A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Melihat sifat keaditifan absorbans suatu campuran dan menentukan konsentrasi masing-
masing komponen (Co2+ dan Cr3+ ).
2. Waktu Praktikum
Kamis, 1 November 2018
3. Tempat Praktikum
Lantai II, Laboratorium Kimia Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Kobalt adalah logam berwarna abu-abu seperti baja, dan bersifat sedikit magnetis. Ia
melebur pada 1490°C. Logam ini mudah melarut dalam asam-asam mineral encer. Dalam
larutan air, kobalt secara normal terdapat sebagai ion kobalt (II), Co2+; kdang-kadang
khususnya dalam kompleks-kompleks, dijumpai ion kobalt (III), Co3+. Kedua ion ini masing-
masing diturunkan dari oksida CoO dan Co2O3. Oksida kobalt (II)-kobalt (III), Co3O4, juga
diketahui. Dalam larutan air dari senyawa-senyawa kobalt (II), terdapat ion Co2+ yang merah.
Senyawa-senyawa kobalt (II) yang tak-berhidrat atau tak berdisosiasi, berwarna biru. Jika
disosiasi dari senyawa-senyawa kobalt ditekan, warna larutan berangsur-angsur berubah
menjadi biru. Ion kobalt (III), Co3+, tidak stabil, tetapi kompleks-kompleksnya stabil, baik
dalam larutan maupun dalam bentuk kering. Kompleks-kompleks kobalt (II) dapat
dioksidasikan dengan mudah menjadi kompleks-kompleks kobalt (III) (Svehla, 1985 : 276).
Spektroskopi adalah alat analisis yang menggunakan radiasi (sinar) sebagai sumber
energi. Sinar atau radiasi adalah merupakan gelombang yang mempunyai energi berbanding
terbalik dengan panjang gelombang (λ) yang mengikuti persamaan :
C. E = h c / λ
Materi yang mempunyai massa yang sangat kecil sehingga dapat dianggap nol seperti
elektron juga bersifat gelombang (foton) sehingga pada spektroskopi massa yang digunakan
sebagai sumber energi adalah elektron. Spektroskopi adalah alat untuk menganalisis senyawa
organik secara kualilatif, kuantitatif dan yang paling penting adalah pelacakan atau elusidasi
struktur (Sitorus, 2009 : 1).
Secara mendasar, metode – metode spektroskopi ini didasarkan pada interaksi antara
cahaya dengan materi. Sebagai akibat interaksi di antara cahaya dan partikel – partikel
penyerap (pengabsorbsi) adalah berkurangnya kekuatan sinar. Transmitansi larutan T
merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan melalui larutan. Transmitansi (T) sering
dinyatakan sebagai persentase (% T). Absorbansi (A) suatu larutan dinyatakan sebagai
persamaan
D. A = - log T
Berbeda dengan transmitansi, absorbansi larutan berubah dengan pengurangan kekuatan sinar.
Bila ketebalan benda atau konsentrasi materi yang dilewati cahaya bertambah, maka cahaya
akan lebih banyak diserap. Jadi absorbansi berbanding lurus dengan ketebalan b dan
konsentrasi c,
E. A = a b c
Bila konsentrasi dinyatakan dalam mol / liter dan panjang sel dalam cm, maka absorbtifitas
disebut absorbtifitas molar (molar absorptivity) dan diberi simbol ε. Jadi persamaan dapat
ditulis
F. A = ε b c
Beberapa fotometer dan spektrofotometer manual dilengkapi dengan sistem pembacaan yang
mempunyai skala pembacaan secara linear dari 0 sampai 100 % T (Hendayana, 1994 : 137).
Teknik spektrofotometri ultraviolet tampak digunakan secara umum di laboratorium
analisis kimia, baik untuk tujuan analisis kualitatif maupun untuk analisis kuantitatif.
Popularitas teknik spektrofotometri ultraviolet tampak (UV-Vis) disebabkan oleh cara
penggunaannya yang mudah dan cara analisisnya yang cepat. Hampir semua laboratorium
yang terlibat dengan pengujian kimia mempunyai alat atau instrument ini. Konsentrasi sampel
dapat dihitung dari data absorbansi spektra UV-Vis menggunakan hukum Lambert-Beer.
Percobaan-percobaan secara spektrofotmetri UV-Vis sangat mudah untuk dilakukan.
Meskipun demikian, seorang analisis harus paham pentingnya kinerja spektrofotometri UV-
Vis sehingga dihasilkan data yang dapat dipercaya. Persyaratan-persyaratan kinerja
spektrofotometri bervariasi tergantung pada sifat uji dan desain instrument. Karakteristik
suatu kinerja tertentu akan memengaruhi kinerja instrument secara keseluruhan. Suatu
instrumen dengan desain berkas sinar ganda pada umumnya akan memberikan resolusi dan
stabilitas yang lebih baik dibanding instrument dengan desain berkas sinar tunggal (Rohman,
2014 : 159).
Hasil identifikasi klorofil dari Alga hijau Halimeda discoidea dengan
Spektrofotmeter Uv-Vis dihasilkan suatu panjang gelombang yang ditunjukkan pada tabel.
Terjadinya pergeseran panjang gelombang maksimum dapat menjadi indikasi terbentuknya
ikatan klorofil dengan logam. Spektrum absorpsi yang mengandung logam Co2+, klorofil
mengalami pergeseran dari ekstrak klorofil dari panjang gelombang maksimum 409 menjadi
418 dan 664 nm menjadi 654 nm. Hasil spektrum ini menunjukkan bahwa ekstrak Co2+
klorofil mengalami pergeseran dari ekstrak klorofil. Perbedaan serapan panjang gelombang
yang didapatkan di sebabkan oleh perbedaan tanaman pelarut dan waktu ekstraksi yang
digunakan (Widiastuti, dkk, 2016).
Panjang gelombang maksimum larutan standar besi berada pada daerah 500-520 nm
karena pada daerah tersebut terdapat absorbansi maksimum yang ditandai dengan adanya
puncak tertinggi. Dengan begitu belum dapat diketahui dengan pasti panjang gelombang
maksimum dari larutan standar besi. Untuk mengetahui lebih jelas, maka dilakukan
pengukuran kembali pada rentang 500-520 nm. Kurva kalibrasi merupakan suatu garis yang
diperoleh dari titik titik yang menyatakan suatu konsentrasi terhadap absorbansi yang diserap
setelah dilakukan analisa regresi linier. Konsentrasi besi secara spektrofotometri UVVis
ditentukan berdasarkan kurva kalibrasi yang dibuat dengan mengukur absorbansi larutan
standar besi dengan variasi 0-5 ppm. Pada penelitian ini didapatkan persamaan regresi
sederhana y = 0,061x-0,004 dan koefisien regresi (R2) sebesar 0,998 dengan koefisien
korelasi (r) sebesar 0,999. Koefisien regresi (R2) sebesar 0,998 menyatakan bahwa terdapat
korelasi yang erat dan linearitas yang baik antara konsentrasi larutan besi dengan
absorbansinya. Hal ini dikarenakan nilai kisaran R2 berada pada rentang 0,9 < R2 < 1. Nilai r
sebesar 0,999 menyatakan semua titik terletak pada garis lurus yang lerengnya positif karena
nilai berada pada -1≤ r ≤ 1. Dengan persamaan regresi ini, konsentrasi besi didalam sampel
dapat diketahui dengan memasukkan nilai absorbansi sampel ke dalam nilai y. Akan tetapi,
nilai konsentrasi yang dihasilkan tidak boleh melebihi konsentrasi maksimum yang terdapat
dalam kurva kalibrasi karena diluar kurva kalibrasi linearitas antara sumbu-x dan sumbu-y
belum teruji. Jika ternyata konsentrasi sampel melebihi konsentrasi maksimum, maka perlu
dilakukan pengenceran lebih lanjut (Harisman dan Sugiarso, 2014).
Pemanfaatan modul spektrofotometri untuk memvalidasi pengembangan metode untuk
gentamisin dimuat mikropartikel dimaksudkan untuk memberikan metode kuantifikasi
alternatif tanpa mengurangi sensitivitas dari metode yang dikembangkan. Proses fabrikasi
mikropartikel terbukti cocok di encapsulating gentamisin dengan menggunakan poli (asam
laktat co-glikolat l) PLGA tanpa mengorbankan efektivitas dari antibiotik itu sendiri.
Linearitas dari 6 konsentrasi kompleks ninhidrin-gentamisin yang telah diketahui diperoleh
R2 0,9998. The interday dan intraday presisi ditentukan dengan nilai penerimaan % RSD
kurang dari 2%. Nilai tertinggi % RSD adalah 1,09% yang disarankan oleh metode untuk
dapat diterima secara tepat. Nilai batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi (LOQ) tercatat
berada di 0,016 dan 0,196 mg / mL untuk masing-masingnya. % pemulihan dari 4 konsentrasi
yang diketahui menunjukkan akurasi metode tinggi dengan kisaran pemulihan antara 98,66%
dan 101,8%. Parameter yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sesuai dengan pedoman
ICH Q2 (R1). Metode kuantifikasi ini adalah pendekatan yang menjanjikan untuk
memberikan yang cepat dan biaya yang efektif dalam mengevaluasi konsentrasi gentamisin
untuk aplikasi in-vitro (Ismail, 2016).
Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang banyak dibudidayakan oleh
para pelaku usaha. Salah satu senyawa yang terdapat dalam kopi mengandung kafein. Kafein
adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi. Tujuan penelitian ini
yaitu mengetahui kandungan kafein dalam kopi mentah, kopi bubuk murni, dan kopi bubuk
campuran dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis sedangkan penentuan kadar air
pada kopi menggunakan metode oven. Pembuatan larutan standar didahului dengan
mengambil: 0,1; 0,3; 0,6;0,9; 1,2; 1,4 mL dari larutan standar kafein 100 ppm dan diencerkan
menjadi 10 mL sehingga konsentrasi larutan standar yang diperoleh berturut-turut adalah : 1;
3; 6; 9; 12; 15 mg/L. Larutan standar kafein diukur dengan menggunakan alat
spektrofotometer UV-Vis sehingga diperoleh λmax. Kurva kalibrasi merupakan plot antara
kosentrasi (ppm) dengan absorbansi yang dibuat dari larutan standar yang mengandung
kafein. Perhitungan hasil pengukuran larutan standar diperoleh kurva kalibrasi dengan
variasi konsentrasi (1 ppm; 3 ppm; 6 ppm; 9 ppm; 12 ppm; 15 ppm) sehingg hasil dari
persamaan garis regresi dari kafein adalah y = 0,04943x + 0,01862 dengan nilai koefisien
korelasi (r) sebesar 0,99714. Hasil pengukuran larutan baku kafein dengan menggunakan
instrument spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 275 nm. Berdasarkan hasil
analisis kandungan kafein pada kopi yakni diperoleh kadar kafein rata-rata pada sampel kopi
mentah adalah sebesar 1,28±0,82, sampel bubuk kopi murni sebesar 1,63±0,13, dan sampel
bubuk kopi campuran sebesar 0,87±0,01. Kadar kafein kopi murni lebih tinggi daripada kopi
mentah. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan kadar air dan kafein dalam kopi mentah
masih dalam bentuk ikatan dengan senyawa lain berupa senyawa organik yang akan
mempengaruhi metabolit skunder sedangakan kadar kafein bubuk kopi campuran lebih rendah
daripada kopi mentah yang disebabkan oleh proses pengeringan dan penyangraian dari biji
kopi mentah menjadi bubuk kopi campuran (Arwangga, dkk, 2016).
Pengembangan metode analisis dan validasinya memainkan peran penting dalam
penemuan, pengembangan dan pembuatan obat-obatan. Sebuah metode sederhana yang cepat
dan reproducible adalah spektrofotometri UV untuk penentuan kuantitatif kafein dalam
formulasi tablet yang dikembangkan dan divalidasi dalam penelitian ini. Larutan standar
kafein dibuat dengan melarutkan 100mg kafein dalam 100 mL air suling yang menjadikan
konsentrasi sebesar 1.000 μg/mL. Dari larutan standar 10mL dipindahkan ke labu ukur
100mL dan volume dibuat sampai tanda batas dengan air suling untuk membuat 100μg/mL.
Kemudian sampel dianalisis dengan UV-Vis Spektrofotometer pada kisaran 200-400nm
terhadap air suling sebagai blanko dan panjang gelombang yang sesuai dengan absorbansi
maksimum tercatat λ-max yaitu 270nm. Obat dianalisis pada 270nm dalam air suling
menggunakan spektrofotometer UV-Visible. Karakteristik optik seperti batas hukum Beer,
intercept dan slope telah dihitung menggunakan persamaan regresi, yang telah disajikan.
Presisi ditentukan dengan menganalisis obat pada konsentrasi tertentu selama lima kali pada
hari yang sama. Diluar hari tersebut presisi ditentukan secara sama, menganalisis sampel
harian, selama tiga hari berturut-turut. Untuk memastikan metode akurasi, studi pemulihan
dilakukan dengan metode penambahan standar pada 80%, 100% dan 120% tingkat dari
konsentrasi obat, dengan sampel pra-analisis dan nilai pemulihan persen dihitung. Percobaan
pemulihan menunjukkan tidak adanya gangguan dari aditif farmasi yang sering ditemui dan
eksipien. Studi linearitas dilakukan dengan memplot konsentrasi yang berbeda dari larutan
standar terhadap absorbansi masing-masing. Kafein yang ditemukan linear pada rentang
konsentrasi 10- 50μg / mL. Nilai koefisien korelasi yang ditemukan 0.999, kurva kalibrasi
menunjukkan bahwa mematuhi batas hukum Beer dalam rentang konsentrasi. Metode yang
diusulkan ditemukan dapat menjadi metode yang sederhana, akurat, tepat, sederhana, sensitif,
kuat dan hemat biaya. Hasil tes validasi yang ditemukan memuaskan dan oleh karena itu
metode ini dapat diterapkan dengan sukses untuk estimasi Kafein dalam bentuk tablet
(Sethuraman, 2013).
2. Bahan-bahan Praktikum
a. Aquades (H2O)(l)
b. Larutan kobalt (II) nitrat (Co(NO3)2) 0,2256 M
c. Larutan kromium (III) nitrat (Cr(NO3)3) 0,06 M
D. SKEMA KERJA
1. Sifat Aditif dari Absorbansi untuk Campuran Larutan Cr(III) dan Co(II)
Larutan Cr(NO3)3 0,06 M
Diencerkan hingga 10 mL dengan konsentrasi 0,025 M
Dimasukan dalam kuvet
Diukur absorbansinya pada rentang panjang gelombang 500-
600 nm dengan interval 10 nm
Hasil
Larutan Co(NO3)2 0,2256 M
Diencerkan hingga 10 mL dengan konsentrasi 0,1 M
Dimasukan kedalam kuvet
Diukur absorbansinya pada rentang panjang gelombang 500-
600 nm dengan interval 10 nm
Hasil
E. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel Absorbansi Larutan Cr(NO3)3 0,025 M, Larutan Co(NO3)2 0,1 M dan Campuran
a. Untuk larutan Cr(NO3)3 0,025 M
Panjang gelombang (λ) (nm) Absorbansi (A)
500 0,09
510 0,11
520 0,14
530 0,18
540 0,22
550 0,26
560 0,30
570 0,31
580 0,32
590 0,30
600 0,28
λmax (nm) larutan Cr(NO3)3 0,06 M adalah pada 580 nm dengan nilai absorbansi sebesar
0,32 A.
b. Untuk larutan Co(NO3)2 0,2256 M
Panjang gelombang (λ) (nm) Absorbansi (A)
500 0,43
510 0,47
520 0,45
530 0,40
540 0,32
550 0,23
560 0,15
570 0,09
580 0,05
590 0,04
600 0,03
λmax (nm) larutan Co(NO3)2 0,2256 M adalah pada 510 nm dengan nilai absorbansi
sebesar 0,16.
F. ANALISIS DATA
1. Sifat Aditif dari Absorbansi untuk Campuran Larutan Cr(NO3)2 dan Co(NO3)2
a. Perhitungan volume Cr(III) sebelum pengenceran
Dik: V2 = 10 mL
M1 = 0,06 M
M2 = 0,025 M
= 4,167 mL
= 4,432 mL
Sifat Aditif dari Absorbansi untuk Campuran Larutan Cr(NO3)2 dan Co(NO3)2
a) Kurva untuk Larutan Cr(III)
Dari grafik tersebut, nilai panjang gelombang maksimum untuk Cr(III) adalah 580 nm
dengan nilai absorban sebesar 0,32.
Dari grafik tersebut, nilai panjang gelombang maksimum untuk Co(II) adalah 510
nm dengan nilai absorban sebesar 0,47.
M1 = 0,06 M
V2 = 10 mL
Untuk M2 = 0,01 M
= 1,67 mL
Untuk M2 = 0,02 M
= 3,33 mL
Untuk M2 = 0,03 M
= 5 mL
Untuk M2 = 0,04 M
= 6,67 mL
Untuk M2 = 0,05 M
= 8,3 mL
M1 (M) V1 (mL) M2 (M) V2 (mL)
0,05 1,67 0,01 10
0,05 3,33 0,02 10
0,05 5 0,03 10
0,05 6,67 0,04 10
0,05 8,3 0,05 10
Kurva untuk Larutan Cr(III) hubungan antara Absorbansi (A) dengan Konsentrasi
(M) pada panjang gelombang (λmax) Cr(III) (580 nm)
Kurva untuk Larutan Cr(III) hubungan antara Absorbansi (A) dengan Konsentrasi
(M) pada panjang gelombang (λmax) Co(II) (510 nm)
V1 =
M1 = 0,2256 M
V2 = 10 mL
Untuk M2 = 0,02 M
= 0,8865 mL
Untuk M2 = 0,04 M
= 1,7730 mL
Untuk M2 = 0,06 M
= 2,6596 mL
Untuk M2 = 0,08 M
= 3,5461 mL
Untuk M2 = 0,1 M
= 4,4326 mL
M1 (M) V1 (mL) M2 (M) V2(mL)
0,2256 0,8865 0,02 10
0,2256 1,7730 0,04 10
0,2256 2,6596 0,06 10
0,2256 3,5461 0,08 10
0,2256 4,4326 0,10 10
Kurva untuk Larutan Co(II) hubungan antara Absorbansi (A) dengan Konsentrasi
(M) pada panjang gelombang (λmax) Cr(III) (580 nm)
Kurva untuk Larutan Co(II) hubungan antara Absorbansi (A) dengan Konsentrasi
(M) pada panjang gelombang (λmax) Co(II) (510 nm)
3. Penentuan Kadar Cr(III) dan Co(II) dalam campuran larutan Cr(NO3)3 0,025 M dan
Co(NO3)2 0,1 M
Tabel nilai absorbansi campuran larutan Cr(NO3)3 0,025 M dan Co(NO3)2 0,1 M
panjang gelombang max Cr(III) (nm) Absorbansi (A)
580 0,12
A = k.C
Nilai k pada masing-masing larutan yaitu :
a. Untuk Cr(III) pada (λmax) 580 nm, nilai k = 12,4
Untuk Cr(III) pada (λmax) 510 nm, nilai k = 4,9
b. Untuk Co(II) pada (λmax) 580 nm, nilai k = 4,75
Untuk Co(II) pada (λmax) 510 nm, nilai k = 0,65
Maka :
A1 = (kCr x C1) + (kCo x C2)………………. (λ) = 580 nm
A2 = (kCr x C1) + (kCo x C2)………………. (λ) = 510 nm
Penyelesaian :
Eliminasi persamaan 1 dan 2
0,12 = (12,4 x C1) + (4,75 x C2) x 0,65
0,19 = (4,9 x C1) + (0,65 x C2) x 4,75
= 0,007857 M
Sehingga,
A1 = (kCr x C1) + (kCo x C2)
0,12 = (12,4 x (0,007857 M)) + (4,75 C2)
0,12 = 12,407875 + (4,75 C2)
0,12 + 12,407875 = 4,75 C2
12,527857 = 4,75 C2
C2 =
= 2,637 M
Jadi, kadar Cr(III) dan Co(II) adalah 0,007857 M dan 19,8855 M.
G. PEMBAHASAN
Spektrofotometer merupakan alat untuk mengukur trasmitan (T atau %T) atau
absorbansi (A) suatu cuplikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometri UV-
Vis merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible. Alat ini menggunakan dua
buah sumber cahaya yang berbeda, yaitu sumber cahaya UV dan sumber cahaya Visible.
Larutan yang dianalisis diukur serapan sinar ultra violet atau sinar tampaknya. Konsentrasi
larutan yang dianalisis akan sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terapat
dalam larutan tersebut. Prinsip kerja spektrofotometri uv-vis mengacu pada hukum Lambert-
Beer. Apabila cahaya monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya
tersebut akan diserap, sebagian dipantulkan dan sebagian lagi akan dipancarkan. Alat ini
dapat digunakan untuk analisis dua komponen pada campuran yang tidak saling berinteraksi.
Pada campuran yang komponen penyusunnya tidak saling berinteraksi, apabila diukur
absorbannya, absorban dari campuran tersebut merupakan penjumlahan dari absorbansi
masing-masing komponen yang terdapat pada campuran. Ini merupakan sifat keaditifan suatu
larutan yaitu keseluruhan absorban larutan pada panjang gelombang tertentu adalah jumlah
dari absorban komponen-komponen yang terdapat dalam larutan. Dengan mengukur
absorbans campuran pada panjang gelombang tertentu masing-masing komponen, maka
konsentrasi masing-masing dapat diketahui.
Spektrofotometer dapat digunakan untuk mengukur serapan baik di daerah tampak
(sinar tampak) dengan daerah panjang gelombang antara 380-750 nm, di daerah ultra
lembayung (sinar UV/ ultraviolet) dengan panjang gelombang antara 200- 380 nm.
Penggunaan spektrofotometri UV-Vis pada praktikum ini didasari oleh prinsip dasar dari alat
ini yaitu yang dapat mengabsorpsi pada panjang gelombang yang berkisar antara 200-750 nm
untuk sampel yang berwarna seperti halnya CoCl2. Selain itu, spektrofotometer UV-Vis
merupakan suatu alat analisis yang mudah untuk dioperasikan serta dapat menganalisis suatu
sampel secara cepat, dimana dalam prosesnya suatu sampel dapat dengan mudah ditentukan
kadarnya dari pengukuran tingkat absorbansinya atau penyerapan cahaya dari suatu sampel
pada panjang gelombang tertentu. Dalam proses analisis dengan menggunakan
spektrofotometri sinar tampak (UV-Vis), persyaratan larutan yang arus dipenuhi untuk
absorpsi sinar tampak adalah larutan berwarna. Jika larutan tidak berwarna, maka larutan
harus diubah menjadi senyawa dengan cara pembentukan senyawa kompleks berwarna.
Namun, hal ini tidak perlu dilakukan dalam praktikum ini sebab larutan Co(NO3)2 yang
mengandung ion Co2+ serta Cr(NO3)3 yang mengandung ion Cr3+ sudah merupakan larutan
berwarna, dimana untuk larutan Cr(NO3)3 berwarna biru kehitaman karena adanya ion Cr3+
dan lartan Co(NO3)2 berwarna merah muda/merah jambu karena mengandung ion Co2+.
Keuntungan dari spektrofotometer adalah dapat menentukan absorbansi komponen-
komponen serta konsentrasi masing-masing komponennya tanpa adanya pemisahan. Pada
percobaan ini bertujuan untuk melihat sifat keadiktifan absorbans suatu campuran dan
menentukan konsentrasi maing-masing komponen (Co2+ dan Cr3+). Yang dimaksud dengan
adsorbans komponen yang bersifat adiktif adalah bila mana komponen-komponen tersebut
tidak saling bereaksi. Pada suatu panjang gelombang tertentu, absorbansi suatu campuran
sama dengan jumlah absorbansi dari tiap-tiap komponennya. Dengan mengukur absorbans
campuran pada panjang gelombang optimal masing-masing komponen, maka konsentrasi
masing-masing komponen dapat dihitung.
Praktikum ini bertujuan untuk melihat sifat keaditifan absorban suatu campuran dan
menentukan konsentrasi masing-masing komponen (Co2+ dan Cr3+). Dilakukan dua percobaan
dalam praktikum ini. Pertama untuk mengetahui sifat aditif dari absorbansi untuk campuran
larutan Cr(III) dan Co(II), penentuan nilai k dari larutan Cr(III) dan Co(II) dan penentuan
konsentrasi campuran larutan Cr(III) 0,025 M dan Co(II) 0,1 M.
Pertama, sifat aditif dari absorbansi untuk campuran larutan Cr(III) dan Co(II). Tujuan
dari digunakannya Cr(III) dan Co(II) adalah karena kedua unsur ini merupakan unsur yang
bersifat adiktif, yaitu tidak terjadi reaksi antara pelarut dengan unsur tersebut pada panjang
gelombang optimumnya. Selain itu, digunakan kedua senyawa tersebut karena meemiliki
warna yang khas yang membedakanya dengan unsur yang lainnya, serta pada Cr(III) maupun
Co(II) memiliki daya absorbansi pada panjang gelombang yang saling berdekatan sehingga
memungkinkan adanya pemisahan untuk menentukan konsentrasi dari larutan tersebut dalam
campuran. Larutan Cr(NO3)3 ; Co(NO3)2 diencerkan terlebih dahulu yang selanjutnya diukur
absorbansinya dengan interval 10 pada rentang panjang gelombang 500-600 nm.
Dilakukannya pengukuran pada rentang panjang gelombang tersebut dikarenakan pada
panjang gelombang tersebut kedua unsur tersebut yaitu Cr(III) dan Co(II) terjadi penyerapan
intensitas cahaya yang optimal. Akan tetapi pada rentang panjang gelombang tersebut belum
diketahui secara jelas panjang gelombang maksimum dari kedua unsur tersebut. Untuk itulah
perlu adanya pengukuran nilai absorbsi agar dapat menentukan nilai dari panjang gelombang
dari masing-masing unsur. Panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang dimana
suatu larutan zat uji memiliki serapan maksimum. Tujuan dari penentuan panjang gelombang
maksimum adalah pada panjang gelombang maksimum, kepekaannya juga maksimal karena
pada panjang gelombang tersebut perubahan absorbansi yang terjadi setiap satuan konsentrasi
adalah yang paling besar. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya error pada pengukuran
absorbansi sampel yang akan diukur selanjutnya. Sebelum pengukuran, dilakukan
pengenceran larutan Cr(NO3)3 0,06 M menjadi 0,025 M dan larutan Co(NO3)2 0,2256 M
menjadi 0,1 M. Panjang gelombang maksimum ditunjukkan dengan nilai absorbansi tertinggi
dari larutan. Absorbansi maksimum larutan Cr(NO3)3 terukur pada panjang gelombang 580
nm yaitu sebesar 0,32. Panjang gelombang maksimum untuk larutan Co(NO3)2 adalah 510 nm
dengan absorbansi 0,47. Adanya perbedaan panjang gelombang dari kedua komponen
tersebut menunjukkan perbedaan daya serap dari kedua unsur yang disebabkan oleh sifat dan
penampakan (dalam hal intensitas warna) yang berbeda. Panjang gelombang maksimum ini
digunakan dalam percobaan kedua yaitu penentuan konsentrasi komponen-komponen dalam
campuran tanpa melakukan pemisahan. Kenapa panjang gelombang maksimum yang dipilih,
hal ini karena di sekitar panjang gelombang maksimum tersebut, bentuk kurva serapan adalah
datar sehingga hukum Lambert-Beer akan terpenuhi dengan baik sehingga kesalahan yang
ditimbulkan pada panjang gelombang maksimum dapat diperkecil.
Percobaan kedua yaitu, penentuan nilai k dari larutan Cr(III) dan Co(II). Percobaan ini
dilakukan dengan mengencerkan masing-masing larutan Cr(NO3)3 dan Co(NO3)2 dalam
berbagai konsentrasi. Selanjutnya masing-masing larutan dalam berbagai konsentrasi tersebut
diukur absorbansinya dengan menggunakan panjang gelombang maksimum yang telah
didapat pada percobaan sebelumnya. Pada larutan Cr(NO3)3 dengan panjang gelombang 580
nm didapat absorbansi masing-masing konsentrasi (0,01 ; 0,02 ; 0,03 ; 0,04 dan 0,05 M)
adalah 0,15; 0,28; 0,38; 0,52 dan 0,65. Dan pada larutan Cr(NO3)3 dengan panjang gelombang
510 nm didapat absorbansi masing-masing konsentrasi (0,01 ; 0,02 ; 0,03 ; 0,04 dan 0,05 M)
adalah 0,05; 0,09; 0,14; 0,18 dan 0,25. Sedangkan pada larutan Co(NO3)2 dengan panjang
gelombang 580 nm didapat nilai absorbansi masing-masing konsentrasi (0,02 ; 0,04 ; 0,06 ;
0,08 dan 0,10 M) adalah 0,10; 0,20; 0,28; 0,37 dan 0,49. Dan pada larutan Co(NO3)2 dengan
panjang gelombang 510 nm didapat nilai absorbansi masing-masing konsentrasi (0,02 ; 0,04 ;
0,06 ; 0,08 dan 0,10 M) adalah 0,00; 0,01; 0,02; 0,04 dan 0,05. Hal ini sesuai dengan hukum
Lambert-Beer dimana konsentrasi berbanding lurus dengan nilai absorbansi, sehingga
semakin besar konsentrasi maka semakin besar pula nilai absorbansinya. Selanjutnya
berdasarkan data pengamatan tersebut, didapatkan kurva kalibrasi hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi. Dengan menghubungkan nilai konsentrasi dengan absorbansi sampel
dalam suatu kurva, maka diperoleh nilai slope yang merupakan nilai k. Sehingga berdasarkan
kurva yang telah dibuat kita dapat menentukan nilai k dari larutan Cr(III) dan Co(II).
Didapatkan nilai k pada larutan Cr(III) dengan panjang gelombang 580 nm dan 510 nm yakni
12,4 dan 4,9 sedangkan k pada larutan Co(II) dengan panjangn gelombang 580 nm dan 510
nm yakni 4,75 dan 0,65. Nilai k yang didapatkan pada percobaan ini akan digunakan untuk
menghitung kadar atau konsentrasi dari campuran Cr(III) dan Co(II). Diperolehnya nilai slope
yang lebih besar pada analisis Cr, disebabkan daya serap dari Cr jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan Co.
Percobaan selanjutnya adalah penentuan konsentrasi masing- masing komponen pada
campuran larutan Cr(NO3)3 0,025 M dan Co(NO3)2 0,1 M. Larutan Cr(NO3)3 dicampurkan
dengan larutan Co(NO3)2. Kemudian campuran larutan tersebut diambil secara kualitatif dan
ditambahkan dengan aquades secara kualitatif juga. Pada percobaan ini dilakukan pengukuran
untuk nilai absorbansi campuran pada panjang gelombang maksimum atom Cr(III) (580 nm)
dan panjang gelombang maksimum atom Co (II) (510 nm). Diperoleh nilai absorbansi sebesar
0,12 untuk panjang gelombang 580 nm, dan nilai absorbansi sebesar 0,19 untuk panjang
gelombang 510 nm.
Dari hasil pengukuran absorbansi tersebut dan berdasarkan data nilai k yang telah
didapatkan pada percobaan sebelumnya, kita dapat menentukan kadar Cr(III) dan Co(II)
menggunakan metode eliminasi, sehingga dari hasil perhitungan pada analisis data diperoleh
kadar atau konsentrasi untuk Cr(III) dan Co(II) berturut – tutrut adalah 0,007857 M dan 2,637
M. Berdasarkan teori, bahwa konsentrasi tersebut kita dapat digunakan untuk melihat sifat
keaditifan dari Cr(III) dan Co(II) dimana dalam menentukan sifat keaditifan suatu komponen
dapat dilihat dari konsentrasi larutan pada kondisi homogen dan setelah pencampuran akan
mempunyai konsentrasi yang konstan atau sedikit bergeser sebelum dan sesudah
pencampuran. Namun dalam hal ini terjadi kesalahan pada praktikan itu sendiri baik dalam
mempersiapkan larutan yang akan di ukur absorbannya dan faktor-faktor lainnya yang
membuat hasil dari pengukuran menjadi tidak sesuai dengan teori.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa untuk melihat
sifat keaditifan suatu komponen dalam campuran dapat dilakukan dengan melihat konsentrasi
larutan pada kondisi homogen dan setelah pencampuran, dimana akan mempunyai nilai yang
konstan atau sedikit bergeser sebelum dan sesudah pencampuran. Dalam menentukan
konsentrasi masing-masing komponen dalam campuran dapat menggunakan rumus A= k x C,
dimana nilai k didapatkan dari kurva kalibrasi antara absorbansi dengan konsentrasi larutan
campuran. Nilai k merupakan nilai slope yang dihasilkan pada kurva kalibrasi. Dan untuk
nilai absorbansi dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 580 nm dan 510 nm (panjang
gelombang maksimum atom Cr(III) dan atom Co(II)). Sehingga diperoleh hasil nilai
konsentrasi Cr(III) dan Co (II) dalam campuran berturut-turut 0,007857 M dan 2,637 M.
Berdasarkan teori, bahwa konsentrasi tersebut kita dapat digunakan untuk melihat sifat
keaditifan dari Cr(III) dan Co(II). Namun dalam hal ini terjadi kesalahan pada praktikan itu
sendiri baik dalam mempersiapkan larutan yang akan di ukur absorbannya dan faktor-faktor
lainnya yang membuat hasil dari pengukuran menjadi tidak sesuai dengan teori.