Anda di halaman 1dari 26

Bab 2

Tinjauan pustaka

2.1.Tinjauan Tentang Displedimia


Dislipidemia merupakan peningkatan konsentrasi kadar Low Density
Lipoprotein (LDL) dan kolesterol total serta penurunan kadar High Density
Lipoprotein (HDL), yang merupakan faktor penting dalam risiko terjadinya penyakit
jantung koroner dan stroke (Hayudanti dkk. 2016).
Dislipidemia adalah suatu kelainan metabolisme lipoprotein. Gangguan ini
ditandai dengan meningkatnya total serum kolesterol, low density lipoprotein (LDL)
dan penurunan konsentrasi high density lipoprotein (HDL). Dislipidemia ini diduga
berhubungan dengan hiperinsulinemia.1,3 Dalam proses terjadinya aterosklerosis,
ketiganya memiliki peran yang penting dan sangat erat kaitannya satu sama lain.
Dislipidemia dapat menimbulkan aterosklerosis yang termanifestasi menjadi PJK,
nyeri perut berulang yang disebabkan oleh peningkatan kadar trigliserid (TG) darah
dan dapat tejadi pankreatitis akut yang membahayakan jiwa bila kadar TG darah
cukup tinggi.1,4 Nilai normal kolesterol darah dan resiko PJK (Carlos dkk. 2014).

2.1.1. Patogenesis Dislipidemia


Perkembangan aterosklerosis dini sanga terkait dengan peningkatan
kadar lipoprotein plasma dtertentu, teruama lipoprotein densitas rendah (LDL)
yang berpartisipasi dalam pengangkutan kolesterol. Tingkat depresi lipoprotein
densitas tinggi (HDL) juga dikaitkan dengan peningkatan risikp aterosklerosis.
Pada beberapa keluarga, hipertrigliseridemia secara simultan berkolerasi dengan
aterosklerosis (Trevor, dkk, 2008).
Pengaturan tingkat lipoprotein plasma melibatkan interaksi yang
kompleks antara asupan lemak makanan, pengolahan hati, dan pemanfaatan
pada jaaringan perife. Gangguan utama dalam regulasi terjadi pada sejumlah
kondisi genetic yang melibatkan mutasi apolipoprotein, reseptornya, mekanisme
transportasi, dan enzim metabolism lipid (Trevor, dkk., 2008).

2.1.2. Klasifikasi Dislipidemia


Berbagai klasifikasi dapat ditemukan dalam kepustakaan, tetapi yang
mudah digunakan adalah pembagian dyslipidemia dalam bentuk dyslipidemia
primer dan dyslipidemia sekunder. Dislipidemia sekunder diartikan dislipidemia
yang terjadi sebagai akibat suatu penyakit lain. Pembagian ini penting dalam
menentukan pola pengobatan yang akan diterapkan (Arsana, dkk., 2015).
1. Dislipidemia primer
Dislipidemia primer adalah dislipidemia akibat kelainan genetic. Dimana
terdapat defisiensi atau kurangnya sejumlah enzim, transport protein, atau
reseptor protein yang berperan pada metoabolisme dan ambilan lipoprotein.
Pasien dislipidemia sedang disebabkan oleh hiperkolesterolemia poligenik dan
dyslipidemia kombinasi familial. Dyslipidemia berat umumya karena
hiperkolesterolemia familial, dyslipidemia remnant, dan hipertrigliseridemia
pimer (Arsana, dkk., 2015).
2. Dislipidemia sekuder
Dyslipidemia sekunder adalah dyslipidemia yang disebabkan oleh
penyakit tertentu seperti diabetes mellitus, hipotiroid, penyakit hepar, penyakit
ginjal kronik, sindroma nefrotik, obesitas, alkoholisme. Pengeloalan penyakit
primer akan memperbaiki dyslipidemia yang ada. Dalam hal ini pengobatan
penyakit primer yang diutamakan. Akan tetapi pada pasien diabetes mellitus
pemakaian obat hipolipidemik sangat dianjurkan, sebab risiko coroner pasien
tersebut sangat tinggi. Pasien diabetes mellitus dianggap mempunyai risiko yang
sama (ekivalen) dengan pasien penyakit jantung coroner. Pankretitis akut
merupakan menifestasi umum hipertrigliseridemia yang berat (Arsana, dkk.,
2015).
2.1.3. Terapi dyslipidemia
Bukti penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular yang
berhubungan dengan intervensi gaya hidup tidak sekuat bukti yang
berhubungan dengan intervensi farmakologis. Metode terapi dyslipidemia
bisa menggunakan terapi non farmakologi misalnya aktivitas fisik (jalan
cepat, bersepeda statis ataupun berenang), berhenti merokok, diet asam
lemak tidak jenuh seperti PUFA dan MUFA, penurunan berat badan. Bisa
juga menggunakan terapi farmakologi contohnya penggunaan obat
penghambat HMG CoA reduktase atau statin.

2.2. Tinjauan Tentang Obat


Statin merupakan senyawa penghambat co-enzim-A reduktase berkasiat
merununkan kolesterol total, LDL,VLDL dan trigliserida, sedangkan HDL
dinaikan sedikit. Efeknya adalah peningkatan kuosien HDL: kolesterol total.
LDL diturunkan dengan 30-50%, pada mana khasiat atorvastatin dan
rosuvastatin dengan masa paruh panjang (t1/2 2-3 jam). Disamping blockade
sintesa kolesterol, statin juga meningkatkan jumlah reseptor-LDL (tjay,tan
hoan.2007). statin saat ini merupakan hipolipidemia yang paling efektif dan
aman. Obat ini terutama efektif untuk menurunkan kolesterol. Pada dosis
tinggi statin juga dapat menurunkan trigliserida yang disebabkan oleh
peninggian VLDL (Departemen farmakologi dan terapeutik. 2016). Statin
adalah penghambat kompetitif HMG-CoA reduktase, suatu enzim yang
mengkontrol biosintesis kolesterol. Dislipidemia tersebut merupakan analog
struktural dari HMG-CoA (3-hydroxy-3-methylglutarylcoenzyme A). Ada
beberapa penghambat HMG-CoA reduktase yang dikenal, yaitu: lovastatin,
atorvastatin, fluvastatin, pravastatin, simvastatin, dan rosuvastatin. Obat-obat
ini sangat efektif dalam menurunkan kadar LDL kolesterol plasma (carlos
dkk,2014). Menurut fedacko dkk. 2010 statin merupakan salah satu golongan
obat yang paling banyak digunakan untuk menurunkan low densitylipoprotein
(LDL) dalam darah dengan cara menghambat enzim 3-hydroxy-
3methylglutaryl coenzim A reductase.

2.2.1. Mekanisme kerja statin


Menurut tjay, tan hoan. 2007. Statin menghambat enzim HMG-CoA-
reduktase yang berperan esensial dalam hati untuk perubahan HMG-CoA
(Hidroximetilglutaril-coenzim A) menjadi asam mevalonat. Melalui
langkah-langkah lain akhirnya terbentuk kolesterol. (tjay, tan hoan.2007)
Penghambat HMG-CoA reduktase berfungsi menghambat sintesis
kolesterol di hati dan mengakibatkan penurunkan kadar LDL plasma.
Penghambat reduktase menginduksi suatu peningkatan reseptor LDL dengan
afinitas tinggi. Efek tersebut meningkatkan baik kecepatan katabolisme
fraksional LDL maupun ekstraksi prekursor LDL oleh hati (VLDL sisa),
sehingga mengurangi simpanan LDL plasma. Penurunan yang sedikit dalam
trigliserida plasma dan sedikit peningkatan dalam kadar kolesterol HDL
terjadi pula selama pengobatan. Obat ini mengakibatkan penurunan
kolesterol dengan cara meningkatkan jumlah reseptor LDL, sehingga
akanterjadi penurunan kadar kolesterol (LDL) (Carlos dkk.2014).
2.2.2. Efek samping obat statin
Efek samping statin yang berpotensial berbahaya adalah miopati
dan rabdomisiolis. Insiden miopati rendah tetapi meningkat bila diberikan
bersama obat-obat tertentu seperti fibrat dan asam nikotinat dan
mempengaruhi metabolism statin (departemen farmakologi dan terapeutik.
2016). Sedangkan Menurut fedacko dkk. 2010. Statin memiliki efek samping
berupa nyeri otot atau miopati. Nyeri otot terjadi karena statin tidak spesifik
dalam menghambat atau mengurangi produksi bahan-bahan pembentuk
kolesterol sajah, namun statin juga dapat mengganggu metabolisme otot.
2.2.3. Macam-macam obat statin
2.2.3.1. Simvastatin

Struktur kimia Simvastatin

(departemen farmakologi dan teraupetik. 2016)

Ester natril dari asam butirat ini dibentuk dari produk fermentasi
jamur tertentu dan berdaya menurunkan kadar LDL dan kolesterol total
dalam 2-4 minggu. Kadar VLDL dan TG juga dapat diturunkan, sedangkan
HDL dinaikan sedikit. Digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan damar.
Pada umumnya efeknya sudah nyata setelah 2 minggu dan maksimal sesudah
1 bulan. Khasiat menurunkan LDL-nya kuat tetapi lebih lemah daripada
atorvastatin. Dosis 10 mg setiap hari dapat menurunkan kadar LDL-
kolesterol dengan 27%. Reabsorbsinya dari usus baik, tetapi mengalami FPE
besar. PP-nya tinggi, didalam hati simvastatin inaktif. Eksresinya
berlangsung 69% melalui empedu dan tinja serta 13% lewat kemih (tjay,tan
han.2007). Simvastatin yang memiliki kemampuan lebih besar untuk
menurunkan kadar LDL dan meningkatkan kadar HDL. Simvastatin dengan
rute administrasi peroral mengalami metabolisme lintas pertama di hati yang
menyebabkan bioavailabilitas oral yang sangat rendah yaitu 5%, dengan
ikatan protein 95-98%, serta memiliki waktu paruh yang pendek yaitu 2 jam
(Qomariah.2017).
Mekanisme kerja simvastatin menghambat aktifitas enzim3-3-
hidroksi-metil-gulatryl-koensim reduktase A sebagai katalis pembentukan
kolesterol ( Azhara.2017)
Farmakokinetik semua statin, kecuali lovastatin dan simvastatin
berada dalam bentuk ß-hidroksi. Kedua statin tersebut merupakan produk
dalam bentuk lakton dan harus dihidrolisis lebih dahulu menjadi bentuk
asam ß-hidroksi. Statin diabsorbsi sekitar 40-75% kecuali fluvastatin yang
diabsorbsi hampir sempurna. Semua obat mengalami metabolisme lintas
pertama di hati. Obat-obat ini sebagian besar di ekskresi oleh hati dalam
cairan empedu dan sebagian kecil lewat ginjal.
Farmakodinamik statin bekerja dengan cara menghambat sintesis
kolesterol dalam hati, dengan menghambat enzim HMG CoA reduktase.
Akibat penurunan sintesis kolesterol ini, maka SREBP yang terdapat dalam
membran di pecah protease, lalu di angkut ke nukleus. Faktor-faktor
transkripsi kemudian akan berikatan dengan gen reseptor LDL, sehingga
terjadi peningkatan sintesis reseptor LDL. Peningkatan jumlah reseptor LDL
pada membran sel hepatik akan menurunkan kadar kolesterol darah lebih
besar, selain VLDL, LDL, dan IDL juga menurun, sedangkan HDL
meningkat (Departemen farmakologi dan terapi. 2016)
Efek samping simvastatin selain efek umum juga rambut rontok,
gangguan psikis (depresi, ketakutan, kecenderungan bunuh diri) dan hati
(hepatitis) (tjay,tan han.2007). menurut American pharmacists association,
2012. Simvastatin memiliki efek samping berupa atrial fibrasi, pusing,
konstipasi,myalgia, ISPA, muntah, lemas, dan sebagainya.

2.2.3.2. Atorvastatin

Derivate-pyrrol sintestis ini memiliki khasiat lebih kuat dari ketiga


statin lainnya. Atorvastatin berfunsi menurunkan kadar kolesterol darah dan
lipoprotein dengan menghambat HMG-CoA reduktase dan sistesis kolesterol
di hati. Atorvastatin juga meningkatkan jumlah reseptor LDL hepatic pada
permukaan sel di hati,yang menghasilkan peningkatan penyerapan dan
katabolisme LDL. Atorvastatin mengurangi produksi LDL dan jumlah
partikel LDL. Atorvastatin menghasilkan peningkatan yang signifikan dan
berkelanjutan dalam aktivitas reseptor LDL ditambah dengan perubahan
yang menguntungkan dalam kualitas partikel LDL yang bersikulasi.
Atorvastatin mengurangi LDL-kolesterol secara signfikan pada pasien
dengan hiperkolesterolemia familial homozigot tetapi kelompok pasien
tersebut biasanya tidak merespon terhadap pengobatan pengurangan lemak
darah (Actavis Generics). Dengan dosis rata-rata 20mg/hari, LDL dan TG
diturunkan masing-masing 42%-44% dan 32 % pada HDL campuran dapat
dikombinasikan dengan damar. Reabsorbsinya dari usus cepat, BA-nya
hanya 11 % akibat FPE besar, PP-nya diatas 98%. Didalam hati atorvastatin
dirombak menjadi metabolit aktif. Masa paruhnya 14 jam. Dosis permulaan
1dd 10 mg (garam Ca), bila perlu dinaikkan sampai 1 dd 80 mg (departemen
farmakologi dan teraupeutik. 2016 ).
Farmakodinamik Atorvastatin, inhibitor HMG-CoA reduktase
kompetitif yang selektif, digunakan untuk menurunkan kadar serum total dan
kolesterol LDL, apoB, dan trigliserida sambil meningkatkan kolesterol HDL.
LDL-C tinggi, HDL-C rendah dan konsentrasi TG tinggi dalam plasma
dikaitkan dengan peningkatan risiko aterosklerosis dan penyakit
kardiovaskular. Kolesterol total terhadap rasio HDL-C adalah prediktor kuat
penyakit arteri koroner dan rasio tinggi dikaitkan dengan risiko penyakit
yang lebih tinggi. Peningkatan kadar HDL-C dikaitkan dengan risiko
kardiovaskular yang lebih rendah. Dengan menurunkan LDL-C dan TG dan
meningkatkan HDL-C, atorvastatin mengurangi risiko morbiditas dan
mortalitas kardiovaskular. Atorvastatin memiliki struktur yang unik, waktu
paruh yang panjang, dan selektivitas hati, menjelaskan potensi penurunan
LDL yang lebih besar dibandingkan dengan HMG-CoA reduktase inhibitor
lainnya.
Indikasi atorvastatin digunakan sebagai terapi pencegahan primer
dan sekunder penyakit kardiovaskuler (resiko tinggi untuk CVD) yaitu untuk
mengurangi resiko MI atau stroke pada pasien tanpa bukti penyakit jantung
yang memiliki beberapa faktor resiko angina atau prosedur revaskularisasi
pada pasien dengan beberapa faktor resiko atau dengan bukti penyakit
jantung.
Efek samping berupa diare, atralgia, nasofaringitis, dyspepsia,
myalgia, spasme otot, lelah, dan hilang rasa(American Pharmacist
Assosiation, 2012).
2.2.3.3. Rosuvastatin

Rosuvastatin merupakan derivate sintesis yang khasiatnta terkuat


dari semua statin dengan penurunan kadar kolesterol dan TG dari masing-
masing 50% dan 9-22%. Maka adakalanya disebut superstatin. BA-nya k.l
20% akibat FPE besar, PP-nya 90%. Didalam hati dimetabolisasi untuk 10%
dan dieksresi secara utuh untuk 90% melalui tinja. Masa paruhnya 19 jam.
Zat ini bersifat relative hidrofil. Yang diperkirakan adalah penyebab bagi
myotoksisitasnya yang lebih ringan. Dosis : 1 dd 10 mg (garam-Ca),
pemeliharaan 10-80 mg (tjay,tan han.2007).
Rosuvastatin merupakan inhibitor reduktase (statin) koenzim A 3-
hydroxy-3-methylglutaryl yang dapat mengurangi tingkat kolesterol
lipoprotein berberat jenis rendah (low-density lipoprotein / LDL), dan
meningkatkan parameter lain dari profil lipid atherogenik. Program
pengembangan klinik intenasional untuk rosuvastatin adalah program
terbesar yang pernah dilakukan untuk mengevaluasi kemanjuran dan
keamanan sebuah statin baru, yang meliputi > 20.000 pasien dengan rentang
dislipidemia yang luas (misalnya, hiperkolesterol Fredrickson tipe IIa/IIb,
hiperkolesterol berfamili Heterozygous atau homozygous, atau hipergliserida
Frederickson tipe lIb atau IV). Sebagai tambahan, program ini memasukkan
persentase yang tinggi dari pasien berusia tua (31% berusia ≥65 tahun; 7%
berusia ≥75 tahun), juga pasien dengan kerusakan ginjal (53%), hipertensi
(52%), penyakit jantung (36%), dan diabetes mellitus (17%). Artikel ini
meneliti profil resiko-manfaat agen ini pada dosis 10-40 mg, dengan
menggunakan data kemanjuran, farmakologi, dan keamanan dari program
klinik ekstensif ini.
Farmakokinetik seperti yang diamati Seperti yang diamati tinggi
unit daerah konsentrasi plasma rosuvastatin mencapai 3-5 jam sekali
pemberian oral. Setiap konsentrasi puncak (Cmax) dan ruang di bawah kurva
konsentrasi-waktu plasma (AUC) meningkat dalam proporsi langsung ke
dosis rosuvastatin. Bioavailabilitas absolut dari rosuvastatin hanya sekitar
seperseratus. Rosuvastatin adalah setengah milimeter ke protein plasma,
terutama protein sederhana. Pengikatan ini bersifat reversibel dan freelance
dari plasma konsentrasi. Rosuvastatin tidak secara ekstensif dimetabolisme;
tentang sepuluh dosis radiolabeled pulih sebagai substansi. Substansi yang
paling utama adalah N-desmethyl rosuvastatin, yang dibuat terutama
olehhemoprotein P450 2C9, dan dalam penelitian in vitro tidak dapat
disangkal bahwa N-desmethyl rosuvastatin hanya memiliki sekitar 1 / 6-1 / 2
HMG-CoA reduktase aktivitas restriktif dari rosuvastatin. Secara
keseluruhan > 90% dari aktivitas aktif HMG-CoA reduktase plasma aktif
dicatat oleh rosuvastatin. Rosuvastatin dan unit metabolitnya terutama
diekskresikan dalam feses (90%) setelah pemberian oral. Juga diamati bahwa
waktu paruh eliminasi (t1⁄2) adalah sekitar sembilan belas jam.
2.2.4. Prophylthioracil (PTU)
Hipertiroid merupakan salah satu penyakit gangguan kelenjar
endokrin yang disebabkan karena peningkatan produksi hormone tiroid
secara berlebihan oleh kelenjar toroid. Penyakit ini ditemukan pada 2%
wanita dan 0,2% pria di seluruh populasi dengan insiden munculnya kasus
pertahun sebanyak dua puluh orang penderita tiap satu juta populasi
(Fumarola et al, 2010). Hipertiroidisme merupakan salah satu bentuk
thyrotoxicosis atau tingginya kadar hormon tiroid, T4, T3, maupun
kombinasi keduanya, di aliran darah. Peningkatan kadar hormon tiroid
menyebabkan paparan berlebihan pada jaringan-jaringan tubuh
menyebabkan munculnya berbagai manifestasi klinik yang terkait dengan
fungsi hormon tiroid dalam berbagai proses metabolisme tubuh (Baralena,
2011).
Indikasi Propylthiouracil (PTU) merupakan obat antitiroid golongan
thionamide yang tersedia dalam sediaan generik di Indonesia. Obat ini
bekerja dengan cara menghambat kerja enzim thyroid peroxidase dan
mencegah pengikatan iodine ke thyroglobulin sehingga mencegah produksi
hormon tiroid. Selain itu obat antitiroid memiliki efek imunosupresan yang
dapat menekan produksi lifosit, HLA, sel T dan natural killer sel (Fumarola
et al, 2010)
Mekanisme kerja Propylthioracil menghambat produksi hormone tiroid
dengan mencegah yodium teroksidasi pada kelenjar tiroid. Ini juga
menghalangi deiodinasi perifer dari tiroksin menjadi tri-iodothyronine.
Propiltiourasil (PTU) merupakan salah satu obat yang dapat menimbulkan
gangguan fungsi hati (drug-induced liver injury, DILI) pada pasien
hipertiroidisme yang diterapi dengan obat ini. Gangguan yang dilaporkan
bervariasi dari peningkatan ringan asimtomatik enzim aminotransferase
sampai pada kegagalan hati akut (acute liver failure). Meskipun peningkatan
asimtomatik enzim hati didapatkan pada pasien hipertiroidisme yang tidak
diobati, pengenalan disfungsi hati pada pasien yang diterapi dengan PTU
membutuhkan penghentian obat segera dan pemantauan yang ketat, karena
deteksi dini dapat menurunkan tingkat keparahan jika obat tersebut
dihentikan secepatnya.
Farmakologi Walaupun bergantung pada kondisi fisiologis dan patologis
pasien, namun keadaan eutiroid pada terapi dengan propiltiourasil (PTU)
umumnya baru dapat tercapai setelah terapi selama 2–4 bulan. PTU
diabsorpsi dengan cepat dari saluran pencernaan. Pada pemberian per oral,
konsentrasi puncak dalam serum tercapai dalam waktu 1-2 jam setelah
pemberian. PTU terkonsentrasi dalam kelenjar tiroid, dan karena efek
kerjanya lebih ditentukan oleh kadarnya dalam kelenjar tiroid dibandingkan
dengan kadarnya dalam plasma, maka hal ini menyebabkan perpanjangan
atau prolongasi aktivitas antitiroidnya. Oleh sebab itu interval dosis dapat 8
jam atau lebih, bahkan dapat diberikan dalam dosis tunggal harian. Fraksi
terikat protein dari PTU cukup besar, yaitu sekitar 70-80%, dan sebagian
besar terionisasi pada pH fisiologis normal. Akibatnya, transport lintas
plasenta dan distribusi ke dalam air susu tidak sebesar obat antiroid lain,
misalnya metimazol. Waktu paruh plasma sekitar 1-2 jam. Waktu paruh
eliminasi kemungkinan akan bertambah apabila terdapat gangguan fungsi
hati atau ginjal. Kurang dari 10% PTU yang diekskresikan dalam bentuk
senyawa`asal (tak berubah), sebagian besar (lebih dari 50%) mengalami
metabolisme hepatik yang ekstensif melalui reaksi glukuronidasi.
Efek Samping Propylthiouracil bisa menimbulkan efek samping yang
cukup serius, meskipun dokter telah mempertimbangkan mengenai
perbandingan antara manfaat dengan risiko meminum obat ini. Reaksi efek
samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi obat ini yaitu mual,
muntah, sakit peruts, sangat mengantuk, ruam atau gatal dalam skala ringan,
sakit kepala, rambut rontok dalam skala ringan, nyeri otot ringan, berkurang
atau hilangnya kemampuan indera perasa.
Kontraindikasi Di Amerika Serikat propylthiouracil hanya digunakan
jika pasien alergi atau dikontraindikasikan terhadap methimazole dan hamil.
Propylthiouracil tidak menjadi terapi lini pertama pada pengobatan
hipertiroidisme karena kepatuhan pasien rendah dan efek samping yang berat
seperti hepatosik. Namun propylthiouracil merupakan obat pilihan pertama
pada pasien hipertiroidisme yang sedang hamil trimester pertama. Hal ini
disebabkan sifat propylthiouracil yang kurang larut lemak dan ikatan dengan
albumin lebih besar menyebabkan obat ini transfer plasenta lebih kecil
dibandingkan methimazole ( Fumarola et al, 2010; Hackmon et al, 2012).

2.3. Tinjauan tentang hewan uji


Karakteristik
Berat badan dewasa : 20-40g jantan ; 18-35g betina
Mulai dikawinkan : 8 minggu (jantan dan betina)
Lama kehamilan : 19 – 21 hari
Jumlah pernapasan : 140 – 180/menit, turun menjadi 80 dengan anestesi, naik
sampai 230 dalam stress
Tidal Volume : 0,09 – 0,23
Detak Jantung : 600-650/menit, turun menjadi 350 dengan anestesi, naik
sampai 750 dalam stress
Volume Darah : 76-80 ml/kg
Tekanan Darah : 130-160 sistol; 102-110 diastol, turun menjadi 170
sistol, 80 distol dengan anestesi.

Penelitian yang memanfaatkan hewan coba, harus menggunakan hewan


percobaan yang sehat dan berkualitas sesuai dengan materi penelitian. Hewan
tersebut dikembangbiakkan dan dipelihara secara khusus dalam lingkungan yang
diawasi dan dikontrol dengan ketat. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
defined laboratory animals sehingga sifat genotipe, fenotipe (efek maternal), dan
sifat dramatipe (efek lingkungan terhadap fenotipe) menjadi konstan. Hal itu
diperlukan agar penelitian bersifat reproducible, yaitu memberikan hasil yang
sama apabila diulangi pada waktu lain, bahkan oleh peneliti lain. Penggunaan
hewan yang berkualitas dapat mencegah pemborosan waktu, kesempatan, dan
biaya.
Prinsip Etika Penelitian Dalam pelaksanan penelitian, peneliti harus
membuat dan menyesuaikan protokol dengan standar yang berlaku secara ilmiah
dan etik penelitian kesehatan. Etik penelitian kesehatan secara umum tercantum
dalam World Medical Association, yaitu: respect (menghormati hak dan
martabat makhluk hidup, kebebasan memilih dan berkeinginan, serta
bertanggung jawab terhadap dirinya, termasuk di dalamnya hewan coba),
beneficiary (bermanfaat bagi manusia dan makhluk lain, manfaat yang
didapatkan harus lebih besar dibandingkan dengan risiko yang diterima), dan
justice (bersikap adil dalam memanfaatkan hewan percobaan). Contoh sikap
tidak adil, antara lain: hewan disuntik/ dibedah berulang untuk menghemat
jumlah hewan, memakai obat euthanasia yang menimbulkan rasa nyeri karena
harga yang lebih murah.
Dalam penelitian kesehatan yang memanfaatkan hewan coba, juga harus
diterapkan prinsip 3 R dalam protokol penelitian, yaitu: replacement, reduction,
dan refinement. Replacement adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan
sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun
literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh
mahluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan. Replacement terbagi menjadi
dua bagian, yaitu: relatif (mengganti hewan perco-baan dengan memakai
organ/jaringan hewan dari rumah potong, hewan dari ordo lebih rendah) dan
absolut (mengganti hewan percobaan dengan kultur sel, jaringan, atau program
komputer). Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian
sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Jumlah
minimum biasa dihitung menggunakan rumus Frederer yaitu (n-1) (t-1) >15,
dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah kelompok
perlakuan. Kelemahan dari rumus itu adalah semakin sedikit kelompok
penelitian, semakin banyak jumlah hewan yang diperlukan, serta sebaliknya.
Untuk mengatasinya, diperlukan penggunaan desain statistik yang tepat agar
didapatkan hasil penelitian yang sahih. Refinement adalah memperlakukan
hewan percobaan secara manusiawi (humane), memelihara hewan dengan baik,
tidak menyakiti hewan, serta meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan
sehingga menjamin kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian. (Ridwan,
2013).
Hewan uji coba adalah hewan yang sengaja dipelihara untuk digunakan
sebagai hewan model yang berkaitan untuk pembelajaran dan mengembangkan
berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan
laboratorium. Hewan laboratorium yang sering digunakan yakni mencit (Mus
musculus), tikus putih (Rattus norvegicus), kelinci, dan hamster.
Sekitar 40-80% penggunaan mencit sebagai hewan model laboratorium,
mencit banyak digunakan karena siklus hidupnya relatif pendek, jumlah anak
per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, mudah ditangani, dan sifat
anatomis dan fisiologinya terkarakterisasi dengan baik.
Mencit dapat hidup sampai umur 1-3 tahun tetapi terdapat perbedaan usia
dari berbagai galur terutama berdasarkan kepekaan terhadap lingkungan dan
penyakit. Tingkat kesuburan mencit sangat tinggi karena dapat menghasilkan
kurang lebih satu juta keturunan dalam kurun waktu kurang lebih 1 tahun.
Dimana produktivitas seksualnya berlangsung selama 7-8 bulan dengan rata-
rata anak yang dilahirkan sebanyak 6-10 anak/kelahiran.
Pemilihan mencit sebagai hewan coba karena mewakili kelas mamalia
sehingga sistem reproduksi, pernapasan, dan peredaran darah menyerupai
manusia. Selain itu sistem reproduksinya relatif singkat dan keturunan yang
dihasilkan juga banyak.
Faktor yang mempengaruhi kadar kolesterol mencit menurut Prihantika, 2016 :
1. Jenis Kelamin
Jenis kelamin mencit berhubungan langsung dengan hormon sehingga
menci jantan dipilih dengan alasan tidak memiliki daur estrus sehingga
perubahan metabolisme dalam tubuh tidak terlalu fluktuatif. Hormon esterogen
pada mencit betina berpengaruh pada kadar kolesterol. Jika Esterogen tinggi
HDL akan tinggi LDL rendah begitupun sebaliknya sedangkan pada jantan tidak
terpengaruh oleh hormon.
2. Usia
Semakin bertambah usia hormon dan metabolisme tubuh menurun
sehingga metabolisme kolesterol juga menurun.
Untuk memegang mencit yang akan diperlukan (baik pemerian obat
maupun pengambilan darah) maka diperlukan cara-cara yang khusus sehingga
mempermudah cara perlakuannya. Secara alamia mencit cenderung menggigit
bila mendapat sedikit perlakuan kasar. Pengambilan mencit dari kandang
dilakukan dengan mengambil ekornya kemudian mencit ditaruh pada kawat kasa
dan ekornya sedikit ditarik. Cubit kulit bagian belakang kepala dan jepit ekornya
(Syamsudin dan Darmono, 2011 : 5).

Gambar Cara penanganan mencit untuk pemberian obat baik injeksi maupun
peroral. (a) ditarik ekor mencit diatas kawat bergaris. (b) dipegang tungkak leher
mencit. (c) dibalikkan mencit dengan ekor melingkar di jari manis.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat

Spuit injeksi 1 ml, jarum oral (ujung tumpul), stopwatch, beaker glass, gelas
ukur, mortir dan stamper, pipet, kertas saring, corong, alat ukur kolesterol, handscoon,
masker, tisu, kertas koran.

3.1.2. Bahan
1. Propylthiuoracil (PTU) 5. Suspensi Simvastatin,
10mg/Kgbb 6. Lemak Kambing,
2. Aquadest 7. Kuning Telur Puyuh 0,2 Ml,
3. Suspensi Atorvastatin, 8. Larutan CMC-Na 0,5%.
4. Suspensi Rosuvastatin,
3.1.3. Hewan Uji

Mencit jantan

3.2 Prosedur Penelitian

1. Hewan uji yang telah diadaptasikan dengan lingkungan selama 10-14 hari, dipuaskan
selama semalam sebelum uji dilakukan dan hanya diberi air minum saja.

2. Mencit dibagi ke dalam 4 kelompok yaitu kelompok kontrol, atorvastatin, simvstatin


dan rosuvastatin

3. Seluruh mencit di induksi secara oral terlebih dahulu dengan PTU 10mg/kgBB dan
30 menit kemudian dengan kuning telur puyuh 0,2 ml. Selain itu juga pakan mencit
dikombinasi dengan lemak kambing. Pemberian induksi dilakukan selama 2 minggu.

4. Setelah 2 minggu dilakukan pengecekan kadar kolesterol untuk mendapatkan data pre
test
5. Selanjutnya mencit mendapatkan perlakukan sesuai Kelompoknya masing-masing di
langkah 2 selama 2 minggu berturut-turut. Pemberian induksi yang tetap dilanjutkan
adalah PTU 10mg/kgBB peroral dan pakan mencit dikombinasi dengan lemak kambing
(total pemberian 4 minggu)

6. Setelah 2 minggu mendapatkan perlakuan dengan obat atau plasebo dilakukan


pengecekan kadar kolesterol untuk mendapatkan data post test

7. Dilakukan analisis data terhadap prosentase kadar kolesterol dan berat badan mencit
(before-after)

3.3 Bagan Kerja

Mencit Bobot 15-20 g, usia 2-3 bulan sejumlah 20 ekor


Timbang dan beri label dan penandaan

Induksi Oral PTU 10 mg/kgBB dan kuning telur puyuh 0,2 ml


makanan dikombinasi dengan lemak kambing (selama 2 minggu)

Pengambilan data kolesterol (pre intervensi)

Induksi oral PTU 10 mg/kgBB makanan dikombinasi dengan lemak


kambing dan 30 menit kemudian diberikan perlakuan dengan obat
atau plasebo selama 2 minggu

Kelompok Kelompok Uji A Kelompok Kelompok


Kontrol (5 ekor) (5 ekor) Kontrol (5 ekor) Kontrol (5 ekor)
CMC Na 0,5% Atorvastatin 10 Rosuvastatin 10 Simvastatin
mg/kgBB mg/kgBB 10mg/kgBB

Pengambilan data kolesterol (post intervensi)

Analisis hasil yang didapatkan


Bab IV
Analisis Data
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Kadar Kolesterol Total (mg/dL)

Dari praktikum yang dilakukkan kadar kolesterol total didapatkan hasil sebagai
berikut:

Data Hasil Percobaan (Sebelum dan Sesudah Induksi)


No Kontrol Simvastatin Atorvastatin Rosuvastatin
Before After % Before After % Before After % Before After %
1 128 140 - 114 98 7.13 128 111 7.53 123 167 -2.80
10.67
2 112 114 - 129 98 4.16 110 98 9.17 174 146 6.21
56.00
3 139 106 4.21 132 98 3.88 118 144 -4.54 211 148 3.35
4 136 135 136.00 141 130 12.82 152 111 3.71
5 113 115 -56.50 117 152 -3.34 127 127 #DIV/0!
6 122 104 6.78 110 104 18.33 139 134 27.80
7 136 102 4.00 130 116 9.29 127 118 14.11
8 135 220 -1.59 100 115 -6.67 124 149 -4.96
9 113 149 -3.14 140 149 - 139 224 -1.64
15.56
10 128 119 14.22 132 122 13.20
11 130 112 7.22
12 108 98 10.80
5.2 Hasil Presentase Kadar Kolesterol Total (%)

Dari praktikum yang dilakukkan kadar kolesterol total didapatkan hasil presentase
𝐵𝐸𝐹𝑂𝑅𝐸
sebagai berikut: RUMUS : 𝐵𝐸𝐹𝑂𝑅𝐸−𝐴𝐹𝑇𝐸𝑅 𝑋 100 %

No Kontrol Simvastatin Atorvastatin Rosuvastatin


1 -10.67 7.13 7.53 -2.80
2 -56.00 4.16 9.17 6.21
3 4.21 3.88 -4.54 3.35
4 136.00 12.82 3.71
5 -56.50 -3.34 Error
6 6.78 18.33 27.80
7 4.00 9.29 14.11
8 -1.59 -6.67 -4.96
9 -3.14 -15.56 -1.64
10 14.22 13.20
11 7.22
12 10.80

5.3. Hasil uji Rstudio

Hasil shapiro test


1. Plasebo (kontrol) : 0,4574
2. Atorvastatin : 0.2113
3. Rosuvastatin : 0.1503
4. Simvastatin : 0.0004533
Dari hasil shapiro test, didapatkan bahwa ada 1 data dari 4 data memiiliki P<0.05, maka
data tersebut dpat disimpulkan tidak terdistribusi secara normal, sehingga data
percobaan ini termasuk dalam kategori non.parametrik. lanjut ke dunn test.
Hasil dunn.test

Data data tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan
antara obat atorvastatin, simvastatin, rosuvastatin.

5.4. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senyawa obat
antidislipidemia yaitu Simvastatin, Atorvastatin dan Rosuvastatin terhadap hewan coba
mencit (Mus musculus). Pada praktikum kali ini digunakan mencit jantan karena
menurut syamsudin darmono, 2011 mencit jantan tidak memiliki daur estrus sehingga
perubahan metabolisme dalam tubuh tidak terlalu fluktuatif dan tidak berpengaruh pada
hormone sedangkan pada mencit betina memiliki hormone estrogen sehingga
berpengaruh pada kadar kolesterol. Dan Pemilihan mencit sebagai hewan coba karena
mewakili kelas mamalia sehingga sistem reproduksi, pernapasan, dan peredaran darah
menyerupai manusia.
Sebelum mencit percobaan diberi perlakuan, mencit diberi asupan kolestrol
terlebih dahulu dengan menginduksi PTU sebesar 10 mg/BBkg dan kuning telur selama
14 hari dapat membuat kadar kolesterol darah mencit meningkat. Di berikan kuning
telur dari burung puyuh karena dalam telur burung puyuh mengandung kolesterol
sebesar 2138,17/100mg (Pamungkas 2013). Selain itu juga pakan mencit di campur
dengan lemak kambing dan telur puyuh. Setelah 14 hari di ambil darah untuk mengecek
kolesterol dari mencit. Pemberian PTU bertujuan untuk meningkatkan kadar kolesterol
dengan cara menghambat sintesis hormon. Peningkatan hormone tiroid dapat
menurunkan kadar kolesterol dengan cara meningkatkan kadar sekresi kolesterol
menuju empedu dan selanjutnya dibuang melalui feces.
Hewan uji yang telah di dihiperkolesterol kemudian diberikan perlakuan
pemberian obat golongan statin selama 14 hari yang bertujuan untuk mengobati mencit
dari hiperkolesterol, obat yang digunakan yaitu simvastatin, atorvastatin, dan
rosuvastatin, setelah 14 hari di ambil lagi darahnya untuk cek kolesterol mencit sesudah
perlakuan.
Pada kelompok kontrol negatif terdapat penurunan kolesterol dengan persentase
penurunan kadar kolesterol sebesar -10,66%, -61% dan 33 % dan mendapatkan hasil uji
normaitas sebesar P= 0,4571. Hal ini di sebabkan karena dalam tubuh memiliki
pengendalian jumlah kolesterol yang terdapat dalam hati.
Pada kelompok simvastatin terdapat penurunan koleseterol lebih besar dari pada
kemlopok rosuvastatin dan kotrol negatif. Hal ini karena secara invivo simvastatin akan
di hidrolisa menjadi metabolit aktif. Mekanisme dari metabolit aktif itu dengan cara
menghambat kerja 3-hidroksi-metilglutaril koenim A reduktase, dimana enim ini
mengakatalis perubahan HMG CoA menjadi asam mevalonat yang merupakan langkah
awal dari sintesa kolesterol (Margarita, 2014).
Perlakuan pada mencit dengan pemberian obat atorvastatin mendapatkan hasil
dengan penurunan kadar kolesterol paling bagus dibandingkan dengan simvastatin dan
rosuvastatin. Hal ini disebabkan karena obat atorvastatin cepat diserap disaluran
pencernaan dan menurunkan kadar kolesterol darah dan lipoprotein dengan
menghambat HMG-CoA reduktase dan sistesis kolesterol di hati. Atorvastatin juga
meningkatkan jumlah reseptor LDL hepatic pada permukaan sel di hati,yang
menghasilkan peningkatan penyerapan dan katabolisme LDL (Tan, Tjay Hoan. 2007)
Hasil uji rosuvastatin efek penurunan kadar koleseterolnya sangat rendah dari
pada kelompok atorvastatin dan simvastatin, hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada.
Dalam sargowo 2005 mengatakan bahwa kelopok rosuvastatin dalam percobaan
menggunakan rentang dosis dan perbandingan yang beragam pada pasien penderita
hiperkolestrol, dosis 10 mg rosuvastatin menurunkan kolesterol LDL hingga 52 % dan
sebanyak 63% pada dosis 40mg. Rosuvastatin 10-40 mg menghasilkan pengurangan
kolesterol LDL yang signifikan secara statistik 52%-63% dalam 6 minggu,
dibandingkan dengan placebo. Pada percobaan 6 minggu yang lain pada pasien
penderita hiperkolesterol yang membandingkan rosuvastatin dan atorvastatin antar
rentang dosis, rosuvastatin 10-40 mg mengurangi kolesterol LDL dari 47%-57%,
dibandingkan dengan 38%-54% menggunakan atorvastin 10-80mg (n=165); reaksi
penurunan kolesterol LDL tergantung dosis dengan menggunakan rovustatin secara
signifikan lebih besar daripada reaksi dengan menggunakan atorvastatin (P<0,001)
(Sargowo, 2005 dalam ). Hal ini disebabkan kemungkinan pada pembuatan suspensi
rosuvastatin yang kurang efektif.
Dari analisis data menggunakan metode statistik R STUDIO Pada uji shapiro
wilk p-value kelompok uji kontrol negatif adalah 0,4574; p-value kelompok uji
simvastatin adalah 0.0004533; p-value kelompok uji atorvastatin adalah 0.2113; p-value
kelompok uji rosuvastatin adalah 0.1503, menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi
normal karena dari 4 data ada 1 data yaitu data simvastatin nilai ( p > 0,05 ).
Selanjutnya uji dunn.test mendapatkan hasil bahwa pada kelompok kontrol,
atorvastatin, Rosuvastatin dan simvastatin tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
DAFTAR PUSTAKA

American Pharmacists Association. 2012. Drug Information Handbook With


International Trade Names Index (21st Edition). (William J. Dana, Et Al, Eds).
USA : Lexi-Comp Inc.

Arsana, P.M., Rulli, R., Asman, M., AAG, B., Hikmat, P. 2015.
Panduaanpengelolaandislipidemia Di Indonesia. Penerbit: PB PERKENI

Ashari, Bary.,Sri Luliana.,robiyanto. 2017. Uji aktifitas antihiperkolesterol ekstrak buah


belimbing wuluh (averrhoa bilimbi linn) pada pemodelan tikus jantan galur wistar
hiperkolesterolemia. pontianak; departeman of pharmacy, faculty of medicine.
Universitas tanjungpura. Vol 22(1), p57-62.

Bartalena, L., 2011, Antithyroid Drugs, Thyroid International 2, 3-15

Chandini, Sri, K. 2016. Review On Rosuvastatin.Research And Reviews Journal Of


Pharmacology And Toxicological Studies, 4, 143-150 Carlos Friedi
Kristian.,Dkk. 2014. Tatalaksan Terkini Displidemia. Universitas Kristen Krida
Wacana, Fakultas Kedokteran. J Keodokt Madik Vol.20 No 54, Sept-Des 2014.

Deparartemen Farmakologi Dan Terapeutik. 2016. Farmakologi Dan Terapi Edisi 6.


Jakarta: Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran.

Fedacko, J., Et Al. 2010. Clinical Manifestations Of Adverse Effects Of Statins,


Oxidative Stress And Possible Role Of Antioxidants In Preventive. The Open
Nutraceuticaks Journal, 3, 154-165

Fumarola, A., A. Di Fiore, M. Dainelli, G. Grani., dan A. Calvanese, 2010, Medical


Treatment of Hyperthyroidism: State of the Art, Exp Clin Endocrinol Diabetes
Bartalena, L., 2011, Antithyroid Drugs, Thyroid International 2, 3–15.
Hanyudanti, Dewinta. 2016. Pengaruh Pemberian Jus Jambu Biji Merah (Psidium
Guajava) Dan Jeruk Siam. (Citrus Nobilis) terhadap kadar hight density
lipoprotein (HDL) pada pasien Displedemia.
Margarita, Tiva Dyah Novitasari. 2014. Pengaruh infusa daun tempuyung (sonchus
arvensis L) terhadap penurunan kadar kolesterol darah mencit (mus musculus
L.)jantan galur DDY. Universitas sanata dharma, yogyakarta.
Pamungkas, R.A., Sugeng R.S.,Warsito S. 2013. Pengaruh level etanol dan lama
maserasi kuning telur puyuh terhadap terhadap kolesterol total, HDL,LDL.
Jurnal ilmiah peternakan 1 (3): 1136-1142.
Ridwan, Endi. 2013. Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan Dalam Penelitian Kesehatan.
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit
Cipto Magunkusumo, Jakarta Jurnal Indonesia Med Assoc, Volum: 63, Nomor
3.
Syamsudin dan Darmono, 2011. Farmakologi Eksperimental. Jakarta : Univrsitas
Indonesia. Hal : 3-7

Tjay, T.H., Dankirana R. 2007. Obat-Obatanpentingedisike VI. Jakarta. Penerbit PT.


Alex Media Komputindo.

Trevor, A.J. 2008. Pharmacology Examination And Board Review Eight Edition.
Singapura. MC-Graw Hill.

Qomariyah Nurul., Lidya Ameliana., Lusia Oktora Ruma Kumala Sari. 2017. Optimasi
Konsentrasi Hidroksipropil Selulosa dan Polivinilpirolidon dalam Sediaan Buccal
Film Simvastatin (Optimization Of Hydroxypropyl Cellulose and
Polyvynylpyrolidone Concentration in Simvastatin Buccal Film). Universitas
jember;fakultas farmasi. e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 5 (no. 1)
Lampiran

Perhitungan PTU

Anda mungkin juga menyukai