudah selesai, listriknya tidak akan
pernah hidup kembali.''''
Itulah analogi sederhana dari kematian. Kematian orang yang kita kenal, apalagi kerabat dekat kita
sering menyadarkan kita pada arti hidup ini. Kematian menyadarkan kita pada betapa singkatnya hidup
ini, betapa seringnya kita meributkan hal-hal sepele, dan betapa bodohnya kita menimbun kekayaan
yang tidak sempat kita nikmati.
Hidup ini seringkali menipu dan meninabobokan orang. Untuk menjadi bangun kita harus sadar
mengenai tiga hal, yaitu siapa diri kita, darimana kita berasal, dan ke mana kita akan pergi. Untuk itu kita
perlu sering mengambil jarak dari kesibukan kita dan melakukan kontemplasi.
Ada sebuah ungkapan menarik dari seorang filsuf Perancis, Teilhard de Chardin, ''''Kita bukanlah
manusia yang mengalami pengalaman-pengalaman spiritual, kita adalah makhluk spiritual yang
mengalami pengalaman-pengalaman manusiawi.''''
Manusia bukanlah ''''makhluk bumi'''' melainkan ''''makhluk langit.'''' Kita adalah makhluk spiritual yang
kebetulan sedang menempati rumah kita di bumi. Tubuh kita sebenarnya hanyalah rumah sementara
bagi jiwa kita. Tubuh diperlukan karena merupakan salah satu syarat untuk bisa hidup di dunia. Tetapi,
tubuh ini lama kelamaan akan rusak dan akhirnya tidak dapat digunakan lagi. Pada saat itulah jiwa kita
akan meninggalkan ''''rumah'''' untuk mencari ''''rumah'''' yang lebih layak. Keadaan ini kita sebut
meninggal dunia. Jangan lupa, ini bukan berarti mati karena jiwa kita tak pernah mati. Yang mati adalah
rumah kita atau tubuh kita sendiri.
`Coba Anda resapi paragraf diatas dalam-dalam. Badan kita akan mati, tapi jiwa kita tetap hidup. Kalau
Anda menyadari hal ini, Anda tidak akan menjadi manusia yang ngoyo dan serakah. Kita memang perlu
hidup, perlu makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan dasar lainnya. Bila Anda sudah mencapai semua
kebutuhan tersebut, itu sudah cukup!
Buat apa sibuk mengumpul-ngumpulkan kekayaan -- apalagi dengan menyalahgunakan jabatan kalau
hasilnya tidak dapat Anda nikmati selama-lamanya. Apalagi Anda sudah merusak jiwa Anda sendiri
dengan berlaku curang dan korup. Padahal, jiwa inilah milik kita yang abadi.
Lantas, apakah kita perlu mengalami sendiri peristiwa-peristiwa yang pahit tersebut agar kita sadar?
Jawabnya: ya! Tapi kalau Anda merasa cara tersebut terlalu mahal, ada cara kedua yang jauh lebih
mudah: Belajarlah MENDENGARKAN. Dengarlah dan belajarlah dari pengalaman orang lain.
Bukalah mata dan hati Anda untuk mengerti, mendengarkan, dan mempertanyakan semua pikiran dan
paradigma Anda. Sayang, banyak orang yang mendengarkan semata-mata untuk memperkuat pendapat
mereka sendiri, bukannya untuk mendapatkan sesuatu yang baru yang mungkin bertentangan dengan
pendapat mereka sebelumnya. Orang yang seperti ini masih tertidur danbelum sepenuhnya bangun.

Anda mungkin juga menyukai