Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf
(deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke
didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan
(stroke iskemik) atau perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi, 2011). Mulanya stroke ini
dikenal dengan nama apoplexy, kata ini berasal dari bahasa Yunani yag berarti “memukul
jatuh” atau to strike down. Dalam perkembangannya lalu dipakai istilah CVA atau
cerebrovascular accident yang berarti suatu kecelakaan pada pembuluh darah dan otak.
Menurut Misbach (2011) stroke adalah salah satu syndrome neurologi yang dapat
menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Stroke Hemoragik adalah pembuluh
darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes
ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (Adib, 2009)
Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang subarachnoid baik dari
tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari rongga
subarachnoid itu sendiri (perdarahan subarachnoid primer) (Junaidi, 2011) Penyebab yang
paling sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma (51-75%) dan sekitar 90%
aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma sakuler congenital, angioma (6-20%), gangguan
koagulasi (iatronik/obat anti koagulan), kelainan hematologic (misalnya trombositopenia,
leukemia, anemia aplastik), tumor, infeksi (missal vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes
simpleks, mikosis, TBC), idiopatik atau tidak diketahui (25%), serta trauma kepala (Junaidi,
2011) Sebagian kasus PSA terjadi tanpa sebab dari luar tetapi sepertiga kasus terkait dengan
stress mental dan fisik. Kegiatan fisik yang menonjol seperti : mengangkat beban, menekuk,
batuk atau bersin yang terlalu keras, mengejan dan hubungan intim (koitus) kadang bisa jadi
penyebab (Junaidi, 2011).
Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko pelaku. Pelaku menerapkan gaya hidup
dan pola makan yang tidak sehat. Hal ini terlihat pada :
1) Kebiasaan merokok
5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan
yang jelas
2) Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian otot jantung) menjadi
factor terbesar terjadinya stroke. Jantung merupakan pusat aliran darah tubuh. Jika pusat
pengaturan mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun menjadi terganggu, termasuk
aliran darah menuju otak. Gangguan aliran darah itu dapat mematikan jaringan otak secara
mendadak ataupun bertahap.
3) Diabetes mellitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melltus umumnya lebih kaku atau tidak
lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan atau oenurunan kadar glukosa darah secara
tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan kematian otak.
4) Hiperkolesterlemia
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu faktor terjadinya stroke.
Hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol dalam darah. Pada orang dengan obesitas,
biasanya kadar LDL (LowDensity Lipoprotein) lebih tinggi disbanding kadar HDL
(HighDensity Lipoprotein). Untuk standar Indonesia,seseorang dikatakan obes jika indeks
massa tubuhnya melebihi 25 kg/m. sebenarnya ada dua jenis obesitas atau kegemukan yaitu
obesitas abdominal dan obesitas perifer. Obesitas abdominal ditandai dengan lingkar
pinggang lebih dari 102 cm bagi pria dan 88 cm bagi wanita
6) Merokok
1) Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya stroke. Hal ini terkait
dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi secara alamiah. Pada orang-orang lanjut usia,
pembuluh darah lebih kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang berlebih
akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh, termasuk otak.
2) Jenis kelamin
3) Riwayat keluarga
Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka kemungkinan dari keturunan
keluarga tersebut dapat mengalami stroke. Orang dengan riwayat stroke pada keluarga
memiliki resiko lebih besar untuk terkena stroke disbanding dengan orang yang tanpa riwayat
stroke pada keluarganya.
4) Perbedaan ras
Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang Afrika-Karibia sekitar dua kali
lebih tinggi daripada orang non-Karibia. Hal ini dimungkinkan karena tekanan darah tinggi
dan diabetes lebih sering terjadi pada orang afrika-karibia daripada orang non-Afrika Karibia.
Hal ini dipengaruhi juga oleh factor genetic dan faktor lingkungan.
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan glukosa karena
jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan glukosa seperti halnya pada otot.
Meskipun berat otak sekitar 2% dari seluruh badan, namun menggunakan sekitar 25% suplay
oksigen dan 70%glukosa. Jika aliran darah ke otak terhambat maka akan terjadi iskemia dan
terjadi gangguan metabolism otak yang kemudian terjadi gangguan perfusi serebral. Area
otak disekitar yang mengalami hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran darah ke otak
terganggu, lebih dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak sadar dan dapat terjadi kerusakan
jaringan otak yang permanen jika aliran darah ke otak terganggu lebih dari 4 menit. (Tarwoto,
2013) Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan melakukan dua
mekanisme tubuh yaitu mekanisme anastomis dan mekanisme autoregulasi. Mekanisme
anastomis berhubungan dengan suplai darah ke otak untuk pemenuhan kebutuhan oksigen
dan glukosa. Sedangkan mekanisme autoregulasi adalah bagaimana otak melakukan
mekanisme/usaha sendiri dalam menjaga keseimbangan. Misalnya jika terjadi hipoksemia
otak maka pembuluh darah otak akan mengalami vasodilatasi (Tarwoto, 2013)
a. Mekanisme anastomis
Otak diperdarahi melalui 2 arteri karotis dan 2 arteri vertebralis. Arteri karotis terbagi
manejadi karotis interna dan karotis eksterna. Karotis interna memperdarahi langsung ke
dalam otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum menjadi arteri serebri anterior
dan media. Karotis eksterna memperdarahi wajah, lidah dna faring, meningens. Arteri
vertebralis berasal dari arteri subclavia. Arteri vertebralis mencapai dasar tengkorak melalui
jalan tembus dari tulang yang dibentuk oleh prosesus tranverse dari vertebra servikal mulai
dari c6 sampai dengan c1. Masuk ke ruang cranial melalui foramen magnum, dimana arteri-
arteri vertebra bergabung menjadi arteri basilar. Arteri basilar bercabang menjadi 2 arteri
serebral posterior yang memenuhi kebutuhan permukaan medial dan inferior arteri baik
bagian lateral lobus temporal dan occipital. Meskipun arteri karotis interna dan
vertebrabasilaris merupakan 2 sistem arteri yang terpisah yang mengaliran darah ke otak, tapi
ke duanya disatukan oleh pembuluh dan anastomosis yang membentuk sirkulasi wilisi. Arteri
serebri posterior dihubungkan dengan arteri serebri media dan arteri serebri anterior
dihubungkan oleh arteri komunikan anterior sehingga terbentuk lingkaran yang lengkap.
Normalnya aliran darah dalam arteri komunikans hanyalah sedikit. Arteri ini merupakan
penyelamat bilamana terjadi perubahan tekanan darah arteri yang dramatis.
b. Mekanisme autoregulasi
Oksigen dan glukosa adalah dua elemen yang penting untuk metabolisme serebral
yang dipenuhi oleh aliran darah secara terus-menerus. Aliran darah serebral dipertahankan
dengan kecepatan konstan 750ml/menit. Kecepatan serebral konstan ini dipertahankan oleh
suatu mekanisme homeostasis sistemik dan local dalam rangka mempertahankan kebutuhan
nutrisi dan darah secara adekuat. Terjadinya stroke sangat erat hubungannya dengan
perubahan aliran darah otak, baik karena sumbatan/oklusi pembuluh darah otak maupun
perdarahan pada otak menimbulkan tidak adekuatnya suplai oksigen dan glukosa.
Berkurangnya oksigen atau meningkatnya karbondioksida merangsang pembuluh darah untuk
berdilatasi sebagai kompensasi tubuh untuk meningkatkan aliran darah lebih banyak.
Sebalikya keadaan vasodilatasi memberi efek pada tekanan intracranial. Kekurangan oksigen
dalam otak (hipoksia) akan menimbulkan iskemia. Keadaan iskemia yang relative
pendek/cepat dan dapat pulih kembali disebut transient ischemic attacks (TIAs). Selama
periode anoxia (tidak ada oksigen) metabolism otak cepat terganggu. Sel otak akan mati dan
terjadi perubahan permanen antara 3-10 menit anoksia.
Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau bagian
mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral. Pada stroke
hemoragik, gejala klinis meliputi:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau hemiplegia (paralisis)
yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan terjadi akibat adanya kerusakan pada area
motorik di korteks bagian frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi
kerusakan pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan
kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi
maupun fleksi.
Gangguan sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf otonom dan gangguan
saraf sensorik.
Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda, gangguan
lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena kerusakan pada lobus temporal
atau parietal yang dapat menghambat serat saraf optik pada korteks oksipital. Gangguan
penglihatan juga dapat disebabkan karena kerusakan pada saraf cranial III, IV dan VI.
g. Disfagia
Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus cranial IX. Selama
menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis menutup kemudian makanan masuk ke
esophagus
h. Inkontinensia
Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena terganggunya saraf
yang mensarafi bladder dan bowel. i. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena
peningkatan tekanan intrakranial, edema serebri
Lokasi Syndrome
Arteri Karotis Interna (ICA) a. Kelumpuhan pada tangan, kaki
dan wajah yang berlawanan
dengan kerusakan otak
b. Gangguan sensori pada kaki,
wajah, dan tangan yang
berlawanan dengan kerusakan
otak
c. Afasia, apraksia, agnosia
Middle Cerebral Arteri a. Hemiplegi kontralateral
(MCA) b. Gangguan sensori kontralateral
c. Afasia
Anterior Cerebral Arteri (ACA) a. Paralisis kontralateral
b. Gangguan berjalan
c. Kehilangan sensoris
d. Kerusakan kognitif
e. Inkontinensia urine
Arteri Vertebra a. Pusing
b. Nistagmus
c. Dispagia
d. Disatria
e. Nyeri pada muka, hidung, atau
mata
f. Kelemahan pada wajah
g. Gangguan pergerakan
Arteri basiler a. Quadriplegia
b. Kelemahan otot wajah, lidah, dan
faringeal
Sumber : Tarwoto (2013)
7. Penatalaksanaan
b) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami gangguan aliran
darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat penting untuk mengurangi hipoksia dan
juga untuk mempertahankan metabolism otak. Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator, merupakan tindakan yang dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan
analisa gas darah atau oksimetri
g) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah resiko injuri
2) Fase rehabilitasi
3) Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih dari
50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikuloperitoneal bila ada hidrosefalus
obstrukis akut.
4) Terapi obat-obatan
c) Antikolvusan : fenitoin
Sedangkan menurut Batticaca (2008), terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah pada
pasien stroke perdarahan adalah :
(1) Aminocaproic acid 100-150 ml% dalama cairan isotonic 2 kali selama 3-5 hari, kemudian
1 kali selama 1-3 hari
(2) Antagonis untuk pencegahan permanen : Gordox dosis pertama 300.000 IU kemudian
100.000 IU 4 kali perhar i IV ; Contrical dosis pertama 30.000 ATU, kemudaian 10.000 ATU
2 kali per hari selama 5-10 hari
d) Profilaksis Vasospasme
(1) Calcium-channel antagonis (Nimotop 50 ml [10 mg per hari IV diberikan 2 mg per jam
selama 10-14 hari])
(2) Berikan dexason 8 4 4 4 mg IV (pada kasus tanpa DM, perdarahan internal, hipertensi
maligna) atau osmotic diuretic (dua hari sekali Rheugloman (Manitol) 15% 200 ml IV diikuti
oleh 20 mg Lasix minimal 10-15 hari kemudian.
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
b. Keluhan utama
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak disadari
oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa lemah pada salah satu
anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes mellitus.
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini
dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis, sopor,
soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada
saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS
13-15
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah tinggi
dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
b) Nadi
c) Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan jalan napas
d) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke hemoragik
3) Rambut
5) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata
tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas pandang baik 90°, visus
6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor
dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus
IV (troklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah.
Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri
dan kanan
6) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping
hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa menyebutkan bau
yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman
antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang
tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan mengalami
masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) :
biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan
rasa manis dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak
simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam
dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara
8) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII
(akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung
dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan
artikulasi yang jelas
9) Leher
10) Thorak
a) Paru-paru
b) Jantung
11) Abdomen
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani Auskultasi: biasanya biasanya bising usus
pasien tidak terdengar. Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
12) Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal yaitu < 2
detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik tidak
dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek,
biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi
(reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek
bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak
mengembang ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I kaki kiri pasien
fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang
(reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn
(reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada
respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek
patella biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+)).
Respon NILAI
Tidak dapat sedikitpun kontraksi otot, 0
lumpuh total
Terdapat sedikit kontraksi otot, 1
namun tidak didapatkan gerakan pada
persendian yang harus digerakkan
oleh otot tersebut
Didapatkan gerakan , tapi gerakan 2
tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
Dapat mengadakan gerakan melawan 3
gaya berat
Disamping dapat melawan gaya berat 4
ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5
h. Test diagnostik
1) Radiologi
a) Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik sperti stroke perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada stroke perdarahan akan ditemukan adanya
aneurisma
b) Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan lumbal maka
terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya
hemoragik pada subarachnoid atau pada intrakranial
c) CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan otak
e) USG Doppler
f) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
2) Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini berguna
untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia. Sedangkan leukosit untuk melihat sistem
imun pasien. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang
menyerang pasien.
Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin time, partial
thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio (INR) dan agregasi trombosit.
Keempat test ini gunanya mengukur seberapa cepat darah pasien menggumpal. Gangguan
penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah. Jika pasien sebelumnya
sudah menerima obat pengencer darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek
apakah obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila sebelumnya sudah diobati
heparin, PTT bermanfaat untuk melihat dosis yang diberikan benar atau tidak.
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat, dll. Apabila
kadar gula darah atau kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita
diabetes dan jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke
(Robinson, 2014)
1) Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan penggunaan
minumana beralkhohol
2) Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada pasien
stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat badan.
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya kejang otot/
nyeri otot
5) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak
kooperatif (Batticaca, 2008)
2. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut NANDA (2010) dan Tarwoto:
Asuhan Keperawatan Sistem Persarafan (2013)
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas, reflek
batuk yang tidak adekuat
3. Rencana keperawatan
Nursing Outcome Classification (NOC). Singapore: Elsevier Global Rights. NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi
dan Klasifikasi 2015-2017, edisi 10. Jakarta: EGC.
4. Implementasi Keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Evaluasi keperawatan