PENDAHULUAN
Sebutan agraria tidak selalu dipakai dalam arti yang sama. Dalam bahasa
latin ager berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius berarti perladangan,
persawahan, pertanian (Prent K. Adisubrata, J. Poerwadaminta, W.J.S.,1960,
Kamus Latin Indonesia, Yayasan Kanisisus, Semarang). Menurut kamus besar
bahasa Indonesia agrarian berarti urusan pertanian atau tanah pertanian, juga
urusan pemilikan tanah. Maka sebutan agrarian selalu diartikan tanah dan
dihubungkan dengan usaha pertanian. Sebutan agrarian laws bahkan sering kali
digunakan untuk menunjuk kepada perangkat peraturan-peraturan hukum yang
bertujuan mengadakan pembagian tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih
meratakan penguasaan dan pemilikannya.
Dari berbagai alasan kenapa pentingnya suatu kajian sejarah hukum, maka
penulis menganggap perlu untuk melakukan kajian terhadap sejarah hukum agraria
Indonesia. Dengan demikian, setidaknya dapat dilihat gambaran tentang hukum
agraria Indonesia sebagai suatu gejala yang tidak terlepas dari proses masa lalu.
Dari uraian di atas, penulis menuangkan kajian tentang sejarah hukum ini dalam
makalah sederhana dengan judul “Sejarah Pertanahan di Indonesia”.
1
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana sejarah
pertanahan di Indonesia.
1.3.2 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Bagi penulis, merupakan salah satu syarat untuk melengkapi tugas
kelompok mata kuliah Hukum Agraria Semester VI di Fakultas Pertanian
Universitas Islam Jember, sekaligus bermanfaat untuk menambah
pengetahuan dan pengalaman.
2. Bagi pihak lain yang membutuhkan, diharapkan dapat menjadi bahan
pustaka dan informasi untuk masalah yang sama di masa datang.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dari segi berlakunya, Hukum Agraria di Indonesia dapat dibagi menjadi 2 (dua),
yaitu:
a. “Contingenten” yaitu berupa pajak atas hasil pertanian yang harus diserahkan
kepada penguasa kolonial.
3
Daendels digantikan oleh Jan Willmen Janssens, tidak beberapa lama
pemerintah kolonial Belanda jatuh ke tangan Inggris, Janssens diganti oleh
Stamford Raffles (1811-1816). Raffles dalam bidang pertanahan mewujudkan
pemikiran tentang fiskal (pajak) yang dikenal dengan “landrent” (pajak tanah).
Landrent tersebut tidak dibebankan langsung kepada para pemilik tanah, tetapi
ditugaskan kepada para Kepala Desa.
a. Dasar dari hukum agraria lama adalah agrarische wet yang dijadikan satu dalam
pasal 51 IS (Indische Staats Regeling). Adapun bunyi ketentuan Pasal 51 IS adalah
sebagai berikut:
4
6) Gubernur jenderal tidak boleh mengambil tanah-tanah yang telah dibuka
oleh orang-orang Indonesia asli untuk keperluan mereka sendiri atau tanah-
tanah kepunyaan desa sebagai tempat penggembalaan umum atau atas dasar
lainnya. Kecuali untuk kepentingan umum berdasarkan pasal 133 dan untuk
keperluan pengusahaan yang diselenggarakan atas perintah atasan, dengan
pemberian ganti kerugian yang layak.
7) Tanah-tanah yang dipunyai oleh orang-orang Indonesia asli dengan hak
milik, atas permintaan pemiliknya yang sah diberikan kepadanya hak
eigendom dengan pembatasan-pembatasan seperlunya yang ditetapkan
dengan ordonansi.
8) Menyewakan tanah atau menyerahkan tanah untuk dipakai oleh orang-
orang Indonesia asli kepada bukan orang-orang Indonesia asli dilakukan
menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan dengan ordonansi.
5
c. Disamping itu ada juga pernyatan domein khusus yang pada pokoknya berbunyi:
“semua tanah liar (kosong) termasuk tanah negara, kecuali tanahtanah yang
dihaki rakyat berdasarkan atas haknya untuk membuka tanah” Pernyataan
domein khusus ini berlaku bagi daerah Sumatera, Manado dan Kalimantan Selatan
serta Timur, dimuat dalam Stb 1874 No 94f; Stb 1877 No 55 dan Stb 1888 No 58.
d. Kenyataan dalam praktik domein verklaring ini mempunyai beberapa fungsi
antara lain:
6
2. Periode Sesudah Proklamasi Kemerdekaan
7
sejahtera. Berdasarkan hak menguasai tersebut, negara dapat memberikan
tanah kepada seseorang atau badan hukum dengan suatu hak menurut
peruntukkan dan keperluannya, seperti:
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan;
d. Hak Pakai; atau
e. Memberikan tanah dalam pengelolaan kepada suatu badan penguasa
untuk digunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing.
3. Asas Mengutamakan Kepentingan Nasional dan Negara yang
Berdasarkan Atas Persatuan Bangsa dari pada Kepentingan
Perseorangan atau Golongan. Keberadaan hak ulayat diakui bagi
kesatuan masyarakat hukum adat tertentu yang sepanjang kenyataannya
masih ada. Hak ulayat ini dapat dilihat dari kegiatan sehari-hari Kepala Adat
yang masih diakui sebagai pengemban tugas kewenangan mengatur dan
memimpin penggunaan tanah ulayat yang merupakan tanah bersama warga
masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
4. Asas Semua Hak Atas Tanah Mempunyai Fungsi Sosial. Hak atas tanah
apa pun yang dimiliki oleh seseorang, tidak akan dibenarkan apabila tanah
tersebut digunakan semata-mata untuk kepentingannya sendiri yang
merugikan masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan
keadaan dan sifat haknya sehingga bermanfaat baik untuk kesejahteraan dan
kebahagiaan bagi masyarakat dan negara.
5. Asas Hanya Warga Negara Indonesia yang Mempunyai Hak Atas
Tanah. Asas ini menegaskan bahwa hanya warga negara yang memiliki
kedudukan sebagai subjek dari Hak Milik. Orang asing yang berkedudukan
di Indonesia tidak dapat mempunyai tanah yang berstatus Hak Milik,
melainkan hanya memiliki Hak Pakai atas tanah dan Hak Sewa Bangunan
dengan jangka waktu yang terbatas.
6. Asas Persamaan Bagi Setiap Warga Negara Indonesia. Baik laki-laki
maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh
8
hak-hak atas tanah, sepanjang memiliki status kewarganegaraan warga
negara Indonesia.
7. Asas Tanah Pertanian Harus Dikerjakan atau Diusahakan Secara
Aktif oleh Pemiliknya Sendiri dan Mencegah Cara-Cara yang Bersifat
Pemerasan. Pelaksanaan asas ini, akhir-akhir ini menjadi dasar dari
pelaksanaan land reform atau agrarian reform and rural development yang
berupa pengerjaan atas tanah pertanian dikerjakan atau diusahakan secara
aktif oleh pemiliknya sendiri. Maksud dari asas ini adalah bahwa tanah
pertanian tidak boleh ditelantarkan oleh pemiliknya, tidak digunakan atau
tidak diusahakan sesuai dengan sifat, tujuan, dan keadaannya. Penelantaran
tanah merupakan penyebab hapusnya hak atas tanah dan berakibat hak atas
tanah kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara (menjadi
tanah negara).
8. Asas Tata Guna Tanah/Penggunaan Tanah Secara Berencana.
Perencanaan mengenai peruntukkan, penggunaan, dan persediaan atas
bumi, air dan ruang angkasa guna kepentingan rakyat dan negara diperlukan
untuk mewujudkan cita-cita bangsa. Adanya perencanaan ini, maka
penggunaan tanah akan dapat dilakukan secara terpimpin dan teratur
sehingga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat dan
negara.
9. Asas Kesatuan Hukum. Kesatuan hukum tersebut maksudnya kesatuan
pengaturan yang meliputi bidang-bidang hukum, hak atas tanah,
pendaftaran tanah, dan hak jaminan atas tanah.
10. Asas Jaminan Kepastian Hukum dan Perlindungan Hukum. Untuk
memberikan penghormatan dan perlindungan hukum bagi pemegang hak
atas tanah, hak atas tanah yang dimilikinya tidak dapat begitu saja diambil
oleh pihak lain meskipun itu untuk kepentingan umum, sehingga kepada
pemegang hak atas tanah diberikan ganti rugi yang layak.
11. Asas Pemisahan Horizontal. Implementasi dari asas ini adalah Hak Sewa
Untuk Bangunan. Seseorang atau suatu badan usaha menyewa tanah Hak
Milik orang lain yang tidak ada bangunannya dengan membayar sejumlah
9
uang sebagai uang sewa yang besarnya ditetapkan atas dasar kesepakatan,
untuk jangka waktu yang ditentukan, dan penyewa diberikan hak untuk
mendirikan bangunan yang digunakan untuk jangka waktu tertentu yang
telah disepakati kedua belah pihak. Dalam Hak Sewa Untuk Bangunan
terdapat pemisahan secara horizontal antara pemilik tanah dengan pemilik
bangunan yang ada di atasnya.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Saran kami selaku penulis yaitu agar makalah ini bisa lebih menambah wawasan
saudara sekalian yang membacanya semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
11
Daftar Pustaka
12