Anda di halaman 1dari 250

UNIVERSITAS INDONESIA

DRUG ABUSE RESISTANCE EDUCATION (DARE) SEBAGAI


STRATEGI INTERVENSI KEPERA WATAN KOMUNITAS
MENCEGAHPENYALAHGUNAANNARKOBAPADA
REMAJA DI SMK "TB" CIMANGGIS, DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR

NANA SUPRIYATNA
1006748734

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUD I SPESIALIS KEPERAWAT AN
PEMINATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
DEPOK
JULI 2014

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

DRUG ABUSE RESISTANCE EDUCATION (DARE) SEBAGAI


STRATEGI INTERVENSI KEPERA W ATAN KOMUNITAS
MENCEGAH PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA
REMAJA DI SMK "TB" CIMANGGIS, DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR

,(

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis
Keperawatan Komunitas

NANA SUPRIYATNA
1006748734

Pembimbing I : Agus Setiawan, MN., DN


Pembimbing II : Henny Permatasari, M.Kep., Sp.Kom

FAKUL T AS ILMU KEPERA W AT AN


PROGRAM STUDI SPESIALIS KEPERA WATAN
PEMINATANKEPERAWATANKOMUNITAS
DEPOK
JULI 2014

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


. ··•..,._ "

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir ini adalah basil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Nana Supriyatna

NPM

Tanda Tangan
:74.
Tanggal : 27 ;!Jl
2014

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


·-•.. · .
. ·~

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


LEMBAR PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir ini Diajukan oleh


Nama : Nana Supriyatna
NPM : I 006748734
Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan
Peminatan : Keperawatan Komunitas
Judul Tesis : Drug Abuse Resistance Education (DARE)
Sebagai Strategi Intervensi Keperawatan
Komunitas Mencegah Risiko Penyalahgunaan
Narkoba Pada Remaja Di SMK TB Kelurahan
Curug Cimanggis Kota Depok

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners
Spesialis Keperawatan Komunitas pada Program Studi Ners Spesialis
Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Agus Setiawan, MN., DN

Pembimbing II : Ns. Henny Permatasari, M.Kep., Sp. Kom

Penguji : Purwadi, M.Kep., Sp.Kom

Penguji : Eti Rohati, AM.Keb., SKM., MKM

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 27 Juni 2014

Universitas lncbnesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir yang berjudul "Drug Abuse
Resistance Education (DARE) Sebagai Strategi Intervensi Keperawatan
Komunitas Mencegah Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja Di SMK "TB"
Cimanggis, Depok". Karya Ilmiah Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Komunitas Peminatan
Keperawatan Komunitas pada Program Ners Spesialis Keperawatan Komunitas,
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Karya ilmiah akhir ini dapat diselesaikan berkat bantuan, bimbingan, dan
dukungan berbagai pihak, oleh karena itu residen ingin mengucapkan secara
khusus rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada ibu
Agus Setiawan, MN., DN sebagai pembimbing I, dan ibu Ns. Henny Permatasari,
S.Kp., M.Kep., Sp.Kom sebagai pembimbing II sekaligus sebagai Ketua Program
Studi Pasca Sarjana yang telah banyak memberikan bimbingan, araban, dan
motivasi serta kesabarannya dalam proses penyusunan karya ilmiah akhir ini.
Pada kesempatan ini juga, peneliti mengucapkan rasa terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Dra. Junaiti Sahar, M.App.Sc., Ph.D sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
2. Bapak Muhammad Hadi, SKM., M.Kep selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah memberikan
kesempatan melanjutkan pendidikan di Universitas Indonesia.
3. Ibu Ima Nursanti, M.Kep., Sp.Mat Selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
4. Seluruh Dosen pada Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia beserta Staf yang telah membantu selama proses pendidikan dan
penyusunan karya ilmiah akhir ini.

lV

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


5. Seluruh Dosen dan Staf pada Program Studi Ilrnu Keperawatan Fakultas Ilrnu
Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah banyak
memberikan dukungan, serta motivasinya.
6. Orang tua dan seluruh keluarga tercinta, khususnya istri tercinta Yuni
Nurhaeni Dwi Putri yang telah rnendukung dengan segala pengorbanan, do' a
serta kesabarannya.
7. Ternan-ternan seperjuangan Ners Spesialis Keperawatan Kornunitas FIK UI
angkatan 2013 yang telah banyak memberikan bantuan, saran dan dorongan
sernangat dalarn rnenyelasikan karya ilmiah akhir ini.
8. Kepala Sekolah SMK Taruna Bhakti beserta guru, staf dan peer educator
"PENA'' yang telah rnernberikan kesernpatan kepada residen untuk rnelakukan
kegiatan praktek di sekolah.
9. Sernua partisipan yang telah ikut berpartisipasi dalarn penelitian ini
10. Serta sernua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
rnendukung selarna proses penyusunan tesis ini.

_Sernoga seluruh arnal kebaikan yang telah diberikan kepada peneliti mendapakan
ridho dari Allah SWT, Arniin.

Akhir kata sernoga hasil penelitian ini dapat rnernberikan rnanfaat untuk peneliti
sendiri, pengernbangan ilrnu pengetahuan, dan pengernbangan profesi
keperawatan.

=ili:Ol4
Residen

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


·.. __ · .
. '·.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


ABSTRAK

Nama : Nana Supriyatna


Program Studi : Spesialis Keperawatan Komunitas, Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Indonesia
Judul :Drug Abuse Resistance Education (DARE) sebagai
Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas Mencegah
Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Remaja Di SMK
"TB" Cimanggis, Depok

Remaja merupakan tahap perkembangan yang mudah terpengaruh pergaulan


negatif ternan sebaya, dan pengaruh lingkungan ekstemal lain yang bersifat
negatif, seperti masalah penyalahgunaan narkoba. Perawat spesialis komunitas
memiliki peran melakukan upaya pencegahan masalah tersebut. Drug Abuse
Resistance Education (DARE) merupakan salah satu strategi intervensi
keperawatan komunitas untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba pada
remaja di sekolah. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan memberikan gambaran
pelaksanaan DARE dalam asuhan keperawatan komunitas, melalui integrasi Teori
Manajemen, CAP, HPM, CHSM dan FCN pada remaja di SMK TB Kota Depok.
Basil intervensi menunjukan peningkatan signifikan p-value (0,000), peningkatan
pengetahuan siswa (10,4%), sikap (7,6%) dan tindakan (4,25%). Strategi
intervensi DARE dapat diaplikasikan untuk melakukan upaya pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaja di sekolah.

Katakunci:
DARE, remaja, penyalahgunaan narkoba, keperawatan komunitas

VI
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
ABSTRACT

Name : Nana Supriyatna


Study Program : Community Health Nursing Specialisationt,
Faculty of Science Nursing, University of Indonesia
Title : Drug Abuse Resistance Education (DARE) As
a Community Nursing Intervention Strategie to Prevent
the Risk of Drug Abuse in adolescent in TB
vocasional High School, Cimanggis Depok

Teenager is the development stage where a person is easily exposed to negative


peer relationships, and other external environmental influences that are negative,
such as the problem of drug abuse. The community nurse specialists play an
important role to prevent such problems. Drug Abuse Resistance Education
(DARE) is a community nursing intervention strategy to prevent drug abuse
among adolescents in school. The aim of this paper was to provide the description
of implementation of DARE in community nursing care, through the integration
of the theories of management, CAP, HPM, CHSM, and FCN, in TB vocasional
high school in Depok. The result showed a significant improvement in the
intervention (p-value = 0,000) , increased knowledge of the students (1 0.4 ),
attitudes (7.6%) and the action (4.25%). DARE intervention strategies can be
applied to prevent the risk of drug abuse in adolescents at schools.

Keywords:
DARE, adolescence, drug abuse, community nursing

vii
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
. ' .
·~

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


DAFTAR lSI

Hal am an

HALAMAN JUDUL
PERNYAT AAN ORISINILITAS
PERNYATAAN PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR................................................................................................. IV
ABSTRAK BAHASA INDONESIA ...... ... ..... ....................... ................................. .... v1
ABSTRAK BAHSA INGGRIS ................................................................................... vn
DAFTAR lSI................................................................................................................ Vlll
DAFTARLAMPIRAN................................................................................................ X
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................... ................. 1
1.2 Tujuan ... ...... .... ....... ..... .. ............... ... .... ........ ... .... ........ .. .. ................ .... ... 11
1.3 Manfaat .. ....... ......... ..... ... ....... ....... ........ .. .. .. ..... ... .. ...... .. .. .. ..................... 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Remaja Sebagai Populasi Berisiko ...................................... ................. 15
2.2 Inovasi Drug Abuse Resistance Education (DARE)
Sebagai Bentuk Intervensi Keperawatan Komunitas............................ 24
2.3 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas ........................................ 30
2.4 Peran Perawat Komunitas dalam Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba...................................................................... 33
2.5 Teori Manajemen ...................... ....................................................... ..... 37
2.6 Model Community as Partner............................................................... 40
2. 7 Family Center Nursing......................................................................... 41
2.8 Health Promotion Model (HPM) .......................................................... 43
2.8 Comprehensive School Health Model (CSHM) ................................... 47

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN PROPIL WILA YAH


3.1 Kerangka Kerja Praktek Keperawatan Komunitas................................ 49
3.2 Profil Wilayah ....................................................................................... 52

BAB 4 PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERA WATAN KOMUNITAS


PADA AGGREGATE N REMAJANDENGAN MASALAH RISIKO
PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI SMK TB KOTA DEPOK
4.1 Pengelolaan Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas ............. 55
4.2 Asuhan Keperawatan Komunitas .......................................................... 88
4.3 Asuhan Keperawatan Keluarga ............................................................. 104

BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Analisis Pencapaian dan Kesenjangan.................................................... 121
5.2 Keterbatasan .............................. ............................................................. 141
5.3 Implikasi ................................................................................................. 141

Vlll

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Sin1pulan................................................................................................. 143
6.2 Saran ....................................................................................................... 143

DAFTAR PUSTAKA
LAMPI RAN

ix

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner
Lampiran 2 Pedoman wawancaradi sekolah
Lampiran 3 Pedoman observasi terhadap keluarga
Lampiran 4 Format deteksi dini siswa terhadap risiko penyalahgunaan
narkoba
Lampiran 5 Format Deteksi dini penyalahgunaan narkoba bagi guru
Lampiran 6 Catatan wawancara dengan siswa penyalahguna narkoba
Lampiran 7 Alur rujukan risiko penyalahgunaan narkoba
Lampiran 8 Surat rujukan
Larnpiran 9 Prioritas masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas
Lampiran 10 Penapisan masalah asuhan keperawatan komunitas
Lampiran 11 Prioritas masalah asuhan keperawatan keluarga

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


. .

. ~ .

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


BABI
PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan latar belakang, tujuan dan manfaat dari penerapan
program Drug Abuse Resistance Education (DARE), sebagai strategi intervensi
asuhan keperawatan pada keluarga dan komunitas dengan agregat remaja
disekolah yang berisiko menyalahgunakan narkoba di SMK TB Kota Depok.

1.1 Latar Belakang


Remaja merupakan poplllasi terbesar didunia, berdasarkan data United Nation
Population Fund, tahim 2013. menyatakan bahwa sebanyak 7 milyar
;.::."

penduduk dunia, dan sekitar 1,8 milyar diantaranya berusia remaja. Data
Profil Kependudukan dan Pembangunan Di Indonesia tahun 2013, tercatat
pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 jutajiwa, 18,3%
diantaranya berusia remaja (BKKBN, 2013).

Remaja merupakan salah satu tahap perkembangan manusia yang memiliki


karakteristik yang berbeda bila dibandingkan dengan tahap perkembangan
lainnya. Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2008), remaja merupakan
tahap transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa. Remaja juga dapat
diartikan sebagai masa muda atau masa pubertas, dimana remaja mengalami
perubahan sebagai fase dari sebuah perkembangan anak, dinamika perubahan
remaja mencakup dimensi fisik, kognitif, dan sosial-kultural (Allender,
Rector, & Wamer, 2010).

Perubahan fisik seperti perubahan hormonal yang terjadi saat remaJa


memasuki masa pubertas akan menimbulkan lonjakan emosional yang tidak
stabil dan berpengaruh terhadap aspek psikologis. Aspek psikologis remaja
seperti memiliki rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan,
tantangan, dan cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa
didahului oleh pertimbangan yang matang, akan menempatkan remaja pada

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


2

kelompok berisiko terhadap masalah kesehatan di masyarakat (Stanhope &


Lancaster, 2004 ).

Masa pencarian identitas diri remaja merupakan masa yang kritis, pada masa
ini remaja berusaha untuk mencapai kemandirian dan melepaskan diri dari
ketergantungan terhadap orang tua. Pencarian identitas diri remaja akan
mencoba melakukan sesuatu yang baru dan berusaha untuk mengembangkan
perilaku dalam kehidupannya (Friedman, Bowden & Jones, 2010).
Perkembangan dan pertumbuhan yang begitu cepat pada remaja, khususnya
perkembangan kognitif dan sosial emosional seringkali tidak diimbangi
dengan kemampuan berfikir rasional yang memadai. Remaja mudah
terpengaruh oleh pergaulan negatif ternan sebaya, dan pengaruh lingkungan
eksternal lainnya yang bersifat negatif, seperti kenakalan remaja, masalah
yang berhubungan dengan seksualitas dan penyalahgunaan narkoba, sehingga
hal ini menjadikan remaja sebagai kelompok beresiko dalam masyarakat
(Pianta, 2005 dalam Santrock, 2007; DHHS, 2008 dalam Saucier, 2009).

Kompleksnya permasalahan remaja membutuhkan penanganan, pembinaan


dan kerja sama yang aktif dari berbagai pihak, serta seluruh potensi yang ada
di masyarakat. Salah satu permasalahan yang banyak terjadi pada remaja dan
menjadi masalah global adalah penyalahgunaan narkoba oleh remaja, dimana
dari tahun ke tahun angka kejadiannya semakin meningkat. Fenomena
penyalahgunaan narkoba bagaikan gunung es (ice berg), jumlah kasus yang
terlihat lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak terlihat (Hawari, 2009).
Peningkatan jumlah pengguna narkoba sangat cepat dan telah mencapai tahap
yang memprihatinkan, kondisi ini diikuti pula dengan masalah kesehatan dan
sosial yang ditimbulkan (Badan Narkotika Nasional/BNN, 2011).

Berdasarkan data World Drug Report 2013 United Nation Office for Drugs
and Crimes/UNDOC, pada tahun 20 11, diperkirakan antara 167 sampai 315
juta orang berusia 15-64 diperkirakan telah menggunakan zat terlarang, atau

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


3

sekitar 3,6 sampai 6,9 persen dari populasi orang de\vasa. Separuh dari
jumlah pengguna tersebut, saat ini masih menggunakan narkoba minimal satu
kali dalam sebulan terakhir. Sedangkan tingkat prevalensi jumlah pengguna
n£:!rkoba bermasalah diperkirakan antara 15 sampai 39 juta.

Survey yang dilakukan oleh BNN (20 11 ), di Indonesia diperkirakan jumlah


penyalahguna narkoba sebanyak 3,7 juta hingga 4,7 juta orang. Jumlah
tersebut, terbagi atas 27% coba pakai, 45% teratur pakai, 27% pecandu bukan
suntik, dan 2% pecandu suntik. Angka prevalensi tersebut mengalami
peningkatan dibandingkan dengan angka tahun 2008 yang diperkirakan
jumlah penyalahguna narkoba sekitar 3,1 juta sampai 3,6 juta orang atau
setara dengan 1,9% dari populasi penduduk berusia 10-59 tahun. Terdapat
dua kelompok yang memberikan kontribusi terbesar secm·a absolut dalam
jumlah penyalahgunaan narkoba, yaitu kelompok peke1ja (70%) dan pelajar
(22%). Faktor permisif, lingkungan yang lebih bebas, kemampuan ekonomi
di kelompok, dan rendahnya norma sosial menjadi faktor pemicu tumbuh
suburnya peredaran narkoba saat ini.

Data Indonesian Situation Assesment on Amphetamine-Type Stimulant Global


Smart Programe 2013, yang dilakukan oleh United Nation Drugs Office and
Crime pada tahun 2013, menunujukan bahwa sekitar 1,2 juta pengguna
narkoba di Indonesia yang menggunakan kristal methamphetamine, dan 950
ribu menggunakan ekstasi, sehingga diperkirakan pengguna narkoba di
Indonesia telah mengkonsumsi sekitar 12,5 metrik ton kristal
methamphetamine dan 16 juta pil ekstasi pada tahun 2011.

Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012, persentase


wanita dan pria belum kawin umur 15-24 tahun yang merokok, minum
minuman beralkohol, dan menggunakan obat-obatan terlarw:g selama 3 bulan
terakhir menunjukan data untuk wanita mengindikasikan 10 persen merokok
dan 5 persen minum minuman beralkohol, untuk pria persentase yang sesuai

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


4

adalah masing-masing 80 persen merokok dan 40 persen minum-minuman


beralkohol. Penggunaan obat-obatan terlarang jaul1Iebih terbatas, kurang dari
1 persen untuk wanita dan 4 persen untuk pria.

Berdasarkan data Survei Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di


Indonesia pada tahun 2011, menunjukan bahwa Provinsi Jawa Barat memiliki
angka prevalensi 2,5% pada pengguna narkoba. Angka ini lebih tinggi
dibanding prevalensi pengguna narkoba secara nasional yaitu sebesar 2,2%
(BNN, 2011). Laporan tahunan Badan Narkotika Kota Depok (2008)
menunjuka~ bahwa, penyalahguna narkoba di Kota Depok berkisar 1,5% dari
total penduduk Kota Depok, dan 75% kasus penyalahgunaan narkoba berasal
dari kelompok umur 10-18 tahun serta 79% berpendidikan SLTA.

Hasil penelitian Asri (20 13), yang dilakukan di Kelurahan Cisalak Pasar
Kecamatan Cimanggis Kota Depok menunjukan bahwa 63,4% remaja
menyatakan bahwa mereka pertama kali mencoba rokok pada umur 10-15
tahun, 51,5% remaja memiliki pengendalian risiko penyalahgunaan NAPZA
yang kurang baik, 60% remaja menyatakan malas belajar apabila di rumah,
dan 19% remaja menyatakan merokok karena ditawari oleh teman. Hasil
tersebut menunjukan bahwa remaja di kelurahan Cisalak Pasar memiliki
risiko penyalahgunaan NAPZA yang tinggi.

Meningkatnya kasus penyalahgunaan narkoba yang melibatkan remaJa


disebabkan karena remaja merupakan populasi yang memiliki risiko terbesar
dalam menyalahgunakan narkoba (Allender & Spradley, 2005). Hasil
penelitian yang dilakukan Ariani (2006), pada siswa SMA dan SMK di Bogor
Barat menunjukan bahwa 46,8% remaja berperilaku agresif, merokok dan
seksual yang tidak baik.

Peningkatan kasus penyalahgunaan narkoba pada remaja disebabkan karena


remaja merupakan populasi yang memiliki risiko terbesar dalam

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


5

penyalahgunaan nakoba. terutama ketika anak mulai memasuki sekolah


menengah, dimana mereka bertemu dengan banyak teman baru dan lebih
rentan untuk mendapatkan tekanan dari teman sebaya (Allender, 2005;
Papilia, 2003). Menurut Stinchfield (2003 dalam Nies & McEwen, 2007),
mengidentifikasi prediktor penyalahgunaan narkoba pada remaja, pengaruh
lingkungan sekolah yang buruk. lingkungan sosial yang menganggap bahwa
penggunaan narkoba merupakan sesuatu yang biasa, lingkungan keluarga
yang tidak harmonis serta pengaruh dari teman sebaya yang mengunakan
narkoba. Kondisi remaja berada pada resiko lebih tinggi untuk
penyalahgunaan narkoba jika mereka tidak memiliki hubungan positif dengan
guru-guru mereka.

Hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis bulan Oktober - November


2013 di SMK TB Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok
terhadap 274 siswa didapatkan data dalam 3 bulan terakhir 29,6% siswa
memiliki kebiasan nongkrong tanpa tujuan, 15,6% siswa mengalami rasa
tidak percaya diri, 21,3% siswa merasa stress, 24,9% siswa sering pulang
larut malam, 26,9% siswa memiliki masalah sikap emosional yang
berlebihan, 16,6% siswa pernah berbohong, dan 33,9% siswa mengalami
penurunan prestasi belajar disekolah. Selain itu 5,6 % siswa memiliki teman
yang menggunakan narkoba, 1,3% siswa memiliki anggota keluarga yang
menggunakan narkoba, 14,3% siswa menjawab pernah melihat orang lain
menggunakan narkoba dilingkungan tempat tinggalnya, sekitar 63,5%
pengetahuan siswa tentang narkoba kurang baik, 54,2% siswa memiliki sikap
yang kurang baik dan 44,2% siswa memiliki perilaku yang beresiko dalam
penyalahgunaan narkoba.

Penyalahgunaan narkoba pada remaja seharusnya dapat dicegah dengan


pengendalian risiko yang tepat. Pengendalian risiko penyalahgunaan narkoba
di masyarakat tersebut harus dilakukan oleh semua pihak, termasuk perawat.
Perawat komunitas sebagai bagian dari profesi kesehatan memiliki tanggung

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


6

jawab untuk berperan aktif dalam meningkatkan perilakt1 hidup sehat


masyarakat, termasuk melakukan pencegahan dalam penyalahgunaan narkoba
khususnya pada remaja (Allender, 2005).

Upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh Ritanti


(20 11 ), melalui kegiatan residensi dengan melakukan inovasi multi dimensi
terapi keluarga sebagai bentuk intervensi keperawatan komunitas untuk
mencegah penyalahgunaan narkoba pada usia remaja di Kelurahan Tugu
Depok. Hasil kegiatan tersebut menunjukan bahwa terjadi peningkatan yang
signifikan terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku kader remaja
dalm pencegahan penyalahgunaan narkoba, yaitu rata-rata peningkatan
pengetahuan 8,61, perilaku 8,64 dan sikap 8,83.

Upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh Asri (2013),


melalui program kelurga untuk sehat sebagai strategi intervensi keperawatan
komunitas dalam pengendalian risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja
di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok menunjukan
bahwa: terjadi peningkatan pengendalian risiko penyalahgunaan narkoba
yang baik sebelum dan sesudah pelaksanaan program dari 48,6% menjadi
94,3%.

Harlina dan Joewana (2006), menjelaskan upaya pemerintah dalam


melakukan pencegahan peredaran narkoba dan penyebaran HIVI AIDS pada
kalangan pengguna narkoba telah merumuskan tiga program strategi sebagai
berikut: 1) Supply Reduction (mengurangi pasokan), merupakan program
dengan tujuan menjauhkan narkoba dari penggunaan dan peredarannya oleh
masyarakat dengan menekankan suplai narkoba, terutama peredaran narkoba
yang dilakukan diluar ketentuan hukum (illegal), dan menyangkut peredaran
gelap (illicit) melalui kegiatan represif dan yudikatif; 2) Demand Reduction
(mengurangi permintaan), merupakan program yang bertujuan untuk
mengurangi permintaan masyarakat terhadap narkoba, upaya ini dilakukan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


7

melalui kegiatan pembinaan, pencegahan. rehabilitasi. serta permvatan lanjut.


Sasaran dari program demand reduction ini adalah masyarakat. kelompok
resiko tinggi, penyalahguna, orang tua atau keluarga, sekolah, tempat umum
serta pengambil keputusan. Kegiatan program ini dilakukan oleh tenaga
profesional di bidang kesehatan, pendidikan, sosial dan agama, serta dengan
melibatkan peran serta aktif masyarakat dalam melakukan pencegahan,
deteksi dini, penanggulangan kasus, upaya rujukan, perawatan, serta upaya
rehabilitasi dimasyarakat; 3) Harm Reduction (pengurangan bahaya), adalah
program yang bertujuan menemui atau menjangkau pengguna narkoba, dan
membantu mengurangi berbagai bahaya atau ker,ugian yang terkait dengan
penggunaan narkoba.

Data hasil survei BNN (20 11 ), menunjukan bahwa pengungkapan kasus


narkoba oleh penegak hukum baru sekitar 5% sampai 60% dari kasus narkoba
yang ada di wilayahnya. Hal tersebut juga dikuatkan oleh para bandar atau
pengedar narkoba yang menyatakan masih cukup banyak bandar atau
pengedar yang belum tertangkap, maksimal hanya sekitar 50%.

Hasil survei yang dilakukan BNN (2011), menunjukkan adanya peningkatan


Program Pencegahan Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkoba (P4GN). Hasil survei menggambarkan bahwa sekolah, kampus,
BNN, dan Rumah Sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan merupakan instansi
yang paling berperan dalam melakukan kegiatan P4GN di berbagai daerah.
Peran serta Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM BNNP, dan BNNK, dalam
program P4GN mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berbagai
upaya kegiatan terkait program P4GN sudah mulai dilakukan, pada beberapa
sekolah upaya ini dilakukan dengan mengintegrasikan ke dalam kurikulum
mata pelajaran, ataupun mata ajaran perkuliahan. Upaya kegiatan yang
sifatnya lebih intensif dan rutin merupakan proyek perr::mtohan {pilot
project), yang didukung oleh instansi pemerintah ataupun swasta dengan
melakukan kerj asama lintas sektor. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


8

sekitar 80% pelajar atau mahasisYva menyatakan pernah terpapar dengan


program P4GN. Sumber informasi tentang narkoba yang paling banyak
diperoleh melalui TV (96%) dan majalah atau koran (87%).

Berdasarkan data Komosi Penanggulangan AIDS (KPA) (2010), sampm


dengan tahun 2008 sekitar 49.000 pengguna NAPZA suntik yang sudah
mengakses layanan alat suntik steril. Sedangkan berdasarkan data Kemenkes
(2012), sampai dengan akhir tahun 2012, telah tersedia sebanyak 77 unit
layanan terapi rumatan metadon yang dilaksanakan di puskesmas, rumah
sakit, dan lapas, dimana jumlah pasien yang memperoleh layanan metadon
sebanyak 2.474 orang atau sekitar 11,3% dari target tahun 2008 sebesar
21.790 orang.

Salah satu strategi intervensi yang dapat digunakan oleh perawat komunitas
untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah
adalah melalui program Drug Abuse Resistance Education (DARE). DARE
diciptakan da1am upaya untuk mengajarkan siswa tentang pentingnya
menghindari narkoba, alkohol, dan penggunaan tembakau, sementara pada
saat yang sama meningkatkan harga diri mereka dan mengurangi kebiasaan
menggunakan obat-obatan karena tekanan teman sebaya ( Ennett et al , 1994
dalam Khadija 2007).

Program DARE ini dirancang berdasarkan Teori Belajar Sosial, yang


menyatakan bahwa belajar terjadi dalam konteks sosial, dan bahwa orang
belajar dari satu sama lain, termasuk konsep-konsep seperti pembelajaran
observasional, imitasi, dan modeling. Oleh karena itu, menurut teori ini,
individu, terutama remaja dalam hal ini, dapat diajarkan untuk memahami
bahaya menggunakan obat-obatan, alkohol, atau tembakau, dalam konteks
sosial yang tepat. Me]:> ~ui program ini diharapkan dapat menghasilkan
seorang remaja yang mampu menahan diri dari penggunaan narkoba. (Akers,
1996) 0

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


9

Elemen kunci dari program DARE adalah upaya gabungan dari polisi, petugas
kesehatan, administrator sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat membawa
pengetahuan, pendidikan, dan pengalaman mereka untuk ikut terlibat dalam
mencegah bahaya narkoba (DARE America, 1996, dalam Khadija, 2007).
Intervensi keperawatan yang dilakukan dengan menggunakan program DARE
adalah dengan program pendidikan dan pelatihan terkait program pencegahan
risiko penyalahgunaan narkoba. Beberapa bentuk pendidikan dan pelatihan
yang dilakukan diantaranya melalui pendekatan informatif, pendekatan
afektif, pendidikan yang berorientasi pada situasi penawaran, latihan
peningkatan pen.:aya diri, latihan keterampilan kognitif, latihan keterampilan
life skill, dan latihan inokulasi sosial. Kurikulum yang diajarkan dengan
menggunakan berbagai pendekatan termasuk kelas kuliah, latihan workbook,
role-playing , sesi tanya jawab, kegiatan kelompok, latihan kasus, pelayanan
masyarakat, dan kelompok diskusi ( Ennett et al., 1994).

Pelayanan kesehatan dalam upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan


narkoba di sekolah merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab perawat.
Perawat sekolah sebagai bagian dari perawatan komunitas ikut bertanggung
jawab dalam menjalankan perannya sebagai perawat kesehatan masyarakat
(Allender & Spradley, 2004). Perawat spesialis komunitas memiliki peran
penting dalam pelaksanaan pembinaan kesehatan remaja khususnya peran
sebagai educator, consellor, role model, collaborator dan change agent
(Allender, Rector & Warner, 2010; Stanhope & Lancaster, 2004; Hitchcock,
Schubert & Thomas, 1999). Peran-peran tersebut dilakukan dalam rangka
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku remaja dalam upaya
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba oleh remaja.

Pelaksanaan program DARE dalam upaya pencegahan terjadinya


penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah sebagai bentuk strategi
intervensi keperawatan, memerlukan model atau landasan teori yang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


10

mendasari praktek keperawatan komunitas. Model konsep keperawatan


komuri.itas yang digunakan dalam pelaksanaan program DARE ini meliputi
Teori Manajemen, Community As Partner (CAP), Helath Promotion Model
(HPM), Comprehensive School Health Model (CSHM), dan Family Centred
Nursing (FCN). Variabel pada setiap model tidak semuanya relevan untuk
dijadikan sebagai landasan penyelesaian masalah, oleh karena itu diperlukan
integrasi dari beberapa model-model teori tersebut. Integrasi model teori ini
adalah untuk mengakomodasi program DARE pada tatanan manajerial,
agregat, keluarga, dan setting area. Integrasi model dan teori ini menjadi
sebuah model yang akan dijadikan sebagai panduan (ji-amework) dalam
mengatasi masalah terjadinya-··penyalahgunaan narkoba pada remaja baik
ditingkat manajemen pelayanan keperawatan, keperawatan keluarga, dan
keperawatan komunitas di SMK TB Kota Depok (Ervin, 2002).

Strategi intervensi keperawatan yang digunakan dalam mencegah terjadinya


penyalahgunaan narkoba pada remaja melalui program DARE dilakukan
melalui strategi coaching, pembentukan proses kelompok, pendidikan
kesehatan dan empowering. Pembentukan proses kelompok dilakukan melalui
pembentukan peer educator dan kader kesehatan sekolah yang disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan di sekolah (Stanhope & Lancaster, 2004;
Hitchock, Schuber & Thomas, 1999). Pembentukan kelompok pada masalah
risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja di sekolah dilakukan untuk
memberikan pelatihan keterampilan terhadap siswa dan guru. Kelompok yang
dibentuk merupakan kelompok siswa dan guru yang diberikan pelatihan
pencegahan penyalahgunaan narkoba secara terpisah.

Intervensi keperawatan dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan


narkoba pada remaja disekolah yang dilakukan melalui program DARE
adalah dalam bentuk penyusunan modul pencegahan penyalahgunaan narkoba
pada remaja disekolah. Modul yang disusun terdiri dari 4 modul. Modul I
berisi tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja, modul 2 berisi tentang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


11

menilai diri dan mengelola stress. modul 3 tentang narkoba dan pengaruhnya
pada tubuh, dan modul 4 tentang meningkatkan tanggung jawab dan
kepercayaan diri remaja. Modul ini kemudian diajarkan kepada siswa sebagai
materi tambahan melalui proses belajar mengajar. Dalam proses penerapan
modul ini melibatkan peran serta aktif guru dan siswa yang telah dilatih, serta
melibatkan pihak terkait seperti Puskesmas dan Badan Narkotika Kota
Depok.

Hasil dari pelaksanaan program DARE menunjukan adanya peningkatan yang


signifikan pengetahuan rata-rata siswa, dengan nilai pre test 17,01 menjadi
19,09 pada nilai post tes dengan nilai p=O,OOO. Peningkatan sikap dengan
rata-rata nilai pre test 34,21 menjadi 37,28 pada nilai post tes dengan nilai
p=O,OOO, dan perilaku dengan rata-rata nilai pre test 34,56 menjadi 36,21
pada nilai post tes dengan nilai p=O,OOO.

Penerapan asuhan keperawatan komunitas dalam rangka mencegah terjadinya


penyalahgunaan narkoba pada remaja di keluarga sekolah melalui program
DARE, dituangkan dalam bentuk laporan karya ilmiah akhir dengan judul
"Drug Abuse Resistance Education (DARE) sebagai Strategi Intervensi
Keperawatan Komunitas Mencegah Penyalahgunaan Narkoba pada Remaja
Di SMK TB Cimanggis Depok"

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran pelaksanaan program DARE sebagai strategi
intervensi pelayanan dan asuhan keperawatan komunitas pada remaja
dengan risiko penyalahgunaan narkoba melalui penerapan teori manajemen,
Community as Partner, Health Promotion Model, Comprehensive School
Health Model dan Family Centred Nursing di SMK TB Keb:rahan Curug
kecamatan Cimanggis Kota Depok Jawa Barat.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


12

1.2.2 Tujuan Khusus


Memberikan gambaran tentang:
1.2.1.1 Terbentuknya kader kesehatan dan peer educator program DARE terkait
manajemen pelayanan kesehatan komunitas.
1.2.1.2 Peningkatan kemampuan (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) kader
kesehatan dan peer educator dalam upaya pencegahan terjadinya
penyalahgunaan narkoba pada remaja dengan penerapan strategi DARE
di sekolah SMK TB Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Kota
Depok.
1.2.1.3 Peningkatan kemampuan siswa (pengetahuan, sikap, dan keterampilan)
dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja
dengan penerapan strategi DARE di sekolah SMK TB Kelurahan Curug
Kecamatan Cimanggis Kota Depok.
1.2.1.4 Peningkatan kemampuan (pengetahuan, sikap, dan keterampilan)
keluarga dalam upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba
pada remaja dengan penerapan DARE di Kelurahan Curug, Kecamatan
Cimanggis, Kota Depok.
1.2.1.5 Peningkatan kemandirian keluarga dalam upaya mencegah terjadinya
penyalahgunaan narkoba pada remaja di Kelurahan Curug Kecamatan
Cimanggis Kota Depok.
1.2.1.6 Analisis hambatan dan kekurangan penerapan program DARE

1.3 Manfaat
1.3.1 Pelayanan Kesehatan
1.3 .1.1 Dinas Kesehatan Kota Depok
Program Drug Abuse Resistance Education (DARE) sebagai salah satu
strategi intervensi keperawatan untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan narkol-a pada remaja disekolah sebagai bentuk peromotif
dan preventif. Program DARE dapat menjadi dasar dalam merumuskan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


13

pengembangan program pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada


remaja disekolah.
1.3 .1.2 Puskesmas Kecamatan Cimanggis
Program DARE dapat dijadikan sebagai strategi untuk melakukan kegiatan
pendidikan kesehatan yang merupakan bagian dari Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja (PKPR) melalui asuhan keperawatan komunitas.
1.3 .1.3 Perawat Komunitas
Program DARE dapat menjadi salah satu altematif intervensi keperawatan
kesehatan komunitas dalam rangka mencegah terjadinya penyalahgunaan
narkoba pada remaja khususnya disekolah. Program DARE sebagai bentuk
intervensi upaya pembinaan keluarga dengan remaja untuk mencegah
terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja dalam keluarga.
1.3.1.4 Sekolah
Program Drug Abuse Resistance Education (DARE) dapat meningkatkan
peran, fungsi dan pemberdayaan kader secm·a optimal melalui pelaksanaan
pendidikan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan kesehatan sekolah
untuk meningkatkan perilaku pencegahan terjadinya penyalahgunaan
narkoba pada remaja disekolah, dalam rangka berpartisipasi mensukseskan
program PKPR di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok.
Pelaksanaan program DARE dapat menjadi masukan dalam pengembangan
kurikulum pembelajaran terhadap siswa, yang dapat memberikan dampak
positif terhadap peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja
sebagai siswa, dalam upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba
pada remaja disekolah.

1.3.2 Perkembangan Ilmu Keperawatan


1.3 .2.1 Meningkatkan mutu layanan asuhan keperawatan komunitas khususnya
pada kelompok remaja dengan risiko penyalahgunaan narkoba.
1.3.2.2 Memperkaya ilmu keperawatan dan memperkuat dukungan teori
keperawatan dalarn menambah wawasan pengetahuan perawat spesialis
komunitas serta mahasiswa keperawatan dalam melakukan asuhan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


14

keperawatan pada remaJa disekolah dengan risiko penyalahgunaan


narkoba melalui program DARE.
1.3.2.3 Dasar masukan dalam mengembangkan program pendidikan dan
, penelitian dalam praktik keperawatan komunitas.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
15

BAB2
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan berbagai teori dan konsep yang berkaitan dengan remaja
sebagai populasi beresiko, penyalahgunaan narkoba pada remaja, Drug Abuse
Resistance Education (DARE) model Community as Partner, Family Center
Nursing, Health Promotion Model (HP M) dan Comprehensive School Health
Model (CSHM) dalam memberikan asuhan keperawatan komunitas pada agregat
remaja dengan risiko penyalahgunaan narkoba.

2.1. Remaja Sebagai Populasi Berisiko


2.1.1 Populasi Berisiko (at risk)
Risiko dapat berarti suatu kondisi yang secara potensial berbahaya dan
dapat memicu terjadinya penyakit atau kerugian. Risiko juga dapat
diartikan ancaman kerusakan, cedera, kerugian, dan kejadian negatif
lainnya yang disebabkan kerentanan eksternal maupun internal yang dapat
dinetralisir melalui antisipasi (Kemenkes, 2011 ). Menurut Stanhope dan
Lancaster (2004), populasi berisiko adalah populasi dari orang-orang yang
memiliki risiko yang sama walaupun jumlahnya kecil dari kejadian yang
ada. Sedangkan Allender dan Spradley (2005), berpendapat bahwa
populasi berisiko merupakan sekumpulan orang yang memiliki peluang
mengalami masalah kesehatan spesifik karena dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Ini berarti bahwa sebuah kelompok dikatakan lebih berisiko dari
kelompok lain jika paparan atau kejadian suatu zat lebih banyak
dibandingkan dengan kelompok lain.

Menurut Stanhope dan Lancaster (2004), kelompok risiko dapat terjadi


karena kurangnya atau bahkan tidak adanya kontrol dari kelompok
tersebut terhadap pengaruh negatif ya"g akan terjadi. Kondisi tersebut bisa
disebabkan oleh berbagai faktor, seperti: tidak adanya aturan, rendahnya
pendidikan masyarakat atau tidak adanya informasi memadai terhadap

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


16

bahaya. Terdapat beberapa katagori yang dapat menyebabkan tetjadinya


perubahan status kesehatan meliputi risiko biologik; risiko lingkungan
termasuk psikologik; sosial ekonomi dan kejadian hidup; risiko perilaku
termasuk didalamnya risiko gaya hidup (Stanhope & Lancaster, 2004).

2.1.1.1 Risiko biologi


Menurut Santrock (2007), risiko biologi dapat diartikan risiko yang
bersumber dari dalam diri remaja, pada masa remaja terjadi proses
perubahan fisik maupun psikologis. Risiko biologi sering dikaitkan dengan
masa pubertas yang terjadi pada remaja, remaja mengalami perubahan
biologis yang mencolok (Sales & Irwin, 2009). Perubahan fisik yang
terjadi dapat dilihat dalam perubahan tubuh, sedangkan perubahan secara
psikologis dapat dilihat dari perubahan sikap, perilaku, emosi, dan
intelektual (Hawari, 2009).

Santrocks (2007), menjelaskan bahwa perubahan secara fisik yang terjadi


dengan cepat pada masa remaja, dapat menjadi risiko apabila remaja tidak
dibekali dengan pengetahuan yang baik tentang perubahan apa yang akan
dialami pada masa remaja, hal ini akan mempengaruhi remaja untuk
melakukan hal-hal yang berisiko negatif seperti penyalahgunaan narkoba.
Remaja yang tidak memiliki kemampuan beradaptasi terhadap perubahan
biologis tersebut akan memperlihatkan perilaku berisiko yang dapat
mengancam kesehatan (McMurray, 2003). Menurut Papalia, Old, dan
Feldman (2001), perilaku berisiko yang bisa dilakukan oleh remaja antara
lain penyalahgunaan narkoba, perilaku sexsual yang tidak aman,
berkendara yang tidak aman, kurangnya partisipasi sosial, depresi dan
aktivitas pelanggaran lainnya.

H::>sil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012, persentase


wanita dan pria belum kawin umur 15-24 tahun yang merokok, minum
minuman beralkohol, dan menggunakan obat-obatan terlarang selama 3

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


17

bulan terakhir menunjukan data untuk wanita mengindikasikan 10 persen


merokok dan 5 persen minum minuman beralkohol, untuk pria persentase
yang sesuai adalah masing-masing 80 persen merokok dan 40 persen
minum-minuman beralkohol.

2.1.1.2 Risiko sosial


Risiko sosial pada kelompok remaJa didefinisikan sebagai aspek yang
berhubungan dengan kejiwaan dan sosial. Perubahan secara emosional
dalam jiwa remaja adalah kemampuan untuk belajar berespon terhadap
stress, dan perubahan emosi yang berkaitan dengan status emosionalnya
(Santrock, 2005). Perkembangan fisik yang menyamai orang dewasa,
tetapi perkembangan emosi belum dapat mengikuti perkembangan fisik
tersebut. Secara fisik remaja memiliki kemampuan sebagai orang dewasa,
namun secara mental, emosional dan sosial remaja, belum mendapatkan
hak menggunakan kemampuannya (Harlina & Joewana, 2008). Bahaya
yang dapat dialami oleh remaja pada tahap ini adalah kebingungan
identitas atau peran. Dimana remaja akan menjadi lebih aktif dalam
mengaktualisasikan diri meskipun melalui cara-cara yang negatif, selain
itu remaja harus mampu menyesuaikan diri dengan pengaruh teman
sebaya, perubahan dalam perilaku sosial dan nilai-nilai baru yang ada
dimasyarakat (Potter & Perry, 2003).

2.1.1.3 Risiko gaya hidup


Gaya hidup secara luas didefenisikan sebagai cara hidup yang
diidentifikasikan melalui bagaimana seseorang menghabiskan waktu
mereka, apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri, dan juga
dunia sekitamya. Oleh karenanya, hal ini berhubungan dengan tindakan
dan perilaku sejak lahir (Setiadi & Nugroho, 2003). Gaya hidup
merupakan istilah untuk menggambarkan bagaimana cara seseorang
menjalani kehidupan (Papalia, Olds, & Fieldman, 2010). Gaya hidup
merupakan cara hidup individu yang diidentifikasikan oleh bagaimana

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


18

orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap


penting dalam hidupnya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan
tentang dunia sekitamya (Plummer, 1983 ).

Menurut Stanhope dan Lancaster (2004 ), risiko gay a hid up merupakan


kebiasaan atau gaya hidup yang dapat berdampak terjadinya risiko,
termasuk keyakinan terhadap kesehatan, kebiasaan sehat, persepsi sehat,
pengaturan pola tidur, rencana aktivitas keluarga, norma tentang perilaku
yang berisiko. Hasil studi longitudinal menunjukkan bahwa kebiasaan
kesehatan yang paling buruk muncul selama masa remaja meningkat di
masa dewasa. Tidak beraktivitas, diet, obesitas, penyalahgunaan zat,
perawatan kesehatan reproduksi, dan akses perawatan kesehatan muncul
memburuk di masa dewasa. (Harris et al., 2006 dalam Santrock, 2011).
Hasil penelitian kualitatif yang dilakukan Supriyatna (2013), seluruh
partisipan menyatakan bahwa alasan menggunakan narkoba adalah karena
rasa ingin tahu dan ikut-ikutan ternan.

2.1.1.4 Risiko kejadian hidup


menurut Stanhope & Lancaster (2004), risiko kejadian hidup merupakan
kejadian dalam kehidupan yang dapat menyebabkan terjadinya masalah
kesehatan, atau yang disebut transisi. Kejadian masa lalu yang tidak
menyenangkan turut berkontribusi membentuk pola kepribadian individu
(Jarvis, 2010). Masa transisi yang dialami pada masa remaja menimbulkan
dampak yang berbeda-beda pada remaja. Dampak ini terjadi karena adanya
perubahan-perubahan seperti perubahan perilaku, jadwal, pola komunikasi,
pembuatan keputusan dan perubahan dalam menggunakan sumber-sumber
baru (Stanhope & Lancaster, 2004).

Santrock (2011), tahap transisi yang dialami oleh remaJa dapat


menimbulkan stres pada remaJa, hal ini disebabkan karena adanya
perubahan pola kehidupan dan lingkungan tempat tinggal yang dapat

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


19

menimbulkan tekanan secm·a psikologis, dan dapat menetap sampai waktu


yang relatif lama. Kondisi tersebut memerlukan suatu mekanisme koping
sebagai bagian dari proses adaptasi. Tingkat pemikiran remaja yang belum
matang menyebabkan koping yang bersifat negatif menjadi pilihan remaja
sebagai bentuk cara dalam beradaptasi. Perilaku seks bebas, minuman
keras beralkohol, dan narkoba merupakan perilaku negatif yang sering
dilakukan sebagai bagian dari adaptasi dalam aktualisasi diri remaj a.

Penyalahgunaan narkoba pada remaJa diakibatkan karena fase remaJa


merupakan fase yang rentan dimana rnereka berupaya untuk rnenemukan
identitas diri, belajar untuk membangun hubungan personal, serta
membangun otonomi. Dalam upaya rnencapai tugasnya sebagai seorang
rernaja, tidak sedikit dari rnereka yang mengalami kebingungan,
pernberontakan, citra diri yang buruk, keterasingan, dan ketidakamanan,
sehingga tidak sedikit dari mereka yang menggunakan narkoba sebagai
sebuah mekanisme koping (Nies & McEwen, 2007).

2.1.2 Penyalahgunaan Narkoba Oleh Remaja


Rernaja adalah individu baik perernpuan rnaupun laki-laki yang berada
pada usia antara anak-anak dan dewasa. Masa remaja rnerupakan periode
yang penting dalarn rentang kehidupan rnanusia, karena remaja bukan lagi
seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Masa remaja sering pula
disebut adolesensi (lat. adolescere = adultus ; rnenjadi dewasa atau dalarn
perkembangan rnenjadi dewasa).

World Health organization (WHO), rnendefinisikan rernaja adalah mereka


dengan rentang usia 10-19 tahun. Definisi rernaja yang digunakan oleh
Kernenterian Kesehatan adalah rnereka yang berusia 10 sarnpai 19 tahun
dan belurn kawin. Sedangkan rnenurut UU No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, usia rernaja adalah 10 sampai dengan 18 tahun.
Menurut Thornburg (1982 dalarn Dariyo, 2004), penggolongan rernaja

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


20

terbagi kedalam 3 tahap yaitu: (1) remaja awal (usia 13 - 14 tahun), (2)
remaja tengah (usia 15- 17 tahun), dan (3) remaja akhir (usia 18-21
tahun), Menurut Panuju (1999), masa remaja merupakan suatu masa
belajar yang luas meliputi bidang intelegensi, sosial, maupun hal-hal yang
berhubungan dengan kepribadian.

Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Seorang


remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun
masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Masa remaja
adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif
belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka
harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling
bertentangan (Harlina & Joewana, 2006). Tahap perkembangan fase
remaja ini memiliki batasan usia yang bervariasi, baik fase remaja diantara
seluruh fase kehidupan individu maupun dalam fase perkembangan remaja
itu sendiri secara internal (Thera, 2005).

Masalah-masalah yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari pengaruh


interaksi faktor-faktor biologis, psikologis, dan so sial terhadap
berkembangnya masalah-masalah remaja dan orang-orang yang berasal
dari berbagai usia lainnya. Menurut pendekatan biologis, masalah yang
terjadi pada remaja dapat berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada
tubuhnya. Sedangkan faktor-faktor psikologis yang dianggap sebagai
penyebab terjadinya masalah remaja adalah gangguan berpikir, gejolak
emosional, proses belajar yang keliru, dan relasi yang bermasalah.

Faktor sosial yang melatar belakangi te1jadinya masalah pada remaja yaitu
latar belakang budaya, sosial-ekonomi, latar belakang keluarga, dan
linglr:mgan (Santrock, 2007; Harlina & Joewana, 2008). Masa transisi
pada remaJa umumnya memperlihatkan perilaku berisiko yang
mengancam kesehatannya, seperti aktivitas seksual yang terlalu dini dan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


21

tidak aman. berkendara yang tidak aman, partisipasi sosial yang kurang.
penyalahgunaan narkoba, serta pelanggaran lainnya (Nies & McEwen,
2007).

Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba yang dilakukan tidak


untuk maksud pengobatan, tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya.
dalam jumlah berlebih yang secara kurang teratur dan berlangsung cukup
lama, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental, dan
kehidupan sosial. Penyalahgunaan narkoba merupakan suatu proses yang
makin, meningkat dari taraf coba-coba ke taraf pengguna hiburan,
pengguna situasional, pengguna teratur sampai kepada ketergantungan
(Harlina & Joewana, 2006),

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang


Narkotika, menjelaskan bahwa ketergantungan narkoba adalah kondisi
yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan narkoba secara terus
menerus, dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang
sama, dan apabila penggunaannya dan atau dihentikan secara tiba-tiba,
menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. BNN (2012), menjelaskan
bahwa ketergantungan narkoba adalah suatu keadaan atau kondisi yang
timbul karena penyalahgunaan narkoba yang disertai adanya toleransi zat
dan gejala putus zat. Bentuk ketergantungan narkoba dapat berupa
ketergantungan fisik, gejala putus zat, sakauw, toleransi dan
ketergantungan psikologis.

BNN (20 12), menjelaskan bahwa untuk sampm pada keadaan


ketergantungan narkoba, seorang pengguna akan mengalami beberapa
tahap. Ketergantungan pada narkoba akan terjadi apabila narkoba
digunakan secara terus menerus selama satu bulan atau lebih, proses
mengalami ketergantung narkoba terjadi dalam beberapa tahapan beberapa
tahapan:

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


22

1. Tahap kompromi, adalah tahapan dimana seseorang yang tidak


memiliki sikap yang tegas untuk menentang narkoba, dan mau bergaul
dengan pengguna narkoba. Dengan dipengaruhi rasa takut akan
terkucilkan dari kelompok karena akibat tidak menggunakan narkoba,
akan mendorong seseorang untuk mencoba narkoba.
2. Tahap coba-coba, keadaan ini terjadi karena adanya rasa takut untuk
menolak tawaran menggunakan narkoba, atau rasa ingin mengetahui
bagaimana rasanya menggunakan narkoba. Pada kondisi ini individu
memiliki peranan yang lebih penting.
3. Tahap toleransi, tahap m1 pengguna sudah beberapa kali
menggunakan narkoba, sehingga tubuhnya mengalami toleransi. Pada
tahap ini pengguna harus menambahkan dosis yang lebih besar untuk
mendapatkan efek yang diinginkan.
4. Tahap habituasi (kebiasaan), merupakan tahap ketika seseorang sudah
menggunakan narkoba secara teratur, dan menggunakan narkoba telah
menjadi bagian dari kehidupannya.
5. Tahap ketergantungan, tahap ini memiliki gejala yang khas berupa
terjadinya toleransi dan gejala putus zat. Pengguna narkoba akan
berusaha untuk mendapatkan narkoba melalui berbagai cara.
6. Tahap intoksifikasi, pada tahap ini pengguna mengalami keracunan
karena penyalahgunaan narkoba, dan pada tahap ini pengguna mulai
mengalami kerusakan pada organ tubuh.
7. Meninggal dunia, tahapan ini merupakan tahapan yang paling
berbahaya, dimana pengguna narkoba mengalami berbagai penyakit
yang dapat menyebabkan kematian, serta mengalami kematian akibat
overdosis dari penggunaan narkoba.

Davison, Neale, Kring (2006); Stinchfield (2003 dalam Nies & McEwen,
2007), menjelaskan bahwa faktor penyalahgunaan narkoba pada remaja
pengaruh oleh lingkungan sekolah yang buruk, lingkungan sosial yang
beranggapan bahwa penggunaan narkoba merupakan sesuatu yang

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
23

dianggap biasa. lingkungan dalam keluarga yang tidak harmonis serta


pengaruh dari teman sebaya yang mengunakan narkoba. Remaja akan
berada pada resiko lebih besar menyalahgunakan narkoba jika mereka
tidak memiliki hubungan positif dengan guru-guru mereka.

Secara umum penyalahgunaan narkoba pada masyarakat dipengaruhi oleh


3 faktor utama yaitu : Pertama pengaruh farmakologis, narkoba memiliki
karakteristik yang menyebabkan ketagihan dan ketergantungan,
ketersediaan dan kemudahan untuk memperoleh narkoba sangat
memungkinkan terjadinya penyalahgunaan narkoba pada masyarakat.
Kedua faktor individu, kepribadian adiktif, ketidakmampuan dalam
menghadapi masalah, tidak terpenuhinya kebutuhan emosional, sosial dan
spiritual, serta kurangnya dukungan sosial. Ketiga faktor lingkungan,
lingkungan sosial keluarga yang tidak kondusif terhadap perkembangan
jiwa anak, misalnya perceraian dalam keluarga, pola asuh yang salah, atau
kekerasan dalam keluarga. Lingkungan sekolah yang tidak kondusif dapat
mengganggu proses belajar mengajar peserta didik, serta dapat
memberikan kesempatan pada peserta didik untuk berprilaku menyimpang.
Lingkungan masyarakat yang rawan, dapat menyebabkan faktor
terganggunya perkembangan jiwa atau kepribadian seseorang kearah
penyimpangan perilaku (Harlina & Joewana, 2009).

Penelitian yang dilakukan Hawari (1990, dalam Hawari, 2009), dijelaskan


bahwa, seseorang akan menyalahgunakan narkoba, dan mengalami pada
ketergantungan apabila terdapat tiga factor dalam dirinya, yaitu: 1) Faktor
predisposisi; merupakan faktor yang mendorong seseorang cenderung
menyalahgunakan narkoba, kondisi ini terjadi karena adanya gangguan
kepribadian, kecemasan dan depresi. 2) Faktor kontribusi; kondisi yang
menyehahkan seseorang mengalami peras<'l~.n tertckan, 3) Faktor pencetus;
dorongan pengaruh ternan sebaya, kemudahan seseorang untuk
mendapatkan narkoba. Santoso (2009), menjelaskan bahwa alasan mantan

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
24

pengguna narkoba tetap menggunakan narkoba suntik karena adanya rasa


ingin tahu, informasi yang tidak lengkap, masalah keuangan serta
pengaruh ternan sebaya dilingkungan sekolah maupun tempat tinggal.

Weil dan Rosen (1993, dalam Stanhope & Lancaster, 2004), terdapat dua
faktor pendorong pada seseorang sehingga melakukan penyalahgunaan
narkoba, yaitu: faktor set dan setting. Set merupakan faktor individu yang
menggunakan narkoba, individu memiliki berharap secara sadar terhadap
pengaruh obat yang sedang digunakan. Setting adalah pengaruh dari
lingkungan fisik, sosial, dan budaya. Stressor yang tinggi di sekolah atau
di tempat kerja merupakan salah satu pemicu terjadinya penyalahgunaan
narkoba.

2.2 Inovasi Drug Abuse Resistance Education (DARE) Sebagai Bentuk


Intervensi Keperawatan Komunitas
Berbagai upaya telah dilakukan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba
pada remaja disekolah telah dilakukan, namun berdasarkan hasil penelitian
angka penyalahgunaan narkoba pada remaja masih cenderung meningkat.
Sehingga perlu dikembangkan satu bentuk inovasi yang dapat dilakukan
untuk merubah atau mengurangi perilaku berisiko terhadap penyalahgunaan
narkoba pada remaja.

Salah satu cara atau intervensi yang dapat dilakukan adalah Drug Abuse
Resistance Education (DARE). Program ini adalah sebuah strategi intervensi
yang dapat dilakukan untuk mencegah risiko penyalahgunaan narkoba pada
remaja disekolah.

2.2.1 Konsep Drug Abuse Resistance Education (DARE)


Drw: Abuse Resistance Education (DARE), diciptakan oleh Departemen
Kepolisian Los Angeles bersama dengan Los Angeles School District pada
tahun 1983 ( Ennett et al., 1994). DARE diciptakan untuk mengajarkan

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
25

anak-anak pentingnya menghindari diri dari narkoba, alkohol. dan


penggunaan tembakau. Sementara pada saat yang sama meningkatkan
harga diri mereka dan mencegah menggunakan obat-obatan karena
tekanan ternan sebaya. Selain itu DARE dirancang untuk mencegah
keterlibatan remaja dalam geng dan kegiatan kekerasan lainnya (Ennett et
al, 1994). Elemen kunci dari program DARE adalah upaya gabungan dari
polisi, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat dimana mereka ikut
berpartisipasi dengan membawa pengetahuan, pendidikan, dan
pengalaman mereka untuk ikut bertanggung jawab dalam mengajarkan
anak-anak tentang bahaya narkoba dan bagaimana melawan narkoba
(DARE America , 1996).

Petugas yang terlibat dalam program ini diminta untuk menjalani pelatihan
khusus di bidang perkembangan anak, pengelolaan kelas, teknik mengajar,
dan keterampilan komunikasi untuk mempersiapkan mereka untuk
mengajarkan kurikulum DARE (Ennett et a!., 1994). Pelatihan ini
melengkapi petugas dengan pengetahuan dan keahlian untuk menyajikan
kurikulum dan menjawab pertanyaan mengenai obat-obatan dan kejahatan
(DARE America, 1996).

Program DARE telah bertahan karena publisitas luas, popularitas,


kesederhanaan, dan biaya rendah dibandingkan dengan yang lain. Hal ini
tampaknya relatif murah mengingat banyaknya anak-anak yang
berpartisipasi, dan manfaat yang dirasakan tidak hanya untuk mencegah
penyalahgunaan narkoba, alkohol dan penggunaan tembakau di kalangan
remaj a, tetapi efek sekunder lain seperti meningkatkan hubungan antara
polisi dan masyarakat, penurunan keterlibatan geng , penurunan tindak
kekerasan yang dilakukan oleh remaja, dan meningkatkan harga diri
(Hanson, 2003).

Program ini juga mencakup kurikulum khusus untuk anak-anak di TK

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


26

sampai siswa SMA (Burke. 2002). Kurikulum DARE berfokus pada 12


topik pelatihan, meliputi: 1) Berani berkata "Tidak"; 2) Konsekuensi
langsung narkoba; 3) Keyakinan normative; 5) Berpikir konsekuensial,
pemecahan masalah dan konflik manajemen; 6) Keterampilan manajemen
diri; Komitmen sukarela; 7) Presenter kredibel; 8) Pendidikan Karakter; 9)
Pembelajaran partisipatif interaktif; 10) Keterampilan ketahanan social;
11) Pencegahan kekerasan; 12) Peran modeling.

Kurikulum ini diajarkan dengan menggunakan berbagai pendekatan


termasuk kelas kuliah, latihan workbook, role-playing, pertanyaan dan sesi
jawaban, kegiatan kelompok, latihan kasus, pelayanan masyarakat ,dan
diskusi kelompok (Ennett et al., 1994). Dengan kemajuan teknologi
modem, peserta DARE diajak untuk melihat hasil pemeriksaan scan otak
dari pengguna narkoba sehingga memungkinkan mereka untuk melihat
konsekuensi fisik, mental, dan emosional dari penggunaan narkoba. Selain
itu, pesetia bisa mendapatkan pengalaman sosial dan hukuman bagi
penggunaan narkoba dengan berpartisipasi dalam latihan ruang sidang
pura-pura yang termasuk dalam kurikulum (DARE America 1996).

Program DARE dirancang secara sederhana didasarkan pada Teori Belajar


Sosial, yang menyatakan bahwa belajar terjadi dalam konteks sosial, dan
bahwa orang belajar dari satu sama lain, termasuk konsep-konsep seperti
pembelajaran observasional, imitasi, dan pemodelan. Oleh karena itu,
menurut teori ini, individu, khususnya remaja dalam hal ini, dapat
diajarkan untuk membingkai ulang dari menggunakan obat-obatan,
alkohol, atau tembakau, dalam konteks sosial yang tepat (Akers, 1996).

Pemodelan desain DARE terdiri dari kurikulum yang menghasilkan


asosiasi diferensial terhadap obat-obatan, alkohol, dan penggunaan
tembakau, penguatan untuk tidak menggunakan narkoba, alkohol, dan
penggunaan tembakau, definisi yang menguntungkan dari obat, alkohol,

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
27

dan pencegahan tembakau. dan ketersediaan panutan (role model) yang


tidak menggunakan obat-obatan (Akers. 1996). Oleh karena itu. setidaknya
melalui program DARE diharapkan akan menghasilkan remaja yang
mampu menahan diri dari penggunaan narkoba. Hal ini menyebabkan
program DARE ini populer di kalangan pembuat kebijakan, aparat penegak
hukum, sekolah, orang tua, dan masyarakat, yang terus mendukung DARE
sebagai metode yang efektif untuk mencegah narkoba, alkohol, dan
penggunaan_ tembakau di kalangan remaja, terlepas dari hasil negatif dari
berbagai evaluasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Judith Lohman (20 10), tentang Druge
Abuse Resistance Education munujukan bahwa program DARE telah
berhasil dalam mencegah penggunaan narkoba, program ini memiliki
kepuasan pelanggan yang tinggi, meningkatkan sikap siswa, dan memiliki
efek positif pada siswa. Hasil penelitian Irwin M. Cohen and Dr. Darryl
(2005), tentang program DARE menunjukan bahwa orang tua, guru, dan
anggota masyarakat merasakan bahwa mayoritas anak-anak dan remaja
yang menyelesaikan program DARE tidak terlibat dalam masalah
pengunaan obat-obatan.

Penelitian Carol Hirschon (2005), tentang evaluasi dari program DARE


berulang kali menunjukkan bahwa DARE efektif dalam meningkatkan
pengetahuan dan sikap siswa dalam mencegah penggunaan obat-obatan.
Hasil penelitian Richard & judith ( 2008), tentang Efektivitas jangka
panjang Drug Abuse Resistance Education (DARE), menyimpulkan bahwa
program DARE dinilai memiliki hubungan yang signifikan untuk
mengurangi penggunaan obat ilegal misalnya, inhalansia, kokain, LSD.

2.2.2 Aplikasi Inovasi Drug Abuse Resistance F:lucation ( DARE)


Pelaksanaan program pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba di SMK
TB dimulai sejak bulan Nopember 2013. Kegiatan ini dimulai dengan

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
28

dibentuknya Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) SMK TR kader kesehatan


dan Peer educator dengan melibatkan guru dan siswa didalamnya. Guru
dan siswa yang terlibat dalam UKS, kader kesehatan, dan peer educator
diberikan pelatihan modul pencegahan penyalahgunaan narkoba pada
remaja. Modul ini terdiri dari 4 bagian: modul 1 kesehatan jiwa dan
kepribadian remaja; modul 2 menilai diri dan mengelola stres; modul 3
narkoba dan pengaruhnya pada tubuh; dan modul 4 meningkatkan
tanggung jawab dan kepercayaan diri. (Modul pelatihan dapat diakses di
www.fik_ umj .co.id)

Modul 1 tentang kesehatan jiwa dan remaja. Modul ini bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman siswa tentang peranan kesehatan jiwa dalam
perkembangan kepribadian remaja. Modul ini terdiri dari konsep
kepribadian remaja, ciri-ciri kepribadian remaja, pengaruh lingkungan
terhadap kepribadian remaja, kesehatan jiwa remaja, dan ciri-ciri jiwa
remaja yang sehat. Selain itu dalam modul ini terdapat format latihan
mengukur derajat kesehatan jiwa remaja.

Modul 2 tentang menilai diri dan mengelola stres. Medul ini bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk membangun penilaian diri
yang postif dan mengelola stres dalam kehidupan sehari-hari. Modul ini
terdiri dari konsep penilaian diri, konsep stres, dan cara mengelola stres.
Selain itu dalam modul ini terdapat beberapa format latihan yang dapat
digunakan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu: format latihan
membangun penilaian diri, format menilai tingkat stres, dan format
mengukur ketahan terhadap stres.

Modul 3 tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh. Modul ini


bertujP::tn untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang bahaya narkoba.
Modul ini terdiri dari konsep narkoba dan jenis-jenis narkoba, masalah
penyalahgunaan narkoba, faktor resiko dan faktor pelindung, cara kerja

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
29

narkoba, dan pengaruh narkoba pada tubuh. Selain itu dalam mudul ini
terdapat format latihan untuk melakukan deteksi dini risiko
penyalahgunaan narkoba secara mandiri.

Modul 4 meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan diri remaJa.


Modul ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman s1swa cara
meningkatkan tanggung jawab dan percaya diri remaja, sehingga remaja
dapat menolak tekanan kelompok sebaya yang berpengaruh negatif. Modul
ini terdiri dari konsep tanggung jawab, menetapkan tujuan hidup, dan
meningkatkan percaya diri. Selain itu dalam modul ini terdapat format
untuk menilai tanggung jawab perorangan, format latihan meningkatkan
tanggung jawab, dan format latihan untuk menetapkan tujuan hid up.

Pelatihan modul terhadap guru dan siswa dilakukan secara terpisah, guru
yang terlibat dalam pelatihan ini sebanyak 3 orang, sedangkan siswa yang
terlibat sebanyak 17 orang. Guru yang terlibat dalam pelatihan ini
diharapkan bisa mengaplikasikan modul ini didalam kelas terhadap siswa
yang akan dilakukan intervensi pencegahan risiko penyalahgunaan
norkoba. Sedangkan peer educator yang terdiri dari siswa yang diberikan
pelatihan modul ini diharapkan bisa menyampaikan informasi yang
diberikan terhadap ternan sebayanya.

Pada pelatihan mudul 1, guru dan siswa dilatih tentang kepribadian remaja,
kesehatan jiwa remaja, dan latihan cara mengukur kesehatan jiwa remaja.
Pelatihan modul 2 guru dan siswa dilatih tentang penilain diri remaja,
manajemen stres, latihan membangun penilaian diri, latihan cara mengukur
tingkat stres, dan latihan cara mengelola stres. Pada pelatihan modul 3
guru dan siswa dilatih tentang jenis-jenis napza, masalah penyalahgunaan
napza, pengaruh napza pada tubuh, latihan deteksi dini risiko
penyalahgunaan napza, dan konseling risiko penyalahgunaan napza.
Sedangkan pada pelatihan modul 4, guru dan siswa dilatih tentang

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
30

tanggung jawab remaJa, meningkatkan kepercayaan diri remaJa, Jatihan


menilai tanggung jawab, latihan cara meningkatkan tanggung jawab, dan
latihan meningkatkan kepercayaan diri untuk berani berkata tidak pada
napza.

Guru yang telah dilatih mengajarkan mudul tersebut terhadap siswa dalam
3 kelas berbeda, masing-masing guru diminta mengajarkan 1 mudul.
Setiap pembelajaran satu modul dilakukan dalam 2 sesi pertemuan dengan
masing masing sesi pertemuan dilakukan selam 60 menit. Kegiatan
pembelajaran ini dirancang ··untuk membuat kelas lebih interaktif dan
menyenangkan dimana metode yang dilakukan dalam proses pembelajaran
meliputi diskusi, pemutaran film, latihan dengan menggunakan format,
serta role play.

Setiap sesi modul dievaluasi dengan cara melakukan pre dan post tes pada
masing-masing modul, hal ini dilakukan untuk mengukur tingkat
keberhasilan dari proses pembelajaran masing-masing modul. Pre dan post
tes dilakukan dengan mengkukur aspek pengetahuan, dan keterampilan
SlSWa.

2.3 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas


Berbagai upaya strategi dapat dilakaukan dalam rangkan mealakukan upaya
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja, upaya di dilakukan
dalam rangka meningkatkan keterlibatan dan peran serta aktif semua pihak
(Allender & Spradly, 2005). Menurut Stanhope & lanscater (2004), Strategi
yang dilakukan dalam keperawatan komunitas meliputi proses kelompok,
pendidikan kesehatan, membangun patnership, dan pemberdayaan dengan
menggunakan prinsip pengorganisasian masyarakat.

Berikut ini akan dipaparkan beberapa strategi yang akan digunakan untuk
melakukan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
31

yaitu: 1) Pendidikan kesehatan; 2) Proses kelompok: 3) Pemberdayaan


masyarakat (empowerment); 4) Kemitraan (partnership). Pendidikan
kesehatan, merupakan strategi pembelajaran yang dapat mendukung perilaku
sehat atau merubah perilaku tidak sehat (Fredman, Bowdwn, & Jones, 2003).
Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan memberikan pengetahuan sebagai
upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan, dalam bentuk mencegah
terjadinya penyakit (health prevention), maupun melindungi diri dari berbagai
masalah kesehatan (health protection) yang dilakukan dengan cara
penyebaran informasi, dan peningkatan motivasi masyarakat untuk
berperilaku hidup sehat (Pender, Murdaugh, & Parson, 2006). Pendidikan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi
ketidakmampuan untuk mencapai aktualisasi potensi kesehatan dari individu,
keluarga, komunitas dan masyarakat (Nies & McEwen, 2007).

Istilah pendidikan kesehatan telah berkembang menjadi promosi kesehatan


yang mempunyai makna lebih luas. Menurut Pender et al, (2006 dalam
Elligott et al, 201 0), promosi kesehatan merupakan perilaku yang termotivasi
oleh keinginan untuk meningkatkan kesehatan dan mewujudkan potensi
kesehatan manusia. Notoatmodjo (2007) promosi kesehatan merupakan
bentuk intervensi yang ditujukan kepada perubahan perilaku sehingga
perilaku tersebut kondusif dengan kesehatan. Dengan kata lain promosi
kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat
berpengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Pendidikan kesehatan yang dapat dilakukan perawat dalam rangka melakukan
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba dapat dilakukan melalui pelatihan
terhadap kelompok sebaya yang telah dibentuk, penyebaran leaflet,
pemasangan poster, melakukan guidence, coaching, konseling serta
menggunakan media massa (Helvie, 1998; Ervin, 2002).

Proses kelompok, merupakan strategi intervensi keperawatan komunitas yang


dilakukan bersama-sama dengan sekolah atau masyarakat melalui

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


32

pembentukan kelompok. Dukungan kelompok sangat penting dalam


pelaksanaan praktik keperawatan komunitas untuk melakukan pencegahan
risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja khususnya disekolah. Proses
kelompok dilakukan melalui pembentukan peer educator dan kader kesehatan
sekolah yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di sekolah (Stanhope
& Lancaster, 2004; Hitchock, Schuber & Thomas, 1999). Menurut Helvie
(1998), proses kelompok bertujuan meningkatkan kualitas kelompok,
sehingga kelompok mampu melakukan keterampilan tertentu.

Proses kelompok pada masalah risiko penyalal1gunaan narkoba pada remaja


di sekolah dilakukan untuk memberikan pelatihan keterampilan terhadap
siswa dan guru. Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok siswa dan
guru yang diberikan pelatihan pencegahan penyalahgunaan narkoba secara
terpisah. Kegiatan yang melibatkan kelompok seperti siswa atau remaja, dan
kelompok yang berisiko tinggi serta bekerjasama dengan sekolah, dan
masyarakat memudahkan dan dapat diterimanya program pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaja (Hitchcock, et all., 1999; stanhope &
Lancaster, 2004).

Pemberdayaan masyarakat, Menurut Kreisberg (1992, dalam Helvie, 2003)


pemberdayaan merupakan proses pengembangan pengetahuan dan
ketrampilan untuk meningkatkan kemampuan seseorang mengambil
keputusan yang mempengaruhi kehidupan seseorang. Pemberdayaan
masyarakat merupakan upaya untuk membangun daya, mendorong,
memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya
serta berupaya untuk mengembangkannya (Sumodiningrat, 1996).
Perawat menggunakan strategi pemberdayaan untuk membantu masyarakat
mengembangkan keterampilan dalam menyelesaikan masalah, menciptakan
JeJanng, r~gosiasi, lobbying, dan mendapatkan informasi untuk
meningkatkan kesehatan (Nies & McEwen, 2007). Dalam upaya mencegah

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


risiko penyalahgunaan narkoba di SMK TB residen membangun hubungan
ke1jasama dengan guru dan siswa disekolah.

Kemitraan (partner.ship), adalah suatu proses distribusi informasi, fleksibel


dan negosiasi kekuatan masing-masing pihak yang terlibat dalam upaya
membuat perubahan meningkatkan untuk kesehatan masyarakat (Helvie,
1998). Kemitraan merupakan bentuk kerjasama aktif antara perawat
komunitas, masyarakat, maupun lintas sektor dan program. Bentuk
kegiatannya adalah kolaborasi, negosiasi dan sharing dilakukan untuk saling
menguntungkan (Stanhope & Lancaster, 2004).

Perawat spesialis komunitas memiliki peran untuk membangun dan membina


kemitraan dengan anggota masyarakat. Kemitraan merupakan tujuan utama
dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang perlu
dioptimalkan (community-as-resource), Perawat spesialis komunitas harus
memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat
dalam menciptakan perubahan di masyarakat (Ervin, 2002). Kemitraan yang
dilakukan dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada
remaja, merupakan bentuk kerja sama aktif antara perawat komunitas,
sekolah, masyarakat, maupun lintas program dan sektoral dalam mengambil
suatu keputusan dalam upaya penyelesaian masalah remaja.

2.4 Peran Perawat Komunitas dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba


Keperawatan komunitas merupakan pelayanan keperawatan profesional yang
ditujukan kepada masyarakat dengan memfokuskan pada populasi at risk dan
masyarakat populasi vulnerable melalui peningkatan kesehatan, dengan
upaya pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan dan rehabilitasi untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal (Allender, Rector & Warner, 2010).
Upaya peningkatan kesehatan masyarakat perawat melakukan berbagai peran
dalam mengkoordinasikan pelayanan dan mengembangkan intervensi untuk
populasi beresiko dan rentan baik individu, keluarga, dan komunitas. Hal ini

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


34

dilakukan untuk mengembangkan rencana perawatan yang penting bagi


perawat, tidak hanya untuk menilai faktor resiko tetapi juga untuk
mengidentifikasi sumber daya yang ada dimasyarakat. (Sebastian, 2004
dalam Saucier & Janes, 2009). Menurut Sebastian (2004 dalam Saucier &
Janes, 2009) dalam melakukan asuhan keperawatan komunitas pada populasi
beresiko dan populasi rentan beberapa peran perawat yang harus dilakukan
antara lain: Advocate (pembela), case manager (manajer kasus), Educator
and counsellor (pendidik dan konselor), collaborator, dan researcher
(peneliti)

2.4.1 Advocate (pembela)


Dalam melakukan perannya sebagai advocate perawat komunitas harus
menjadi pembela bagi klien maupun anggota keluarga, agar klien
mendapatkan perlakuan maupun hak yang sama dengan orang lain
(Allender Spradley, 2005). Dalam peran advokat, perawat harus peka
terhadap kebutuhan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat, selain
memiliki pengetahuan yang luas tentang sumber daya masyarakat dan
serta memiliki kemampuan untuk mengaksesnya. Perawat juga harus
memiliki kemampuan berkomunikasi secara profesional dengan pasien
dalam rangka mengkoordinasikan kontinuitas pelayanan. Kegigihan
diperlukan dari seorang perawat ketika bertindak atas nama pasien. Waktu
dan kesabaran diperlukan untuk mempertahankan kontak dengan pasien
dan mengarahkan mereka ke sumber daya yang tepat (Sebastian, 2004
dalam Saucier & Janes, 2009)

2.4.2 Case Manager (manajer kasus)


Case management merupakan proses pelayanan kesehatan yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, menyelesaikan
masalah, meningkatkan derajat hidup klien dan meminimalkan biaya
pengobatan (American Nursing Association!ANA, 1991 dalam Helvie,
1998). Seorang manajer kasus peran lain bagi perawat yang bekerja

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


35

dengan pas1en yang memiliki kebutuhan khusus. Peran ini biasanya


melibatkan perawat dalam kemitraan dengan individu pasien (Sebastian,
2004 dalam Saucier & Janes, 2009)

Manajemen kasus adalah proses di mana layanan diatur dan


dikoordinasikan untuk memenuhi kebutuhan khusus pasien dan untuk
menggunakan sumber daya yang langka secara lebih efektif. Di pusat-
pusat keperawatan kesehatan masyarakat, manajemen kasus bagi pasien
dapat memperpanjang selama periode yang sangat panjang, kadang-
kadang berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Selain itu, manajer
kasus akan menemukan bahwa kebutuhan pelayanan formal dan informal
sering meningkat dalam intensitas dan kompleksitas sebagai pasien yang
terkena resiko kesehatan lain dan situasi stres. Dalam perannanya sebagai
manajer kasus perawat bekerja dengan pasien yang beresiko serta pasien
yang rentan, oleh karena itu perawat harus dapat memastikan kebutuhan
pelayanan yang dibutuhkan pasien (Sebastian, 2004 dalam Saucier &
Janes, 2009)

2.4.3 Educator and Counselor (pendidik dan konselor)


Kedua peran penting lainnya yang sering tumpang tindih dalam peran
perawat adalah peran pendidik dan konselor. Orang mungkin mengubah
perilaku gaya hidup beresiko jika mereka belajar tentang dampak
merugikan pada kesehatan mereka. Peran pendidik dan konselor penting
dilakukan untuk memberikan informasi pada pasien agar dapat mencari
dan mengakses sumber daya yang ada di sekolah maupun dimasyarakat
(Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009). Perawat harus mampu
memberikan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh klien melalui
pendidikan kesehatan, baik terhadap individu, keluarga maupun kelompok
dan komunitas (Stanhope &Lap-:;aster, 2004).

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
36

2.4.4 Collaborator
Perawat dapat berkolaborasi dengan penyedia layanan kesehatan dari
lembaga berbasis masyarakat dan kelompok masyarakat untuk mengatasi
masalah populasi rentan dan beresiko yang memiliki kebutuhan khusus
untuk menciptakan sebuah kontinuitas perawatan. Dalam melakukan
peranannya di masyarakat perawat harus belajar untuk bermitra dengan
lembaga lain di luar sistem perawatan kesehatan, misalnya pendidikan,
perumahan, dan lapangan kerja. Kemitraan ini dapat berguna untuk
memperluas dan meningkatkan sumber daya yang ada. Perawat juga harus
memiliki kemampuan sebagai penghubung atau fasilitator untuk
mempromosikan ls..erjasama antara sekolah, institusi, dan kelompok
masyarakat (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009)

2.4.5 Researcher (peneliti)


Peran perawat sebagai peneliti telah menjadi sangat penting dalam
beberapa tahun terakhir. Kebutuhan populasi rentan dan populasi beresiko
sangat signifikan, khususnya pada kelompok masyarakat dengan
sumberdaya yang rendah. Upaya penelitian dalam bidang perawatan harus
dilakukan sehingga hasil penelitian dapat digunakan untuk melayani
kebutuhan masyarakat. Selain itu, hasil penelitian diperlukan untuk
mengukur hubungan kesehatan dengan intervensi keperawatan yang
berbasis sekolah dan masyarakat (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes,
2009)

2.5 Teori Manajemen


2.5.1 Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan fungsi manajemen penting untuk meminimalkan
resiko dalam pengambilan keputusan, memecahkan masalah serta
perubahan strategi perencanaan yang efektif (Marquis & Huston, 2006).
Menurut Gillies (2000) perencanaan sangat penting untuk pembuatan
keputusan, pemecahan masalah dan perubahan efektif yang direncanakan.

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
37

Aktivitas yang dilakukan selama perencanaan adalah analisis, pengkajian


suatu sistem, penyusunan tujuan jangka panjang (strategi) dan jangka
pendek (operasional) serta memprioritaskan aktivitas termasuk alternatif.

Dalam fungsi perencanaan seorang manaJer hams mampu


mendeskripsikan pekerjaannya antara lain: Mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan organisasi; menetapkan, mendeskripsikan dan menguraikan
tujuan; menetapkan tugas-tugas pencapaian tujuan; menetapkan strategi
penyelesaian masalah; menentukan kebijakan; menentukan standar
operasional prosedur; mengantisipasi permasalahan yang mungkin terjadi
(Terry dalam Siswanto, 2007).

2.5.2 Pengorganisasian (Organizing)


Swansburg (1994), pengorganisasian (organizing) merupakan kegiatan
untuk menghimpun sumber daya yang dimiliki dan memanfaatkannya
secara efisien dalam rangka mencapai tujuan (goals) yang telah ditetapkan.
Berry (1994; dalam Marquis & Huston, 2000) bahwa perencanaan strategis
dalam proses manajemen pelayanan dapat dikembangkan melalui
identifikasi agensi di luar organisasi atau stake holders dan menentukan
tujuan serta aktivitas dari organisasi.

Karakteristik pembagian struktur kerja dalam suatu organisasi meliputi: (1)


Adanya pembagian ketenagaan yang jelas, individu dibagi ke dalam unit
yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki; (2) Adanya struktur hirarki
organisasi yang menggambarkanjalur birokrasi dari atas dan ke bawah; (3)
Adanya uraian tugas dan fungsi masing-masing unit dalam suatu
organisasi; (4) Adanya prosedur atau aturan dalam bekerja; dan (5)
Adanya seleksi tenaga yang sesuai kompetensi yang diharapkan, serta
adanya promosi bidang yang jelas (Weber dalam Marquis dan Huston,
2000).

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
38

2.5.3 Ketenagaan (staffing)


Fase ketiga proses manaJemen setelah fungsi perencanaan dan
pengorganisasian adalah ketenagaan. Seorang pemimpin-manajer dalam
menjalankan fungsi ketenagaan yaitu merekrut, memilih, menempatkan,
dan mengajarkan personal untuk mencapai tujuan organisasi (Marquis &
Huston, 2006). Menurut Swanburg (2000), ketenagaan yang efisien dan
efektif dapat ditingkatkan melalui kegiatan: rekrutmen dan seleksi,
pendayagunaan, pengembangan, dan pemeliharaan. Manajemen
ketenagaan bukan hanya masalah administrasi atau pengaturan karyawan
tetapi lebih banyak merupakan pendekatan integral holistik yang meliputi :
peningkatan harkat, menghargai, yakin bahwa semua manusia ingin
memperbaiki diri. Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan
sasarannya serta kemampuan menghadapi tantangan internal maupun
eksternal sangat ditentukan oleh kemampuan pengelola SDM yang tepat.

2.5.4 Pengarahan (Directing)


Directing merupakan proses dimana manajer membimbing dan mengawasi
kinerja para pekerja untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Tindakan pengarahan di mulai dari saat melakukan kegiatan, pengarahan
ini dirancang agar pekerja bekerja secara efektif, efisien supaya dapat
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Mengarahkan adalah fungsi
membimbing, menginspirasi, mengawasi, supaya tujuan tercapai. Menurut
Swansburg (1994); Marqui dan Huston (2006), fungsi manaJemen
pengarahan (Directing) meliputi koordinasi (coordinating), pengarahan
(directing), kepemimpinan (leading).

Standar atau pedoman sebagai bentuk pengarahan seharusnya dapat


digunakan sebagai perwujudan dari fungsi kepemimpinan manajemen
keperawatan yang meliputi proses pendelegasian, pengawasan, koordi•1asi
dan pengendalian implementasi rencana organisasi (Gillies, 2000;
Swansburg, 1999; Marquis & Huston, 2006). Fungsi pengarahan yang baik

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
39

membutuhkan komunikasi yang efektif untuk memotivasi pihak pihak


yang terlibat, menyelesaikan konflik, serta memberikan pengarahan yang
dibutuhkan dalam melakukan proses pengarahan (Azwar, 1996).

2.5.5 Pengawasan (Controling)


Pengawasan merupakan proses pengamatan terhadap pelaksanaan seluruh
kegiatan organisasi dalam rangka menjamin agar semua pekerjaan yang
sedang dilaksanakan berj alan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
(Siagian, 2002). Sedangkan menurut Hasibuan (2006), pengawasan
merupakan proses pengendalian untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan
sesuai dengan reneana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan dan
pengendalian (controlling), merupakan proses untuk mengamati seeara
terns menerus (bekesinambungan) pelaksanaan reneana kerja yang telah
disusun dan melakukan perbaikan terhadap penyimpangan yang terj adi
(Swanburg, 2000).

Marquis dan Huston (2006), menjelaskan bahwa fungsi pengawasan


bertujuan agar penggunaan sumber daya yang digunakan dapat lebih
efisien, dan tugas-tugas staf dalam peneapaian tujuan program dapat lebih
diefektifkan. Kegiatan yang dilakukan selama pengawasan meliputi proses
evaluasi implementasi, pemberian masukan atau umpan balik, dan
pembuatan prinsip-prinsip orgamsas1 melalui pembuatan standar,
pembandingan kinerja dengan standar dan memperbaiki kekurangan.

2.6 Model Community as Partner


Model community as partner dikembangkan oleh Anderson dan Me Farlan
dari teori Betty Neuman (Anderson & Me Farlan, 2004). Model berfokus
pada perawatan kesehatan masyarakat diamana praktek, keilmuan, dan
metodenya melibatkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi penuh dalam
meningkatkan kesehatannya. Model ini memiliki dua komponen utama
pengkajian yaitu core dan subsistem. Core merupakan inti dari komunitas

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


40

yang terdiri dari riwayat terbentuknya aggregat. demografi, suku, nilai, dan
kepercayaan. Sedangkan subsistem terdiri dari lingkungan fisik, pelayanan
kesehatan dan sosial, ekonomi, transportasi dan keamanan, politik dan
pemerintahan, komunikasi, pendidikan, dan rekreasi.

Garis pertahanan fleksibel disebut juga buffer zone, garis ini sangat dinamis
terhadap stresor, stimulus dapat menembus garis pertahanan ini sampai
menyentuh garis pertahanan normal walaupun stresor bersifat sementara atau
jangka pendek. Apabila komunitas tidak merasakan adanya stimulus atau
stresor maka komunitas berada dalam keadaan sehat. Walaupun komunitas
tidak mcrasakan ada masalah, budaya berbeda beresiko mempengaruhi
komunitas. Pengaruh teman sebaya disekolah, kebiasaan nongkrong dan
bolos sekolah pada saat jam pelajaran merupakan ancaman bagi siswa
sekolah karena sering digunakan tempat transaksi narkoba.

Garis pertahanan normal menunjukan komunitas tetap dalam keadaan sehat.


Karakteristik komunitas dengan garis pertahanan normal yang baik
ditunjukkan oleh rendahnya pengguna narkoba, kekerasan pada remaja
kurang, ekonomi menengah, umumnya remaja bersekolah dan bagi yang tidak
sekolah sudah bekerja tetap, remaja dengan kemampuan koping yang adaptif
dan cenderung membuat pemecahan masalahjangka panjang, stresor bisa saja
berada digaris pertahanan normal ini. Stresor bisa saja mulai mengancam
komunitas, akan tetapi komunitas belum merasakannya, misal sebagian kecil
siswa mulai terpapar dengan rokok, minuman keras, tidak ada sarana
olahraga, kegiatan ekstrakulikuler juga tidak ada, kegiatan agama dan
organisasi kesiswaan tidak jalan, warung menjual rokok dan minuman keras
secara bebas. Kondisi ini menunjukkan adanya ancaman terhadap komunitas.
Pengkajian terhadap koping dan strategi pemecahan masalah pada remaja
sangat penting dalam memperkuat garis pertahanan normal ini.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


19

menimbulkan tekanan secm·a psikologis, dan dapat menetap sampai waktu


yang relatif lama. Kondisi tersebut memerlukan suatu mekanisme koping
sebagai bagian dari proses adaptasi. Tingkat pemikiran remaja yang belum
matang menyebabkan koping yang bersifat negatif menjadi pilihan remaja
sebagai bentuk cara dalam beradaptasi. Perilaku seks bebas, minuman
keras beralkohol, dan narkoba merupakan perilaku negatif yang sering
dilakukan sebagai bagian dari adaptasi dalam aktualisasi diri remaja.

Penyalahgunaan narkoba pada remaja diakibatkan karena fase remaJa


merupakan fase yang rentan dimana mereka berupaya untuk menemukan
identitas diri, belajar untuk membangun hubungan personal, serta
membangun otonomi. Dalam upaya mencapai tugasnya sebagai seorang
remaja, tidak sedikit dari mereka yang mengalami kebingungan,
pemberontakan, citra diri yang buruk, keterasingan, dan ketidakamanan,
sehingga tidak sedikit dari mereka yang menggunakan narkoba sebagai
sebuah mekanisme koping (Nies & McEwen, 2007).

2.1.2 Penyalahgunaan Narkoba Oleh Remaja


Remaja adalah individu baik perempuan maupun laki-laki yang berada
pada usia antara anak-anak dan dewasa. Masa remaja merupakan periode
yang penting dalam rentang kehidupan manusia, karena remaja bukan lagi
seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Masa remaja sering pula
disebut adolesensi (lat. adolescere = adultus ; menjadi dewasa atau dalam
perkembangan menjadi dewasa).

World Health organization (WHO), mendefinisikan remaja adalah mereka


dengan rentang usia 10-19 tahun. Definisi remaja yang digunakan oleh
Kementerian Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun
dan belum kawin. Sedangkan menurut UU No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, usia remaja adalah 10 sampai dengan 18 tahun.
Menurut Thornburg (1982 dalam Dariyo, 2004), penggolongan remaja

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
20

terbagi kedalam 3 tahap yaitu: (I) remaja awal (usia 13-14 tahun), (2)
remaja tengah ( usia 15 - 17 tahun), dan (3) remaja akhir ( usia 18 - 21
tahun). Menurut Panuju ( 1999), masa remaja merupakan suatu masa
belajar yang luas meliputi bidang intelegensi, sosial, maupun hal-hal yang
berhubungan dengan kepribadian.

Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Seorang


remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun
masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Masa remaja
adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif
belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka
harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosia1 yang saling
bertentangan (Harlina & Joewana, 2006). Tahap perkembangan fase
remaja ini memiliki batasan usia yang bervariasi, baik fase remaja diantara
seluruh fase kehidupan individu maupun dalam fase perkembangan remaja
itu sendiri secara internal (Thera, 2005).

Masalah-masalah yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari pengaruh


interaksi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosial terhadap
berkembangnya masalah-masalah remaja dan orang-orang yang berasal
dari berbagai usia lainnya. Menurut pendekatan biologis, masalah yang
terjadi pada remaja dapat berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada
tubuhnya. Sedangkan faktor-faktor psikologis yang dianggap sebagai
penyebab terjadinya masalah remaja adalah gangguan berpikir, gejolak
emosional, proses belajar yang keliru, dan relasi yang bermasalah.

Faktor sosial yang melatar belakangi te1jadinya masalah pada remaja yaitu
latar belakang budaya, sosial-ekonomi, latar belakang keluarga, dan
linglr:mgan (Santrock, 2007; Harlina & Joewana, 2008). Masa transisi
pada remaJa umurnnya memperlihatkan perilaku berisiko yang
mengancam kesehatannya, seperti aktivitas seksual yang terlalu dini dan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


21

tidak aman. berkendara yang tidak aman, partisipasi sosial yang hu·ang.
penyalahgunaan narkoba, serta pelanggaran lainnya (Nies & McEwen,
2007).

Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba yang dilakukan tidak


untuk maksud pengobatan, tetapi karena ingin menikrnati pengaruhnya,
dalam jumlah berlebih yang secara kurang teratur dan berlangsung cukup
lama, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental, dan
kehidupan sosial. Penyalahgunaan narkoba merupakan suatu proses yang
makin, meningkat dari taraf coba-coba ke taraf pengguna hiburan,
pengguna situasional, pengguna teratur sampai kepada ketergantungan
(Harlina & Joewana, 2006),

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang


Narkotika, menjelaskan bahwa ketergantungan narkoba adalah kondisi
yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan narkoba secara terus
menerus, dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang
sama, dan apabila penggunaannya dan atau dihentikan secara tiba-tiba,
menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. BNN (2012), menjelaskan
bahwa ketergantungan narkoba adalah suatu keadaan atau kondisi yang
timbul karena penyalahgunaan narkoba yang disertai adanya toleransi zat
dan gejala putus zat. Bentuk ketergantungan narkoba dapat berupa
ketergantungan fisik, gejala putus zat, sakauw, toleransi dan
ketergantungan psikologis.

BNN (2012), menjelaskan bahwa untuk sampat pada keadaan


ketergantungan narkoba, seorang pengguna akan mengalami beberapa
tahap. Ketergantungan pada narkoba akan terjadi apabila narkoba
digunakan secara terus menerus selama satu bulan atau lebih, proses
mengalami ketergantung narkoba terjadi dalam beberapa tahapan beberapa
tahapan:

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


22

1. Tahap kompromi, adalah tahapan dimana seseorang yang tidak


rnemiliki sikap yang tegas untuk rnenentang narkoba, dan rnau bergaul
dengan pengguna narkoba. Dengan dipengaruhi rasa takut akan
terkucilkan dari kelornpok karena akibat tidak rnenggunakan narkoba,
akan rnendorong seseorang untuk rnencoba narkoba.
2. Tahap coba-coba, keadaan ini terjadi karena adanya rasa takut untuk
menolak tawaran menggunakan narkoba, atau rasa ingin rnengetahui
bagairnana rasanya rnenggunakan narkoba. Pada kondisi ini individu
merniliki peranan yang lebih penting.
3. Tahap toleransi, tahap 1111 pengguna sudah beberapa kali
rnenggunakan narkoba, sehingga tubuhnya rnengalarni toleransi. Pada
tahap ini pengguna harus rnenambahkan dosis yang lebih besar untuk
rnendapatkan efek yang diinginkan.
4. Tahap habituasi (kebiasaan), rnerupakan tahap ketika seseorang sudah
rnenggunakan narkoba secara teratur, dan rnenggunakan narkoba telah
rnenjadi bagian dari kehidupannya.
5. Tahap ketergantungan, tahap ini merniliki gejala yang khas berupa
terjadinya toleransi dan gejala putus zat. Pengguna narkoba akan
berusaha untuk rnendapatkan narkoba rnelalui berbagai cara.
6. Tahap intoksifikasi, pada tahap ini pengguna mengalami keracunan
karena penyalahgunaan narkoba, dan pada tahap ini pengguna rnulai
rnengalarni kerusakan pada organ tubuh.
7. Meninggal dunia, tahapan ini merupakan tahapan yang paling
berbahaya, dirnana pengguna narkoba rnengalarni berbagai penyakit
yang dapat menyebabkan kernatian, serta mengalarni kematian akibat
overdosis dari penggunaan narkoba.

Davison, Neale, Kring (2006); Stinchfield (2003 dalarn Nies & McEwen,
2007), rnenjelaskan bahwa faktor penyalahgunaan narkoba pada rernaja
pengaruh oleh lingkungan sekolah yang buruk, lingkungan sosial yang
beranggapan bahwa penggunaan narkoba rnerupakan sesuatu yang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


23

dianggap biasa, lingkungan dalam keluarga yang tidak harmonis serta


pengaruh dari teman sebaya yang mengunakan narkoba. Remaja akan
berada pada resiko lebih besar menyalahgunakan narkoba jika mereka
tidak memiliki hubungan positif dengan guru-guru mereka.

Secara umum penyalahgunaan narkoba pada masyarakat dipengaruhi oleh


3 faktor utama yaitu : Pertama pengaruh farmakologis, narkoba memiliki
karakteristik yang menyebabkan ketagihan dan ketergantungan,
ketersediaan dan kemudahan untuk memperoleh narkoba sangat
memungkinkan terjadinya penyalahgunaan narkoba pada masyarakat.
Kedua faktor individu, kepribadian adiktif, ketidakmampuan dalam
menghadapi masalah, tidak terpenuhinya kebutuhan emosional, sosial dan
spiritual, serta kurangnya dukungan sosial. Ketiga faktor lingkungan,
lingkungan sosial keluarga yang tidak kondusif terhadap perkembangan
jiwa anak, misalnya perceraian dalam keluarga, pola asuh yang salah, atau
kekerasan dalam keluarga. Lingkungan sekolah yang tidak kondusif dapat
mengganggu proses belajar mengajar peserta didik, serta dapat
memberikan kesempatan pada peserta didik untuk berprilaku menyimpang.
Lingkungan masyarakat yang rawan, dapat menyebabkan faktor
terganggunya perkembangan jiwa atau kepribadian seseorang kearah
penyimpangan perilaku (Harlina & Joewana, 2009).

Penelitian yang dilakukan Hawari (1990, dalam Hawari, 2009), dijelaskan


bahwa, seseorang akan menyalahgunakan narkoba, dan mengalami pada
ketergantungan apabila terdapat tiga factor dalam dirinya, yaitu: 1) Faktor
predisposisi; merupakan faktor yang mendorong seseorang cenderung
menyalahgunakan narkoba, kondisi ini terjadi karena adanya gangguan
kepribadian, kecemasan dan depresi. 2) Faktor kontribusi; kondisi yang
menyebabkan seseorang mengalami perasw:n tertekan, 3) Faktor pencetus;
dorongan pengaruh ternan sebaya, kemudahan seseorang untuk
mendapatkan narkoba. Santoso (2009), menjelaskan bahwa alasan mantan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


24

pengguna narkoba tetap menggunakan narkoba suntik karena adanya rasa


ingin tahu, informasi yang tidak lengkap, masalah keuangan serta
pengaruh ternan sebaya dilingkungan sekolah maupun tempat tinggal.

Weil dan Rosen (1993, dalam Stanhope & Lancaster, 2004), terdapat dua
faktor pendorong pada seseorang sehingga melakukan penyalahgunaan
narkoba, yaitu: faktor set dan setting. Set merupakan faktor individu yang
menggunakan narkoba, individu memiliki berharap secara sadar terhadap
pengaruh obat yang sedang digunakan. Setting adalah pengaruh dari
lingkungan fisik, sosial, dan budaya. Stressor yang tinggi di sekolah atau
di tempat kerja merupakan salah satu pemicu terjadinya penyalahgunaan
narkoba.

2.2 Inovasi Drug Abuse Resistance Education (DARE) Sebagai Bentuk


Intervensi Keperawatan Komunitas
Berbagai upaya telah dilakukan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba
pada remaja disekolah telah dilakukan, namun berdasarkan basil penelitian
angka penyalahgunaan narkoba pada remaja masih cenderung meningkat.
Sehingga perlu dikembangkan satu bentuk inovasi yang dapat dilakukan
untuk merubah atau mengurangi perilaku berisiko terhadap penyalahgunaan
narkoba pada remaja.

Salah satu cara atau intervensi yang dapat dilakukan adalah Drug Abuse
Resistance Education (DARE). Program ini adalah sebuah strategi intervensi
yang dapat dilakukan untuk mencegah risiko penyalahgunaan narkoba pada
remaja disekolah.

2.2.1 Konsep Drug Abuse Resistance Education (DARE)


Druf! Abuse Resistance Education (DARE), diciptakan oleh Departemen
Kepolisian Los Angeles bersama dengan Los Angeles School District pada
tahun 1983 ( Ennett et al., 1994). DARE diciptakan untuk mengajarkan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


25

anak-anak pentingnya menghindari diri dari narkoba. alkohol. dan


penggunaan tembakau. Sementara pada saat yang sama meningkatkan
harga diri mereka dan mencegah menggunakan obat-obatan karena
tekanan teman sebaya. Selain itu DARE dirancang untuk mencegah
keterlibatan remaja dalam geng dan kegiatan kekerasan lainnya (Ennett et
al, 1994). Elemen kunci dari program DARE adalah upaya gabungan dari
polisi, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat dimana mereka ikut
berpartisipasi dengan membawa pengetahuan, pendidikan, dan
pengalaman mereka untuk ikut bertanggung jawab dalam mengajarkan
anak-anak tentang bahaya narkoba dan bagaimana melawan narkoba
(DARE America , 1996).

Petugas yang terlibat dalam program ini diminta untuk menjalani pelatihan
khusus di bidang perkembangan anak, pengelolaan kelas, teknik mengajar,
dan keterampilan komunikasi untuk mempersiapkan mereka untuk
mengajarkan kurikulum DARE (Ennett et al., 1994). Pelatihan ini
melengkapi petugas dengan pengetahuan dan keahlian untuk menyajikan
kurikulum dan menjawab pertanyaan mengenai obat-obatan dan kejahatan
(DARE America, 1996).

Program DARE telah bertahan karena publisitas luas, popularitas,


kesederhanaan, dan biaya rendah dibandingkan dengan yang lain. Hal ini
tampaknya relatif murah mengingat banyaknya anak-anak yang
berpartisipasi, dan manfaat yang dirasakan tidak hanya untuk mencegah
penyalahgunaan narkoba, alkohol dan penggunaan tembakau di kalangan
remaja, tetapi efek sekunder lain seperti meningkatkan hubungan antara
polisi dan masyarakat, penurunan keterlibatan geng , penurunan tindak
kekerasan yang dilakukan oleh remaja, dan meningkatkan harga diri
(Hanson, 2003).

Program ini juga mencakup kurikulum khusus untuk anak-anak di TK

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


26

sampar s1swa SMA (Burke. 2002). Kurikulum DARE berfokus pada 12


topik pelatihan, meliputi: 1) Berani berkata "Tidak"; 2) Konsekuensi
langsung narkoba; 3) Keyakinan normative; 5) Berpikir konsekuensial,
pemecahan masalah dan konflik manajemen; 6) Keterampilan manajemen
diri; Komitmen sukarela; 7) Presenter kredibel; 8) Pendidikan Karakter; 9)
Pembelajaran partisipatif interaktif; 10) Keterampilan ketahanan social;
11) Pencegahan kekerasan; 12) Peran modeling

Kurikulum ini diajarkan dengan menggunakan berbagai pendekatan


termasuk kelas kuliah, latihan workbook, role-playing, pertanyaan dan sesi
jawaban, kegiatan kelompok, latihan kasus, pelayanan masyarakat ,dan
diskusi kelompok (Ennett et al., 1994). Dengan kemajuan teknologi
modern, peserta DARE diajak untuk melihat hasil pemeriksaan scan otak
dari pengguna narkoba sehingga memungkinkan mereka untuk melihat
konsekuensi fisik, mental, dan emosional dari penggunaan narkoba. Selain
itu, peserta bisa mendapatkan pengalaman sosial dan hukuman bagi
penggunaan narkoba dengan berpartisipasi dalam latihan ruang sidang
pura-pura yang termasuk dalam kurikulum (DARE America 1996).

Program DARE dirancang secara sederhana didasarkan pada Teori Belajar


Sosial, yang menyatakan bahwa belajar terjadi dalam konteks sosial, dan
bahwa orang belajar dari satu sama lain, termasuk konsep-konsep seperti
pembelajaran observasional, imitasi, dan pemodelan. Oleh karena itu,
menurut teori ini, individu, khususnya remaja dalam hal ini, dapat
diajarkan untuk membingkai ulang dari menggunakan obat-obatan,
alkohol, atau tembakau, dalam konteks sosial yang tepat (Akers, 1996).

Pemodelan desain DARE terdiri dari kurikulum yang menghasilkan


asosiasi diferensial terhadap obat-obatan, alkohol, dan penggunaan
tembakau, penguatan untuk tidak menggunakan narkoba, alkohol, dan
penggunaan tembakau, definisi yang menguntungkan dari obat, alkohol,

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


27

dan pencegahan tembakau. dan ketersediaan panutan (role model) yang


tidak menggunakan obat-obatan (Akers, 1996). Oleh karena itu, setidaknya
melalui program DARE diharapkan akan menghasilkan remaja yang
mampu menahan diri dari penggunaan narkoba. Hal ini menyebabkan
program DARE ini populer di kalangan pembuat kebijakan, aparat penegak
hukum, sekolah, orang tua, dan masyarakat, yang terus mendukung DARE
sebagai metode yang efektif untuk mencegah narkoba, alkohol, dan
penggunaan_ tembakau di kalangan remaja, terlepas dari hasil negatif dari
berbagai evaluasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Judith Lohman (2010), tentang Druge


Abuse Resistance Education munujukan bahwa program DARE telah
berhasil dalam mencegah penggunaan narkoba, program ini memiliki
kepuasan pelanggan yang tinggi, meningkatkan sikap siswa, dan memiliki
efek positif pada siswa. Hasil penelitian Irwin M. Cohen and Dr. Darryl
(2005), tentang program DARE menunjukan bahwa orang tua, guru, dan
anggota masyarakat merasakan bahwa mayoritas anak-anak dan remaja
yang menyelesaikan program DARE tidak terlibat dalam masalah
pengunaan obat-obatan.

Penelitian Carol Hirschon (2005), tentang evaluasi dari program DARE


berulang kali menunjukkan bahwa DARE efektif dalam meningkatkan
pengetahuan dan sikap siswa dalam mencegah penggunaan obat-obatan.
Hasil penelitian Richard & judith ( 2008), tentang Efektivitas jangka
panjang Drug Abuse Resistance Education (DARE), menyimpulkan bahwa
program DARE dinilai memiliki hubungan yang signifikan untuk
mengurangi penggunaan obat ilegal misalnya, inhalansia, kokain, LSD.

2.2.2 Aplikasi Inovasi Drug Abuse Resistance F.1ucation (DARE)


Pelaksanaan program pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba di SMK
TB dimulai sejak bulan Nopember 2013. Kegiatan ini dimulai dengan

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
28

dibentuknya Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) SMK TB, kader kesehatan


dan Peer educator dengan melibatkan guru dan siswa didalamnya. Guru
dan siswa yang terlibat dalam UKS, kader kesehatan, dan peer educator
diberikan pelatihan modul pencegahan penyalahgunaan narkoba pada
remaja. Modul ini terdiri dari 4 bagian: modul 1 kesehatan jiwa dan
kepribadian remaja; modul 2 menilai diri dan mengelola stres; modul 3
narkoba dan pengaruhnya pada tubuh; dan modul 4 meningkatkan
tanggung jawab dan kepercayaan diri. (Modul pelatihan dapat diakses di
www.fik_umj .co.id)

Modul 1 tentang kesehatan jiwa dan remaja. Modul ini bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman siswa tentang peranan kesehatan jiwa dalam
perkembangan kepribadian remaja. Modul ini terdiri dari konsep
kepribadian remaja, ciri-ciri kepribadian remaja, pengaruh lingkungan
terhadap kepribadian remaja, kesehatan jiwa remaja, dan ciri-ciri jiwa
remaja yang sehat. Selain itu dalam modul ini terdapat format latihan
mengukur derajat kesehatanjiwa remaja.

Modul 2 tentang menilai diri dan mengelola stres. Medul ini bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk membangun penilaian diri
yang postif dan mengelola stres dalam kehidupan sehari-hari. Modul ini
terdiri dari konsep penilaian diri, konsep stres, dan cara mengelola stres.
Selain itu dalam modul ini terdapat beberapa format latihan yang dapat
digunakan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu: format latihan
membangun penilaian diri, format menilai tingkat stres, dan format
mengukur ketahan terhadap stres.

Modul 3 tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh. Modul ini


bertujl'1n untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang bahaya narkoba.
Modul ini terdiri dari konsep narkoba dan jenis-jenis narkoba, masalah
penyalahgunaan narkoba, faktor resiko dan faktor pelindung, cara kerja

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


29

narkoba, dan pengaruh narkoba pada tubuh. Selain itu dalam mudul ini
terdapat format latihan untuk melakukan deteksi dini risiko
penyalahgunaan narkoba secara mandiri.

Modul 4 meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan diri remaja.


Modul ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman s1swa cara
meningkatkan tanggung jawab dan percaya diri remaja, sehingga remaja
dapat menolak tekanan kelompok sebaya yang berpengaruh negatif. Modul
ini terdiri dari konsep tanggung jawab, menetapkan tujuan hidup, dan
meningkatkan percaya diri. Selain itu dalam modul ini terdapat format
untuk menilai tanggung _jawab perorangan, format latihan meningkatkan
tanggung jawab, dan format latihan untuk menetapkan tujuan hidup.

Pelatihan modul terhadap guru dan siswa dilakukan secara terpisah, guru
yang terlibat dalam pelatihan ini sebanyak 3 orang, sedangkan siswa yang
terlibat sebanyak 17 orang. Guru yang terlibat dalam pelatihan ini
diharapkan bisa mengaplikasikan modul ini didalam kelas terhadap siswa
yang akan dilakukan intervensi pencegahan risiko penyalahgunaan
norkoba. Sedangkan peer educator yang terdiri dari siswa yang diberikan
pelatihan modul ini diharapkan bisa menyampaikan informasi yang
diberikan terhadap ternan sebayanya.

Pada pelatihan mudul 1, guru dan siswa dilatih tentang kepribadian remaja,
kesehatan jiwa remaja, dan latihan cara mengukur kesehatan jiwa remaja.
Pelatihan modul 2 guru dan siswa dilatih tentang penilain diri remaja,
manajemen stres, latihan membangun penilaian diri, latihan cara mengukur
tingkat stres, dan latihan cara mengelola stres. Pada pelatihan modul 3
guru dan siswa dilatih tentang jenis-jenis napza, masalah penyalahgunaan
napza, pcngaruh napza pada tubuh, latihan deteksi dini risiko
penyalahgunaan napza, dan konseling risiko penyalahgunaan napza.
Sedangkan pada pelatihan modul 4, guru dan siswa dilatih tentang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


30

tanggung jawab remaja, meningkatkan kepercayaan diri remaJa, Jatihan


menilai tanggung jawab, latihan cara meningkatkan tanggung jawab, dan
latihan meningkatkan kepercayaan diri untuk berani berkata tidak pada
napza.

Guru yang telah dilatih mengajarkan mudul tersebut terhadap siswa dalam
3 kelas berbeda, masing-masing guru diminta mengajarkan 1 mudul.
Setiap pembelajaran satu modul dilakukan dalam 2 sesi pertemuan dengan
masing masing sesi pertemuan dilakukan selam 60 menit. Kegiatan
pembelajaran ini dirancang ··untuk membuat kelas lebih interaktif dan
menyenangkan dimana metode yang dilakukan dalam proses pembelajaran
meliputi diskusi, pemutaran film, latihan dengan menggunakan format,
serta role play.

Setiap sesi modul dievaluasi dengan cara melakukan pre dan post tes pada
masing-masing modul, hal ini dilakukan untuk mengukur tingkat
keberhasilan dari proses pembelajaran masing-masing modul. Pre dan post
tes dilakukan dengan mengkukur aspek pengetahuan, dan keterampilan
SlSWa.

2.3 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas


Berbagai upaya strategi dapat dilakaukan dalam rangkan mealakukan upaya
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja, upaya di dilakukan
dalam rangka meningkatkan keterlibatan dan peran serta aktif semua pihak
(Allender & Spradly, 2005). Menurut Stanhope & lanscater (2004), Strategi
yang dilakukan dalam keperawatan komunitas meliputi proses kelompok,
pendidikan kesehatan, membangun patnership, dan pemberdayaan dengan
menggunakan prinsip pengorganisasian masyarakat.

Berikut ini akan dipaparkan beberapa strategi yang akan digunakan untuk
melakukan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


31

yaitu: 1) Pendidikan kesehatan; 2) Proses kelompok: 3) Pemberdayaan


masyarakat (empowerment); 4) Kemitraan (partnership}. Pendidikan
kesehatan, merupakan strategi pembelajaran yang dapat mendukung perilaku
sehat atau merubah perilaku tidak sehat (Fredman, Bowdwn, & Jones, 2003).
Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan memberikan pengetahuan sebagai
upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan, dalam bentuk mencegah
terjadinya penyakit (health prevention), maupun melindungi diri dari berbagai
masalah kesehatan (health protection) yang dilakukan dengan cara
penyebaran informasi, dan peningkatan motivasi masyarakat untuk
berperilaku hidup sehat (Pender, Murdaugh, & Parson, 2006). Pendidikan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi
ketidakmampuan untuk mencapai aktualisasi potensi kesehatan dari individu,
keluarga, komunitas dan masyarakat (Nies & McEwen, 2007).

Istilah pendidikan kesehatan telah berkembang menjadi promosi kesehatan


yang mempunyai makna lebih luas. Menurut Pender et al, (2006 dalam
Elligott et al, 201 0), promosi kesehatan merupakan perilaku yang termotivasi
oleh keinginan untuk meningkatkan kesehatan dan mewujudkan potensi
kesehatan manusia. Notoatmodjo (2007) promosi kesehatan merupakan
bentuk intervensi yang ditujukan kepada perubahan perilaku sehingga
perilaku tersebut kondusif dengan kesehatan. Dengan kata lain promosi
kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat
berpengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Pendidikan kesehatan yang dapat dilakukan perawat dalam rangka melakukan
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba dapat dilakukan melalui pelatihan
terhadap kelompok sebaya yang telah dibentuk, penyebaran leaflet,
pemasangan poster, melakukan guidence, coaching, konseling serta
menggunakan media massa (Helvie, 1998; Ervin, 2002).

Proses kelompok, merupakan strategi intervensi keperawatan komunitas yang


dilakukan bersama-sama dengan sekolah atau masyarakat melalui

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
32

pembentukan kelompok. Dukungan kelompok sangat penting dalam


pelaksanaan praktik keperawatan komunitas untuk melakukan pencegahan
risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja khususnya disekolah. Proses
kelompok dilakukan melalui pembentukan peer educator dan kader kesehatan
sekolah yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di sekolah (Stanhope
& Lancaster, 2004; Hitchock, Schuber & Thomas, 1999). Menurut Helvie
(1998), proses kelompok bertujuan meningkatkan kualitas kelompok,
sehingga kelompok mampu melakukan keterampilan tertentu.

Proses kelompok pada masalah risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja


di sekolah dilakukan untuk memberikan pelatihan keterampilan terhadap
siswa dan guru. Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok siswa dan
guru yang diberikan pelatihan pencegahan penyalahgunaan narkoba secara
terpisah. Kegiatan yang melibatkan kelompok sepe11i siswa atau remaja, dan
kelompok yang berisiko tinggi serta beketjasama dengan sekolah, dan
masyarakat memudahkan dan dapat diterimanya program pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaja (Hitchcock, et all., 1999; stanhope &
Lancaster, 2004).

Pemberdayaan masyarakat, Menurut Kreisberg (1992, dalam Helvie, 2003)


pemberdayaan merupakan proses pengembangan pengetahuan dan
ketrampilan untuk meningkatkan kemampuan seseorang mengambil
keputusan yang mempengaruhi kehidupan seseorang. Pemberdayaan
masyarakat merupakan upaya untuk membangun daya, mendorong,
memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya
serta berupaya untuk mengembangkannya (Sumodiningrat, 1996).
Perawat menggunakan strategi pemberdayaan untuk membantu masyarakat
mengembangkan keterampilan dalam menyelesaikan masalah, menciptakan
JeJanng, f'~gosiasi, lobbying, dan mendapatkan informasi untuk
meningkatkan kesehatan (Nies & McEwen, 2007). Dalam upaya mencegah

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
33

risiko penyalahgunaan narkoba di SMK TB residen membangun hubungan


kerjasama dengan guru dan siswa disekolah.

Kemitraan (partnership), adalah suatu proses distribusi informasi, fleksibel


dan negosiasi kekuatan masing-masing pihak yang terlibat dalam upaya
membuat perubahan meningkatkan untuk kesehatan masyarakat (Helvie,
1998). Kemitraan merupakan bentuk kerjasama aktif antara perawat
komunitas, masyarakat, maupun lintas sektor dan program. Bentuk
kegiatannya adalah kolaborasi, negosiasi dan sharing dilakukan untuk saling
menguntungkan (Stanhope & Lancaster, 2004).

Perawat spesialis komunitas memiliki peran untuk membangun dan membina


kemitraan dengan anggota masyarakat. Kemitraan merupakan tujuan utama
dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang perlu
dioptimalkan (community-as-resource), Perawat spesialis komunitas hams
memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat
dalam menciptakan perubahan di masyarakat (Ervin, 2002). Kemitraan yang
dilakukan dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada
remaja, merupakan bentuk kerja sama aktif antara perawat komunitas,
sekolah, masyarakat, maupun lintas program dan sektoral dalam mengambil
suatu keputusan dalam upaya penyelesaian masalah remaja.

2.4 Peran Perawat Komunitas dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba


Keperawatan komunitas merupakan pelayanan keperawatan profesional yang
ditujukan kepada masyarakat dengan memfokuskan pada populasi at risk dan
masyarakat populasi vulnerable melalui peningkatan kesehatan, dengan
upaya pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan dan rehabilitasi untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal (Allender, Rector & Warner, 2010).
Upaya peningkatan kesehatan masyarakat perawat melakukan berbagai peran
dalam mengkoordinasikan pelayanan dan mengembangkan intervensi untuk
populasi beresiko dan rentan baik individu, keluarga, dan komunitas. Hal ini

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
34

dilakukan untuk mengembangkan rencana perawatan yang penting bagi


perawat, tidak hanya untuk menilai faktor resiko tetapi juga untuk
mengidentifikasi sumber daya yang ada dimasyarakat. (Sebastian, 2004
dalam Saucier & Janes, 2009). Menurut Sebastian (2004 dalam Saucier &
Janes, 2009) dalam melakukan asuhan keperawatan komunitas pada populasi
beresiko dan populasi rentan beberapa peran perawat yang harus dilakukan
antara lain: Advocate (pembela), case manager (manajer kasus), Educator
and counsellor (pendidik dan konselor), collaborator, dan researcher
(peneliti)

2.4.1 Advocate (pembela)


Dalam melakukan perannya sebagai advocate perawat komunitas harus
menjadi pembela bagi klien maupun anggota keluarga, agar klien
mendapatkan perlakuan maupun hak yang sama dengan orang lain
(Allender Spradley, 2005). Dalam peran advokat, perawat harus peka
terhadap kebutuhan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat, selain
memiliki pengetahuan yang luas tentang sumber daya masyarakat dan
serta memiliki kemampuan untuk mengaksesnya. Perawat juga harus
memiliki kemampuan berkomunikasi secara profesional dengan pasien
dalam rangka mengkoordinasikan kontinuitas pelayanan. Kegigihan
diperlukan dari seorang perawat ketika bertindak atas nama pasien. Waktu
dan kesabaran diperlukan untuk mempertahankan kontak dengan pasien
dan mengarahkan mereka ke sumber daya yang tepat (Sebastian, 2004
dalam Saucier & Janes, 2009)

2.4.2 Case Manager (manajer kasus)


Case management merupakan proses pelayanan kesehatan yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, menyelesaikan
masalah, meningkatkan derajat hidup klien dan meminimalkan biaya
pengobatan (American Nursing Association/ANA, 1991 dalam Helvie,
1998). Seorang manajer kasus peran lain bagi perawat yang bekerja

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


35

dengan pas1en yang memiliki kebutuhan khusus. Peran ini biasanya


melibatkan perawat dalam kemitraan dengan individu pasien (Sebastian,
2004 dalam Saucier & Janes, 2009)

Manajemen kasus adalah proses di mana layanan diatur dan


dikoordinasikan untuk memenuhi kebutuhan khusus pasien dan untuk
menggunakan sumber daya yang langka secara lebih efektif. Di pusat-
pusat keperawatan kesehatan masyarakat, manajemen kasus bagi pasien
dapat memperpanjang selama periode yang sangat panjang, kadang-
kadang berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Selain itu, manajer
kasus akan menemukan bahwa kebutuhan pelayanan formal dan informal
sering meningkat dalam intensitas dan kompleksitas sebagai pasien yang
terkena resiko kesehatan lain dan situasi stres. Dalam perannanya sebagai
manajer kasus perawat bekerja dengan pasien yang beresiko serta pasien
yang rentan, oleh karena itu perawat harus dapat memastikan kebutuhan
pelayanan yang dibutuhkan pasien (Sebastian, 2004 dalam Saucier &
Janes, 2009)

2.4.3 Educator and Counselor (pendidik dan konselor)


Kedua peran penting lainnya yang sering tumpang tindih dalam peran
perawat adalah peran pendidik dan konselor. Orang mungkin mengubah
perilaku gaya hidup beresiko jika mereka belajar tentang dampak
merugikan pada kesehatan mereka. Peran pendidik dan konselor penting
dilakukan untuk memberikan informasi pada pasien agar dapat mencari
dan mengakses sumber daya yang ada di sekolah maupun dimasyarakat
(Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009). Perawat harus mampu
memberikan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh klien melalui
pendidikan kesehatan, baik terhadap individu, keluarga maupun kelompok
dan komunitas (Stanhope &Lw~aster, 2004).

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
36

2.4.4 Collaborator
Perawat dapat berkolaborasi dengan penyedia layanan kesehatan dari
lembaga berbasis masyarakat dan kelompok masyarakat untuk mengatasi
masalah populasi rentan dan beresiko yang memiliki kebutuhan khusus
untuk menciptakan sebuah kontinuitas perawatan. Dalam melakukan
peranannya di masyarakat perawat harus belajar untuk bermitra dengan
lembaga lain di luar sistem perawatan kesehatan, misalnya pendidikan,
perumahan, dan lapangan kerja. Kemitraan ini dapat berguna untuk
memperluas dan meningkatkan sumber daya yang ada. Perawat juga harus
memiliki kemampuan sebagai penghubung atau fasilitator untuk
mempromosikan kerjasama antara sekolah, institusi, dan kelompok
masyarakat (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009)

2.4.5 Researcher (peneliti)


Peran perawat sebagai peneliti telah menjadi sangat penting dalam
beberapa tahun terakhir. Kebutuhan populasi rentan dan populasi beresiko
sangat signifikan, khususnya pada kelompok masyarakat dengan
sumberdaya yang rendah. Upaya penelitian dalam bidang perawatan harus
dilakukan sehingga hasil penelitian dapat digunakan untuk melayani
kebutuhan masyarakat. Selain itu, hasil penelitian diperlukan untuk
mengukur hubungan kesehatan dengan intervensi keperawatan yang
berbasis sekolah dan masyarakat (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes,
2009)

2.5 Teori Manajemen


2.5.1 Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan fungsi manajemen penting untuk meminimalkan
resiko dalam pengambilan keputusan, memecahkan masalah serta
perubahan strategi perencanaan yang efektif (Marquis & Huston, 2006).
Menurut Gillies (2000) perencanaan sangat penting untuk pembuatan
keputusan, pemecahan masalah dan perubahan efektif yang direncanakan.

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
37

Aktivitas yang dilakukan selama perencanaan adalah analisis, pengkajian


suatu sistem, penyusunan tujuan jangka panjang (strategi) dan jangka
pendek (operasional) serta memprioritaskan aktivitas termasuk alternatif.

Dalam fungsi perencanaan seorang manajer harus mampu


mendeskripsikan pekerjaannya antara lain: Mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan organisasi; menetapkan, mendeskripsikan dan menguraikan
tujuan; menetapkan tugas-tugas pencapaian tujuan; menetapkan strategi
penyelesaian masalah; menentukan kebijakan; menentukan standar
operasional prosedur; mengantisipasi permasalahan yang mungkin terjadi
(Terry dalam Siswanto, 2007).

2.5.2 Pengorganisasian (Organizing)


Swansburg (1994), pengorganisasian (organizing) merupakan kegiatan
untuk menghimpun sumber daya yang dimiliki dan memanfaatkannya
secara efisien dalam rangka mencapai tujuan (goals) yang telah ditetapkan.
Berry (1994; dalam Marquis & Huston, 2000) bahwa perencanaan strategis
dalam proses manajemen pelayanan dapat dikembangkan melalui
identifikasi agensi di luar organisasi atau stake holders dan menentukan
tujuan serta aktivitas dari organisasi.

Karakteristik pembagian struktur kerja dalam suatu organisasi meliputi: (1)


Adanya pembagian ketenagaan yang jelas, individu dibagi ke dalam unit
yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki; (2) Adanya struktur hirarki
organisasi yang menggambarkanjalur birokrasi dari atas dan ke bawah; (3)
Adanya uraian tugas dan fungsi masing-masing unit dalam suatu
organisasi; (4) Adanya prosedur atau aturan dalam bekerja; dan (5)
Adanya seleksi tenaga yang sesuai kompetensi yang diharapkan, serta
adanya promosi bidang yang jelas (Weber dalam Marquis dan Huston,
2000).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


38

2.5.3 Ketenagaan (staffing)


Fase ketiga proses manaJemen setelah fungsi perencanaan dan
pengorganisasian adalah ketenagaan. Seorang pemimpin-manajer dalam
menjalankan fungsi ketenagaan yaitu merekrut, memilih, menempatkan,
dan mengajarkan personal untuk mencapai tujuan organisasi (Marquis &
Huston, 2006). Menurut Swanburg (2000), ketenagaan yang efisien dan
efektif dapat ditingkatkan melalui kegiatan: rekrutmen dan seleksi,
pendayagunaan, pengembangan, dan pemeliharaan. Manajemen
ketenagaan bukan hanya masalah administrasi atau pengaturan karyawan
tetapi lebih banyak merupakan pendekatan integral holistik yang meliputi :
peningkatan harkat, menghargai, yakin bahwa semua manusia ingin
memperbaiki diri. Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan
sasarannya serta kemampuan menghadapi tantangan internal maupun
eksternal sangat ditentukan oleh kemampuan pengelola SDM yang tepat.

2.5.4 Pengarahan (Directing)


Directing merupakan proses dimana manajer membimbing dan mengawasi
kinerja para pekerja untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Tindakan pengarahan di mulai dari saat melakukan kegiatan, pengarahan
ini dirancang agar pekerja bekerja secara efektif, efisien supaya dapat
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Mengarahkan adalah fungsi
membimbing, menginspirasi, mengawasi, supaya tujuan tercapai. Menurut
Swansburg (1994); Marqui dan Huston (2006), fungsi manajemen
pengarahan (Directing) meliputi koordinasi (coordinating), pengarahan
(directing), kepemimpinan (leading).

Standar atau pedoman sebagai bentuk pengarahan seharusnya dapat


digunakan sebagai perwujudan dari fungsi kepemimpinan manajemen
keperawatan yang meliputi proses pendelegasian, pengawasan, koordi•1asi
dan pengendalian implementasi rencana organisasi (Gillies, 2000;
Swansburg, 1999; Marquis & Huston, 2006). Fungsi pengarahan yang baik

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
39

membutuhkan komunikasi yang efektif untuk memotivasi pihak pihak


yang terlibat, menyelesaikan konflik, serta memberikan pengarahan yang
dibutuhkan dalam melakukan proses pengarahan (Azwar, 1996).

2.5.5 Pengawasan (Controling)


Pengawasan merupakan proses pengamatan terhadap pelaksanaan seluruh
kegiatan organisasi dalam rangka menjamin agar semua pekerjaan yang
sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
(Siagian, 2002). Sedangkan menurut Hasibuan (2006), pengawasan
merupakan proses pengendalian untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan dan
pengendalian (controlling), merupakan proses untuk mengamati secara
terus menerus (bekesinambungan) pelaksanaan rencana kerja yang telah
disusun dan melakukan perbaikan terhadap penyimpangan yang terjadi
(Swanburg, 2000).

Marquis dan Huston (2006), menjelaskan bahwa fungsi pengawasan


bertujuan agar penggunaan sumber daya yang digunakan dapat lebih
efisien, dan tugas-tugas staf dalam pencapaian tujuan program dapat lebih
diefektifkan. Kegiatan yang dilakukan selama pengawasan meliputi proses
evaluasi implementasi, pemberian masukan atau umpan balik, dan
pembuatan prinsip-prinsip organ1sas1 melalui pembuatan standar,
pembandingan kinerja dengan standar dan memperbaiki kekurangan.

2.6 Model Community as Partner


Model community as partner dikembangkan oleh Anderson dan Me Farlan
dari teori Betty Neuman (Anderson & Me Farlan, 2004). Model berfokus
pada perawatan kesehatan masyarakat diamana praktek, keilmuan, dan
metodenya melibatkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi penuh dalam
meningkatkan kesehatannya. Model ini memiliki dua komponen utama
pengkajian yaitu core dan subsistem. Core merupakan inti dari komunitas

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
40

yang terdiri dari riwayat terbentuknya aggregat. demografi, suku, nilai, dan
kepercayaan. Sedangkan subsistem terdiri dari lingkungan fisik, pelayanan
kesehatan dan sosial, ekonomi, transportasi dan keamanan, politik dan
pemerintahan, komunikasi, pendidikan, dan rekreasi.

Garis pertahanan fleksibel disebut juga b71ffer zone, garis ini sangat dinamis
terhadap stresor, stimulus dapat menembus garis pertahanan ini sampai
menyentuh garis pertahanan normal walaupun stresor bersifat sementara atau
jangka pendek. Apabila komunitas tidak merasakan adanya stimulus atau
stresor maka komunitas berada dalam keadaan sehat. Walaupun komunitas
tidak merasakan ada masalah, budaya berbeda beresiko mempengaruhi
komunitas. Pengaruh ternan sebaya disekolah, kebiasaan nongkrong dan
bolos sekolah pada saat jam pelajaran merupakan ancaman bagi siswa
sekolah karena sering digunakan tempat transaksi narkoba.

Garis pertahanan normal menunjukan komunitas tetap dalam keadaan sehat.


Karakteristik komunitas dengan garis pertahanan normal yang baik
ditunjukkan oleh rendahnya pengguna narkoba, kekerasan pada remaja
kurang, ekonomi menengah, umumnya remaja bersekolah dan bagi yang tidak
sekolah sudah bekerja tetap, remaja dengan kemampuan koping yang adaptif
dan cenderung membuat pemecahan masalahjangka panjang, stresor bisa saja
berada digaris pertahanan normal ini. Stresor bisa saja mulai mengancam
komunitas, akan tetapi komunitas belum merasakannya, misal sebagian kecil
siswa mulai terpapar dengan rokok, minuman keras, tidak ada sarana
olahraga, kegiatan ekstrakulikuler juga tidak ada, kegiatan agama dan
organisasi kesiswaan tidak jalan, warung menjual rokok dan minuman keras
secara bebas. Kondisi ini menunjukkan adanya ancaman terhadap komunitas.
Pengkajian terhadap koping dan strategi pemecahan masalah pada remaja
sangat penting dalam memperkuat garis pertahanan normal ini.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


41

Garis pertahanan resisten merupakan mekanisme internal yang berlaku untuk


melindungi masyarakat terhadap stresor. Bentuk garis pertahanan resisten
seperti program pendidikan kesehatan dari Badan Narkotika Nasional,
rekreasi sekolah untuk siswa, kegiatan ekstra kurikuler disekolah,
pemeriksaan kesehatan gratis untuk mendiagnosis penyalahgunaan narkoba.

Assessment

Gambar 2.6: Model Community As Partner

2. 7 Family Centered Nursing


Keluarga membentuk unit dasar dalam masyarakat, keluarga merupakan
lembaga sosial yang memiliki pengaruh paling besar terhadap anggotanya.
Unit dasar ini sangat mempengaruhi perkembangan seorang individu,
sehingga dapat menjadi penentu keberhasilan atau kegagalan hidup seseorang
(Friedman, Bowden & Jones, 2003). Keluarga adalah unit dasar dari sebuah
komunitas dan masyarakat, mempresentasikan perbedaan budaya, rasial,
etnik, dan sosioekonomi.

Aplikasi dari teori ini termasuk mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi,


politik dan budaya ketika melakukan pengkajian dan perencanaan,
implementasi, dan evaluasi perawatan pada anak dan keluarga (Hitchcock,

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
42

Schubert, Thomas, 1999). Asuhan keperawatan keluarga bertujuan untuk


membantu keluarga sehingga mampu menolong dirinya sendiri dan mencapai
tingkat fungsi yang tertinggi dalam tujuan, aspirasi dan kemampuan keluarga
(Friedman, Bowden & Jones, 2003).

Dalam melakukan praktik keperawatan terhadap keluarga, keluarga


dipandang kedalam 5 konteks berbeda, yaitu: 1) keluarga dipandang sebagai
konteks, dimana individu menjadi fukus asuhan keperawatan; 2) keluarga
kumpulan dari angota-anggotanya, maka asuhan keperawatan diberikan
kepada seluruh anggota keluarga; 3) subsistem keluarga sebagai klien,
dimana yang akan menjadi fokus pengkajian dan intervensi; 4) keluarga
sebagai klien, dimana keseluruhan anggota keluarga dipandang sebagai klien
sedangkan individu anggota keluarga sebagai konteks; dan 5) keluarga
sebagai komponen masyarakat, dimana keluarga dipandang sebagai subsistem
dalam sebuah sistem yang lebih besar, yaitu masyarakat (Robinson, (1995
dalam Friedman, Bowden dan Jones, 2003).

Berdasarkan Friedman Family Asessment Model, terdapat 5 variabel utama


yang harus dikaji pada keluarga, meliputi: 1) variabel sosial budaya; 2)
variabel lingkungan; 3) variabel struktur keluarga; 4) variabel fungsi
keluarga; 5) variabel stres dan strategi koping keluarga. Setiap kategori
memiliki berbagai subkategori, kedalaman dan keluasan pengkajian
dilakukan tergantung pada tujuan keluarga, masalah, sumber daya, juga
tergantung pada peran perawat dalam melakukan proses keperawatan
terhadap keluarga dengan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja dalam
keluarga. Selain itu pengkajian juga dilakukan terhadap individu anggota
keluarga meliputi mental, fisik, emosi sosial, dan spiritual (Friedman,
Bowden & Jones, 2003).

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
43

Pengkaj ian terhadap keluarga Pengkajian anggota


Mengidentifikasi data sos-bud, data keluarga secara individual:
lingkungan, struktur & fungsi, stres mental . fisik, emosional,
keluarga & koping sosial & spiritual

Identifikasi masalah-masalah keluarga &


--+ individu f+-
Diagnosa Keperawatan

1 l
Rencana Keperawatan
Menyusun tujuan, identifikasi sumber-
sumber, definisikan, pendekatan altematif,
pilih intervensi keperawatan, susun
prioritas

T l
Intervensi
lmplementasi rencana

T ~
Evaluasi keperawatan
I I

Gambar 2,7: Family Centred Nursing

2.8 Health Promotion Model (HPM)


Health Promotion Model (HPM) mengintegrasikan sejumlah wujud bangunan
teori nilai pengharapan dan teori kognitif sosial dalam suatu perspektif ilmu
keperawatan dari fungsi manusia secara holistik (Pender, Murdaugh, &
Parsons, 2002 dalam Crawford, 2008). Model Pender mencoba untuk
mengintegrasikan Health Promotion Model untuk digunakan dalam asuhan
keperawatan secara efektif yang diarahkan pada perbaikan atau peningkatan
kesehatan dan kemampuan fungsional (Peterson & Bredow, 2004 dalam
Crawford, 2008). Model Pender menyediakan suatu metoda pengkajian dari
perilaku promosi kesehatan klien, mengarahkan perawat secara sistematis
mengkaji self efficacy klien, penghambat yang dirasa, manfaat atau
keuntungan yang dirasi'l, dan pengar.::1 hubungan interpersonal dan untuk
mengkaji pengaruh situational terkait dengan perilaku kesehatan yang dipilih
(Peterson & Bredow, 2004 dalam Crawford, 2008).

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
44

Health Promotion Model memiliki lingkup yang luas dan benar-benar


kompleks dengan subkomponen-subkomponen dan usaha menuju perilaku
kesehatan positif pada tingkatan yang lebih tinggi (Pender, Murdaugh, &
Parsons, 2002 dalam Crawford, 2008) . HPM merupakan suatu usaha untuk
menggambarkan sifat multidimensional dari individu yang saling berinteraksi
dengan interpersonal dan lingkungan fisik untuk meningkatkan kesehatan.
(Pender et al dalam Crawford, 2008).

Health Promotion dapat diobservasi melalui identifikasi tingkah laku seperti


tanggung jawab kesehatan, aktivitas fisik, perkembangan spiritual, nutrisi,
kepuasan hubungan interpersonal, dan manajemen stres (Pender, Murdaugh,
& Parsons, 2002 dalam Elligott et al, 201 0). Health Promotion merupakan
perilaku yang termotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan kesehatan dan
mewujudkan potensi kesehatan manusia (Pender et al, 2006 dalam Elligott et
al, 2010).

Self Efficacy adalah faktor utama dalam konstruksi dari Health Promotion
Model (Crawford, 2008). Self efficacy adalah kemampuan persepsi individu
untuk dapat menunjukkan suatu perilaku. Ketika seseorang percaya diri akan
kemampuannya, untuk melengkapi tugas perkembangan seperti latihan maka
seseorang akan lebih termotivasi untuk menunjukkan perilaku tertentu
(Pender et al, 2006 dalam Scoggins, 2009).

Health Promotion Model mengklasifikasikan faktor penentu atau determinan


perilaku kesehatan kedalam tiga kelompok yang spesifik yaitu karakteristik
dan pengalaman individu, pengamatan perilaku spesifik dan pengaruhnya
serta pengaruh situational atau interpersonal (Pander, et al., 2002 dalam
Crawford, 2008). Karakteristik dan pengalaman individu yang tidak dapat
n:modifikasi adalah faktor-faktor yang bersifat bawaan Genis kelamin, usia,
genetik), begitu juga dengan faktor pengalaman yang melatar belakangi
perilaku selanjutnya (Sorf, &Velsor-Friedrich, 2006 dalam Crawford, 2008).

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
45

Inti konsep dari HPM tersebut menekankan pentingnya pengamatan perilaku


yang spesifik dan pengaruhnya sebagai motivator yang utama dari perilaku.
Ada enam unsur dari pengamatan perilaku spesifik yang mempengaruhi
motivasi utama dalam mendorong perilaku-perilaku promosi kesehatan, yaitu:
1) Manfaat-manfaat atau keuntungan tindakan yang dirasa; 2) Penghalang
atau penghambat tindakan yang dirasa; 3) Se?f Efficacy; 4) Aktivitas yang
berhubungan dengan pengaruh; 5) Pengaruh Interpersonal; 6) Pengaruh
situasional.

Tindakan-tindakan yang meningkatkan kesehatan personal dihubungkan


dengan persepsi positif dari outcome yang diharapkan, minimalnya
penghambat tindakan, perasaan tentang perilaku kesehatan, hadirnya
dukungan sosial dan keluarga, role model yang positif, ketersediaan
lingkungan yang kompatibel, aman, dan menarik (Pender, 1996 dalam
Crawford, 2008). Konsep tambahan dari model Pender adalah persaingan
antara permintaan dan pilihan, komitmen terhadap suatu rencana kegiatan,
dan perilaku promosi kesehatan ( Peterson &Bredow, 2004 dalam Crawford,
2008).

Hubungan konsep-konsep utama HPM digambarkan dalam suatu framework


teoritis. Pender (1996) mengidentifikasi hubungan-hubungan yang
mempengaruhi kepercayaan seperti perilaku-perilaku yang terkait
sebelumnya, karakteristik yang didapat maupun bawaan, dan pengaruh
perilaku promosi kesehatan. Orang-orang akan berkomitmen terhadap ikatan
perilaku dimana mereka mengantisipasi manfaat nilai diri sendiri, tetapi orang
tersebut merasakan penghalang-penghalang dapat menghambat komitmen
dan perilaku. Kemampuan diri sendiri atau self efficacy yang dirasa untuk
melaksanakan suatu perilaku akan meningkatkan kesanggupan untuk
bertindak, dan kemampuan yang lebih besar mengakibatkan lebih sedikit
penghambat.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


46

Ketika seseorang mempunyai pengaruh yang positif, emosi positif yang


dihubungkan dengan perilaku akan mampu meningkatkan komitmen untuk
berperilaku hidup sehat. Individu lebih berkomitmen terhadap perilaku
promosi kesehatan jika mereka mempunyai orang lain yang dianggap penting
atau sangat dipercaya sebagai role model, mempunyai bantuan dan dukungan
untuk mewujudkan perilaku. Ternan sebaya, para profesional pelayanan
kesehatan dan keluarga adalah pengaruh interpersonal yang merupakan
sumber penting yang dapat meningkatkan atau menurunkan komitmen.
Situasi dan lingkungan ekstemal dapat juga mempengaruhi partisipasi
melakukan cara yang negatif atau cara positif. (Pender et al., 2002 dalam
Crawford, 2008).

Pender ( 1996) juga berasumsi bahwa individu dengan aktif mencari informasi
untuk mengatur perilaku-perilaku mereka sendiri, mereka saling berhubungan
dan mengubah lingkungan, dan bertransformasi setiap waktu. Profesi
kesehatan diasumsikan menjadi bagian dari lingkungan interpersonal yang
dapat mempengaruhi dan mengubah individu tersebut. Ketika
mengintegrasikan perilaku-perilaku promosi kesehatan ke dalam suatu gaya
hidup yang sehat yang akan mengakibatkan peningkatan kesehatan,
peningkatan kemampuan fungsional dan memperbaiki kualitas hidup dalam
setiap stase perkembangan (Crawford, 2008).

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
47

·:!:,:I~.··f,::!u d~
p21:=1:.tr..21

-
l'~ilik:a yang !"~ ·JfC.Jl::1en::i
b~hulnmgm ~ 1Jal"-'':!J:.n 5'2g:r:.
:::"b-:1u:n:.ny::. i ta:..ia..f:!.> da:.
{'.i.·:U11!"-J1
:piHhm (1:cnuo1
- - rin.~~·

A}:Tivin~ vm:
- :!l:.;:!l:.]laJ~:ru:t{

Fa_l:t~:tr :p~.:~::nal
:iklp

P:n:=.-J:t im=."Jl~i·Jnai

;~;.~~~it;:;
- P-=:t"!l:...'tu
:p:r<J:n::::si
1:-::-:.h.:.:~

b1ol3~is.
~pikc1·:tgi:1 dzn.
-

-
•·J:hn:u1n.ril

:l=':U¥f':!ll :ii'J.:.:i
,~phd, k::.!E.~T~i-~IU:
- p:n::;;:2rm. dr..::1
-

8:.~2 .1 P<..r.d<:'t ': Heah1 Promcrion _'!fod;.,· {E:Phl)


S:u:n:.b~. :P:nd~. N. J, :\[u.rd.:.u~. C L , .~,: P:..rs•Jl!S ),L A {2·:})2:;, l:fea"'r.1 P.><!?!l·nio.lll!i X4T:fng
Praaice. Ed •bi. K~•v J;:r~;:y: Pt:ntk; BilL

2.9 Comprehensive School Health Model (CSHM)


Comprehensive School Health Model (CSHM) merupakan kerangka yang
diakui secara intemasional untuk mendukung perbaikan dalam pendidikan
siswa tentang kesehatan sekolah melalui rencana yang terpadu dan holistik.
Model ini tidak hanya mengatasi apa yang terjadi di dalam kelas, namun
meliputi lingkungan sekolah dengan seluruh tindakan. Menurut V eugelers
dan Margaret (2010), terdapat empat pilar yang saling berhubungan dan
memberikan pondasi yang kuat dalam model ini, ketika keempat pilar ini
dilakukan secara harmonis, maka siswn. akan didukung untuk menyadari
potensi mereka sebagai pelajar yang sehat dan menjadi anggota masyarakat
sekolah yang produktif. Adapun keempat pilar tersebut adalah:

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


48

2.9.1 Lingkungan sosial dan fisik. Lingkungan sosial meliputi kualitas hubungan
antara staf dan siswa di sekolah, kesejahteraan emosional siswa. Hal ini
dipengaruhi oleh hubungan dengan keluarga dan masyarakat luas.
Lingkungan fisik meliputi bangunan, ruang bermain, dan peralatan di
dalam dan sekitar sekolah, fasilitas-fasilitas pokok seperti sanitasi dan
kebersihan udara.
2.9.2 Pengajaran dan pembelajaran, pilar ini meliputi sumber daya, kegiatan,
dan kurikulum dimana siswa memperoleh pengetahuan dan pengalaman
yang sesuai dengan usia mereka, dan membantu membangun keterampilan
untuk meningkatkan kesehatan dan kesej ahteraan mereka.
2.9.3 Kebijakan sekolah yang sehat, pilar ini meliputi praktek manaJemen,
proses pengambilan keputusan, peraturan, prosedur dan kebijakan di
semua tingkatan yang meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan, dan
bentuk lingkungan sekolah yang ramah dan penuh perhatian.
2.9.4 Kemitraan dan jasa, meliputi hubungan antara sekolah dan orang tua
siswa, hubungan kerja pendukung di sekolah (staf dan siswa), antara
sekolah, dan antar sekolah dan lainnya organisasi masyarakat, kesehatan,
pendidikan dan sektor lainnya bekerja sama untuk memajukan kesehatan
sekolah.

/ Social

-
/and Phys1cat Teaching\
Envinmment .snd Learning\

Partnerships Healthy f-'


and $e1'vices SChool Policy/'
_/~

Gambar 2.9: Comprehensive School Health Model (CSHM)


Sumber: Joint Consortium fo School Health, 2012.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
49

BAB3
KERANGKA KONSEP DAN PROFIL WILAYAH
..
Bab ini akan menjelaskan kerangka kerja manaJeman pelayanan kesehatan,
asuhan keperawatan keluarga dan komunitas dengan menggunakan integrasi teori.
Teori yang digunakan meliputi: Teori Manajemen, Community As Partner (CAP),
Helath Promotion Model (HPM), Comprehensive School Health Model (CSHM),
dan Family Centred Nursing (FCN). Selain itu pada bab ini juga dibahas
mengenai profil sekolah SMK TB yang menjadi tempat pelaksanaan kegiatan
pencegahan terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja melalui program
Drug Abuse Resistance education (DARE).

3.1 Kerangka Kerja Praktek Keperawatan Komunitas


Pelaksanaan kegiatan praktik kepearwatan komunitas yang dilakukan di SMK
TB melalui program Drug Abuse Resistance Education (DARE) berfokus pada
masalah pencegahan terjadinya penyalahgunaan narkoba pada siswa dan
keluarga. Kegiatan ini merupakan integrasi dari praktik manajemen pelayanan
kesehatan, asuhan keperawatan komunitas dan asuhan keperawatan keluarga.

Struktur framework manajemen pelayanan kesehatan disusun berdasarkan


fungsi manaJemen, meliputi: fungsi perencanaan, pengorgan1sas1an,
personalia, pengarahan, dan pengawasan terkait dengan pelaksanaan program
pencegahan terjadinya penyalahgunaan narkoba pada siswa di SMK TB
Cimanggis Depok. Framework manajemen pelayan kesehatan ini terintegrasi
dengan asuhan keperawatan keluarga dan komunitas. Kegiatan ini dilakukan
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

Proses keperawatan komunitas yang dilakukan pada aggregate remaja


merupakan aplikasi dari community as partner yang dikembangkan dari teori
Betty Neuman oleh Anderson dan McFarlane (Anderson & McFarlane,
2010). Model ini berfokus pada perawatan kesehatan masyarakat dengan

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
50

melibatkan peran serta aktif masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam


rangka meningkatkan kesehatannya. Fokus pengkajian pada model ini
dilakukan pada dua komponen utama yaitu core dan subsistem dari
masyarakat. Fokus pengkajian pada core meliputi pengetahuan, sikap dan
perilaku siswa. Selain itu ditambah dengan pengkajian demografi, suku, nilai
dan kepercayaan. Sedangkan pada subsistem fokus pangkajian dilakukan
terhadap lingkungan, pelayanan kesehatan dan sosial, komunikasi,
pendidikan, fisik, politik dan pemerintahan, ekonomi, dan rekreasi. Subsistem
trasportasi tidak menjadi fokus pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas.

Proses asuhan keperawatan keluarga dilakukan dengan menggunakan model


Family Centred Nursing, model ini bertujuan untuk membantu keluarga
mencapai fungsi keluarga yang tertinggi (Friedman, Bowden & Jones, 2003).
Terdapat 5 variabel utama yang dikaji pada keluarga, meliputi: 1) Variabel
sosial budaya; 2) Variabel lingkungan; 3) Variabel struktur keluarga; 4)
Variabel fungsi keluarga; 5) Variabel stres dan strategi koping keluarga.

Model lain yang digunakan untuk melengkapi praktik keperawatan komunitas


yaitu Health Promotion Model dan Comprehensive School Health Model.
Health Promotion Model digunakan pada perbaikan atau peningkatan
kesehatan dan kemampuan fungsional. Sedangkan Comprehensive School
Health Model dilakukan untuk mendukung perbaikan dalam pendidikan siswa
tentang kesehatan sekolah, melalui rencana yang terpadu dan holistik. Model
ini tidak hanya mengatasi apa yang terjadi di dalam kelas, namun meliputi
lingkungan sekolah dengan seluruh tindakan.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


. ' . ·' .' 51

FRAMEWORK DRUG ABUSE RESITANT EDUCATION Dl SMK TB KOTA DEPOK

I INPUT I ~ I PROSES I ~ [--- OUTPUT I


Teori Manajemen:
1. Perencanaan: Penyusunan program DARE
2. Pengorganisasian: Rekrutmen SDM DARE 1--
3. Pengarahan: Supervisi program DARE Masalah MANAJEMEN PELAYANAN
MANAJEMEN PELAYANAN
4. Pengawasan: Evaluasi Program DARE keperawatan 1. Pembentukan struktur
MANAJEMEN 1. Terbentuknya struktur organisasi UKS
1. Manajemen organisasi (UKS, Peer Educator)

.....
PELAYANAN: 2. Terbentuknya struktur peer educator
keperawatan 2. Penyusunan program kegiatan
2. Keperawatan I. Perencanaan (U KS, Peer Educator)
3. Tersusunnya program kegiatan UKS
Community As Portner komunitas r+ 2. Pengorganisasian r---+ 3. Pelatihan modul pencegahan ---+ dan peer educator
I. core: pengetahuan, sikap dan perilaku siswa dan 3. Pengarahan 4. Terselenggaranya kegiatan pelatihan
3. Keperawatan penyalahgunaan narkoba bagi
ditambah, demografi, suku, nilai dan kepercayaan. 4. Pengawasan modul pencegahan penyalahgunaan
keluarga guru dan Peer Educator
2. Subsistem: lingkungan pelayanan kesehatan dan narkoba bagi guru dan Peer Educator
1- (aktual, risiko, 4. Supervisi pelayanan kesehatan
sosial, k"munikasi, pendidikan,fisik, politik dan 5. Terlaksananya kegiatan supervisi
potensial) dan peer educator
pemerimdhan, ekonomi dan rekreasi.

Health Promotion Models


1. Faktor personal; usia, jenis kelamin, suku, beban Komunitas
psikologis. 1. Penkes Narkoba
2. Faktor persepsi ; manfaat, hambatan, kepercayaan
Perencanaan
2. Kampanye Narkoba
diri. Keperawatan 3. Latihan asertif latihan Komunitas
3. Pengaruh interpersonal; hubungan dg keluarga, ~ komunikasi efektif dengan anak
"DARE" Komunitas 1. Peningkatan pengetahuan, sikap, dan
peer/models, dan layanan kesehatan- Trias UKS. remaja, atihan penilaian diri keterampilan siswa
1. Penkes Narkoba
4. Pengaruh situasi; media, dan lingkungan sekolah 2. Kampanye dan pengelolaan stres, latihan 2. Terintegrasinya Program pelatihan
Narkoba meningkatkan tanggung jawab --+ dalam kurikulim mata ajar
3. Latihan asertif ~ dan kepercayaan diri, latihan 3. Penurunan risiko penyalahgunaan
Comprehensive School Health Model (CSHM)
4. Promosi cara menangani konplik narkoba
1. Lingkungan fisik dan sosial: kualitas hubungan antara terintegrasi dengan mata ajar
kesehatan 4. Peningkatan pencegahan risiko
staf dan siswa di sekolah, kesejahteraan emosional
tentang narkoba 4. Promosi kesehatan tentang penyalahgunaan narkoba pada siswa
siswa, lingkungan fisik meliputi bangunan. narkoba melalui poster dan
2. Pengajaran dan pembelajaran: kegiatan extra website
kurikuler, dan kurikulum pengajaran.

-
5. Lomba membuat media
3. Kebijakan sekolah yang sehat: proses pengambilan informasi kesehatan tentang
keputusan, peraturan. narkoba (movie maker)
4. Kemitraan dan jasa: sekolah dan orang tua siswa, staf
dan siswa, puskesmas, BN N Kota Depok

Keluarga
Family Center Nursing: 1. Penkes narkoba Keluarga
Keluarga 2. Konseling I. Peningkatan pengetahuan, sikap,
Keluarga:
1. Penkes narkoba 3. Terapi perilaku keterampilan kespro remaja
I. variabelsosial budaya
4 2. Konseling 4. Latihan asertif
~
~. Penurunan risiko penyalahgunaan
2. variabellingkungan 3. Terapi perilaku f---+ 5. Latihan komunikasi efektif narkoba pada remaja dalam keluarga
3. variabel struktur keluarga ~ 4. Latihan asertif dengan anak remaja 3. Peningkatan cakupan tingkat
4. variabel fungsi keluarga 6. Latihan penilaian diri dan kemandirian keluarga menjadi mandiri
5. variabelstres dan strategi koping keluarga pengelolaan stres Ill dan IV
Anggota keluarga: 7. Latihan meningkatkan
Pengkajian fisik dan psikososial remaja tanggung jawab dan
kepercayaan diri
8. Latihan cara menangani konplik

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia
52

3.2 Profit Wilayah


Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) TB merupakan sekolah dengan status
swasta, sekolah ini bernaung di bawah Yayasan Setya Bhakti. SMK TB
didirikan pada tahun 2004 dan mulai beroperasi pada tahun yang sama.
Sekolah ini memiliki tiga kompetensi keahlian yaitu: Rekayasa Perangkat
Lunak (RPL), Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ), dan Multi Media (MM).
Sekolah ini memiliki luas tanah seluruhnya 2.000 m 2 dengan luas bangunan
1.200 m 2 yang terdiri dari bangunan 3 dan 4 lantai, dengan jumlah ruangan
sebanyak 39 ruangan. Jumlah siswa pada tahun ajaran 2013/2014 sebanyak
279 orang, dengan jumlah guru dan tata usaha dapat dilihat pada tabel
dibawah ini
Tabel: 3.2
Daftar Tenaga Pengajar dan StafTata Usaha SMK TB 2013

No. Status Guru dan Staf Jumlah (orang) Ket


1. Guru tetap 20
2. Guru kontrak
3. Guru tidak tetap 18
4. Kepala Tata Usaha 1
5 StafTata Tsaha 2
6 Tenaga Teknisi Keungan 1
7 Tenaga Perpustakaan 1
8 Tenaga Laboratorium 1
9 Tenaga Teknis Praktek Kejuruan 1
10 Pesuru/Penjaga Sekolah 6
11 T enaga Administrasi Lainnya 3
Jumlah 54
Sumber: Profil SMK2013

Hasil observasi lingkungan sekolah didapatkan data SMk TB berada


ditengah-tengah pemukiman padat penduduk dan daerah industri. Disekitar

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
53

sekolah terdapat beberapa tempat yang biasa dimanfaatkan oleh siswa untuk
berkumpul saat pulang sekolah atau jam istirahat. Tipe bangunan sekolah
permanen terdiri dari 20 ruangan digunakan untuk proses belajar mengajar
dengan kapasitas masing-masing ruangan menampung 35 orang siswa, dan 19
ruangan lainnya digunakan untuk ruang kepala sekolah, ruang, guru, ruang
administrasi, ruang osis, toilet dan lain-lain. Sumber air bersih sebagian besar
berasal dari sumur pompa.

Sumber penerangan berasal dari listrik yang menjangkau ke semua luas


bangunan. Sistem pembuangan sampah sekolah dibuang ditempat sampah
yang disediakan dimasing-masing ruangan, sampah kemudian dikumpulkan
ditempat penampungan sampah sementara. Masih terlihat sampah didepan
ruang kelas, diatas atap lantai 1, 2 dan 3 serta di bawah dan sekitar musholla.
Sampah-sampah tersebut berasal dari bungkus jajanan atau daun-daun pohon
yang sudah kering yang dibibuang oleh siswa secara sembarangan dan
terlambat dibersihkan.

Fasilitas yang ada di SMK TB yaitu ruang perpustakaan dan laboratorium


komputer, Laboratorium bahasa, Laboratorium multimedia, musholla, kantin
dan toilet yang terpisah antara toilet guru dan siswa laki-laki serta perempuan.
Belum ada fasilitas kesehatan di SMK TB. Keterbatasan ruangan
menyebabkan tidak adanya ruang khusus UKS sehingga pelayanan kesehatan
sekolah belum berjalan secara terstruktur. Struktur organisasi dan program
UKS belum terbentuk, selain itu belum adanya kegiatan PMR sebagai
kegiatan ekstra kurikuler disekolah. Sekolah SMK TB belum memiliki kader
kesehatan siswa disekolah, serta panduan atau pedoman pencegahan dan
penatalaksanaan masalah kesehatan remaja di sekolah. Hal ini karena belum
adanya sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dibidang kesehatan,
sehingga kondisi tersebut berdampak terhadap kurar_gnya pelayanan
kesehatan yang diberikan terhadap siswa.

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
54

Hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru dilaporkan kegiatan


ekstrakurikuler sekolah cukup aktif dilaksanakan. Beberapa kegiatan seperti
olah raga, bela diri, seni tari, paskibra dan paduan suara terjadwal setiap
minggunya, namun masih sedikit siswa yang mengikuti kegiatan ekstra
kurikuler tersebut, karena kegiatan ini bersifat tidak wajib bagi siswa.
Kegiatan lain yang dilaksanakan SMK TB yaitu kegiatan keagamaan yang
rutin dilaksanakan setiap harijum'at, kegiatan tersebut berupa pembacaan ayat
Al-Qur'an setiap pagi sebelum memulai belajar. Kegiatan lain yang rutin
dilaksanakan adalah apel pagi yang dilaksanakan setiap hari senin sebelum
kegiatan pembelajaran, kegiatan apel tersebut sering dimanfaatkan oleh
sekolah untuk menyampaikan informasi penting terkait dengan proses belajar
mengajar.

Hasil wawancara dengan kepala sekolah SMK TB dijelaskan bahwa belum


adanya program berkaitan dengan masalah kesehatan sekolah seperti UKS,
PMR atau program yang berkaitan dengan pencegahan risiko penyalahgunaan
narkoba. Pemah ada pelatihan peer consellor yang dilakukan terhadap 10
orang siswa oleh Dinas Kesehatan Kota Depok pada tahun 2010, namun tidak
pemah ada tindak lanjut pelaksanaan program tersebut.

Data lain yang ditemukan saat waancara adalah pengalokasian anggaran


pembangunan sekolah terfokus pada pembangunan ruang kelas saja. Hal ini
karena pembangunan ruangan kelas masih menjadi perioritas pembangunan.
Terbatasnya ruangan yang ada disekolah menyebabkan penyediaan ruangan
untuk UKS tidak bisa terfasilitasi. Bila ada siswa yang sakit atau mengalami
cidera saat disekolah ditangani oleh guru yang ada disekolah, apabila
· membutuhkan penanganan lebih lanjut dirujuk ke rumah sakit. Selama ini
program layanan kesehatan yang dilakukan di sekolah penyediaan obat yang
bersifat simtomatik di n1-:ngan tata usaha.

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
55

BAB4
PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERA W AT AN KOMUNIT AS
PADAAGGREGATEREMAJA DENGAN MASALAH RISIKO
PENY ALAHGUNAAN NARKOBA DI SMK TB TB KOT A DEPOK

Bab ini akan menguraikan analisa situasi manaJemen pelayanan keperawatan


komunitas, asuhan keperawatan komunitas, dan asuhan keperawatan keluarga dalam
upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja di SMK TB Kota
Depok.

4.1 Pengelolaan Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas


Pengelolaan manajemen pelayanan keperawatan komunitas, tekait upaya pencegaha
risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah, dilakukan melalui analisis
data situasi hasil pengkajian pelaksanaan lima fungsi manajemen pelayanan
kesehatan, yakni: perencanaan (palanning), pengorganisasian (oeganizing),
personalia (staffing), pengarahan (directing), dan pengawasan controlling)
(Marques & Huston, 2010).

Data yang didapat berdasarkan hasil pengkajian, kemudian durumuskan menjadi


masalah manajemen pelayanan kesehatan komunitas. Rumusan masalah disusun
berdasarkna ketidakefektifan pelaksanaan fungsi manajemen. Tahapan berikutnya
dilanjutkan dengan penyusunan rencana intervensi, melakukan tindakan
penyelesaian masalah, melakukan evaluasi kegiatan, dan menyusun rencan tindak
lanjut.

4.1.1 Analisa Situasi Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas


Analisis situasi manajemen pelayanan keperawatan komunitas, menguraikan
program pembinaan kesehatan remaja yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kota Depok, Puskesmas Kecamatan Cimanggis, dan pelaksanaan di Sekolah
SMK TB Kota Depok, khususnya terkait upaya pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaja. Kegiatan ini dilakukan dengan cara

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


56

mengidentifikasi lima fungsi manajemen, yaitu: perencanaan, pengorganisasian.


personalia, pengarahan, dan pengendalian (Marquis & Huston, 2006).

4.1.1.1 Perencanaan
Visi Dinas Kesehatan Kota Depok adalah mewujudkan masyarakat Depok yang
sehat. Upaya terse but dituangkan melalui 2 misi utama yaitu: 1) menggerakkan
pembangunan berwawasan kesehatan; 2) memberikan pelayanan kesehatan dasar
dan rujukan prima yang bermutu, terjangkau, dan berkesinambungan. Kedua
misi utama tersebut diuraikan kedalam beberapa tujuan. Tujuan misi yang
pertama adalah: 1) mengembangkan serta menggalang komitmen yang sama dari
perilaku pembangunan; 2) mendorong dan membina pemeliharaan kesehatan
yang mandiri. Tujuan misi yang kedua adalah: 1) meningkatkan kualitas SDM;
2) menyediakan sumber daya (sarana atau prasarana) kesehatan yang memadai;
3) menjamin tersedianya obat, vaksin, dan pembekalan farmasi untuk pelayanan
kesehatan; 4) meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat;
5) mengembangkan sistem informasi kesehatan (SIK).

Visi dari Puskesmas Cimanggis yaitu mewujudkan puskesmas yang mampu


memberikan layanan prima dan menjadi pilihan utama bagi seluruh lapisan
masyarakat tanpa melupakan tugas pokoknya sebagai pembina kesehatan di
wilayahnya. Visi ini kemudian diuraikan dalam beberapa misi yaitu: 1)
meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan; 2) meningkatkan dan
mengembangkan SDM; 3) meningkatkan dan mengembangkan sumber daya
umum (SDU); 4) meningkatkan jumlah kunjungan; 5) meningkatkan dan
mengembangkan jumlah sarana dan prasarana; 6) meningkatkan dan
mengembangkan sistem pemasaran; 7) meningkatkan dan mengembangkan
sistem informasi manajemen; 8) meningkatkan kemitraan; 9) melaksanakan
program pokok; 10) menjadi pusat pembangunan kesehatan di wilayahnya.

Program pelayanan kesehatan bagi remaJa yang diselenggarakan oleh Dinas


Kesehatan Kota Depok adalah Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
(PKPR). Program ini tertuang dalam Rencana Strategis Pembangunan Kesehatan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


57

Kota Depok 2011-2016. Program ini terangkum dalam program peningkatan


kesehatan keluarga dengan indikator capaian program pada tahun 2013 sebesar
95% dan tahun 2014 sebesar 95% (Renstra Pembanguna Kesehatan Kota Depok,
2011 ).

Program PKPR yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kota Depok dan
Puskesmas Cimanggis lebih banyak memfokuskan kegiatan pada penjaringan
masalah kesehatan fisik dasar, seperti tinggi badan, berat badan, kuku, gigi, dan
telinga. Kegiatan tersebut hanya dilakukan pada siswa baru. Berdasarkan laporan
penjaringan anak usia sekolah Dinas Kesehatan Kota Depok (2012), sekitar 68%
siswa SMP dan 66% siswa SMU dikota Depok yang mendapatkan pelayanan
kesehatan melalui penjaringan kesehatan anak usia sekolah. Angka tersebut
masih dibawah target nasional, dimana cakupan program pelayanan kesehatan
anak dan remaja di dalam sekolah sebesar 85%, dan di luar sekolah sebesar 20%
(SNKRI, 2008).

Selain itu, program PKPR yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota
Depok adalah pelatihan guru, dan peer conselor kesehatan reproduksi remaja.
Kegiatan tersebut hanya dilakukan pada 12 sekolah SMA yang ada Di Wilayah
Kota Depok. Belum ada upaya kegiatan PKPR yang diarahkan pada pencegahan
risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah. Penentuan prioritas
program tersebut berdasarkan pada alokasi anggaran program yang disetujui (PJ
kesehatan anak dan remaja, 2013). Hal ini menunjukan bahwa program PKPR
khususnya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja belum
menjadi prioritas Dinas Kesehatan Kota Depok.

Perencanaan PKPR di tingkat puskesmas terkait pencegahan risiko


penyalahgunaan narkoba pada remaja adalah adalah melalui klinik pelayanan
konsultasi remaja. Bentuk kegiatan di Puskesmas Cimanggis yaitu penyediaan
klinik konsultasi masalah kesehatan remaja termasuk penyalahgunaan narkoba
dan sistem rujukan kesehatan remaja. Kegiatan diklinik ini tidak berjalan karena
tidak ada penanggungjawab untuk melaksanakan program tersebut.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


58

Pelaksanaan program PKPR seharusnya dapat dilaksanakan secara mandiri oleh


puskemas melalui pemanfaatan dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK),
Namun penyerapan dana BOK oleh puskesmas Cimanggis pada tahun 2012
hanya sebesar 40%. Perencanaan yang adekuat mendorong pengelolaan sumber
daya yang ada (sumber daya manusia dan keuangan) (Marquis & Huston, 2010).

Menurut PJ Kesehatan Remaja Dinkes Kota Depok, beberapa puskesmas di


wilayah Kota Depok telah merencanakan kegiatan pelatihan mandiri PKPR
dengan memanfaatkan dana BOK sebagai sumber pembiayaan kegiatan.
Seharusnya, perencanaan dengan penganggaran (budgeting) harus sejalan, tanpa
adanya kebijakan anggaran yang mendukung perencanaan, maka perencanaan
hanya sebatas dokumen (Fitry, 2012).

Berdasarkan uratan fungsi perencanaan diatas program pencegahan risiko


penyalahgunaan narkoba pada aggregate remaja disekolah melalui program
PKPR belum menjadi prioritas kebijakan bidang kesehatan dalam rencana
,.strategis Kota Depok tahun 2011-2016. Terbatasnya anggaran sektor kesehatan
untuk pembinaan kesehatan remaja menjadi salah satu kendala dalam
perencanaan program. Kurangnya inisiatif dari puskesmas dalam melaksanakan
program PKPR bagi sekolah secara mandiri, sehingga upaya pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaja khususnya disekolah belum dapat
dilaksanakan secara maksimal.

4.1.1.2 Pengorganisasian
Menurut Swansburg (1994), pengorgamsasmn merupakan kegiatan untuk
menghimpun sumber daya yang dimiliki dan memanfaatkannya secara efisien
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karakteristik pembagian
struktur kerja dalam suatu organisasi meliputi: (1) Adanya pembagian
ketenagaan yang jelas, dimana individu dibagi ke dalam unit yang sesuai dengan
kompetensi yang dimiliki; (2) Adanya struktur hirarki organisasi yang
menggambarkan jalur birokrasi dari atas dan ke bawah; (3) Adanya uraian tugas

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


59

dan fungsi masing-masing unit dalam suatu organisasi; (4) Adanya prosedur atau
aturan dalam bekerja: dan (5) Adanya seleksi tenaga yang sesuai kompetensi
yang diharapkan serta adanya promosi bidang yang jelas (Weber dalam Marquis
dan Huston, 2003).

Struktur organisasi pada dinas kesehatan dan puskesmas secara umum


menampilkan bentuk skema organisasi gabungan (lini dan stat). Bentuk
gabungan organisasi ini merupakan sebuah sistem yang baik dimana adanya
jenjang bertingkat pemengang tanggungjawab dengan pelaksana program,
sehingga proses monitoring dan evaluasi bisa dilakukan secara fokus.
Keuntungan lain pada struktur organisasi ini adalah, bawahan mengetahui persis
dan yakin tugas dan tanggungjawab yang dibebankan kepadanya benar-benar
dari atasannya langsung. Situasi ini menghindari kesalahpahaman dari bawahan
ketika menerima instruksi berupa tugas yang diberikan pimpinannya. Dengan
demikian tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif.

Berdasarkan struktur organisasi pada Dinas Kesehatan Kota Depok pemegang


program bertanggungjawab untuk menyusun perencanaan sampai pada tahap
evaluasi. Pemegang program bertanggungjawab kepada kepala seksi, kepala
seksi bertanggung jawab kepada kepala bidang, dan hirarki tanggung jawab
tertinggi berada pada kepala dinas. Demikian juga di puskesmas, diamana
pemegang program bertanggungjawab pada kepala puskesmas.

Pelayanan kesehatan anak dan remaja pada Dinas Kesehatan Kota Depok berada
dibawah tanggung jawab Bidang Pelayanan Dasar dan Khusus (Yandasus).
Teknis perencanaan dan pelaksanaan program dilakukan oleh Seksi Kesehatan
Keluarga (Kesga) melalui pemegang program kesehatan anak dan remaja. Proses
pertanggungjawaban, khususnya program PKPR dilaksanakan dalam berbentuk
laporan kegiatan. Laporan ini dibuat ketika program kegiatan telah dilaksanakan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemegang program PKPR diperlihatkan
laporan hasil kegiatan pada tahun 2013 hanya dilakukan pelatihan bagi guru dan
peer consellor kesehatan reproduksi terhadap 12 sekolah SMA. Jumlah tersebut

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


60

belum menjangkau seluruh sekolah yang ada di Kota depok dimana jumlah
sekolah SMA sebanyak 230 sekolah.

Pengorganisasian program PKPR di puskesmas Cimanggis telah dilakukan. Hal


ini dapat dilihat dari adanya pemegang program khusus, yang ditugaskan oleh
kepala puskesmas menangani masalah tersebut. Namun sempat te1jadi
kekosongan PJ PKPR selama tahun 2012. Saat ini pemegang program PKPR
telah ditunjuk oleh kepala puskesmas, namun belum melaksanakan
tanggungjawabnya sebagai pemegang program PKPR. Kondisi ini terjadi karena
petugas pemegang program PKPR masih merangkap sebagai pelaksana
pelayanan di unit gawat darurat puskesmas.

Kegiatan PKPR di puskesmas dapat dilihat dari pelaksanaan klinik konsultasi


remaja dipuskesmas. Klinik ini melayani remaja yang membutuhkan palayanan
kesehatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan penanggungjawab klinik, tidak
banyak bahkan tidak ada remaja yang memanfaatkan fasilitas pelayanan klinik
ini. Selama ini remaja yang datang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
langsung datang ke klinik pengobatan dasar atau gawat darurat. Saat ini
penanggungjawab klinik tersebut belum ada, sehingga terjadi kekosongan
pemegang program tersebut. Penanggung jawab baru klinik tersebut belum
ditunjuk oleh kepala puskesmas. Menurut Marquis dan Huston (2010), Struktur
hams ditetapkan dengan jelas sehingga pegawai mengetahui tempat dan
tanggung jawab mereka, dan siapa yang dapat dimintai bantuan.

Pengorganisasian kegiatan remaja pada tingkat puskesmas juga dilakukan


melalui pembinaan UKS. Penanggung jawab program pembinaan UKS ini
adalah bidang promosi kesehatan. Kegiatan program UKS dilakukan melalui
pelaksanaan 3 trias UKS, yaitu pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan, dan
kesehatan lingkungan sekolah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
dengan penanggungjawab bidang promosi kesehatan. Tahun 2013 ini kegiatan
UKS belum dilaksanakan, dan baru akan dilaksanakan pada bulan Nopember
terutama kegiatan penjaringan kesehatan pada siswa disekolah SD, SMP dan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


61

SMA. Hal ini terjadi karena penanggung jawab pelaksana UKS baru ditunjuk
dan belum mulai melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut Azwar
(1996), menjelaskan bahwa keterbatasan sumber daya dapat berdampak pada
penyelenggaraan kegiatan manajemen pelayanan yang tidak baik. Kegiatan
manajemen pelayanan masih bisa terselenggara dengan baik meskipun dengan
keterbatasan sumber daya, melalui pembagian tugas dan peran yang jelas serta
garis komando yang jelas.

Hal ini sesuai dengan Marquis dan Houston (2000) yang menyatakan bahwa
melalui fungsi pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki oleh
organisasi (manusia maupun bukan manusia) seharusnya dapat dipadukan dan
diatur seefisien mungkin ·untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan.

Kerjasama lintas sektoral belum berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil


wawancara dengan penanggung jawab kesehatan anak dan remaja, Dinas
Pendidikan hanya memberikan daftar nama sekolah di lingkungan kerjanya,
tetapi dalam pelaksanaan kegiatan PKPR dilakukan sendiri oleh dinas kesehatan.
Tidak ada kerja sama dengan Badan Narkotika Kota Depok dalam upaya
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah, karena Dinas
Kesehatan Depok, memiliki program PKPR (program kelompok peduli remaja)
sedangkan BNN Kota Depok memiliki program Pencegahan, Pemberantasan,
Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).

Hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala sekolah, didapatkan data bahwa
SMK TB belum memilki struktur dan program UKS, upaya pembinaan
kesehatan oleh puskesmas terhadap sekolah jarang dilakukan. Pelatihan peer
conselor pemah dilakukan terhadap 2 orang siswa dan 1 orang guru pada tahun
2010, namun tidak ada pembinaan lanjut dari puskesmas sehingga tidak ada
keberlanjutan dari hasil pelatihan tersebut.

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
62

Berdasarkan penjelasan di atas, masalah yang te1jadi pada fungsi


pengorgamsas1an program PKPR di Dinas Kesehatan Kota Depok yaitu: 1)
pengorgamsastan penanggung jawab program PKPR di Puskesmas belum
optimal; 2) Kurangnya sosialisasi dan komunikasi menyebabkan program PKPR
di Puskesmas belum dimanfaatkan secara optimal; 3) Kerjasama lintas sektor
dalam pelaksanaan program pembinaan remaja khususnya pencegahan
penyalahgunaan narkoba pada remaja belum optimal; 4) Belum terbentuknya
struktur organisasi UKS SMK TB.

4.1.1.3 Personalia (Staffing)


Kepersonaliaan (stajjing) adalah fase ketiga proses manaJemen. Dalam
kepersonaliaan, pemimpin atau manajer merekrut, memilih, memberikan
orientasi, dan meningkatkan perkembangan individu untuk mencapai tujuan
organisasi (Marquis & Huston, 2003). Sumber Daya Manusia (SDM) pada
program kesehatan anak dan remaja di Dinas Kesehatan Kota Depok sebanyak 1
orang, mereka bertanggungjawab untuk melaksanakan semua program terkait
dengan kesehatan anak dan remaja. Sedangkan SDM yang bertanggung jawab
memegang program PKPR di Puskesmas 1 orang merangkap pelayanan di UGD.
Sedangkan untuk pelayanan UKS di sekolah, puskesmas memiliki 1 orang
penanggung jawab dibawah bidang promkes. Jumlah tenaga yang kurang
disiasati dengan meminta bantuan perawat puskesmas jika diperlukan, atau
bekerjasama dengan bidang lain.

SDM yang bertanggung jawab direkrut melalui sistem penerimaan pegawm


negeri sipil di lingkungan Dinas Kesehatan Kota Depok. Berdasarkan hasil
wawancara dengan bidang pelayanan dasar khusus, dijelaskan bahwa jumlah
tenaga masih dirasa kurang. Proses pengajuan usulan penambahan pegawai telah
diajukan kepada pemerintah Kota Depok, akan tetapi beluam ada realisasi.
Perekrutan adalah proses mencari atau menarik pelamar secara aktif untuk
mengisi posisi yang tersedia, meskipun pada waktu tertentu organisasi mungkin
memiliki SDM yang cukup untuk memenuhi kebutuhan, namun data yang ada

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
63

menunJang gagasan bahwa rekrutmen adalah proses yang berkelanjutan


(Marquis & Huston, 2003).

SDM yang ada saat ini masih berlatar belakang pendidikan Diploma III (DII).
Jika mungkin, perlu ditingkatkan jenjang pendidikan minimal Strata 1 (S 1)
keperawatan. Hasil wawancara dengan beberapa perawat dinas kesehatan,
dijelaskan bahwa sangat sulit untuk mendapatkan tugas belajar, dalam rangka
peningkatan jenjang pendidikan formal. Mereka mengatakan bahwa jika ingin
melanjutkan pendidikan harus dengan biaya sendiri.

Berdasarkan rencana kerja Dinas Kesehatan Kota Depok tahun 2013, tidak
ditemukan rencana pengembangan pendidikan formal bagi tenaga perawat
dilingkungan Dinas Kesehatan Kota Depok. Upaya pengembangan yang selama
ini dilakukan, hanya dalam bentuk pelatihan terkait dengan program kesehatan
anak dan remaja baik untuk perawat di Dinas Kesehatan maupun di Puskesmas.
Menurut Marquis dan Huston (2003), sebaiknya, persyaratan dan kualifikasi
pendidikan dipertimbangkan untuk setiap kategori pekerjaan selama ada
hubungan antara persyaratan dengan keberhasilan pekerjaan terseb~t.

Berdasarkan hasil wawancara dengan penanggung j awab kesehatan anak dan


remaja Dinkes Kota Depok bahwa beban kerja penanggung jawab program
PKPR di tingkat puskesmas sangat berat. Biasanya setiap orang pegawa1
puskesmas memegang program lebih dari 1, bahkan sampai 3 program. Hasil
wawancara dengan mantan penanggung jawab program PKPR di puskesmas,
dijelaskan bahwa saat ini belum ada penanggung jawab PKPR karena pimpinan
puskesmas belum menunjuk penggantinya.

Berdasarkan wawancara dengan penanggung jawab program UKS dijelaskan


bahwa dirinya baru ditunjuk sebagai PJ UKS dua bulan ini, namun belum mulai
melakukan kegiatan, karena belum adanya pelimpahan tugas dari PJ UKS
sebelurnnya. Manajemen ketenagaan bukan hanya masalah administrasi atau
pengaturan karyawan tetapi lebih banyak merupakan pendekatan integral

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


64

holistik yang meliputi: peningkatan har·kat, menghargia, yakin bahwa semua


manusia ingin memperbaiki diri. Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan
dan sasarannya serta kemampuan menghadapi tantangan internal maupun
eksternal sangat ditentukan oleh kemampuan pengelola SDM setepat-tepatnya
(Marquis & Huston, 201 0).

Hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SMK TB dijelaskan bahwa, tidak


adanya pelayanan UKS disekolah disebabkan terbatasnya tenaga guru, se11a
beban mengajar guru yang sangat tinggi, dimana guru hams mengajar pada kelas
pagi dan sore. Selain itu tidak ada SDM yang memahami permasalahan
kesehatan pada anak sekolah. Selama ini pemah ada pelatihan PKPR bagi guru
dan perwakilan siswa, namun tidak ada tindak lanjut baik dari Puskesmas
maupun Dinas Kesehatan. Menurut Swanburg (2000) manajemen ketenagaan
adalah ilmu untuk melaksanakan POAC di bidang ketenagaan sehingga efisien
dan efektivitas ketenagaan dapat ditingkatkan. Kegiatan tersebut meliputi:
penarikan dan seleksi, pendayagunaan, pengembangan, dan pemeliharaan.

Berdasarkan uraian pada fungsi personalia terkait dengan program PKPR pada
Dinas Kesehatan Kota Depok masalah yang terjadi pada fungsi personalia yaitu:
1) Pengembangan pendidikan formal SDM Dinkes dan Puskesmas sangat
terbatas; 2) Jumlah pegawai Puskesmas yang melaksanakan program masih
kurang; 3) Tingginya beban kerja SDM puskesmas sehingga terjadi double
jobdisk; 4) Jumlah SDM disekolah terbatas; 5) Belum berjalannya pelayanan
PKPR di tingkat sekolah. Situasi tersebut menggambarkan bahwa fungsi
personalia pelayanan kesehatan, khususnya kesehatan remaja belum adekuat.
Proses peningkatan SDM, baik secara kuantitas maupun kualitas tidak berjalan
dengan baik, padahal SDM merupakan aset paling besar dan penting bagi
berjalannya sebuah organisasi (Gillies, 2000).

4.1.1.4 Pengarahan (Directing)


Fungsi pengarahan dilakukan oleh kepala dinas setiap ape! pagi, kegiatan ini
dimanfaatkan oleh kepala dinas untuk melakukan fungsi pengarahan, baik

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


65

pemberian motivasi, komunikasi maupun aspek pendelegasian. Pemberian


motivasi yang dilakukan oleh kepala dinas dilakukan dalam rangka
meningkatkan kine1ja pegmvai untuk melaksanakan program yang telah
direncanakan. Bentuk pemberian motivasi dilakukan diantaranya adalah:
pemberian reward bagi penanggung jawab program yang telah berhasil
melaksanakan program sesuai target yang telah ditetapkan.

Basil wawancara yang dilakukan dengan PJ promkes di puskesmas dijelaskan


bahwa kepala puskesmas kurang maksimal dalam memotivasi pegawm
puskesmas, sehingga hal ini berdampak tehadap terkendalanya beberapa
program yang belum dilaksanakan, diantaranya program PKPR dan UKS di
puskesmas. Priedrich (2001, dalam Marquis dan Huston 2003) menyatakan
bahwa perawat yang merasa bahwa kontibusinya diperhatikan dia akan
merasakan kepuasan, dan perawat yang merasakan kepuasan tetap bertahan
ditempatnya, dan akan berkontribusi terhadap peningkatan organisasi.

Sebagai unit pelaksan teknis dari Dinas Kesehatan fungsi komunikasi yang
dibangun antara puskesmas dengan Dinas Kesehatan cukup baik. Fungsi
komunikasi dilakukan dalam bentuk kegiatan rapat untuk membahas
permasalahan terkait pelaksanaan program. Menurut penanggung jawab program
PKPR ada jadwal rapat untuk membahas semua permasalahan di Dinas
Kesehatan. Selain itu komunikasi juga dilakukan setiap apel, diamana kegiatan
ini dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi penting yang harus diketahui
oleh seluruh pegawai. Menurut Marquis dan Huston (20 10), dijelaskan bahwa
fungsi pengarahan yang baik memerlukan komunikasi yang efektif, sehingga
dapat memotivasi semua pihak yang terlibat dalam menyelesaikan konflik.

Berdasarkan basil wawancara dengan kepala sekolah SMK TB di jelaskan


bahwa komunikasi antara puskesmas dengan sekolah masih dirasa sangat
kurang, komunikasi yang dilakukan hanya bersifat insidental. Kegiatan
sosialisasi berbagai program puskesmas, termasuk pelayanan PKPR tidak
diketahui oleh guru dan kepala sekolah. Beberapa program kesehatan remaja

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
66

telah sampai di sekolah sepe1ii program penjaringan kesehatan siwa remaja.


Dalam melakukan tugasnya petugas puskesmas hanya melakukan pemeriksaan
kesehatan tanpa memberikan penjelasan secm·a rinci hasil pemeriksaan dan
tindak lanjut yang harus dilakukan oleh sekolah. Seorang pemimpin sebaiknya
mencari umpan balik mengenai apakah komunikasi mereka diterima dengan
benar. Salah satu cara untuk melakukannya adalah meminta penerima
mengulang kumunikasi atau petunjuk tersebut, selain itu pengirim pesan
sebaiknya melakukan komunikasi lanjutan dalam upaya menentukan apakah
komunikasi telah dijalankan (Marquis & Huston, 2003).

Supervisi pelaksanan program dilakukan oleh dinas kesehatan terhadap


puskesmas, namun upaya ini dilakukan hanya pada akhir tahun pelaksanaan
program. Supervisi yang dilakukan masih lebih berfokus kepada pencapaian
akhir dari pelaksanan program, bukan kepada aspek apakah program dijalankan
sesuai dengan ketentuan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah SMK TB belum pernah


ada kegiatan supervisi yang dilakukan oleh puskesmas terhadap pelaksanaan
kegiatan PKPR maupun UKS. Peer educator dan peer conselor yang terbentuk
juga kurang mendapatkanfallaw up dari puskesmas dan dinas kesehatan.

Kegiatan UKS di SMK TB belum dapat dilaksanakan, hal ini karena


kepengurusan UKS belum terbentuk. Hasil wawancara dengan kepala sekolah
menyatakan bahwa belum adanya SDM dan tempat yang dapat digunakan
sebagai ruang UKS, sehingga menyababkan belum UKS belum dibentuk.
Namun sekolah berharap UKS dapat dibentuk di sekolah tersebut.

Berdasarkan uraian pada fungsi pengarahan program kesehatan remaja yang


belum dilaksanakan dengan baik yaitu: 1) Belum terselenggaranya pelayanan
UKS di sekolah; 2) Risiko pemeliharaan kesehatan siswa tidak adekuat; 3)
Belum optimalnya fungsi supervisi puskesmas terhadap pelaksanaan program
pembinaan remaja di sekolah; 4) Pelayanan program pembinaan kesehatan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


67

remaja di sekolah tidak adekuat; 5) Belum efektifnya komunikasi dan koordinasi


program mulai dari tingkat dinas kesehatan, puskesmas sampai sekolah.

4.1.1.5 Pengawasan (Controling)


Pengawasan merupakan proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan
organisasi dalam rangka menjamin agar semua pekerjaan yang sedang
dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan (Siagian,
2002). Pengawasan dan evaluasi program pembinaan kesehatan anak dan remaja
oleh Puskesmas Cimaggis dan Dinas Kesehatan Kota Depok telah dilaksanakan
tiap tahun, hal ini dibuktikan dengan adanya laporan evaluasi untuk pembinaan
kesehatan remaja melalui penjaringan, kegiatan PKPR dan UKS tiap tahun.

Pengawasan dan evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan puskesmas
hanya dilaksanakan terkait dengan program yang dianggarkan. Kegiatan
pengendalian yang dilakukan tersebut hanya menilai keberlangsungan kegiatan
PKPR terhadap sekolah yang sudah mengikuti pelatihan, tetapi belum digunakan
untuk menilai kinerja PKPR termasuk program penanggulangan faktor risiko
permasalahan kesehatan remaja khususnya pencegaha risiko penyalahgunaan
narkoba.

Fungsi pengendalian yang dilakukan terhadap upaya pencegahan risiko


penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah belum dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan Kota Depok. Hasil pengkajian ditemukan pengawasan yang
dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan terhadap sekolah hanya terkait
kuantitas pelayanan seperti jumlah UKS, peer conselor yang telah dilatih, tetapi
tidak pada bagaimana keberlanjutan pelaksanaan program UKS dan peer
conselor disekolah.

Berdasarkan uraian diatas, fungsi pengawasan program PKPR khususnya upaya


pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja, oleh dinas kesehatan
terhadap puskesmas, maupun oleh puskesmas terhadap sekolah belum
dilaksanakan secara optimal. Pengawasan merupakan pelaksanaan standar

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


68

kinerja untuk mengevaluasi, menilai, dan mengoreksi suatu tindakan sesum


dengan apa yang telah direncanakan dan mencegah terulangnya kembali guna
mencapm tujuan tertentu. Pengawasan dan pengendalian (controlling),
merupakan proses untuk mengamati secm·a terus menerus (bekesinambungan)
pelaksanaan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi
(perbaikan) terhadap penyimpangan yang terjadi (Swansburg, 2000).

Berdasarkan urman pelaksanaan 5 fungsi manaJemen pelayanan kesehatan


komuntas, khususnya upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada
remaja disekolah, oleh Dinas Kesehatan Kota Depok, Puskesmas Cimanggis dan
SMK TB, maka dapat digambarkan diagram fish bone untuk merumuskan masalah
manajemen pelayanan kesehatan, sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


69

Bel urn
Puskesmas Bel urn

I
optimalnya Kurangnya koordinasi Kurangnya

I
belum memiliki optimalnya koordinasi antara Belum

I
kerjasama lintas lintas sektor (Dinkes . integrasi
sektor dalam program PKPR pelaksanaan puskesmas dengan terkoordinasinva
pelaksanaan
Disdik dan BNN Kota program
pdaksanaan
-
program PKPR sekolah terkait program
program PKPR Depok)
PKPR program PKPR

Belum
optimalnya
Program PKPR
belum menjadi
prioritas kebijakan
Rendahnya
pengendalian risiko
penyalahgunaan
narkoba pacta
Kurangnya SDM
puskesmas
Tingginya beban
ke~ja SDM
puskesmas
Bol"m opHmoloyo
ke~jasama
lintas sektor
+ •
disekolah

Kurangnya kcpcdulian
dan tanggung jawab
program PKPR
fungsi
Pembinaan dan Jumlah petugas
pengarahan K iiterbatasan pelatihan SDM disekolah penanggung jawab
nggaran kesehatan pacta belum Pelayana.n program hanya 2 orang
program remqja disekolah mendapatkan PKPR disekolah dengan tingkat pendidikan
PKPR kuarng optimal pelatihan PKPR belum terlaksana DII Keperawatan

Belum terlaksananya Risiko pemeliharaan Tidak ada evaluasi terhadap Tidak teridentilikasinya
pelayanan UKS di kesehatan siswa tidak pelaksanaan program dari kendala pelaksanaan program
sekolah adekuat kepala puskesmas terhadap PKPR
penanggungjawab program
Pelayanan program PKPR
Belum adajadwal supervisi terhadap
PKPR disekolah tidak
Belum program pembinaan kesehatan Tidak diketahuinya
optimalnya adekuat Penial ian kine1:ja program PKPR
remqja di sekolah kualitas pelayanan PKPR
pembinaan dan belum optimal
pelatihan SDM
Belum optimalnya pemberian Pelayanan program
disekolah
khususnya motivasi terhadap pelaksanaan PKPR dipuskesmas
upaya program PKPR di puskesmas tidak optimal
pencegahan
risiko Belum efektifnya komunikasi dan Tidak efektifnya
penyalahgunaan
koordinasi antara puskesmas ke~jasama lintas
narkoba pacta
dengan sekolah program
remqja

Universitas Indonesia
Diagram 4.1 Fish Bone Analisis Masalah Manajemen
Drug Pelayanan
abuse ..., Nana Kesehatan
Supriyatna, FIK UI,Komunitas
2014 Pada Aggregate Remaja Dengan
Risiko Penyalahgunaan Narkoba
70

4.1.2 Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas


Berdasarkan analisis fish bone mengenm manaJemen pelayanan
keperawatan komunitas, khususnya pelayanan program PKPR pada Dinas
Kesehatan Kota Depok, Puskesmas Cimanggis, dan SMK TB dapat
disimpulkan beberapa masalah kesehatan sebagai berikut:
1. Belum optimalnya kerjasama lintas sektor dalam pelaksanaan program
PKPR
2. Belum optimalnya fungsi pengarahan superv1s1 dan komunikasi
pelaksanaan program PKPR disekolah
3. Belum terkoordinasinya pelaksanaan program PKPR disekolah
4. Belum optimalnya pembinaan dan pelatihan SDM disekolah
khususnya upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada
remaja
Masalah-masalah pelaksanaan fungsi manaJemen pelayanan kesehatan
terkait PKPR tersebut dianalisis berdasarkan pendekatan fungsi
manajemen planning, organizing, actuating, dan controlling (POAC),
selanjutnya dilakukan prioritas masalah. Prioritas masalah sesuai dengan
keseuaian dan kebutuhan program bagi remaja dengan memperhatikan
pentingnya masalah, peningkatan kualitas hidup kelompok remaja, dan
perubahan positifbagi masayarakat (Ervin, 2002).

Pada tahap residensi praktik manajemen pelayanan keperawatan


komunitas ini penulis akan mencoba mengintervensi dua masalah
manajemen pelayanan keperawatan komunitas yang menjadi prioritas
dalam tatanan sekolah. Berdasarkan prioritas masalah, maka masalah
manajemen pelayanan keperawatan komunitas terhadap masalah risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaja yang akan dilakukan intervensi
untuk satu tahun ini adalah:
1. Belum optimalnya pembinaan dan pelatihan SDM disekol::>~1

khususnya upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada


remaja

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


71

2. Belum optimalnya fungsi pengarahan supervisi dan komunikasi


pelaksanaan program PKPR disekolah

4.1.3 Rencana Asuhan Keperawatan Manajemen Pelayanan Keperawatan


Komunitas
Diagnosa Keperawatan pertama: belum optimalnya pembinaan dan
pelatihan SDM disekolah khususnya upaya pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaja. Tujuan Umum: setelah dilakukan
tindakan manajemen layanan keperawatan komunitas selama 6 bulan
pembinaan dan pelatihan SDM disekolah _menjadi optimal khususnya
dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja.

Tujuan Khusus: setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan


komunitas selama 8 bulan, diharapkan: 1) Terbentuknya struktur UKS
sekolah SMK TB 2) Tersusunnya program kerja UKS selama 1 tahun; 3)
Tersosialisasinya program UKS di sekolah; 4) Adanya komitmen untuk
melaksanakan program UKS; 5) Terbentuknya kader kesehatan dan peer
educator "PENA'' (Peduli Narkoba); 6) Tersusunnya rencana kerja peer
educator "PENA''; 7) Tersusunnya modul pencegahan penyalahgunaan
narkoba pada remaja disekolah; 8) Terlaksanya pelatihan kader kesehatan
dan peer educator "PENA'' dalam upaya pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaJa; 9) Terdapat peningkatan
pengetahuan dan keterampilan kader kesehatan dan peer educator
"PENA'' sebesar 20% mengenai pencegahan risiko penyalahgunaan
narkoba pada remaja.

Rencana Tindakan Keperawatan: 1) Lakukan advokasi pembentukan


Usaha Kesehatan Sekolah (UKS); 2) Bentuk struktur tim pembina dan
pelaksana UKS SMK TB; 3) Susuf' program kerja UKS selama 1 tahun; 4)
Lakukan sosialisasi program kerja UKS disekolah; 5) Bangun komitmen
bersama untuk melaksanakan program kerja UKS; 6) Bentuk kader

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
72

kesehatan sekolah yang berasal dari guru dan peer educator ''PEN A'' yang
berasal dari siswa; 7) Bentuk struktur organisasi dan rencana kerja kader
kesehatan dan peer educator '"PENA''; 8) Buat modul pencegahan
penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 9) Lakukan pelatihan
kader kesehatan sekolah dan peer educator "PENA'' dalam upaya
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 10)
Lakukan supervisi pada guru UKS, kader kesehatan sekolah dan peer
educator "PENA'' terhadap pelaksanaan pencegahan resiko
penyalahgunaan narkoba pada siswa disekolah.

Pembenaran: Salah satu upaya yang strategis untuk meningkatkan


kualitas kesehatan manusia Indonesia adalah upaya pendidikan dan
pelayanan kesehatan. Bagi anak pada usia sekolah upaya ini paling tepat
dilakukan melalui institusi pendidikan. Sekolah sebagai tempat
berlangsungnya proses belajar mengajar harus menjadi "Health Promoting
School" artinya "Sekolah yang dapat meningkatkan derajat kesehatan
warga sekolahnya". Hal akan tercapai bila sekolah dan lingkungannya
dibina dan dikembangkan antara lain melalui UKS. Strategi ini dijalankan
pemerintah dengan mengeluarkan SKB em pat menteri no 1067 /Meskes
/SKB Nil /2003 pasal 2 yaitu setiap berkepentingan melaksanakan
pelayanan kesehatan sekolah dimana UKS merupakan salah satu unsur
untuk meningkatkan prestasi perserta didik.

Menurut Veugelers dan Margaret (20 10), menyatakan bahwa sumber daya,
kegiatan, dan kurikulum dimana siswa memperoleh pengetahuan dan
pengalam yang sesuai dengan usia mereka akan membantu membangun
keterampilan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mereka.
Melalui program Trias UKS diharapkan dapat memelihara dan
rr:eningkatkan kesehatan yang dapat menunjang proses belajar mengajar.
Program UKS merupakan wadah dan sarana pelaksanaan dan
pengembangan semua bentuk layanan kesehatan di sekolah. Mulai dari

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


73

program sederhana sampai dengan program pengembangan sesuai dengan


kebutuhan dan kemampuan sekolah.

Pelaksanaan: untuk mengatasi masalah pengelolaan pelayanan


keperawatan komunitas intervensi keperawatan yang pertama dilakukan
adalah melakukan advokasi dalam rangka pembentukan UKS. Kegiatan
dilakukan pada tanggal 26 Nopember 2013. Proses advokasi ini dilakukan
kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dan bidang
kurikulum. Respon kepala sekolah dan wakil kepala sekolah sangat
menyambut dengan baik rencana tersebut.

Kegiatan pembentukan struktur tim pembina dan pelaksana UKS SMK TB


yang dilaksanakan pada tanggal, 29 Nopember 2013. Kegiatan ini
dilakukan di SMK TB dengan melibatkan kepala sekolah, bidang
kesiswaan bidang kurikulum dan guru BK, serta beberapa orang
perwakilan dari siswa. Kegiatan dilaksanakan selama 90 menit, mulai
pukul 10.30 sampai dengan pukul 12.00. Kegiatan ini diawali dengan
penjelasan tentang UKS, pembentukan struktur UKS SMK TB, dan
dilanjutkan dengan penyusunan program kerja UKS yang akan dilakukan
selama satu tahun.

Upaya sosialisasi dan membangun komitmen, untuk pelaksanaan program


kerja UKS SMK TB terhadap guru dan siswa, dilaksanakan pada tanggal,
2 Desember 2013. Kegiatan ini dilakukan pada saat apel pagi hari senin.
Kegiatan ini dihadiri oleh sebagaian besar guru dan siswa. Ssosialisasi
dilakukan oleh Wa. Ka. Bidang kesiswaan.

Pembentukan kader kesehatan sekolah yang berasal dari guru dan peer
educator yang berasal dari siswa, kegiatan ini dilaksanakan tanggal 13
Desember 2013. Kegiatan dilakukan dengan membentuk struktur
organisasi dan rencana kerja kader kesehatan dan peer educator. Guru

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


74

yang dilibatkan dalam kader kesehatan adalah guru yang tertarik dengan
bidang kesehatan dan memiliki waktu lebih luang, serta banyak melakukan
interaksi dengan siswa. Sedangkan peer educator yang dilibatkan adalah
perwakilan siswa dari masing-masing kelas yang dipilih oleh guru BK.
Pemilihan siswa didasarkan pada keaktifan siswa dalam organisasi,
bersedia dan memiliki komitmen untuk berbagi pengetahuan dengan teman
sebaya, bersedia meluangkan waktu umuk kegiatan peer educator,
bersedia mengikuti pelatihan bagi peer educator.

Kegiatan pembentukan dan penyusunan program kerja peer educator


dilaksanakan selama 60 menit, mulai pukul 12.00 sampai dengan pukul
13.00. Kegiatan ini dihadiri oleh 6 orang perwakilan guru dan 17 orang
perwakilan siswa. Peer educator yang terbentuk diberi nama Peer
Educator Peduli Narkoba disingkat dengan Peer Educator "PENA''. Peer
educator ini akan dibina oleh 3 orang kader kesehatan yang berasal dari
guru BK. Kegiatan diawali dengan penjelasan tentang konsep peer
educator, yang dilanjutkan dengan pembentukan struktur dan program
kerja peer educator "PENA''. Struktur peer educator "PENA'' yang
dibentuk terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota.

Menyusun modul pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja


disekolah dengan melibatkan guru kader kesehatan dan peer adecator.
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 17-18 Desember 2013. Modul
yang disusun terdiri dari 4 modul yang akan digunakan untuk pelaksanaan
program DARE.

Melakukan Melakukan pelatihan pencegahan penyalahgunaan narkoba


pada remaja disekolah bagi peer educator "PENA'' yang terdiri dari 4
modul pelatihan. Pelatihan modul 1 tentang kesehatan jiwa d:>:J.
kepribadian remaja, dilaksanakan pada tanggal 20 Desember 2013,
kegiatan ini dilaksanakan selama 60 menit. Tujuan dari pelatihan untuk

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


75

meningkatkan pemahaman peer educator ·'PENA'' tentang peranan


kesehatan jiwa dalam perkembangan kepribadian remaja. Materi dari
pelatihan modul ini terdiri dari konsep kepribadian remaja, ciri-ciri
kepribadian rernaja, pengaruh lingkungan terhadap kepribadian rernaja,
kesehatan jiwa rernaja, dan ciri-ciri jiwa rernaja yang sehat. Selain itu peer
educator "PENA'' dilatih cara rnengukur derajat kesehatan jiwa remaja
dengan rnenggunakan format.

Pelatihan Modul 2 tentang rnenilai diri dan rnengelola stress, dilakukan


pada tanggal 13 Februari 2014. Kegiatan dilaksanakan selarn 60 rnenit,
muali pukul 12.30 sampai dengan 13.30. Kegiatan ini diikuti oleh 17 orang
pengurus peer educator "PENA''. Pelatihan rnodul 2 ini bertujuan untuk
rneningkatkan kernarnpuan peer educator "PENA'' untuk rnernbangun
penilaian diri yang postif dan rnengelola stres dalam kehidupan sehari-hari,
serta rnarnpu rnenyampaikan informasi ini terhadap teman sebaya.
Pelatihan rnodul ini terdiri dari konsep penilaian diri, konsep stres, dan
cara rnengelola stres. Selain itu dalarn pelatihan rnodul ini peer educator
"PENA'' dilatih rnernbangun penilaian diri, rnenilai tingkat stres, dan
format rnengukur ketahan terhadap stres dengan rnenggunakan format.

Pelatihan rnodul 3 tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh,


dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2014. Kegiatan ini dilaksanakan
selarn 60 rnenit, dan dihadiri oleh 17 orang pengurus peer educator
"PENA''. Pelatihan rnodul 3 bertujuan untuk rneningkatkan pernaharnan
siswa tentang bahaya narkoba. Pelatihan rnodul ini terdiri dari konsep
narkoba dan jenis-jenis narkoba, rnasalah penyalahgunaan narkoba, faktor
resiko dan faktor pelindung, cara kerja narkoba, dan pengaruh narkoba
pada tubuh. Selain itu dalarn pelatihan rnodul ini peer educator "PENA"
dilatih untuk rnelakukan deteksi dini l·isiko penyalahgunaan narkoba secara
rnandiri.

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
76

Pelatihan modul 4 tentang meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan


diri remaja, dilakukan pada tanggal 3 April 2014. Kegiatan ini
dilaksanakan selama 60 menit, dimulai pukul 13.00 sampai dengan pukul
14.00. Pelatihan modul 4 ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
peer educator "PENA'' tentang cara meningkatkan tanggung jawab dan
percaya diri remaja, sehingga remaja dapat menolak tekanan kelompok
sebaya yang berpengaruh negatif. Materi dalam pelatihan modul ini terdiri
dari konsep tanggung jawab, menetapkan tujuan hidup, dan meningkatkan
percaya diri. Selain itu peer educator "PENA'' dilatih tentang cara menilai
tanggung jawab perorangan, latihan meningkatkan tanggung jawab, dan
latihan untuk menetapkan tujuan hidup dengan menggunakan format.

Melakukan pelatihan pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja


disekolah bagi kader kesehatan (guru) yang terdiri dari 4 modul pelatihan.
Modul 1 tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja, modul 2 tentang
menilai diri dan mengelola stress, modul 3 tentang narkoba dan
pengaruhnya pada tubuh, dan modul 4 tentang meningkatkan tanggung
jawab dan kepercayaan diri remaja, kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal
25 - 28 Maret 2014. Kegiatan ini dilakukan terhadap 3 orang guru yang
akan bertanggung jawab untuk mengimplementasikan modul terhadap
siswa didalam kelas. Dalam pelatihan modul 1111 guru dilatih untuk
menguasai modul, dan menyampaikan modul terhadap siswa, tehnik
pengelolaan kelas, serta pembuatan media yang akan digunakan dalam
penerapan modul terhadap siswa.

Hasil Evaluasi: Terlaksanya kegiatan advokasi dalam rangka


pembentukan UKS Proses advokasi ini dilakukan kepada kepala sekolah,
wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dan bidang kurikulum. Respon
J.repala sekolah dan wakil kepala sekolah sangat menyambut dengan baik
rencana tersebut, dan menaruh harapan besar terbentuknya UKS di SMK

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


77

TB. Kegiatan ini sangat menunjang dengan persmpan sekolah dalam


mempersiapkan akreditasi.

Hasil dari kegiatan pembentukan struktur tim pembina dan pelaksana UKS
SMK TB. Struktur tim pembina dan pelaksan UKS ini terdiri dari 6 orang
guru dan 11 orang perwakilan siswa. Adapaun program kerja UKS yang
akan dilaksanakan selam 1 tahun kedepan adalah: 1) Pembinaan
lingkungan sehat; 2) Pembentukan Kader kesehatan (peer educator); 3)
Penjaringan kesehatan bekerjasama dengan puskesmas; 4) Pemeriksaan
kesehatan berkala tiap 6 bulan; 5) Pengawasan warung sekolah; 6)
Bimbingan dan konseling kesehatan; 7) Kebun sekolah; 8) Dana sehat; 9)
Pemantauan kesegaran jasmani; 9) Donor darah; 10) Penyediaan toilet
wanita menstruasi. Program kerja UKS yang telah terlaksana meliputi
pembentukan kader kesehatan, pembentukan peer educator penjaringan
kesehatan gigi bekerjasama dengan puskesmas diaman siswa yang
dilibatkan sebanyak 40 orang. dan conseling pencegahan penyalahgunaan
narkoba pada siswa bekerjasama dengan guru BK.

Terlaksananya sosialisasi program kerja UKS terhadap guru dan siswa.


Adanya komitmen bersama untuk pelaksanaan program kerja UKS,
komitmen awal yang dilakukan dalam wujud penyedian ruang UKS dan
perlengkapan pemeriksaan tanda-tanda vital.

Terbentuknya kader kesehatan sekolah yang berasal dari guru dimana guru
yang terlibat sebagai kader kesehatan sebanyak 6 orang. Tidak ada kendala
dala proses pembentukan kader kesehatan, guru yang terlibat dalam
kegiatan ini atas dasar sukarela. Guru yang terlibat berkomitmen untuk
melakukan pembinaan terhadap siswa dalam upaya pencegahan risiko
penyaahgunaan narkoba di sekolah.

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
78

Terbentuknya struktur organisasi dan rencana ketja kader kesehatan dan


peer educator. Siswa yang terlibat dalam peer educator sebanyak 18 orang
siswa. Program kerja yang akan dilaksanakan oleh peer educator adalah:
1) Pertemuan rutin setiap hari kamis; 2) Evaluasi hasil kegiatan; 3)
Penyuluhan bahaya penyalahgunaan narkoba; 4) Lomba membuat poster;
5) Deteksi dini penyalahgunaan narkoba pada remaja. Semua program
kerja tersebut telah dilaksankan, pelaksanaan program kerja terintegrasi
dengan kegiatan residen disekolah.

Tersusunnya modul pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaJa


disekolah. Modul ini terdiri dari 4 modil meliputi: modul 1 tentang
kesehatanjiwa dan keperibadian remaja, modul2 Keperibadian remaja dan
mengelola stress, modul 3 narkoba dan pengaruhnya pada tubuh, dan
modul 4 tentang meningkatkan tangguang jawab dan kepercayaan diri
remaJa.

Terlaksananya kegiatan pelatihan modul 1 tentang kesehatan jiwa dan


kepribadian remaja bagi peer educator "PENA''. Kegiatan ini diikuti oleh
17 orang anggota peer educator "PENA''. Hasil pelatihan menunjukan
adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-
rata nilai pretest 16,47 dan nilai rata-rata postest 18,64. Selisih atau
perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,17,
sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 10.8%. Hal terse but
dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-
value 2-tailed sebesar 0,001 dengan a= 0,05. Peer educator "PENA'' yang
ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias mengikuti kegiatan dari awal
sampai akhir. Siswa juga sangat antusias dalam melakukan latihan cara
mengukur kesehatan jiwa pada remaja dengan menggunakan format yang
tersedia dalam modul.

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
79

Evaluasi hasil kegiatan pelatihan modul 2 tentang menilai diri dan


mengelola stress bagi peer educator. Kegiatan ini diikuti oleh 16 orang.
Hasil pelatihan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah
dilakukan pelatihan, dengan rata-rata nilai pretest 16,64 dan nilai rata-ra,ta
postest 19,05. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan
nilai postest sebesar 2,41, sehingga tetjadi peningkatan pengetahuan
sebesar 12,5%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji
Wilcoxon didapatkanp-value 2-tailed sebesar 0,000 dengan a= 0,05. Peer
educator "PENA'' yang ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias mengikuti
kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga sangat antusias dalam
melakukan latihan cara cara menilai diri dan mengelola stress dengan
menggunakan format yang tersedia dalam modul.

Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan pelatihan modul 3 tentang narkoba


dan pengaruhnya pada tubuh bagi peer educator "PENA''. Kegiatan ini
diikuti oleh 17 orang. Hasil pelatihan menunjukan adanya peningkatan
pengetahuan setelah dilakukan pelatihan, dengan rata-rata nilai pretest
15,23, dan nilai rata-ra,ta postest 18,64. Selisih atau perbedaan rata -rata
nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 3,41, sehingga terjadi
peningkatan pengetahuan sebesar 7%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji
signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,000
dengan a = 0,05. Peer educator "PENA'' yang ikut dalam kegiatan ini
terlihat antusias mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga
sangat antusias dalam melakukan latihan cara cara deteksi dini
penyalahgunaan narkoba dengan menggunakan format yang tersedia
dalam modul.

Hasil evaluasi kegiatan pelatihan modul 4 tentang meningkatkan


tangguang jawab dan kepercayaan ::liri remaja bagi peer educator
"PENA''. Kegiatan ini diikuti oleh 17 orang. Hasil pelatihan menunjukan
adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan, dengan rata-

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


80

rata nilai pretest 16.23. dan nilai rata-ra.ta postest 19.1 1. Selisih atau
perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai pastes/ sebesar 2,88,
sehingga terjadi peningkatan pengetahuan sebesar 17,4%. Hal tersebut
dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-
value 2-tailed sebesar 0,000 dengan a= 0,05. Peer educator "PENA'' yang
ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias mengikuti kegiatan dari awal
sampai akhir. Siswa juga sangat antusias dalam melakukan latihan cara
menolak ajakan negatifteman sebaya.

Terlaksananya kegiatan pelatihan bagi kader kesehatan (guru), kegiatan ini


melibatkan 6 orang guru yarig dilatih terkait dengan penerapan modul
pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah. Setelah
selesai pelatihan ini diharapkan masing-masing guru dapat mengajarkan
materi pelatihan kepada siswa didalam kelas.

Basil pelatihan modul 1 terhadap kader kesehatan (guru) tentang kesehatan


jiwa dan kepribadian remaja menunjukan adanya peningkatan pengetahuan
setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 18,5 dan nilai
rata-rata postest 20. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest
dengan nilai postest sebesar 1,5, sehingga terdapat peningkatan
pengetahuan sebesar 7,5%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji
signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,024
dengan a= 0,05.

Pelatihan modul 2 tentang menilai diri dan mengelola stress hasil pelatihan
menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan
dengan rata-rata nilai pretest 17,6 dan nilai rata-rata postest 19,8. Selisih
atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar
2,2, <:'~hingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 11%. Hal tersebut
dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-
value 2-tailed sebesar 0,026 dengan a= 0,05.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia
81

Pelatihan modul 3 tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh basil


pelatihan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan
pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 17,3 dan nilai rata-rata pas test 19,6.
Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest
sebesar 2,3, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 11,5%.
Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon
didapatkanp-value 2-tailed sebesar 0,023 dengan a= 0,05.

Hasil pelatihan modul 4 tentang meningkatkan tanggung jawab dan


kepercayaan diri remaja menunjukan adanya peningkatan pengetahuan
setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 17,8 dan nilai
rata-rata postest 20. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest
dengan nilai postest sebesar 2,2, sehingga terdapat peningkatan
pengetahuan sebesar 11%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi
melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,020 dengan a
= 0,05.

Rencana Tindak Lanjut: Perlu upaya berkelanjutan kader kesehatan


dalam menambah pengetahuan kader tentang upaya pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah. Diperlukan integrasi
kedalam kurikulum pembelajaran materi tentang upaya pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba, sehingga siswa merasa bahwa mempelajari ini
adalah suatu kewajiban bukan pelajaran tambahan.

Diperlukan latihan berkelanjutan bagi kader kesehatan dalam melakukan


pendidikan· kesehatan terhadap siswa, untuk meningkatkan kepercayaan
diri, kemampuan pengelolaan kelas. Menambah bahan atau materi yang
berkaitan dengan modul pencegahan penyalahgunaan narkoba, sehingga
dapat meningkatkan pengetahuan serta bahan ajar kader kesehatan dalam
memberikan pendidikan kesehatan terhadap siswa.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


82

Diagnosa Keperawatan Kedua: Belum optimalnya fungsi pengarahan:


supervisi dan komunikasi pelaksanaan program PKPR disekolah. Tujuan
Umum: Setelah dilakukan tindakan manajemen layanan keperawatan
komunitas selama 6 bulan fungsi pengarahan: supervisi dan komunikasi
pelaksanaan PKPR disekolah khususnya pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba menjadi optimal.

Tujuan Khusus: Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan


komunitas selama 8 bulan, diharapkan: 1) adanya alur komunikasi antara
sekolah dengan puskesmas dalam upaya pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 2) Adanya monitoring
dan superv1s1 bersama puskesmas dalam upaya pencegahan
penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 3) Adanya keterlibatan
guru dalam melakukan monitoring dan supervisi terhadap peer educator
"PENA''; 4) Adanya koordinasi dengan puskesmas dan Badan Narkotika
Kota Depok dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada
remaja.

Rencana Tindakan Keperawatan: 1) Susun alur komunikasi antara


sekolah dengan puskesmas dalam upaya pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 2) Lakukan monitoring
dan supervisi bersama puskesmas dalam upaya pencegahan
penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 3) Libatkan guru dalam
melakukan monitoring dan supervisi terhadap peer educator "PENA"; 4)
Lakukan koordinasi dengan puskesmas dan Badan Narkotika Kota Depok

Pembenaran: Supervisi merupakan proses dimana seorang pemimpin


ingin mengetahu apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan
bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau kebijakan yang
telah ditentukan (Me Farland, 1988 dalam Harahap, 2004). Selain itu
Swansburg (2000), menjelaskan bahwa supervisi sebagai usaha untuk

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


83

mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengena1


pelaksanaan tugas, dimana dalam pelaksanaannya ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan yaitu menghargai tiap individu, mengembangkan
potensi tiap individu, dan menerima tiap perbedaan. Menurut Marquis dan
Huston (2010) dijelaskan bahwa fungsi pengarahan pemberian motivasi
dan pendarnpingan rnelalui kornunikasi yang baik dalarn dalarn organisasi
sebagai urnpan balik dari irnplementasi kegiatan organisasi.

Pelaksanaan: lrnplernentasi keperawatan yang dilakukan dalarn rangka


rnenyelasikan rnasalah keperawatan kedua adalah rnenyusun alur
kurnunikasi bersama kader kesehatan sekolah, Jeer educator "PENA",
bidang kesiswaan dan OSIS. Alur komunikasi ini akan digunakan sebagai
acuan bagi sekolah dalarn rangka rnelakukan koordinasi dengan puskesrnas
arnupun BN Kota Depok. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal, 1 April
2014, kegiatan ini dilakukan bersarn dengan kader kesehatan. Alur
kornunikasi yang telah dibuat dilaporkan dan disosialisasikan terhadap
Wa. Ka. Bidang Kesiswaan dan disosialisasikan kepada peer educator
"PENA".

Melakukan supervisi terhadap peer educator "PENA" dalarn rnelakukan


pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa dan kepribadian rernaja.
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 3 Januari 2014. Kegiatan
dilakukan di kelas X Multi Media 1, pelaksanaan kegiatan ini dihadiri oleh
39 orang siswa, kegiatan berlangsung selarn 60 rnenit. Supervisi terhadap
peer educator "PENA'' dalarn rnelakukan pendidikan kesehatan tentang
rnenilai diri dan rnengelola stress, dilakukan pada tanggal 20 Februari
2014. Kegiatan dilakukan di kelas X Tehnik Kornputer dan Jaringan 2,
pelaksanaan kegiatan ini dihadiri oleh 40 orang siswa, kegiatan
berlangsung selarn 60 rnenit. Supervisi tt">:tang narkoba dan pengaruhnya
pada tubuh, dilaksanakan pada tanggal20 Maret 2014. Kegiatan dilakukan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


84

di kelas X Tehnik Komputer dan jaringan 3. pelaksanaan kegiatan 1111

dihadiri oleh 41 orang siswa, kegiatan berlangsung selam 60 menit.

Supervisi terhadap guru atau kader kesehatan dalam melakukan


pendidikan kesehatan terhadap siswa dikelas. Supervisi terhadap guru
dalam penerapan modul 1 dilakukan pada tanggal 10 April 2014.
Kegaiatan dilaksanakan di ruang kelas X TKJ 1. Kegiatan ini diikuti oleh
42 orang siswa kelas X TKJI. Sebanyak 10 orang siswa diminta untuk
melakukan penilaian terhadap kinerja guru atau kader kesehatan dalam
menyampaikan pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa dan
kepribadian remaja.

Supervisi terhadap guru atau kader kesehatan dalam melakukan


pendidikan kesehatan pada modul 2 tentang menilai diri dan mengelola
stres dilaksanakan pada tanggal, 4 April 2014. Kegaiatan ini dilaksanakan
di ruang kelas X MM3. Kegiatan ini diikuti oleh 39 siswa kelas X MM3.
Sebanyak 10 orang siswa diminta untuk melakukan penilaian terhadap
kinerja guru atau kader kesehatan dalam menyampaikan pendidikan
kesehatan tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja.

Supervisi terhadap guru atau kader kesehatan dalam melakukan


pendidikan kesehatan pada modul 4 tentang meningkatkan tanggung jawab
dan kepercayaan diri remaja, kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal, 21
April 2014. Kegaiatan ini dilaksanakan di ruang kelas X RPL. Kegiatan
diikuti oleh 41 orang siswa kelas X RPL. Sebanyak 10 orang s1swa
diminta untuk melakukan penilaian terhadap kinerja guru atau kader
kesehatan dalam menyampaikan pendidikan kesehatan tentang kesehatan
jiwa dan kepribadian remaja. Kegiatan ini melibatkan puskesmas untuk
mel~_kukan supervisi.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


85

Kegiatan supervisi ini melibatkan guru BK sebagi kader kesehatan. Peer


educator "PENA'' dibagi kedalam 4 kolompok, masing-masing kelompok
terdiri dari 4-5 orang, masing-masing kelompok melakukan pendidikan
kesehatan kepada ternan sebaya didalam kelas.

Melakukan koordinasi dengan PJ programa PKPR Puskesmas Cimanggis,


kegiatan ini dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan yaitu pada tanggal 30
April 2014, 8 dan 15 Mei 2014. Pada pertemuan ini dibahas mengenai
program tahunan yang mungkin bisa dilakukan Puskesmas Cimanggis
untuk mengoptimalkan pengelolaan pelayanan keperawatan pada agregat
remaja terutama disekolah.

Koordinasi dengan Badan Narkotika Kota Depok dilaksanakan pada


tanggal 15 Mei 2014. Pada pertemuan ini dibahas tentang upaya
pembinaan lebih lanjut pencegahan penyalahgunaan narkoba pada siswa
disekolah, serta upaya deteksi dini penyalahgunaan narkoba pada siswa.
Pada pertemuan ini juga dibahas kegiatan yang bisa dilakukan untuk
sekolah yaitu pelatihan peer educator "PENA'' yang akan diselenggarakan
oleh BNN Kota Depok pada pertengahan tahun anggaran 2014.

Hasil Evaluasi: Hasil evaluasi yang dicapai dalam mengatasi masalah


manajemen pelayanan keperawatan komunitas kedua adalah: tersusunnya
alur komunikasi program pencegahan penyalahgunaan narkoba pada siswa
di SMK TB (alur komunikasi terlampir). Alur komunikasi ini merupakan
rujukan yang bisa digunakan oleh sekolah dalam rangka melakukan upaya
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah.

Terlaksananya kegiatan supervisi terhadap peer educator "PENA'' dalam


melakukan pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa dan kepribadian
remaja. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 3 Januari 2014. Kegiatan
dilakukan di kelas X Multi Media 1, pelaksanaan kegiatan ini dihadiri oleh

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
86

39 orang siswa, kegiatan berlangsung selam 60 menit. Hasil evaluasi


supervisi pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa dan kepribadian
remaja menunjukan bahwa, nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang
peserta sebesar 21 ,6, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 27. Basil
evaluasi bersama peer educator disampaikan bahwa mereka masih merasa
tegang, penguasaan materi dirasa belum maksimal, dan masih harus
banyak latihan.

Supervisi terhadap peer educator "PENA'' dalam melakukan pendidikan


kesehatan tentang menilai diri dan mengelola stress, dilakukan pada
tanggal20 Februari 2014. Kegiatan dilakukan di kelas X Tehnik Komputer
dan Jaringan 2, pelaksanaan kegiatan ini dihadiri oleh 40 orang siswa,
kegiatan berlangsung selam 60 menit. Basil evaluasi supervisi pendidikan
kesehatan tentang menilai diri dan mengelola stress menunjukan bahwa,
nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang peserta sebesar 21, sedangkan
hasil penilaian residen sebesar 25. Hasil evaluasi bersama peer educator
disampaikan bahwa jumlah peserta banyak sehingga sulit mengendalikan
peserta, perasaan masih tegang kurang bisa tenang, merasa gugup saat
menyampaikan materi.

Basil superv1s1 tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh,


dilaksanakan pada tanggal 20 Maret 2014. Kegiatan dilakukan di kelas X
Tehnik Komputer dan jaringan 3, pelaksanaan kegiatan ini dihadiri oleh 41
orang siswa, kegiatan berlangsung selam 60 menit. Hasil evaluasi
supervisi pendidikan kesehatan tentang narkoba dan pengaruhnya pada
tubuh menunjukan bahwa, nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang
peserta sebesar 22,4, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 28. Basil
evaluasi bersama peer educator disampaikan bahwa peserta terlalu banyak
sehingga masih agak kesulitan menguasai peserta, penguasaan materi
belum maksimal sehingga ketika ada ternan yang bertanya belum bisa
dijawab secara maksimal.

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
87

Terlaksananya kegiatan supervisi terhadap guru atau kader kesehatan


dalam penerapan modul 1,2 dan 4. Hasil evaluasi supervisi penerapan
modul 1, nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang peserta sebesar 23,9,
sedangkan hasil penilaian residen sebesar 29. Hasil evaluasi supervisi
penerapan modul 2, nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang peserta
sebesar 24,4, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 28. Basil evaluasi
supervisi perterapan modul 4, nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang
peserta sebesar 24,1, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 29. Guru
sudah mampu berkomunikasi dengan baik dalam menyampaikan materi,
kemampuan guru dalam mengelola kelas masih belum maksimal. Basil
penilaian terhadap 3 orang kader kesehatan didapatkan bahwa 1 orang
kader masih belum percaya diri dalam memberikan pendidikan kesehatan
terhadap siswa, hal ini karena guru tersebut belum pernah memiliki
pengalaman mengajar didalam kelas. Suasana ruangan yang panas
menyebabkan peserta kurang nyaman sehingga agak sulit mengendalikan
peserta.

Hasil evaluasi kegiatan koordinasi dengan PJ program PKPR Puskesmas


Cimanggis disepakati bahwa, akan ada upaya pembinaan lebih lanjut
terhadap peer educator "PENA'' secara berkala. Upaya ini akan
diselenggrakan dengan pengalokasian dana BOK untuk kegiatan program
PKPR.

Rencana Tindak Lanjut: Kegiatan pengarahan dalam fungsi manajemen


baik supervisi maupun kumunikasi, dalam upaya pencegahan
penyalahgunaan narkoba pada siswa, yang dilakukan oleh kader kesehatan
maupun oleh peer educator disekolah, perlu ditindak lanjuti oleh Dinas
Ksehatan Kota Depok melalui peskesmas Cimanggis untuk melakukan
pembinaan secara berkelanjutan upay". pencegahan penyalahgunaan
narkoba pada siswa. Sekolah harus melakukan kaderisasi peer educator,
sehingga upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
88

sisYva bisa berkelanjutan. Guru harus tetap memberikan dukungan terhadap


peer educator 'PENA"' jika ada permasalahan yang dihadapi.

4.2 Pengelolaan Asuhan Keperawatan Komunitas


Pengkajian asuhan keperawatan komunitas pada agreggate remaJa terkait
upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah
SMK TB menggunakan pendekatan model Community As Partner (CAP),
Helath Promotion Model (HPM), Comprehensive School Health Model
(CSHM). Integrasi dari ketiga model tersebut menghasilkan beberapa variabel
yang menjadi dasar proses pengkajian.

Model Community As Partner berfokus pada perawatan kesehatan


masyarakat dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kesehatannya. Fokus pengkajian
pada model ini dilakukan pada dua komponen utama yaitu core dan
subsistem dari masyarakat. Fokus pengkajian pada core meliputi
pengetahuan, sikap dan perilaku siswa. Selain itu ditambah dengan
pengkajian demografi, nilai dan kepercayaan. Sedangkan pada subsistem
fokus pangkajian dilakukan terhadap lingkungan, pelayanan kesehatan dan
sosial, komunikasi, pendidikan, fisik, politik dan pemerintahan, ekonomi, dan
rekreasi.

Variabel-variabel dari model Health Promotion Model yang digunakan


adalah faktor personal, faktor persepsi, pengaruh interpersonal, dan pengaruh
situasi (Pander, Murdaugh, & Parsons, 2002). Faktor personal terdiri dari
usia, jenis kelamin, suku dan beban psikologis. Faktor persepsi persepsi
manfaat (perceived benefits), persepsi hambatan (perceived barriers), dan
persepsi kepercayaan diri (perceived self-efficacy). Faktor ketiga adalah
Pengarul--_ interpersonal seperti hubungan dengan keluarga, peeratau models,
dan layanan kesehatan. Faktor terakhir yaitu pengaruh situasi bagaimana
pengaruh media dan lingkungan sekolah.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


89

Comprehensive School Heal!h Model, menurut Paul J. Veugelers dan


Margaret (20 10), terdapat em pat pilar yang saling berhubungan dan
memberikan pondasi yang kuat dalam model ini, ketika keempat pilar ini
dilakukan secara harmonis, maka siswa akan didukung untuk menyadari
potensi mereka sebagai pelajar yang sehat dan menjadi anggota masyarakat
sekolah yang produktif. Adapun keempat pilar tersebut adalah: Pilar pertama
adalah lingkungan sosial dan fisik (bangunan sekolah, peralatan di dalam dan
disekitar sekolah, sanitasi, kebersihan udara, dan ruang bermain. Pilar kedua
pengajaran dan pembelajaran (sumber daya, kegiatan intra dan extra
kurikuler),. Pilar ketiga kebijakan sekolah yang sehat (pengambilan kebijakan
sekolah, peraturan sekolah, prosedur dan kebijakan terkait kesehatan), dan
pilar keempat yaitu kemitraan dan jasa (hubungan antara sekolah dan orang
tua siswa, hubungan kerja pendukung di sekolah (staf dan siswa), antara
sekolah, dan antar sekolah dan lainnya organisasi masyarakat, kesehatan,
pendidikan dan sektor lainnya bekerja sama untuk memajukan kesehatan
sekolah.

4.2.1 Pengumpulan Data


Tehnik pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara, winsheld
survey, literature review, dan angket/kuesioner yang diberikan kepada
siswa dengan pendekatan cross sectional. Beberapa metode ini digunakan
dengan tujuan agar didapatkan data yang mampu menggambarkan kondisi
sesungguhnya.

lnstrumen berupa angket yang akan digunakan telah dilah dilakukan uji
keabsahan instrumen. Uji ini dilakukan untuk menilai validitas dan
reliabilitas instrumen yang akan digunakan. Uji validitas dilakukan untuk
mengetahui ketepatan alat ukur dalam mengukur suatu variehel, sedangkan
uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistenasi item-item dalam
angket. Uji metode instrumen juga dilakukan dengan metode uji isi/konten

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


90

dengan cara mengujicobakan angket kepada 20 siswa. Uji ini dilakukan


untuk menilai kesulitan siswa dalam mengisi angket. Hasil revisi kesulitan
yang dialami siswa saat mengisi angket kemudian dikonsulkan kepada
dosen pembimbing agar dapat diberikan masukan perbaikan angket.

Alat pengumpulan data lain yang digunakan adalah pedoman wawancara.


Pedoman wawancara dibuat berdasarkan tujuan yang ingin dicapai,
pertanyaan disusun berdasarkan teori sesuai dengan.frame work yang telah
dibuat, dan relevan dengan masalah yang digali dalam pengkajian ini.
Pedoman wawancara disusun menjadi sejumlah pertanyaan, sehingga
memberikan kemudahan pada mahasiswa untuk mengarahkan pertanyaan
dalam rangka mendapatkan informasi. Instrumen lain yang digunakan
dalam pengkajian ini adalah pedoman observasi yang disusun sesuai
dengan kisi-kisi instrumen yang telah disusun.

Penganmbilan data dalm proses pengkajian ini menggunakan tehnik


sampling, pengambilan sampel menggunakan probability sampling dengan
simple random sampling. Menurut Dharma (20 11) simple random
sampling merupakan metode pengambilan sampel secara acak sederhana
dengan asumsi bahwa karakteristik tertentu yang dimiliki oleh populasi
tidak dipertimbangkan dalam penelitian. Pada penarikan simple random
sampling peneliti membuat sampling frame, membuat tabel nama dari
sampel yang nantinya akan dipilih (Polit & Beck, 2012).

Pengambilan sampel pada penelitian di SMK TB dilakukan melalui


beberapa tahapan, yaitu: residen menentukan tempat pengkajian yaitu di
siswa SMK TB, residen membuat daftar unit populasi di siswa SMK TB
yang teridiri dari 23 kelas, pengambilan sampel pada tiap kelas dilakukan
secara proporsional dengan cara menghitung sampel yang ditetapkan pada
tiap kelas, dan pengambilan sampel pada tiap kelas dilakukan secara

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


91

simple random sampling. Adapun besaran sampel yang digunakan adalah


sebanyak 274 siswa.

4.2.2 Analisa Asuhan Keperawatan Komunitas


Sumber data yang digunakan untuk melakukan analisis permasalahan
dalam praktik ini adalah; 1) Data primer, data ini didapatkan secara
langsung dilapangan dengan menggunakan alat bantu kuestioner yang
telah disiapkan. Data dikumpulkan secara langsung dari siswa kelas 1,2
dan 3 SMK TB Kota Depok. 2) Data Sekunder, merupakan data yang
didapatkan secara tidak langsung, data ini diperoleh dari SMK TB,
Puskesmas Kecamatan Cimanggis, dan Dinas Kesehatan Kota Depok.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah diperoleh data


fasilitas kesehatan di SMK TB masih belum ada. Keterbatasan ruangan
menyebabkan tidak adanya ruang khusus UKS dan pelayanan kesehatan di
sekolah. Struktur organisasi dan program UKS belum ada. Selain itu di
SMK TB belum adanya kegiatan PMR sebagai kegiatan ekstra kurikuler
diskolah, dan belum adanya kader kesehatan siswa disekolah. Selain itu
belum ada panduan atau pedoman pencegahan dan penatalaksanaan
masalah kesehatan remaja di sekolah. Hal ini karena beluam adanya
sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dibidang kesehatan,
sehingga kondisi tersebut berdampak terhadap kurangnya pelayanan
kesehatan yang diberikan terhadap siswa.

Basil wawancara dengan kepala sekolah dan guru dilaporkan kegiatan


ekstrakurikuler sekolah cukup aktif dilaksanakan. Beberapa kegiatan
seperti olah raga bela diri, seni tari, paskibra dan paduan suara terjadwal
setiap minggunya, amun masih sedikit siswa yang mengikuti kegiatan
ekstra kurikuler tersebut, karena kegiatw1 ini tidak diwajibkan oleh
sekolah. Kegiatan lain yang dilaksanakan SMK TB yaitu kegiatan
keagamaan yang rutin dilaksanakan setiap hari jum'at, kegiatan tersebut

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
92

berupa pembacaan ayat Al-Qur· an setiap pagi sebelum memulai belajar.


Ape! pagi yang dilaksanakan setiap hari senm sebelum kegiatan
pembelajaran, dalam kegiatan ape! tersebut senng dimanfaatkan oleh
sekolah untuk menyampaikan informasi penting terkait dengan proses
belajar mengajar.

Hasil wawancara dengan kepala sekolah juga didapatkan data belum


adanya program UKS di sekolah, serta program mengenai kesehatan
sekolah, misalnya tentang pencegahan penyalahgunaan narkoba, belum
adanya pendidikan kesehatan tentang narkoba dari puskesmas setempat.
Pernah ada pelatihan peer consellor yang dilakukan terhadap 10 orang
siswa oleh Dinas Kesehatan Kota Depok pada tahun 2012 namun tidak
pernah ada tindak lanjut pelaksanaan program tersebut.

Kepala sekolah JUga menyampaikan bahwa pengalokasian dana


pembangunan sekolah terfokus pada pembangunan ruang kelas saja. Hal
ini karena pembangunan ruangan kelas masih menjadi perioritas
pembangunan. Masing-masing siswa sudah memiliki jaminan kesehatan
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit berupa pelayanan
berobat jalan. Bila ada siswa yang sakit atau mengalami cidera saat
disekolah ditangani oleh guru yang ada disekolah. apabila membutuhkan
penanganan lebih lanjut dirujuk ke rumah sakit. Selama ini program
layanan kesehatan sekolah dengan menyediakan obat yang bersifat
simtomatik di ruangan tata usaha.

Hasil wawancara dengan guru BK didaptkan bahwa ketidakhadiran siswa


pada tahun ajaran 2012-2013 antara 1, 77% sampai dengan 6,1 %, dengan
alasan ketidak hadiran karena sakit, ijin, dan tanpa keterangan. Beberapa
anak :·ang bermasalah (merokok, bolos sekolah, disiplin lainnya)
umumnya mereka memiliki masalah di dalam keluarganya, dan kurangnya
perhatian keluarga. Guru BK mengatakan masih jarang siswa yang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


93

berkonsultasi atas kemauan sendiri, biasanya mereka yang bermasalah saja


yang dipanggil oleh guru, kemudian dikonsultasikan kebagian BK.

Hasil wawancara dengan siswa diperoleh data umurnnya kenakalan yang


sering dialakukan adalah bolos sekolah, terlambat, nongkrong tanpa tujuan
sepulang sekolah dan rnerokok. Beberapa siswa rnengatakan lebih suka
kumpul dan bercerita atau curhat tentailg masalah seputar rernaja kepada
ternan mereka, karena rnerasa lebih nyarnan dan ternan dianggap lebih bisa
rnenjaga rahasia. Menurut siswa bahwa peraturan disekolah ini cukup
tegas, selalu ada sanksi yang diberikan pada siswa jika rnereka rnelanggar.
Peraturan-peraturan atau tata tertib yang harus rnereka patuhi telah
disosialisasikan saat rnereka pertarna rnasuk sekolah. Peraturan tersebut
diternpel dirnasing-rnasing ruang kelas. Menurut siswa ada ternan rnereka
yang merniliki kebiasan rnerokok, dan pernah rnencoba rnmuman
beralkohol, tapi hal tersebut dilakukan diluar sekolah.

Hasil pengkajian dengan rnenggunakan angket yang dilakukan di SMK TB


Depok menunjukan bahwa dalarn 3 bulan terakhir 29,6% siswa rnerniliki
kebiasan nongkrong tanpa tujuan, 15,6% siswa rnengalami rasa tidak
percaya diri, 21,3% Siswa rnerasa stress, 24,9% siswa sering pulang larut
rnalam, 26,9% siswa merniliki rnasalah sikap emosional yang berlebihan,
16,6% siswa pernah berbohong, 11% siswa rnengurung diri dirumah,
55,8% siswa mengalarni perubahan pola tidur dan 33,9% siswa rnengalarni
penurunan prestasi belajar disekolah. Selain itu didapatkan data 17 orang
siswa atau 5,6% siswa rnerniliki ternan yang menggunakan narkoba, 1,3%
siswa memiliki anggota keluarga yang menggunakan Narkoba14,3% siswa
menjawab pernah melihat orang lain menggunakan narkoba dilingkungan
tempat tinggalnya.

Berdasarkan hasil tes urine yang dilakukan terhadap 50 orang siswa yang
dilakukan oleh residen, beket:ia sama dengan Badan Narkotika Kota

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


94

Depok. Hasil pemeriksaan tidak ditemukan s1swa yang positif


menggunakan narkoba, namun diperlukan pembinaan berkelanjutan dalam
upaya pencegaban penyalabgunaan narkoba oleh siswa. Sedangkan
be.rdasarkan data basil pengkajian pre test diperoleb data rata-rata nilai
pengetahuan siswa tentang narkoba adalab 17,01 sikap 34,21 dan perilaku
34,57.

Kurangnya dukungan Risiko perilaku Gangguan


keluarga dalam --. penyalahgunaan narkoba pada ----+ proses
pencegahan risiko - siswa SMK TB belajar
penyalahgunaan narkoba mengaJar
pada remaja siswa
SMKTB
Kurangnya dukungan Ketidak efektifan perilaku
sekolah dalam pencegahan risiko
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada
penyalahgunaan narkoba siswa SMK TB

Pengaruh
negatif ternan 1-
Ketidak efektifan koping
sebaya
~ remaja terhadap risiko
penyalahgunaan narkoba pada
siswa SMK TB

Gambar 4.2 WOC Asuban Keperawatan Komunitas Pencegahan Risiko


Penyalabgunaan Narkoba

4.2.3 Masalah Keperawatan Komunitas


Berdasarkan pobon masalab asuban keperawatan komunitas dari basil
pengkajian dirumuskan masalab keperawatan komunitas. Berikut ini
adalah diagnosa keperawatan komunitas yang telah dibuat prioritas
berdasarkan 6 komponen (Stanhope & Lancaster, 2004), meliputi:
1. Ketidakefektifan perilaku pencegaban risiko penyalabgunaan narkoba
pada siswa di SMK TB.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


95

2. Risiko perilaku penyalahgunaan narkoba pada siswa SMK TB.


3. Ketidakefektifan koping remaja terhadap risiko penyalahgunaan
narkoba pada siswa di SMK TB.

4.2.4 Rencana Asuhan Keperawatan Komunitas


Diagnosa Keperawatan Pertama: Ketidakefektifan perilaku pencegahan
risiko penyalahgunaan narkoba pada siswa di SMK TB. Tujuan Umum:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan se1ama 6 bulan perilaku
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada siswa di SMK TB
rnenjadi efektif.

Tujuan Khusus: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 6 bula


diharapkan: 1) Terdapat peningkatan pengetahuan siswa tentang kesehatan
jiwa dan keperibadian rernaja; 2) Siswa rnarnpu rnelakukan latihan
rnengukur derajat kesehatan jiwa; 3) Terdapat peningkatan pengetahuan
siswa tentang penilaian diri yang positif; 4) Siswa rnarnpu rnelakukan
latihan keterarnpilan rnernbangun penilaian diri rernaja; 5) Terdapat
peningkatan pengetahuan siswa tentang rnengelola stres pada rernaja; 6)
Siswa rnarnpu rnelakukan keterarnpilan tentang rnengukur ketahanan
terhadap stress dan cara rnengelola stress; 7) Terdapat peningkatan
pengetahuan siswa tentang tanggung jawab remaja; 8) Siswa rnarnpu
rnelakukan latihan rnenilai tanggung jawab rernaja dan latihan
rneningkatkan tanggung jawab rernaja; 9) Terdapat peningkatan
pengetahuan siswa tentang rneningkatkan kepercayaan diri rernaja; I 0)
Siswa rnarnpu rnelakukan 1atihan keterarnpilan menolak secara asertif
ajakan negatif ternan sebaya.

Rencana Intervensi Keperawatan: 1) Pendidikan kesehatan tentang


kesehatan jiwa dan kepribadian rernaja; 2) Berikan latihan keterarnpilan
rnengukur derajat kesehatan jiwa rernaja; 3) Pendidikan kesehatan tentang
penilaian diri yang positif; 4) Lakukan latihan keterarnpilan rnernbangun

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


96

penilaian diri rema.Ja: 5) Pendiclikan kesehatan tentang mengelola stres


pada remaja; 6) Lakukan latihan keterampilan tentang mengukur
ketahanan terhadap stress dan cara mengelola stress; 7) Pendidikan
kesehatan tentang tanggung jawab remaja; 8) Lakukan latihan menilai
tanggung jawab remaja dan latihan meningkatkan tanggung jawab remaja;
9) Pendidikan kesehatan tentang meningkatkan kepercayaan diri remaja;
10) Lakukan latihan keterampilan menolak secara asertif ajakan negatif
ternan sebaya.

Pembenaran: Perilaku pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja


dapat dicegah dengan pengendalian risiko yang tepat. Upaya pencegahan
khususnya bagi remaja dapat dilakukan dengan merubah perilaku remaja,
mengembangkan aktifitas alternatif yang diminati oleh remaja dan
bimbingan dalam antisipasi masalah (Allender & Spradley,2005;
Stanhope, 2004; Steinberg, 2002).

Selain itu terdapat beberapa upaya pengendalian yang dapat dilakukan


dalam rangka mencegah risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja
diantaranya: 1) kesehatan mental yang positif termasuk didalamnya
kemampuan mengurangi kecemasan atau stres dan perilaku asertif dalam
menolak ajakan atau tekanan dari kelompok sebaya untuk
menyalahgunakan narkoba; 2) prestasi akademik, meliputi motivasi belajar
dan prestasi remaja; 3) keluarga, melalui pola komunikasi yang efektif; 4)
kegiatan remaja yang positif; termasuk kemampuan memanfaatkan waktu
luang serta keikutsertaan dalam kegiatan yang positif (Steinberg, 2002;
Tarwoto, 2010).

Pelaksanaan: Pendidikan tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja,


dan latil-_an keterampilan mengukur derajat kesehatan jiwa remaja.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh guru sebagai kader kesehatan yang telah
dilatih. Kegiatan dilaksanakan dikelas X Tehnik Komputer dan Jaringan I

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
97

(X TKJ I) pad a tanggal 1 April 2014. kegiatan ini diikuti oleh 42 orang
siswa. Kelas X Multi Media 3 (X MM 3) pada tanggal 3 April 2014,
kegiatan diikuti oleh 39 siswa, dan kelas X Rekayasa Perangkat Lunak (X
RPL) pada tanggal 2 April 2014, kegiatan diikuti oleh 41 siswa. Kegiatan
pada masing-masing kelas dilakukan sebanyak 1 kali pertemuan, dengan
waktu pertemuan selama 60 menit. Metode pembelajaran menggunkan
tehnik, diskusi, tanya jawab, role play, dan latihan.

Kegiatan pendidikan kesehatan tentang menilai diri dan mengelola stres


pada remaja dan latihan keterampilan membangun penilaian diri remaja,
latihan keterampilan mengukur ketahanan terhadap stress dan latihan cara
mengelola stres. Kegiatan ini dilaksanakan oleh guru sebagai kader
kesehatan. Kegiatan dilaksanakan dikelas X TKJ I pada tanggal 2 dan 8
April 2014, kegiatan ini diikuti oleh 42 orang siswa. Kelas X MM 3
dilaksanakan pada tanggal, 4 dan 10 April 2014, kegiatan diikuti oleh 39
siswa, dan kelas X RPL dilaksanakan pada tanggal tanggal 7 dan 9 April
2014, kegiatan diikuti oleh 41 siswa. Kegiatan pada masing-masing kelas
dilakukan sebanyak dua kali pertemuan, dengan waktu pertemuan selama
60 menit. Metode pembelajaran menggunkan tehnik, diskusi, tanya jawab,
role play, dan latihan.

Pendidikan kesehatan tentang meningkatkan tanggung jawab dan


kepercayaan diri remaja dan latihan menilai tanggung jawab remaja,
latihan meningkatkan tanggung jawab remaja dan latihan keterampilan
menolak secara asertif ajakan negatif ternan sebaya. Kegiatan ini
dilaksanakan oleh guru sebagai kader kesehatan yang telah dilatih.
Kegiatan dilaksanakan dike las X TKJ I pada tanggal 16 dan 22 April 2014,
diikuti oleh 42 siswa. Kelas X MM 3 dilaksanakan pada tanggal 18 dan 24
April 2014, kegiatan diikuti oleh 39 siswa, dan kelas X RPL dilaksanakan
pada tanggal 21 dan 23 April 2014, diikuti oleh 41 siswa. Kegiatan pada
masing-masing kelas dilakukan sebanyak dua kali pertemuan, dengan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


98

waktu pertemuan selama 60 menit. Metode pembelajaran menggunkan


tehnik, diskusi, tanyajawab, role play, dan latihan.

Hasil Evaluasi: Terlaksananya kegiatan pendidikan kesehatan tenta11g


kesehatan jiwa dan kepribadian remaja, dan latihan keterampilan
mengukur derajat kesehatan jiwa remaja. Kegiatan ini diikuti oleh 120
orang siswa yang terdiri dari siwa kelas X TKJl 42 orang, siswa kelas X
MM3 sebanyak 39 orang, dan kelas X RPL sebanyak 41 orang.

Hasil pendidikan kesehatan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan


setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 16,04 dan nilai
rata-rata postest 18, 14. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest
dengan nilai pastest sebesar 2,1, sehingga terdapat peningkatan
pengetahuan sebesar 10.5%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji
signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-va/ue 2-tailed sebesar 0,000
dengan a = 0,05. siswa yang ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias
mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga sangat antusias
dalam melakukan latihan cara mengukur kesehatan jiwa pada remaja
dengan menggunakan format yang tersedia dalam modul.

Pendidikan kesehatan tentang menilai diri dan mengelola stres pada


remaja, dan latihan keterampilan membangun penilaian diri remaja, latihan
keterampilan mengukur ketahanan terhadap stress dan latihan cara
mengelola stres. Kegiatan ini diikuti oleh 120 orang siswa yang terdiri dari
siwa kelas X TKJl 42 orang, siswa kelas X MM3 sebanyak 39 orang, dan
kelas X RPL sebanyak 41 orang. Pedidkan kesehatan ini dilakukan oleh
kader kesehatan atau guru yang telah dilatih untuk menyampaikan materi
tersebut. Kegiatan ini dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan, masing-
masing pertemuan dilaksanakan selama 60 menit.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


99

Hasil pendidikan kesehatan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan


setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 16,81 dan nilai
rata-rata postest 17,93. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest
dengan nilai postest sebesar 1,2, sehingga terdapat peningkatan
pengetahuan sebesar 5,6%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji
signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-value 2-tailed sebesar 0.000
dengan a = 0,05. siswa yang ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias
mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga sangat antusias
dalam melakukan latihan keterampilan membangun penilaian diri remaja,
latihan keterampilan mengukur ketahanan terhadap stress dan latihan cara
mengelola stres.

Kegiatan pendidikan kesehatan tentang meningkatkan tanggung j awab dan


kepercayaan diri remaja, latihan menilai tanggung jawab remaja, latihan
meningkatkan tanggung jawab remaja dan latihan keterampilan menolak
secara asertif ajakan negatif ternan sebaya. Kegiatan ini diikuti oleh 120
orang siswa yang terdiri dari siwa kelas X TKJl 42 orang, siswa kelas X
MM3 sebanyak 39 orang, dan kelas X RPL sebanyak 41 orang. Pedidkan
kesehatan ini dilakukan oleh kader kesehatan atau guru yang telah dilatih
untuk menyampaikan materi tersebut. Kegiatan ini dilaksanakan sebanyak
2 kali pertemuan, masing-masing pertemuan dilaksanakan selama 60
menit.

Hasil pendidikan kesehatan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan


setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 16,52 dan nilai
rata-rata postest 18,69. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest
dengan nilai postest sebesar 2,17, sehingga terdapat peningkatan
pengetahuan sebesar 10,85%. Hal terse but dibuktikan dari hasil uji
signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-l'.Jlue 2-tailed sebesar 0,000
dengan a = 0,05. siswa yang ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias
mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga sangat antusias

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


100

dalam melakukan latihan menilai tanggung jawab rema.Ja. latihan


meningkatkan tanggung jawab remaja dan melakukan demonstrasi cara
menolak secm·a ase11if ajakan negatif teman sebaya.

Hasil evaluasi akhir yang dilakukan terhadap 274 orang siswa tentang
upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pacta remaja di SMK
TB, melalui strategi intervensi DARE menunjukan bahwa, terjadi
peningkatan pengetahuan yang signifikan setelah dilakukan intervensi
dengan rata-rata nilai pretest 17,01 dan nilai rata-rata postest 19,09. Selisih
atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar
2,08, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 10,4%. Hal
tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon
didapatkanp-va/ue 2-tailed sebesar 0,000 dengan a= 0,05.

Selain itu terjadi peningkatan sikap yang signifikan setelah dilakukan


intervensi dengan rata-rata nilai pretest 34,21 dan nilai rata-rata postest
37,28. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai
postest sebesar 3,07, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar
7,6%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji
Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,000 dengan a = 0,05.
Terjadi peningkatan perilaku yang signifikan setelah dilakukan intervensi
dengan rata-rata nilai pretest 34,56 dan nilai rata-rata postest 36,21. Selisih
atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar
1,65, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 4,25%. Hal
tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon
didapatkanp-value 2-tailed sebesar 0,000 dengan a= 0,05.

Rencana Tindak Lanjut: Upaya yang akan dilakukan adalah melakukan


pendidikan kpsehatan terhadap siswa kelas XI dan XII, kegiatan ini akan
dilaksanakan pada semester ganjil dimana aktifitas pembelaajaran siswa

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


101

masih banyak di dalam lingkungan sekolah atau tidak sedang dalam


kegiatan praktik lapangan dan persiapan menghadapi ujian nasional.

Diagnosa Keperawatan Kedua: Risiko perilaku penyalahgunaan narkoba


pada siswa SMK TB. Tujuan Umum: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 6 bulan penyalahgunaan narkoba pada siswa SMK TB
tidak terjadi

Tujuan Khusus: 1) Terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampin


siswa dalam pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba; 2) Terlaksananya
kegiatan kampanye bahaya narkoba; 3) Terlaksanya deteksi dini risko
penyalahgunaan narkoba pada siswa; 4) Terlaksananya Iomba pembuatan
media penyuluhan kesehatan; 5) Siswa mampu melakukan latihan tehnik
asertif menolak ajakan negatif ternan sebaya.

Rencana Tindakan Keperawatan: 1) Pendidikan kesehatan langsung


tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh; 2) Kampanye bahaya
narkoba melalui poster, penyebaran leaflet, dan movie maker; 3) Deteksi
dini resiko penyalahgunaan narkoba; 4) Lomba membuat movie maker
tentang bahaya narkoba; 5) Latihan asertip menolak tekanan negatif dari
ternan sebaya

Pembenaran: Upaya pencegahan primer untuk masalah penyalahgunaan


NAPZA dilakukan dengan dua pendekatan yaitu: promosi gaya hidup
sehat dan peningkatan ketahanan serta pendidikan tentang NAPZA.
Perawat idealnya harus siap untuk melakukan upaya promosi kesehatan
seperti mempromosikan dan memfasilitasi altematif perilaku hidup sehat,
serta pendidikan tentang NAPZA untuk mengurangi bahaya dari
penggunaan narkoba yang tidak bertanggung jawab atau tidak aman
(Stanhope & Lancaster, 2004).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


102

Pelaksanaan: Pendidikan kesehatan tentang bahaya narkoba. Kegiatan ini


dilaksanakan oleh residen bersama kader kesehatan dan peer educator
"PENA''. Kegiatan dilaksanakan dikelas X TKJ I pada tanggal 10 dan 15
April 2014, diikuti oleh 42 siswa. Kelas X MM 3 dilaksanakan pada
tanggal 11 dan 17 April 2014, kegiatan diikuti oleh 39 siswa, dan kelas X
RPL dilaksanakan pada tanggal 14 dan 16 April 2014, diikuti oleh 41
siswa. Kegiatan pada masing-masing kelas dilakukan sebanyak dua kali
pertemuan, dengan waktu pertemuan selama 60 menit. Metode
pembelajaran menggunkan tehnik, diskusi, tanya jawab, role play, dan
latihan.

Melakukan kampanye bahaya narkoba yang dilakukan dengan


pemasangan poster sebanyak 20 buah, poster dipasang disetiap ruang
belajar, ruang BK dan ruang UKS. Poster yang dipasang merupakan poster
dari BNN Kota Depok. Pemasangan poster ditiap-tiap kelas melibatkan
peer educator "PENA''.

Melakukan deteksi dini risko penyalahgunaan narkoba yang dilakukan


terhadap 120 orang siswa. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 3 Mei
2014. Deteksi dini dilakukan dengan menggunakan format yang telah
dibuat. Kegiatan ini melibatkan kader kesehatan dan peer educator
"PENA".

Melakukan Iomba pembuatan media penyuluhan kesehatan dalam bentuk


pembuatan movie maker. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 1-5 Mei
2014. Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan 3 kelas. Masing-masing kelas
diwakili satu kelompok yang terdiri dati 5-6 siswa. Matei yang
dilombakan adalah bahaya narkoba pada tubuh. lsi materi dalam movie
maker ditentukan oleh residen, sedangkan kreativitas dari movie maker
diserahkan kepada masing-masing peserta.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


103

Hasil Evaluasi: Terlaksananya kegiatan pendidikan kesehatan tentang


meningkatkan bahaya narkoba bagi remaja. Kegiatan ini diikuti oleh 124
orang siswa yang terdiri dari siwa kelas X TKJ 1 42 orang, siswa kelas X
MM3 sebanyak 39 orang, dan kelas X RPL sebanyak 41 orang. Pedidkan
kesehatan ini dilakukan oleh residen. Kegiatan ini dilaksanakan sebanyak
2 kali pertemuan, masing-masing pertemuan dilaksanakan selama 60
menit.

Hasil pendidikan kesehatan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan


setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 15,60 dan nilai
rata-rata postest 18,17. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest
dengan nilai postest sebesar 2,5 7, sehingga terdapat peningkatan
pengetahuan sebesar 12,85%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji
signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-va/ue 2-tailed sebesar 0,000
dengan a = 0,05. siswa yang ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias
mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga sangat antusias
dalam melakukan latihan deteksi dini risiko penyalahgunaan narkoba.

Terlaksananya kegiatan kampanye bahaya narkoba, kegiatan dilakukan


dengan pemasangan poster sebanyak 20 buah, poster dipasang disetiap
ruang belajar, ruang BK dan ruang UKS. Kegiatan ini melibatkan peer
educator "PENA'' dalam melakukan pemasangan poster di tiap-tiap ruang
kelas. Siswa yang terlibat sangat antusias mengajak ternan merekauntuk
tidak menggunakan narkoba.
Terlaksanaya kegiatan deteksi dini bahaya narkoba terhadap 124 orang
siswa, kegiatan ini melibatkan kader kesehatan dan peer educator
"PENA''. Hasil deteksi menunjukan 72% siswa tidak beresiko, 24 beresiko
ringan, dan 4% beresiko sedang. Siswa yang berisiko sedang dilakukan
conselling oleh guru BK.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


104

Rencana Tindak Lanjut: Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan


adalah melakukan pendidikan kesehatan tentang bahaya terhadap siswa
kelas XI dan XII, kegiatan ini akan dilaksanakan pad a semester ganj il
dimana aktifitas pembelaajaran siswa masih banyak di dalam lingkungan
sekolah atau tidak sedang dalam kegiatan praktik lapangan dan persiapan
menghadapi ujian nasional. Diperlukan kerjasama dengan puskesmas,
maupun BNN Kota depok untuk melakukan pembinaan secara
berkelanjutan.

4.3 Asuhan Keperawatan Keluarga


Proses asuhan keperawatan terhadap keluarga binaan dilakukan berdasarkan
model Family Centred Nursing, asuhan keperawatan keluarga dilakukan
terhadap 10 keluarga binaan yang memiliki anak remaja yang berisiko
menyalahgunakan narkoba, asuhan keperawatan ini dilakukan kedalam 2
tahap. Asuhan keperawatan keluarga tahap pertama dilakukan pada bulan
Oktober 2013 sampai dengan bulai Januari 2014. Pada tahap ini dilakukan
pembinaan terhadap 5 keluarga. Tahap kedua dilakukan pada bulan Februari
sampai dengan bulan Mei 2014, dan pada tahap ini juga dilakukan pembinaan
terhadap 5 keluarga.

Keluarga yang dibina adalah mereka yang mempunyai anak remaja yang
masih aktif sebagai pelajar SMK TB di Kota. Informasi awal mengenai
keluarga binaan ini diperoleh dari guru BK disekolah, informasi ini kemudian
ditindaklanjuti untuk dilakukan kunjungan rumah dalam rangka melakukan
asuhan keperawatan. Berikut ini akan dipaparkan hasil asuhan keperawatan
yang dilakukan terhadap keluarga Bapak U yang merupakan salah satu
keluarga binaan.

4.3.1 Analisa Situas;


Pengkajian terhadap keluarga Bapak U dilakukan pada hari Kamis tanggal
13 Februari 2014. Berdasarkan basil pengkajian yang dilakukan terhadap

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


103

Hasil Evaluasi: Terlaksananya kegiatan pendidikan kesehatan tentang


meningkatkan bahaya narkoba bagi remaja. Kegiatan ini diikuti oleh 124
orang siswa yang terdiri dari siwa kelas X TKJl 42 orang, siswa kelas X
MM3 sebanyak 39 orang, dan kelas X RPL sebanyak 41 orang. Pedidkan
kesehatan ini dilakukan oleh residen. Kegiatan ini dilaksanakan sebanyak
2 kali pertemuan, masing-masing pertemuan dilaksanakan selama 60
menit.

Basil pendidikan kesehatan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan


setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 15,60 dan nilai
rata-rata post est 18,17. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest
dengan nilai postest sebesar 2,57, sehingga terdapat peningkatan
pengetahuan sebesar 12,85%. Hal tersebut dibuktikan dari basil uji
signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,000
dengan a = 0,05. siswa yang ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias
mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga sangat antusias
dalam melakukan latihan deteksi dini risiko penyalahgunaan narkoba.

Terlaksananya kegiatan kampanye bahaya narkoba, kegiatan dilakukan


dengan pemasangan poster sebanyak 20 buah, poster dipasang disetiap
ruang belajar, ruang BK dan ruang UKS. Kegiatan ini melibatkan peer
educator "PENA'' dalam melakukan pemasangan poster di tiap-tiap ruang
kelas. Siswa yang terlibat sangat antusias mengajak ternan merekauntuk
tidak menggunakan narkoba.
Terlaksanaya kegiatan deteksi dini bahaya narkoba terhadap 124 orang
siswa, kegiatan ini melibatkan kader kesehatan dan peer educator
"PENA". Basil deteksi menunjukan 72% siswa tidak beresiko, 24 beresiko
ringan, dan 4% beresiko sedang. Siswa yang berisiko sedang dilakukan
conselling oleh guru BK.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


104

Rencana Tindak Lanjut: Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan


adalah melakukan pendidikan kesehatan tentang bahaya terhadap siswa
kelas XI dan XII, kegiatan ini akan dilaksanakan pada semester ganjil
dimana aktifitas pembelaajaran siswa masih banyak di dalam lingkungan
sekolah atau tidak sedang dalam kegiatan praktik lapangan dan persiapan
menghadapi ujian nasional. Diperlukan kerjasama dengan puskesmas,
maupun BNN Kota depok untuk melakukan pembinaan secara
berkelanjutan.

4.3 Asuhan Keperawatan Keluarga


Proses asuhan keperawatan terhadap keluarga binaan dilakukan berdasarkan
model Family Centred Nursing, asuhan keperawatan keluarga dilakukan
terhadap 10 keluarga binaan yang memiliki anak remaja yang berisiko
menyalahgunakan narkoba, asuhan keperawatan ini dilakukan kedalam 2
tahap. Asuhan keperawatan keluarga tahap pertama dilakukan pada bulan
Oktober 2013 sampai dengan bulai Januari 2014. Pada tahap ini dilakukan
pembinaan terhadap 5 keluarga. Tahap kedua dilakukan pada bulan Februari
sampai dengan bulan Mei 2014, dan pada tahap ini juga dilakukan pembinaan
terhadap 5 keluarga.

Keluarga yang dibina adalah mereka yang mempunyai anak remaja yang
masih aktif sebagai pelajar SMK TB di Kota. Informasi awal mengenai
keluarga binaan ini diperoleh dari guru BK disekolah, informasi ini kemudian
ditindaklanjuti untuk dilakukan kunjungan rumah dalam rangka melakukan
asuhan keperawatan. Berikut ini akan dipaparkan hasil asuhan keperawatan
yang dilakukan terhadap keluarga Bapak U yang merupakan salah satu
keluarga binaan.

4.3.1 Analisa Situasi


Pengkajian terhadap keluarga Bapak U dilakukan pada hari Kamis tanggal
13 Februari 2014. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan terhadap

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


105

keluarga diperoleh data Bapak U (61 tahun), memiliki 5 orang anak, anak
pertama dan kedua An. B dan An. R sudah menikah dan sudah tidak
tinggal dalam satu rumah. Saat ini Bp. U tinggal bersama istrinya Ibu A
(54 tahun), serta 3 orang anaknya yaitu An. K (25 tahun), An. S (23 tahun)
dan An. I (18 tahun). Keluarga Bp.U merupakan bentuk keluarga inti
dimana mereka tinggal bersama dalam satu rumah.milik sendiri. Bp. U dan
Ibu A berasal dari betawi, bahasa yang digunakan sehari-hari adalah
bahasa Indonesia. Keluarga tidak memiliki kebiasaan budaya yang
bertentangan dengan kesehatan.

Keluarga Bp. U beragama islam, kegiatan yang rutin dilakukan oleh


keluarga adalah sholat lima waktu, Ibu A rutin mengikuti kegiatan
pengajian di mushola setiap hari selasa dan jum'at, sedangkan Bp. U tidak
pernah mengikuti kegiatan rutin pengajian. Ibu A mengatakan An. I jarang
melakukan sholat lima waktu apalagi ikut kegiatan pengajian. Seberapa
aktif keluarga terlibat dalam kegiatan keagamaan, keyakinan beragama
sering mepengaruhi konsepsi keluarga tentang sehat-sakit dan bagaimana
anggota keluarga yang sakit ditangani, peran ritual, nilai dan koping
keluarga dipengaruhi oleh orientasi kegamaan keluarga (Friedman,
Bowden & Jones, 2003).

Saat ini Bp. U sudah tidak bekerja, sumber penghasilan utama keluarga
mengandalkan 2 buah kontrakan yang disewakan kepada orang lain
dengan tarif sewa sebesar Rp. 700.000. Untuk kehidupan sehari-hari
kebutuhan keluarga Bp. U dibantu oleh Ibu A yang bekerja sebagai kuli
cuci baju atau memasak, selain itu dibantu oleh An. K dan An.S yang
sudah bekerja, sedangkan An.I saat ini sekolah di SMK TB Taruna Bhakti
kelas 3. Individu belajar peran untuk berubah (mitra peran mereka)
sementara memanikan peran mereka sendiri, ia mampu memainkan peran
yang berubah saat orang lain dalam situasi tersebut memainkan peran yang
biasa ia mainkan (Turner, 1970 dalam Friedman, Bowden & Jones, 2003).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


106

Keluarga Bp. U tidak memiliki jadwal rutin untuk rekreasi, keluarga lebih
banyak mendapatkan hiburan dari menonton siaran televisi. An. I biasanya
lebih banyak mencari hiburan dengan bermain futsal bersama teman-
temannya.

An. I termasuk kedalam fase middle adolescence dimana An. I memiliki


rentang usia 15 hingga 18 tahun (Monks, 1999, dalam Siregar, 2006).
Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi adalah: pertama
Menyeimbangkan kebebasan yang bertanggung jawab ketika remaja
menjadi dewasa dan mandiri. Bp. U selaku kepala keluarga memberikan
kebebasan kepada An. I untuk bermain keluar rumah asalkan tidak
meninggalkan tugas belajar. An.I sering menghabiskan waktu luang
dengan nongkrong bersama teman-temannya tanpa tujuan yang kurang
jelas. Menurut Ibu A setiap hari anaknya susah bangun pagi dan tidak ada
yang berani membangunkan, karena jika sedang tidur dibangunkan An. I
selalu marah.

Kedua berkomunikasi terbuka antar orang tua dengan anak. Menurut Bpk
U kalau dirinya jarang berbicara dengan An. I karena menurutnya cara
beliau mengajarkan anaknya dengan diam, terkadang Bpk. U suka
menasehati sesekali, namun menurut bapak U An. I termasuk orang yang
keras dan mudah marah. Tugas orang tua pada tahap ini belajar menerima
penolakan tanpa meninggalkan anak, orang tua harus secara progresif
mengubah hubungan dengan anak remaja mereka yaitu dari hubungan
sebelumnya yang bergantung menjadi hubungan yang mandiri (Friedman,
Bowden & Jones, 2003).

An. I sering tidak langsung pulang kerumah saat pulang sekolah biasanya
dia menghabiskan waktu untuk nongkrong dulu dengan temannya di
warung dekat sekolah. Menurut An. I dirinya lebih nyaman bercerita
mengenai masalahnya dengan temannya, karena menganggap temannya

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


107

lebih mengerti akan masalahnya dan tidak memarahinya seperti orang


tuanya. Anak I mengatakan bahwa dirumah dirinya lebih sering
berkomunikasi dengan ibunya karena Bp. U jarang berbicara dengan
dirinya.

Menurut An. I biasanya dia bermain dengan teman-temannya dari sekolah


lain. Menurut An. I tema:n-temannya ada yang sering menggunakan ganja
atau lexotan. An. I sudah merokok sejak kelas 2 SMP saat itu karena
ditawari oleh temannya. Menurut An. I dia sering ditawari oleh temannya
untuk menggunakan ganja tapi ditolaknya, An. I hanya pernah mencoba
minuman beralkohol. Menurut Bp. U dirinya sudah tahu kalau An. I
merokok tapi beliau tidak melarangnya asalkan jangan menggunakan
narkoba. Selama ini Bp. U tidak tahu kalau An. I memiliki teman yang
menggunakan narkoba. Bahaya yang dapat dialami oleh remaja pada tahap
ini adalah kebingungan identitas atau peran. Dimana remaja akan menjadi
lebih aktif dalam mengaktualisasikan diri meskipun melalui cara-cara yang
negatif, selain itu remaja harus mampu menyesuaikan diri dengan
pengaruh teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial dan nilai-nilai
baru yang ada dimasyarakat (Potter & Perry, 2003).

Menurut Ibu A dirinya sering dipanggil oleh sekolah karena An. I sering
berurusan dengan tata tertib sekolah, anaknya sering tidak masuk atau
kadang ada beberapa mata pelajaran yang belum lulus. Bpk. U dan Ibu A
merasa kebingungan untuk mengatur An. I, karena anaknya tersebut malas
belajar, sering bermain dan nongkrong bersama teman-temannya tanpa
tujuan yang jelas, sehingga mereka merasa khawatir anakanya tidak akan
lulus ujian nasional. Ibu A mengatakan An. I cenderung pemarah atau
gampang emosi dan sering membantah jika diberikan nasihat. Ibu A
mengatakan dirinya tidak pernah menerima laporan +ertulis hasil belajar
An. I setiap semestemya karena An. I tidak pernah memberikan hasil
belajamya. Sebagai kepala keluarga Bp. U harus lebih dapat

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


108

memperhatikan. menjaga dan mengarahkan anggota keluarganya sehingga


dapa berfungsi optimal (Friedman. Bowden, & Jones, 2003).

Ibu A mengatakan tidak tau bagaimana cara memotivasi anaknya supaya


mau belajar serius, keluarga tidak tau bagaimana cara mengajarkan
anaknya untuk mau belajar. Bp. A sudah melarang An. I untuk banyak
belajar dan jangan terlau sering bergadang, tetapi An. I masih belum
banyak berubah. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu (Bloom, 1956).
Jika seorang menyatakan tidak tahu berarti dapat dikatakan individu
tersebut mempunyai pengetahuan yang kurang.

Hasil pengkajian dianalisis dengan pendekatan web of causation, sehingga


penulis dapat merumuskan diagnosis keperawatan keluarga sesuai dengan
masalah yang ditemukan. Berikut adalah gambaran web of causation
keluarga Bp. U:

Risiko penyimpangan
perilaku: Penyalahgunaan
narkoba pada remaja

t
Penurunan koping
Risiko penurunan
keluarga
prestasi belajar
t
Pola asuh tidak efektif
Pengaruh
negatif ternan
t
Komunikasi keluarga
sebaya
tidak efektif

Skema 4.3.1 Web ofCausation asuhan keperawatan keluarga

4.3.2 Masalah Keper:twatan Keluarga


Berdasarkan web of causation diatas, diagnosa keperawatan yang
ditemukan pada keluarga Bp. U adalah: 1) Risiko penyimpangan perilaku:

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


109

penyalahgunaan narkoba pada rema.Ja: 2) Risiko penurunan prestasi


belajar; 3) Penurunan koping keluarga; 4) Pola asuh tidak efektif; dan 5)
Komunikasi keluarga tidak efektif(Nanda, 2012).

Berdasarkan penentuan prioritas masalah dengan tehnik scoring mencakup


empat kriteria, yakni: sifat masalah, kemungkinan masalah untuk diubah,
potensial masalah dapat dicegah, dan menonjolnya masalah (Maglaya, et,
al, 2009). Berdasarkan penentuan prioritas masalah didapatkan 2 masalah
keperawatan yang akan dilakukan intervensi yaitu:
L Risiko penyimpangan perilaku: penyalahgunaan narkoba pada remaja
2. Risiko penurunan prestasi belajar

4.3.3 Rencana Asuhan Keperawatan Keluarga


Diagnosa Keperawatan Pertama: Risiko penyimpangan perilaku:
penyalahgunaan narkoba pada remaja Tujuan Umum: Setelah dilakukan
asuhan keperawatan keluarga selama 7 minggu pada keluarga Bp. U,
penyimpangan perilaku penyimpangan perilaku penyalahgunaan narkoba
tidak terjadi.

Tujuan Khusus: 1) Keluarga mampu menyebutkan pengertian, lingkup


dan faktor resiko penyalahgunaan narkoba serta dapat mengidentifikasi
anggota keluarga yang berisiko terjadinya masalah penyalahgunaan
narkoba; 2) Keluarga mampu menyebutkan akibat lanjut dari masalah
penyalahgunaan narkoba dan memutuskan untuk segera mengatasi
masalah dalam anggota keluarganya; 3) Keluarga mampu melakukan
perawatan di rumah dengan mengajarkan cara meningkatkan kepercayaan
diri dalam mengatasi tekanan negatif ternan sebaya, terjadinya perubahan
perilaku dengan menggunakan terapi perilaku, teknik asertif, manajemn
stres dan konseling; 4) Keluarga mampu memodifikasi lingkungan rumah
untuk menunjang perawatan dengan memberikan motivasi, meningkatkan
komunikasi antar anggota keluarga; 5) Keluarga mampu memanfaatkan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


110

fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka melakukan pencegahan risiko


penyalahgunaan narkoba pada remaja dirumah

Rencana Intervensi Keperawatan: 1) Lakukan diskusi bersama keluarga


Bp. U untuk mengenali masalah risiko penyalahgunaan narkoba pada
remaja; 2) Lakukan diskusi bersama keluarga tentang akibat lanjut
dampaknya terhadap penyalahgunaan narkoba pada An. I; 3) Lakukan
konseling pada keluarga dalam mengambil keputusan untuk merawat
anggota keluarga yang berisiko; 4) Jelaskan mengenai perawatan dan
pencegahan terjadinya masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja; 5)
Lakukan Terapi perilaku pada An. I; 6) Lakukan konseling pada anggota
keluarga remaja (An. I) tentang cara menghindari perilaku berisiko
penyalahgunaan narkoba pada An. I; 7) Ajarkan teknik komunikasi pada
anak remaja dan cara asertif menolak ajakan negatif ternan sebaya,
manajemen stres pada An. I; 8) Bantu keluarga memodifikasi lingkungan
psikologis di keluarga yang kondusif dan meningkatkan komunikasi
terbuka; 9) Anjurkan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan yang ada
di masyarakat, khususnya pelayanan konseling PKPR di Puskesmas
setempat dan layanan konseling dengan guru BK di sekolah

Pembenaran: Rasa ingin tahu menyebabkan remaja melakukan berbagai


percobaan atau eksperimen. Kesempatan untuk ke luar rumah,
memungkinkan remaja menemukan hal-hal baru. Namun eksperimen
selalu disertai dengan bahaya dan tanggung jawab. Apakah remaja
memiliki identitas positif atau negatif, tergantung kepada keberhasilan
eksperimennya serta rasa tanggung jawab dan nilai-nilai yang dianutnya.
Di sini faktor pengendalian diri pada remaja sangat penting. Pengendalian
diri adalah kemampuan remaja untuk menyesuaikan diri dengan norma
atau aturan yang berlaku pada keluarga, sekolah, dan masyarakat. Orang
tua, guru, dan orang dewasa lain hams dapat menjadi panutan bagi anak
muda. Dengan panutan yang jelas, remaja mempunyai nilai-nilai yang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


111

jelas sehingga tidak mudah terpengaruh hal-hal negatif dan berbahaya. dan
dapat mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapinya

Pengetahuan sebagai unsur perilaku merupakan faktor penting


berkontribusi pada terjadinya perubahan perilaku. Untuk itu, penambahan
pengetahuan dapat dikatakan sebagai dasar perubahan perilaku tersebut.
Bloom (1968) membagi perilaku menjadi tiga elemen yaitu pengetahuan,
sikap, dan perilaku (psikomotor). Pendidikan kesehatan adalah salah satu
bentuk intervensi untuk meningkatkan pengetahuan keluarga (Allender,
Warner, & Rector, 2012).

Menurut Gladding (2002), konseling, coaching, dan family therapy


merupakan pendekatan terapeutik yang dapat dilakukan oleh perawat
terhadap keluarga untuk merubah perilaku anggota keluarga. Pemberian
intervensi coaching asertif menolak ajakan negatif dapat memfasilitasi
remaja untuk dapat belajar sebuah perilaku baru yang lebih positif
sehingga memungkinkan remaja dapat lebih berperilaku positif, khususnya
meningkatkan kemampuan remaja untuk mampu menolak dengan berkata
tidak pada sesuatu tekanan dari ternan sebaya yang bersifat negatif

Pelaksanaan: TUK 1 dan 2: Intervensi dilakukan agar keluarga mampu


mengenal masalah dan mengambil keputusan untuk merawat anggota
keluarga yang memiliki masalah kesehatan. Tindakan keperawatan yang
dilakukan meliputi: 1) Melakukan diskusi bersama Bp. U, lbu A dan An. I
untuk mengenali masalah risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja; 2)
Melakukan bimbingan kepada keluarga agar dapat mengidentifikasi
anggota keluarganya yang berisiko risiko penyalahgunaan narkoba; 3)
Memberikan pujian atas kemampuan keluarga berhasil mengidentifikasi
anggota keluarga yang berisiko risiko penyalahguT'::tan narkoba; 4)
Berdiskusi bersama keluarga tentang akibat lanjut yang dapat terjadi
terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja; 5) Meminta keluarga

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


112

untuk menyatakan pendapatnya terkait akibat yang dapat te1jadi jika


masalah risiko pada An. I tidak diatasi; 6) Memberi pujian pada keluarga
atas kemampuan mengungkapkan pendapat; 7) Melakuk~n konseling pada
keluarga Bapak U dan Ibu A dalam mengambil keputusan untuk merawat
anggota keluarga yang berisiko; 8) Memotiviasi keluarga untuk
mengambil keputusan segera merawat An. I; 9) Memberikan pujian atas
keputusan yang diambil keluarga.

TUK 3: Setelah keluarga mampu mencapai tujuan khusus 2 dilanjutkan


dengan pencapaian tujuan khusus 3 yaitu kemampuan keluarga merawat
anggotanya, intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu: 10) Berdiskusi
--
dengan keluarga tentang cara perawatan di rumah terkait masalah risiko
penyalahgunaan narkoba pada I· 11) Menjelaskan dengan
An.
'
menggunakan media lembar balik dan leaflet cara pencegahan terjadinya
masalah risiko penyalahgunaan narkoba terutama pada An. I; 12)
Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk menyebutkan kembali
penjelasan tentang cara merawat di rumah terkait masalah risiko
penyalahgunaan narkoba; 13) Memberikan pujian atas kemampuan
keluarga menyebutkan kernbali cara melakukan perawatan di rumah.

14) Melakukan terapi perilaku yaitu perjanjian kontrak perilaku yang


disepakati (contracting contingency) bersama An. I; 15) Memberikan
penjelasan mengenai terapi perilaku yang dilakukan serta manfaatnya; 16)
memberikan motivasi terhadap An. I untuk menandatangani kontrak
perilaku yang telah disepakati; 17) Memberikan pujian pada An. I atas
keputusan untuk mengubah perilaku negatif melalui perjanjian kontrak
perilaku; 18) Mengajarkan dan mendemonstasikan teknik komunikasi
efektif pada anak remaja dan tehnik asertif dalam menolak ajakan negatif
dari ternan sebaya hpada An. I; 19) Memberi kesempatan pada keluarga
untuk mendemonstrasikan kembali teknik komunikasi terbuka dan latihan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


113

asertif; 20) Memberikan pu_pan dan motivasi agar latihan komunikasi


efektif dan tehnik asertif dilakukan secm·a mandiri di rumah.

TUK 4 dan 5; yaitu kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan dan


memanfaatkan fasilitas kesehatan, intervensi keperawatan yang dilakukan
meliputi: 21) Berdiskusi bersama keluarga cara menciptakan lingkungan
yang menunjang bagi perawatan An. I; 22) Memberikan kesempatan
kepada keluarga menyatakan pendapatn keluarga tentang cara
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perawatan An. I; 23)
Memberikan pujian atas kemampuan keluarga dalam memberikan
pendapatnya; 24) Membantu keluarga memodifikasi lingkungan psikologis
yang kondusif dan meningkatkan komunikasi terbuka dalam keluarga; 25)
Memotivasi keluarga untuk menciptakan lingkungan kondusif yang telah
didiskusikan; 26) Berdiskusi dengan keluarga tentang jenis fasilitas
pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk menangulangi masalah
yang berhubungan dengan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja;
27) Menganjurkan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
yang ada di masyarakat, khususnya pelayanan konseling PKPR di
Puskesmas dan conseling dengan guru BK di sekolah; 28) Melakukan
kunjungan tidak terencana terhadap untuk menilai tingkat keberhasilan
intervensi yang telah dilakukan bersama keluarga.

Hasil Evaluasi: Hasil pertemuan kedua dan ketiga keluarga sudah mampu
mencapai tujuan 1 dan 2, dimana keluarga sudah mampu mengenal
masalah dan memutuskan untuk segera merawat anggota keluarganya yang
berisiko menyalahgunakan narkoba. An. I menyebutkan bahwa
penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba yang dilakukan
bukan untuk pengobatan, tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya,
dikonsumsi dalam jumlah berlebih, secara kurang teratur dan berlangsung
cukup lama, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental, dan
kehidupan sosial. An. I menyatakan bahwa narkoba dibagi kedalam 3

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


114

golongan yaitu narkotika, psikotropika dan zat psikoaktif lainnya. An. I


menyebutkan bahwa tahap ketergantungan narkoba meliputi tahap
kompromi, coba-coba, toleransi, kebiasaan, ketergantungan, intoksikasi
dan kematian. An. I mengatakan setiap remaja berisiko menyalahgunakan
narkoba terutama karena pengaruh negatif dari ajakan teman. An. I mampu
menyebutkan bahaya narkoba bisa berdampak secara fisik misalnya
penyakit HIV AIDS atau Hepatitis. Bp. U dan Ibu A berharap mahasiswa
dapat memberikan informasi banyak tentang bahaya narkoba bagi An. I

Hasil pertemuan keempat dan kelima keluarga sudah dapat menyebutkan


pencegahan dan perawatan untuk mengatasi risiko penyalahgunaan
narkoba pada remaja. An. I mengatakan cara merawat agar terhindar dari
penyalahgunaan narokoba adalah mengisi waktu luang dengan kegiatan
yang lebih bermanfaat misalnya olah raga, meningkatkan keimanan, berani
menolak ajakan teman untuk menggunakan narkoba, jangan pernah berani
untuk mencoba anrkoba, dan bergaul dengan orang yang tidak
menggunakan narkoba. An. I mampu melakukan redemonstrasi teknik
asertif menolak ajakan negatif teman sebaya dengan berani berkata tidak
ketika ditawari narkoba. An. I menyepakati perjanjian untuk merubah
perilaku negatif sesuai kesepakatan dan akan dipantau oleh orang tua.

Pertemuan keenam dan ketujuh, Bp. U dan Ibu A mengatakan cara


menciptakan lingkungan yang menunjang untuk pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaja adalah melalui komunikasi terbuka
dirumah dan akan berkonsultasi dengan guru BK disekolah untuk
melakukan upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada An. I

Rencana Tindak Lanjut: Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan bagi
keluarga adalah: 1) Makukan kunjungan tidak terencana oleh mahasiswa
residen untuk mengontrol perubahan perilaku An. I dan kemampuan
keluarga dalam mempertahankan komunikasi efektif pada An.I; 2)

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


115

Menekankan peran aktif orang tua dalam membantu remaja yang memiliki
risiko penyalahgunaan narkoba untuk melakukan pengawasan dan
komunikasi secm·a aktif dan efektif terhadap An. I; 3) Mendelegasikan
kepada guru BK untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
perubahan perilaku pada An. I.

Diagnosa Keperawatan Kedua: Risiko penurunan prestasi belajar.


Tujuan umum: Setelah dilakukan asuhan keperawatan keluarga selama 7
minggu pada keluarga Bp. U risiko penurunan prestasi belajar tidak terjadi

Tujuan Khusus: 1) Keluarga mampu menyebutkan pengertian,


penyebab sulit belajar tanda-tanda sulit belajar dan mengidentifikasi
faktor mengenai kesulitan belajar; 2) Keluarga mampu menyebutkan
akibat lanjut dari masalah kesulitan belajar dan mengambil keputusan
untuk mengatasi sulit belajar pada anggota keluarga; 3) Keluarga mampu
mengatasi sulit belajar pada anggota keluarga dengan cara modifikasi
prilaku pada anggota keluarga dengan kesulitan belajar; 4) Keluarga
mampu memodifikasi lingkungan rumah untuk menunjang perawatan, dan
meningkatkan motivasi pada remaja untuk mengatasi sulit belajar; 5)
Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan dan sosial untuk
mengatasi anggota keluarga dengan sulit belajar

Rencana Intervensi Keperawatan: 1) Lakukan diskusi bersama keluarga


Bp. U untuk mengenali kesulitan belajar pada remaja; 2) Lakukan diskusi
bersama keluarga tentang akibat lanjut dampak kesulitan belajar pada An.
I; 3) Lakukan konseling pada keluarga dalam mengambil keputusan untuk
merawat anggota keluarga yang mengalami kesulitan belajar; 4) Jelaskan
mengenai perawatan dan pencegahan terjadinya masalah kesulitan belajar
pada remaja; 5) Lakukan Terapi perilaku pada An. I; 6) L81:ukan konseling
pada anggota keluarga remaja (An. I) tentang cara belajar efektif dengan
metode role playing dan problem solving; 7) Ajarkan teknik manajemen

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


116

stres pada An. I: 8) Bantu keluarga memodifikasi lingkungan psikologis di


keluarga yang kondusif; 9) Anjurkan keluarga memanfaatkan fasilitas
pelayanan yang ada di sekolah khususnya pelayanan layanan konseling
dengan guru BK atau wali kelas.

Pembenaran: Dukungan keluarga berhubungan dengan moral dan


kesejahteraan anggota keluarga sebagai sebuah kelompok, dan sistem ini
akan bekerja memperbaiki moral kelompok dan motivasi positif bagi
anggota keluarga. Menurut Friedman, Bowden dan Jones (2003), terdapat
4 komponen jenis dukungan yang dapat diberikan oleh keluarga meliputi:
1) Dukungan informasi, dimana keluarga memiliki fungsi sebagai
kolektor, diseminator atau penyebar informasi terhadap anggota keluarga:
2) Dukungan penilaian, keluarga bertindak untuk membimbing,
menengahi, mengarahkan serta membantu memecahkan masalah; 3)
Dukungan instrumental, dimana keluarga merupakan sebuah sumber
pertolongan praktis dan konkrit terhadap anggota keluarganya; 4)
Dukungan emosional, dimana keluarga merupakan sebuah tempat untuk
membantu anggota keluarga terhadap penguasaan emosi yang adaptif bagi
anggota keluarga.

Pemberian dukungan keluarga dapat memfasilitasi remaJa untuk dapat


belajar sebuah perilaku baru yang lebih positif sehingga memungkinkan
remaja dapat lebih berperilaku positif, khususnya meningkatkan
kemampuan dalam meningkatkan prestasi belajar. Peran orang tua
dirumah diharapkan dapat mengerti mengenai keadaan anaknya dan
mereka dapat membangun kekuatan pada anaknya dalam mengatasi
gangguan tersebut (Soetjiningsih, 201 0).

Pelaksanaan: TUV. 1 dan 2: Intervensi dilakukan agar keluarga mampu


mengenal masalah dan mengambil keputusan untuk merawat anggota
keluarga yang memiliki kesulitan belajar. Tindakan keperawatan yang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


117

dilakukan meliputi: 1) Melakukan diskusi bersama keluarga Bp. U dan lbu


A untuk mengenali kesulitan belajar pada An. I; 2) Melakukan bimbingan
dengan kepada keluarga agar dapat mengidentifikasi faktor kesulitan
belajar pada An. I; 3) Memberikan pujian atas kemampuan keluarga dalam
mengidentifikasi faktor kesulitan belajar pada An. I; 4) Berdiskusi bersama
keluarga tentang akibat lanjut dampak kesulitan belajar pada An. I; 5)
Meminta pendapat keluarga untuk menyatakan pendapatnya terkait
permasalahan yang akan terjadi jika masalah kesulitan belajar pada An. I
tidak diatasi; 6) Memberikan pujian kepada keluarga atas kemampuannya
mengungkapkan pendapat; 7) Melakukan konseling pada keluarga dalam
mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang mengalami
kesulitan belajar; 8) Memberikan pujian atas keputusan yang diambil oleh
keluarga

TUK 3: Setelah keluarga mampu mencapai tujuan khusus 2 dilanjutkan


dengan pencapaian tujuan khusus 3 yaitu kemampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang memiliki masalah kesulitan belajar,
intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu: 9) Melakukan diskusi
terhadap keluarga tentang cara belajar efektif dengan metode role palying
dan problem solving; 10) Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk
menyebutkan kembali penjelasan tentang cara belajar efektif dengan
metode role playing dan problem solving; 11) Memberikan pujian atas
kemampuan keluarga menyebutkan kembali cara belajar efektif; 12)
Mengajarkan tehnik manajemen stres melalui tehnik relaksasi; 13)
Meminta An. I untuk melakukan redemonstrasi cara melakukan tehnik
relaksasi; 14) Memberikan pujian dan motivasi agar latihan relaksasi bisa
dilakukan saat mengalami kejenuhan ketika belajar.

TUK 4 dan 5: yaitu kemampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan


dan memanfaatkan fasilitas kesehatan, intervensi keperawatan yang
dilakukan meliputi: 15) Berdiskusi bersama keluarga tentang cara

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
118

menciptakan lingkungan yang kondusif untuk An. I belajar: 16)


Memberikan kesempatan kepada keluarga menyatakan pendapat keluarga
tentang cara menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perawatan An. I;
17) Memberikan pujian atas kemampuan keluarga dalam memberikan
pendapatnya; 18) Berdiskusi dengan keluarga tentang jenis fasilitas
pelayanan yang dapat digunakan untuk menangulangi masalah yang
berhubungan dengan kesulitan belajar; 19) Menganjurkan keluarga
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat atau
disekolah, khususnya pelayanan konseling dengan guru BK di sekolah; 20)
Melakukan kunjungan tidak terencana terhadap keluarga untuk menilai
keberhasilan atas intervensi yang telah dilakukan bersama keluarga.

Hasil Evaluasi: Hasil pertemuan kedua dan ketiga keluarga sudah mampu
mencapai tujuan 1 dan 2, dimana keluarga sudah mampu mengenal
masalah dan memutuskan untuk segera merawat anggota keluarganya yang
berisiko mengalami penurunan prestasi belajar. An. I menyebutkan bahwa
penurunan prestasi belajar adalah penurunan hasil dari suatu kegiatan yang
telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati, yang
diperolehdengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun
secara kelompok dalam bidang kegiatan tertentu. An. I menyebutkan
bahwa penurunan prestasi belajar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
internal, eksternal dan faktor fisiologis. An. I menjelaskan bahwa faktor
internal yang mempengaruhi penurunan prestasi belajar meliputi
kecerdasa, bakat, minat, sikap, malas, waktu, menggampangkan tugas dan
motivasi. Sedangkan faktor sedangkan pengaruh faktor eksternal adalah
pengalaman, keadaan keluarga, dan lingkungan sekitar. An. I mampu
menyebutkan dampak penurunan prestasi belajar diantaranya sulit mencari
peluang kerja, kurang percaya diri.

Hasil pertemuan keempat dan kelima keluarga sudah dapat menyebutkan


pencegahan dan perawatan untuk mengatasi risiko penurunan prestasi

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


119

belajar. An. I mengatakan cara meningkatkan prestasi belajar adalah


melalui Jadilah seorang pemimpin dengan melatihlah rasa tanggung jawab,
mendengarkan penjelasan guru dengan baik, jangan malu untuk bertanya,
kerjakan pekerjaan rumah dengan baik jangan selalu mencari alasan untuk
tidak mengerjakannya, setiap pulang sekolah selalu mengulang pelajaran
yang tadi diajarkan disekolah, cukup istirahat, banyak berlatih pelajaran
yang disukai, cari seorang role model yang baik. An. I mampu melakukan
tehnik relaksasi untuk mengurangi stres. An. I menyepakati perjanjian
untuk merubah cara belajar dan memanfaatkan waktu untuk belajar untuk
menghadapi ujian nasional. Pertemuan keenam, Bp. U mengatakan cara
menciptakan lingkungan yang menunjang untuk peningkatan prestasi
belajar adalah melalui dukungan keluarga berupas semangat, kesempatan
dan pengawasan,

Rencana Tindak Lanjut:


Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan bagi keluarga adalah: 1)
Makukan kunjungan tidak terencana oleh mahasiswa residen untuk
mengontrol perubahan perilaku belajar An. I dan kemampuan keluarga
dalam mempertahankan dukungan pada An.I; 2) Menekankan peran aktif
orang tua dalam membantu remaja yang memiliki risiko penurunan
prestasi belajar dengan melakukan pengawasan secara aktifterhadap An. I;
3) Mendelegasikan kepada guru BK dan wali kelas disekolah untuk
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perubahan perilaku pada
An.I.

4.3.4 Kemandirian Keluarga


Setelah dilakukan asuhan keperawatan kepada 10 keluarga binaan, terjadi
peningkatan tingkat kemandirian keluarga. Hasil yang diperoleh tingkat
kemandirian keluarga berada pada rentang tingkat kemanririan III sarnpai
dengan IV. Evaluasi basil dari 10 keluarga binaan dilihat dari pencapaian
kemandirian keluarga dalarn melaksanakan lima rugas keluarga dalarn

Univorsitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


120

bidang kesehatan. Pembinaan terhadap keluarga dilakukan selama 3-4


bulan, dengan jumlah kunjungan terhadap masing-masing keluarga rata-
rata 12 kali kunjungan. Terapi modalitas yang diberikan kepada keluarga
berupa, manajemen perilaku, coaching, tehnik komunikasi efektif, latihan
asertif menolak ajakan negatif, dan konseling.

Keluarga yang mampu mengidentifikasi masalah yang dialami dan mampu


melakukan perawatan sederhana yaitu menyelesaikan masalah yang
dialami (Tingkat kemandirian III) sebesar 30%. Keluarga yang telah
mampu melakukan pencegahan dengan melakukan komunikasi secara
terbuka dalam keluarga dan mampu melakukan tindakan peningkatan
kesehatan promosi kesehatan secara aktif (Tingkat kemandirian IV)
sebesar 70%. Basil asuhan keperawatan terhadap tingkat kemandirian
keluarga pada 10 keluarga binaan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.3: Indikator Dampak Asuhan Keperawatan Keluarga Berdasarkan


Tingkat Kemandirian Keluarga.
No Kriteria Keluarra Binaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Menerima petugas kesehatan (Perkesmas) ~ ~ ~ ~ ..J ..J ~ ~ ~ ..J
2 Menerima pelayanan kesehatan sesuai ~ ~ ..J ~ ..J ..J ~ ~ ~ ~
rencana keperawatan
3 Tahu dan dapat mengungkapkan masalah ~ ~ ~ ~ ..J ~ ~ ~ ~ ..J
kesehatannya secara benar
4 Memanfaatkan fasilitas pelayanan ~ ~ ..J ~ ..J ..J ~ ~ ~ ..J
kesehatan sesuai anjuran
5 Melakukan tindakan keperawatan ~ ~ ..J ~ ..J ..J ..J ~ ..J ..J
sederhana sesuai anjuran
6 Melakukan tindakan pencegahan secara ..J ~ ..J ~ ..J ~ ~ ~ ~ ~
aktif
7 Melakukan tindakan peningkatan ~ ~ ..J - ..J - ~ ~ ~ -
kesehatan (promotif) secara aktif
Tin2kat Kemandirian 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


··•·.
. ·...
· ..

..
-.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


121

BABS
PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan perbandingan kesenjangan dan pencapman hasil


dengan teori, konsep maupun hasil penelitian terkait. Item yang dibahas pada bab
ini adalah analisis kesenjangan dan pencapaian pengelolaan pelayanan manajemen
keperawatan, asuhan keperawatan komunitas, dan asuhan keperawatan keluarga
terkait upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada di SMK TB Kota
Depok.

5.1 Analisis Pencapaian dan Kesenjangan


5.1.1 Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas
Masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas terkait upaya
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja di SMK TB,
didapatkan dua masalah prioritas yaitu: 1) Belurn optimalnya pembinaan
dan pelatihan SDM disekolah khususnya upaya pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaja; 2) Belum optimalnya fungsi
pengarahan supervisi dan komunikasi pelaksanaan program PKPR
disekolah.

Kedua masalah tersebut diatas diselesaikan dengan pendekatan manajemen


perencanaan, pengorganisasian, personalia, pengarahan, dan pengawasan
(Marquis & Huston, 201 0). Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
kedua masalah tersebut melalui program Drug Abuse Resistance
Education (DARE). DARE dirancang untuk mengajarkan anak-anak
pentingnya menghindari diri dari narkoba, alkohol, dan penggunaan
tembakau. Sementara pada saat yang sama meningkatkan harga diri
mereka dan mencegah menggunakan obat-obatan karena tekanan ternan
sebaya. Selain itu DARE dirancang untPk mencegah keterlibatan remaja
dalam geng dan kegiatan kekerasan lainnya (Ennett et al, 1994).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


122

Elemen kunci dari program DARE adalah upaya gabungan dari polisi.
sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat dimana mereka ikut
berpartisipasi dengan membawa pengetahuan, pendidikan, dan
pengalaman mereka untuk ikut bertanggung jawab dalam mengajarkan
anak-anak tentang bahaya narkoba dan bagaimana melawan narkoba
(DARE America , 1996). Petugas yang terlibat dalam program ini diminta
untuk menjalani pelatihan khusus di bidang perkembangan anak,
pengelolaan kelas, teknik mengajar, dan keterampilan komunikasi untuk
mempersiapkan mereka untuk mengajarkan kurikulum DARE (Ennett et
al., 1994).

Kurikulum DARE yang dirancang dalam upaya pencegahan risiko


penyalahgunaan narkoba pada remaja di SMK TB dibuat dalam bentuk
modul pelatihan, Modul-mudul tersebut meliputi: modul 1 kesehatan jiwa
dan kepribadian remaja; modul 2 menilai diri dan mengelola stres; modul
3 narkoba dan pengaruhnya pada tubuh; dan modul 4 meningkatkan
tanggung jawab dan kepercayaan diri. Modul-modul ini dibuat
berdasarkan modifikasi kurikulum program DARE. Kurikulum ini
diajarkan dengan menggunakan berbagai pendekatan termasuk kelas
kuliah, latihan workbook, role-playing, pertanyaan dan sesi jawaban,
kegiatan kelompok, latihan kasus, pelayanan masyarakat ,dan diskusi
kelompok.

Pembahasan pelaksanaan program DARE ditekankan pada pelaksanan


tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah belum optimalnya
pembinaan dan pelatihan SDM disekolah khususnya upaya pencegahan
risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja. Intervensi yang dilakukan
oleh residen adalah: 1) Advokasi pembentukan Usaha Kesehatan Sekolah
(UK~); 2) Membentuk struktur pelaksana UKS SMK TB; 3) Menyusun
program kelja UKS selama 1 tahun; 4) Melakukan sosialisasi program
kerja UKS disekolah; 5) Membangun komitmen bersama untuk

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


123

melaksanakan program ketja UKS; 6) Membentuk kader kesehatan


sekolah yang berasal dari guru dan peer educator "PENA'' yang berasal
dari siswa; 7) Membentuk struktur organisasi dan rencana ketja kader
kesehatan dan peer educator "PENA''; 8) Membuat modul pencegahan
penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 9) Melakukan pelatihan
kader kesehatan sekolah dan peer educator "PENA'' dalam upaya
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 10)
Lakukan supervisi pada guru UKS, kader kesehatan seko1ah dan peer
educator "PENA'' terhadap pelaksanaan pencegahan resiko
penyalahgunaan narkoba pada siswa disekolah.

Melakukan advokasi pembentukan UKS SMK TB, advokasi ini dilakukan


kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dan bidang
kurikulum. Sesuai dengan Kepmenkes No. 1457 tentang Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan Kabupaten/Kota, UKS
Merupakan salah satu program wajib yang harus diselenggarakan. Upaya
advokasi yang dilakukan men~njukan hasil respon kepala sekolah dan
wakil kepala sekolah sangat menyambut dengan baik rencana tersebut, dan
menaruh harapan besar terbentuknya UKS di SMK TB. Kegiatan ini
sangat menunjang dengan persiapan sekolah dalam mempersiapkan
akreditasi.

Tindakan lain yang dilakukan adalah membentuk struktur UKS, menyusun


program kerja UKS dan melakukan sosialisasi program kerja UKS SMK
TB. UKS dijalankan oleh struktur organisasi yang terdiri dari tim pembina
dan pelaksan. Tim pembina UKS melaksanakan upaya pembinaan dan
pengembangan UKS secara terpadu dan terkoordinasi, sedangkan tim
pelaksana UKS melaksanakan tiga program pokok UKS (Trias UKS)
(Marfu & Sofyan, 201 0).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


124

Upaya ini menunjukan basil terbentuknya struktur UKS SMK TB. yang
terdiri dari 6 orang guru dan 11 orang siswa. Selain itu tersusunnya
program kerja UKS yang telah disosialisasikan kepada guru dan siswa.
Adapun program kerja UKS yang telah disusun meliputi: 1) Pembinaan
lingkungan sehat; 2) Pembentukan Kader kesehatan (peer educator); 3)
Penjaringan kesehatan bekerjasama dengan puskesmas; 4) Pemeriksaan
kesehatan berkala tiap 6 bulan; 5) Pengawasan warung sekolah; 6)
Bimbingan dan konseling kesehatan; 7) Kebun sekolah; 8) Dana sehat; 9)
Pemantauan kesegaran jasmani; 9) Donor darah; 10) Penyediaan toilet
wanita menstruasi.

UKS diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat siswa,


sehingga siswa dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis
dan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Masalah-masalah
yang menjadi fokus UKS diantaranya: 1) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS); 2) Masalah yang berkaitan dengan perilaku beresiko seperti
penyalahgunaan narkoba; 3) Maslah gizi; 4) Gangguan kesehatan dasar
dan sanitasi. Keberhasilan dari kegiatan ini adalah berkat dukungan dan
kerjasama yang baik dari sekolah (guru dan siswa), dalam bentuk
penyediaan sarana dan prasarana UKS SMK TB.

Membentuk kader kesehatan dan peer educator, serta melakukan pelatihan


terhadap kader kesehatan dan peer educator. Hasil dari kegiatan ini
menunjukan terbentuknya kader kesehatan yang berasal dari guru dimana
guru yang terlibat sebagai kader kesehatan sebanyak 6 orang. Guru yang
terlibat berkomitmen untuk melakukan pembinaan terhadap siswa dalam
upaya pencegahan risiko penyaahgunaan narkoba di sekolah. Pembentukan
kader kesehatan sekolah dilakukan untuk melibatkan peran serta aktif guru
dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba oleh remaja
disekolah melalui program DARE. Elemen kunci dari program DARE
adalah upaya gabungan sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat dimana

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


125

mereka ikut berpartisipasi dengan membawa pengetahuan. pendidikan. dan


pengalaman mereka untuk ikut bertanggung jawab dalam mengajarkan
anak-anak tentang bahaya narkoba dan bagaimana melawan narkoba
(DARE America , 1996). Oleh karena itu diharapkan dengan terlibatnya
guru dalam program ini diharapkan bisa memberikan kemudahan dalam
pencapaian tujuan penerapan program ini.

Selain dukungan guru dalam pelaksanaan program ini mahasiswa


melibatkan peran serta aktif siswa yang terhimpun dalam wadah yang
disebut dengan Peer Educator Peduli Narkoba yang kemudian disingkat
dengan peer educator "PENA''. Keterlibatan siswa dirasa sangat penting
dalam proses pendidikan terhadapa remaja. Cowie and Wellace (2000),
menjelaskan bahwa dukungan ternan sebaya banyak membantu atau
memberikan keuntungan kepada anak-anak yang memiliki problem sosial
dan problem keluarga, dapat membantu memperbaiki iklim sekolah, serta
memberikan pelatihan keterampilan sosial.

Pembentukan peer educator merupakan bagian dari pelaksanaan salah satu


fungsi manajemen pelayanan keperawatan yaitu pengorganisasian. Fungsi
pengorganisasian bertujuan untuk menghimpun semua sumber daya yang
dimiliki dan memanfaatkannya secara efisien sesuai tugas dan
tanggungjawabnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Swansburg, 2000; Marquis & Huston, 201 0)

Penelitian yang dilakukan oleh Lutfiani (20 11) dengan met ode kuasi
eksperimen yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan
kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang risiko
penyalahgunaan narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota
Medan, hasilnya menunjukkan pengar~'!-1 yang signifikan pendidikan
kelompok sebaya terhadap sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan
narkoba. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ritanti (20 11 ), tentang multi

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


103

Hasil Evaluasi: Terlaksananya kegiatan pendidikan kesehatan tentang


meningkatkan bahaya narkoba bagi remaja. Kegiatan ini diikuti oleh 124
orang siswa yang terdiri dari siwa kelas X TKJI 42 orang, siswa kelas X
MM3 sebanyak 39 orang, dan kelas X RPL sebanyak 41 orang. Pedidkan
kesehatan ini dilakukan oleh residen. Kegiatan ini dilaksanakan sebanyak
2 kali pertemuan, masing-masing pertemuan dilaksanakan selama 60
menit.

Hasil pendidikan kesehatan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan


setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 15,60 dan nilai
rata-rata postest 18,17. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest
dengan nilai postest sebesar 2,57, sehingga terdapat peningkatan
pengetahuan sebesar 12,85%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji
signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-va/ue 2-tailed sebesar 0,000
dengan a = 0,05. siswa yang ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias
mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga sangat antusias
dalam melakukan latihan deteksi dini risiko penyalahgunaan narkoba.

Terlaksananya kegiatan kampanye bahaya narkoba, kegiatan dilakukan


dengan pemasangan poster sebanyak 20 buah, poster dipasang disetiap
ruang belajar, ruang BK dan ruang UKS. Kegiatan ini melibatkan peer
educator "PENA'' dalam melakukan pemasangan poster di tiap-tiap ruang
kelas. Siswa yang terlibat sangat antusias mengajak ternan merekauntuk
tidak menggunakan narkoba.
Terlaksanaya kegiatan deteksi dini bahaya narkoba terhadap 124 orang
siswa, kegiatan ini melibatkan kader kesehatan dan peer educator
"PENA''. Hasil deteksi menunjukan 72% siswa tidak beresiko, 24 beresiko
ringan, dan 4% beresiko sedang. Siswa yang berisiko sedang dilakukan
conselling oleh guru BK.

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
104

Rencana Tindak Lanjut: Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan


adalah melakukan pendidikan kesehatan tentang bahaya terhadap siswa
kelas XI dan XII, kegiatan ini akan dilaksanakan pada semester ganjil
dimana aktifitas pembelaajaran siswa masih banyak di dalam lingkungan
sekolah atau tidak sedang dalam kegiatan praktik lapangan dan persiapan
menghadapi ujian nasional. Diperlukan kerjasama dengan puskesmas,
maupun BNN Kota depok untuk melakukan pembinaan secara
berkelanjutan.

4.3 Asuhan Keperawatan Keluarga


Proses asuhan keperawatan terhadap keluarga binaan dilakukan berdasarkan
model Family Centred Nursing, asuhan keperawatan keluarga dilakukan
terhadap 10 keluarga binaan yang memiliki anak remaja yang berisiko
menyalahgunakan narkoba, asuhan keperawatan ini dilakukan kedalam 2
tahap. Asuhan keperawatan keluarga tahap pertama dilakukan pada bulan
Oktober 2013 sampai dengan bulai Januari 2014. Pada tahap ini dilakukan
pembinaan terhadap 5 keluarga. Tahap kedua dilakukan pada bulan Februari
sampai dengan bulan Mei 2014, dan pada tahap ini juga dilakukan pembinaan
terhadap 5 keluarga.

Keluarga yang dibina adalah mereka yang mempunyai anak remaja yang
masih aktif sebagai pelajar SMK TB di Kota. Informasi awal mengenai
keluarga binaan ini diperoleh dari guru BK disekolah, informasi ini kemudian
ditindaklanjuti untuk dilakukan kunjungan rumah dalam rangka melakukan
asuhan keperawatan. Berikut ini akan dipaparkan hasil asuhan keperawatan
yang dilakukan terhadap keluarga Bapak U yang merupakan salah satu
keluarga binaan.

4.3.1 Analisa Situasi


Pengkajian terhadap keluarga Bapak U dilakukan pada hari Kamis tanggal
13 Februari 2014. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan terhadap

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


105

keluarga diperoleh data Bapak U (61 tahun), memiliki 5 orang anak. anak
pertama dan kedua An. B dan An. R sudah menikah dan sudah tidak
tinggal dalam satu rumah. Saat ini Bp. U tinggal bersama istrinya lbu A
(54 tahun), serta 3 orang anaknya yaitu An. K (25 tahun), An. S (23 tahun)
dan An. I (18 tahun). Keluarga Bp.U merupakan bentuk keluarga inti
dimana mereka tinggal bersama dalam satu rumahmilik sendiri. Bp. U dan
Ibu A berasal dari betawi, bahasa yang digunakan sehari-hari adalah
bahasa Indonesia. Keluarga tidak memiliki kebiasaan budaya yang
bertentangan dengan kesehatan.

Keluarga Bp. U beragama islam, kegiatan yang rutin dilakukan oleh


keluarga adalah sholat lima waktu, Ibu A rutin mengikuti kegiatan
pengajian di mushola setiap hari selasa dan jum'at, sedangkan Bp. U tidak
pernah mengikuti kegiatan rutin pengajian. Ibu A mengatakan An. I jarang
melakukan sholat lima waktu apalagi ikut kegiatan pengajian. Seberapa
aktif keluarga terlibat dalam kegiatan keagamaan, keyakinan beragama
sering mepengaruhi konsepsi keluarga tentang sehat-sakit dan bagaimana
anggota keluarga yang sakit ditangani, peran ritual, nilai dan koping
keluarga dipengaruhi oleh orientasi kegamaan keluarga (Friedman,
Bowden & Jones, 2003).

Saat ini Bp. U sudah tidak bekerja, sumber penghasilan utama keluarga
mengandalkan 2 buah kontrakan yang disewakan kepada orang lain
dengan tarif sewa sebesar Rp. 700.000. Untuk kehidupan sehari-hari
kebutuhan keluarga Bp. U dibantu oleh Ibu A yang bekerja sebagai kuli
cuci baju atau memasak, selain itu dibantu oleh An. K dan An.S yang
sudah bekerja, sedangkan An.I saat ini sekolah di SMK TB Taruna Bhakti
kelas 3. Individu belajar peran untuk berubah (mitra peran mereka)
sementara memanikan peran mereka sendiri, ia mampu memainkan peran
yang berubah saat orang lain dalam situasi tersebut memainkan peran yang
biasa ia mainkan (Turner, 1970 dalam Friedman, Bowden & Jones, 2003).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


106

Keluarga Bp. U tidak memiliki jadwal rutin untuk rekreasi, keluarga lebih
banyak mendapatkan hiburan dari menonton siaran televisi. An. I biasanya
lebih banyak mencari hiburan dengan bermain futsal bersama teman-
temannya.

An. I termasuk kedalam fase middle adolescence dimana An. I memiliki


rentang usia 15 hingga 18 tahun (Monks, 1999, dalam Sire gar, 2006).
Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi adalah: pertama
Menyeimbangkan kebebasan yang bertanggung jawab ketika remaja
menjadi dewasa dan mandiri. Bp. U selaku kepala keluarga memberikan
kebebasan kepada An. I untuk bermain keluar rumah asalkan tidak
meninggalkan tugas belajar. An.I sering menghabiskan waktu luang
dengan nongkrong bersama teman-temannya tanpa tujuan yang kurang
jelas. Menurut Ibu A setiap hari anaknya susah bangun pagi dan tidak ada
yang berani membangunkan, karena jika sedang tidur dibangunkan An. I
selalu marah.

Kedua berkomunikasi terbuka antar orang tua dengan anak. Menurut Bpk
U kalau dirinya jarang berbicara dengan An. I karena menurutnya cara
beliau mengajarkan anaknya dengan diam, terkadang Bpk. U suka
menasehati sesekali, namun menurut bapak U An. I termasuk orang yang
keras dan mudah marah. Tugas orang tua pada tahap ini belajar menerima
penolakan tanpa meninggalkan anak, orang tua harus secara progresif
mengubah hubungan dengan anak remaja mereka yaitu dari hubungan
sebelumnya yang bergantung menjadi hubungan yang mandiri (Friedman,
Bowden & Jones, 2003).

An. I sering tidak langsung pulang kerumah saat pulang sekolah biasanya
dia menghabiskan waktu untuk nongkrong dulu dengan temannya di
warung dekat sekolah. Menurut An. I dirinya lebih nyaman bercerita
mengenai masalahnya dengan temannya, karena menganggap temannya

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


107

lebih mengerti akan masalahnya dan tidak memarahinya seperti orang


tuanya. Anak I mengatakan bahwa dirumah dirinya lebih sering
berkomunikasi dengan ibunya karena Bp. U jarang berbicara dengan
dirinya.

Menurut An. I biasanya dia bermain dengan teman-temannya dari sekolah


lain. Menurut An. I teman-temannya ada yang sering menggunakan ganja
atau lexotan. An. I sudah merokok sejak kelas 2 SMP saat itu karena
ditawari oleh temannya. Menurut An. I dia sering ditawari oleh temannya
untuk menggunakan ganja tapi ditolaknya, An. I hanya pernah mencoba
minuman beralkohol. Menurut Bp. U dirinya sudah tahu kalau An. I
merokok tapi beliau tidak melarangnya asalkan jangan menggunakan
narkoba. Selama ini Bp. U tidak tahu kalau An. I memiliki teman yang
menggunakan narkoba. Bahaya yang dapat dialami oleh remaja pada tahap
ini adalah kebingungan identitas atau peran. Dimana remaja akan menjadi
lebih aktif dalam mengaktualisasikan diri meskipun melalui cara-cara yang
negatif, selain itu remaja harus mampu menyesuaikan diri dengan
pengaruh teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial dan nilai-nilai
baru yang ada dimasyarakat (Potter & Perry, 2003).

Menurut Ibu A dirinya sering dipanggil oleh sekolah karena An. I sering
berurusan dengan tata tertib sekolah, anaknya sering tidak masuk atau
kadang ada beberapa mata pelajaran yang belum lulus. Bpk. U dan Ibu A
merasa kebingungan untuk mengatur An. I, karena anaknya tersebut malas
belajar, sering bermain dan nongkrong bersama teman-temannya tanpa
tujuan yang jelas, sehingga mereka merasa khawatir anakanya tidak akan
lulus ujian nasional. Ibu A mengatakan An. I cenderung pemarah atau
gampang emosi dan sering membantah jika diberikan nasihat. Ibu A
mengatakan dirinya tidak pernah menerima laporan +ertulis hasil belajar
An. I setiap semesternya karena An. I tidak pernah memberikan hasil
belajarnya. Sebagai kepala keluarga Bp. U harus lebih dapat

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
108

memperhatikan. menjaga dan mengarahkan anggota keluarganya sehingga


dapa berfungsi optimal (Friedman. Bov,7den, & Jones, 2003).

Ibu A mengatakan tidak tau bagaimana cara memotivasi anaknya supaya


mau belajar serius, keluarga tidak tau bagaimana cara mengajarkan
anaknya untuk mau belajar. Bp. A sudah melarang An. I untuk banyak
belajar dan jangan terlau sering bergadang, tetapi An. I masih belum
banyak berubah. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu (Bloom, 1956).
Jika seorang menyatakan tidak tahu berarti dapat dikatakan individu
tersebut mempunyai pengetahuan yang kurang.

Hasil pengkajian dianalisis dengan pendekatan web of causation, sehingga


penulis dapat merumuskan diagnosis keperawatan keluarga sesuai dengan
masalah yang ditemukan. Berikut adalah gambaran web of causation
keluarga Bp. U:

Risikc penyimpangan
perilaku: Penyalahgunaan
narkoba pada remaja

f
Penurunan koping
Risiko penurunan
keluarga
prestasi belajar
f
Pola asuh tidak efektif
Pengaruh t
negatif ternan
Komunikasi keluarga
sebaya
tidak efektif

Skema 4.3 .1 Web of Causation asuhan keperawatan keluarga

4.3.2 Masalah Keper~watan Keluarga


Berdasarkan web of causation diatas, diagnosa keperawatan yang
ditemukan pada keluarga Bp. U adalah: 1) Risiko penyimpangan perilaku:

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


109

penyalahgunaan narkoba pada rema_1a; 2) Risiko penurunan prestasi


belajar; 3) Penurunan koping keluarga; 4) Pola asuh tidak efektif; dan 5)
Komunikasi keluarga tidak efektif (Nanda, 2012).

Berdasarkan penentuan prioritas masalah dengan tehnik scoring mencakup


empat kriteria. yakni: sifat masalah, kemungkinan masalah untuk diubah,
potensial masalah dapat dicegah, dan menonjolnya masalah (Maglaya, et,
al, 2009). Berdasarkan penentuan prioritas masalah didapatkan 2 masalah
keperawatan yang akan dilakukan intervensi yaitu:
1: Risiko penyimpangan perilaku: penyalahgunaan narkoba pada remaja
2. Risiko penurunan prestasi belajar

4.3.3 Rencana Asuhan Keperawatan Keluarga


Diagnosa Keperawatan Pertama: Risiko peny1mpangan perilaku:
penyalahgunaan narkoba pada remaja Tujuan Umum: Setelah dilakukan
asuhan keperawatan keluarga selama 7 minggu pada keluarga Bp. U,
penyimpangan perilaku penyimpangan perilaku penyalahgunaan narkoba
tidak terjadi.

Tujuan Khusus: 1) Keluarga mampu menyebutkan pengertian, lingkup


dan faktor resiko penyalahgunaan narkoba serta dapat mengidentifikasi
anggota keluarga yang berisiko terjadinya masalah penyalahgunaan
narkoba; 2) Keluarga mampu menyebutkan akibat lanjut dari masalah
penyalahgunaan narkoba dan memutuskan untuk segera mengatasi
masalah dalam anggota keluarganya; 3) Keluarga mampu melakukan
perawatan di rumah dengan mengajarkan cara meningkatkan kepercayaan
diri dalam mengatasi tekanan negatif ternan sebaya, terjadinya perubahan
perilaku dengan menggunakan terapi perilaku, teknik asertif, manajemn
stres dan konseling; 4) Keluarga mampu memodifikasi lingkungan rumah
untuk menunjang perawatan dengan memberikan motivasi, meningkatkan
komunikasi antar anggota keluarga; 5) Keluarga mampu memanfaatkan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


110

fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka melakukan pencegahan risiko


penyalahgunaan narkoba pada remaja dirumah

Rencana Intervensi Keperawatan: 1) Lakukan diskusi bersama keluarga


Bp. U untuk mengenali masalah risiko penyalahgunaan narkoba pada
remaja; 2) Lakukan diskusi bersama keluarga tentang akibat lanjut
dampaknya terhadap penyalahgunaan narkoba pada An. I; 3) Lakukan
konseling pada keluarga dalam mengambil keputusan untuk merawat
anggota keluarga yang berisiko; 4) Jelaskan mengenai perawatan dan
pencegahan terjadinya masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja; 5)
Lakukan Terapi perilaku pada An. I; 6) Lakukan konseling pada anggota
keluarga remaja (An. I) tentang cara menghindari perilaku berisiko
penyalahgunaan narkoba pada An. I; 7) Ajarkan teknik komunikasi pada
anak remaja dan cara asertif menolak ajakan negatif ternan sebaya,
manajemen stres pada An. I; 8) Bantu keluarga memodifikasi lingkungan
psikologis di keluarga yang kondusif dan meningkatkan komunikasi
terbuka; 9) Anjurkan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan yang ada
di masyarakat, khususnya pelayanan konseling PKPR di Puskesmas
setempat dan layanan konseling dengan guru BK di sekolah

Pembenaran: Rasa ingin tahu menyebabkan remaja melakukan berbagai


percobaan atau eksperimen. Kesempatan untuk ke luar rumah,
memungkinkan remaja menemukan hal-hal baru. Namun eksperimen
selalu disertai dengan bahaya dan tanggung jawab. Apakah remaja
memiliki identitas positif atau negatif, tergantung kepada keberhasilan
eksperimennya serta rasa tanggung jawab dan nilai-nilai yang dianutnya.
Di sini faktor pengendalian diri pada remaja sangat penting. Pengendalian
diri adalah kemampuan remaja untuk menyesuaikan diri dengan norma
atau aturan yang berlaku pada keluarga, sekolah, dan masyarakat. Orang
tua, guru, dan orang dewasa lain harus dapat menjadi panutan bagi anak
muda. Dengan panutan yang jelas, remaja mempunyai nilai-nilai yang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


111

jelas sehingga tidak mudah terpengaruh hal-hal negatif dan berbahaya. dan
dapat mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapinya

Pengetahuan sebagai unsur perilaku merupakan faktor penting


berkontribusi pada terjadinya perubahan perilaku. Untuk itu, penambahan
pengetahuan dapat dikatakan sebagai dasar perubahan perilaku tersebut.
Bloom (1968) membagi perilaku menjadi tiga elemen yaitu pengetahuan,
sikap, dan perilaku (psikomotor). Pendidikan kesehatan adalah salah satu
bentuk intervensi untuk meningkatkan pengetahuan keluarga (Allender,
Warner, & Rector, 2012).

Menurut Gladding (2002), konseling, coaching, dan family therapy


merupakan pendekatan terapeutik yang dapat dilakukan oleh perawat
terhadap keluarga untuk merubah perilaku anggota keluarga. Pemberian
intervensi coaching asertif menolak ajakan negatif dapat memfasilitasi
remaja untuk dapat belajar sebuah perilaku baru yang lebih positif
sehingga memungkinkan remaja dapat lebih berperilaku positif, khususnya
meningkatkan kemampuan remaja untuk mampu menolak dengan berkata
tidak pada sesuatu tekanan dari ternan sebaya yang bersifat negatif

Pelaksanaan: TUK 1 dan 2: Intervensi dilakukan agar keluarga mampu


mengenal masalah dan mengambil keputusan untuk merawat anggota
keluarga yang memiliki masalah kesehatan. Tindakan keperawatan yang
dilakukan meliputi: 1) Melakukan diskusi bersama Bp. U, lbu A dan An. I
untuk mengenali masalah risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja; 2)
Melakukan bimbingan kepada keluarga agar dapat mengidentifikasi
anggota keluarganya yang berisiko risiko penyalahgunaan narkoba; 3)
Memberikan pujian atas kemampuan keluarga berhasil mengidentifikasi
anggota keluarga yang berisiko risiko penyalahgur::tan narkoba; 4)
Berdiskusi bersama keluarga tentang akibat lanjut yang dapat terjadi
terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja; 5) Meminta keluarga

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


112

untuk menyatakan pendapatnya terkait akibat yang dapat te1jadi jika


masalah risiko pada An. I tidak diatasi; 6) Memberi pujian pada keluarga
atas kemampuan mengungkapkan pendapat; 7) Melakukan konseling pada
keluarga Bapak U dan Ibu A dalam mengambil keputusan untuk merawat
anggota keluarga yang berisiko; 8) Memotiviasi keluarga untuk
mengambil keputusan segera merawat An. I; 9) Memberikan pujian atas
keputusan yang diambil keluarga.

TUK 3: Setelah keluarga mampu mencapai tujuan khusus 2 dilanjutkan


dengan pencapaian tujuan khusus 3 yaitu kemampuan keluarga merawat
anggotanya, intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu: 10) Berdiskusi
dengan keluarga tentang cara perawatan di rumah terkait masalah risiko
penyalahgunaan narkoba pada An. I·
11) Menjelaskan dengan
'
menggunakan media lembar balik dan leaflet cara pencegahan terjadinya
masalah risiko penyalahgunaan narkoba terutama pada An. I; 12)
Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk menyebutkan kembali
penjelasan tentang cara merawat di rumah terkait masalah risiko
penyalahgunaan narkoba; 13) Memberikan pujian atas kemampuan
keluarga menyebutkan kembali cara melakukan perawatan dirumah.

14) Melakukan terapi perilaku yaitu perJanJian kontrak perilaku yang


disepakati (contracting contingency) bersama An. I; 15) Memberikan
penjelasan mengenai terapi perilaku yang dilakukan serta manfaatnya; 16)
memberikan motivasi terhadap An. I untuk menandatangani kontrak
perilaku yang telah disepakati; 17) Memberikan pujian pada An. I atas
keputusan untuk mengubah perilaku negatif melalui perjanjian kontrak
perilaku; 18) Mengajarkan dan mendemonstasikan teknik komunikasi
efektif pada anak remaja dan tehnik asertif dalam menolak ajakan negatif
dari teman sebaya hpada An. I; 19) Memberi kesempatan pada keluarga
untuk mendemonstrasikan kembali teknik komunikasi terbuka dan latihan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


113

asertif: 20) Memberikan pu_pan dan motivasi agar Iatihan komunikasi


efektif dan tehnik ase11if dilakukan secm·a mandiri di rumah.

TUK 4 dan 5: yaitu kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan dan


memanfaatkan fasilitas kesehatan, intervensi keperawatan yang dilakukan
meliputi: 21) Berdiskusi bersama keluarga cara menciptakan lingkungan
yang menunjang bagi perawatan An. I; 22) Memberikan kesempatan
kepada keluarga menyatakan pendapatn keluarga tentang cara
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perawatan An. I; 23)
Memberikan pujian atas kemampuan keluarga dalam memberikan
pendapatnya; 24) Membantu keluarga memodifikasi lingkungan psikologis
yang kondusif dan meningkatkan komunikasi terbuka dalam keluarga; 25)
Memotivasi keluarga untuk menciptakan lingkungan kondusif yang telah
didiskusikan; 26) Berdiskusi dengan keluarga tentang jenis fasilitas
pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk menangulangi masalah
yang berhubungan dengan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja;
27) Menganjurkan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
yang ada di masyarakat, khususnya pelayanan konseling PKPR di
Puskesmas dan conseling dengan guru BK di sekolah; 28) Melakukan
kunjungan tidak terencana terhadap untuk menilai tingkat keberhasilan
intervensi yang telah dilakukan bersama keluarga.

Hasil Evaluasi: Hasil pertemuan kedua dan ketiga keluarga sudah mampu
mencapai tujuan 1 dan 2, dimana keluarga sudah mampu mengenal
masalah dan memutuskan untuk segera merawat anggota keluarganya yang
berisiko menyalahgunakan narkoba. An. I menyebutkan bahwa
penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba yang dilakukan
bukan untuk pengobatan, tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya,
dikonsumsi dalam jumlah berlebih, secara kurang teratur dan berlangsung
cukup lama, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental, dan
kehidupan sosial. An. I menyatakan bahwa narkoba dibagi kedalam 3

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


114

golongan yaitu narkotika, psikotropika dan zat psikoaktif lainnya. An. I


menyebutkan bahwa tahap ketergantungan narkoba meliputi tahap
kompromi, coba-coba, toleransi, kebiasaan, ketergantungan, intoksikasi
dan kematian. An. I rnengatakan setiap remaja berisiko rnenyalahgunakan
narkoba terutarna karena pengaruh negatif dari ajakan ternan. An. I rnarnpu
rnenyebutkan bahaya narkoba bisa berdarnpak secara fisik rnisalnya
penyakit HIV AIDS atau Hepatitis. Bp. U dan Ibu A berharap rnahasiswa
dapat mernberikan inforrnasi banyak tentang bahaya narkoba bagi An. I

Hasil perternuan keernpat dan kelirna keluarga sudah dapat rnenyebutkan


pencegahan dan perawatan untuk rnengatasi risiko penyalahgunaan
narkoba pada rernaja. An. I rnengatakan cara merawat agar terhindar dari
penyalahgunaan narokoba adalah rnengisi waktu luang dengan kegiatan
yang lebih berrnanfaat rnisalnya olah raga, rneningkatkan keirnanan, berani
rnenolak ajakan teman untuk rnenggunakan narkoba, jangan pernah berani
untuk rnencoba anrkoba, dan bergaul dengan orang yang tidak
menggunakan narkoba. An. I rnampu melakukan redernonstrasi teknik
asertif menolak ajakan negatif ternan sebaya dengan berani berkata tidak
ketika ditawari narkoba. An. I rnenyepakati perjanjian untuk rnerubah
perilaku negatif sesuai kesepakatan dan akan dipantau oleh orang tua.

Perternuan keenarn dan ketujuh, Bp. U dan Ibu A rnengatakan cara


rnenciptakan lingkungan yang rnenunjang untuk pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaja adalah rnelalui kornunikasi terbuka
dirurnah dan akan berkonsultasi dengan guru BK disekolah untuk
rnelakukan upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada An. I

Rencana Tindak Lanjut: Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan bagi
keluarga adalah: 1) Makukan kunjungan tidak terencana oleh rnahasiswa
residen untuk rnengontrol perubahan perilaku An. I dan kernampuan
keluarga dalam rnernpertahankan kornunikasi efektif pada An.I; 2)

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


115

Menekankan peran aktif orang tua dalam membantu remaja yang memiliki
risiko penyalahgunaan narkoba untuk melakukan pengawasan dan
komunikasi secm·a aktif dan efektif terhadap An. I; 3) Mendelegasikan
kepada guru BK untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
perubahan perilaku pada An. I.

Diagnosa Keperawatan Kedua: Risiko penurunan prestasi belajar.


Tujuan umum: Setelah dilakukan asuhan keperawatan keluarga selama 7
minggu pada keluarga Bp. U risiko penurunan prestasi belajar tidak terjadi

Tujuan Khusus: 1) Keluarga mampu menyebutkan pengertian,


penyebab sulit belajar tanda-tanda sulit belajar dan mengidentifikasi
faktor mengenai kesulitan belajar; 2) Keluarga mampu menyebutkan
akibat lanjut dari masalah kesulitan belajar dan mengambil keputusan
untuk mengatasi sulit belajar pada anggota keluarga; 3) Keluarga mampu
mengatasi sulit belajar pada anggota keluarga dengan cara modifikasi
prilaku pada anggota keluarga dengan kesulitan belajar; 4) Keluarga
mampu memodifikasi lingkungan rumah untuk menunjang perawatan, dan
meningkatkan motivasi pada remaja untuk mengatasi sulit belajar; 5)
Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan dan sosial untuk
mengatasi anggota keluarga dengan sulit belajar

Rencana Intervensi Keperawatan: 1) Lakukan diskusi bersama keluarga


Bp. U untuk mengenali kesulitan belajar pada remaja; 2) Lakukan diskusi
bersama keluarga tentang akibat lanjut dampak kesulitan belajar pada An.
I; 3) Lakukan konseling pada keluarga dalam mengambil keputusan untuk
merawat anggota keluarga yang mengalami kesulitan belajar; 4) Jelaskan
mengenai perawatan dan pencegahan terjadinya masalah kesulitan belajar
pada remaja; 5) Lakukan Terapi perilaku pada An. I; 6) L(!l:ukan konseling
pada anggota keluarga remaja (An. I) tentang cara belajar efektif dengan
metode role playing dan problem solving; 7) Ajarkan teknik manajemen

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


116

stres pada An. I: 8) Bantu keluarga memodifikasi lingkungan psikologis di


keluarga yang kondusif; 9) Anjurkan keluarga memanfaatkan fasilitas
pelayanan yang ada di sekolah khususnya pelayanan layanan konseling
dengan guru BK atau wali kelas.

Pembenaran: Dukungan keluarga berhubungan dengan moral dan


kesejahteraan anggota keluarga sebagai sebuah kelompok, dan sistem ini
akan bekerja memperbaiki moral kelompok dan motivasi positif bagi
anggota keluarga. Menurut Friedman, Bowden dan Jones (2003), terdapat
4 komponen jenis dukungan yang dapat diberikan oleh keluarga meliputi:
1) Dukungan informasi, dimana keluarga memiliki fungsi sebagai
kolektor, diseminator atau penyebar informasi terhadap anggota keluarga:
2) Dukungan penilaian, keluarga bertindak untuk membimbing,
menengahi, mengarahkan serta membantu memecahkan masalah; 3)
Dukungan instrumental, dimana keluarga merupakan sebuah sumber
pertolongan praktis dan konkrit terhadap anggota keluarganya; 4)
Dukungan emosional, dimana keluarga merupakan sebuah tempat untuk
membantu anggota keluarga terhadap penguasaan emosi yang adaptif bagi
anggota keluarga.

Pemberian dukungan keluarga dapat memfasilitasi remaJa untuk dapat


belajar sebuah perilaku baru yang lebih positif sehingga memungkinkan
remaja dapat lebih berperilaku positif, khususnya meningkatkan
kemampuan dalam meningkatkan prestasi belajar. Peran orang tua
dirumah diharapkan dapat mengerti mengenai keadaan anaknya dan
mereka dapat membangun kekuatan pada anaknya dalam mengatasi
gangguan tersebut (Soetjiningsih, 201 0).

Pelaksanaan: TUV. 1 dan 2: Intervensi dilakukan agar keluarga mampu


mengenal masalah dan mengambil keputusan untuk merawat anggota
keluarga yang memiliki kesulitan belajar. Tindakan keperawatan yang

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
117

dilakukan meliputi: 1) Melakukan diskusi bersama keluarga Bp. U dan Ibu


A untuk mengenali kesulitan belajar pada An. I; 2) Melakukan bimbingan
dengan kepada keluarga agar dapat mengidentifikasi faktor kesulitan
belajar pada An. I; 3) Memberikan pujian atas kemampuan keluarga dalam
mengidentifikasi faktor kesulitan belajar pada An. I; 4) Berdiskusi bersama
keluarga tentang akibat lanjut dampak kesulitan belajar pada An. I; 5)
Meminta pendapat keluarga untuk menyatakan pendapatnya terkait
permasalahan yang akan terjadi jika masalah kesulitan belajar pada An. I
tidak diatasi; 6) Memberikan pujian kepada keluarga atas kemampuannya
mengungkapkan pendapat; 7) Melakukan konseling pada keluarga dalam
mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang mengalami
kesulitan belajar; 8) Memberikan pujian atas keputusan yang diambil oleh
keluarga

TUK 3: Setelah keluarga mampu mencapai tujuan khusus 2 dilanjutkan


dengan pencapaian tujuan khusus 3 yaitu kemampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang memiliki masalah kesulitan belajar,
intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu: 9) Melakukan diskusi
terhadap keluarga tentang cara belajar efektif dengan metode role palying
dan problem solving; 10) Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk
menyebutkan kembali penjelasan tentang cara belajar efektif dengan
metode role playing dan problem solving; 11) Memberikan pujian atas
kemampuan keluarga menyebutkan kembali cara belajar efektif; 12)
Mengajarkan tehnik manajemen stres melalui tehnik relaksasi; 13)
Meminta An. I untuk melakukan redemonstrasi cara melakukan tehnik
relaksasi; 14) Memberikan pujian dan motivasi agar latihan relaksasi bisa
dilakukan saat mengalami kejenuhan ketika belajar.

TUK 4 dan 5: yaitu kemampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan


dan memanfaatkan fasilitas kesehatan, intervensi keperawatan yang
dilakukan meliputi: 15) Berdiskusi bersama keluarga tentang cara

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
118

menciptakan lingkungan yang kondusif untuk An. I belajar: 16)


Memberikan kesempatan kepada keluarga menyatakan pendapat keluarga
tentang cara menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perawatan An. I;
17) Memberikan pujian atas kemampuan keluarga dalam memberikan
pendapatnya; 18) Berdiskusi dengan keluarga tentang jenis fasilitas
pelayanan yang dapat digunakan untuk menangulangi masalah yang
berhubungan dengan kesulitan belajar; 19) Menganjurkan keluarga
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat atau
disekolah, khususnya pelayanan konseling dengan guru BK di sekolah; 20)
Melakukan kunjungan tidak terencana terhadap keluarga untuk menilai
keberhasilan atas intervensi yang telah dilakukan bersama keluarga.

Hasil Evaluasi: Hasil pertemuan kedua dan ketiga keluarga sudah mampu
mencapai tujuan 1 dan 2, dimana keluarga sudah mampu mengenal
masalah dan memutuskan untuk segera merawat anggota keluarganya yang
berisiko mengalami penurunan prestasi belajar. An. I menyebutkan bahwa
penurunan prestasi belajar adalah penurunan hasil dari suatu kegiatan yang
telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati, yang
diperolehdengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun
secara kelompok dalam bidang kegiatan tertentu. An. I menyebutkan
bahwa penurunan prestasi belajar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
internal, eksternal dan faktor fi.siologis. An. I menjelaskan bahwa faktor
internal yang mempengaruhi penurunan prestasi belajar meliputi
kecerdasa, bakat, minat, sikap, malas, waktu, menggampangkan tugas dan
motivasi. Sedangkan faktor sedangkan pengaruh faktor eksternal adalah
pengalaman, keadaan keluarga, dan lingkungan sekitar. An. I mampu
menyebutkan dampak penurunan prestasi belajar diantaranya sulit mencari
peluang kerja, kurang percaya diri.

Hasil pertemuan keempat dan kelima keluarga sudah dapat menyebutkan


pencegahan dan perawatan untuk mengatasi risiko penurunan prestasi

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
119

belajar. An. I mengatakan cara meningkatkan prestasi belajar adalah


melalui Jadilah seorang pemimpin dengan melatihlah rasa tanggung jawab,
mendengarkan penjelasan guru dengan baik, jangan malu untuk bertanya,
kerjakan pekerjaan rumah dengan baik jangan selalu mencari alasan untuk
tidak mengerjakannya, setiap pulang sekolah selalu mengulang pelajaran
yang tadi diajarkan disekolah, cukup istirahat, banyak berlatih pelajaran
yang disukai, cari seorang role model yang baik. An. I mampu melakukan
tehnik relaksasi untuk mengurangi stres. An. I menyepakati perjanjian
untuk merubah cara belajar dan memanfaatkan waktu untuk belajar untuk
menghadapi ujian nasional. Pertemuan keenam, Bp. U mengatakan cara
menciptakan lingkungan yang menunjang untuk peningkatan prestasi
belajar adalah melalui dukungan keluarga berupas semangat, kesempatan
dan pengawasan,

Rencana Tindak Lanjut:


Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan bagi keluarga adalah: 1)
Makukan kunjungan tidak terencana oleh mahasiswa residen untuk
mengontrol perubahan perilaku belajar An. I dan kemampuan keluarga
dalam mempertahankan dukungan pada An.l; 2) Menekankan peran aktif
orang tua dalam membantu remaja yang memiliki risiko penurunan
prestasi belajar dengan melakukan pengawasan secara aktifterhadap An. I;
3) Mendelegasikan kepada guru BK dan wali kelas disekolah untuk
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perubahan perilaku pada
An.I.

4.3.4 Kemandirian Keluarga


Setelah dilakukan asuhan keperawatan kepada 10 keluarga binaan, terjadi
peningkatan tingkat kemandirian keluarga. Hasil yang diperoleh tingkat
kemandirian keluarga berada pada rentang tingkat kemanririan III sampai
dengan IV. Evaluasi hasil dari 10 keluarga binaan dilihat dari pencapaian
kemandirian keluarga dalam melaksanakan lima rugas keluarga dalam

Univorsitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


120

bidang kesehatan. Pembinaan terhadap keluarga dilakukan selama 3-4


bulan, dengan jumlah kunjungan terhadap masing-masing keluarga rata-
rata 12 kali kunjungan. Terapi modalitas yang diberikan kepada keluarga
berupa, manajemen perilaku, coaching, tehnik komunikasi efektif, latihan
asertif menolak ajakan negatif, dan konseling.

Keluarga yang mampu mengidentifikasi masalah yang dialami dan mampu


melakukan perawatan sederhana yaitu menyelesaikan masalah yang
dialami (Tingkat kemandirian III) sebesar 30%. Keluarga yang telah
mampu melakukan pencegahan dengan melakukan komunikasi secara
terbuka dalam keluarga dan mampu melakukan tindakan peningkatan
kesehatan promosi kesehatan secara aktif (Tingkat kemandirian IV)
sebesar 70%. Hasil asuhan keperawatan terhadap tingkat kemandirian
keluarga pada 10 keluarga binaan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.3: lndikator Dampak Asuhan Keperawatan Keluarga Berdasarkan


Tingkat Kemandirian Keluarga.
No Kriteria Keluar a Binaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Menerima petugas kesehatan (Perkesmas) -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J
2 Menerima pelayanan kesehatan sesua1 -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J
rencana keperawatan
3 Tahu dan dapat mengungkapkan masalah -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J
kesehatannya secara benar
4 Memanfaatkan fasilitas pelayanan -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J
kesehatan sesuai anjuran
5 Melakukan tindakan keperawatan -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J
sederhana sesuai anjuran
6 Melakukan tindakan pencegahan secara -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J -.J
aktif
7 Melakukan tindakan peningkatan -.J -.J -.J - -.J - -.J -.J -.J -
kesehatan (promotif) secara aktif
Tingkat Kemandirian 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


·-•.. · ..
. '·.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


121

BAB5
PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan perbandingan kesenjangan dan pencapa1an hasil


dengan teori, konsep maupun hasil penelitian terkait. Item yang dibahas pada bab
ini adalah analisis kesenjangan dan pencapaian pengelolaan pelayanan manajemen
keperawatan, asuhan keperawatan komunitas, dan asuhan keperawatan keluarga
terkait upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada di SMK TB Kota
Depok.

5.1 Analisis Pencapaian dan Kesenjangan


5.1.1 Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas
Masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas terkait upaya
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja di SMK TB,
didapatkan dua masalah prioritas yaitu: 1) Belum optimalnya pembinaan
dan pelatihan SDM disekolah khususnya upaya pencegahan risikci
penyalahgunaan narkoba pada remaja; 2) Belum optimalnya fungsi
pengarahan supervisi dan komunikasi pelaksanaan program PKPR
disekolah.

Kedua masalah tersebut diatas diselesaikan dengan pendekatan manajemen


perencanaan, pengorganisasian, personalia, pengarahan, dan pengawasan
(Marquis & Huston, 20 10). Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
kedua masalah tersebut melalui program Drug Abuse Resistance
Education (DARE). DARE dirancang untuk mengajarkan anak-anak
pentingnya menghindari diri dari narkoba, alkohol, dan penggunaan
tembakau. Sementara pada saat yang sama meningkatkan harga diri
mereka dan mencegah menggunakan obat-obatan karena tekanan ternan
sebaya. Selain itu DARE dirancang unt~'k mencegah keterlibatan remaja
dalam geng dan kegiatan kekerasan lainnya (Ennett et al, 1994).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


122

Elemen kunci dari program DARE adalah upaya gabungan dari polisi.
sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat dimana mereka ikut
berpartisipasi dengan membawa pengetahuan, pendidikan, dan
pengalaman mereka untuk ikut bertanggung jawab dalam mengajarkan
anak-anak tentang bahaya narkoba dan bagaimana melawan narkoba
(DARE America , 1996). Petugas yang terlibat dalam program ini diminta
untuk menjalani pelatihan khusus di bidang perkembangan anak,
pengelolaan kelas, teknik mengajar, dan keterampilan komunikasi untuk
mempersiapkan mereka untuk mengajarkan kurikulum DARE (Ennett et
aL, 1994).

Kurikulum DARE yang dirancang dalam upaya pencegahan risiko


penyalahgunaan narkoba pada remaja di SMK TB dibuat dalam bentuk
modul pelatihan, Modul-mudul tersebut meliputi: modul 1 kesehatan jiwa
dan kepribadian remaja; modul 2 menilai diri dan mengelola stres; modul
3 narkoba dan pengaruhnya pada tubuh; dan modul 4 meningkatkan
tanggung jawab dan kepercayaan diri. Modul-modul ini dibuat
berdasarkan modifikasi kurikulum program DARE. Kurikulum ini
diajarkan dengan menggunakan berbagai pendekatan termasuk kelas
kuliah, latihan workbook, role-playing, pertanyaan dan sesi jawaban,
kegiatan kelompok, latihan kasus, pelayanah masyarakat ,dan diskusi
kelompok.

Pembahasan pelaksanaan program DARE ditekankan pada pelaksanan


tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah belum optimalnya
pembinaan dan pelatihan SDM disekolah khususnya upaya pencegahan
risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja. Intervensi yang dilakukan
oleh residen adalah: 1) Advokasi pembentukan Usaha Kesehatan Sekolah
(UK~); 2) Membentuk struktur pelaksana UKS SMK TB; 3) Menyusun
program kerja UKS selama 1 tahun; 4) Melakukan sosialisasi program
kerja UKS disekolah; 5) Membangun komitmen bersama untuk

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


123

melaksanakan program kerja UKS: 6) Membentuk kader kesehatan


sekolah yang berasal dari guru dan peer educator "PENA'' yang berasal
dari siswa; 7) Membentuk struktur organisasi dan rencana ke1ja kader
kesehatan dan peer educator "PENA''; 8) Membuat modul pencegahan
penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 9) Melakukan pelatihan
kader kesehatan sekolah dan peer educator "PENA'' dalam upaya
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 10)
Lakukan supervisi pada guru UKS, kader kesehatan sekolah dan peer
educator "PENA'' terhadap pelaksanaan pencegahan resiko
penyalahgunaan narkoba pada siswa disekolah.

Melakukan advokasi pembentukan UKS SMK TB, advokasi ini dilakukan


kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dan bidang
kurikulum. Sesuai dengan Kepmenkes No. 1457 tentang Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan Kabupaten/Kota, UKS
Merupakan salah satu program wajib yang hams diselenggarakan. Upaya
advokasi yang dilakukan men~njukan hasil respon kepala sekolah dan
wakil kepala sekolah sangat menyambut dengan baik rencana tersebut, dan
menaruh harapan besar terbentuknya UKS di SMK TB. Kegiatan ini
sangat menunjang dengan persiapan sekolah dalam mempersiapkan
akreditasi.

Tindakan lain yang dilakukan adalah membentuk struktur UKS, menyusun


program kerja UKS dan melakukan sosialisasi program kerja UKS SMK
TB. UKS dijalankan oleh struktur organisasi yang terdiri dari tim pembina
dan pelaksan. Tim pembina UKS melaksanakan upaya pembinaan dan
pengembangan UKS secara terpadu dan terkoordinasi, sedangkan tim
pelaksana UKS melaksanakan tiga program pokok UKS (Trias UKS)
(Marfu & Sofyan, 2010).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


124

Upaya ini menunjukan hasil terbentuknya struktur UKS SMK TB. yang
terdiri dari 6 orang guru dan 11 orang siswa. Selain itu tersusunnya
program kerja UKS yang telah disosialisasikan kepada guru dan siswa.
Adapun program kerja UKS yang telah disusun meliputi: I) Pembinaan
lingkungan sehat; 2) Pembentukan Kader kesehatan (peer educator); 3)
Penjaringan kesehatan bekerjasama dengan puskesmas; 4) Pemeriksaan
kesehatan berkala tiap 6 bulan; 5) Pengawasan warung sekolah; 6)
Bimbingan dan konseling kesehatan; 7) Kebun sekolah; 8) Dana sehat; 9)
Pemantauan kesegaran jasmani; 9) Donor darah; 10) Penyediaan toilet
wanita menstruasi.

UKS diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat siswa,


sehingga siswa dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis
dan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Masalah-masalah
yang menjadi fokus UKS diantaranya: 1) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS); 2) Masalah yang berkaitan dengan perilaku beresiko seperti
penyalahgunaan narkoba; 3) Maslah gizi; 4) Gangguan kesehatan dasar
dan sanitasi. Keberhasilan dari kegiatan ini adalah berkat dukungan dan
kerjasama yang baik dari sekolah (guru dan siswa), dalam bentuk
penyediaan sarana dan prasarana UKS SMK TB.

Membentuk kader kesehatan dan peer educator, serta melakukan pelatihan


terhadap kader kesehatan dan peer educator. Hasil dari kegiatan ini
menunjukan terbentuknya kader kesehatan yang berasal dari guru dimana
guru yang terlibat sebagai kader kesehatan sebanyak 6 orang. Guru yang
terlibat berkomitmen untuk melakukan pembinaan terhadap siswa dalam
upaya pencegahan risiko penyaahgunaan narkoba di sekolah. Pembentukan
kader kesehatan sekolah dilakukan untuk melibatkan peran serta aktif guru
dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba oleh remaja
disekolah melalui program DARE. Elemen kunci dari program DARE
adalah upaya gabungan sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat dimana

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


125

mereka ikut berpartisipasi dengan membawa pengetahuan. pendidikan. dan


pengalaman mereka untuk ikut bertanggung jawab dalam mengajarkan
anak-anak tentang bahaya narkoba dan bagaimana melawan narkoba
(DARE America , 1996). Oleh karena itu diharapkan dengan terlibatnya
guru dalam program ini diharapkan bisa memberikan kemudahan dalam
pencapaian tujuan penerapan program ini.

Selain dukungan guru dalam pelaksanaan program ini mahasiswa


melibatkan peran serta aktif siswa yang terhimpun dalam wadah yang
disebut dengan Peer Educator Peduli Narkoba yang kemudian disingkat
dengan peer educator "PENA''. Keterlibatan siswa dirasa sangat penting
dalam proses pendidikan terhadapa remaja. Cowie and Wellace (2000),
menjelaskan bahwa dukungan ternan sebaya banyak membantu atau
memberikan keuntungan kepada anak-anak yang memiliki problem sosial
dan problem keluarga, dapat membantu memperbaiki iklim sekolah, serta
memberikan pelatihan keterampilan sosial.

Pembentukan peer educator merupakan bagian dari pelaksanaan salah satu


fungsi manajemen pelayanan keperawatan yaitu pengorganisasian. Fungsi
pengorganisasian bertujuan untuk menghimpun semua sumber daya yang
dimiliki dan memanfaatkannya secara efisien sesuai tugas dan
tanggungjawabnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Swans burg, 2000; Marquis & Huston, 201 0)

Penelitian yang dilakukan oleh Lutfiani (20 11) dengan metode kuasi
eksperimen yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan
kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang risiko
penyalahgunaan narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota
Medan, hasilnya menunjukkan pengar"3 yang signifikan pendidikan
kelompok sebaya terhadap sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan
narkoba. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ritanti (2011), tentang multi

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


126

dimensi keluarga sebagai bentuk intervensi keperawatan komunitas untuk


mencegah penyalahgunaan NAPZA pada usia remaja di Kelurahan Tugu
Kota Depok, dimana salah satu strategi intervensi yang dilakukan adalah
melalui pelatihan peer educator, hasilnya menunjukkan pengaruh yang
signifikan pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahun remaja
tentang risiko penyalahgunaan.

Hasil pelatihan terhadap peer educator tentang kesehatan jiwa dan


kepribadian remaja bagi peer educator "PENA''. Kegiatan ini diikuti oleh
17 orang anggota peer educator "PENA''. Hasil pelatihan menunjukan
adanya peningkatan pengetahuan setelab dilakukan pelatihan dengan rata-
rata nilai pretest 16,4 7 dan nilai rata-rata postest 18,64. Selisib atau
perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,17,
sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 10.8%. Hal terse but
dibuktikan dari basil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-
value 2-tailed sebesar O,OQI dengan a= 0,05.

Evaluasi basil kegiatan pelatihan modul 2 tentang menilai diri dan


mengelola stress bagi peer educator "PENA'', menunjukan adanya
peningkatan pengetabuan setelab dilakukan pelatiban, dengan rata-rata
nilai pretest 16,64 dan nilai rata-ra,ta postest 19,05. Selisib atau perbedaan
rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,41, sebingga
terjadi peningkatan pengetahuan sebesar 12,5%. Hal tersebut dibuktikan
dari basil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed
sebesar 0,000 dengan a= 0,05.

Berdasarkan basil evaluasi kegiatan pelatihan modul 3 tentang narkoba


dan pengaruhnya pada tubub bagi peer educator "PENA''. Hasil pelatihan
menu11~:1kan adanya peningkatan pengetabuan setelah dilakukan pelatiban,
dengan rata-rata nilai pretest 15,23, dan nilai rata-ra,ta postest 18,64.
Selisib atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


127

sebesar 3,41, sehingga tetjadi peningkatan pengetahuan sebesar 7%. Hal


tersebut dibuktikan dari basil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon
didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,000 dengan a= 0,05.

Basil -evaluasi kegiatan pelatihan modul 4 tentang meningkatkan


tangguang jawab dan kepercayaan diri remaja bagi peer educator
"PENA''. Basil pelatihan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan
setelah dilakukan pelatihan, dengan rata-rata nilai pretest 16,23, dan nilai
rata-ra,ta postest 19, 11. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest
dengan nilai postest sebesar 2,88, sehingga terjadi peningkatan
pengetahuan sebesar 17 ,4%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji
signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-value 2-tailed sebesar 0,000
dengan a= 0,05.

Basil pelatihan diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Asri
(2013), tentang program keluarga untuk remaja sehat sebagai strategi
dalam pengendalian risiko penyalahgunaan NAPZA pada remaja di
Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok, dimana salah
satu strategi intervensi yang dilakukan adalah melalui pelatihan kelompok
remaja, hasilnya menunjukkan pengaruh yang signifikan pendidikan
kelompok sebaya terhadap pengetahun remaJa tentang risiko
penyalahgunaan NAPZA sebesar 29%.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurhayati (2012), tentang metode


permainan dalam model edukasi sebaya sebagai strategi peningkatan
kesehatan reproduksi remaja berbasis pemberdayaan siswa Di MTS
Kelurahan Tugu. Basil penelitian menunjukan setelah dilakukan intervensi
keperawatan komunitas di MTs "AH" Kelurahan Tugu melalui metode
permainan dalam model edukasi sebaya terjadi meningkatkan pengetahuan
tentang kesehatan baik sebesar 17%, sikap positif terhadap kesehatan
reproduksi sebesar 15% dan perilaku tidak berisiko sebesar 7%. Penelitian

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


128

Carol Hirschon (2005). tentang evaluasi dari program DARE berulang kali
menunjukkan bahwa DARE efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan
sikap siswa dalam mencegah penggunaan obat-obatan. Berdasarkan basil
penelitian Yansyah (20 11) dengan metode kualitatif menunjukkan bahwa
aktifitas dari peran pendidik sebaya membawa dampak yang positif bagi
remaja (sebayanya) karena remaja memperoleh pengetahuan yang lebih
baik tentang kesehatan reproduksi.

Kendala yang dihadapi dalam melakukan intervensi keperawatan terhadap


peer educator adalah: kendala waktu, dimana residen harus menyesuaikan
waktu dengan siswa. Angota peer educator yang merupakan perwakilan
siswa dari beberapa kelas denga jam pelajaran yang berbeda (pagi dan
sore) sehingga terkadang menyulitkan untuk mencari jam yang sesuai.
Selain itu faktor tempat, sekolah belum banyak memiliki ruangan yang
nyaman untuk melakukan kegiatan pertemuan dengan peer educator.

Basil pelatihan modul 1 terhadap kader kesehatan (guru) tentang kesehatan


jiwa dan kepribadian remaja menunjukan adanya peningkatan pengetahuan
setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 18,5 dan nilai
rata-rata postest 20. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest
dengan nilai postest sebesar 1,5, sehingga terdapat peningkatan
pengetahuan sebesar 7,5%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji
signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,024
dengan a= 0,05.

Pelatihan modul 2 tentang menilai diri dan mengelola stress hasil pelatihan
menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan
dengan rata-rata nilai pretest 17,6 dan nilai rata-rata postest 19,8. Selisih
atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar
2,2, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 11%. Hal terse but

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


129

dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-


value 2-tailed sebesar 0,026 dengan a= 0,05.

Hasil pelatihan modul 3 tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh


menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan
dengan rata-rata nilai pretest 17,3 dan nilai rata-rata postest 19,6. Selisih
atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar
2,3, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 11 ,5%. Hal
tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon
didapatkanp-value 2-tailed sebesar 0,023 dengan a= 0,05.

Berdasarkan basil pelatihan modul 4 tentang meningkatkan tanggung


jawab dan kepercayaan diri remaja menunjukan adanya peningkatan
pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 17,8
dan nilai rata-rata postest 20. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai
pretest dengan nilai postest sebesar 2,2, sehingga terdapat peningkatan
pengetahuan sebesar 11%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi
melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,020 dengan a
= 0,05.

Hasil pelatihan diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Asri
(2013), tentang program keluarga untuk remaja sehat sebagai strategi
dalam pengendalian risiko penyalahgunaan NAPZA pada remaja di
Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok, dimana salah
satu strategi intervensi yang dilakukan adalah melalui terhadap guru SMP
F. Hasilnya menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan sebelum dan
sesudah kegiatan pelatihan sebesar 42,8% (rata-ratanilai postest 88,60)
hasil uji statistik menunjukan adanya perbedaan signifikan pengetahuan
guru dengan nilai p=O,OOO.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


130

Guru memiliki kekuatan atau kekuasaan untuk melakukan mobilisasi dan


koordinasi kepada seluruh siswa dan orang tua siswa. Peran ini merupakan
struktur tugas dan fungsi bagi guru dalam melaksanakan manajemen
sekolah. Kekuasaan yang melekat pada guru di sekolah merupakan modal
strategis bagi penggerakkan dan motivasi siswa dalam melakukan kigiatan
dan aktivitas di sekolah, bahkan aktivitas terkait kesehatan (Zuhri, 2002).
Selain itu, guru juga merupakan role model bagi siswa, yang berarti semua
perilaku yang ditampilkan merupakan strategi jitu dalam merubah perilaku
siswa kearah perilaku yang lebih positif (Ashari, 201 0).

Pelatihan kader kesehatan sekolah (guru) bertujuan untuk mengembangkan


SDM yang nantinya akan melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan
secara mandiri, khususnya masalah pencegahan risiko penyalahgunaan
narkoba. Pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya
manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan
kepribadian. Pelatihan juga merupakan bagian dari proses pendidikan yang
untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan individu atau
kelompok (Hariandja, 2002). Pelatihan terhadap guru terbukti dapat
meningkatkan kinerja guru (Musafa, 2013).

Guru dapat dijadikan kader kesehatan sekolah untuk melakukan


pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja. Untuk
menyiapkan tenaga guru sebagai kader kesehatan sekolah perlu dilakukan
pelatihan atau workshop (Sullivan, Catallozzi, Haller, & Gibson, 2009).
Kader akan selalu berkoordinasi dan bekerja sama dengan peer educator
yang berasal dari siswa. kerjasama ini diharapkan dapat mempertajam
layanan kesehatan guna mencapai tujuan sehat bagi seluruh masyarakat
sekolah (SNKRI, 2008).

Hambatan yang dihadapi dalam menyelesaikan masalah manajemen


pelayanan keperawatan yaitu: kendala waktu, sulitnya menyesuaikan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


127

sebesar 3,41, sehingga te1jadi peningkatan pengetahuan sebesar 7%. Hal


tersebut dibuktikan dari basil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon
didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,000 dengan a= 0,05.

Hasil -evaluasi kegiatan pelatihan modul 4 tentang meningkatkan


tangguang jawab dan kepercayaan diri remaja bagi peer educator
"PENA''. Hasil pelatihan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan
setelah dilakukan pelatihan, dengan rata-rata nilai pretest 16,23, dan nilai
rata-ra,ta postest 19, 11. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest
dengan nilai postest sebesar 2,88, sehingga terjadi peningkatan
pengetahuan sebesar 17 ,4%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji
signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-va/ue 2-tailed sebesar 0,000
dengan a= 0,05.

Hasil pelatihan diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Asri
(20 13 ), tentang program keluarga untuk remaja sehat sebagai strategi
dalam pengendalian risiko penyalahgunaan NAPZA pada remaja di
Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok, dimana salah
satu strategi intervensi yang dilakukan adalah melalui pelatihan kelompok
remaja, hasilnya menunjukkan pengaruh yang signifikan pendidikan
kelompok sebaya terhadap pengetahun remaJa tentang risiko
penyalahgunaan NAPZA sebesar 29%.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurhayati (2012), tentang metode


permainan dalam model edukasi sebaya sebagai strategi peningkatan
kesehatan reproduksi remaja berbasis pemberdayaan siswa Di MTS
Kelurahan Tugu. Hasil penelitian menunjukan setelah dilakukan intervensi
keperawatan komunitas di MTs "AH" Kelurahan Tugu melalui metode
permainan dalammodel edukasi sebaya terjadi meningkatkan pengetahuan
tentang kesehatan baik sebesar 17%, sikap positif terhadap kesehatan
reproduksi sebesar 15% dan perilaku tidak berisiko sebesar 7%. Penelitian

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


128

Carol Hirschon (2005). tentang evaluasi dari program DARE berulang kali
menunjukkan bahwa DARE efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan
sikap siswa dalam mencegah penggunaan obat-obatan. Berdasarkan hasil
penelitian Yansyah (2011) dengan metode kualitatif menunjukkan bahwa
aktifitas dari peran pendidik sebaya membawa dampak yang positif bagi
remaja (sebayanya) karena remaja memperoleh pengetahuan yang lebih
baik tentang kesehatan reproduksi.

Kendala yang dihadapi dalam melakukan intervensi keperawatan terhadap


peer educator adalah: kendala waktu, dimana residen harus menyesuaikan
waktu dengan siswa. Angota peer educator yang merupakan perwakilan
siswa dari beberapa kelas denga jam pelajaran yang berbeda (pagi dan
sore) sehingga terkadang menyulitkan untuk mencari jam yang sesuai.
Selain itu faktor tempat, sekolah belum banyak memiliki ruangan yang
nyaman untuk melakukan kegiatan pertemuan dengan peer educator.

Hasil pelatihan modul 1 terhadap kader kesehatan (guru) tentang kesehatan


jiwa dan kepribadian remaja menunjukan adanya peningkatan pengetahuan
setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 18,5 dan nilai
rata-rata postest 20. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest
dengan nilai postest sebesar 1,5, sehingga terdapat peningkatan
pengetahuan sebesar 7,5%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji
signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,024
dengan a= 0,05.

Pelatihan modul 2 tentang menilai diri dan mengelola stress hasil pelatihan
menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan
dengan rata-rata nilai pretest 17,6 dan nilai rata-rata postest 19,8. Selisih
atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar
2,2, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 11%. Hal terse but

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


129

dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-


value 2-tailed sebesar 0,026 dengan a= 0,05.

Hasil pelatihan modul 3 tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh


menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan
dengan rata-rata nilai pretest 17,3 dan nilai rata-rata postest 19,6. Selisih
atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar
2,3, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 11,5%. Hal
tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon
didapatkanp-value 2-tailed sebesar 0,023 dengan a= 0,05.

Berdasarkan hasil pelatihan modul 4 tentang meningkatkan tanggung


jawab dan kepercayaan diri remaja menunjukan adanya peningkatan
pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 17,8
dan nilai rata-rata postest 20. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai
pretest dengan nilai postest sebesar 2,2, sehingga terdapat peningkatan
pengetahuan sebesar 11%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi
melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,020 dengan a
= 0,05.

Hasil pelatihan diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Asri
(2013), tentang program keluarga untuk remaja sehat sebagai strategi
dalam pengendalian risiko penyalahgunaan NAPZA pada remaja di
Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok, dimana salah
satu strategi intervensi yang dilakukan adalah melalui terhadap guru SMP
F. Hasilnya menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan sebelum dan
sesudah kegiatan pelatihan sebesar 42,8% (rata-ratanilai postest 88,60)
hasil uji statistik menunjukan adanya perbedaan signifikan pengetahuan
guru dengan nilai p=O,OOO.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


130

Guru memiliki kekuatan atau kekuasaan untuk melakukan mobilisasi dan


koordinasi kepada seluruh siswa dan orang tua siswa. Peran ini merupakan
struktur tugas dan fungsi bagi guru dalam. melaksanakan manajemen
sekolah. Kekuasaan yang melekat pada guru di sekolah merupakan modal
strategis bagi penggerakkan dan motivasi siswa dalam melakukan kigiatan
dan aktivitas di sekolah, bahkan aktivitas terkait kesehatan (Zuhri, 2002).
Selain itu, guru juga merupakan role model bagi siswa, yang berarti semua
perilaku yang ditampilkan merupakan strategi jitu dalam merubah perilaku
siswa kearah perilaku yang lebih positif (Ashari, 201 0).

Pelatihan kader kesehatan sekolah (guru) bertujuan untuk mengembangkan


SDM yang nantinya akan melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan
secara mandiri, khususnya masalah pencegahan risiko penyalahgunaan
narkoba. Pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya
manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan
kepribadian. Pelatihan juga merupakan bagian dari proses pendidikan yang
untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan individu atau
kelompok (Hariandja, 2002). Pelatihan terhadap guru terbukti dapat
meningkatkan kinerja guru (Musafa, 2013).

Guru dapat dijadikan kader kesehatan sekolah untuk melakukan


pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja. Untuk
menyiapkan tenaga guru sebagai kader kesehatan sekolah perlu dilakukan
pelatihan atau workshop (Sullivan, Catallozzi, Haller, & Gibson, 2009).
Kader akan selalu berkoordinasi dan bekerja sama dengan peer educator
yang berasal dari siswa. kerjasama ini diharapkan dapat mempertajam
layanan kesehatan guna mencapai tujuan sehat bagi seluruh masyarakat
sekolah (SNKRI, 2008).

Hambatan yang dihadapi dalam menyelesaikan masalah manaJemen


pelayanan keperawatan yaitu: kendala waktu, sulitnya menyesuaikan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


131

waktu siswa anggota peer educator dengan kegiatan yang diselenggarakan


oleh residen, karena jadwal siswa terbagi menjadi kelas pagi dan kelas
sore. Hambatan lain adalah tidak adanya siswa kelas 2 dan 3 yang terlibat
sebagai anggota peer educator, karena berdasarkan jadwal siswa kelas 2
sedang melaksanakan kegiatan praktek lapangan, dan kelas 3 sedang
melakukan persiapan untuk menghadapi ujian nasional tingkat SMU.
Jumlah guru yang ada di SMK TB masih dirasa kurang, sementara jumlah
kelas terbagi kedalam kelas pagi dan sore, sehingga aktifitas guru dalam
proses belajar sangat tinggi.

Masalah manaJemen pelayanan keperawatan komunitas kedua adalah


belum optimalnya fungsi pengarahan superv1s1 dan komunikasi
pelaksanaan program PKPR disekolah. Intervensi keperawatan yang
dilakukan oleh residen adalah: 1) Menyusun alur komunikasi antara
sekolah dengan puskesmas dalam upaya pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 2) Melakukan monitoring
dan supervisi bersama puskesmas dalam upaya pencegahan
penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 3) Melibatkan guru dalam
melakukan monitoring dan supervisi terhadap peer educator "PENA''; 4)
Lakukan koordinasi dengan puskesmas dan Badan Narkotika Kota Depok

Penyusunan alur komunikasi merupakan salah satu intervensi yang


dilakukan untuk mengatasi masalah belum optimalnya fungsi pengarahan
supervisi dan komunikasi pelaksanaan program PKPR disekolah. Hasil
dari kegiatan ini adalah tersusunnya alur komunikasi program pencegahan
penyalahgunaan narkoba pada siswa di SMK TB).

Menurut Marquis dan Huston (2010), dijelaskan bahwa fungsi pengarahan


yang baik memerlukan komunikasi yang efektif, sehingga dapat
memotivasi semua pihak yang terlibat dalam menyelesaikan konflik. Alur
komunikasi yang dibuat merupakan salah satu strategi yang dapat

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


I32

dilakukan oleh sekolah untuk melakukan koordinasi dengan pihak terkait


seperti puskesmas, BNN Kota depok untuk bekerjasama dalam melakukan
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah.

Monitoring dan supervisi dilakukan untuk menilai atau memberikan


pengarahan, kegiatan ini merupakan bagian dari fungsi manajemen. Hasil
evaluasi supervisi pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa dan
kepribadian remaja menunjukan bahwa, nilai rata-rata yang dilakukan oleh
10 orang peserta sebesar 21 ,6, sedangkan hasil penilaian residen sebesar
27. Hasil evaluasi supervisi pendidikan menilai diri dan mengelola stres
menunjukan bahwa, nilai rata-rata yang dilakukan oleh I 0 orang peserta
sebesar 21, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 25. Hasil evaluasi
supervisi pendidikan kesehatan tentang narkoba dan pengaruhnya pda
tubuh menunjukan bahwa, nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang
peserta sebesar 22,4, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 28.

Hasil evaluasi bersama peer educator disampaikan bahwa mereka masih


merasakan tegang, penguasaan materi belum maksimal sehingga ketika
ada ternan yang bertanya belum bisa dijawab secara maksimal, jumlah
peserta banyak sehingga sulit mengendalikan peserta, merasa gugup saat
menyampaikan materi, dan dan masih hams banyak latihan,

Hasil kegiatan supervisi terhadap guru atau kader kesehatan dalam


penerapan modul 1,2 dan 4. Hasil evaluasi supervisi penerapan modul 1,
nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang peserta sebesar 23,9,
sedangkan hasil penilaian residen sebesar 29. Hasil evaluasi supervisi
penerapan modul 2, nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang peserta
sebesar 24,4, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 28. Hasil evaluasi
supervisi penerapan modul 4, nilai rata-rata yang dilakukan oleh I 0 orang
peserta sebesar 24,1, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 29. Guru
sudah mampu berkomunikasi dengan baik dalam menyampaikan materi,

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


,,
1_)_)

kemampuan guru dalam mengelola kelas masih belum maksimal. Hasil


penilaian terhadap 3 orang kader kesehatan didapatkan bahwa 1 orang
kader masih belum percaya diri dalam memberikan pendidikan kesehatan
terhadap siswa, hal ini karena guru tersebut belum pernah memiliki
pengalaman mengajar didalam kelas. Suasana ruangan yang panas
menyebabkan peserta kurang nyaman sehingga agak sulit mengendalikan
peserta.

Hasil kegaiatan supervisi diatas sesuai dengan hasil penelitian Hidayat


(2013), tentang Konseling Berbasis IT (KB-IT) Sebagai Intervensi
Keperawatan Kesehatan Komunitas Dalam Meningkatkan Kesehatan
Reproduksi Remaja di SMP F Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan
Cimanggis Kota Depok. Hasil Pelatihan dan kegiatan supervisi pada guru
sebagai kader kesehatan sekolah mampu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan guru pengampu program layanan KB-IT.

Supervisi yang dilakukan untuk meinbimbing, memotivasi, dan


memastikan kader kesehatan dan peer educator mampu melaksanakan
tugas dan tanggungjawabnya untuk melakukan pendidikan kesehatan.
Memotivasi karyawan merupakan kegiatan kepemimpinan yang termasuk
di dalam fungsi ini. Kemampuan manajer untuk memotivasi karyawannya
akan sangat menentukan efektifitas manajer. Manajer harus dapat
memotivasi para bawahannya agar pelaksanaan kegiatan dan kepuasan
kerja mereka meningkat (Marquis & Huston, 2010).

Intervensi lain yang dilakukan adalah melakukan melakukan koordinasi


dengan Puskesmas Cimanggis dan BNN Kota Depok. Hasil evaluasi
kegiatan koordinasi dengan PJ program PKPR Puskesmas Cimanggis
disepakati bahwa, akan ada upaya pembina!'n lebih lanjut terhadap peer
educator "PENA" secara berkala. Upaya ini akan diselenggrakan dengan
pengalokasian dana BOK untuk kegiatan program PKPR. Sedangkan hasil

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


138

masyarakat merasakan bahwa mayoritas anak-anak dan remaJa yang


menyelesaikan program DARE tidak terlibat dalam masalah pengunaan
obat-obatan.

Menurut Notoatmojo (2005), pendidikan kesehatan yang dilakukan secara


efektif dapat mempengaruhi perubahan pengetahuan, sikap serta perilaku
seseorang terhadap suatu hal. Efektifitas pendidikan kesehatan yang
dilakukan di SMK TB, adalah berkat adanya dukungan dari kader
kesehatan (guru) yang telah dilatih, ikut terlibat secara aktif untuk
melakukan pendidikan kesehatan. Selain itu dukungan dari sekolah seperti
sarana dan prasarana yang menunjang dalam pelaksanaan kegiatan, serta
alokasi waktu secara khusus dengan menggunakan jam belajar yang telah
dikondisikan mempermudah pelaksanaan kegiatan ini.

Tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk memotivasi individu untuk


mengadopsi pengetahuan yang tepat, mengembangkan sikap ·yang positif,
membuat keputusan tenatng kesehatan secara tepat, · meningkatkan
kepercayaan diri untuk mencapai status kesehatan yang optimal. Dalam
CSHM pendidikan kesehatan merupakan variabel dari pilar utama
pengajaran dan pembelajaran (Consortium for School Health, 2012).
Selain itu pendidikan kesehatan merupakan bagian dari trias program
UKS.

Pendikan kesehatan yang dilakukan terhadap siswa SMK TB terkait upaya


pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba menunjukan bahwa strategi ini
efektif untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, serta perilaku siswa.
Keberhasilan dari intervensi ini didukung oleh peran serta aktif kader
kesehatan (guru) dalam melakukan pendidikan kesehatan. Hambatan yang
ditemui ~:1lam intervensi ini adalah perubahan jadwal yang telah
ditetapkan karena berbenturan dengan kegiatan proses belajar mengajar.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


139

5.1.3 Asuhan Keperawatan Keluarga


Asuhan keperawatan keluarga pada aggregate remaJa dengan risiko
penyalahgunaan narkoba menggunakan integrasi model Family Centred
Nursing. Menurut Friedman (2003), keluarga merupakan · suatu sistem,
dimanajika salah satu anggota keluarga yang memiliki masalah maka akan
mempengaruhi anggota keluarga yang lainnya. Fokus intervensi
keperawatan keluarga bisa menjadi sangat bervariasi, tergantung pada
konseptualisasi perawat terhadap keluarga dalam praktik yang
dilakukannya.

Family Center Nursing merupakn model yang digunakan sebagai


intervensi dalam pemberian asuhan keperawatan keluarga yang tidak
terlepas dari 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu kemampuan mengenal
masalah, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan merawat
anggota keluarga, kemampuan memodifikasi lingkungan dan kemampuan
memanfaatkan pelayanan kesehatan. Keseluruhan tugas keluarga tersebut
merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki keluarga dalam
melakukan perawatan terhadap anggota keluarganya.

lmplementasi yang dilakukan oleh residen dalam asuhan keperawatan


keluarga adalah dengan memberikan asuhan keperawatan pada 10 keluarga
binaan yang memiliki anak remaja dengan risiko sedang sampai dengan
tinggi tinggi. Keberhasilan intervensi keperawatan yang diberikan dalam
asuhan keperawatan keluarga diukur menggunakan indikator pencapaian
tingkat kemandirian keluarga yang terdapat dalam program perawatan
kesehatan masyarakat (Perkesmas) sesuai Keputusan Menteri Kesehatan
RI No.279/MENKES/SK/IV /2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Upaya Kesehatan Masyarakat di Puskesmas.

Dari seluruh keluarga yang di bina, setelah diberikan asuhan keperawatan


keluarga selama 4 bulan, basil tersebut menunjukkan adanya keberhasilan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


140

dalam asuban keperawatan keluarga, terdapat peningkatan tingkat


kemandirian keluarga, dimana 7 keluarga (70%) dengan tingkat
kemandirian IV, 3 kel uarga (3 0%) dengan tingkat kemandirian III.
Berdasarkan basil pengkajian, tingkat kemadirian keluarga sebelum
dilakukan intervensi adalab 9 keluarga berada pada tingkat kemandirian II,
dan 1 keluarga berada pada tingkat kemandirianl. Hasil pengukuran
perilaku kesebatan remaja pada keluarga binaan, khususnya upaya
pencegahan risiko penyalabgunaan narkoba didapatkan peningkatan yang
signifikan pengetabuan, sikap dan perilaku. Besarnya peningkatan rata-rata
pengetabuan sebesar 2,1 (1 0,5%), sikap 3 (7 ,5%) dan perilaku sebesar 2, 7
(6,75%).

Hasil ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleb Asri (2013),
tingkat kemandirian keluarga setelab dilakukan intervensi sebesar 10%
keluarga berada pada tingkat kemandirian II, 20% keluarga berada pada
tingkat kemandirian III dan 70% keluarga pada tingkat kemandirian IV.
Intervensi pencegaban penyalabgunaan NAPZA juga pernab dilakukan
Ritanti (20 11 ), hasil intervensi tang dilakukan menunjukan 50% keluarga
berada pada tingkat kemandirian III, dan 50% keluarga berada pada
tingkat kemandirian IV. Perbedaan basil tersebut disebabkan oleh faktor
karakteristik keluarga yang berbeda, tingkat pendidikan remaja dan
keluarga.

Pencapaian peningkatan tingkat kemadirian keluarga dipengaruhi oleh


peran serta aktif keluarga dalam memfasilitasi remaja, selain itu harapan
besar keluarga agar masalab risiko penyalabgunaan narkoba pada remaja
bisa segera diatasi menjadi faktor penunjang keberbasilan dalam
melakukan intervensi keperawatan terhadap keluarga. Kendala yang
dibadapi dalam melakukan asuban keperawatan keluarga adalah kesulitan
residen untuk menyesuaikan waktu pertemuan bersama keluarga dan
remaja dirumab.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


141

5.2 Keterbatasan
Keterbatasan dana dalam menyediakan sarana dan prasana pelayanan
kesehatan sekolah seperti penyediaan ruangan khusus UKS beserta alat-
alatnya, pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba kendahi utama dalam
menjalankan fungsi dan peran sekolah sebagai institusi yang ikut
bertanggungjawab dalam pemeliharaan kesehatan siswa.

Masalah penyalahgunaan narkoba bagi sebagian besar masyarakat merupakan


permasalahan yang sensitif, dan merupakan bagian dari aib keluarga yang
harus ditutupi. Sehingga diperlukan upaya pendekatan yang lebih intensif
dalam membina kepercayan dengan keluarga dan remaja.

Keterbatasan lain yang ditemukan selama melakukan intervensi keperawatan


adalah, terbatasnya ruangan yang memadai untuk melakukan proses belajar
dengan siswa. Ruangan yang digunakan terasa panas dan kurang nyaman, hal
ini berdampak terhadap konsentra:si siwa untuk belajar. Selain itu faktor
waktu, dimana siswa yang terlibat dalam peer educator merupakan
perwakilan kelas, perbedaan waktu belajar siswa kelas pagi dan sore
menyulikan residen untuk mengatur waktu pertemuan.

5.3 lmplikasi
5.3.1 Implikasi terhadap Pelayanan Keperawatan Komunitas
Pelaksanaan perogram DARE sangat tepat diaplikasikan disekolah,
khususnya terkait upaya pencegahan risiko penyalahgunaan nakoba pada
remaja disekolah. Strategi m1 berdampak terhadap peningkatan
pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa dan guru. Penerapan strategi DARE
disekolah dapat dilakukan atau dikembangnkan melalui pelayanan
konseling, edukasi sebaya, promosi kesehatan, pro<'~S kelompok.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


142

Startegi intervensi DARE di sekolah memerlukan media yang menarik, dan


mudah dimengerti sehingga memudahkan peer edukasi atau kelompok
pendukung peer edukasi dalammenjalankan tugasnya. Sarana media yang
menarik dapat membuat peserta peer edukasi termotivasi dan aktif
mengikuti kegiatan.

Strategi DARE melibatkan peran serta aktif sekolah, masyarakat dan


berbagai pihak dalam menjalankan kegiatan juga merupakan bentuk
kemitraan dimana terdapat upaya menjalin kerjasama dengan pihak
pemerintah, organisasi masyarakat dan pihak terkait lainnya yang ada di
masyarakat guna mendapat dukungan dan mensukseskan kegiatan yang
direncanangkan (Helvie, 1998; Allender & Spradey, 2005).

5.1.2 Implikasi terhadap Perkembangan Ilmu keperawatan


Pelaksanaan program DARE dalam upaya pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaJa disekolah dikembangkan
berdasarkan pendekatan integrasi model community as partner, family
center nursing, Promotion Health Model, dan Comprehensive School
Health Model serta manajemen pelayanan kesehatan. Integrasi dari
beberapa model tersebut dapat menjadi rujukan dalam melakukan
pembinaan kesehatan kepada remaja.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


143

BAB6
SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang simpulan dan saran dari urman bab
sebelumnya terhadap hasil dan pembahasan asuhan keperawatan komunitas yang
telah dibandingkan dengan konsep dan referensi/penelitian terkait.

6.1 Kesimpulan
6.1.1 Strategi intervensi keperawatan melalui program DARE, hasil evaluasi
menunjukan terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku siswa
dalam melakukan upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada
siswa disekolah.
6.1.2 Peningkatan secara signifikan pengetahuan peer educator melaui strategi
DARE tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja, menilai diri dan
mengelola stress, narkoba dan pengaruhnya pada tubuh meningkatkan
tanggungjawab dan kepercayaan diri remaja.
6.1.3 Terdapat peningkatan secara signifikan pengetahuan kader kesehatan
(guru) melaui strategi intervensi DARE tentang kesehatan JIWa dan
kepribadian remaja, menilai diri dan mengelola stress, narkoba dan
pengaruhnya pada tubuh meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan
diri remaja.
6.1.4 Strategi intervensi DARE terhadap keluarga menunjukan adanya
peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku remaJa dalam
keluargaterhadap upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada
remaJa.

6.2 Saran
6.2.1 Dinas Kesehatan
a. Praktik keperawatan komunitas strategi intervensi DARE dapat
dijadikan data bagi Dinas Kesehatan sebagai dasar usulan
pengembangan program PKPR.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


144

b. Program PKPR, khususnya pelatihan peer educator yang telah


dilaksanakan Dinas Kesehatan, untuk pengembangan kemampuan
SDM, perlu terus dilaksanakan dan ditingkatkan melalui strategi
intervensi DARE dengan memperluas cakupan peserta pelatihan.

6.2.2 Puskesmas
a. Puskesmas dapat mengaplikasikan strategi program DARE dalam
meningkatkan cakupan pendidikan kesehatan remaJa terkait
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah.
b. Puskesmas perlu melakukan supervisi dan monitoring secara
terencana, berupa kunjungan langsung untuk berdiskusi, memberikan
motivasi, dan memberikan arahan.

6.2.3 Perawat Komunitas


a. Menggunakan program DARE sebagai salah satu strategi intervensi
untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap keluarga dan
komunitas .
....
b. Membantu memberikan pendampingan pada kader kesehatan sekolah
untuk meningkatkan performa dalam memberikan pendidikan
kesehatan pada siswa dalam rangka meningkatkan pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaja.

6.2.4 Sekolah, Peer Educator dan Kader Kesehatan Sekolah


a. Aktif meningkatkan kemampuan pengelolaan program DARE melalui
peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
b. Melakukan sosialisasi berkelanjutan pada siswa dalam rangka
meningkatkan motivasi siswa melalui program DARE, untuk
meningkatkan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada siswa.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


145

6.2.4.1 Perkembangan Riset Keperawatan


a. Melakukan penelitian tentang efektifitas strategi intervensi DARE
terhadap peningkatkan performa guru dalam menjalankan program
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah.
b. Melakukan penelitian tentang pengaruh strategi intervensi DARE
dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada
remaja di masyarakat.

Universitas Indonesia
Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014
Daftar Pustaka

_ _ _. (2007). Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kota Depok 2007-2012.

_____. (2009). Laporan Kegiatan PKP R Dinas Kesehatan Kota Depok.

Aday, Lu Ann, (2001), At Risk an America; The Health and Health Care Needs of
Vulnerable Populations in United States, Second Edition, San Francisco,
California; Jossey Bass Inc., Wiley Company.

Ainsworth, M. (2002). My life as an e-patient. In R.C. Hsiung (Ed.). e-


Therapy.·Case studies, guiding principles, and the clinical potential of the
Internet.(pp.l94-2l5). New York: W.W. Norton.

Allender, Judith Ann, & Spradley, Barbara Walton, (2004), Community Health ·
Nursing : Concept And Practice, 5th Edition, Philadelphia ; Lippincott
Williams & Wilkins.

Allender, Judith A., Rector, Cherie, & Warner, Kristine D., (2010), Community
Health Nursing Promoting and Protecting The Public's Health, 7th
Edition, Philadelphia ; Lippincott Williams & Wilkins.

Anderson, E., & Me Farlane, J. (2010). Community As Partner:Theory and


Practice in Nursing, lh edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Andriany, Megah (2009) Kelompok Swabantu Untuk Mengatasi Masalah


Perkembangan Remaja Putri Di SMK X, Karya Ilmiah Akhir, FIK-UI.

Argawinata,Asep Zuhara, (2013), Pemanfaatan Teknologi Informasi dan


Komunikasi (I'JK) dalam Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah,
Makalah, Tidak dipublikasikan.

Arikunto, Suharsimi, (2001), Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik,


Edisi Revisi V, Jakarta; Rineka Cipta.

Ashari, Muhammad Fatkhan (2010), Peran Dan Tugas Guru Dalam Manajemen
Sekolah Dan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Jurusan
Sejarah,Semarang : Universitas Negeri Semarang.

ASHSR-NC, (2010),Annual School Health Service Report, North Carolina


Department of Health and Human Service, USA.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Atmono, Priyo (2012), Pelaksanaan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja
Dalcan Upaya Penanggulangan Seks Bebas Pada Remaja Di Kecamatan
Ulujami Kabupaten Pemalang, Semarang : Institut Agama Islam Negeri
Walisongo.

Australian Psychological Society (APS), (2012), Internet supportedpsychological


interventions; Guide to navigating online psychological programs, The
Australian Psychological Society Limited.

Azwar, Saifudin, (2003), Sikap Manusia; Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta


: Pustaka Pelajar.

Barak, A., Klein, B. et al. (2009). Defining Internet-supported therapeutic


interventions. Annals of Behavioral Medicine, 38, 4-17.

Barak, A., Klein, B. et al. (2009). Defining Internet-supported therapeutic


interventions, Annals of Behavioral Medicine, 38, 4-17.

Benita, Nydia Rena, (2012) Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat


Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Siswa Smp Kristen
Gergaji, Semarang : Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.

BKKBN, (2012), Grand Design Program Pembinaan Ketahanan Remaja,


BKKBN, Jakarta

BKKBN, (2012), Pernikahan Dini Pada Beberapa Provinsi Di Indonesia:


Dampak Overpopulation, Akar Masalah Dan Peran Kelembagaan di
Daerah, Jakarta: BKKBN.

Bloom, Benjamin S., (1956), Taxonomy Of Educational Objectives; The


Classification of Educational Goals, London ; David Mckay Company
Inc.

Brown, Chloe (2012) Online Counseling: Attitudes And Potential Utilization By


College Students, Thesis, Humboldt State University.

Carol Hirschon ( 2005), An Alternate Route to Policy Influence How Evaluations


Affect D.A.R.E. http://aje.sagepub.com/content/26/1/12.abstract diakses
pada tamggal16 Juni 2014.

Cowie, H., dan Wallace, P. (2000). Peer Support in Action: From Bystanding to
Standing By. London : Sage Publications.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Dalimunthe,Candra Rukmana Nadeak, Kristina (2009), Tingkat Pengetahuan
Pelajar SMA Harapan-1 Medan Tentang Seks Bebas Dengan Risiko
HIVIAIDS, Medan: USU.

Deardorff,William W. (20I2), Internet Based Treatment: A Comprehensive


Review ; Ethics & Risk Management, BehavioralHealthCE.

Depdiknas, (2008), Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Jakarta : Direktorat


Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional.

Depkes RI, (2007), Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Depkes RI. Jakarta

Depkes RI, (1999), Pedoman Kesehatan Jiwa Bagi Remaja, Depkes RI. Jakarta

Depkes RI, (2008), Pedoman Perencanaan ; Pembentukan dan Pengembangan


Puskesmas Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di Kabupaten/Kota,
Jakarta : Depkes RI.

Depkes RI. (2003), Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Jakarta: Dirjen
Pembinaan Kesehatan Masyarakat.

Dewi, Ari Pristiana, (20I2), Hubungan Karakteristik Remaja, Peran Ternan


Sebaya, dan Paparan Pornografi Dengan Perilaku Seksual Remaja di
Kelurahan Pasir Gunung Selatan Depok, Tesis, UI Depok

Diclemente, Ralph J., Santelli, John S., Crosby, Richard A. (2009), Adolescent
Health ; Understanding and Preventing Risk Behaviors, San Francisco :
Jossey-Bass.

Dinkes Kota Depok, (2009), Profil Dinas Kesehatan Kota Depok.

Dincyurek, Sibel and Uygarer, Gulen (20 I2), Conduct Of Psychological


Counseling And Guidance Services, Over The Internet: Converging
Communications, The Turkish Online Journal of Educational Technology
volume II Issue 3.

Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-hak Reproduksi, (2006), Konseling


Kesehatan Reproduksi remaja, Jakarta, BKKBN.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Dennis and Gordon (1998), Assessing the Effects of School-Based Drug
Education: A Six-Year Multilevel Analysis of Project D.A.R.E.
http://jrc.sagepub.com/content/35/4/3 81.abstract. Diakses pada tang gal 16
Juni 2014.

Ervin, Naomi, (2002), Advanced Community Health Nursing Practice:


Population-Focused Care, Prentice Hall.

Fardiah, Dedeh (2005), "Focus Group Discussion" dalam Paradigma


Pembangunan Partisipatif, Jurnal Mediator, Vol. 6, No.lluni,Jakarta :
DIKTI.

Fingerman,Karen L. Berg,Cynthia A. Smith,Antonucci, Toni C. Jacqui, (2011),


Handbook Of Life-Span Development, New York : Springer Publishing
Company.

Fitry, Ramadhiani (2012) Analisis Konsistensi Perencanaan dan Penganggaran


Bidang Kesehatan Kota Lubuklinggau Tahun 2010, Tesis, Depok; FE-UI.

Freshwater, Dawn, (2003), Counselling Skills for Nurses, Midwives, and Health
Visitors, England: Open University Press, McGraw-Hill Education.

Friedman, Marilyn M., Bowden, Vicky R, & Elaine G, Jones, (2003), Family
Nursing; Research, Theory, & Practice, Fifth Edition, New Jersey;
Prentice Hall.

Gilbert, Glen G., Sawyer,Robin G., McNeill, Elisa Beth (20 11 ), Health Education
; Creating Strategies for School and Community Health, Third Edition,
Canada : Jones and Bartlett Publishers.

Gillies, D.A.(1994), Nursing Management: A System Approach. 3rd ed.


Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Harahap., J., Lita., S.A. (2004). Pengaruh Peer Education Terhadap Pengetahuan
Dan Sikap Mahasiswa Dalam Menanggulangi Hiv/Aids Di Universitas
Sumatera Utara. Diakses dari http://www.usu.ac.id/digitallibraryrtl.htm
diakses pada tanggal25 Oktober 2011.

Hariandja, Marihot Tua Efendi (2002), Manajemen Sumber Daya Manusia


Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan
Produksvitas Pegawai, Jakarta: Grasindo.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Hasibuan, Rachma & Atmadja, Sardjana, (2006), Strategi Pembinaan Kesehatan
Reproduksi Anak Usia Pendidikan Dasar, Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 7,
No.Lp 14-18, Kemendiknas, Jakarta.

Hasmi, Edy, dkk (2001), Remaja Mengenal Dirinya, Jakarta, BKKBN.

Hikmawati, F enti, 201 0, bimbingan konseling, Ed. Revisi 2, Jakarta: Raj awali
Pers.

Hitchcock, J.E., Schubert, P.E., Thomas, S.A. (1999). Community health nursing:
caring in action. Albani : Delmas Publisher.

Hoskins,Bryony ; d'Hombres, Beatrice and Campbell, JoAnn (2008) Does


Formal Education Have an Impact on Active Citizenship Behaviour?,
European Communities, Luxembourg: Office for Official Publications of
the European Communities.

Hornby, Garry, Hall, Carol, and Hall, Eric, (2003), Counselling Pupils in
Schools, Skills and strategies for teachers, London : RoutledgeFalmer.

Hunt, Christine, Shochet, Ian and King, Robert, (2005), The Use of E-mail in the
Therapy Process, Queensland : University of Qld.

ILO, (20 11 ), Panduan Pelayanan Bimbingan Karir ; Bagi Guru Bimbingan


Konseling/Konselor, Jakarta: Organisasi Perburuhan Internasional.

Irwin M. Cohen and Dr. Darryl (2005) A Review of the Research on the Drug
Abuse Resistance Education (D.A.R.E.) Program.
http://www.ufv.ca/media!assets/criminology/A-Review-of-the-Research-
on-the-Drug-Abuse-Resistance-Education-%28D.A.R.E.pdf. Diakses pada
tanggal 16 Juni 2014.

Jarvis, Matt, (2000), Teori - Teori Psikologi : Pendekatan Modern untuk


Memahami Perilaku, Perasaan, dan Pikiran Manusia, Bandung : Nusa
Media.

Jones, Rebecca A. Patronis (2007),Nursing Leadership and Management


Theories, Processes and Practice, Philadelphia: F.A. Davis Company

Karki, Yagya B., and Agrawal, Gajanand. (2008), Effects of Communication


Campaigns on the Health Behavior of Women of Reproductive Age in

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Nepal: Further Analysis of the 2006 Nepal Demographic and Health
Survey. Calve11on. Maryland, USA: Macro International Inc.

Komisi Kesehatan Reproduksi, (2005). Kebijakan dan Strategi Nasional


Kesehatan Reproduksi di Indonesia, Jakarta.

Kozier, B., Erb, Glenora., Berman,A., & Synder, S.J. (2004). Fundamentals of
nursing : Concept, process and practice. Ner Jersey : Pearson
education,Inc.

Lesmana, Jeanette Murad, (2008), Dasar- Dasar Konseling, Jakarta : UI Press.

Leibert, Todd; Archer, James;Munson, Joe;York, Grady (2006) An Exploratory


Study of Client Perceptions of Internet Counseling and the Therapeutic
Alliance, Journal of Mental Health Counseling; Jan 2006; 28, 1; ProQuest.
Diakses pada tanggal 28 Februari 2013.

Lufthiani, (2011), Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya Terhadap


Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba
Di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan, Tesis, Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Lohman Judith (2010), Drug Abuse Resistance Education (DARE) Program


http://www.cga.ct.gov/2010/rpt/2010-R-0468.htm. Diakses pada tanggal
19 Juni 2014.

Maglaya, Aracelli S. (2002) Nursing Practice in The Community, 4th Edition,


Makarina City; Argonauta Coorporation.

Mallen, Michael J., Vogel, David L., Rochlen, Aaron B., Day, Susan X (2005)
Online Counseling: Reviewing the Literature From a Counseling
Psychology Framework, The Counseling Psychologist.

Marquis, B.L., & Huston, C.J. (2003), Leadership Roles And Roles Management
Functions In Nursing: Theory And Application. 5th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

McGannon, Wendy, Carey, John , dan Dimmitt,Carey (2005)The Current Status


of School; Counseling Outcome Research, Center for School Counseling
Outcome, Research School of Education, Hills South, University of
Massachusetts, USA.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Mitchell, Dan L. and Murphy, Lawrence J. (2006) Confi·onting the Challenges of
Therapy Online: A Pilot Project, North Vancouver, Canada

Moeliono, Laurike (2008), Proses be/ajar aktif kesehatan reproduksi Remaja,


· Jakarta, BKKBN

Murphy, Lawrence, et. al (2009), Client Satisfaction and Outcome Comparisons


of Online and Face-to-Face Counselling Methods, London : Oxford
University Press The British Association of Social Workers.

Musafa ,Nanang (2013), Pengaruh Supervisi, Motivasi dan Bimbingan Terhadap


Kinerja Guru,Jakarta.

Nies, M.A., and McEwan, M. (2001). Community health nursing: promoting the
health ofpopulation. (3rd Ed.), Philadelphia: Davis Company.

Nuzuliana, Rosmita (2009) Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Dengan


Pengetahuan lbu Tentang Pap Smear Di Dukuh Bulusari Bulusulur
Wonogiri, UNS Digital Library, Solo; Universitas Sebelas Maret.

Papalia, Diane E., Old, Saly Wendkos, Feldman, Ruth Dustin (2008), Human
Development, 9th Edition, USA; The McGraw Hill Companies.

Pelling, N. (2009). The Use of Email and the Internet in Counselling and
Psychological Service: What Practitioners Need to Know. Counselling,
Psychotherapy, and Health, 5(1), The Use of Technology inMental Health
Special Issue, 1-25.

Piper, Stewart (2009), Health Promotion For Nurses ; Theory And Practice, New
York, USA : Routledge.

Plautz, Andrea and Meekers, Dominique (2007), Evaluation of the reach and
impact of the I 00% Jeune youth social marketing program in Cameroon:
findings from three cross-sectional surveys, Reproductive Health Journal,
BioMed Central Ltd.

Pratiwi, Niniek L., Basuki, Hari (2010), Ana/isis Hubungan Perilaku Seks
Pertamakali Tidak Aman Pada Remaja Usia 15-24 Tahun Dan Kesehatan
Reproduksi, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan - Vol. 13 No. 4 Oktober
2010: 309-320.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Pratiwi, Rinni Yudhi, (2009), Kesehatan Remqja di Indonesia, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakmia.

Prianto, Joko, dan Nuraini, Ida, (2002), Keterlibatan Orang Tua Dalamkesehatan
Reproduksi Remaja(Studi di Kecamatan Sukun Kota Malang), Malang ;
Universitas Mahammadiyah Malang.

Proudfoot,Judith, et. al, (2011), Establishing Guidelines for Executing and


Reporting Internet Intervention Research, London : University of Urnea.

Puskesmas Cimanggis, (2008). Profil Puskesmas Cimanggis.

Putri, Puri Kusuma Dewi (2012) Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengetahuan,


Sikap, dan Tepaan !klan Layanan KB Versi Iklan Shireen Sungkar dan
Teuku Wisnu di TV terhadap Perilaku KB Pada Wanita Atau Pria Pada
usia Subur, Jurnal Interaksi, UNDIP; Semarang. Diakses Rabu, 26 Juni
2013 jam 00.30 wib.

Rakhmat, Jalaluddin, (2007), Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, Bandung


Remaja Rosdakarya.

Richard L & judith A ( 2008) Long-Term Impact of Drug Abuse Resistance


Education (DARE) http://erx.sagepub.com/content/2114/483 .abstract

Rubiyah, (20 10), Meningkatkan Motivasi Siswa Dalam Bimbingan Kesehatan


Reproduksi Remaja Melalui Alat Peraga Visual di Kelas I Penjualan SMK
N I Purwokerto, Purwokerto : ISPI.

Sahri, Ardian Nikita Ratna (2012),Hubungan Program Usaha Kesehatan Sekolah


(Uks) Dengan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (Phbs) Pada Siswa
Sekolah Dasar Di Kabupaten Pacitan. Undergraduate thesis, Diponegoro
University.

Santrock, John W., (2011), Life - Span Development, Thirteenth Edition, New
York; McGraw-Hill.

Subrahmanyam, K. (200 1). The impact of computer use on children 's' and
adolescents' development. Journal of Applied Psychology.

Suliha, Uha, dkk, (2001), Pendidikan Dalam Keperawatan, EGC, Jakarta.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Sunardi, Permanarian, Assjari, (2008), Makalah: Teori Konseling, Bandung : PLB
Fakultas Ilmu Pendidikan- Universitas Pendidikan Indonesia.

Susanto, Tantut, (2011) Ana/isis Situasi Penerapan Manqjemen Pelayanan


Keperawatan Kesehatan Komunifas: Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
(Adolescent Friendly) Pada Pemenuhan Kebutuhan Kesehatan Reproduksi
Aggregate Remaja Di Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis Kola
Depok,Paper.

Suwarjo, (2008), Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) untuk


mengembangkan Resiliensi Remaja, Makalah, Jurusan Psikologi
Pendidikan Dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.

Suwarsana, Komang, (2004), Otonomi Khusus bagi Remaja, Solusi Masalah KRR
dalam Wacana Ajeg Bali, www.balipost.co.id diakses 4 Juni 2012

Stanhope, Marcia & Lancaster, Jeannette (2004), Community and Public Health
Nursing, Sixth Edition, Mosby.

Swansburg, R.C. (1993), Introductory Management And Leadership For Clinical


Nurses, Jones & Barnett Publishers Inc.

Triyanto, Agus, (2009), lmplikasi Perkembangan Teknologi Komputer Dan


Internet Dalam Lapangan Konseling, Makalah, Tidak Dipublikasikan.

Unicef, (2012), Program UNICEF di Sekolah, Dokumen Rakernas, Jakarta.

USAID, (2006), Integrasi kecakapan hidup dalam pembelajaran, DBE3 Life


Skills For Youth, USAID & Depdiknas, Jakarta.

Walgito, Bimo, (2010), Pengantar Psikologi Umum, cetakan ke-6, Yogyakarta;


Andi Offset.

Wahyuni, Dwi dan Rahmadewi, (2011), Kajian Profil Penduduk Remaja, Jakarta:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan, Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

WH0,(2002) Adole:_..:ent Friendly Health Services, Geneva: WHO.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


WHO, (2011), Health education: theoretical concepts, effective strategies and
core competencies, A foundation document to guide capacity development
ofhealth educators. WHO Regional Office for the Eastern Mediterranean,
Cairo.

Widebeck, (2009), Buku Ajar : Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC.

Wulandari, Ries. ( 2009), Efek Sosial Komunikasi Massa, Modul Pembelajaran,


Tidak dipublikasikan.

Yazachew, Meseret and Alem, Yihenew (2004), Introduction to Health


Education, In collaboration with the Ethiopia Public Health Training
Initiative, The Carter Center,the Ethiopia Ministry of Health, and the
Ethiopia Ministry of Education, USA: USAID.

Yusuf, Iwan Awaluddin (2011), Memahami Focus Group Discussion (FGD),


Artikel, Pusat Kajian Media dan Budaya Populer (PKMBP) dan Pemantau
Regulasi dan Regulator Media (PR2MEDIA), Yogyakarta : UII.

Zuhri, Amin (2009), Pengaruh Pendidikan Kesehatan Reproduksi Terhadap


Tingkat Pengetahuan Mengenai Kehamilan dan Persalinan Usia Dini
Pada Remaja di SMA Muhammadiyah Gubug, Semarang : UMS.

www.bappenas.go.id
www.ceria.bkkbn.go.id
www.depkes.go.id
www.depdagri.go.id

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


~. ,~ .... ·' . ~-

BERILAH TANDA CHECKLIST(-/) PADA KOLOM PILDIAN JAWABAN

i-;No YANG TERSEDIA

Pertanyaan Ya Tidak
:
1 Apakah keluarga kamu memberikan kebebasan untuk
1' menggunakan Narkoba?
c-

r:· 2 Apakah temanmu ada yang menggunakan Narkoba?


3 Apakah dalam keluarga kamu ada yang menggunakan Narkoba?
4 Apakah kamu pemah melihat orang lain menggunakan Narkoba
'
di lingk.ungan tempat kamu tinggal?
.- Menurut kamu, apakah hubungan komunikasi orang tua dengan
5
J5.
,,..~

-~:- anak itu penting?


~:·.
6 Apakah kamu merasa keluarga kamu tidak bisa memahami
r
,;·, keadaan kamu saat ini?
7 Apakah ada aturan!nilai yang diterapkan dalam keluarg~?
(Misalnya: tidak boleh pulang larut malam, tidak boleh
;
merokok, tidak boleh berpacaran, dll)

No Pertanyaan Sering Jarang Perilah Tidak


Pernah

I Apakah kamu pemah bennasalah dengan tata


tertib/peraturan disekolah?
2 Apakah kamu mengalami motivasi belajar yang
rendah disekolah?
3 Apakah kamu mengikuti kegiatan ektra kurikuler
disekolah?
4 Apakah kamu termasuk orang yang mudah
merasa bosan, jenuh disekolah'l
5 Apakah sekolah tempat karnu belajar saat ini
menanamkan sikap disiplin atau tertib?
6 Apakah terdapat jam kosong disekolahmu?

7 Apakah pelajaran disekolah membosankan buat


kamu?
8 Apakah guru memiliki waktu yang cukup untuk
berkomunikasi dengan siswa?
9 Apakah orang tua kamu terlalu mengatur

• kehidupan kamu?
10 Apakah orang tua kamu terlalu n'fenuntut kamu
untuk berprestasi?
II Apakah menurut kamu orang tuamu kurang
memberikan perhatian karena terlalu sibuk?
12 Apakah kamu sering bertengkar atau memiliki
masalah dengan orang tua?
13 Apakah kamu termasuk orang yang tidak percaya
diri atau rasa rendah diri?

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


No Pertanyaan Sering Jarang Pernab Tidak
Pernab

14 Apakah kamu memiliki sifat tidak sabar yang


berlebihan?
15 Apakah kamu merupakan orang yang mudah
cem3$ atau takut?
16 Apakah kamu merupakan orang yang suka
memberontak?
17 Apakah kamu tennasuk orang yang kurang taat
dalam menjalankan perintah agama?

No Pernyataan Beoar Salah


,I Narkoba singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya
2 Narkoba dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
..
" hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri
3 Narkoba dapat menyebabkan ketergailtungan apabila di_salahgunakan
4 Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penggunaan Narkoba
5 Ketidakmampuan berkata "tidak" dapat mendorong seseorang untuk
mencoba menggunakan Narkoba
6 Menggunakan Narkoba sesekali tidak akan menyebabkan masalah dan
ketergantungan
7 Kegiatan positif untuk mengisi waktu luang misalnya: olah raga,
kesenian, kegiatan keagamaan dapat menghindari keinginan untuk
menggunakan Narkoba
8 Upaya menjauhi Narkoba pada remaja dapat dilakukan dengan
menjauhi ternan yang men -•· Narkoba ··
9 Gangguan baik fisik, mental, dan sosial dapat dialanii oleh pengguna
Narkoba
10 Menggunakan Narkoba dapat menyebabkan IDV AIDS

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


No Pernyataan Sangat Setuju Tidak Sangat
Setuju ~tuju Tidak
Setuju
I Remaja gaul adalah rem(\ja.yang
-:tenggunakan Narkoba
2 Menggunakan Nark:oba merupakan hal yang
biasa dilakukan oleh rernaja
3 Setiap orang mempunyai hak untuk
rnenggunakan Narkoba
4 Menggunakan Narkoba satu kali saja tidak
akan rnenyebabkan kecanduan
5 Hindari ternan yang menggunakan Narkoba
agar tidak terpengaruh
6 Untuk mencegah penggunaan Narkoba
diperlukart pengetahuan tentang kesehatan
dan bimbingan bagi rernaja
7 Pencegahan penggunaan Narkoba perlu
rnelibatkan sekolah
8 Keluarga memiliki peran dalam mencegah
remaja menggunakan Narkoba
9 Penanaman nilai-nilai agama pada rernaja
dapat mencegah penggunaan Narkoba oleh
rernaja
10 Curhat dengan keluarga dapat mencegah
penggtinaan Narkoba

No Pernyataan Sering Jarang Pernah Tidak


Pernah

I Kebiasaan merokok
2 Memiliki keinginan menggunakan Narkoba
3 Memanfaatkan fasilitas konseling (guru BK)
sebagai upaya pencegahan menggunakan
Narkoba
4 Menggunakan uang saku .bmu untuk
mencoba membeli Narkoba
5 Menolak ajakan ternan untuk mencoba

• menggunakan Narkoba
6 Mendapatkan informasi tentang N'arkoba dari
sekolah
7 Mendapatkan informasi tentang Narkoba dari
keluarga
8 Berteman dengan pengguna Narkoba
9 Bolos sekolah
10 Terlambat masuk sekolah

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran2

PROGRAM MAGISTER DAN SPESIALIS PASCASARJANA


FAKULTAS ILMU KEPERA W AT AN UNIVERSITAS INDONESIA
LEMBAR ANGKET KESEHA TAN REMAJA

PEDOMAN WA WANCARA DISEKOLAH

NO PERTANYAAN

1 Bagaimana visi dan misi sekolah?

2 Bagiamana sekolah membina hubungan yang kondusif antar siswa, guru,


dan keluarga siswa?

3 Bagaimana aturan atau kebijakan yang diterapkan sekolah yang berkaitan


dengan pencegahan penyalahgunaan NAPZA ?

4 Bagaimana sekolah menyediakan dan menggunakan media dalam promosi


kesehatan di sekolah ?

5 Bagaimana upaya sekolah menyediakan kantin sehat ?

6 Bagaimana sekolah mengintegrasikan materi kesehatan di dalam kurikulum


pengajaran ?

7 Bagaimana sekolah mengakomodasi materi kesehatan di dalam kegiatan


ekstrakurikuler sekolah ?

8 Bagaimana pelayanan kesehatan yang di selenggarakan oleh sekolah ?

9 Bagaimana pelayanan konseling yang diberikan kepada siswa disekolah?

10 Bagaimana pelaksanaan UKS dan pengembangannya ?

11 Bagaimana sekolah menjalin kerjasama lintas sektor dalam mewujudkan


sekolah sehat ?

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


, ..... ·' .
;. ~-

BERILAH T ANDA CHECKLIST(-./) PADA KOLOM PILDIAN JAWABAN


YANG TERSEDIA
f
~:No Pertanyaan Ya Tidak
4-:

: 1 Apakah keluarga kamu memberikan kebebasan untuk


i-. menggunakan Narkoba?
2 Apakah temanmu ada yang menggunakan Narkoba?
3 Apakah dalam keluarga kamu ada yang menggunakan Narkoba?
4 Apakah kamu pemah melihat orang lain menggunakan Narkoba
di lingkungan tempat kamu tinggal?
•'
5 Menurut kamu, apakah hubungan komunikasi orang tua dengan
~.
·~- anak itu penting?
~;·.

~· .
6 Apakah kamu merasa keluarga kamu tidak bisa memahami
,~·, keadaan kamu saat ini?
..
7 Apakah ada aturan/nilai yang diterapkan dalam keluarga?
(Misalnya: tidak boleh pulang larut malam, tidak boleh
merokok, tidak boleh berpacaran, dll)

No Pertanyaan Sering Jarang Perilah Tidak


Pernab
I Apakah kamu pemah bermasalah dengan tata
tertib/peraturan disekolah?
2 Apakah kamu mengalami motivasi bel~ar yang
rendah disekolah?
3 Apakah kamu mengikuti kegiatan ektra kurikuler
disekolah?
4 Apakah kamu tennasuk orang yang mudah
merasa bosan, jenuh disekolah?
5 Apakah sekolah tempat kamu belajar saat ini
menanamkan sikap disiplin atau tertib?
6 Apakah terdapat jam kosong disekolahmu?
7 Apakah pelajara.n disekolah membosankan buat
kamu?
8 Apakah guru memiliki waktu yang cukup untuk
berkomunikasi dengan siswa?
9 Apakah orang tua kamu terlalu mengatur
• kehidupan kamu?

10 Apakah orang tua kamu terlalu nfenuntut kamu
untuk berprestasi?
II Apakah menurut kamu orang tuamu kurang
memberikan ~rhatian karena terlalu sibuk?
12 Apakah kamu sering bertengkar atau memiliki
masalah dengan orang tua?
13 Apakah kamu tennasuk orang yang tidak percaya
diri atau rasa rendah diri?

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


No Pertanyaan Sering Jarang Pernah TKiak
Pemah

14 Apakah kamu memiliki sifat tidak sabar yang


berlebihan?
15 Apakah kamu merupakan orang yang mudah
cern~ atau takut?
16 Apakah kamu merupakan orang yang suka
memberontak?
17 Apakah kamu tennasuk orang yang kurang taat
dalam menjalankan perintah agama?

No Pernyataan Beoar Salah

I Narkoba slngkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif


lainnya
2 Narkoba dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
'
~.
hilangnya rasa, meng_urangi sampai menghilan~ rasa nyeri
3 Narkoba dapat menyebabkan ketergaittungan apabila disalahgunakan
4 Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penggunaan Narkoba
5 Ketidakmampuan berkata "tidak" dapat mendorong seseorang untuk
mencoba menggunakan Narkoba
6 Menggunakan Narkoba sesekali tidak akan menyebabkan masalah dan
ketergantungan
7 Kegiatan positif untuk mengisi waktu luang misalnya: olah raga,
kesenian, kegiatan keagamaan dapat menghindari keinginan untuk
menggunakan Narkoba
8 · Upaya menjauhi Narkoba pada remaja dapat dilakukan deng311
menjauhi ternan yang menggunakan Narkoba
9 Gangguan baik fisik, mental, dan sosial dapat dialanii oleh pengguna
Narkoba
10 Menggunakan Narkoba dapat menyebabkan :mv AIDS

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


No Pernyataan Sangat Setuju Tidak Sangat
Setuju ~tuju Tidak
Setuju
I Remaja gaul adalah remaja· yang
-:1enggunakan Narkoba
2 Menggunakan Narkoba merupakan hal yang
biasa dilakukan oleh remaja
3 Setiap orang mempunyai hak untuk
menggunakan Narkoba
4 Menggunakan Narkoba satu kali saja tidak
akan menyebabkan kecanduan
5 Hindari ternan yang menggunakan Narkoba
agar tidak terpengaruh
6 Untuk mencegah penggunaan Narkoba
diperlukari pengetahuan tentang kesehatan
dan bimbingan bagi remaja
7 Pencegahan penggunaan Narkoba perlu
melibatkan sekolah
8 Keluarga memiliki peran dalam mencegah
remaja menggunakan Narkoba
9 Penanaman nilai-nilai agama pada remaja
dapat mencegah penggunaan Narkoba oleh
remaja
10 Curhat dengan keluarga dapat mencegah
pengg\lnaan Narkoba

No Pernyataan Sering Jarang Pernah Tidak


Pernab

I Kebiasaan merokok
2 Memilik.i keinginan menggunakan Narkoba
3 Memanfaatkan fasilitas konseling (guru BK)
sebagai upaya pencegahan menggunakan
Narkoba
4 Menggunakan uang saku }Qunu untuk
mencoba membeli Narkoba
5< Menolak ajakan ternan untuk mencoba
• menggunakan Narkoba
6 Mendapatkan infonnasi tentang N'arkoba dari
sekolah
7 Mendapatkan infonnasi tentang Narkoba dari
keluarga
8 Berteman dengan peng_guna Narkoba
9 Bolos sekolah
10 Terlambat masuk sekolah

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran 2

PROGRAM MAGISTER DAN SPESIALIS PASCASARJANA


FAKULTAS ILMU KEPERA WAT AN UNIVERSITAS INDONESIA
LEMBAR ANGKET KESEHATAN REMAJA

PEDOMAN W A W ANCARA DISEKOLAH

NO PERTANYAAN

1 Bagaimana visi dan misi sekolah?

2 Bagiamana sekolah membina hubungan yang kondusif antar siswa, guru,


dan keluarga siswa?

3 Bagaimana aturan atau kebijakan yang diterapkan sekolah yang berkaitan


dengan pencegahan penyalahgunaan NAPZA ?

4 Bagaimana sekolah menyediakan dan menggunakan media dalam promosi


kesehatan di sekolah ?

5 Bagaimana upaya sekolah menyediakan kantin sehat ?

6 Bagaimana sekolah mengintegrasikan materi kesehatan di dalam kurikulum


pengajaran?

7 Bagaimana sekolah mengakomodasi materi kesehatan di dalam kegiatan


ekstrakurikuler sekolah ?

8 Bagaimana pelayanan kesehatan yang di selenggarakan oleh sekolah ?

9 Bagaimana pelayanan konseling yang diberikan kepada siswa disekolah ?

10 Bagaimana pelaksanaan UKS dan pengembangannya ?

11 Bagaimana sekolah menjalin kerjasama lintas sektor dalam mewujudkan


sekolah sehat ?

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran 3

PROGRAM MAGISTER DAN SPESIALIS P ASCASARJANA


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
LEMBAR ANGKET KESEHAT AN REMAJA

PEDOMAN OBSERVASI TERHADAP KELUARGA

No Pertanyaan

1 Apakah keluarga dapat menerima kunjungan petugas perawatan kesehatan


masyarakat?

2 Apakah keluarga menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai


dengan rencana keperawatan?

3 Apakah keluarga tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya


secara benar?

4 Apakah keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan sesuai anjuran?

5 Apakah keluarga melakukan perawatan sederhana sesuai yang dianjurkan?

6 Apakah keluarga melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif?

7 Apakah keluarga melaksanakan tindakan promotif secara aktif?

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


~.. ' J,. . . . . ·' • ~·

BERILAH T ANDA CHECKLIST (.J) PADA KOLOM PILDIAN JAWABAN


YANG TERSEDIA

'No Pertanyaan Ya Tidak


.,

;
1 Apakah keluarga kamu memberikan kebebasan untuk
1' menggunakan Narkoba?
..
... 2 Apakah temanmu ada yang menggunakan Narkoba?
3 Apakah dalam keluarga kamu ada yang menggunakan Narkoba?
4 Apakah kamu pemah melihat orang lain menggunakan Narkoba
di lingkungan tempat kamu tinggal?
'
~-:...- 5 Menurut kamu, apakah hubungan komunikasi orang tua dengan

anak itu penting?
;~·
~· . . 6 Apakah kamu merasa keluarga kamu tidak bisa memahami
!'.

:;, keadaan kamu saat ini?
7 Apakah ada aturan!nilai yang diterapkan dalam keluarga,?
(Misalnya: tidak boleh pulang larut malam, tidak boleh
merokok, tidak boleh berpacaran, dll)

No Pertanyaan Sering Jarang Perilah Tidak


Pernah

I Apakah kamu pemah bennasalah dengan tata


tertib/~raturan disekolah?
2 Apakah kamu mengalami motivasi belajar yang
rendah disekolah?
3 Apakah kamu mengikuti kegiatan ektra kurikuler
disekolah?
4 Apakah kamu termasuk orang yang mudah
merasa bosan, jenuh disekolah?
5 Apakah sekolah tempat kamu belajar saat ini
menanamkan sikap disiplin atau tertib?
6 Apakah terdapat jam kosong disekolahmu?

7 Apakah pelajaran disekolah membosankan buat


kamu?
g Apakah guru memiliki waktu yang cukup untuk
berkomunikasi dengan siswa?
9 Apakah orang tua kamu terlalu mengatur

• kehidupan kamu?
10 Apakah orang tua kamu terlalu nfenuntut kamu
untuk berprestasi?
11 Apakah menurut kamu orang tuamu kurang
memberikan perhatian karena terlalu sibuk?
12 Apakah kamu sering bertengkar atau memiliki
masalah dengan orang tua?
13 Apakah kamu tennasuk orang yang tidak percaya
diri atau rasa rendah diri?

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


No Pertanyaan Sering Jarang Pernab Ttdak
Pemah

14 Apakah kamu memiliki sifat tidak sabar yang


berlebihan?
15 Apakah kamu merupakan orang yang mudah
cem8$ atau takut?
16 Apakah kamu merupakan orang yang suka
memberontak?
17 Apakah kamu tennasuk orang yang kurang taat
dalam menjalankan perintah agama?

No Pernyataan Beoar Salah


,I Narkoba slngkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya
2 Narkoba dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghil~ rasa ~eri
3 Narkoba dapat menyebabkan ketergantungan apabila di_salahgunakan
4 Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penggunaan Narkoba
5 Ketidakmampuan berkata "tidak" dapat mendorong seseorang untuk
mencoba menggunakan Narkoba
6 Menggunakan Narkoba sesekali tidak akan menyebabkan masalah dan
ketergantungan
7 Kegiatan positif untuk mengisi waktu luang misalnya: olah raga,
kesenian, kegiatan keagamaan dapat menghindari keinginan untuk
menggunakan Narkoba
8 · Upaya menjauhi Narkoba pada remaja dapat dilakukan dengan
menjauhi ternan yang men -•· Narkoba ··
9 Gangguan baik fisik, mental, dan sosial dapat dialanii oleh pengguna
Narkoba
10 Menggunakan Narkoba da~>_at menyebabkan IDV AIDS

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


No Pernyataan Sangat Setuju Tidak Sangat
Setuju ~tuju I adak
Setuju
I Remaja gaul adalah remaja yang
":lenggunakan Narkoba
2 Menggunakan Narkoba merupakan hal yang
biasa dilakukan oleh remaja
3 Setiap orang mempunyai hak untuk
menggunakan Narkoba
4 Menggunakan Narkoba satu kali saja tidak
akan menyebabkan kecanduan
5 Hindari ternan yang menggunakan Narkoba
agar tidak te~ngaruh
6 Untuk mencegah penggunaan Nark.oba
diperlukart pengetahuan tentang kesehatan
dan bimbingan b~i remaj_a
7 Pencegahan penggunaan Nark.oba perlu
melibatkan sekolah
8 Keluarga memiliki peran dalam mencegah
remaja menggunakan Nark.oba
9 Penanaman nilai-nilai agama pada remaja
dapat mencegah penggunaan Nark.oba oleh
remaja
10 Curhat dengan keluarga dapat mencegah
penggllnaan Nark.oba

No Pernyataan Sering Jarang Peroah Tidak


Pernah

1 Kebiasaan merokok
2 Memiliki keinginan menggunakan Narkoba
3 Memanfaatkan fasilitas konseling (guru BK)
sebagai upaya pencegahan menggunakan
Nark.oba
4 Menggunakan uang saku .IQunu untuk
mencoba membeli Narkoba
5< Menolak ajakan ternan untuk mencoba
• menggunakan Nark.oba
6 Mendapatkan informasi tentang Narkoba dari
sekolah
7 Mendapatkan informasi tentang Nark.oba dari
keluarga
8 Berteman dengan pengguna Narkoba
9 Bolos sekolah
10 Terlambat masuk sekolah

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran 2

PROGRAM MAGISTER DAN SPESIALIS PASCASARJANA


FAKULTAS ILMU KEPERA WATAN UNIVERSITAS INDONESIA
LEMBAR ANGKET KESEHATAN REMAJA

PEDOMAN WAWANCARA DISEKOLAH

NO PERTANYAAN

1 Bagaimana visi dan misi sekolah?

2 Bagiamana sekolah membina hubungan yang kondusif antar siswa, guru,


dan keluarga siswa?

3 Bagaimana aturan atau kebijakan yang diterapkan sekolah yang berkaitan


dengan pencegahan penyalahgunaan NAPZA?

4 Bagaimana sekolah menyediakan dan menggunakan media dalam promosi


kesehatan di sekolah?

5 Bagaimana upaya sekolah menyediakan kantin sehat ?

6 Bagaimana sekolah mengintegrasikan materi kesehatan di dalam kurikulum


pengajaran?

7 Bagaimana sekolah mengakomodasi materi kesehatan di dalam kegiatan


ekstrakurikuler sekolah ?

8 Bagaimana pelayanan kesehatan yang di selenggarakan oleh sekolah ?

9 Bagaimana pelayanan konseling yang diberikan kepada siswa disekolah ?

10 Bagaimana pelaksanaan UKS dan pengembangannya ?

11 Bagaimana sekolah menjalin kerjasama lintas sektor dalam mewujudkan


sekolah sehat ?

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran 3

PROGRAM MAGISTER DAN SPESIALIS PASCASARJANA


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
LEMBAR ANGKET KESEHAT AN REMAJA

PEDOMAN OBSERVASI TERHADAP KELUARGA

No Pertanyaan

1 Apakah keluarga dapat menerima kunjungan petugas perawatan kesehatan


masyarakat?

2 Apakah keluarga menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai


dengan rencana keperawatan?

3 Apakah keluarga tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya


secara benar?

4 Apakah keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan sesuai anjuran?

5 Apakah keluarga melakukan perawatan sederhana sesuai yang dianjurkan?

6 Apakah keluarga melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif?

7 Apakah keluarga melaksanakan tindakan promotif secara aktif?

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran 4

FORMAT DETEKSI DINI SISWA SMK TARUNA BHAKTI YANG


BERESIKO MENYALAHGUNAKAN NARKOBA
(Modifikasi Martono & Juana, 2008)

Beri tanda cek (-Y) pada kolom jawaban yang tersedia yang sesuai dengan keadaan
dirimu

A. F a k tor P en d u k un2
NO PERNYATAAN JAWABAN
YA TIDAK
(1) (0)
I Saya berani menghadapi tantangan kehidupan (tidak lari dari
masalah)
2 Saya menyukai dan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan
kegiatan lain yang positif
3 Kehidupan sekolah saya cukup berhasil
4 Saya menilai diri saya secara positif
5 Saya memiliki nilai dan menjalankan kehidupan beragama dengan
baik
6 Saya merasa menjadi bagian dari kelompok dan diakui oleh
kelompok saya
7 Orang tua atau keluarga selalu memantau kegiatan dan pergaulan
saya
8 Orang tua atau keluarga mengenal teman-teman saya dengan baik
9 Orang tua menjadi contoh atau teladan yang baik untuk saya
IO Orang tua bersikap ramah dan terbuka dengan saya
II Hubungan dalam keluarga saya harmonis
12 Kehidupan spiritual atau againa dalam keluarga baik
13 Orang tua atau keluarga sudah cukup memberikan perhatian dan
kasih sayang terhadap saya
14 Sekolah tempat saya belajar cukup disiplin
15 Sarana dan prasarana untuk aktifitas siswa disekolah saya memadai
I6 Jumlah siswa dan guru disekolah saya sudah sebanding
17 Kurikulum disekolah saya sudah menarik dan cukup merangsang
kreatifitas siswa
18 Perhatian guru dan staf disekolah terhadap siswa sudah cukup baik
19 Lingkungan tempat saya tinggal aman dan nyaman
20 Masyarakat di lingkungan rumah peduli dengan gerakan anti
narkoba

JUMLAHSKORJAWABANYA

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran 4

B. Faktor Resiko
NO PERNYATAAN JAWABAN
YA TIDAK
(1) (0)
1 Saya cenderung memiliki sikap memberontak terhadap otoritas
atau aturan yang telah diteta_Q_kan
2 Saya cenderung kurang percaya diri dan memiliki harga diri yang
rendah
3 Saya cendurung menilai diri saya secara negatif
4 Saya cenderung memiliki sikap telalu pemalu atau terlalu agresif
5 Saya cenderung melakukan sesuatu yang beresiko atau
menyerempet bahaya
6 Saya termasuk orang yang tidak tekun dan cepat bosan
7 Saya cenderung sulit menolak tawaran atau ajakan teman-teman
8 Saya sering diliputi rasa sedih atau cemas
9 Saya cenderung tidak taat beribadah dan kurang religius
10 Orang tua kurang komunikasi dan bersik~ terbuka dengan saya
11 Hubungan dalam keluarga saya kurang harmonis dan sering
bertengkar
12 Orang tua atau keluarga kurang memberikan perhatian dan kasih
sayang terhadap saya
13 Kehidupan spiritual atau agama dalam keluarga kurang baik
14 Orang tua saya saya terlalu sibuk dengan pekerjaannya saya
15 Anggota keluarga saya ada yang memakai narkoba, perokok atau
biasa minum-minuman keras/berakohol
16 Teman-teman saya ada yang menjadi pecandu narkoba
17 Sekolah tempat saya belajar kurang disiplin
18 Sarana dan prasarana untuk aktifitas siswa disekolah saya kurang
memadai
19 Perhatian guru dan staf disekolah terhadi:IQ siswa masih kuran_g
20 Masyarakat di lingkungan rumah kurang peduli dengan gerakan
anti narkoba

JUMLAH SKOR JAW ABAN YA

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran 5

FORMAT DETEKSI GEJALA PENY ALAHGUNAAN NARKOBA


P ADA SISW A SMK T ARUNA BHAKTI
(Modifikasi Ritanti, 20 II)

Petunjuk pengisian:
Beri tanda cek (-J) pada kolom jawaban yang tersedia yang sesuai dengan keadaan siswa,
libatkan guru dan keluarga dalam mengisi format ini

A. PERUBAHAN FISIK
NO PERUBAHAN FISIK JAWABAN
YA TIDAK
SaatMenggunakan
1 Mata kemerah-merahan
2 Mengantuk
3 Bicara cadei atau pelo
4 Jaian sempoyongan
5 Banyak bicara
6 Bersikap acuh
7 Muka pucat bibir kering
8 Badan gemetar
9 Bicara berlebihan
10 Terdapat bekas suntikan dikamar
Saat Ketagihan
11 Tidur terganggu, banyak tidur
12 Tidak suka makan
13 Keringat berlebihan, mudah letih
I4 Mual, muntah, mencret
15 Jantung berdebar
16 Tangan, Iidah, keiopak mata bergetar
17 Mata atau hidung berair
18 Menguap terus menerus
19 Sakit seiuruh tubuh
20 Takut air sehingga tidak suka mandi

JUMLAH JAWABAN

B. PERUBAHAN PERILAKU DI SEKOLAH


NO PERUBAHAN PERILAKU DI SEKOLAH JAWABAN
YA TIDAK
1 Nilai ulangan atau rapor disekolah menurun
2 Motivasi sekolah menurun, malas berangkat sekolah
3 Sering membolos
4 Sering keiuar kelas dan tidak kembali kesekolah
5 Mengantuk dikelas
6 Mudah bosan dikelas
7 Kurang memperhatikan guru atau sulit berkonsentrasi
8 Sering dipanggil guru karena tidak disiplin
9 Meninggalkan hobi atau kegiatan disekolah yang dulunya
digemari
10 Mengeluh karena menganggap orang rumah tidak memberinya
kebebasan

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran 5

11 Ternan lama ditinggalkan dan mulai berkumpul dengan siswa


yang tidak beres
12 Sering meminjam uang kepada teman
13 Suka menjual barang milik pribadi kepada temannya
14 Suka mencuri disekolah
15 Tidak perduli dengan kebersihan diri saat pergi kesekolah
16 Gaya musik yang disukai berubah
17 Mudah tersinggung
I8 Bersikap depensif (membela diri)
I8 Menunjukan sikap permusuhan dengan ternan lain atau guru
20 Sering menghindari kontak mata saat diajak bicara

JUMLAH JAW ABAN

C. PERUBAHAN PERILAKU DI RUMAH


NO PERUBAHAN PERILAKU DI RUMAH JAWABAN
YA TIDAK
I Makin jarang ikut dengan kegiatan keluarga
2 Sering pergi hingga larut malam, menginap dirumah ternan
3 Berganti ternan dan jarang mau memperkenalkan temannya
4 Ternan sebaya makin tampak berpengaruh negatifterhadap
dirinya
5 Ternan lamanya mulai menghindari dirinya
6 Tidak mau memperdulikan aturan keluarga
7 Mulai melupakan tanggungjawab rutin dirumah
8 Menghabiskan uang tabungannya dan selalu kehabisan uang
9 Barang-barang berharga miliknya/milik keluarga yang
dipinjamnya hilang, dipinjam ternan
IO Sering mencuri uang dan barang-barang berharga dirumah
II Waktu dirumah lebih banyak dihabiskan dikamar mandi
I2 Sering membawa obat tetes mata, senang memakai kacamata
gelap
I3 Malas mengurus diri
I4 Sering batuk pilek berke2_anjangandan sering pusing
I5 Sering tersinggung, mudah marah, emosinya labil, atau tidak
ragu berbicara kasar pada orang tua atau orang lain
I6 Sering ingkar janji dengan berbagai alasan
I7 Sering mengunci diri dikamar, tidak mengijinkan orang tua
masuk kekamarnya
I8 Dikamarnya ada Jilin atau pewangi ruangan
I9 Memasang musik kerasa dan beraliran keras tanpa
memperdulikan orang lain
20 Sering berbohong, manis jika ada maunya

JUMLAH JAW ABAN

Total Jumlah jawaban (Ya) pada Kolom A+ B + C =.................. .


Kesimpulan:
I. Rentangjawanan 0-20 = Resiko ringan
2. Rentangjawaban 2I-40 = Resiko Sedang
3. Rentang Jawaban 4I-60 = Resiko Tinggi

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran 6

CATATAN W AW ANCARA SISWA DALAM KASUS


PENYALAHGUNAANNARKOBA

Nama Siswa
Kelas
Jenis Kelamin
Nama Orang Tua!Wali
Alamat Orang Tua
Permasalahan siswa saat ini

Faktor Resiko Tinggi:

Faktor Pelindung :

Jenis narkoba yang pemah dipakai


Cara pemakaian narkoba
Pertama kali kapan
Perkuensi pemakaian
Alasan menggunakan narkoba

Faktor yang melatarbelakangi menggunakan narkoba:

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran 6

Cara memperoleh narkoba :

Dampak pemakaian narkoba :


Kehidupan sekolah ::

Kehidupan keluarga :

Hubungan dengan ternan:

Hubungan dengan masyarakat :

Masalah keuangan

Masalah hukum :

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran 6

Gejala penyalahgunaan narkoba


Perubahan fisik :

Perubahan perilaku :

Ditemukan narkoba atau peralatan menggunakan narkoba:

···································································~··································································

Pemeriksaan urine :

Pola pemakaian:
D Coba-cobaD Sosial D Instrumental D Habituasi D
Ketergantungan

Saran atau tidakan selanjutnya :

Depok, .............................. .
Penanggungjawab/Guru BK

( .........................................)

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran 7

ALUR RUJUKAN PENANGANAN RESIKO PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI SMK TB KOTA DEPOK

Pendidikan
Kesehatan
Resiko Rendahl , Oleh Peer
PEER 1 n
Educator

Deteksi Dini
Resiko Sedang Bimbingan
Resiko
dan Konseling
Penyalahgunaan
Guru oleh Guru BK
Narkobadan
Deteksi Gejala
Penyalahgunaan Resiko Tinggi
Rujuk:
Narkoba
• Puskesmas
• BNN Kota
Keluarga Depok
Kasus
Penyalahgunaan • Polsek
Cimanggis
Narkoba

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran 8

CONTOHSURATRUJUKAN

Depok........................... 2014
No Surat
Peri hal
Lamp iran
Kepada Yth:
(Kepala Puskesmas Kepala BNN Kota
Depok atau KePala Polsek Cimanggis)
Di Tempat
Dengan hormat,
Bersama ini kami kirimkan:
Nama
Jenis Kelamin
Tempat Tanggal Lahir
Nama Orang Tua/Wali
Alamat Orang Tua
Alamat Sekolah

Berdasarkan pengamatan kami yang bersangkutan mempunyai masalah sebagai


berikut:

Kami telah melakukan pemeriksaan dan penanganan sesuai keperluan dalam


bentuk:

Namun yang bersangkutan memerlukan penanganan lebih lanjut. Untuk itu


mohon kiranya pemeriksaan, perawatan serta penanganan tindak lanjutnya.

Bidang Kesiswaan Wali Kelas/Guru BK

( ..............................................) ( ..................................................)

Mengetahui
Kepala Sekolah

(.................................................)

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran 9

Prioritas masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas

Bagaimana Perubahan Peningkatan Peringkat


pentingnya · positif untuk kualitas semua
Diagnosa untuk komunitas kehidupan masalah
dipecahkan jika jika dari 1 Total
1= rendah; dipecahkan dipecahkan sampai 6
2= rata-rata; 0= tidak ada; 0= tidak ada; 1=
3= tinggi 1= rendah; 1= rendah; kurang
2= rata-rata; 2= rata-rata; penting
3= tinggi 3= tinggi 6= sangat
pentin2
Bel urn 3 2 3 4 12
terkoordinasinya
pelaksanaan program
PKPR disekolah

Belum optimalnya 3 2 3 5 13
fungsi pengarahan
supervisi dan
komunikasi
pelaksanaan program
PKPR disekolah

Belum optimalnya 3 2 3 4 12
kerjasama lintas
sektor dalam
pelaksanaan program
PKPR

Belum optimalnya 3 3 3 6 15
pembinaan dan
pelatihan SDM
disekolah khususnya
upaya pencegahan
risiko
penyalahgunaan
narkoba pada remaja

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran 10

PENAPISAN MASALAH ASUHAN KEPERA W AT AN KOMUNIT AS

N Diagnosa Keperawatan Pem bobotan Jumlah


0 A 8 c D E F G H I J K
I Ketidakefektifan perilaku 4 4 5 5 5 5 5 4 4 3 5 49
pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba
pada siswa di SMK TB.

2 Ketidakefektifan koping 3 2 4 3 4 5 5 4 4 3 5 42
remaja terhadap risiko
penyalahgunaan narkoba
pada siswa di SMK TB.

3 Risiko perilaku 2 3 5 5 4 5 5 4 4 3 5 45
penyalahgunaan narkoba
pada siswa SMK TB.

Keterangan :
1 = Sangat rendah
2 = Rendah
3 = Cukup
4 = Tinggi
5 = Sangat tinggi

A= Risiko terjadi
B = Risiko parah
C = Potensial penkes
D = Minat masyarakat
E = Kemingkinan diatasi
F = Sesuai program pemerintah
G=Tempat
H=Waktu
I= Dana
J = Fasilitas kesehatan
K = Sumber daya

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran 11

Prioritas Masalah Asuhan Keperawatan Keluarga

I. Pola asuh tidak efektif

Kriteria Perhitungan Skor Pembenaran


Sifat Masalah : Aktual 3/3 X I An.I saat ini masih dalam tahap perkembangan
remaja yang membutuhkan perhatian dan
komunikasi yang efektif dalam mengungkapkan
masalahnya. Orang tua hanya menanyakan
kemana An. I pergi dan kadang memarahi jika ada
masalah dengan sekolah.
;~-·-· --·------- ·-------- ____ ;

Kemungkinan masalah 2/2 X 2 2 An.! masih dapat diajak berkomunikasi dan


· dapat diubah : mudah menurut pada orang tuanya, melalui pendekatan
komunikasi yang efektif akan pengenalan peran t

dan tanggungjawab remaja maka penerapan peran ~


pada remaja di keluarga Bp. U akan efektif.

· Potensial masalah dapat 2/3 X I 0,6 Adanya perhatian yang baik dari orang tua dan
: dicegah : Tinggi saudara An. I akan perkembangan peran dan
tanggungjawab An. I sebagai anggota keluarga

Menonjolnya masalah : 1/2 X I 0,5 Keluarga menganggap masalah terjadi tetapi tidak
Ada masalah tetapi tidak menjadikan masalah ini prioritas utama.
' perlu segera ditangani
Total 4,1

2. Risiko penurunan prestasi belajar pada An. I

~----- Kriteria Perhitungan Skor Pembenaran


[ Sifat Masalah :·R~~lk~ 2/3 X 1 0,6 Saat ini masalah baru bersifat resiko, An.Imasih
j . duduk di kelas 3 SMK dan belum ujian akhir
: semester, dari hasil belajar semester yang lalu
•nilainya termasuk standar. An.l malas belajar di
·. rumah dan tidak ada yang membantunya dalam
. mengerjakan tugas maupun belajar dirumah.
Orang tua hanya memarah i j ika An. I malas
~--------------- __________ __ _______]_
. belajar.
i Kemungkinan masalah 2/2 X2 2 An. I menyadari bahwa perlu belajar jika ingin
•dapat diubah : mudah hasil prestasinya meningkat orang tua memiliki
kemauan untuk membantu permasalahan An. I
Potensial masalah dapat 2/3 X 1 0,6 Adanya kemauan dari remaja untuk memperbaiki
dicegah : Sedang cara belajamya, tetapi kurang bantuan dan
dukungan keluarga maupun temannya.
i Menonjolnya masalah : Ada 2/2 X 1 Masalah ini merupakan proses pembelajaran anak
t masalah tetapi tidak perlu · yang hasilnya belum terlihat.
lsegera ditangan_i__ ········----~--~---··- -- - -------------~---------------- ------------------
.
'j Total 4,2
L

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014


Lampiran 11

3. Risiko penyimpangan perilaku: penyalahgunaan narkoba pada remaja

Kriteria Perhitungan Skor Pem benaran


Sifat Masalah : Aktual 3/3 X I Akibat dari kurangnya komunikasi antm·a orang
tua dan anak menyebakan te1jadinya permasalah
risiko penyimpangan perilaku: penyalahgunaan
narkoba pada remaja

Kemungkinan masalah 2/2 X 2 2 Pola komunikasi antara remaja dan orang tua
dapat diubah : mudah . merupakan suatu proses yang harus dimulai dan
: dijaga keberlangsungannya, keluarga sudah
; memberikan respon positif dengan bertanya cara
komunikasi yang baik dengan remaja.
----------1-----------------~---------"--

Potensial masalah dapat 2/3 X 1 0,6 Keluarga sudah mengetahui stressor dan cara
dicegah : Sedang mencegahnya.
-----1---- ---· ------- ----- - --
Menonjolnya masalah : 2/2 X 1 Keluarga mengatakan ada masalah dan segera
Perlu segera ditangani perlu ditangani karena mereka takut anaknya akan
salah bergaul.
Total 4,6

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai