Anda di halaman 1dari 48

Science . Innovation .

Networks

PEMETAAN, PEMBORAN, DAN PEMANFAATAN


AIR TANAH BERSAMA MASYARAKAT DI
INDRAMAYU

Upaya Menghadirkan Solusi Permanen Mengatasi Kritis Kekeringan

Budi Indra Setiawan


Roh S. B. Waspodo
Septian F. D. Saputra
Ani Andayani

KEMENTERIAN PERTANIAN DAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
JAKARTA, 2016
Pemetaan, Pemboran dan Pemanfaatan Air Tanah
Bersama Masyarakat di Indramayu
Upaya Menghadirkan Solusi Permanen Mengatasi Kritis Kekeringan

Penanggung Jawab:
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian

Penyusun:
Budi Indra Setiawan, Roh S.B. Waspodo, Septian F.D. Saputra, Ani Andayani

Diterbitkan oleh:
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Jl. Tentara Pelajar No. 12 Kampus Penelitian Pertanian,
Cimanggu, Bogor 16114
E-mail: bbsdlp@litbang.pertanian.go.id; csar@indosat.net.id
Website: http://bbsdlp.litbang.pertanian.go.id

Pencetakan buku ini dibiayai DIPA BBSDLP TA 2016

Edisi Pertama, 2016

ISBN 978-602-6759-18-4
Cara Mengutip :

Setiawan, B.I., Waspodo, R.S.B., Saputra, S.F.D., Andayani, A. 2015. Pemetaan,


Pemboran dan Pemanfaatan Air Tanah di Indramayu: Upaya Menghadirkan Solusi
Permanen Mengatasi Kritis Kekeringan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Kementerian Pertanian dan Institut Pertanian Bogor. 45 hal.
RINGKASAN

Setiawan, B.I., Waspodo, R.S.B., Saputra, S.F.D., Andayani, A. 2015. Pemetaan,


Pemboran dan Pemanfaatan Air Tanah di Indramayu: Upaya Menghadirkan Solusi
Permanen Mengatasi Kritis Kekeringan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Kementerian Pertanian dan Institut Pertanian Bogor.
Kabupaten Indramayu merupakan salah satu wilayah yang selalu mengalami darurat
kekeringan setiap tahun. Status darurat kekeringan yang biasanya di antara bulan Agustus-
November, khususnya pada tahun 2015 ini telah diperpanjang hingga akhir tahun. Krisis
air bersih telah melanda lebih dari 100 desa di 25 kecamatan. Kondisi kekurangan air ini
ditengarai mengakibatkan gagal panen seluas lebih dari 3000 ha sawah.
Berbagai upaya telah dan sedang dilakukan untuk menghadirkan solusi permanen
dalam mengatasi permasalahan endemik ini, di antaranya pembangunan simpanan air dari
berbagai sumber seperti air hujan, suplesi irigasi, air drainase termasuk air tanah.
Penduduk lokal pun telah berinisiatif melakukan penggalian dan pemboran air tanah
namun jarang yang mendapatkannya sesuai kualitas yang diharapkan. Pada umumnya, air
tanah yang diperoleh payau dan tidak layak digunakan baik untuk air minum maupun
irigasi kecuali hanya cuci-menyuci.
Kegiatan ini bertujuan mendapatkan air tanah sebagai sumber air bersih dan
pertanian secara lebih cepat dan murah serta mampu dikelola oleh penduduk dan/atau para
petani setempat secara mandiri demi menjamin keberlanjutannya. Dalam kaitan ini, telah
dilakukan survei geolistrik untuk memperoleh titik-titik yang berpotensi mengandung air
tanah, pemboran dan konstruksi menara air serta sistem pemompaannya.
Berdasarkan survei geolistrik, khususnya Desa Kedokan Gabus dan Desa Gabus
Wetan dihasilkan 12 titik berpotensi mengandung air tanah pada kedalaman yang berkisar
10-30 m (dangkal), dan 80-110 m (dalam). Uji pemboran di tiga titik pada kedalaman 15
m, 85 m dan 30 m, masing-masing menghasilkan debit 1 liter/detik, 0,72 liter/detik dan
0,8 liter/detik dengan mutu air masuk dalam kategori Baku Mutu A. Di ketiga sumur
tersebut telah dikonstruksi menara air dengan rangka setinggi 2 m dan tangki air
berukuran 2.000 liter. Pompa air rendam sekitar 300 watt dipakai untuk menaikkan air
menggunakan sumber daya listrik yang diperoleh dari rumah penduduk setempat yang
terdekat. Operasi pompa air dilakukan secara otomatis sistem on–off menggunakan
elektroda untuk mendeteksi batas atas dan batas bawah level air yang diletakkan di dalam
tangki. Ketiga sumur tersebut telah dimanfaatkan penduduk setempat baik untuk
keperluan rumah tangga maupun mengairi lahan pertanian.
Selanjutnya, perlu dikembangkan penggunaan tenaga surya terutama dilokasi sumur
yang jauh dari pemukiman, diujicobakan di lokasi lainnya terutama yang endemik
kekeringan, dikaji jenis tanaman dan budidaya hemat air yang dapat mendatangkan
keuntungan secara berkelanjutan, dan dibentuk pola pengelolaan untuk menjamin
efektivitas dan efisiensi penggunaan air tanah ini.

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT bahwa atas perkenannya buku ini dapat
diselesaikan. Buku ini melaporkan hasil kegiatan pemetaan dan pemboran air tanah serta
pembangunan menara air dalam rangka mendapatkan suatu bentuk solusi permanen
terhadap krisis kekeringan terutama yang sering melanda beberapa daerah di tanah air.
Sebagaimana sumber air lainnya, air tanah telah lama dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan termasuk rumah tangga dan pertanian. Mengingat keberadaannya yang tak
terlihat di bawah permukaan tanah, posisi dan potensi air tanah sulit diketahui. Namun
demikian, dengan semakin berkembangnya teknologi eksplorasi air tanah di antaranya
terdapat metode geolistrik yang dapat menduga keberadaan akifer dengan tepat dan
murah, kesulitan tersebut dapat diatasi. Metode geolistrik ini digunakan dan berhasil
menditeksi 12 titik lokasi potensi air tanah, dimana tiga diantaranya telah dibor dan
dimanfaatkan oleh para petani di Kabupaten Indramayu.
Buku ini menjelaskan tahapan dan hasil kegiatan mulai dari mempersiapkan bahan
dan peralatan survei, menganalisis potensi air tanah berdasarkan peta-peta yang
diperlukan sampai pada pembangunan menara air untuk menyimpan air tanah serta
pendistribusiannya ke rumah penduduk dan lahan pertanian.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah mendukung dan
membantu pelaksanaan kegiatan ini, di antaranya: Menteri Pertanian, Republik Indonesia:
Andi Amran Sulaeman; Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan, Kementerian
Pertanian: Mukti Sardjono; Kepala Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian: Haris Syahbuddin; Direktur Irigasi
Pertanian, Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana, Kementerian Pertanian: Tunggul
Imam Panudju; Panitera Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrastruktur Pertanian,
Kementerian Pertanian: Ade Mujhiyat; Kepala dan Kabid Budidaya Pertanian, Dinas
Pertanian dan Peternakan, Kabupaten Indramayu: Firman Muntakho dan Abdul Muin;
Para anggota Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrastruktur Pertanian, Kementerian
Pertanian: Nurhayati, Erina Prasetyoningtyas, Denis Gunardi Wibowo, Desrizal dan
Sugiarti. Para petani dan masyarakat Desa Gabus Wetan yang diwakili Bapak Nurdin, dan
Desa Kedokan Gabus yang diwakili ketua Kelompok Tani Nasional Andalan: Bapak
Supadi.
Akhirnya, semoga pengembangan air tanah ini memberi manfaat yang sebesar-
besarnya bagi masyarakat setempat secara berkesinambungan serta menjadi referensi
yang berguna bagi upaya pengembangan air tanah di tempat lainnya yang berorientasi
pada kemampuan dan kemandirian para pengguna dalam pengelolaannya.

Bogor, April 2016


Kepala Balai Besar,

Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr.

iii
iv
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii
I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
II. PEMETAAN POTENSI AIR TANAH .......................................................... 3
A. Tempat dan Waktu ....................................................................................... 3
B. Bahan dan Peralatan .................................................................................... 4
C. Tahapan Pemetaan ....................................................................................... 4
D. Hasil Pemetaan ............................................................................................ 5
1. Keberadaan dan Sebaran Akifer ............................................................ 5
2. Tutupan dan Kondisi Lahan .................................................................. 8
3. Titik Rencana Pengukuran Geolistrik ................................................... 8
4. Patok Ukur di Titik Rencana Pengukuran Geolistrik ............................ 10
5. Pengukuran Geolistrik ........................................................................... 11
6. Tahanan Jenis Batuan ............................................................................ 12
7. Profil Vertikal Batuan ........................................................................... 12
E. Kesimpulan .................................................................................................. 14
III. PEMBORAN AIR TANAH .......................................................................... 15
A. Tempat dan Waktu ....................................................................................... 15
B. Bahan dan Peralatan .................................................................................... 15
C. Tahapan Pemboran ...................................................................................... 16
D. Hasil Pemboran ............................................................................................ 16
1. Titik Pemboran ...................................................................................... 16
2. Bangunan Sumur ................................................................................... 20
3. Sistem Pemompaan ............................................................................... 22
4. Mutu Air tanah ...................................................................................... 23
E. Kesimpulan ................................................................................................... 24
IV. PEMBUATAN MENARA AIR ..................................................................... 25
A. Tempat dan Waktu ....................................................................................... 25
B. Bahan dan Peralatan .................................................................................... 25
C. Tahapan Pembangunan ................................................................................ 25

v
D. Hasil Pembuatan Menara Air ....................................................................... 26
1. Rangcangan Menara Air ....................................................................... 26
2. Rangka Menara Air ............................................................................... 27
3. Menara Air di Lokasi ............................................................................ 28
4. Jaringan Pipa Air dan Kabel Listrik ...................................................... 29
5. Sistem Otomatisasi Pompa .................................................................... 30
6. Pemanfaatan Air Tanah ......................................................................... 30
E. Kesimpulan .................................................................................................. 31
V. PENUTUP ........................................................................................................ 32

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Peta Lokasi Kegiatan ........................................................................ 3
Gambar 2. Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Saradan 1 ................................... 5
Gambar 3. Peta Geologi ....................................................................................... 6
Gambar 4. Peta Hidrogeologi ............................................................................. 7
Gambar 5. Kondisi Lapangan ............................................................................. 8
Gambar 6. Titik Pengukuran Geolistrik di Desa Kedokan Gabus ...................... 9
Gambar 7. Titik Rencana Pengukuran Geolistrik di Desa Rancahan .................. 10
Gambar 8. Pemasangan Patok Pengukuran Geolistrik di Desa Rancahan ........... 11
Gambar 9. Pengukuran Geolistrik di Desa Rancahan ......................................... 11
Gambar 10. Profil Batuan di Kedokan Gabus (ST01 sampai ST06) ..................... 13
Gambar 11. Profil Batuan di Desa Gabus Wetan (ST07 sampai ST12) ................ 14
Gambar 12. Lokasi Titik Pemboran di Desa Gabus Wetan .................................. 17
Gambar 13. Lokasi Titik Pemboran di Desa Kedokan Gabus .............................. 18
Gambar 14. Pemboran air tanah bebas di Desa Rancahan .................................... 19
Gambar 15. Pemboran air tanah dalam di Desa Rancahan ................................... 19
Gambar 16. Pemboran air tanah dalam di Desa Kedokan Gabus ......................... 20
Gambar 17. Pemasangan Casing sumur 1 (air tanah bebas) ................................. 20
Gambar 18. Pemasangan Casing sumur 2 (air tanah tertekan) ............................. 21
Gambar 19. Pengecoran casing atau groutig ........................................................ 21
Gambar 20. Pengurasan Sumur ............................................................................. 22
Gambar 21. Pemasangan Pompa Rendam ............................................................ 22
Gambar 22. Uji Pemompaan ................................................................................. 23
Gambar 23. Rancangan Menara Air ..................................................................... 26
Gambar 24. Pembuatan Rangka Menara Air ........................................................ 27
Gambar 25. Komponen dan Rangka Menara Air ................................................. 27
Gambar 26. Perakitan Menara Air ........................................................................ 28
Gambar 27. Pembuatan Pondasi Menara Air ........................................................ 28
Gambar 28. Pendirian Rangka Menara Air ........................................................... 29
Gambar 29. Tangki Air dan Label Spesifikasi ...................................................... 29

vii
Gambar 30. Penyambungan Pipa Air dan Kabel Listrik ....................................... 30
Gambar 31. Perpipaan dan Otomatisasi Pompa .................................................... 30
Gambar 32. Pemanfaatan Air Tanah ..................................................................... 31

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Titik Pengukuran Geolistrik di Desa Kedokan Gabus ............................ 9
Tabel 2. Titik Pengukuran Geolistrik di Desa Rancahan ...................................... 10
Tabel 3. Tahanan Jenis Batuan ............................................................................. 12

viii
I. PENDAHULUAN

Kabupaten Indramayu merupakan salah satu wilayah yang selalu mengalami darurat
kekeringan setiap tahunnya. Kondisi darurat kekeringan yang biasanya terjadi di antara
bulan Agustus–November, khususnya pada tahun 2015 ini berkepanjangan hingga akhir
tahun. Selain faktor el-Nino, krisis air ini diperparah oleh penutupan aliran Sungai
Cimanuk dalam rangka penggenangan Waduk Jatigede sejak awal September 2015 1.
Krisis air di Kabupaten Indramayu ini melanda lebih dari 100 desa di 25 kecamatan.
Bantuan air bersih diberikan pemerintah daerah secara rutin yang hingga mencapai lebih
dari 2 juta liter. Namun, sejak November 2015, bantuan air bersih ini mulai tersendat dari
tadinya 1 hari sekali (4 tangki @8.000 liter) menjadi 2 hari sekali karena terkendala
minimnya anggaran 2.
Kondisi kekurangan air menyebabkan gagal panen seluas lebih dari 3.000 ha sawah.
Berbagai upaya penyelamatan dilakukan khususnya untuk mengamankan produksi sekitar
32 ribu ton gabah. Di antaranya, dengan melakukan upaya penambahan aliran air irigasi
dari Waduk Jatiluhur dari 3 m3/detik menjadi sekitar 6 m3/detik 3. Upaya lainnya adalah
merencanakan pembangunan simpanan air dari berbagai sumber seperti air hujan, suplesi
irigasi, air drainase termasuk air tanah.
Pemanfaatan air tanah di berbagai tempat di Indonesia baik untuk keperluan rumah
tangga dan pertanian bukanlah hal baru dan telah berlangsung lama. Setiap kecamatan di
Indramayu mempunyai sumur bor dalam (>100 m) lengkap dengan rumah pompanya
berkapasitas 10 liter per detik yang ditujukan untuk mengairi sawah sekitar 25 ha
dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2005. Namun demikian, berdasarkan
pengamatan penulis, kondisinya cukup memprihatinkan. Dua sumur, masing-masing
terletak di Kecamatan Gabus Wetan dan Kandang Haur, ditemukan kering, dan satu lagi
di Kecamatan Kroya tidak dapat dimanfaatkan karena bagi para petani biaya operasinya
terlalu mahal (perlu solar 15 liter per 10 jam atau setara Rp. 150 ribu per hari).
Penduduk setempat pun ada yang berinisiatif melakukan penggalian dan pemboran
namun jarang yang mendapatkan air tanah dengan kuantitas dan kualitas yang diharapkan.
Pada umumnya, air tanah yang diperoleh bersifat payau dan karenanya tidak layak
digunakan baik untuk air minum maupun irigasi. Kondisi seperti ini memberikan

1
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/11/10/nxkj7g346-status-darurat-kekeringan-di-
indramayu-diperpanjang. Diakses 12 November 2015.
2
http://news.fajarnews.com/read/2015/11/10/6430/indramayu.masih.darurat.kekeringan.
Diakses 12 November 2015.
3
http://news.fajarnews.com/read/2015/11/06/6353/ancaman.puso.di.indramayu.meluas.
Diakses 12 November 2015.

1
gambaran umum bahwa air tanah di wilayah ini tidak ada gunanya kecuali hanya layak
untuk cuci-memcuci saja. Kondisi air tanah ini berkaitan dengan jenis batuan penyusun
akifer dan terjadinya intrusi air pasang dari Sungai Cimanuk. Pemboran yang dilakukan
penduduk secara tradisional jarang memperhatikan fenomena ini. Bahkan, di satu tempat
penggalian sumur malah keluar semburan lumpur yang menimbulkan bau tidak sedap
yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan 4.
Berdasarkan Peta Geologi, Hidrogeologi dan Peta Cekungan Air tanah yang
diterbitkan oleh Badan Geologi Tata Lingkungan, Beberapa wilayah di Kabupaten
Indramayu mengandung air tanah yang berasal dari areal resapan di sebelah selatan, yaitu
Gunung Tampomas. Dengan menggunakan metode geolistrik telah diketahui posisi dan
sebaran akifer serta potensi kandungan air tanahnya yang dapat dipakai sebagai arahan
dalam melakukan pemboran. Laporan ini memaparkan hasil kegiatan dalam rangka
mendapatkan air tanah sebagai sumber air bersih dan pertanian secara lebih tepat dan
murah serta mampu dikelola oleh para petani secara mandiri demi menjamin
kesinambungan pemanfaatannya.
Laporan ini tersusun sebagai berikut: Ringkasan, Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar
Gambar, Daftar Tabel, Bab I Pendahuluan, Bab II Pemetaan Potensi Air Tanah, Bab III
Pemboran Air Tanah, Bab IV Pembuatan Menara Air, dan Bab V Penutup. Dalam Bab II
dan Bab III dijelaskan lokasi dan waktu pelaksanaan, bahan dan peralatan yang digunakan
dan metode yang terapkan, hasil yang diperoleh serta kesimpulan dan rekomendasi. Pada
bagian akhir, yaitu Bab V Penutup disampaikan kesimpulan dan rekomendasi untuk
pengembangan lebih lanjut.

4
http://www.skanaa.com/en/news/detail/ratusan-warga-indramayu-digemparkan-semburan-lumpur. Diakses
12 November 2015.

2
II. PEMETAAN POTENSI AIR TANAH

A. Tempat dan Waktu

Lokasi kegiatan berada di wilayah Kabupaten Indramayu, Kecamatan Gabus Wetan,


Desa Kedokan Gabus pada posisi geografi 6°27'24,09" LS 108° dan 6'15,65" BT, dan
Desa Rancahan 6°24'57,06" LS dan 108° 6'15,65" BT (Gambar 1).

Gambar 1. Peta Lokasi Kegiatan

Lahan yang disurvei dikelola oleh Kelompok Tani KTNA di Desa Kedokan Gabus
seluas ± 8 ha, dan Kelompok Tani Mandiri di Desa Rancahan seluas ± 7 ha. Pengolahan
data dilakukan di Divisi Teknik Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan ini dilakukan
dari tanggal 31 Juli sampai 4 Agustus 2015.

3
B. Bahan dan Peralatan

Bahan-bahan yang dipersiapkan, antara lain:


1) Peta Lokasi (Sumber: Google Earth);
2) Peta Cekungan Air tanah (Badan Geologi Tata Lingkungan (GTL) Kementerian
ESDM);
3) Peta Hidrogeologi (GTL-ESDM);
4) Peta Geologi (GTL-ESDM);
5) Peta Rupa Bumi Indonesia (Badan Informasi Geospasial);
6) Patok-patok kayu panjang 30 cm.

Peralatan yang digunakan, antara lain:


1) Alat Ukur Resistivitas (Earth Resistivity Device), Merek Naniora, Model NRD
225, Buatan Indonesia;
2) Elektroda arus dan potensial, masing-masing 2 buah;
3) Kabel untuk elektroda arus sepanjang 500 meter, 2 buah;
4) Kabel untuk elektroda potensial sepanjang 30 meter, 2 buah;
5) Palu besi, diamater 5 cm, 2 buah;
6) AVO meter, 1 unit;
7) GPS, 1 unit;
8) Aki 40 AH, 1 buah.

Perangkat lunak yang digunakan, antara lain:


1) Progress version 3.0;
2) Microsoft Office.

C. Tahapan Pemetaan

Tahapan pemetaan adalah sebagai berikut:


1) Interpretasi peta topografi, geologi dan hidrogeologi untuk menentukan areal yang
akan disurvei.
2) Observasi lapang untuk melihat kondisi biofisik tutupan lahan terutama di sekitar
titik rencana pengukuran.
3) Penentuan posisi dan banyaknya titik rencana pengukuran geolistrik.
4) Pemasangan patok-patok di setiap titik rencana pengukuran.
5) Pengukuran tahanan jenis batuan di setiap titik rencana pengukuran.
6) Analisis data hasil pengukuran di laboratorium.

4
7) Penampilan profil vertikal batuan di setiap titik pengukuran.
8) Pemetaan hasil interpretasi pada peta lokasi untuk mendapatkan diagram pagar
profil batuan.

D. Hasil Pemetaan

1. Keberadaan dan Sebaran Akifer

Gambar 2. Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Saradan 1

Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia lembar Saradan 1 (Gambar 2), Desa
Kedokan Gabus dan Desa Rancahan, Kecamatan Gabus Wetan, Kabupaten Indramayu
merupakan daerah yang didominasi oleh lahan sawah irigasi, dan sedikit daerah
pemukiman, tegalan/ladang serta perkebunan. Areal yang disurvei dan sekitarnya
merupakan dataran rendah dengan ketinggian 7-25 m di atas permukaan laut (dpl).

5
Gambar 3. Peta Geologi

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Indramayu, skala 1:100.000, secara umum areal
yang disurvei terbentuk oleh 4 formasi batuan yang dominan (Gambar 3), di antaranya:

1) Qav : Batu pasir tufan dan konglomerat. Terdiri atas konglomerat batu pasir
konglomeratan, batu pasir tufan dan tuf. Konglomerat berwarna kelabu kekuningan,
lepas, perlapisan kurang jelas, banyak dijumpai lapisan silang-siur berukuran kurang
lebih 1,5 m. Komponennya sebagian besar bergaris tengah kurang dari 5 cm, terdiri
atas andesit dan batu apung. Batu pasir dan tuf umumnya berwarna kemerah-
merahan, pemilihan jelek, merupakan sisipan dalam konglomerat. Komponen dalam
batu pasir terdiri atas pecahan batuan beku bersifat andesit, batu apung dan kuarsa.

2) Qbr : Endapan Pematang Pantai. Terdiri atas pasir kasar sampai halus dan
lempung, banyak mengandung moluska.

3) Qac : Endapan Pantai. Terdiri atas lanau, lempung dan pasir, pecahan moluska.

6
4) Qaf : Endapan Dataran Banjir. Terdiri atas lempung pasiran, lempung
humusan, berwarna coklat keabu-abuan sampai kehitaman.
Areal yang disurvei terletak di daerah dengan akifer produktif dengan penyebaran
yang luas (Gambar 4). Batuan penyusun akifer bebas umumnya terbentuk dari alluvium
endapan sungai. Batuan ini umumnya tersusun dari bahan-bahan berbutir halus (lempung,
lanau dengan selingan pasir) yang memiliki konduktivitas hidrolik rendah hingga sedang.

Gambar 4. Peta Hidrogeologi

: Akifer dengan produktivitas rendah.


: Akifer produktif dengan penyebaran luas.
: Akifer produktifvitas sedang dengan penyebaran luas.

: Daerah penggaraman air tanah dangkal.

: Daerah beririgasi.

7
2. Tutupan dan Kondisi Lahan

Gambar 5. Kondisi Lapangan

Dari hasil observasi di lapangan, areal yang disurvei merupakan daerah yang
didominasi oleh lahan pertanian terutama tanaman padi dan pemukiman (Gambar 5).
Beberapa sungai sumber air irigasi mengalami kekeringan sehingga banyak lahan
pertanian menjadi puso.

3. Titik Rencana Pengukuran Geolistrik


Berdasarkan hasil interpretasi peta dan observasi di lapangan, ditentukan sebanyak
12 titik pengukuran yang direncanakan, masing-masing 6 titik di Desa Kedokan Gabus
(Tabel 1) dan Desa Rancahan (Gambar 7; Tabel 2):

8
Gambar 6. Titik Pengukuran Geolistrik di Desa Kedokan Gabus

Tabel 1. Titik Pengukuran Geolistrik di Desa Kedokan Gabus

No Titik Pengukuran BT LS
1 KG-ST 1 108˚ 6' 24.24" 6˚ 27' 38.30"
2 KG-ST 2 108˚ 6' 22.21" 6˚ 27' 42.25"
3 KG-ST 3 108˚ 6' 31.19" 6˚ 27' 26.94"
4 KG-ST 4 108˚ 6' 26.97" 6˚ 27' 22.15"
5 KG-ST 5 108˚ 6' 15.50" 6˚ 27' 21.13"
6 KG-ST 6 108˚ 6' 33.90" 6˚ 27' 35.39"

9
Gambar 7. Titik Rencana Pengukuran Geolistrik di Desa Rancahan

Tabel 2. Titik Pengukuran Geolistrik di Desa Rancahan

No Titik Pengukuran BT LS
1 KG-ST 7 108˚ 6' 10.37" 6˚ 25' 43.46"
2 KG-ST 8 108˚ 6' 10.37" 6˚ 25' 32.99"
3 KG-ST 9 108˚ 6' 14.24" 6˚ 25' 39.98"
4 KG-ST 10 108˚ 6' 13.78" 6˚ 25' 44.48"
5 KG-ST 11 108˚ 6' 22.23" 6˚ 25' 33.77"
6 KG-ST 12 108˚ 6' 15.67" 6˚ 25' 33.88"

4. Patok Ukur di Titik Rencana Pengukuran Geolistrik.


Pemasangan patok dimaksudkan untuk menandai titik rencana pengukuran guna
memudahkan dalam pengukuran geolistrik di lapangan secara bertahap. Patok-patok yang
digunakan terbuat dari kayu yang ditemukan di lokasi dibuat oleh tenaga lokal (petani)
yang ikut serta dalam kegiatan ini. Pada umumnya, lokasi patok terletak di lahan sawah
milik petani yang kondisinya kering setalah panen tetapi terdapat juga yang puso akibat

10
kekeringan. Para petani yang membantu sangat antusias secara sukarela tidak meminta
imbalan. Hal ini sangat membantu memperlancar pekerjaan di lapangan.

Gambar 8. Pemasangan Patok Pengukuran Geolistrik di Desa Rancahan

5. Pengukuran Geolistrik
Pengukuran geolistrik dilakukan di setiap titik pengukuran rencana yang telah
ditetapkan semula. Petani pun ikut serta dalam kegiatan pengukuran ini terutama pada
saat mobilisasi peralatan geolistrik yang cukup berat (Gambar 9). Pelibatan petani dalam
kegiatan ini menjadi sarana proses pembelajaran mendeteksi keberadaan air tanah secara
ilmiah dan modern.

Gambar 9. Pengukuran Geolistrik di Desa Rancahan

11
6. Tahanan Jenis Batuan

Pengukuran geolistrik di 12 (dua belas) titik pengukuran menghasilkan tahanan jenis


berkisar antara 0,1–30 Ωm. Secara detail, Lampiran 1 menyajikan tahanan jenis batuan
pada berbagai kedalaman tanah di setiap titik pengukuran. Secara umum, kisaran tahanan
jenis tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 6 jenis batuan (Tabel 3), yaitu: 1) Tanah
Penutup, 2) Lempung Pasiran, 3) Pasir Lempungan, 4) Pasir (lempung pasiran/pasir
lempungan), 5) Lempung, dan 6) Pasir. Tahanan jenis setiap lapisan tersebut jelas
berbeda-beda. Lapisan Pasir atau yang berpasir dengan tahanan jenis tinggi dapat diduga
merupakan lapisan akifer yang potensial.

Tabel 3 Tahanan Jenis Batuan

No Tahanan Jenis Perkiraan Litologi Sifat Hidrogeologi


1 5–7 Ωm Tanah penutup Permeabilitas rendah
2 4–7 Ωm Lempung pasiran Akifer
3 8–12 Ωm Pasir lempungan Akifer
4 1–3 Ωm Pasir (lempung Akifer (air asin/payau)
pasiran/pasir lempungan)
5 0.1–3 Ωm Lempung/tufaan Nir akifer
6 14–30 Ωm Pasir Akifer

7. Profil Vertikal Batuan

Gambar 10 dan Gambar 11, masing-masing menyajikan profil vertikal lapisan


batuan di dalam tanah di Desa Kedokan Gabus dan Desa Gabus Wetan. Akifer diduga
berada pada lapisan batuan Lempung Pasiran, Pasir Lempungan dan Pasir. Keberadaan
dan ketebalan lapisan tersebut berbeda-beda di setiap titik pengukuran.
Pada umumnya, akifer bebas diperkirakan berada pada kedalaman 3–50 m di bawah
permukaan tanah setempat. Tebal lapisan akifer bebas diperkirakan 15–30 m dengan
batuan penyusun akifer berupa Lempung pasiran dan Pasir lempungan. Akifer dalam
diperkirakan berada pada kedalaman lebih dari 80 meter. Batuan penyusun akifer dalam
umumnya Pasir lempungan dan Pasir halus. Batuan penyusun akifer tersebut umumnya
memiliki konduktivitas hidrolik yang rendah.
Hasil pengukuran tahanan jenis ini pun dapat memperlihatkan keberadaan akifer
yang diduga mengandung air asin/payau yang harus dihindari dalam penentuan titik
pemboran. Prioritas pemboran selayaknya di titik yang mengandung lapisan pasir cukup
tebal.

12
Gambar 10. Profil Batuan di Kedokan Gabus (ST01 sampai ST06)

13
Gambar 11. Profil Batuan di Desa Gabus Wetan (ST07 sampai ST12)

E. Kesimpulan

Berdasarkan survei dan interpretasi geolistrik diperoleh 12 titik berpotensi


mengandung air tanah, masing-masing 6 titik di Desa Kedokan Gabus dan 6 titik di Desa
Gabus Wetan dengan kedalaman muka air tanah bervariasi. Air tanah dangkal berada
pada kedalaman berkisar 10–30 m, dan air tanah dalam berada pada kisaran 80–110 m.
Untuk memastikan keberadaan air tanah tersebut kemudian dilakukan pemboran dimana
sampai saat penulisan ini telah dilakukan di 3 titik, yang akan dijelaskan pada bab
berikutnya.

14
III. PEMBORAN AIR TANAH

A. Tempat dan Waktu

Sampai saat laporan ini disusun, telah dilakukan pemboran tanah di 3 titik
pengukuran di 2 Desa, yaitu Desa Rancahan sebanyak 2 titik dan Desa Kedokan Gabus
sebanyak 1 titik. Dua titik di Desa Gabus Wetan masing-masing dibor tanggal 15-18
Agustus 2015 dan 25-27 September 2015, dan 1 titik di Desa Kedokan Gabus dibor 5-8
November 2015.

B. Bahan dan Peralatan

Bahan-bahan yang dipersiapkan, antara lain:


1) Pipa PVC merek Wavin diameter 4 inchi, panjang disesuaikan dengan kedalaman
akifer;
2) Saringan yang terbuat dari PVC 4 inchi untuk sumur dangkal dan PVC 2 inchi sumur
akifer dalam;
3) Lem pipa paralon;
4) Sejumlah air untuk memancing air sumur pada saat pemompaan;
5) Bensin 5 liter;
6) Pompa rendam kapasitas 0,5-0,75 HP;
7) Kabel listrik 50 meter;
8) Tambang 50 meter.
Peralatan yang digunakan, antara lain:
1) Bor tangan (hand auger) dengan mata bor tombak belimbing berdiameter 2–4 inchi;
2) Pipa besi diameter 1 inchi panjang total 30 @3 meter;
3) Gergaji pipa PVC;
4) Pompa air bensin Alkon kapasitas 0,5 liter/detik;
5) Selang air diameter 1,5 inchi untuk menghisap air dari, atau mendorong air ke dalam,
sumur;
6) Pipa diamater 1,5 inchi untuk menghisap air dari, atau mendorong air ke dalam
sumur;
7) Bor tangan untuk membuat lubang saringan (screen);
8) Alat ukur muka air tanah (water level meter) yang dilengkapi dengan AVO meter
untuk mengukur kedalaman muka air tanah;
9) Stopwatch;
10) Gelas ukur untuk mengukur volume air pada saat uji pemompaan;

15
C. Tahapan Pemboran

Tahapan pemboran adalah sebagai berikut:


1) Penentuan titik pemboran berdasarkan kedekatan akses listrik dari pemukiman,
terdangkal, dan terdalam.
2) Melakukan pemboran secara manual dikerjakan oleh pengebor lokal dengan
kedalaman yang disesuaikan hasil eksplorasi geolistrik.
3) Pemboran dihentikan sampai mencapai kedalaman akifer yang keberadaan lapisannya
telah dipekirakan sebelumnya.
4) Pemasangan casing beserta screen atau saringan sesuai dengan kedalaman sumur.
5) Pengecoran pada casing atau grouting.
6) Pengurasan sumur untuk mengeluarkan lumpur dan material pasir atau kerikil yang
menyumbat pada screen dengan menggunakan sistem surging atau penyemprotan
dengan air menggunakan pompa air dengan memasukkan selang diameter 1,5 inchi
kedalam sumur selama 1-2 jam sampai mencapai kondisi air tanah yang relatif bersih.
7) Pemasangan pompa rendam (submersible pump) sesuai kapasitas, yang dilengkapi
dengan PVC outlet diameter 1,5 inchi dan tambang pengaman pompa.
8) Uji pemompaan.
9) Uji pemompaan yang dilakukan dengan uji pemompaan menerus beserta uji kambuh
(recovery) dengan menggunakan suatu nilai debit tertentu sampai mencapai kondisi
keseimbangan (steady state). Dengan mengukur debit yang keluar menggunakan
ember, volumetrik dan stopwatch. Selama uji pemompaan ini dilakukan pengukuran
level air setiap 30 menit menggunakan AVO meter.
10) Pengukuran debit air menggunakan tabung air volume 5 liter dan stopwatch.
Pengukuran diulang sebanyak 4 kali dan hasil akhirnya adalah rata-ratanya.

D. Hasil Pemboran

1. Titik Pemboran

Pemboran pertama dan kedua dilakukan di Desa Rancahan (Gambar 13). Kedua
lubang bor tersebut terletak pada ST–11. Berdasarkan pada profil batuan (Gambar 11),
ST–11 ini diduga mengandung akifer bebas dan bertekanan, masing-masing pada
kedalaman 10–15 cm dan 65–100 m. Pemboran di dua titik pada ST–11 bertujuan untuk
memverifikasi dugaan keberadaan dua akifer yang berbeda tersebut. Pemboran pertama
mencapai kedalaman 15 m dan yang kedua mencapai 84 m. Kedua lubang bor tersebut
berdekatan, yaitu berjarak sekitar 10 m. Dari kedua lubang bor tersebut diperoleh air
dengan debit, masing-masing 1 dan 0,8 liter/detik.

16
Gambar 12. Lokasi Titik Pemboran di Desa Gabus Wetan

Pemboran ketiga dilakukan di ST–02 yang berlokasi di Desa Kedokan Gabus


(Gambar 13). Berdasarkan profil batuan (Gambar 10), keberadaan akifer diduga pada
kedalaman 90–105 m. Dari lubang bor ini diperoleh debit air sebesar 0,75 liter/detik.

17
Gambar 13. Lokasi Titik Pemboran di Desa Kedokan Gabus

Pada umumnya, pemboran dilakukan secara manual oleh 4–6 orang. Pemboran
dilakukan secara bertahap setiap 3 meter sesuai dengan panjang ruas pipa bor yang
tersedia. Pemboran diteruskan sampai mencapai kedalaman yang direncanakan.
Berikut gambaran kegiatan pemboran di ketiga titik tersebut:

1) Titik Pemboran 1

Titik pemboran 1 terletak di Desa gabus Wetan (Gambar 14) yang berdekatan
dengan ST11 dengan perkiraan pemboran untuk sumur dangkal (air tanah bebas). Dari
hasil pemboran di lapangan didapat lapisan penutup dan lempung mulai dari 1–6 m dan
lapisan pasir (akifer) mulai kedalaman 7 m hingga 15 m dengan ketebalan akifer
mencapai 8 m.

18
Gambar 14. Pemboran air tanah bebas di Desa Rancahan

2) Titik Pemboran 2

Titik pemboran 2 terletak di Desa Rancahan (Gambar 15) yang berdekatan dengan
titik 1 yang berjarak 10 m dari arah selatan sumur dangkal dengan perkiraan pemboran
untuk sumur dalam (air tanah tertekan). Dari hasil pemboran di lapangan didapat lapisan
pasir (akifer tertekan) mulai kedalaman 70 m sampai 88 m.

Gambar 15. Pemboran air tanah dalam di Desa Rancahan

3) Titik Pemboran 3

Titik pemboran 1 terletak di Desa Kedokan Gabus (Gambar 16) yang berdekatan
dengan ST01 dan ST02 dengan perkiraan pemboran untuk sumur dalam dengan
kedalaman 20–40 m. Dari hasil pemboran di lapangan diperoleh lapisan akifer dangkal
dari 7–9 m kemudian pemboran diteruskan untuk mendapatkan akifer tertekan. Air tanah
tertekan didapat pada lapisan pasir dengan kedalaman 18–30 m.

19
Gambar 16. Pemboran air tanah dalam di Desa Kedokan Gabus

2. Bangunan Sumur

Pemasangan penutup (casing) yang dilengkapi dengan saringan (screen) dan


ditentukan sesuai dengan kondisi sumur yang telah dibor. Adapun pemasangan casing
sumur yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Casing sumur 1 (air tanah bebas)

Pada sumur 1 dengan air tanah bebas dipasangkan casing (Gambar 17) dengan
diameter 4 inchi sampai kedalaman 12 m dan panjang saringan 5.

Gambar 17. Pemasangan Casing sumur 1 (air tanah bebas)

2) Casing sumur 2 (air tanah tertekan)

Pada sumur 2 dengan air tanah dalam dipasangkan casing (Gambar 18) dengan
diameter 4 inchi sampai kedalaman 40 meter kemudian dipasangkan casing ukuran 2 inchi
dari kedalaman 40 m hingga 88 m dengan panjang screen 74–86 m.

20
Gambar 18. Pemasangan Casing sumur 2 (air tanah tertekan)

3) Casing sumur 3 (air tanah tertekan)

Pada sumur 3 dengan air tanah dalam dipasangkan casing dengan diameter 4 inchi
sampai kedalaman 28 m dengan panjang screen 10 m. Setelah dipasangkan casing maka
sumur tersebut dicor atau grouting untuk melindungi sumur agar tidak terjadi keruntuhan.

Gambar 19. Pengecoran casing atau grouting

Pengurasan sumur dilakukan untuk mengeluarkan lumpur dan material pasir atau
kerikil yang menyumbat pada screen dengan menggunakan sistem surging atau
penyemprotan dengan air menggunakan pompa air (Gambar 20). Surging dilakukan
dengan memasukan selang diameter 1,5 inchi kedalam sumur selama 1–2 jam sampai
mencapai kondisi air tanah yang relatif bersih. Pompa yang digunakan untuk pengurasan
ini adalah pompa air bensin merek alkon dengan kapasitas 0,5 liter detik.

21
Gambar 20. Pengurasan Sumur

3. Sistem Pemompaan

Pompa yang digunakan adalah jenis pompa rendam baik untuk sumur air tanah
dangkal (bebas) ataupun sumur dalam (tertekan). Beberapa alasan dalam pemilihan
pompa ini adalah sebagai berikut: harga lebih murah, biaya perawatan rendah, tidak bising
karena berada di dalam sumur, memiliki pendingin alami karena posisinya berada di
dalam air, sistem pompa tidak menggunakan shaft penggerak yang panjang seperti pada
jet pump.
Adapun kapasitas pompa yang digunakan tergantung dari kebutuhan debit dan
kedalaman sumur. Pada sumur 1 dengan kedalaman 12 meter maka digunkan pompa
dengan kapasitas 0,5 HP atau 375 watt, sumur 2 dengan kedalaman 88 m digunakan
pompa dengan kapasitas 0,75 HP atau 555 watt, dan sumur 3 dengan kedalaman 30 m
digunakan pompa dengan kapasitas 0,5 HP (Gambar 21).

Gambar 21. Pemasangan Pompa Rendam

Uji pemompaan (Gambar 22) dilakukan dengan metode uji pemompaan menerus
beserta uji kambuh (recovery) dengan menggunakan suatu nilai debit tertentu sampai
mencapai kondisi keseimbangan (steady state). Dengan mengukur debit yang keluar

22
menggunakan ember, volumetrik dan stopwatch. Selama uji pemompaan ini dilakukan
pengukuran level air setiap 30 menit menggunakan AVO meter.
Pada sumur 1 uji pemompaan dilakukan pengukuran sebanyak 2 kali. Pengukuran
pertama digunakan debit pompa 0,5 liter/detik selama 2 jam dan setiap 30 menit diukur
penurunan tinggi muka air tanah. Dari pengukuran pertama didapat penurunan muka air
tanah 1,2 m. Setelah itu dilakukan recovery selama 2 jam atau sampai kedalaman muka
air tanah sebelumnya. Pengukuran kedua dilakukan dengan debit 1 liter/detik selama 2
jam dan setiap 30 menit diukur penurunan tinggi muka air tanah. Dari pengukuran kedua
ini didapat penurunan muka air tanah 2 m. Setelah itu dilakukan kembali recovery selama
2 jam atau sampai kedalaman muka air tanah sebelumnya. Dari uji pemompaan ini dapat
diketahui bahwa pemompaan dengan debit 1 liter/detik masih dikategorikan aman.
Apabila dalam satu hari tinggi muka air tanah tidak kembali seperti semula maka debit
eksploitasi yang dilakukan masuk kategori tidak aman.
Pada sumur 2 dilakukan uji pemompaan sebanyak 2 kali dengan menggunakan debit
0,72 liter/detik masing-masing selama 2 jam. Setelah itu dilakukan lagi recovery selama 2
jam. Dari hasil uji pemompaan ini maka pengambilan air tanah dengan debit 0,72
liter/detik pada sumur 2 dikategorikan aman.
Pada sumur 3 dilakukan uji pemompaan sebanyak 1 kali dengan menggunakan debit
0,8 liter/detik selama 4 jam. Setelah itu dilakukan lagi recovery selama 2 jam. Dari hasil
uji pemompaan ini maka pengambilan air tanah dengan debit 0,8 liter/detik pada sumur 3
dikategorikan aman.

Gambar 22. Uji Pemompaan

4. Mutu Air tanah

Pengukuran kualitas air tanah dilakukan di Laboratorium CDSAP, Departemen


Teknologi Industri Pertanian, IPB yang sudah terakrediasi KAN. Pengukuran mutu air
tanah dilakukan saat sumur dalam kondisi sudah siap pakai dengan cara mengambil
contoh air tanah sebanyak 1800 ml dimasukkan ke dalam botol. Pengukuran merujuk

23
pada baku mutu air minum Permenkes No.46/Men.Kes/Per.IX/1999. Adapun hasil
pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil uji mutu menunjukkan air
tanah ini masuk ke dalam katagori mutu air yang layak untuk dikonsumsi.

E. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil pemboran di 3 titik dapat disimpulkan bahwa hasil


interpretasi keberadaan akifer di tiga titik tersebut telah terbukti. Masing-masing sumur
bor menghasilkan debit untuk KG-ST11 dangkal sebesar 1 liter/detik, KG-ST11 dalam
0,72 liter/detik dan KG-ST02 dalam 0,8 liter/detik. Kualitas air untuk ketiga sumur
tersebut masuk ke dalam golongan Baku Mutu A. Untuk pemanfaatan air tanah ini perlu
dibangun menara air dan tangki airnya untuk menyimpan air pada ketinggian tertentu agar
leluasa dialirkan secara gravitasi. Demikian pula perlu dilengkapi dengan sistem
otomatisasi pompa untuk memudahkan pengisian air ke dalam tangki.

24
IV. PEMBUATAN MENARA AIR

A. Tempat dan Waktu

Lokasi pembangunan menara air dilakukan di 3 lokasi, yaitu: 2 lokasi, Sumur 1 dan
2 terletak di Desa Rancahan dan Sumur 3 terletak di Desa Kedokan Gabus. Menara air
pada Sumur 1 dibangun pada tanggal 27 September 2015, menara air pada Sumur 2 dan 3
dibangun pada tanggal 7 November 2015.

B. Bahan dan Peralatan

Bahan-bahan untuk membuat kontruksi menara air dan tangki air, antara lain:
1) Besi siku ketebalan 4 mm panjang 6 m sebanyak 30 batang;
2) Mur dan baut ukuran 14 (8 mm) sebanyak 350 buah;
3) Cat 5 liter warna biru;
4) Thiner 8 liter;
5) Tanki air merk penguin kapasitas 2000 liter;
6) Semen 9 sak @ 50 kg;
7) Sirtu 6 m3;
8) Air untuk membuat beton pondasi;
9) Satu set alat otomatisasi pompa;
10) Kabel NYA 10 meter;
11) Mata bor 6 dan 8 mm;
12) Mata gerinda potong diameter 17 inchi;
13) Mata gerinda tangan diameter 4 inchi.

Peralatan yang digunakan untuk membuat menara air, antara lain:


1) Bor tangan;
2) Gerinda potong;
3) Gerinda tangan;
4) Tang penjepit 2 buah;
5) Kuas cat ukuran 2 inchi.

C. Tahapan Pembangunan

Tahapan pembangunan menara air adalah sebagai berikut:


1) Merancang menara air dengan sistem knock-down.
2) Membuat komponen menara tangki.
3) Merakit menara air untuk memastikan konstruksi menara air sesuai dengan
rancangannya.

25
4) Membawa komponen menara air dari Bogor ke Indramayu.
5) Merakit menara air di lokasi.
6) Menentukan lokasi menara air.
7) Membuat pondasi untuk dudukan menara air.
8) Mendirikan menara air.
9) Memasang tangki air.
10) Memasang pipa dan keran yang diperlukan.
11) Menyambung listrik dari rumah penduduk terdekat.
12) Memasang sistem otomatisasi pompa.
13) Penyambungan pipa air dari tangki ke rumah-rumah penduduk.
14) Penyambungan pipa air dari tangki ke lahan pertanian.

D. Hasil Pembuatan Menara Air

1. Rangcangan Menara Air

Menara air dirancang dalam sistem bongkar-pasang (knock-down) memudahkan


pengangkutan dan pemasangannya. Rangcangan menara air dibuat menggunakan
perangkat Autocad ini dikerjakan dengan menggunakan software Autocad (Gambar 23).

Gambar 23. Rancangan Menara Air

26
Tinggi menara keseluruhan adalah 130 cm dan lebar antar dua titik pondasi adalah 1
meter. Tangki airnya berkapasitas 2 m3.

2. Rangka Menara Air

Pembuatan rangka menara air dilakukan di bengkel dalam Kampus IPB Darmaga
(Gambar 24). Bahan utamanya adalah besi siku ukuran 5 cm. Dari besi siku ini dibuat
komponen menara air menggunakan alat potong besi tipe piringan. Sambungan komponen
hanya menggunakan baud dan mur yang dapat dipasang dan dilepas dengan mudah
menggunakan kunci pas 14. Setiap lubang bor diberi nomor untuk memudahkan
pemasangannya.

Gambar 24. Pembuatan Rangka Menara Air

Gambar 25 memperlihatkan komponen dan rangka menara air yang sudah dirakit
dan siap untuk dibawa ke lokasi.

Gambar 25. Komponen dan Rangka Menara Air

27
3. Menara Air di Lokasi

Rangka menara air yang sudah sampai di lokasi dirakit kembali sesuai dengan
prosedur pemasangannya (Gambar 26). Pemberian nomor lubang baud terhindar dari
kesalahan pasang komponen sehingga pemasangannya dapat dilakukan dengan cepat.

Gambar 26. Perakitan Menara Air

Menara air diletakkan berdekatan dengan sumur bor untuk memperpendek pipa air
dari dalam sumur ke tangki air dan juga untuk menghemat biaya perpipaan. Pondasi
dibuat menggunakan pasangan batu kali dan batu bata ditambahkan campuran semen :
pasir : batu dengan rasio 1:2:3 (Gambar 27).

Gambar 27. Pembuatan Pondasi Menara Air

Setelah dilakukan penggalian pondasi, adonan semen:pasir:batu tersebut dimasukkan


ke dalam lubang pondasi dan ditinggikan 20-30 cm dari permukaan tanah. Pekerjaan
pondasi ini dilakukan oleh masyarakat/petani setempat secara gotong royong.
Kaki-kaki rangka menara air dibenamkan ke lubang pondasi dan dicor (Gambar 28).
Pondasi kemudian rapihkan dan dibiarkan beberapa saat sampai kering.

28
Gambar 28. Pendirian Rangka Menara Air

Sebelum tangki air ditumpangkan di atas rangka menara, landasannya terlebih


dahulu diberikan lembaran kayu multifleks setebal 10 cm terutama agar tonjolan mur dan
baud yang ada tidak mengganggu pada bagian bawah tangki air. Tangki air yang
digunakan dalam hal ini adalah merk Penguin dengan kapasitas 2000 liter dan diameter
144 mm.
Setelah selesai pemasangan menara air, dibuatkan label (Gambar 29) untuk
memberikan keterangan mengenai spesifikasi sumur, pompa, menara termasuk sistem
pemompaannya menggunakan saklar otomatis. Listrik untuk menjalankan pompa ini
bersumber dari rumah penduduk yang terdekat serta tersedia daya sesuai dengan yang
dibutuhkan.

Gambar 29. Tangki Air dan Label Spesifikasi

4. Jaringan Pipa Air dan Kabel Listrik

Penyaluran air sumur ke tangki menggunakan pipa PVC diameter 1,5 inchi serta
dipasang keran air dan sambungan T untuk pembagian air langsung ke tangki atau tanpa
melalui tangki langsung ke outlet (Gambar 30). Kabel listrik dari rumah penduduk
terdekat digunakan untuk mengalirkan arus listrik ke pompa. Pemilihan rumah warga ini

29
mempertimbangkan kebutuhan daya pompa sebesar 375–555 watt sehingga yang dipilih
adalah rumah warga yang mempunyai minimal 900 watt.

Gambar 30. Penyambungan Pipa Air dan Kabel Listrik

5. Sistem Otomatisasi Pompa

Sistem otomatisasi digunakan agar pompa nyala ketika tinggi muka air yang ada di
dalam tangki berada pada level terendah dan pompa mati setelah muka air berada pada
level tertinggi (Gambar 31). Dengan digunakan sistem otomatisasi pompa ini, maka tidak
perlu lagi tenaga manusia untuk mengoperasikan pompa, namun pengecekan secara
berkala perlu dilakukan secara rutin.

Gambar 31. Perpipaan dan Otomatisasi Pompa

6. Pemanfaatan Air Tanah

Pada saat laporan ini disusun, penduduk sudah menggunakan air tanah untuk
berbagai keperluan. Beberapa penduduk menyalurkan air bersih dari menara air langsung
ke rumah-rumah menggunakan pipa paralon. Dari satu menara air ada yang telah
tersambung dengan 30 rumah warga. Sementara ini, sumur dalam lebih utama
diperuntukan bagi keperluan rumah tangga sedangkan sumur dangkal lebih banyak

30
digunakan untuk mengairi lahan pertanian. Beberapa warga memanfaatkan air tanah di
antaranya untuk mengairi tanaman kangkung dan mentimun (Gambar 32).

Gambar 32. Pemanfaatan Air Tanah

E. Kesimpulan

Telah dihasilkan desain teknis bangunan sumur, menara air, sistem penyaluran air
dan sistem otomatisasi pompa. Sampai saat ini telah selesai dikonstruksi tiga menara air
masing-masing untuk satu sumur. Dari ketiga sumur tersebut air tanah telah dimanfaatkan
baik untuk keperluan rumah tangga maupun mengairi lahan pertanian. Selanjutnya, perlu
dikembangkan penggunaan tenaga surya terutama di lokasi yang berjauhan dengan
pemukiman.

31
V. PENUTUP

Survei geolistrik di Kabupaten Indramayu, khususnya Desa Kedokan Gabus dan


Desa Gabus Wetan menghasilkan 12 titik berpotensi mengandung air tanah pada
kedalaman yang berkisar 10–30 m (dangkal), and 80–110 m (dalam). Di mana, sampai
saat ini telah dilakukan pemboran di 3 titik pada kedalaman 15 m, 85 m dan 30 m,
masing-masing menghasilkan debit 1 liter/detik, 0,72 liter/detik dan 0,8 liter/detik dengan
mutu air masuk dalam kategori Baku Mutu A.
Diketiga sumur tersebut telah dikonstruksi menara air dengan rangka setinggi 2 m
dan tangki air berukuran 2000 liter. Pompa air rendam sekitar 300 watt dipakai untuk
menaikkan air menggunakan sumber daya listrik yang diperoleh dari rumah penduduk
setempat yang terdekat. Operasi pompa air dilakukan secara otomatis sistem on–off
menggunakan elektroda untuk mendeteksi batas atas dan batas bawah level air yang
diletakkan di dalam tangki. Ketiga sumur tersebut telah dimanfaatkan penduduk setempat
baik untuk keperluan rumah tangga maupun mengairi lahan pertanian.
Selanjutnya, perlu dikembangkan penggunaan tenaga surya terutama di lokasi sumur
yang jauh dari pemukiman. Pengalaman ini berpeluang baik untuk diujicobakan di lokasi
lainnya terutama yang endemik kekeringan. Perlu pula dikaji jenis tanaman dan budidaya
hemat air yang dapat mendatangkan keuntungan secara berkelanjutan. Serta, dibentuk
pola pengelolaan untuk menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan air tanah ini.

32
Lampiran 1. Jenis Batuan Hasil Geolistrik

Kedalaman Rho
Titik Penafsiran Batuan
(m) (Ωm)
0.00-2.30 7.51 Tanah penutup
2.30-5.00 1.97 Lempung
Lempung pasiran (diduga akifer bebas dengan air
5.00-15.00 4.96-6.28
ST01 tanah asin/payau)
15.00-75.00 2.34-2.79 Lempung
75.00 4.97 Lempung pasiran (diduga akifer dalam)
105.00 3.98 Lempung pasiran (diduga akifer dalam)
0.00-2.04 5.14 Tanah penutup
2.04-5.28 3.88 Lempung
5.28-11.71 5.18 Lempung pasiran (diduga akifer bebas
ST02
11.71-40.00 1.69-3.82 Lempung
40.00-114.21 4.51 Lempung pasiran (diduga akifer dalam)
114.21 8.65 Pasir lempungan (diduga akifer dalam)
0.00-2.24 17.08 Tanah penutup
2.24-3.57 23.83 Pasir (diduga akifer bebas)
3.57-7.67 2.67 Lempung
ST03 7.67-21.64 4.33 Lempung pasiran (diduga akifer bebas
21.64-40.33 2.07 Lempung
40.33-85.21 9.35 Pasir lempungan (diduga akifer dalam)
85.21 1.33 Lempung/tuf
0.00-1.00 5.17 Tanah penutup
1.00-2.56 19.35 Pasir (diduga akifer bebas)
2.56-20.40 0.14-4.87 Lempung
ST04
20.40-41.04 8.12 Pasir lempungan (diduga akifer bebas)
41.04-80.53 0.53 Lempung
80.53 15.17 Pasir (diduga akifer dalam)
0.00-2.00 5.14 Tanah penutup
2.00-13.59 1.19 Lempung
13.59-29.94 8.34 Pasir lempungan (diduga akifer bebas)
ST05
29.94-62.45 0.55 Tuf
62.45-83.09 1.26 Lempung
83.09 4.41 Lempung pasiran - pasir (diduga akifer dalam)
ST06 0.00-2.44 6.00 Tanah penutup

33
2.44-5.77 17.07 Pasir (akuifer bebas)
5.77-46.16 1.19-4.00 Lempung
46.16-102.21 7.91 Pasir lempungan (diduga akifer dalam)
102.21 3.93-4.26 Lempung
0.00-1.57 1.51 Tanah penutup (permeabilitas rendah)
1.57-5.28 3.90 Lempung pasiran (diduga akifer bebas)
5.28-6.28 0.47 Lempung
KG- 6.28-22.88 3.71 Lempung pasiran (diduga akifer bebas)
ST7
22.88-41.00 2.02 Lempung
41.00-81.21 7.90 Pasir lempungan (diduga akifer dalam)
81.21 1.24 Lempung
0.00-2.00 3.60 Tanah penutup (permeabilitas rendah)
2.00-9.42 0.96 Lempung
ST08 9.42-24.00 2.67 Pasir lempungan (diduga akifer bebas)
24.00-80.00 1.95 Lempung
80.00 2.07 Lempung pasiran (diduga akifer dalam)
0.00-3.00 5.17 Tanah penutup (permeabilitas rendah)
3.00-7.00 7.48 Pasir lempungan (diduga akifer bebas)
ST09 7.00-24.82 0.12-2.29 Lempung
24.82-45.00 3.19 Lempung
45.00 14.93 Pasir (diduga akifer dalam)
0.00-2.00 4.79 Tanah penutup
2.00-5.64 1.18 Lempung
5.64-16.23 8.81 Pasir lempungan (diduga akifer bebas)
ST10
16.23-50.15 0.42 tuf/lempung
50.15-83.09 1.26 Lempung
83.09 16.25 Pasir (diduga akifer dalam)
0.00-3.00 4.58 Tanah penutup
3.00-13.51 2.97 Lempung
13.51-25.07 2.07 Lempung pasiran (diduga akifer bebas dengan air
ST11 tanah asin/payau)
25.07-65.94 2.58 Lempung
65.94-124.87 5.44 Lempung pasiran (diduga akifer dalam)
124.87 13.24 Pasir (diduga akifer dalam)
0.00-2.00 5.14 Tanah penutup
ST12
2.00-10.88 1.79 Lempung

34
10.88-17.96 1.39 Lempung pasiran (diduga akifer bebas dengan air
tanah asin/payau)
17.96-76.00 3.35-4.00 Lempung
76.00 4.33 Lempung pasiran - pasir (diduga akifer dalam)

35
Lampiran 2. Jenis Batuan Hasil Geolistrik

36
Penulis dan Pelaksana Kegiatan:

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr.


• Ahli Hidrologi dan Fisika Tanah
• Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas
Teknologi, Institut Pertanian Bogor.
• Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrastruktur
Pertanian.
Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, M.Eng.
• Ahli Hidrogeologi
• Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas
Teknologi, Institut Pertanian Bogor.

Septian Fauzi Dwi Saputra, ST.


• Ahli Survei Air tanah
• Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas
Teknologi, Institut Pertanian Bogor.

Dr. Ir. Ani Andayani, M.Agr.


• Ahli Nutrisi Tanaman
• Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrastruktur Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai