Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Secara umum, penyakit tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi yang
masih menjadi masalah kesehatan dalam masyarakat kita. Penyakit tuberculosis
paru dimulai dari tuberculosis, yang berarti suatu penyakit infeksi yang disebabkan
bakteri berbentuk (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis.
Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang
mengandung basil berkulosis paru. Pada saat penderita batuk, butir-butir air ludah
bertebangan di udara dan terhisap oleh orang sehat, sehingga masuk kedalam paru-
parunya, yang kemudian menyebabkan penyakit tuberculosis paru. (Sholeh
S.Naga,2014)
Jika seorang telah terjangkit bakteri penyebab tuberculosis, akan berakibat
buruk, seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada
orang lain terutama pada keluarga yang tinggal serumah, dan dapat menyebabkan
kematian. Pada penyakit tuberculosis, jaringan yang paling sering diserang adalah
paru-paru. (Sholeh S.Naga,2014)
Menurut WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2012 ada 8,7 juta kasus baru
tuberkulosis (13% merupakan koinfeksi dengan HIV) dan 1,4 juta orang meninggal
karena tuberkulosis (WHO, 2012). Penderita tuberkulosis paru yang tertinggi
berada pada kelompok usia produktif (15-50 tahun) yaitu berkisar 75%. Seorang
pasien tuberkulosis dewasa diperkirakan akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya
3-4 bulan sehingga berakibat pada kehilangan pendapatan rumah tangganya yaitu
sekitar 20-30%. Jika seseorang meninggal akibat tuberkulosis, maka dia akan
kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis,
tuberkulosis juga memberikan dampak buruk lainnya, yaitu dikucilkan oleh
masyarakat (stigma) (WHO, 2012). (www.pps.unud.ac.id/2012)
Di Indonesia setiap tahunnya kasus tuberkulosis paru bertambah seperempat
juta kasus baru dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya. Indonesia
termasuk 10 negara tertinggi penderita kasus tuberkulosis paru di dunia. Menurut
WHO dalam laporan Global Report prevalensi TB di Indonesia pada 2013 ialah
297 per 100.000 penduduk dengan kasus baru setiap tahun mencapai 460.000 kasus.
Dengan demikian, total kasus hingga 2013 mencapai sekitar 800.000-900.000
kasusdan angka kematian sebesar 27 kasus per 100.000 penduduk.
(www.health.kompas.com/2013)
Di Kota Makassar, berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Bina
Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota
Makassar, jumlah kasus TB Paru klinis di Puskesmas dan RS sebanyak 900 kasus
dan kasus baru TB BTA (+) yang ditemukan pada tahun 2013 sebanyak 1.819 kasus
(puskesmas dan rumah sakit) meningkat dibandingkan tahun 2012 dimana
dilaporkan jumlah penderita TB Paru Klinis di Puskesmas dan Rumah Sakit
sebanyak 511 Jumlah penderita TB Paru Klinis, TB BTA+ sebanyak 1608 penderita
(Puskesmas dan Rumah Sakit). (www.dinkeskotamakassar.net/2013)
Menurut data dari Rs. Bhayangkara Mappaoudang Makassar didapatkan bahwa
data penderita Tuberkulosis Paru yang didapatkan pada tahun 2013 sebanyak 25
orang dengan kasus baru dan 25 orang dengan kasus yang berulang. Dengan
demikian jumlah penderita Tuberkulosis paru secara keseluruhan adalah sebanyak
50 orang penderita. (http:/id.scribd.com/dataRS-Bhayangkara-mappaoudang-
mksr)
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka dilakukan suatu penelitian dalam
rangka penerapan asuhan keperawatan pada Klien Tn “M” dengan gangguan
System pernapasan Tuberkulosis Paru di Rumah Sakit Bhayangkara
Mappaoudang Makassar.
B. Ruang lingkup penulisan
Ruang lingkup penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah Asuhan Keperawatan
Pada Klien Tn “M” Dengan Gangguan System Pernafasan “Tuberkulosis Paru” Di
Ruangan Maleo RS. Bhayangkara Mappaoudang Makassar
C. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam studi kasus ini adalah mendapatkan
pengalaman nyata dan menerapkan Asuhan Keperawatan secara komprehensif pada
klien Tn “M” dengan gangguan sistem pernapasan “Tuberculosis Paru” di Ruangan
Maleo Rs. Bhayangkara Mappaoudang Makassar.
2. Tujuan khusus
Diperoleh pengalaman nyata dalam :
a. Melakukan pengkajian keperawatan dengan benar pada klien Tn “M” dengan
Gangguan sistem pernapasan “Tuberculosis Paru”
b. Menegakkan diagnosa keperawatan dengan benar pada klien Tn “M” dengan
Gangguan sistem pernapasan “Tuberculosis Paru”
c. Menyusun perencanaan tindakan keperawatan dengan tepat pada klien Tn “M”
dengan Gangguan sistem pernapasan “Tuberculosis Paru”
d. Melakukan implementasi keperawatan dengan benar pada klien Tn “M” dengan
Gangguan sistem pernapasan “Tuberculosis Paru”
e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan dengan benar pada klien Tn “M”
dengan Gangguan sistem pernapasan “Tuberculosis Paru”
f. Menganalisa kesenjangan antara teori dan kasus nyata pada klien Tn “M” dengan
Gangguan sistem pernapasan “Tuberculosis Paru”
g. Melakukan pendokumentasian Asuhan Keperawatan dengan benar pada Tn “M”
dengan Gangguan sistem pernapasan “Tuberculosis Paru”

D. Manfaat Penulisan
1. Bidang akademik
Sebagai sumber informasi dan bahan bagi Akademik dalam meningkatkan mutu
pendidikan pada masa yang akan datang pada bidang keperawatan.
2. Rumah sakit
Sebagai masukan bagi perawat Rs. Bhayangkara Mappaoudang dalam rangka
mengambil kebijakan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya
pada pasien yang mengalami Gangguan System Pernafasan “Tuberculosis Paru”
3. Klien dan Keluarganya
Dapat meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang bagaimana merawat
klien dengan gangguan system pernafasan “Tuberkulosis Paru” khususnya dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya.
4. Penulis
Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan
asuhan keperawatan serta mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama kuliah
E. Metode Penulisan
a. Tempat dan waktu
Dalam menyusun karya tulis ilmiah penulis melakukan asuhan keperawatan pada
Tn“M” dengan Sistem Pernafasan “Tuberkulosis Paru” di Rs. Bhayangkara
Mappaoudang Makassar yang dilaksanakan diruang Maleo pada tanggal
28/01/2014
b. Teknik pengumpulan data
Untuk mendapatkan data- data yang dibutuhkan dalam penyusunan karya tulis
ilmiah, metode penulisan yang digunakan antara lain :
1) Studi kepustakaan
Dengan mempelajari berbagai literatur atau referensi yang berhubungan dengan
karya tulis ilmiah ini antara lain buku – buku, internet dan catatan kuliah yang
berkaitan dengan masalah yang dibahas sebagai dasar teoritis.
2) Studi kasus
Studi kasus dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan dari pengkajian data,
perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi melalui teknik:
(a) Wawancara
Untuk mendapatkan data lebih lengkap tentang masalah yang timbul pada klien,
dilakukan dengan cara auto dan allo anamnese.
(b) Observasi
Mengamati langsung perubahan yang terjadi pada klien yang mengalami gangguan
system pernafasan “Tuberkulosis paru”

(c) Pemeriksaan fisik


Menunjang data-data yang didapatkan ketika observasi yang dilakukan dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi pada Gangguan System Pernafasan
“Tuberkulosis Paru”
(d) Diskusi
Bila ada masalah atau kendala yang didapatkan dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan pada klien, penulis mengkonsultasikan dengan pembimbing atau
tenaga kesehatan yang terkait.
c. Studi Dokumentasi
Melihat dan membaca langsung status klien di ruang Perawatan maleo pada klien
Tn “M” dengan Gangguan System Pernafasan “Tuberkulosis Paru”.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Konsep Dasar
1. Anatomi dan fisiologi system pernapasan
a. Anatomi system pernafasan
Sistem pernapasan terdiri dari saluran nafas bagian atas : rongga hidung, faring,
dan laring, saluran nafas bagian bawah : trachea, bronkus, bronkuolus, alveolus,
dan paru-paru. (Evelyn C. Pearce, 2011)

Gambar 1 : anatomi system pernafasan

1) System pernafasan atas


Gambar 2 : system pernapasan atas
(a) Rongga hidung
Rongga hidung bagian ekternal berbentuk pyramid disertai dengan satu akar
dan dasar. Bagian ini tersusun dari kerangka kerja tulang, kartilago hialin dan
jaringan fibrioareolar. Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang
dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang
sempit, yang disebut septum. Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat
kaya akan pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir
semua sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Daerah
pernapasan dilapisi epithelium silinder dan sel epitel berambut yang mengandung
sel cangkir atau sel lendir. Sekresi sel itu membuat permukaan nares basah dan
berlendir. (Evelyn C. Pearce, 2011)
(b) Faring
Faring (tekak) adalah pipa berotot berukuran 12,5 cm yang berjalan dari dasar
tengkorak sampai persambungan dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung (nasofaring), dibelakang mulut
(orofaring) dan dibelakang laring (faring laryngeal). (Evelyn C. Pearce, 2011)
(c) Laring
Laring (tenggorok) terletak didepan bagian terendah faring yang
memisahkannya dari kolumna vertebra, berjalan dari faring sampai ketinggian
vertebra servikalis dan masuk kedalam trakhe bawahnya. Laring ditopang oleh
Sembilan kartilago; tiga berpasang dan tiga tidak berpasang. (Evelyn C. Pearce,
2011)

2) System pernafasan bawah

Gambar 3 : system pernapasan bawah


(a) Trachea
Trakea adalah tuba dengan panjang 10 cm samapai 12 cm diameter 2,5 cm serta
terletak diatas permukaan anterior esophagus. Tuba ini berjalan dari laring sampai
kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima dan ditempat ini bercabang menjadi
dua bronkus. Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri dari epithelium bersilia dan
sel cangkir. Silia ini bergerak menuju atas ke arah laring. (Evelyn C. Pearce, 2011)
(b) Bronkus
Bronkus terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-kira vertebra
torakalis kelima mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis
sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan kebawah dan kesamping ke arah
tampak paru-paru. (Evelyn C. Pearce, 2011)
(c) Bronkiolus
Bronkiolus adalah anak cabang dari batang tenggorok yang terdapat dalam
rongga tenggorokan dan akan memanjang sampai ke paru-paru. Jumlah cabang
bronkiolus yang menuju paru-paru kanan dan kiri tidak sama. Bronkiolus yang
menuju paru-paru kanan mempunyai 3 cabang, sedangkan bronkiolus yang menuju
paru-paru sebelah kiri hanya 2 cabang. Ciri khas bronkiolus adalah tidak adanya
tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya, pada bagian awal dari cabang
bronkiolus hanya memiliki sebaran sel globet dan epitel. (Evelyn C. Pearce, 2011)
(d) Alveolus
Alveolus adalah struktur anatomi yang memiliki bentuk berongga. Terdapat
pada parenkim paru-paru, yang merupakan ujung dari saluran pernapasan.
Ukurannya bervariasi, tergantung lokasi anatomisnya, semakin negatif tekanan
intrapleura di apeks, ukuran alveolus akan semakin besar. Ada dua tipe sel epitel
alveolus. Tipe I berukuran besar, datar dan berbentuk skuamosa, bertanggungjawab
untuk pertukaran udara. Sedangkan tipe II, yaitu pneumosit granular, tidak ikut
serta dalam pertukaran udara. Sel-sel tipe II inilah yang memproduksi surfaktan,
yang melapisi alveolus dan memcegah kolapsnya alveolus. (Evelyn C. Pearce,
2011)
(e) Paru-paru
Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada.
Terletak disebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung beserta
pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam mediastrum.
Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) di atas dan
muncul sedikit lebih tinggi dari klavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru
duduk diatas landai rongga toraks, diatas diafragma. Paru-paru mempunyai
permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memuat tumpuk
paru-paru, sisi belakang menyentuh tulang belakang, dan sisi depan menutupi
sebagian sisi depan jantung. (Evelyn C. Pearce, 2011)
b. Fisiologi system pernafasan
1) System pernafasan bawah
(a) Rongga hidung
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga
hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar
sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi
menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat
juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang
masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah
yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.
Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan udara
sehingga udara yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering ataupun terlalu
lembap. Udara bebas tidak hanya mengandung oksigen saja, namun juga gas-gas
yang lain. Misalnya, karbon dioksida (CO2), belerang (S), dan nitrogen (N2). Selain
sebagai organ pernapasan, hidung juga merupakan indra pembau yang sangat
sensitif. Dengan kemampuan tersebut, manusia dapat terhindar dari menghirup gas-
gas yang beracun atau berbau busuk yang mungkin mengandung bakteri dan bahan
penyakit lainnya. Dari rongga hidung, udara selanjutnya akan mengalir ke faring.
(Syaifuddin, 2011)
(b) Faring
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat
terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Faring juga berfungsi
untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif. (Syaifuddin,
2011)
(c) Laring
Laring adalah saluran pernapasan yang membawa udara menuju
ke trakea Fungsi utama laring adalah untuk melindungi saluran pernapasan
dibawahnya dengan cara menutup secara cepat pada stimulasi mekanik, sehingga
mencegah masuknya benda asing ke dalam saluran napas. Laring mengandung pita
suara (vocal cord). (Syaifuddin, 2011)
2) System pernafasan bawah
(a) Trakea
Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri dari epithelium bersilia dan sel
cangkir. Silia ini bergerak menuju atas ke arah laring. maka dengan gerakan ini
debu-debu dan butir-butirhalus lainnya yang turu masuk bersama dengan
pernapasan dapat dikeluarkan. (Evelyn C. Pearce, 2011)
(b) Bronkus
Bronkus adalah kaliber jalan udara pada sistem pernapasan yang membawa udara
ke paru-paru. Tidak terdapat pertukaran udara yang terjadi pada bagian paru-paru
ini. (Syaifuddin, 2011)

(c) Bronkiolus
Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang
membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas. (Evelyn
C. Pearce, 2011)
(d) Alveolus
kedua sisi dari alveolus merupakan tempat pertukaran udara dengan
darah. Membran alveolaris adalah permukaan tempat terjadinya pertukaran gas.
Darah yang kaya karbondioksida dipompa dari seluruh tubuh ke dalam pembuluh
darah alveolaris, dimana, melalui difusi, ia melepaskan karbon dioksida dan
menyerap oksigen. (Syaifuddin, 2011)
(e) Paru-paru
Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada
pernapasan melaluai paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui
hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkhial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris.
Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan
oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh
hemoglobin sel darah merah dan dibawah kejantung. Dari sini dipompa ke dalam
arteri ke semua bagian tubuh.
Di dalam paru-paru, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran
alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial dan
trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.
(Evelyn C. Pearce, 2011)
2. Pengertian Tuberculosis Paru
Tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh M. tuberculosis. Sebagian besar infeksi TB menyebar lewat udara, melalui
terhirupnya nucleus droplet yang berisikan organisme basil tuberkel dari seorang
yang terinfeksi. (Sylfia A. price &Lorraine M. Willson,2012)
Tuberculosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi
kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberculosis paru termasuk suatu pneumonia,
yaitu pneumonia yang disebabkan oleh M. tuberculosis. (Dr. R.Darmanto D, 2009)
Tuberkulosis paru atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru
melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai
focus primer dari ghon. (Andra S.F & Yessie M.P, 2012)
3. Etiologi
a. Agen infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri aerobic tahan
asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet.
(Andra S.F & Yessie M.P, 2012)
b. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab terjadinya penyakit
tuberculosis. (Sholeh S.Naga,2014)
4. Insiden
Di kota makassar, berdasarkan data yang didapat dari dari Bidang Bina
Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Makassar
pada tahun 2013 yaitu jumlah penderita kasus TB Paru klinis sebanyak 900 kasus
dan kasus baru TB BTA (+) sebanyak 1.819 kasus. Jumlah penderita ini meningkat
di banding tahun 2012 yaitu 511 Jumlah penderita TB Paru Klinis, TB BTA+
sebanyak 1608 penderita (Puskesmas dan Rumah Sakit).
(www.dinkeskotamakassar.net/2013)
Menurut data dari RS. Bhayangkara Mappaoudang Makassar didapatkan
bahwa data penderita Tuberkulosis Paru yang didapatkan pada tahun 2013
sebanyak 25 orang dengan kasus baru dan 25 orang dengan kasus yang berulang.
Dengan demikian jumlah penderita Tuberkulosis paru secara keseluruhan adalah
sebanyak 50 orang penderita. (http:/id.scribd.com/dataRS-Bhayangkara-
mappaoudang-mksr)

5. Patofisiologi
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
sebagai unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang lebih
besar cenderung bertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya dibagian
bawah lobus atas paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfunuklear tampak pada tempat
tersebut. Sesudah sehari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbul peneumonia akut. Pneumonia
selulur ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal,
atau proses dapat berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak
di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke getah bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagaian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh
limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu sampai 10-12 hari.
Lesi primer paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks ghon yang
mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani
pemeriksaan radiogram rutin. Namun, kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat
secara klinis atau dengan radiografi.
Respons lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu
bahan cair lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas.
Bahan tubercular yang dilepaskan dari didinding kavitas akan masuk kedalam
percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat berulang kembali di bagian lain dari
paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan
meninggalkan jaringan parut fibrosis. Bila, peradangan mereda, lumen bronkus
dapat menyempit dan menutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan taut
bronkus dan rongga. Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir
melalaui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan
lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini tidak dapat
menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan
bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam
jumlah kecil, yang kadang-kandang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ
lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfahematogen, yang
biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut
yang biasanya meyebabkan TB milier, ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan
tersebar ke organ-organ tubuh.
(Sylfia & Lorraine,2012)
6. Manifestasi Klinik
Terdapat beberapa pendapat tentang manifestasi klinik dari Tuberculosis paru yaitu:
a. Menurut Zulkifli Amin & Asril Bahar, 2009 keluhan yang dirasakan pasien
tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru
tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak
adalah :
1) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas
badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya
demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan
demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan
berat ringannya infeksi tuberculosis yang masuk.
2) Batuk/batuk berdarah
Batuk ini terjadi karena ada iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap
penyakit tidak sama. Mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang
dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermula. Sifat batuk ini dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghsilkan sputum).
Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah
yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis pada kavitas, tetapi dapat
juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3) Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru kambuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
4) Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
samapi ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik melepaskan napasnya.
5) Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang radang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala malaise
ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
b. Menurut Andra S.F & Yessie M.P, 2012 gambran klinik Tb paru dapat
digolongkan menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistematik
Gejala respiratorik :
1) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non-produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2) Batuk berdarah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis
bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang sangat
banyak. Batuk darah terjadi karena pecahhya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
3) Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau ada karena hal-
hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumotorax, anemia dan lain-lain.
4) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri preulitik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila system persarafan di pleura terkena.

Gejala sistematik :
1) Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada soreh dan malam hari
mirip dengan influenza, hilang timbul dan makin lama semakin panjang
serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
1) Gejala sistematik lain : Keringat malam, anorexia, penurunan berat badan serta
malaise.
2) Timbul gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga
timbul menyerupai gejala pneumonia.
c. Menurut Sholeh S. Naga, 2014 ada beberapa tanda seseorang terjangkit
tuberculosis paru diantaranya:
1) Batuk berdahak lebih dari 2 minggu,
2) Batuk dengan mengeluarkan darah atau pernah mengeluarkan darah,
3) Dada terasa sakit atau nyeri, dan
4) Dada terasa sesak waktu bernapas.

7. Test Diagnostic
Test diagnostic menurut Andra S.F & Yessie M.P, 2012
JENIS PEMERIKSAAN INTERPRETASI HASIL
1) Sputum
a. Kultur Mycobacterium tuberculosis positif pada tahap
aktif, penting untuk menetapkan dignosa pasti
dan menetukan uji kepekaan terhadap obat.
b. Ziehl-Neelsen BTA positif.
2) Tes Kulit (PPD, Mantoux, Reaksi posistif (area indurasi 10 mm atau lebih)
Vollmer) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya
antibody tetapi tidak berarti untuk menunjukkan
keaktivan penyakit.
3) Foto Thorax Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal area
paru, simpanan kalsium lesi sembuh primer,
efusi cairan, akumulasi udara, area cavitas, area
fibrosa dan penyimpangan struktur mediastinal.
4) Histology atau kultur Hasil positif dapat menunjukkan serangan
jaringan (termasuk bilasan ekstrapulmonal
lambung, urin, cairan
serebrospinal, biopsy kulit)
5) Biopsy jarum pada jaringan Positif untuk granuloma TB, adanya giant cell
paru menunjukkan nekrosis
6) Darah:
a. LED Indicator stabilitas biologic penderita, respon
terhadap pongobatan dan prediksi tingkat
penyembuhan. Sering meningkat pada proses
b. Limfosit aktif.
Menggambarkan status imunitas penderita
c. Elektrolit (normal atau supresi)
Hiponatremia dapat terjadi akibat retensi cairan
pada TB paru kronis luas.
d. Analisa Gas Darah Hasil bervariasi tergantung lokasi dan beratnya
kerusakan paru.
7) Tes Faal Paru
Penurunan kapitas vital, peningkatan ruang
mati, peningkatan rasio udara residu dan kapitas
paru total, penurunan saturasi oksigen sebagai
akibat dari infiltrasi parenkim/fibrosis,
kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural.
Table 1.2 : Test diagnostic

8. Penatalaksanaan Medic
Menurut Dr. Taufan Nugroho, 2011 ada beberapa pentalaksanaan medic TBC
yaitu:
Kriteria diagnosa :
a. Batuk > 4 minggu, batuk berdahak, nyeri dada
b. Demam, malaise, kadang terdapat gejala flu
c. Keringat malam, nafsu makan kurang, BB kurang, sesak nafas
Klasifikasi :
a. TB tersangka : gejala klinis adalah ronsens sesuai TB, BTA –
b. TB paru : gejala klinis dan ronsens sesuai TB, BTA 2 kali berturut-turut
+/biakan positif
c. Bekas TB : BTA -, ronsens lesi sisa (fibrosis, klasifikasi, penebalan pleura)
Pemeriksaan penunjang
a. Ronsens torak
b. BTA 3 kali biakan
c. LED meningkat, hitung jenis limfosit meningkat
Terapi
a. Perbaiki gizi
b. Pankes
c. OAT

Penyulit
a. Hemoptisis masif
b. Penyebaran milier
c. Efusi pleura/empisema
d. Pneumotorak
Lama rawatan : tergantung penyulit
9. Komplikasi
Penyakit tuberkulosis apabila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
a. Komplikasi dini : Pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus, poncet’s
arthopathy
b. Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan nafas,kerusakan parenkim berat ->fibrosis
paru, kuch pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sidrom gagal nafas dewasa
(ARDS) sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB. (Zulkifli Amin & Asril Bahar,
2009)
10. Pencegahan
Menurut Sholeh S. Naga, 2014 banyak hal yang bisa dilakukan mencegah
terjangkitnya TBC paru. Pencegahan-pencegahan berikut dapat dikerjakan oleh
penderita, masyarakat, maupun petugas kesehatan:
a. Bagi penderita : pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup mulut
saat batuk, dan membuang dahak tidak sembarang tempat.
b. Bagi masyarakat : pencegahan penularan dapat dilakukan dengan meningkatkan
ketahanan terhdap bayi, yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG.
c. Bagi petugas kesehatan : pencegahan dapat diakukan dengan memberikan
penyuluhan tentang penyakit TBC, yang meliputi gejala, bahaya, dan akibat yang
ditimbulkannya terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.
d. Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dan pemeriksaan
terhadap orang-orang yang terinfeksi, atau dengan memberikan pengobatan khusus
kepada penderita TBC ini.
e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan desinfeksi
seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian khusus terhadap
muntahan atau ludah anggota keluarga yang terjangkit penyakit ini (piring, tempat
tidur, pakaian), dan menyediakan ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
f. Melakukan imunisasi orang-orang yang melakukan kontak langsung dengan
penderita, seperti keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan, dan orang lain yang
terindikasi, dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.
g. Melakukan penyelidikan terhadap orang-orang kontak. Perlu dilakukan Tes
Tuberkulin bagi seluruh anggota keluarga. Apabila cara ini menunjukkan hasil
negative, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan dan perlu
penyelidikan intensif.
11. Pengobatan
Pengobatan Tuberkulosisi paru menggunakan Obat Anti Tuberculosis (OAT)
dengan metode Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS).
a. Kategeori I (2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TBC baru
b. Kategori II ( 2 HRZES/HRZE/5 H3R3E3) utuk pasien ulangan (pasien yang
pengobatan kategori I-nya gagal atau pasien yang kambuh)
c. Kategori III (2 HRZ/4 H3R3) untuk pasien baru dengan BTA (-), Ro (+)
d. Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila pada pemeriksaan akhir tahap
intensif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemukan BTA (+)
Obat diminum sekaligus 1 jam sebelum makan pagi.
Kategori I
a. Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE):
1) INH (H) : 300 mg – 1 tablet
2) Rimfampisin (R) : 450 mg – 1 kaplet
3) Pirazinamid (Z) : 1500 mg – 3 kaplet @500 mg
4) Etambutol (E) : 750 mg – 3 kaplet @250 mg
Obat tersebut diminun setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali. Regimen ini
disebut kombipak II
b. Tahap lanjutan diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan (4 H3R3):
1) INH (H) : 600 mg – 2 tablet @ 300 mg
2) Rimfampisin (R) : 450 mg – 1 kaplet
Obat diminum 3 kali dalam seminggu (intermiten) sebanyak 54 kali. Regimen ini
disebut kombipak III. (Widoyono, 2011)
II. Konsep Asuhan Keperawatan
Konsep keperawatan Tuberkulosis paru menurut Arif Muttaqin, 2009 meliputi :
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan
pada tenaga medis dibagi menjadi 2 keluhan yaitu :
(a) Batuk
Keluhan batuk timbul paling awal dan paling sering dikeluhkan, apakah batuk
besifat produktif/nonproduktif, sputum bercampur darah
(b) Batuk darah
Seberapa banyak darah yang keluar atau hanya blood streak, berupa garis, atau
bercak-bercak darah

(c) Sesak napas


Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena atau
ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumotoraks, anemia dll
(d) Nyeri dada
Gejala ini timbul apabila system persarafan di pleural terkena Tb
2) Keluhan sistematis
(a) Demam
Keluhan ini sering dijumpai yang biasanya timbul pada soreh hari atau pada malam
hari mirip dengan influenza
(b) Keluhan sistematis lain
Keluhan yang timbul antra lain : keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan,
dan malaise
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang :
(a) Keadaan pernapasan (napas pendek)
(b) Nyeri dada
(c) Batuk, dan
(d) Sputum
2) Kesehatan dahulu :
Jenis gangguan kesehatan yang baru saja dialami, cedera, dan pembedahan
3) Kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asama, alergi, dan TB
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital klien biasanya didapatakan peningkatan suhu
tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat disertai sesak napas, denyut
madi meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan,
dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti
hipertensi
2) Breathing
Inspeksi :
(a) Bentuk dada dan gerakan pernapasan
Klien dengan Tb paru biasanya terlihat kurus sehingga pada bentuk dada terlihat
adanya penurunan proporsi anterior-posterior bading prosprsi diameter lateral
(b) Batuk dan sputum
Batuk produktif disertai adanya peningkatan produksi secret dan sekresi sputum
yang purulen.

Palpasi :
Gerakan dinding toraks anterior/ekskrusi pernapasan. Tb paru tanpa komplikasi
pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada biasanya normal dan seimbang bagian
kiri dan kanan. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan
pada klien Tb paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Taktil fremitus
Adanya penurunan taktil fremitus pada klien TB paru biasanya ditemukan pada
klien yang disertai komplikasi efusi pleural massif, sehingga hantaran suara
menurun.
Perkusi :
Pada klien Tb paru tanpa komplikasi biasanya ditemukan resonan atau sonor pada
seluruh lapang paru. Pada klien dengan komplikasi efusi pleura didapatakn bunyi
redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai dengan akumulasi cairan.
Aukultasi :
Pada klien Tb paru bunyi nafas tambahan ronki pada sisi yang sakit.
3) Brain
Kesadaran biasanya composmentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objekif, klien tampak wajah meringis,
menangis, merintih. Pada saat dilakukan pengakajian pada mata, biasanya
didapatakan konjungtiva anemis pada Tb paru yang hemaptu, dan ikterik pada
pasien Tb paru dengan gangguan fungsi hati.
4) Bledder
Pengukuran volume output urin berhubungan dengan intake cairan. Memonitor
adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal syok.
5) Bowel
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan
berat badan
6) Bone
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien Tb paru. Gejala yang muncul
antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap
3. Dignosa keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi mucus yang kental, hemoptisis,
kelemahan, upaya batuk buruk, edema tracheal/faringeal.
b. Ketidakefektifan pola pernapasan b.d menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
c. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas b.d penurunan jaringan efekif paru,
atelaktasis, kerusakan membrane alveolar kapiler, dan edema bronchial
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d keletihan, anoreksia, dan atau
dipsnea, dan peningkatan metabolisme tubuh
e. Kurang informasi dan pengetahuan mengenal kondisi, aturan pengobatan, proses
penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah
f. Cemas b.d adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk
bernapas) dan prognosis penyakit yang belum jelas.
4. Intervensi keperawatan
DX I : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi mucus yang kental, hemoptisis,
kelemahan, upaya batuk buruk, edema tracheal/faringeal.
Tujuan : bersihan jalan nafas kembali menjadi efektif

Kretieria evaluasi :
a. Klien mampu melakukan batuk efektif
b. Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu nafas,
bunyi nafas normal dan pergerakan pernapasan normal
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
a. Kaji fungsi pernapasan (bunyi nafas,
a. Penurunan bunyi nafas
kecepatan, irama, kedalaman, dan menunjukkan atelaktasis, ronkhi
penggunaan otot bantu pernapasan) menunjukkan akumulasi secret dan
ketidakefekifan pengeluaran secret
yang selanjutnya menimbulkan
penggunaan otot bantu nafas dan
peningkatan kerja pernapasan.
b. Pengeluaran akan sulit bila secret
b. Kaji kemampuan mengeluarkan kental (efek infeksi dan hidrasi yang
secret, catat karakter, warna sputum, tidak adekuat). Sputum berdarah bila
adanya hemoptisis ada kerusakan kavitas paru atau luka
bronchial dan memerlukan
intervensi lebih lanjut.
c. Posisi fowler memaksimalkan
ekspansi paru dan menurunkan
c. Berikan posisi fowler/ semi fowler upaya napas. Ventilasi maksimal
dan bantu klien berlatih napas dalam membuka area atelaktasis dan
dan batuk efektif meningkatkan gerakan secret ke
jalan napas besar untuk di keluarkan.
d. Hidrasi yang adekuat membantu
mengencerkan secret dan
mengefektifkan jalan napas.
d. Pertahankan volume cairan sedikitnya
2500 ml/ hari anjurkan minum dalam
e. Mencegah obstrukasi dan aspirasi.
kondisi hangat jika tidak ada Pengisapan diperlukan bila klien
kontraindikasi tidak mampu mengeluarkan secret.
e. Bersihkan secret dari mulut dan
trakea bila perlu lakukan pengisapan
(suction) f. Pengobatan tuberculosis terbagi
Kalaborasi Pemberian obat sesuai menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2-
indikasi : 3 bulan) dan fase lanjutan (4-7
f. OAT bulan). Paduan obat yang digunakan
terdiri atas obat utama yang
digunakan sesuai dengan
rekomendasi WHO adalah
rifampisin, INH, pirazinamide,
streptomycin, dan etambutol
g. Agen mukolitik menurunkan
kekentalan dan perlengketan secret
paru untuk memudahkan
g. Agen mukolitik pembersihan
h. Bronkodilator meningkatkan
diameter lumen percabangan
trakheobronkhial sehingga
h. Bronkodilator menurunkan tahanan terhadap aliran
udara.
i. Kortikosteroid berguna dalam
keterlibatan luas hipoksemia dan
bila reaksi inflamasi mengancam
i. Kortikosteroid kehidupan.
Table 2.2 : Intervensi diagnosa keperawatan 1
Dx II : Ketidakefektifan pola pernapasan b.d menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
Tujuan : pola napas kembali efekif
Kreteria evaluasi :
a. Klien mampu melakukan batuk efektif
b. Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada dalam batas normal, pada
pemeriksaan rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, dan bunyi
napas terdengar jelas.
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
a. Identifikasi factor penyebab a. Dengan mengidentifikasikan
penyebab, kita dapat menentukan jenis
efusi pleura sehingga dapat mengambil
tindakan yang tepat
b. Kaji fungsi pernapasan, catat
b. Distress pernapasan dan perubahan
kecepatan pernapasan, dispnea, tanda vital dapat terjadi sebagai akibat
sianosis, dan perubahan tanda vital stress fisiologi dan nyeri atau dapat
menunjukkan terjadinya syok akibat
hipoksia
c. Berikan posisi semifowler/fowler
c. Posisi fowler memaksimalkan
tinggi dan miring pada sisi yang sakit, ekspansi paru dan menurunkan upaya
bantu klien napas dalam, dan batuk bernapas. Ventilasi maksimal
efektif membuka area atelaktasis dan
meningkatkan gerakan sekret ke jalan
napas besar untuk dikeluarkan
d. Auskultasi bunyi napas d. Bunyi napas dapat menurun/tidak
ada pada area kolaps yang meliputi
satu lobus, segmen paru, atau seluruh
area paru
e. Kaji pengembangan dada dan posisi
e. Ekspansi paru menurun pada area
trakea kolaps. Deviasi trakea kearah sisi lain
yang sehat pada tension pneumotoraks
f. Bertujuan sebagai evakuasi caiaran
f. Kalaborasi untuk tindakan atau udara dan memudahkan ekspansi
torakosentesis atau kalau perlu WSD paru secara maksimal
g. Bila dipasanag WSD: periksa
g. Mempertahankan tekanan negative
pengontrol penghisap dan jumlah intrapleural yang meningkatkan
isapan yang benar ekspansi paru optimum
h. Periksa batas cairan pada botol
h. Air dalam botol penampungan
penghisap dan perahankan pada batas berfungsi sebagai sekat yang
yang ditentukan mencegah udara atmosfer masuk
kedalam pleura
i. Observasi gelembung udara dalam
i. Gelembung udara selama ekspirasi
botol penampungan menunjukkan keluarnya udara dari
pleura sesuai dengan yang diharapkan.
Gelembung biasanya menurun seiring
dengan bertambahnya ekspansi paru.
Tidak adanya gelembung udara dapat
menunjukkan bahwa ekspansi paru
sudah optimal atau tersumbatnya
selang drainase
j. Deteksi dini terjadinya komplikasi
j. Setelah WSD di lepas, tutup sisi penting seperti berulangnya
lubang masuk dengan kasa steril dan pneumotoraks
observasi tanda yang dapat
menunjukkan berulangnya
pneumotoraks seperti napas pendek,
keluhan nyeri
Tabel 3.2: Intervensi diagnosa keperawatan 2
Dx III :Resiko tinggi gangguan pertukaran gas b.d penurunan jaringan efekif paru,
atelaktasis, kerusakan membrane alveolar kapiler, dan edema bronchial
Tujuan : Gangguan pertukaran gas tidak terjadi.
Kretria evaluasi :
a. Melaporkan tidak adanya/penurunan dipsnea
b. Klien menunjukkan tidak ada distress pernapasan
c. Menunjukkan perubahan ventilasi dan kadar oksigen jaringan adekuat dengan
gas darah arteri dalam rentang normal
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi napas,
a. Tb paru mengakibatkan efek luas
peningkatan upaya pernapasan, pada paru dari bagian kecil
ekspansi toraks, dan kelemahan bronkopneomunia sampai inflamasi
difus yang luas, nekrosis,efusi pleura,
b. Evaluasi perubahan tingkat dan fibrosis yang luas
kesadaran, catat sianosis dan
b. Akumulasi secret dan berkurangnnya
perubahan warna kulit, termasuk jaringan paru yang sehat dapat
membrane mukosa dan kuku mengganggu oksigenasi organ vital
c. Tujukkan dan dukung pernapasan dan jaringan tubuh
bibir selama ekspirasi khususnya
c. Membuat tahanan yang melawan
untuk pasien dengan fibrosis dan udara luar untuk mencegah
kerusakan parekim paru kolpas/penyempitan jalan napas
sehingga membantu penyebaran udara
melalui paru dan mengurangi napas
d. Tingkatkan tirah baring, batasi pendek
aktivitas, dan bantu kebutuhan
d. Menurunkan konsumsi oksigen
perawatan sehari-hari sesuai keadaan selama periode penurunan pernapasan
klien dan dapat menurunkan beratnya gejala
Kalaborasi
e. Pemeriksaan AGD e. Penurunan kadar O2 (PO2) dan atau
saturasi dan peningkatan PCO2
menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi/perubahan program terapi
f. Pemberian oksigen sesuai
f. Terapi oksigen dapat mengoreksi
kebutuhan tambahan hipoksemia terjadi akibat penurunan
ventilasi /menurunnya permukaan
alveolar paru
g. Kortikosteroid g. Kortikosteroid berguna dengan
keterlibatan luas pada hipoksemia dan
bila reaksi inflamasi mengancam
kehidupan.
Table 4.2 : Intervensi diagnosa keperawatan 3
Dx IV :Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d keletihan, anoreksia, dan atau
dipsnea, dan peningkatan metabolisme tubuh
Tujuan : intake nutrisi klien terpenuhi
kriteria evaluasi :
a. Klien dapat mempertahankan status nutrisinya dari yang semula kurang menjadi
adekuat
b. Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji status nutrisi klien, turgor
a. Memvalidasi dan menetapkan derajat
kulit, berat badan, derajat penurunan masalah untuk menetapkan pilihan
berat badan, integritas mukosa oral, intervensi yang tepat
kemampuan menelan, riwayat
mual/muntah, dan diare
b. Fasilitasi klien untuk memperoleh
diet biasa yang disukai klien (sesuai
b. Memperhitungkan keinginan individu
indikasi) dapat memperbaiki intake nutrisi
c. Pantau intake dan output, timbang
c. Berguna untuk mengukur kefektifan
berat badan secara periodic (sekali intake nutrisi dan dukungan cairan
seminggu)
d. Lakukan dan ajarkan perawatan
d. Menurunkan rasa tidak enak karena
mulut sebelum dan sesudah makan sisa makanan, sisa sputum, atau obat
pada pengobatan sistem pernapasan
yang dapat merangsang pusat muntah
e. Merencanakan diet dengan
e. Kalaborasi dengan ahli gizi untuk kandungan gizi yang cukup untuk
menetapkan komposisi dan jenis diet memenuhi peningkatan kebutuhan
yang tepat
energy dan kalori sehubungan dengan
status hipermetabolik klien
f. Kalaborasi untuk pemeriksaan
f. Menilai kemajuan terapi diet dan
laboratorium khususnya BUN, membantu perencanaan intervensi
protein serum dan albumin selanjutnya

Table 5.2: Intervensi keperawatan 4


Dx V : Kurang informasi dan pengetahuan mengenal kondisi, aturan pengobatan,
proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah
Tujuan: klien mampu melaksanakan apa yang telah di informasikan
kriteria evaluasi :
Klien terlihat mengalami penurunan potensi menularkan penyakit
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji kemampuan klien untuk
a. Keberhasilan proses pembelajaran
mengikuti pembelajaran (tingkat dipengaruhi oleh kesiapan fisik,
kecemasan, kelelahan umum, emosional, dan lingkungan yang
pengetahuan klien sebelumnya, dan kondusif
suasana yang tepat)
b. Jelasakan tentang dosis obat,
b. Meningkatkan partisipasi klien
frekuensi pemberian, kerja yang dalam program pengobatan dan
diharapkan, dan alasan mengapa mencegah putus obat karena
pengobatan TB berlangsung dalam membaiknya kondisi fisik klien
waktu yang lama sebelum jadwal terapi selesai
c. Ajarkan dan nilai kemampuan klien
c. Dapat menunjukkan pengaktifan
untuk mengidentifikasi gejala/tanda ulang proses penyakit dan efek obat
reaktivasi penyakit (hemoptisis, yang memerlukan evaluasi lanjut
demam, nyeri dada, kesulitan
bernapas, kehilangan pendengaran,
dan vertigo)
d. Tekankan pentingnya
d. Diet TKTP dan cairan yang adekuat
mempertahankan intake nutrisi yang memenuhi peningkatan kebutuhan
mengandung protein dan kalori yang metabolic tubuh. Pendidikan
tinggi serta intake cairan yang cukup kesehatan tentang hal ini akan
setiap hari. meningkatkan kemandirian klien
dalam perawatan penyakitnya
Table 6.2: Intervensi diagnosa keperawatan 5
Dx VI :Cemas b.d adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan
untuk bernapas) dan prognosis penyaki yang belum jelas.
Tujuan : klien mampu memahami dan menerima keadaaanya sehingga tidak terjadi
kecemasan
kriteria evaluasi :
Klien terlihat mampu bernapas secara normal dan mampu beradaptasi dengan
keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
INTERVENSI RASIONAL
a. Bantu dalam mengidentifikasi
a. Pemanfaatan sumber koping yang
sumber koping yang ada ada secara konstruktif sangat
bermanfaat dalam mengatasi stress
b. Ajarkan teknik relaksasi b. Mengurangi ketegangan otot dan
kecemasan
c. Pertahankan hubungan saling
c. Hubungan saling percaya membantu
percaya antara perawat dan klien memperlancar proses terapeutik
d. Kaji factor yang menyebabkan
d. Tindakan yang tepat diperlukan
timbulnya rasa cemas dalam mengatasi masalah yang
diahadapi klien dan membangun
kepercayaan dalam mengurangi
kecemasan
e. Bantu klien mengenali dan
e. Rasa cemas merupakan efek emosi
mengakui rasa cemasnya sehingga apabila sudah teridentifikasi
dengan baik, maka perasaan yang
mengganggu dapat diketahui.
Table 7.2 : Intervensi diagnosa keperawatan 6
5. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan langkah keempat dalam tahap proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan yang telah
direncanakan dalam intervensi keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus
mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada
klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.
Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan terdapat dua jenis tindakan yaitu
tindakan keperawatan mandiri atau yang dikenal dengan tindakan independent dan
tindakan kalaborasi atau dikenal dengan tindakan interdependent. Sebagai profesi,
perawat mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam menentukan asuhan
keperawatan. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2009)
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakuakan identifikasi seajauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan
dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang ingin diacapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. (A.
Aziz Alimul Hidayat, 2009)

DAFTAR PUSTAKA
Naga S. Sholeh 2014, Paduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam, Penerbit Diva Press,
yogyakarta

Andra F.S & Yessie M.P 2013, Keperawatan Medikal Bedah, Penerbit Nuha Medika,
Yogyakarta

Muttaqin Arif 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan ,
Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

A. Price Sylvia, M. Lorainne Wilson 2012, Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit, edisi ke 6, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Aru Sudoyono W, Dkk 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ke 5, Penerbit Buku
Kedokteran, Internal Publishing, Jakarta.

Dr.Widyono, 2011. Penyakit Tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan &


Pemberantasannya, edisi ke 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.

A. Alimul Aziz Hidayat, 2009. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Penerbit Salemba
Madika, Jakarta.

Syaifuddin, 2011. Fisiologi Tubuh Manusia, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

C. Evelyn Pearce, 2011. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Paramedis, Penerbit
Internal, Jakarta.

http://dinkeskotamakassar.net/2012.pdf

Anda mungkin juga menyukai