Anda di halaman 1dari 13

Manajemen Aset Infrastruktur Perusahaan Transportasi Massal

Berbasis Rel
Abstrak
Manajemen aset didefinisikan sebagai aktivitas terpadu untuk menerima manfaat dari suatu
sistem aset. Pada pengelolaan Transportasi berbasis rel, diperlukan Pengelolaan Aset untuk dapat
memenuhi standar pelayanan minimum yang menjadi standar kinerja PT. XXX antara lain antara
lain kecepatan perjalanan, keandalan (ketepatan waktu), kenyamanan, keselamatan, serta
kemudahan akses. Dalam melakukan proses Manajemen Aset PT. XXX diperlukan keterlibatan
pemangku kepentingan dalam prosesnya yang terdiri dari identifikasi dan inventarisasi aset
kedalam hirarki dan kategorisasi aset, pengembangan metode penilaian suatu aset, identifikasi
risiko yang timbul dari pengelolaan aset serta langkah langkah yang akan ditempuh untuk
mengelola risiko tersebut. pada akhirnya, pengelolaan aset menerapkan pemanfaatan sistem
informasi untuk memudahkan manajer aset dalam pengambilan keputusan pengelolaan aset.

Taufiq Dwi Tamtomo, ST. email : dwitamtomo@gmail.com

PT.XXX adalah perusaahaan yang melayani transportasi masyarakat di Jakarta dan


Sekitarnya. PT.XXX Jakarta berkomitmen untuk menjadi penyedia jasa transportasi public
terdepan guna mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan mobilitas
pengurangan kemacetan dan pengembangan sistem transit perkotaan. Untuk dapat
mencapai komitmen tersebut maka PT.XXX Jakarta berusaha mencapai keunggulan yang
berkesinambungan dalam pengembangan pengoperasian jaringan transportasi public yang
aman, terpecaya dan nyaman hingga dapat membangun reputasi perusahaan yang unggul
dalam pelayanan transportasi publik. Dalam mencapai komitmen tersebut PT.XXX Jakarta
menyiapkan standar layanan minimum antara lain kecepatan perjalanan, keandalan
(ketepatan waktu), kenyamanan, keselamatan, serta kemudahan akses.
Guna dapat memenuhi standar layanan minimum tersebut, maka perlu didukung oleh
kinerja sumber daya dan aset yang dimiliki sehingga dapat memaksimalkan biaya investasi
yang telah dikeluarkan dan mengurangi biaya operasional yang tidak diperlukan (Too,
White, & Too, 2010) Seluruh aset baik yang terkait langsung dengan pengguna maupun
pendukung, harus selalu dalam kondisi yang optimal. Untuk itulah aset yang dimiliki suatu
perusahaan perlu dikelola dengan baik mulai dari tahap perencanaan aset, penciptaan aset
dan pemanfaatan aset. Manajemen Aset dapat didefinisikan sebagai Proses berkelanjutan
dan strategi dalam mengelola ketersediaan, keamaanan, keandalan dan masa pakai dari
suatu aset yang dapat berupa sistem, fasilitas, peralatan maupun proses (Davis, 2007),
sementara Woodhous (2001) dalam (Westhuizen & Gräbe, 2013) mendefinisikan
Manajemen aset sebagai sekumpulan alat, cara, metode maupun disiplin ilmu yang
digunakan untuk melakukan optimalisasi siklus hidup dari suatu aset fisik dalam
melakukan fungsinya. Masih dalam (Westhuizen & Gräbe, 2013), Paterson (2007)
menggambarkan bahwa manajemen aset adalah proses untuk asset-care decision-making
(pengambilan keputusan terkait perawatan aset). Pada 2014 International Organisation for
Standardisation (ISO) melalui ISO 55000 mendefinisikan Manajemen aset didefinisikan
sebagai aktivitas terpadu untuk menerima manfaat dari suatu sistem aset. Akhirnya dapat
dipahami secara lebih menyeluruh bahwa Manajemen Aset adalah kegiatan terkoordinasi
dari suatu organisasi untuk mewujudkan nilai dari aset yang dimiliki (The-Institute-of-
Asset-Management, 2012). Definisi ini diperluas lebih lanjut sebagai praktik di mana
organisasi dapat menggunakan prinsip dan konsepnya untuk meningkatkan nilai aset
dengan menyeimbangkan biaya, peluang, dan risiko terhadap kinerja yang diinginkan dari
suatu aset (Shah, McMann, & Borthwick, 2017). Untuk itu maka seluruh pihak didalam
dan diluar organisasi yang mengelola dan memiliki aset harus memahami konsep dan
proses dari manajemen aset yang dilakukan oleh perusahaanya. Hal ini nantinya akan
berpengaruh terhadap capaian kinerja aset yang optimal, sehingga dapat memenuhi standar
layanan minimum PT. XXX.
Dalam mencapai kesepahaman dalam organisasi perusahaan, PT. XXX melakukan 2
tahapan dalam melakukan identifikasi Aset yaitu Pengelompokkan Aset dalam Hirarki dan
Kategorisasi Aset (Carter & Elliott, 2016). Hirarki dalam aset Transportasi Berbasis Rel
memiliki 6 tingkatan seperti pada tabel 1. Tabel hirarki tersebut bermanfaat pada prosess
identifikasi dan pengadaan aset agar semua pihak dapat membangun pemahaman tim baik
pengelola maupun tim pemeriksa aset. Dari hirarki tersebut kemudian aset di kelompokkan
kedalam 7 kriteria sehingga aset dapat dikelola sesuai dengan kelompoknya dan fungsinya
pada tahap penyediaan, pemeliharaan, dan optimalisasi aset (tabel 2).
Perusahaan Sistem Subsistem Aset Komponen

Bangunan

Utilitas

Fasilitas
Stasiun
Penumpang

Infrastruktur
Ticketing

Fasilitas IT

Koridor Utara-
Rel
Selatan I
Infrastruktur
Koridor Barat-
Track Persinyalan
Timur I

Pembatas

Fasilitas
Transportasi Pejalanan Kaki
berbasis rel Kereta
Fasilitas
Inspeksi
Gerbong
Fasilitas
Armada
Pemeliharaan
Depo
Fasilitas Parkir
Lainnya
Kereta
Peralatan
Lapangan
Lahan

Tabel 1 Hirarki Aset, diadopsi dari PT. Transjakarta.

Kategori Aset Deskipsi Kategori


Jalan, Rel dan Rel, Jalur Transportasi Berbasis Rel,
Jembatan Akses Pejalan Kaki, Terowongan Bawah
Tanah.
Utilitas Drainase, saluran air limbah, air, kanal
Bangunan Struktur bangunan; lantai, dinding, pintu,
kaca, atap, selokan
Mekanikal & Semua peralatan yang terhubung kabel,
Elektrikal lemari listrik, pemasangan kabel, lampu,
kipas angin, pintu otomatis, genset, UPS
Infrastruktur Semua peralatan IT, komunikasi dan
Teknologi dan peralatan pertiketan; lemari data, server,
Informatika pembaca smart card, PC, CCTV
Perlengkapan Rambu, Toilet, Kursi Tunggu
Lain-Lain Apapun yang tidak termasuk diatas

Tabel 2 Kategorisasi Aset dan Deskripsi Aset


Tahapan selanjutnya setelah seluruh aset dapat diidentifikasi dan dikategorisasi, perlu
ada suatu metode untuk dapat mengetahui kondisi aset tersebut. Sebagai salah satu contoh
untuk mengetahui kondisi aset pada kategori Jalan Rel dan Jembatan, terdapat beberapa
metode yang dapat diterapakan untuk mengetahui kondisi aset (Asset Assesment). Untuk
mengetahui kondisi Aset terkait Rel umumnya dilakukan peritungan parameter terkait
posisi geometri dan usangnya sebuah rel, perhitungan tersebut dapat dilakukan melalui
kendaraan inspeksi seperti dalam (Fontul, Paixão, Solla, & Pajewski, 2018). Parameter lain
yang dapat dinilai untuk menganalisis kondisi lintasan, adalah profil rel, kekasaran rel, dan
keutuhan rel yang dapat dilakukan inspeksi menggunakan metode ultrasonic. Aset lain
yang vital milik PT. XXX adalah Terowongan bawah tanah yang berisiko mengalami
kebocoran dan banjir jika ada faktor risiko yang tidak dapat teridentifikasi sebelumnya.
PT. XXX telah menerapkan pelapisan sealer untuk mencegah potensi air masuk celah antar
panel dinding. Untuk memastikan kondisi penerapan sealer tersebut masih berfungsi baik
maka diperlukan jadwal inspeksi dan perawatan pada seluruh aset terowongan PT.
Transportasi berbasis rel. Inspeksi dilakukan untuk memberikan penilaian kondisi aset. PT.
XXX mengembangkan sebuah metode penilaian kondisi aset untuk dapat melihat kondisi
aset secara nyata dan menentukan langkah apa yang dapat dilakukan untuk
mengoptimalkan fungsi aset tersebut. Seperti diadopsi dari (Carter & Elliott, 2016),
penilaian aset dapat dilihat pada tabel 3.

No. Kode Penilaian Masa Pakai Keterangan


1. 1/5 Tidak Aman / Tidak ada sisa masa Kondisi aset dapat Berdampak langsung pada
Tidak Dapat pakai Kereta, Staff dan Pengguna
diperbaiki
2. 2/5 Buruk Kondisi 0-30% Kondisi aset dapat Berdampak pada
keberlanjutan operasional, diperbaiki secepat
mungkin
3. 3/5 Cukup Kondisi 30-60% Kondisi aset Dapat menjadi lebih parah jika
tidak segera ditangani
4. 4/5 Baik Kondisi 60-90% Pemeliharaan perlu dipertimbangkan segera
pada aset
5. 5/5 Sangat Baik Kondisi 90-100% Tidak perlu pemeliharaan pada aset

Tabel 3 Metode penilaian kondisi aset

Setelah aset telah dilakukan inspeksi dan dapat dinilai kondisinya, Selanjutnya yang
perlu dilakukan adalah analisis mengenai risiko-risko yang mungkin timbul dari adanya
kepemilikan aset tersebut. Risiko dalam aset infrastruktur dapat menyebabkan
berkurangnya nilai aset maupun kinerja dari infrastruktur tersebut. Risiko yang timbul bisa
menyebabkan suatu aset infrastruktur tidak berfungsi secara optimal sehingga dapat
berpengaruh secara luas baik kepada perusahaan maupun kepada pengguna (Ongkowijoyo
& Doloi, 2017).
Beberapa Profil risko dapat mempengaruhi nilai dari suatu investasi aset infrastruktur,
diantaranya Demand /Price Risk adalah kondisi risiko dimana suatu aset infrastruktur tidak
dapat memberikan hasil atau keuntungan langsung bagi pemilik aset. Risiko Inflasi adalah
Suatu aset infrastruktur dapat dinilai dari keuntungan yang dihasilkan infrastruktur tersebut
dimana hal nilai tersebut akan menurun berbanding dengan inflasi. karena nilai inflasi yang
berubah-ubah, maka biaya untuk perawatan dan nilai dari infrastruktur tersebut juga akan
berubah, Risiko Tingkat Suku Bunga dan Risiko Fisik / Teknis, karena keadaan fisik
infrastruktur secara kasat mata dapat dipertimbangkan karena mempengaruhi baik biaya
maupun manfaat investasi (Power, Tandja M, Bastien, & Grégoire, 2015).
Kementerian PUPR telah melakukan Kategori risiko Infrastruktur sehingga dapat
digunakan lebih jauh dalam tahapan penilaian risiko dan pengembangan alokasi serta
mitigasi. Diantaranya :
(1) Risiko Lokasi. Risiko Lokasi adalah kelompok risiko dimana lahan proyek tidak
tersedia atau tidak dapat digunakan sesuai jadwal yang sudah ditentukan dan dalam
biaya yang diperkirakan, atau bahwa lokasi dapat menimbulkan suatu beban atau
kewajiban bagi pihak tertentu. Risiko lokasi dapat dikelompokkan menjadi : Risiko
Pembebasan Lahan, Risiko Ketidaksesuaian Lokasi Lahan, Risiko Lingkungan
(2) Risiko Desain, Konstruksi dan Uji Operasi adalah risiko desain, konstruksi atau uji
operasi suatu fasilitas proyek atau elemen dari prosesnya, dilakukan dengan cara
yang menyebabkan dampak negatif terhadap biaya dan pelayanan proyek. Risiko ini
terdiri dari : Risiko Perencanaan,Risiko Desain, Resiko Penyelesaian, Risiko
Kenaikan Biaya, Risiko Uji Operasi.
(3) Risiko Sponsor, Risiko sponsor adalah risiko dimana Badan Usaha (BU) dan/atau
sub-kontraktornya tidak dapat memenuhi kewajiban kontraktualnya kepada PJPK
akibat tindakan pihak investor swasta sebagai sponsor proyek.
(4) Risiko Finansial, Risiko finansial adalah risiko-risiko terkait aspek kelayakan
finansial proyek seperti : Risiko Struktur, Risiko Ketidakpastian Pembiayaan, Risiko
Parameter Finansial dan Risiko Asuransi.
(5) Risiko Operasional. Risiko Operasional adalah risiko dimana proses penyediaan
layanan infrastruktur sesuai kontrak - atau suatu elemen dari proses tersebut
(termasuk input yang digunakan atau sebagai bagian dari proses itu) - akan
terpengaruh dengan cara yang menghalangi BU dalam menyediakan layanan
kontrak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati dan/atau sesuai proyeksi biaya.
(6) Risiko Pemeliharaan. Risiko pemeliharaan adalah risiko dimana (i) realisasi biaya
pemeliharaan aset proyek lebih tinggi/berubah dari biaya pemeliharaan yang
diproyeksikan, atau (ii) terdapat dampak negatif akibat pemeliharaan tidak
dilakukan dengan baik. Terdiri dari Risiko Cacat Tersembunyi (Latent
Defect),Risiko Utilitas, Risiko Sumber Daya atau Input Risiko, Risiko Hubungan
Industri.
(7) Risiko Pendapatan (Revenue) adalah risiko bahwa pendapatan proyek tidak dapat
memenuhi proyeksi tingkat kelayakan finansial, karena perubahan yang tak terduga
baik permintaan proyek atau tarif yang disepakati atau kombinasi keduanya.
(8) Risiko Konektivitas Jaringan adalah risiko terjadinya dampak negatif terhadap
ketersediaan layanan dan kelayakan finansial proyek akibat perubahan dari kondisi
jaringan saat ini atau rencana masa depan. Risiko ini dapat berupa Risiko
Konektivitas dengan Jaringan Eksisting, Risiko Pengembangan Jaringan , Risiko
Fasilitas Pesaing.
(9) Risiko Interface adalah risiko dimana metode atau standar penyediaan layanan akan
menghalangi atau mengganggu penyediaan layanan yang dilakukan sektor publik
atau sebaliknya. Risiko ini termasuk ketika kualitas pekerjaan yang dilakukan oleh
Pemerintah tidak sesuai/tidak cocok dengan yang dilakukan oleh BU, atau
sebaliknya.
(10) Resiko Politik
(11) Risiko kahar
(12) Risiko Kepemilikan.
Dari risiko yang mungkin timbul tersebut kemudian perlu dilakukan manajemen risiko
yang bertujuan untuk mengelola risiko dari suatu aset tersebut sehingga dapat diperoleh
hasil yang optimal pada aset yang dimiliki. Proses mendasar dari manajemen risiko adalah
sebagai berikut (Glantz & Kissell, 2013) :
 Establishing the Context / membangun konteks
Aset infrastruktur khusus untuk konteks tempat mereka beroperasi. Mereka
umumnya tidak terbatas pada area yang ditentukan, tetapi terletak di ruang publik.
Ini berarti kegagalan lebih terlihat dan kemungkinan kerusakan pihak ketiga jauh
lebih besar daripada aset terbatas. Pendekatan yang lebih praktis adalah
merundingkan seperangkat nilai yang relevan dengan beberapa perwakilan seperti
regulator, komite industri, pengawas konsumen, dan sebagainya.
 Risk Assessment
 Penamaan dan penyusunan risiko
Jumlah risiko (yaitu peristiwa potensial dengan konsekuensi yang tidak
diinginkan) ada dalam sistem infrastruktur sangat tinggi. Setiap aset dapat gagal
karena beberapa alasan dalam banyak mode kegagalan dengan setiap kombinasi
memiliki probabilitas yang berbeda sehingga menghasilkan konsekuensi yang
berbeda.
 Klasifikasi dan Kuantifikasi
Karena jumlah (clustered) risiko masih mungkin sangat tinggi dan memakan
waktu, esensi dari fase klasifikasi serta mengukur dilakukan dengan menyaring
risiko. Beberapa risiko, di mana paparan pasti tidak signifikan tidak perlu
analisis lebih lanjut, karena ada (ke tingkat kepastian yang tinggi) tidak ada opsi
yang berharga mengurangi risiko.
 Risk Treatment / Respon terhadap Risiko
Proses pengelolaan risiko harus di kelola agar konsekuensi yang di terima tidak
fatal, Proses risiko (atau model risiko yang lebih rinci) dapat digunakan untuk
mengidentifikasi opsi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar berikut.

Gambar 1 Respon Terhadap Risiko pada Aset

Risiko dapat di kelola dengan berbagai cara seperti dihindari dengan tindakan
preventif, melindungi aset dari timbulnya risiko (dengan melakukan asuransi misalnya), di
tahan (retention), di verifikasi atau dipindahkan, respon terhadap risiko pada akhirnya
sangat berpengaruh terhadap pendanaan pengendalian risiko.
Dari berbagai sumber risiko yang mungkin timbul tersebut jika mengacu pada
kementerian PUPR, dapat disimpulkan bahwa risiko yang mungkin timbul pada aset PT.
XXX antara lain :
No. Kategori Risiko Bentuk Risiko Pengaruh Risiko terhadap Respon Risiko
Operasional
TRANSPORTASI
BERBASIS REL
1. Risiko Lokasi 1. Jalur 1. Protes dari Masyarakat, 1. Melakukan
TRANSPORTASI Sulitnya Perawatan pendekatan Dialogis
BERBASIS REL 2. Terganggunya dengan Masyarakat
berdekatan operasional kereta 2. Melakukan inspeksi
dengan Gedung TRANSPORTASI rutin dan perawatan
Eksisting BERBASIS REL aset bawah tanah.
2. Jalur Bawah 3. Nilai suatu aset 3. Tindakan
Tanah berisiko menjadi cepat menurun pencegahan
Banjir / bocor seperti aset pendukung
3. Gempa Bumi pada stasiun dll.
4. Adanya pekerjaan
konstruksi bawah
tanah disekitar
lokasi terowongan
5. Stasiun
Bersinggungan
dengan moda
transportasi lain
2. Risiko 1. Pergerseran 1. Terganggunya 1. Melakukan inspeksi
Operasional Strukur Atas Jalur operasional kereta rutin dan perawatan
TRANSPORTASI TRANSPORTASI aset bawah tanah
BERBASIS REL BERBASIS REL dan 2. Menyiapkan sistem
2. Rel yang Patah standar pelayanan sensor kapasitas
akibat posisi rel minimum kepada kereta dan eskalator
dalam suatu pengguna seperti pada lift.
sistem 2. Meningkatnya biaya 3. Menyiapakan CCTV
(Naik/Turun perawatan dan untuk memantau
Elevasi) operasional (Listrik) kondisi aset secara
3. Kereta cepat rusak menyeluruh
akibat 4. Menyiapakan
Overcapacity mitigasi kecelakaan
4. Escalator di dan keamanan
stasiun kelebihan pengguna
beban pada saat
jam sibuk
5. Risiko
Kecelakaan
Kereta
TRANSPORTASI
BERBASIS REL
3. Risiko 1. Cacat tersembunyi Terganggunya operasional 1. Melakukan inspeksi
Pemeliharaan pada aset Rel, dan standar pelayanan rutin dan perawatan
maupun stasiun minimum kepada pengguna aset bawah tanah
yang tidak 2. Menyiapkan sistem
teridentifikasi pada sensor kapasitas
saat inspeksi kereta seperti pada
2. Pelaksanaan lift.
pemeliharaan 3. Menyiapkan jadwal
menyebabkan dan dafta ceklis
terganggunya inspeksi aset yang
operasional kereta menyeluruh dibantu
No. Kategori Risiko Bentuk Risiko Pengaruh Risiko terhadap Respon Risiko
Operasional
TRANSPORTASI
BERBASIS REL
maupun stasiun sistem informatika
yang memadai

Tabel 4 Kategori , bentuk, pengaruh dan respon terhadap risiko yang mungkin timbul pada aset
PT. XXX.
Untuk dapat memaksimalkan proses manajemen aset Transportasi berbasis rel, maka
perlu ada keterlibatan dari berbagai pemangku kepentingan. Selain Manajer Aset,
keterlibatan masyarakat sebagai pengguna juga dapat memberikan kontribusi dalam
pengelolaan aset. Adanya sistem pelaporan mengenai keluhan pelanggan dapat menjadi
salah satu jalur kontribusi masyarakat / pengguna dalam pengelolaan aset Transportasi
berbasis rel untuk terus optimal dalam mencapai tingkat layanan minimum. Masyarakat
dapat melaporkan ketidaknyamanan pendingin ruangan, maupun kebersihan kereta, stasiun
dan sebagainya, dan pengelola aset dapat segera menindaklanjuti untuk melakukan
perawatan sebelum kerusakan lebih parah terjadi. Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai
salah satu pemangku kepentingan pada Transportasi berbasis rel, juga berhak dan
berwenang dalam pengelolaan aset, karena Pemerintah Pusat dan Daerah dapat terpengaruh
jika terjadi penurunan nilai aset Transportasi berbasis rel yang dapat menyebabkan
terganggunya layanan sehingga mobilitas masyarakat terganggu dan mengakibatkan
terhambatnya kegiatan perekonomian. Investor Transportasi berbasis rel juga tidak dapat
dipinggirkan dalam wewenang pengelolaan aset. Karena aset Transportasi berbasis rel
merupakan satu kesatuan sistem dari kinerja Transportasi berbasis rel, dimana jika
Transportasi berbasis rel tidak mampu memenuhi kinerja standar layananan minimumnya
maka dapat mengganggu kewajiban Transportasi berbasis rel dalam melakukan
pembayaran kembali investasi yang telah dikeluarkan oleh Investor.
Seluruh proses dari manajemen aset Transportasi berbasis rel, dilakukan secara digital
melalui sistem informasi yang terintegerasi sejak dari proses perencanaan, pengadaan
hingga proses pengalihan maupun penghapusan aset. Integerasi dan strandardisasi ini
menjadikan meningkatnya kualitas data dan pertukaran data antar pemangku kepentingan
(Roberts, Pärn, Edwards, & Aigbavboa, 2018). Dengan adanya data digital maka seluruh
data akan tersimpan didalam basis data atau database. Pemanfaatan sistem informatika
dalam manajemen aset telah banyak dilakukan antaralain pada manajemen aset taman milik
pemerintah kota bandung (Akbar & Lukman, 2010) melalui pemanfaatan Sistem Informasi
Geografis (GIS) untuk kemudahan menginventarisir dan melakukan optimalisasi aset.
Selain itu pemanfaatan sistem informasi dapat menentukan perhitungan waktu yang tepat
untuk pelaksanaan jadwal inspeksi dan perawatan. Seperti yang sudah diterapkan di negara
Swedia (Thaduri, Galar, & Kumar, 2015), sistem transportasi perkeretapaian di negara
tersebut sudah menerapkan pemanfaatan teknologi informasi yang disimpan dalam suatu
basis data. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut didapatkan dari sistem maupun
sensor yang dapat menarik data terkait waktu tempuh dan tunda suatu rangkaian kereta,
persinyalan, beban yang diangkut suatu kereta, waktu dan biaya yang dibuthkan untuk
melakukan perawatan, sensor keretakan dan kerusakan rel dan semua data tersebut dapat
ditampilkan dalam grafik harian untuk masing-masing rangkaian kereta dan infrastruktur
pendukung.
Untuk dapat menerapkan sistem informatika tersebut PT. XXX sudah menerapkan
Building Information Management (BIM) dari tahap awal perencanaan, hal ini serupa
dengan yang telah dilakukan dibeberapa negara seperti Denmark, Norwegia, Inggris,
Singapura dan Korea Selatan, dipercaya mampu meningkatkan produktifitas dan
berkontribusi pada penurunan biaya yang dikeluarkan (Love, Zhou, Matthews, Lavender,
& Morse, 2018). Transportasi berbasis rel menerapkan standar pengelolaan digitalisasi data
dari tahap pengadaan, inventarisasi, dan penilaian kondisi aset agar data yang masuk dapat
seragam untuk kemudian di proses dalam sebuah database. Keseragaman data ini
memberikan kemudahan proses pengambilan keputusan pada saat perawatan maupun
pengalihan aset (Thaduri et al., 2015).
Dari tahap identifikasi dan inventarisasi yang sudah berbentuk digital, PT. XXX juga
menerapkan pemanfaatan Sistem informasi berupa peletakan sensor beban Kereta untuk
dapat menghitung beban harian yang diangkut oleh kereta, sehingga kerusakan pada kereta
dan suspensi dapat diperhitungkan dan diperkirakan. Selain itu TRANSPORTASI
BERBASIS REL juga meletakkan CCTV di lokasi Rel yang berpotensi mengalami
kerusakan dini. CCTV tersebut mengirimkan gambar dalam suatu waktu tertentu untuk
dilakukan prediksi kemungkinan waktu kerusakanya, sehingga rel dapat diganti sebelum
kerusakan yang lebih parah. Secara garis besar pemanfaatan Teknologi informasi untuk
optimalisasi aset sehingga standar kinerja pelayanan dapat tercapai adalah untuk menjaga
aset untuk tetap optimal, teknologi informasi dimanfaatkan untuk memudahkan manajer
aset untuk mengambil keputusan terkait perawatan maupun pengalihan/penghapusan aset.
Proses pemanfaatan teknologi sistem informasi digambarkan pada gambar 2 :

Identifikasi
&
Inventarisa Laporan
si Aset Masyarakat
Analisis Maintenance
Analisis / Pengalihan
Penilaian
Risiko Aset
Aset
Peralatan Inspeksi
dan Aset
Sensor

Input / Manajemen Aset Proses / Database Pengambilan Keputusan

Gambar 2 Proses pemanfaatan teknologi sistem informasi pada aset Transportasi berbasis rel

Kesimpulan :

 PT. XXX memiliki standar layanan minimum antara lain kecepatan perjalanan,
keandalan (ketepatan waktu), kenyamanan, keselamatan, serta kemudahan
akses.
 Untuk dapat mencapai standar layanan minimum tersebut, maka seluruh aset
yang dimiliki harus dalam kondisi yang optimal dalam melakukan pelayanan
terhadap pengguna.
 Dalam melakukan identifikasi Aset Transportasi berbasis rel melakukan
prosedur antara lain sebagai berikut yaitu Pengelompokkan Aset kedalam
Hirarki dan Kategorisasi Aset.
 Dari aset yang dikategorikan tersebut kemudian dilakukan suatu metode
penilaian kondisi aset baik melalui inspeksi maupun pemanfaatan teknologi
informasi
 Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah analisis mengenai risiko-risko yang
mungkin timbul dari adanya kepemilikan aset tersebut. Risiko dalam aset
infrastruktur dapat menyebabkan berkurangnya nilai aset maupun kinerja dari
infrastruktur tersebut,
 Proses mendasar dari manajemen risiko adalah Membangun Konteks, Risk
Assessment (Penamaan dan penyusunan risiko & Klasifikasi dan Kuantifikasi)
dan Risk Treatment / Respon terhadap Risiko,
 Beberapa Profil risko dapat mempengaruhi nilai dari suatu investasi aset
infrastruktur, diantaranya Demand /Price Risk , Risiko Inflasi, Risiko Tingkat
Suku Bunga dan Risiko Fisik / Teknis,
 Dari risiko yang mungkin timbul tersebut kemudian perlu dilakukan
manajemen risiko yang bertujuan untuk mengelola risiko dari suatu aset
tersebut sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal pada aset yang dimiliki.
 Risiko dapat di kelola dengan berbagai cara seperti dihindari dengan tindakan
preventif, melindungi aset dari timbulnya risiko (dengan melakukan asuransi
misalnya), di tahan (retention), di verifikasi atau dipindahkan, respon terhadap
risiko pada akhirnya sangat berpengaruh terhadap pendanaan pengendalian
risiko,
 Untuk dapat memaksimalkan proses manajemen aset Transportasi berbasis rel,
maka perlu ada keterlibatan dari berbagai pemangku kepentingan,
 Pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses manajemen aset selain dari
aktor internal perusahaan antara lain adalah pemerintah sebagai regulator dan
penerima manfaat, masyarakat sebagai pengguna, dan investor sebagai pihak
yang berhak mendapatkan manfaat finansial langsung dari keberhasilan
pelayanan Transportasi berbasis rel,
 Pemanfaatan teknologi informatika untuk kemudahan pengambilan keputusan
manajer aset dimulai dari tahap awal perencanaan aset, pengadaan aset,
inventarisasi aset, penilaian kondisi aset hingga dapat memutuskan waktu yang
tepat untuk inspeksi, perawatan bahkan penggantian aset yang sudah usang.
 Integerasi dan strandardisasi data sebagai bentuk pemanfaatan teknologi
informatika ini menjadikan meningkatnya kualitas data dan pertukaran data
antar pemangku kepentingan. Dengan adanya data digital maka seluruh data
akan tersimpan didalam basis data atau database.
Daftar Pustaka
Akbar, R., & Lukman, A. (2010). Manajemen Taman Milik Pemerintah Kota Bandung
Berbasiskan Pendekatan Manajemen Aset. Jurnal Teknik Sipil-Jurnal Teoretis dan
Terapan Bidang Rekayasa Sipil.
Carter, L., & Elliott, T. (2016). Studi Kasus: Manajemen Aset dan Busway Jakarta. Prakarsa
manajemen-aset-infrastruktur-di-indonesia.
Davis, J. (2007). What is asset management and where do you start? American Water Works
Association, 99(10).
Fontul, S., Paixão, A., Solla, M., & Pajewski, L. (2018). Railway Track Condition Assessment at
Network Level by Frequency Domain Analysis of GPR Data. Remote Sensing, 10(4), 559.
doi: 10.3390/rs10040559
Glantz, M., & Kissell, R. (2013). Multi-asset Risk Modeling. Techniques for a Global Economy in
an Electronic and Algorithmic Trading Era: Academic Press.
Love, P. E. D., Zhou, J., Matthews, J., Lavender, M., & Morse, T. (2018). Managing rail
infrastructure for a digital future: Future-proofing of asset information. Transportation
Research Part A: Policy and Practice, 110, 161-176. doi: 10.1016/j.tra.2018.02.014
Ongkowijoyo, C., & Doloi, H. (2017). Determining critical infrastructure risks using social
network analysis. International Journal of Disaster Resilience in the Built Environment,
8(1), 5-26. doi: 10.1108/ijdrbe-05-2016-0016
Power, G. J., Tandja M, C. D., Bastien, J., & Grégoire, P. (2015). Measuring infrastructure
investment option value. The Journal of Risk Finance, 16(1), 49-72. doi: 10.1108/jrf-05-
2014-0072
Roberts, C. J., Pärn, E. A., Edwards, D. J., & Aigbavboa, C. (2018). Digitalising asset
management: concomitant benefits and persistent challenges. International Journal of
Building Pathology and Adaptation, 36(2), 152-173. doi: 10.1108/ijbpa-09-2017-0036
Shah, R., McMann, O., & Borthwick, F. (2017). Challenges and prospects of applying asset
management principles to highway maintenance: A case study of the UK. Transportation
Research Part A: Policy and Practice, 97, 231-243. doi: 10.1016/j.tra.2017.01.011
Thaduri, A., Galar, D., & Kumar, U. (2015). Railway Assets: A Potential Domain for Big Data
Analytics. Procedia Computer Science, 53, 457-467. doi: 10.1016/j.procs.2015.07.323
The-Institute-of-Asset-Management. (2012). Asset Management – An Anatomy Version 1.1.
London.
Too, E., White, A. D., & Too, L. (2010). Strategic infrastructure asset management: a conceptual
framework to identify capabilities. Journal of Corporate Real Estate, 12(3), 196-208. doi:
10.1108/14630011011074795
Westhuizen, J. V. D., & Gräbe, H. (2013). The integration of railway asset management
information to ensure maintenance effectiveness. Journal Of The South African Institution
Of Civil Engineering.

Anda mungkin juga menyukai