Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Kesehatan ibu dan anak merupakan masalah kesehatan yang menjadi perhatian dunia oleh karena itu pada bulan September
2000 diadakan Unite Nations Millenium Deklataration. Deklarasi ini sebagai Millenium Development Goals (MDG’s) dengan
target pencapain pada tahun 2015. MDG’s berisi 8 buah tujuan pembangunan millenium yaitu pengetasan kemiskinan dan
kelaparan, pemerataan pendidikan, mendukung persamaan gender, mengurangi kematian anak, meningkatkan kesejahteraan
ibu hamil, melawan HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian lingkungan hidup serta
meningkatkan kemitraan global. MDG’s ke 5 memiliki target mengurangi ¾ angka kematian ibu di indonesia pada tahun
(http://www.waspada.cp.id/index.php?option=com_content&view=article&id=158076:penurunan-akikb-secara komprehensif
Menurut data WHO, sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran
terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang
merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup jika di
bandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara
persemakmuran. Menurut WHO, 81% Angka Kematian Ibu (AKI) akibat komplikasi selama
hamil, bersalin dan 25% selama masa post partum (WHO, 2011).
Pelayanan pascapersalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi ibu dan bayi,
yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang
mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI. Perdarahan pasca persalinan
merupakan penyebab utama dari 150.000 kematian ibu setiap tahun didunia dan hampir
4 dari 5 kematian karena perdarahan pascapersalinan terjadi dalam waktu 4 jam setelah
persalinan. Bila terjadi perdarahan berat, tranfusi darah adalah satu-satunya jalan untuk
menyelamatkan kehidupan ibu (Prawirohardjo, 2009; h. 356-357).
AKI di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara di Asia misalnya
Thailand dengan AKI 130/100.000 KH. Data SDKI tahun 2007 mencatat AKI di Indonesia
mencapai 228 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH). Walaupun angka ini dipandang mengalami
perbaikan dibanding tahun tahun sebelumnya, targetMillenium Development Goals
(MDG’s) 5 yaitu menurunkan AKI menjadi 102/100.000 (KH) pada tahun 2015 masih
memerlukan upaya khusus dan kerja keras dari seluruh pihak baik pemerintah, sektor swasta
maupun masyarakat. AKI yang tinggi menunjukkan rawannya derajat kesehatan ibu (Profil
DinKes Provinsi Lampung, 2012).
Pada Tahun 2012 di Provinsi Lampung terjadi 787 kasus kematian Perinatal, 110 kasus
kematian neonatal, 159 kasus kematian bayi dan kasus kematian balita sebanyak 64
kasus. Tingginya kasus kematian ibu dan anak di Provinsi Lampung memperlihatkan betapa
rawannya derajat kesehatan ibu dan anak. Karena kematian ibu bayi dan balita merupakan
salah satu parameter derajat kesehatan suatu negara. Masalah kesehatan ibu dan anak ini
perlu diatasi dengan segera karena derajat kesehatan ibu dan anak akan sangat menentukan
kualitas sumber daya manusia pada masa yang akan datang (Profil DinKes Provinsi
Lampung, 2012).
Penyebab utama dari kematian neonates di kota Bandar Lampung adalah asfiksia sebanyak
35 kasus (54,72%) BBLR 29 kasus (27,36%) dan penyabab lain 19 kasus (17,92%) penyebab
lain yaitu unchepalitis, kejang, dan kebiruan, kelainan congenital seperti jantung bawaan,
labiopalatoscizis, atresia esophagus, leukemia, hernia diafragmatika, dan atresia jejunum,
hyperbilirubin, postmatur, kern ikterus, dan sepsis (Profil DINKES Kota Bandar
Lampung,2010).
ASI dikatakan sebuah mukjizat dikarenakan ASI sudah diciptakan tuhan untuk kedekatan
antara ibu dan bayi, tidak ada makan didunia ini sebaik ASI, ASI mencukupi seluruh unsur
kebutuhan bayi baik fisik, psikologis, sosial maupun spiritual, mengandung hormon, nutrisi,
unsur kekebalan, anti alergi, serta inflamasi, nutrisi hampir 200 unsur zat makanan (Rukiyah,
et. All, 2011; h. 28).
Pemberian ASI membantu bayi memulai kehidupannya dengan baik. Kolostrum, susu jolong
atau susu pertama mengandung antibody yang kuat untuk mencegah infeksi dan membuat
bayi menjadi kuat. Penting sekali memberikan ASI pada jam pertama sesudah bayi lahir dan
kemudian setidaknya setiap dua atau tiga jam (Jannah, 2011; h. 31).
Masalah dalam pemberian ASI yaitu meliputi putting susu nyeri, putting susu lecet, payudara
bengkak, mastitis, abses payudara. Penatalaksanaan yang diberikan yaitu anjurkan ibu untuk
menyusui diputing yang normal yang lecet nya lebih sedikit, massase payudara lalu kompres
dingin untuk mengurangi rasa nyeri, ajarkan teknik menyusui yang benar dan cenderung
terjadi pada ibu primigravida (Saleha, 2009; h. 102-110).
Teknik menyusui merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ASI dimana bila
teknik menyusui tidak benar, dapat menyebabkan puting susu lecet dan menjadikan ibu
enggan menyusui sehingga bayi tersebut jarang menyusu. Apabila ibu enggan menyusui akan
berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI
selanjutnya. Namun sering kali ibu- ibu kurang mendapatkan informasi tentang manfaat ASI
dan tentang menyusui yang benar
(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-faridahari-6544-2-babi.pdf).
Berdasarkan hasil study pendahuluan di BPS Nurmala Dewi, S.ST, Raja basa Raya Bandar
Lampung bulan Januari-Mei Tahun 2013 di peroleh hasil 183 ibu post partum, dan diperoleh
38 ibu post partum primi dan pada tanggal 18 Mei 2013 terdapat 4 ibu post partum dan 3 ibu
post partum primi yang tidak mengetahui teknik menyusui yang benar .
Diharapkan peneliti dapat melakukan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Teknik Menyusui Terhadap Ny.S Umur 24
Tahun P1A0 1 Hari Post Partum di BPS Nurmala Dewi Rajabasa Raya Bandar Lampung tahun 2013.
Tujuan khusus
a. Dapat melakukan pengkajian data dasar pada Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Teknik Menyusui Terhadap Ny.S
Umur 24 Tahun P1A0 1 Hari Post Partum di BPS Nurmala Dewi Rajabasa Raya Bandar Lampung tahun 2013
b. Dapat membuat interpretasi data untuk mengidentifikasi `diagnosa pada Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Teknik
Menyusui Terhadap Ny.S Umur 24 Tahun P1A0 1 Hari Post Partum di BPS Nurmala Dewi Rajabasa Raya Bandar Lampung
tahun 2013
c. Dapat melakukan identifikasi masalah potensial dan mengantisipasi penanganan pada Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas
dengan Teknik Menyusui Terhadap Ny.S Umur 24 Tahun P1A0 1 Hari Post Partum di BPS Nurmala Dewi Rajabasa Raya
d. Dapat melaksanakan tindakan segera untuk melakukan konsultasi pada Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Teknik
Menyusui Terhadap Ny. S Umur 24 Tahun P1A0 1 Hari Post Partum di BPS Nurmala Dewi Rajabasa Raya Bandar Lampung
tahun 2013
e. Dapat menyusun rencana asuhan yang menyeluruh pada Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Teknik Menyusui
Terhadap Ny.S Umur 24 Tahun P1A0 1 Hari Post Partum di BPS Nurmala Dewi Rajabasa Raya Bandar Lampung tahun 2013
f. Dapat melaksanakan rencana asuhan yang efisien dan aman padaAsuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Teknik Menyusui
Terhadap Ny. S Umur 24 Tahun P1A0 1 Hari Post Partum di BPS Nurmala Dewi Rajabasa Raya Bandar Lampung tahun 2013
g. Dapat melakukan evaluasi asuhan yang diberikan pada Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Teknik Menyusui Terhadap
Ny.S Umur 24 Tahun P1A0 1 Hari Post Partum di BPS Nurmala Dewi Rajabasa Raya Bandar Lampung tahun 2013.
1. Sasaran
Obyek penelitian dalam Karya Tulis Ilmiah ini adalah 1 orang ibu nifas yaitu Ny.S P1A0
umur 24 tahun
2. Tempat
Dalam penelitian ini penulis mengambil di BPS Nurmala Dewi Rajabasa Bandar Lampung
3. Waktu
Penelitian dilakukan mulai tanggal 18 Mei – 23 Mei 2013.
V. Manfaat Penulisan
1. Institusi Pendidikan
Dapat menambah bahan kepustakaan di Program DIII Kebidanan Adila Bandar Lampung dan sebagai bahan perbandingan
2. Lahan Praktek
Dapat dijadikan gambaran informasi serta bahan untuk meningkatkan manajemen asuhan kebidanan yang di terapkan
3. Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan pada masyarakat khususnya ibu post partum primiyang belum mengetahui
4. Peneliti
Sebagai penerapan dalam mata kuliah metode penelitian dan menambah pengetahuan serta
pengalaman dalam penelitian.
1. Metodelogi Penulisan
Metode yang digunakan penulis dalam karya tulis ini adalah metode penelitian Study Kasus. Menurut Aziz S.R. (2003)
menyatakan bahwa penelitian yang terinci tentang seseorang (individu) atau sesuatu unit sosial selama kurun waktu tertentu
disebut studi kasus. Lebih tegas Aziz menambahkan bahwa penelitian studi kasus adalah penelitian terhadap fenomena dalam
konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan dimana multi
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan pertama).
Contoh data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau juga data
(http://teorionline.wordpress.com/service/metode-pengumpulan-data/)
1) Wawancara
Suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan
keterangan atau informasi secara lisan dari seseorang sasaran penelitian (responden), atau
bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut (Soekidjo, 2010; h.139).
2) Pengkajian Fisik
Penulis melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis pada klien mulai dari kepala sampai
kaki dengan tehnik inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi (Soepardan, 2009; h. 97).
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada.
Contoh data sekunder misalnya catatan atau dokumentasi, laporan pemerintah, data yang
diperoleh dari majalah
(http://teorionline.wordpress.com/service/metode-pengumpulan-data/)
1) Studi Pustaka
Peneliti mencari, mengumpulkan, dan mempelajari referensi yang relevan berdasarkan kasus
yang dibahas yakni Asuhan Nifas Normal dari beberapa buku dan informasi dari internet.
Metode pengumpulan data juga dapat diperoleh melalui pemanfaatan bahan pustaka ataupun
dokumen. Dalam metode ini, peneliti diharapkan dapat membaca, memahami, menganalisis
serta mengkritisi tulisan-tulisan yang ditulis oleh orang lain tersebut. Dokumen-dokumen
yang dipakai ini dapat berupa dokumen perpustakaan, dokumen berbasis komputer, dokumen
yang memiliki fokus kebijakan serta dokumen yang memiliki orientasi historis (Blaxter, et.
al,2001; 251-252)
(http://putrinyaperwira-fisip09.web.unair.ac.id/artikel_detail-
64796Analisis%20Hubungan%20InternasionalTeknik%20 Pengumpulan%20Data.html).
2) Studi Dokumentasi
Studi dilakukan dengan mempelajari status kesehatan klien yang bersumber dari
catatan bidan, maupun sumber lain yang menunjang seperti hasil pemeriksaan diagnostic
(Soepardan, 2009; h. 97).
Diposkan oleh wenda handayani di 23.52 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
12
Tabel 2.1
Tinggi Fundus Uteri dan Berat Uterus
InvolusiTinggi Fundus Uteri Berat
Bayi lahir Setinggi Pusat 1.000 gram
1 Minggu Pertengahan pusat dengan 750 gram
sympisis
2 Minggu Tidak teraba ti adatas sympisis 500 gram
6 Minggu Normal 50 gram
8 Minggu Normal tapi sebelum hamil 30 gram
Sumber : Saleha, 2009; h. 55.
a. Korpus
Korpus adalah badan dari payudara yang terdiri dari :
1) Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel aciner,
jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh darah. Lobulus, yaitu kumpulan dari
alveolus. Lobus, yaitu beberapa lobulus yang berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap
payudara
2) Duktus, ASI disalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil
3) Duktus laktiferus kemudian beberapa duktus bergabung membentuk saluran yang lebih besar
b. Areola
Areola (kalang payudara) adalah bagian payudara yang mengelilingi puting yang berwarna
kegelapan yang disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya. Sinus
laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar melebar, akhirnya memusat ke dalam
puting dan bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus maupun saluran-saluran terdapat otot
polos yang bila berkontraksi dapat memompa ASI keluar
c. Papilla
Papilla atau putting susu terletak setinggi interkosta IV, tetapi berhubungan adanya variasi
bentuk dan ukuran payudara maka letaknya pun akan bervariasi pula. Pada tempat ini
terdapat lubang-lubang kecil yang merupakan muara dari duktus laktiferus, ujung-ujung serat
otot polos yang tersusun secara sirkuler sehingga bila ada kontraksi maka duktus laktiferus
akan memadat dan menyebabkan putting susu ereksi, sedangkan serat-serat otot yang
longitudinal akan menarik kembali putting susu tersebut. Bentuk puting ada empat, yaitu
bentuk yang normal, pendek/ datar, panjang dan terbenam (Ambarwati, 2008; h. 29-30).
ASI Ekslusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa tambahan cairan lain
seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat
seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai
diberikan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan sampai anak berusia 2
tahun atau lebih (Ambarwati, 2008; h. 30).
5. Mastitis
Mastitis adalah radang pada payudara. Gejala yang dirasakan adalah sebagai berikut :
a. Bengkak, nyeri pada seluruh payudara/ nyeri local
b. Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya local
c. Payudara keras dan berbenjol- benjol
d. Panas badan dan rasa sakit umum (Saleha, 2009; h. 109).
6. Abses payudara
Harus dibedakan antara mastitis dan abses. Abses payudara merupakan kelanjutan/
komplikasi dari mastitis. Hal ini, disebabkan oleh karena meluasnya peradangan pada
payudara tersebut.
Gejala yang dirasakan oleh ibu dengan abses payudara adalah sebagai berikut :
a. Ibu tampak lebih parah sakitnya
b. Payudara lebih merah dan mengkilap
c. Benjolan lebih lunak karena berisi nanah, sehingga perlu diinsisi untuk mengeluarkan
nanah tersebut.
(Saleha, 2009; h.110).
Gambar 2.5
Pengurutan buah dada dari tengah ke samping kemudian ke bawah
Gambar 2.6
Pengurutan buah dada berputar dari tengah ke samping kemudian ke bawah
Gambar 2.7
Pengurutan buah dada berputar dari tengah ke samping kemudian ke bawah
Gambar 2.8
Pengurutan buah dada dari pangkal ke puting.
5. Perangsangan Payudara
Setelah selesai pengurutan, payudara disiram dengan air hangat dan dingin secara bergantian
selama ± 5 menit (air hangat dahulu kemudian air dingin). Kemudian pakailah BH (kutang)
yang menyangga payudara. Diharapkan dengan melakukan perawatan payudara, baik
sebelum maupun sesudah melahirkan, proses laktasi dapat berlangsung dengan sempurna.
6. Manfaat
Manfaat gerakan tersebut yaitu melancarkan refleks pengeluaran ASI, meningkatkan volume
ASI, mencegah bendungan pada payudara.
7. Faktor Yang Mendukung Perawatan Payudara
a. Menjaga payudara agar tetap kering
b. Senam payudara
Gambar 2.9
Senam payudara
Manfaat senam payudara adalah menjaga otot dada sebagai penyangga, agar tetap kencang,
juga untuk mencegah payudara turun atau kendur sebelum waktunya. Manfaat aerobik,
seperti berjalan, joging atau naik sepeda dapat membantu mendapatkan postur tubuh yang
baik,
3) Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien
dalam berdoa
(Ambarwati, 2008; h. 132).
4) Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingakat
intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikanya
(Ambarwati, 2008; h. 132).
5) Suku/ Bangsa
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari (Ambarwati, 2008; h. 132).
6) Pekerjaan
Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingat social ekonominya, karena ini juga
mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut ( Ambarwati, 2008; h. 132).
7) Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan (Ambarwati, 2008; h.
132).
b. Keluhan utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas (Ambarwati,
2008; h. 132).
Memberikan ASI pada bayi kita merupakan suatu “kewajiban”. ASI memang sangat penting
untuk bayi kita, mengingat ASI kaya akan zat-zat gizi seimbang, lengkap dan juga
mengandung zat untuk kekebalan / imunitas tubuh bayi. Untuk itu, jika kita ingin mempunyai
anak yang sehat, cerdas, kuat, dan lincah, maka memberikan ASI merupakan kewajiban bagi
kita para ibu, tapi tentunya para bapak juga harus perhatian dan memberikan dukungan bagi
sang istri untuk bisa memberikan ASI kepada sang buah hati. Akan tetapi, karena berbagai
hal si ibu tidak bisa memberikan ASI langsung kepada si bayi, mungkin karena bekerja.
Banyak sekali para ibu yang lantas memberikan susu formula kepada anaknya dengan alasan
kepraktisan. Padahal dengan ASI, anak sehat, ibupun hemat (Nanny dan Sunarsih, 2011; h.
26).
Cairan pertama yang diperoleh bayi pada ibunya adalah kolostrum, yang mengandung
campuran kaya akan protein, mineral, dan antibodi daripada ASI yang telah matang. ASI
mulai ada kira-kira pada hari ke-3 atau hari ke-4 (Nanny dan Sunarsih, 2011; h. 20).
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas, misalnya pasien
merasa mulas, sakit pada jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum (Ambarwati, 2008;
h.132).
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan yang lalu.
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut,
kronis seperti: jantung, DM, hipertensi, Asma yang dapat mempengaruhi pada masa hamil ini
(Ambarwati, 2008; h. 133).
2) Riwayat kesehatan sekarang
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada
saat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinya (Ambarwati, 2008; h. 133).
3) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga
terhadap gagguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang
menyertainya (Ambarwati, 2008; h. 133).
4) Riwayat perkawinan
Yang perlu dikaji adalah berapa kali menikah, status menikah syah atau tidak, karena bila
melahirkan tanpa status yang jelas akan berkaitan dengan psikologisnya sehingga akan
mempengaruhi proses kehamilanya (Ambarwati, 2008; h. 133).
5) Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama,
adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini dan
beralih ke kontrasepsi apa (Ambarwati, 2008; h. 134).
6) Kehidupan Sosial Budaya
Untuk mengetahui pasien dan keluarga yang menganut adat istiadat yang akan
menguntungkan atau merugikan pasien khususnya pada masa nifas misalnya pada kebiasaan
pantang makan (Ambarwati, 2008; h. 134).
7) Data psikososial
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap bayinya. Wanita mengalami banyak
perubahan emosi/ psikologis selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi
seorang ibu (Damayanti, 2009; h. 130).
8) Data pengetahuan
Untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan ibu tentang perawatan setelah melahirkan
sehingga akan menguntungkan selama masa nifas (Ambarwati, 2008; h. 136).
9) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a) Nutrisi
Ibu nifas membutuhkan nutrisi yang cukup, gizi seimbang, terutama kebutuhan protein dan
karbohidrat. Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, yang
sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi.
1) Kebutuhan kalori ibu rata-rata ibu menggunakan kira-kira 640 kal/hari untuk 6 bulan
pertama dan 510 kal/hari selama 6 bulan kedua untuk menghasilkan jumlah susu normal.
Rata-rata ibu harus mengkonsumsi 2.300-2.700 kal ketika menyusui. Makanan yang
dikonsumsi perlu memenuhi syarat, seperti : susunannya harus seimbang, porsinya cukup,
dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak, serta tidak mengandung alkohol, nikotin,
bahan pengawet, dan pewarna.
2) Ibu memerlukan tambahan 20 gr protein diatas kebutuhan normal ketika menyusui jumlah ini
hanya 16% dari tambahan 500 kal yang dianjurkan. Protein diperlukan untuk pertumbuhan
dan pergantian sel-sel yang rusak atau mati.
3) Ibu menyusui dianjurkan minum 2-3 liter per hari dalam bentuk air putih, susu, dan jus buah
(anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui). Mineral, air, dan vitamin digunakan untuk
melindungi tubuh dari serangan penyakit dan mengatur kelancaran metabolisme didalam
tubuh
(Nanny dan Sunarsih, 2011; h. 72).
b) Eliminasi
Ibu diminta untuk buang air kecil minimal 6 jam post partum, apabila setelah 8 jam post
partum ibu belum dapat berkemih maka ibu hendaknya dilakukan kateterisasi. Untuk pola
buang air besar, setelah 2 hari ibu diharapkan sudah dapat buang air besar, jika pada hari ke 3
ibu belum dapat buang air besar maka ibu diberi obat peroral atau perektal (Saleha, 2009; h.
73).
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini disebabkan karena pada
waktu melahirkan alat pecernaan mendapat tekanan yang menyebabkan usus menjadi kosong.
Supaya buang air besar kembali teratur dapat diberikan diit atau makanan yang mengandung
serat dan pemberian cairan yang cukup (Ambarwati, 2008; h. 80).
Usus besar cenderung seret/ tidak lancar setelah melahirkan karena masih adanya efek
progesterone yang tertinggal dan penurunan tonus otot abdomen (Maryunani, 2009; h. 20).
c) Istirahat
Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan. Akan terasa lebih lelah bila partus
berlangsung agak lama. Seorang ibu baru akan cemas apakah ia mampu merasa anaknya atau
tidak setelah melahirkan. Hal ini mengakibatkan susah tidur, alasan lainnya adalah terjadi
gangguan pola tidur karena beban kerja bertambah, ibu harus bangun malam untuk meneteki,
atau mengganti popok yang sebelumnya tidak pernah dilakukan (nanny dan sunarsih, 2011; h.
76).
Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, untuk mencegah kelelahan yang berlebihan
(Damayanti, 2011; h. 96).
d) Personal hygiene
Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu,
kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian,
tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha, 2009; h. 73).
e) Aktivitas
Menggambarkan pola aktivitas pasien sehari-hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh
aktivitas terhadap kesehatannya. Mobilisasi sedini mungkin dapat mempercepat proses
pengembalian alat-alat reproduksi. Apakah ibu melakukan ambulasi, seberapa sering, apakah
kesulitan, dengan bantuan atau sendiri, apakah ibu pusing ketika melakukan ambulasi
(Damayanti, 2009; h. 130).
f) Hubungan Seksual
Dinding vagina kembali pada keadaan sebelum hamil dalam waktu 6-8 minggu. Secara fisik
aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti, dan ibu dapat
memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan
ibu tidak merasakan ketidaknyamanan, maka aman untuk memulai melakukan hubungan
suami istri kapan saja ibu siap
(Nanny dan Sunarsih, 2011; h. 77).
2. Data Objektif
Yang termasuk dalam komponen-komponen pengkajian data objektif ini adalah :
a. Vital sign
1) Temperatur / suhu
Peningkatan suhu badan mencapai pada 24 jam pertama masa nifas pada umumnya
disebabkan oleh dehidrasi, yang disebabkan oleh keluarnya cairan pada waktu melahirkan,
selain itu bisa juga disebabkan karena istirahat dan tidur yang diperpanjang selama awal
persalinan. Tetapi pada umumnya setelah 12 jam postpartum suhu tubuh kembali normal.
Kenaikan suhu yang mencapai >38°C adalah mengarah ke tanda-tanda infeksi (Nanny dan
Sunarsih, 2011; h. 60).
2) Nadi dan pernafasan
Nadi berkisar antara 60-80x/menit. Denyut nadi diatas 100x/menit pada masa nifas adalah
mengidentifikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa diakibatkan oleh proses
persalinan sulit atau karena kehilangan darah yang berlebihan. Pernafasan harus berada dalam
rentang yang normal, yaitu sekitar 20-30x/menit (Ambarwati, 2008; h. 138).
3) Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah melahirkan karena
ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya
preeklamsia postpartum (Nanny dan Sunarsih, 2011; h. 60).
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dari ujung rambut sampai ujung kaki
1) Payudara
Menjadi besar saat hamil dan menyusui dan biasanya mengecil setelah menopouse.
Pembesaran ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan struma jaringan penyangga dan
penimbunan jaringan lemak.
Areola mamae (kalang payudara) letaknya mengelilingi putting susu dan berwarna kegelapan
yang disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya.
Selama kehamilan, hormon prolaktin dan plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum
keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga
pasca persalinan, kadar estrogen dan progesteron turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin
lebih dominan dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI (Ambarwati, 2008; h. 7-10).
2) Keadaan payudara dan putting susu
a) Simetris/ tidak
b) Konsistensi, ada pembengkakan/ tidak
c) Putting menonjol/tidak, lecet/ tidak
3) Keadaan abdomen
Uterus normal :
a) Kokoh, berkontraksi baik
b) Tidak berada di atas ketinggian fundal saat masa nifas segera
Abnormal :
a) Lembek
b) Di atas ketinggian fundal saat masa postpartum segera
c) Kandung kemih : bisa buang air/ tak bisa buang air
Proses involusi adalah proses kembalinya uterus ke dalam keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus
Involusi uterus
Bayi lahir : Setinggi pusat
Uri lahir : 2 jari dibawah pusat
Minggu : Pertengahan pusat-simfisis
Dua minggu : Tak teraba diatas simfisis
Enam minggu : Bertambah kecil
Delapan minggu : Sebesar normal
(Nanny dan Sunarsih, 2011; h. 55-57).
4) Keadaan genetalia
a) Lokia :
Lokia adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi/ alkalis yang
dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. Lokia rubra muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa
postpartum (Ambarwati, 2008; h. 78).
b) Normal :
1. Merah hitam (lokia rubra)
2. Bau biasa
3. Tidak ada bekuan darah atau butir-butir darah beku (ukuran jeruk kecil)
4. Jumlah perdarahan yang ringan atau sedikit (hanya perlu mengganti pembalut setiap 3-5 jam)
c) Abnormal :
1. Merah terang
2. Bau busuk
3. Mengeluarkan darah beku
4. Perdarahan berat (memerlukan penggantian pembalut setiap 0-2 jam)
d) Keadaan perineum : oedema, hematoma, bekas luka episiotomy /robekan, hecting
e) Keadaan anus : hemorroid
f) Keadaan ekstermitas
1. Varices
2. Oedema
3. Reflex patella
(Priharjo, 2007; h. 50-154).
B. Interprestasi data
Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan
interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data tersebut di
interpretasikan sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik (Soepardan,
2008; h. 99).
1. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan Para, Abortus, anak hidup, umur ibu, dan
keadaan nifas.
Data dasar meliputi :
a. Data subjektif
Pernyataan ibu tentang jumlah persalinan, apakah pernah abortus atau tidak, keterangan ibu
tentang umur, keterangan ibu tentang keluhannya.
b. Data objektif
Palpasi tentang tinggi fundus uteri dan kontraksi, hasil pemeriksaan tentang pengeluaran
pervaginam, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital.
2. Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien
a. Data subjektif
Data yang didapat dari anamnesa pasien
b. Data objektif
Data yang didapat dari hasil pemeriksaan (Soepardan, 2008; h. 99).
F. Pelaksanaan perencanaan
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh dilakukan secara efesien dan aman.
Pelaksanaan ini biasa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien
atau anggota tim kesehatan lainya (Soepardan, 2008; h. 102).
1. Mengobservasi meliputi :
a. Keadaan umum
b. Kesadaran
c. Tanda-tanda vital dengan mengukur (tekanan darah, suhu, nadi, respirasi)
d. Tinggi fundus uteri, kontraksi uterus
e. Menganjurkan ibu untuk segera berkemih karena apabila kandung kencing penuh akan
menghambat proses involusi uterus
f. Menganjurkan pada ibu untuk mobilisasi dini untuk memperlancar pengeluaran lokia,
memperlancar peredaran darah
(Nugraheny, 2010; h. 256).
2. Kebersihan diri
a. Menjaga kebersihan seluruh tubuh terutama daerah genetalia
b. Mengganti pembalut minimal dua kali sehari atau setiap kali selesai
c. Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu,
kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian,
tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha, 2009; h. 73).
3. Istirahat
a. Memberi saran pada ibu untuk cukup tidur siang agar tidak terlalu lelah
b. Memberi pengertian pada ibu, apabila kurang istirahat dapat menyebabkan produksi ASI
berkurang, proses involusi berjalan lambat sehingga dapat menyebabkan perdarahan
c. Mengajarkan pada ibu untuk kembali mengerjakan pekerjaan sehari-
hari
Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan. Akan terasa lebih lelah bila partus
berlangsung agak lama. Seorang ibu baru akan cemas apakah ia mampu merasa anaknya atau
tidak setelah melahirkan. Hal ini mengakibatkan susah tidur, alasan lainnya adalah terjadi
gangguan pola tidur karena beban kerja bertambah, ibu harus bangun malam untuk meneteki,
atau mengganti popok yang sebelumnya tidak pernah dilakukan
(Nanny dan Sunarsih, 2011; h. 76).
Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, untuk mencegah kelelahan yang berlebihan
(Damayanti, 2011; h. 96).
4. Gizi
a. Mengkonsumsi makanan yang bergizi, bermutu dan cukup kalori, sebaiknya ibu makan-
makanan yang mengandung protein, vitamin, dan mineral. Rata-rata ibu harus mengkonsumsi
2300-2700 kal ketika menyusui (nanny dan sunarsih, 2011; h. 71).
b. Minum sedikitnya 3 liter air sehari atau segelas setiap habis menyusui
c. Minum tablet Fe / zat besi selama 40 hari pasca persalinan
d. Minum vitamin A (200.000 unit) agar dapat memberikan vitamin A kepada bayinya melalui
ASI.
5. Perawatan payudara
a. Menjaga kebersihan payudara
b. Memberi ASI ekslusif sampai bayi umur 6 bulan.
6. Hubungan seksual
Memberi pengertian hubungan seksual kapan boleh dilakukan. Secara fisik aman untuk
memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti, dan ibu dapat memasukkan 1
atau 2 jari kedalam vagina tanpa rasa nyeri (nanny dan sunarsih, 2011; h. 77).
7. Keluarga berencana
Menganjurkan pada ibu untuk segera mengikuti KB setelah masa nifas terlewati sesuai
dengan keinginannya.
G. Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam manajemen kebidanan, yakni dengan melakukan evaluasi
dari perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan bidan. Evaluasi sebagai bagian dari
proses yang dilakukan. Secara terus menerus untuk meningkatkan pelayanan secara
komprehensif dan selalu berubah sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien (Wildan, 2008;
h. 34-39).
Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau kelurahan/ desa) yang belum ada dokter, bidan
juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika didaerah tersebut sudah
terdapat tenaga dokter
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/171 Diambil pada tanggal 18 Mei 2013.