Anda di halaman 1dari 16

FILSAFAT DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

Makalah ini dipresentasikan pada mata kuliah Filsafat Ilmu

Disusun oleh
Mariah : 182520086

Dosen Pengampu

Dr. Mulawarman Hannase, MA.Hum

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

PASCA SARJANA INSTITUT PTIQ

JAKARTA
2019 M /1440 H
FILSAFAT ILMU DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

PENDAHULUAN

Mendengar kata filsafat, bagi sebagian orang bukanlah sesuatu hal yang
ringan. Ilmu filsafat menjadi sesuatu hal yang sangat berat dibayangkan dan
cenderung untuk dihindari karena banyak yang beranggapan bahwa orang yang ber-
filsafat yang jika semakin dalam dilakukan membuat diri orang tersebut semakin aneh
dan banyak memikirkan hal-hal yang tidak umum dipikirkan oleh orang lain. Namun
di sisi lain, filsafat merupakan sesuatu hal yang tidak dapat kita hindari karena secara
sederhana filsafat diartikan sebagai cara berpikir untuk memperoleh kebenaran dan
kegiatan mencari kebenaran dalam berbagai aspek merupakan sesuatu hal yang biasa
dilakukan oleh semua orang baik dalam hal sederhana maupun hal yang rumit.
Cakupan filsafat memanglah luas, rumit dan eksotis dan memiliki akar yang
dalam. Tentu saja kita juga tidak dapat mengelak dari sejarah bahwa filsafat adalah
induk dari segala ilmu. Sejak zaman Yunani, hingga masa keemasan Islam dan
kebangkitan Eropa. Sampai hari ini dan mungkin sampai hari akhir nanti, filsafat
masih tetap menjadi induk bagi ilmu. Dalam bentuk visual dapat digambarkan sebuah
pohon besar yang rindang, maka filsafat adalah akarnya sementara ilmu-ilmu adalah
batang dan ranting-ranting yang bercabang-cabang. Kalau kita mengurut ranting
sampai ke dasarnya maka kita pada akhirnya akan sampai juga kembali ke akar. Akar
mungkin tidak kelihatan, tapi dialah sumber utama kehidupan dan pengembangan
sebuah pohon. Karena filsafat adalah induk dari ilmu dan tidak pernah kering
melahirkan ilmu-ilmu berikutnya, maka hingga saat ini seiring dengan perjalanan
waktu telah banyak lahir disiplin ilmu yang masing-masing menjadi spesialis pada
masing-masing objek formal yang dikajinya.1
Namun demikian jika kita tidak mengetahui makna filsafat itu sendiri maka
sulit bagi kita memahami mengapa filsafat dikatakan sebagai induk dari segala ilmu.
Dan filsafat dikatakan penting untuk kita pelajari sebagai sarana mempertajam cara
berpikir ilmiah kita dalam mencari sebuah kebenaran suatu hal. Pada bagian
selajutnya kita akan memahami bersama apa itu makna filsafat dan sejarah
perkembanganya. Semoga bermanfaat.

1
Asep jahidin, Epistemologi Ilmu Kesejahteraan Sosial, Perjalanan Dialektika Memahami Anatomi
Pekerjaan Sosial Profesional, (Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru, 2016), hal. 7.

1
PEMBAHASAN

A. Definisi Filsafat

Pengertian filsafat ilmu dalam sejarah pemikiran kefilsafatan baik antara satu
ahli filsafat dengan lainnya selalu berbeda pendapat. Para ahli memiliki pandangan
tersendiri dalam memaknai pengertian filsafat dan memberikan dampak yang
signifikan pada orang-orang yang mengikutinya (murid-muridnya). Oleh karenanya,
untuk memahami makna filsafat ilmu kita perlu mengkaji pengertian filsafat ilmu
dari dua segi yakni secara etimologi maupun terminologi.
Secara etimologis filsafat diambil dari bahasa Yunani, yaitu philo dan shopia.
Philo berarti cinta dan shopia berarti kebijaksanaan. Jadi kata philoshopia berarti
cinta kepada kebijaksanaan. Orang Yunani sebelum Phytagoras mengartikan kata
shopia sebagai kemahiran dan kecakapan dalam suatu pekerjaan. Kemudian kata
filsafat masuk dalam bahasa Arab menjadi “falsafah”, dan kemudian menjadi
“philosophy” dalam bahasa inggris, phiolosophia dari bahasa latin dan philosophie
dari bahasa jerman, Belanda dan Perancis.2 Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia
filsafat berarti pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat
segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.3 Manusia tidak pernah secara
sempurna memahami secara menyeluruh tentang segala sesuatu yang dimaksudkan
kebijaksanaan, namun harus terus menerus mengejarnya. Kecintaan pada
kebijaksanaan haruslah dipandang sebagai suatu bentuk proses, artinya segala usaha
pemikiran selalu terarah untuk mencari kebenaran. Orang yang bijaksana selalu
menyampaikan suatu kebenaran. Sehingga bijaksana mengandung dua makna yaitu
baik dan benar. Sesuatu dikatakan baik apabila sesuatu itu berdimensi etika,
sedangkan benar adalah sesuatu yang berdimensi rasional, jadi sesuatu yang
bijaksana adalah sesuatu yang etis dan logis. Dengan demikian berfilsafat berarti
selalu berusaha untuk berfikir guna mencapai kebaikan dan kebenaran.4
Secara terminologi konsep filsafat dapat kita fahami melalui beragam definisi
yang diungkapkan oleh para filusuf diantaranya yakni;5

2
Nasiwan, Filsafat Ilmu Sosial Menuju Ilmu Sosial Profertik, (Yogyakarta:Fistrans Insitute, 2014), hal. 1.
3
KBBI online melalui https://kbbi.web.id/filsafat.html diakses pada 12 Februari 2019
4
Setya Widyawati, Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pendidikan dalam jurnal Gelar
seni dan Budaya, Volume 11 No. 1 Juli 2013, hal. 88.
5
Setya Widyawati, Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pendidikan, hal. 89.

2
1. Plato salah seorang murid Socrates yang hidup antara 427 – 347 SM
mengartikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala yang ada, tidak ada
batas antara filsafat dan ilmu.
2. Aristoteles (382 – 322 SM) murid Plato, menurutnya, filsafat bersifat sebagai
ilmu yang umum sekali yaitu ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,
politik dan estetika. Dia juga berpendapat bahwa filsafat itu menyelidiki sebab
dan asas segala benda.
3. Cicero (106 – 43 SM). Filsafat adalah induk segala ilmu dunia. Filsafatlah yang
menggerakkan, yang melahirkan berbagai ilmu karena filsafat memacu para ahli
mengadakan penelitian.
4. Al Farabi (870 – 950 M) adalah seorang filusuf muslim yang mendefinisikan
filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang alam maujud, bagaimana hakikatnya
yang sebenarnya.
5. Immanuel Kant (1724 – 1804) mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pokok dan
pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan yaitu:
a. Metafisika (apa yang dapat kita ketahui).
b. Etika (apa yang boleh kita kerjakan).
c. Agama (sampai dimanakah pengharapan kita)
d. Antropologi (apakah yang dinamakan manusia).
6. H.C Webb dalam bukunya History of Philosophy menyatakan bahwa filsafat
mengandung pengertian penyelidikan. Tidak hanya penyelidikan hal-hal yang
khusus dan tertentu saja, bahkan lebih-lebih mengenai sifat, hakekat baik dari
dunia kita maupun dari cara hidup yang seharusnya kita selenggarakan di dunia
ini.
7. Harold H. Titus dalam bukunya Living Issues in Philosophy mengemukakan
beberapa pengertian filsafat yaitu :
a. Philosophy is an attitude toward life and universe (Filsafat adalah sikap
terhadap kehidupan dan alam semesta).
b. Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry
(Filsafat adalah suatu metode berfikir reflektif dan pengkajian secara
rasional)
c. Philosophy is a group of problems (Filsafat adalah sekelompok masalah)

3
d. Philosophy is a group of systems of thought (Filsafat adalah serangkaian
sistem berfikir).
8. R. Beerling, bahwa filsafat adalah mengajukan pertanyaan tentang kenyataan
seluruhnya atau tentang hakikat, asas, prinsip, dari kenyataan. Beerling juga
menyatakan bahwa filsafat adalah suatu usaha untuk mencapai akar kenyataan
dunia wujud, juga akar pengetahuan tentang diri sendiri.6
9. Bertrand Russel, filsafat adalah tidak lebih dari suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan terakhir, tidak secara dangkal atau dogmatis seperti
yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan bahkan dalam ilmu
pengetahuan. Akan tetapi, secara kritis dalam arti kata: setelah segala
sesuatunya diselidiki, problema-problema apa yang dapat ditimbulkan oleh
pertanyaan-pertanyaan yang demikian itu dan setelah kita menjadi sadar dari
segala kekaburan dan kebingungan, yang menjadi dasar bagi pengertian kita
sehari-hari.7
Jika kita lihat dari berbagai pengertian yang dikemukakan oleh para ahli
tersebut, kita menemukan beberapa perbedaan definisi yang pada dasarnya memiliki
kesamaan yakni bahwa filsafat merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan mempergunakan akal
sampai pada hakikatnya. Filsafat bukan hanya mempersoalkan gejala-gejala atau
fenomena akan tetapi mencari hakikat dari fenomena tersebut.8
Filsafat menurut berbagai pendapat dikatakan sebagai mother of science
(induk segala ilmu). Dalam perkembangannya filsafat melahirkan cabang-cabang
ilmu, yang berkembang menjadi ranting-ranting ilmu, sub-ranting ilmu. Pada
gilirannya ilmu- ilmu tersebut menjadi semakin spesifik dan teknis yang bergerak
sendiri-sendiri yang tidak saling menyapa. Selain itu, banyak sekali permasalahan
mendasar muncul yang menyebabkan ilmu semakin jauh dari hakekatnya.
Filsafat juga mempunyai dua pengertian: Pertama filsafat sebagai produk yang
mengandung arti filsafat sebagai jenis ilmu pengetahuan, konsep-konsep, teori,
sistem aliran yang merupakan hasil proses berfilsafat. Kedua filsafat sebagai suatu
proses, dalam hal ini filsafat diartikan sebagai bentuk aktivitas berfilsafat sebagai

6
Nur A. Fadhil Lubis, Pengantar Filsafat Umum, (Medan: Perdana Publishing, 2015), hal. 7.
7
Nur A. Fadhil Lubis, Pengantar Filsafat Umum, hal. 8.
8
Surajiyo, Filsafat ilmu dan perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), hal. 6.

4
proses pemecahan masalah dengan menggunakan cara dan metode tertentu.9
Berfilsafat erat kaitannya dengan berpikir, namun demikian tidak semua kegiatan
berpikir itu mesti berfilsafat dan tentunya semua orang yang berfilsafat pasti
berpikir. Ada beberapa ciri dari berpikir secara filsafat yang dikutip oleh M. Syukri
dalam buku Metodologi Penelitian Filsafat karangan Sudarto, yakni:10
1. Metodis, yakni menggunakan metode, cara, jalan yang lazim digunakan oleh
para filusuf dalam proses berpikir filsafati.
2. Sistematis, dalam berpikir masing-masing unsur saling berkaitan satu sama lain
secara teratur dalam suatu keseluruhan, sehingga dapat tersusun suatu pola
pemikiran yang filosofis.
3. Koheren, dalam berpikir unsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian yang
bertentangan satu sama lain namun juga memuat uraian yang logis.
4. Rasional, harus mendasarkan pada kaidah berpikir yang benar (logis),
5. Komprehensif, berpikir secara menyeluruh, artinya melihat obyek tidak hanya
dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara multidimensional.
6. Radikal, berpikir secara mendalam sampai akar yang paling ujung hingga
menyentuh akar persoalan dan esensinya.
7. Universal, muatan kebenarannya sampai tingkat umum universal, mengarah
pada pandangan dunia, mengarah pada realitas hidup dan realitas kehidupan
umat manusia secara keseluruhan.
Setiap orang diberikan anugerah berupa kemampuan bernalar yakni suatu
kemampuan berpikir yang bersifat logis dan analitik. Oleh karenanya, secara
mendasar tiap orang mampu berpikir secara falsafati, hanya saja yang membedakan
orang yang satu dengan yang lainnya adalah apakah orang itu berusaha melakukan
kegiatan berpikir dengan menggunakan penalaran atau tidak. Misalnya saja orang
gila, maka dia tidak bisa menggunakan akalnya untuk berpikir secara nalar. Contoh
lain yang sangat sederhana, misalnya kita menemukan bunga mawar merah muda di
sebuah taman diantara bunga-bunga melati. Jika kita hanya melihat sekilas bunga
mawar tersebut, mungkin hal itu akan menjadi sangat sederhana. Akan tetapi, akan
sangat berbeda jika kita benar-benar mau memikirkannya. Semuanya tak akan
tampak mudah dan sederhana karena akan muncul pertanyaan-pertanyaan dalam

9
Sri Rahayu Wilujeng , Filsafat, Etika Dan Ilmu: Upaya Memahami Hakikat Ilmu dalam Konteks
Keindonesiaan, hal. 80. dalam https://media.neliti.com diakses pada 11 Februari 2019.
10
M. Syukri dan Rizki M. Haris , Filsafat ilmu, (Depok: Rajawali Press, 2017), hal. 110.

5
pikiran kita yaitu siapa yang menanam bunga itu dan untuk apa bunga itu ditanam?
Padahal diantaranya sudah banyak bunga melati dan masih banyak pertanyaan lain
mungkin tentang warna, bentuk dan hal lainnya terkait bunga mawar tersebut. Inilah
yang dilakukan dalam berfikir filsafat dimana suatu hal dikaji secara menyeluruh
(pemikiran yang luas dengan berbagai sudut pandang) , mendasar (menembus
hingga ke esensi objek yang dipelajari) dan spekulatif (hasil pemikiran yang
dijadikan dasar bagi pemikiran selanjutnya).

B. Definisi Filsafat ilmu


Adapun yang dimaksud dengan filsafat ilmu merupakan filsafat khusus yang
membahas berbagai macam hal yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan. Sebagai
filsafat, filsafat ilmu berusaha membahas ilmu pengetahuan sebagai obyeknya
secara rasional (kritis, logis, dan sistematis), menyeluruh dan mendasar. Filsafat
ilmu berusaha memperoleh pemahaman tentang ilmu pengetahuan secara jelas,
benar dan lengkap, serta mendasar untuk dapat menemukan kerangka pokok serta
unsur-unsur hakiki yang kiranya menjadi ciri khas dari ilmu pengetahuan yang
sebenarnya. Sehinga kita dapat menentukan identitas ilmu pengetahuan dengan
benar, dapat menentukan mana yang termasuk ilmu pengetahuan, dan mana yang
tidak termasuk dalam lingkup ilmu pengetahuan.11 Filsafat ilmu menjadi pahlawan
pemecah kebuntuan problema yang dihadapi ilmu, karena ilmu tak bisa mengatasi
benturan, tak mampu memecahkan problema yang dihadapinya, khususnya tentang
hakikat ilmu. Jujun S. Suriasumantri mengatakan: filsafat ilmu merupakan bagian
dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu
(pengetahuan ilmiah). Pendapat lain diungkapn oleh Peter Caws yang berpendapat
bahwa filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi
ilmu, apa yang filsafat seumumnya lakukan pada seluruh pengalaman manusia.12
Filsafat ilmu sebenarnya baru dikenal pada awal abad ke-20 dimana Francis
Bacon sebagai peletak dasar filsafat ilmu dalam khazanah bidang filsafat secara
umum. Ada berbagai definisi mengenai filsafat ilmu yang telah dihimpun oleh The
Liang Gie yang terdapat dalam buku Filsafat Ilmu karya M. Syukri yang dianggap
cukup refresentatif, yaitu:13

11
Paulus Wahana, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Pustaka Diamond, 2016), hal. 3.
12
Rosichin Mansur, Filsafat Ilmu Filsafat Idola Masa Depan, Jurnal al-Ghazwah, Vol.1, No. 1, hal. 40.
13
M. Syukri dan Rizki M. Haris , Filsafat Ilmu, hal. 119.

6
a. Robert Ackerman menyatakan bahwa filsafat ilmu adalah tinjauan kritis
tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan dengan
pendapat-pendapat terdahulu yang telah dibuktikan.
b. Cornelius Benjamin menyatakan bahwa filsafat ilmu merupakan cabang
pengetahuan filsafati yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu,
metode-metodenya, konsep-konsepnya dan pra anggapan-pra anggapannya,
serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang pengetahuan intelektual.
c. Lewis White Beck menyatakan bahwa filsafat ilmu itu mempertanyakan dan
menilai metode-metode pemikiran ilmiah, serta mencoba menetapkan nilai dan
pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
d. May Brodbeck menyatakan bahwa filsafat itu sebagai analisis yang netral
secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan
ilmu.
e. Jujun Suriasumantri menyatakan bahwa filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu
(pengetahuan ilmiah). Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa filsafat ilmu
merupakan telaah secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan
mengenai hakikat ilmu.
Menurut Muchsin, dalam kajian filsafat ilmu dikenal adanya beberapa dimensi,
yaitu:14
1. Dimensi ontologis (hakekat ilmu). Ontologi adalah hakikat yang ada (being,
sein) yang merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut sebagai kenyataan
dan kebenaran. dalam perspektif ilmu, ontologi ilmu dapat dimaknai sebagai
teori tentang wujud dalam perspektif objek materil ke-imuan, konsep-konsep
penting yang diasumsikan oleh ilmu ditelaah secara kritis dalam ontologi ilmu.
2. Dimensi epistomologis (cara mendapatkan pengetahuan). Epistemologi
derivasinya dari bahasa Yunani yang berarti teori ilmu pengetahuan.
Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat episteme, pengetahuan dan
logos, theory. Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang menenggarai
masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan. Dengan
kata lain, epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi
dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu

14
Sumarto dkk, Filsafat Ilmu, (Jambi: Pustaka Ma’arif Press, 2017), hal. 11.

7
penting dalam menentukan sebuah model filsafat. Dengan pengertian ini
epistemologi tentu saja menentukan karakter pengetahuan, bahkan menentukan
“kebenaran” seperti apa yang dianggap patut diterima dan apa yang patut
ditolak. Aspek epistemologi adalah kebenaran fakta / kenyataan dari sudut
pandang mengapa dan bagaimana fakta itu benar yang dapat diverifikasi atau
dibuktikan kembali kebenarannya.
3. Dimensi aksiologis (manfaat pengetahuan). Aksiologis (teori tentang nilai)
sebagai filsafat yang membahas apa kegunaan ilmu pengetahuan manusia.
Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu

C. Asal Mula Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan unyuk menuturkan


apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Pengetahuan adalah hasil tahu manusia
terhadap sesuatu atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang
dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.15
Adapun pengetahuan menurut Soejono Soemargono (1983) dapat dibagi
menjadi 2 jenis yakni Pengetahuan non ilmiah dan pengetahuan ilmiah.
Pengetahuan nonilmiah ialah segenap hasil pemahaman manusia atas atau mengenai
barang sesuatu atau objek tertentu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan pengetahuan ilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia yang
diperoleh dengan metode ilmiah.16 Pengetahuan jenis ini tidaklah cukup diperoleh
melalui tradisi dan warisan budaya yang kita terima secara pasif, tetapi harus
melalui langkah-langkah sistematik.17
Membahas asal usul pengetahuan kita dapat melihat dari aliran dalam ilmu
pengetahuan yakni:18
1. Rasionalisme
Aliran ini berpendapat bahwa sumber ilmu pengetahuan yang mencukupi dan
yang dapat dipercaya adalah rasio (akal). Hanya pengetahuan yang diperoleh
melalui akallah yang memenuhi syarat yang dipakai oleh semua pengetahuan

15
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, hal. 26.
16
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, hal. 30.
17
Zulfa Hanum, Epistimologi Filsafat Ilmu, (Tangerang: Pustaka Mandiri, 2012), hal. 37.
18
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, hal. 32

8
ilmiah. Filusuf yang masuk dalam aliran ini adalah Rene Descrates, B. Spinoza,
Leibniz.
2. Empirisme
Aliran ini berpendapat, bahwa empiris atau pengalamanlah yang menjadi
sumber pengetahuan, baik pengalaman yang batiniah maupun yang lahiriah.
Akal bukan jadi sumber pengetahuan, tetapi akal mendapat tugas untuk
mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman. Filusuf empiris
diantaranya Jhon Locke, David Hume, William James.
3. Kritisme
Penyelesaian pertentangan antara rasionalisme dan empirisme hendak
diselesaikan oleh Immanuel Kant dengan kritisismenya. Kant mensinergikan
antara rasionalisme dengan empirisme yang bertujuan untuk membuktikan
bahwa sumber pengetahuan itu diperolehtidak hanya dari satu unsur saja
melainkan dari dua unsur yaitu pengalaman inderawi dan akal budi. Jika hanya
salah satunya saja yang digunakan maka pengetahuan yang diperoleh tidaklah
sempurna
4. Positivisme berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, dan yang
positif. Apa yang kita ketahui secara positif adalah segala yang tampak, segala
gejala. Aliran ini berpendapat bahwa kita hanya dapat menyatakan fakta-fakta
sebuah pengetahuan dan menyelidiki hubungan satu dengan yang lain. Maka
tiada gunanya untuk menanyakan kepada hakikatnya atau kepada penyebab
yang sebenarnya dari gejala-gejala itu. Yang harus diusahakan orang adalah
menentukan syarat-syarat dimana fakta-fakta itu tampil dan menghubungkan
fakta-fakta itu menurut persamaanya dan urutannya. Tokohnya adalah August
Comte.

D. Sejarah Perkembangan Filsafat


Kajian tentang sejarah perkembangan filsafat hingga kini masih hangat
diperbincangkan dan dapat dilihat dari berbagai referensi buku terbitan dulu hingga
masa kini. Adapun sejarah perkembangan filsafat yang tercantum dalam buku
filsafat ilmu karya Surajiyo, mencakup tujuh periode yakni:19

19
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, hal. 80-89

9
1. Pra Yunani Kuno (Abad 15-7 SM)
Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia. Yakni ketika belum
mengenal peralatan seperti yang dipakai sekarang ini. Pada masa itu manusia
masih menggunakan batu sebagai peralatan. Masa zaman batu berkisar antara 4
juta tahun sampai 20.000 tahun sebelum masehi. Sisa peradaban manusia yang
ditemukan pada masa ini antara lain: alat-alat dari batu, tulang belulang dari
hewan, sisa beberapa tanaman, gambar-gambar digua-gua, tempat-tempat
penguburan, tulang belulang manusia purba.
Pada abad ke-6 SM di Yunani muncul lahirnya filsafat. Timbulnya
filsafat di tempat itu disebut suatu peristiwa ajaib (the greek miracle). Mite-mite
Yunani mulai berkembang luas pada masa itu. Mitologi yang berkembang sudah
membahas tentang asal-usul alam semesta serta kejadian-kejadian didalamnya.
Bangsa Yunani telah menyusun mite-mite yang diceritakan oleh rakyat menjadi
suatu keseluruhan yang sistematis. Yang pada gilirannya bangsa Yunani mulai
perlahan meninggalkan kepercayaan terhadap mitologi yang irasional dan mulai
menggunakan filsafat sebagai upaya menggali ilmu pengetahuan hingga
berlanjut pada generasi selanjutnya.

2. Zaman Yunani kuno (-7-2 SM)


Zaman Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena
pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan ide-ide atau
pendapatnya, Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudangnya ilmu dan
filsafat. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman-pengalaman
yang didasarkan pada sikap menerima saja (receptive attitude) tetapi
menumbuhkan anquiring attitude (senang menyelidiki secara kritis). Sikap
inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli-ahli pikir yang
terkenal sepanjang masa. Beberapa filusuf pada masa itu antara lain Socrates,
Plato, dan Aristoles.
Periode ini merupakan periode yang sangat penting dalam sejarah
peradaban manusia karena saat itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari
mitosentris menjadi logo-sentris. Pola pikir mitosentris adalah pola pikir
masyarakat yang sangat mengenal mitos untuk menjelaskan fenomena alam,
seperti gempa bumi dan pelangi. Namun, ketika filsafat di perkenalkan,

10
fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi
aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas.20

3. Zaman Pertengahan (Abad 2 SM- 14 M)


Filsafat abad pertengahan sering disebut filsafat scholastic, karena
sekolah-sekolah yang ada sudah mengajarkan hasil dari pemikiran filsafat.
Zaman pertengahan (middle age) ditandai dengan para tampilnya teolog di
lapangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini adalah hampir semuanya
para teolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau
dengan kata lain kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama.
Semboyan pada masa ini adalah Anchila Theologia (abdi agama). Perbedaan
yang mencolok dengan abad sebelumnya. Perbedaan itu terutama terletak pada
dominasi agama. Timbulnya agama kristen membawa perubahan besar terhadap
kepercayaan keagamaan. Agama kristen menjadi problema kefilsafatan karena
mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati.
Hal ini berbeda dengan pandangan Yunani Kuno yang mengatakan bahwa
kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal.
Inilah yang dianggap sebagai salah satu penyebab masa ini disebut denan
abad gelap (dark age). Masa kegelapan barat inilah yang merupakan masa
kegemilangan umat islam, Islam melakukan penerjemahan besar-besaran
terhadap karya filusuf Yunani dan berbagai temuan dilapangan ilmiah lainnya. 21
Di kalangan para ahli pikir Islam, muncul Al-Kindi, Al- Farabi, Ibnu
Sina, Al-Ghazali, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd.

4. Masa Renaissance (14-17 M)


Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran
yang bebas dari dogma-dogma agama. Renaissance adalah zaman peralihan
ketika kebudayaan abad pertengahan mulai berubah menjadi suatu kebudayaan
modern. Tokoh-tokohnya adalah: Roger Bacon, Copernicus, Tycho Brahe,
yohanes Keppler, Galilio Galilei.
Renaissance adalah periode perkembangan peradaban yang terletak
diujungatau sesudah abad kegelapan sampai muncul abad modern. Renaissance

20
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu, (Bogor: IPB Press, 2016), hal. 1
21
M. syukri dan Rizki M. Haris, Filsafat ilmu, hal. 21.

11
merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang
mengandung arti bagi perkembangan ilmu. pengaruh ilmu pengetahuan islam
atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 itu menimbulkan gerakan
kebangkitan kembali pusaka Yunani di Eropa abad ke-14. Berkembangnya
pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab
yang dipelajari kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin.22

5. Zaman Modern (17-19 M)


Zaman ini ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat
dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak
sufisme Yunani. Paham-paham yang muncul dalam garis besarnya adalah
Rasionalisme, Empirisme dan Idealisme. Paham Rasionalisme mengajarkan
bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan
dan menjadi satu-satunya sumber bagi pengetahuan. Ada tiga tokoh penting
pendukung rasionalisme, yaitu Rene Descartes (Bapak filsafat modern),
Spinoza, dan Leibniz.
Argumen Descrates tentang kesan-kesan inderawi adalah suatu ilusi
mendapat reaksi keras dari filusuf-filusuf inggris sperti Jhon Locke, George
Berkeley dan David Hume penganut aliran empirisme yang berpandangan
bahwa pengetahuan hanya didaptkan dari pengalaman.
Ditengah pertentangan antara penganut rasionalisme dan empirisme
hadirlah aliran Idialisme mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa, spirit, Para
pengikut aliran/paham ini pada umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat
kritisisismenya Immanuel Kant.

6. Zaman Kontemporer
Yang dimaksud dengan zaman kontemporer adalah dalam kontek ini
adalah era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang. Hal yang
membedakan pengamatan tentang ilmu pada zaman sekarang adalah bahwa
zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad
ke-15, sedangkan kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai
perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat sekarang. Yakni dengan

22
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), hal. 32.

12
berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang. Yang
disebabkan oleh semakin kritisnya umat manusia era sekarang yang di bantu
oleh adanya alat-alat yang canggih.
Pada periode ini berbagai kejadian dan peristiwa yang sebelumnya
mungkin dianggap sesuatu yang mustahil, namun berkat kemajuan ilmu dan
teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan. Bagaimana pada waktu itu
orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika Neil Amstrong benar-
benar menjadi manusia pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Begitu juga ketika manusia berhasil mengembangkan teori rekayasa genetika
dengan melakukan percobaan cloning pada kambing, atau mengembangkan
cyber technology, yang memungkinkan manusia untuk menjelajah dunia melalui
internet. Belum lagi keberhasilan manusia dalam mencetak berbagai produk
nano technology, dalam bentuk mesin-mesin micro-chip yang serba mini namun
memiliki daya guna sangat luar biasa.
Semua keberhasilan ini kiranya semakin memperkokoh keyakinan
manusia terhadap kebesaran ilmu dan teknologi. Memang, tidak dipungkiri lagi
bahwa positivisme-empirik yang serba matematik, fisikal, reduktif dan free of
value telah membuktikan kehebatan dan memperoleh kejayaannya, serta
memberikan kontribusi yang besar dalam membangun peradaban manusia
seperti sekarang ini.
Namun, dibalik keberhasilan itu, ternyata telah memunculkan persoalan-
persoalan baru yang tidak sederhana, dalam bentuk kekacauan, krisis yang
hampir terjadi di setiap belahan dunia ini. Alam menjadi marah dan tidak ramah
lagi terhadap manusia, karena manusia telah memperlakukan dan
mengeksploitasinya tanpa memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya.
Berbagai gejolak sosial hampir terjadi di mana-mana sebagai akibat dari
benturan budaya yang tak terkendali.

13
KESIMPULAN

Secara etimologis filsafat diartikan sebagai cinta kepada kebijaksanaan.


Sedangkan secara terminologis filsafat merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan mempergunakan akal
sampai pada hakikatnya. Filsafat bukan hanya mempersoalkan gejala-gejala atau
fenomena akan tetapi mencari hakikat dari fenomena tersebut.
Dalam berfikir filsafat suatu hal dikaji secara menyeluruh yang artinya suatu
objek dipikirkan secara luas dengan berbagai sudut pandang , mendasar yang berarti
objek dipikirkan secara dalam hingga menembus hingga ke esensi objek yang
dipelajari dan spekulatif yang berarti hasil pemikiran yang dijadikan dasar bagi
pemikiran selanjutnya. Sehingga pemikiran tiada pernah habisnya hingga benar-benar
ditemukannya hakikat sebuah ilmu pengetahuan dari hal yang sedang dipikirkan itu.
Pemikiran filsafat sudah ada sejak zaman Pra Yunani Kuno dan masih
berkembang hingga dewasa ini. Jika dirincikan terdapat 7 periode yakni, Zaman Pra
Yunani Kuno, Zaman Yunani Kuno, Zaman Pertengahan, Zaman Renaissance, Zaman
Modern dan Zaman Kontemporer.

14
DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 1986.

Hanum, Zulfa. Epistimologi Filsafat Ilmu. Tangerang: Pustaka Mandiri, 2012.

Jahidin, Ahmad. Epistemologi Ilmu Kesejahteraan Sosial, perjalanan dialektika

memahami anatomi pekerjaan sosial profesional. Yogyakarta: Penerbit

Samudra Biru, 2016

Lubis, Nur A. Fadhil. Pengantar Filsafat Umum. Medan: Perdana Publishing, 2015.

Mansur, Rosichin. Filsafat Ilmu Filsafat Idola Masa Depan. Jurnal al-Ghazwah,

Vol.1, No. 1

Wahana, Paulus. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Diamond, 2016.

Suaedi. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press, 2016.

Sumarto dkk. Filsafat Ilmu. Jambi: Pustaka Ma’arif Press, 2017.

Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara,

2015.

Syukri, Muhammad dan Rizki M. Haris. Filsafat Imu. Depok: Rajawali Press, 2017.

Wilujeng , Sri Rahayu. Filsafat, Etika dan Ilmu: Upaya Memahami Hakikat Ilmu

dalam Konteks Keindonesiaan. dalam https://media.neliti.com diakses pada 11

Februari 2019.

15

Anda mungkin juga menyukai