Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

CA PARU
Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Medikal Ruang 23I RSSA Malang

Oleh :
Sinta Devi Puspitasari
NIM. 180070300111036

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

HALAMAN PENGESAHAN
CA PARU
DI RUANG 23I RSUD dr SAIFUL ANWAR MALANG

Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Medikal Ruang 23I RSSA Malang

Oleh :
Sinta Devi Puspitasari
NIM. 180070300111036

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )
CA PARU

1.1. Definisi
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau
epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal,
tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel
bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa
prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel
dan menghilangnya silia (Robbin & Kumar, 2007).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasidalam
paru (Underwood, Patologi, 2000).
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalm jaringan
paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen, lingkungan, terutama asap rokok
( Suryo, 2010).
1.2 Klasifikasi
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer, SCLC) dan
kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi ini digunakan
untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah
epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya.
a. Karsinoma sel skuamosa (epidermoid)
Merupakan tipe histologik kanker paru yang paling sering ditemukan, berasal dari
permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia
akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor.
Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke
dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan
cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada,
dan mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada perempuan
(Wilson, 2005).
b. Adenokarsinoma
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung
mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan
kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis
interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium
dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.
c. Karsinoma bronkoalveolus
Dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi terbaru tumor paru
dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat
buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini
cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran
ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.
d. Karsinoma sel kecil
Umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di sentral dengan
perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus
dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat hingga
lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering
ditemukan. Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh
dan sering memperlihatkan fragmentasi dan “crush artifact” pada sediaan biopsi.
Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada pemeriksaan
sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit sitoplasma
yang saling berdekatan (Kumar, 2007).
e. Karsinoma sel besar
Adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan
sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung
timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan
cepat ke tempat-tempat yang jauh (Wilson, 2005).

CA PARU/ KANKER PARU

1.3 ETIOLOGI
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa
faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :
1. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang
defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari)
dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai
kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang
perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali
ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik
telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan,
menimbulkan tumor.
Penggunaan tembakau menyebabkan lebih dari satu setiap 6 kematian di
Amerika Serikat akibat penyakit paru. Kanker paru adalah sepuluh kali lebih umum
terjadi pada perokok disbanding bukan pada perokok. Resiko ditentukan dengan
riwayat jumlah merokok dalam tahun ( jumlah bungkus rokok yang digunakan setiap
hari dikali jumlah tahun merokok ). Selain itu makin muda individu mulai merokok,
makin besar resiko terjadinya kanker paru. Factor lain yang juga dipertimbangkan
termasuk jenis rokok yang dihisap ( kandungan tar, filter / tidak berfilter )
2. Radiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg
dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker
paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga
merupakan agen etiologi operatif.

Radon adalah gas tidak berwarna, tidak berbau yang ditemukan dalam tanah
dan bebatuan. Selama bertahun-tahun, gas ini telah dikaitkan dengan pertambangan
uranium tapi sekarangdiketahui gas tersebutdapat menyusup ke dalam rumah-rumah
melalui bebatuan di dasar tanah. Seakrang kadar radon yang tinggi ( lebih besar dari
4 pikocuri / L ) telah dikaitkan dengan terjadinya kanker paru. Pemilik rumah
diharuskan untuk memeriksa kadar radon di rumah mereka dan untuk mengatur
ventilasi khusus jika kadarnya tinggi

3. Kanker paru akibat kerja.


Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel
(pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru –
paru hematite), radiasi ion pada pekerja tambang uranium dan orang – orang yang
bekerja dengan asbestos ( sering menimbulkan mesotelioma ) dan dengan kromat
juga mengalami peningkatan insiden.
Pemajanan kronik terhadap karsinogenik industrial seperti arsenik, asbestos,
gas mustard, kromium, polycyclic hidrokarbon, vinyl chloride, asap oven untuk
memasak, nikel, minyak dan radiasi telah dikaitkan dengan terjadinya kanker paru.
4. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi
dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya
karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota. Pasien kanker paru
lebih banyak polusi udaranya dibandingkan yang tinggal di daerah rural.
Berbagai karsinogen telah diidentifikasi dalam atmosfer termasuk sulfur, emisi
kendaraan bermotor dan polutan dari pengolahan dan pabrik. Bukti – bukti
menunjukkan bahwa insiden kanker paru lebih besar pada daerah perkotaan sebagai
akibat penumpukan polutan dan emisi kendaraan bermotor.
5. Perokok pasif
Perokok pasif telah diidentifikasi sebagai penyebab yang mungkin dari kanker
paru pada bukan perokok.
Individu yang secara involunter terpajan pada asap tembakau dalam lingkungan yang
dekat ( mobil, gedung ) beresiko terhadap terjadinya kanker paru. Opini publik telah
mengarah pada berbagai kampanye untuk melarang merokok pada tempat-tempat
umumseperti restoran, kantor, pesawat udara dll.
6. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru,
yakni :

a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.
Teori Onkogenesis.

Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam
genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara
menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan
basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis
(mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan
tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah
menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian
kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran
kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.

Predisposisi Gen supresor tumor

Inisitor
Delesi/ insersi

Promotor

Tumor/ autonomi

Progresor

Ekspansi/ metastasis

8. Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A
menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.
Riset menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara diet rendah masukan
vitamin A dan terjadinya kanker paru. Telah terjadi postulat bahwa vitamin A berkaitan
dengan pengaturan diferensiasi sel
9. Faktor-faktor lain
Penyakit pernafasan lain yang mendasari seperti PPOM dan Tuberculosis.
Kombinasi factor-faktor resiko terutama merokok sangat meningkatkan terjadinya
kanker paru.

( Smeltzer,1996 ; Suyono, 2001)

1.4 PATOFISIOLOGI (terlampir)


1.5 MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2. Gejala umum.
a. Batuk
b. Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai
sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik
dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi
sekunder.
c. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami
ulserasi.

d. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.


e. Pembengkakan jari-jari
f. Nyeri dada
Dapat timbul dalam berbagai bentuk tapi biasanya dialami sebagai perasaan sakit
atau tidak enak akibat penyebaran neoplastik ke mediastinum. Dapat pula timbul
nyeri pleuritik bila terjadi serangan skunder pada pleura akibat penyebaran
neoplastik atau pneumonia.

g. Demam
Demam kambuhan terjadi sebagai gejala dini dalam berespon terhadap infeksi
yang menetap pada area pneumonitis ke arah distal tumor.

h. Mengi
Mengi dapat tampak pada sekitar 20% pasien dengan kanker paru. Mengi terjadi
ketika bronkus tersumbat oleh sebagian tumor

3. Gejala invasi local


a. Nyeri dada
b. Dispnea karena efusi pleura
c. Invasi ke pericardium
Terjadi tamponade atau aritmia.

d. Sindrom vena kava superior


e. Sindrom Horner
Yang terdiri dari trias tanda gangguan faal mata yaitu ptosis, enoftalmus dan
miosis disertai anhidrosis akibat kelumpuhan nervus simpatikus.

f. Suara serak
Karena penekanan pada nervus laringeal recurrent.

g. Sindrom Pancoast
Karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis. Sindrom ini
terdiri dari nyeri di lengan dan leher dan paresis lengan.

4. Gejala penyakit metastasis


Pada otak, tulang, hati, adrenal.limfadenopati servikal dan supraclavicula sering
menyertai metastasis.
5. Sindrom para neoplastik
Terdapat pada 10% kanker paru dengan gejala :
a. Sistemik
Penurunan berat badan, anoreksia, demam
b. Hematologi
Leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
c. Hipertropi osteoartropati
d. Neurologik
Demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer
e. Neuromiopatik
f. Endokrin
Sekresi berlebihan hormon paratiroid ( hiperkalsemia )
g. Dermatologik
Eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh.
h. Renal : SIADH
6. Asimtomatik dengan kelainan radiologis
Sering terdapat pada perokok dengan PPOK / COPD yangterdeteksi secara
ardiologis. Kelainan berupa nodul soliter.

( Price, 1995 ; Suyono, 2001 )

1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Radiologi.
2. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan lateral serta Tomografi dada. Merupakan
pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.
Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada
bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.Studi dari
Mayo Clinic USA menemukan 61% tumor paru terdeteksi dalam pemeriksaan rutin
dengan foto dada.
3. Pada kanker paru, pemeriksaan foto dada ulang diperlukan untuk menilai doubling
time-nya . Kebanyakan kanker paru mempunyai doubling time antara 37-465 hari. Bila
doubling time lebih dari 18 bulan, berarti tumornya benigna. Tanda-tanda tumor
benigna lainnya adalah lesi berbentuk bulat konsentris, solid dan adanya kalsifikasi
yang tegas.Pemeriksaan foto dada dengan cara tomografi lebih akurat menunjang
kemungkinan adanya tumor paru.
a. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkusFluoroskopi
b. Superior vena cavografi
d. Ventilation / perfusion scanning
e. Ultrasound sonography
4. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma dan bila
pasien mempunyai keluhan batuk. Pemeriksaan ini tidak selalu memberikan hasil
positif tergantung letak tumor terhadap bronkus, jenis tumor,tehnik mengeluarkan
sputum, jumlah sputum yang diperiksa (dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut
), dan waktu pemeriksaan sputum ( sputum harus segar ).
b. Pada kanker paru yang letknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat
memberikan hasil positif sampai 67-85% pada karsinoma sel
skuamosa.pemeriksaan sitologi sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin
dan screening untuk diagnosis dini kanker paru
c. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilas
d. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
5. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi
(besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui). Hasil positif dapat mencapai
95% untuk tumor yang letaknya sentral dan 70-80% untuk tumor yang letaknya
perifer.
Modifikasi dari bronkoskopi serat optik dapat berupa :

 TBLS ( Trans bronchial lung biopsy )


Dilakukan dengan tuntunan fluroskopi.

 Fluorosence bronchoscopy
Dilakukan dengan memakai fluorosence exchanging agent seperti Hp D (
hemato porphyrin derivate ) memberikan konsetrat fluorosensi pada
jaringan kanker.

 Ultrasound bronchoscopy.
Dilakukan untuk mendeteksi tumor perifer, tumor endobronkial, keelnjar
getah bening mediastinum dan lesi daerah hilus.

 TBNA ( trans bronchial needle aspiration )


b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2
cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %. Komplikasi pneumotoraks dapat
mencapai 20-25%, hemoptisis dapat mencapai 20 %. Dengan persiapan yang
lebih baik, komplikasi ini bias diperkecil. Hasil pemeriksaan ini akan lebih baik bila
ada tuntunan CT Scan, USG, atau fluroskopi. Biopsy terhadap kelenjar getah
bening yang teraba dapat dilakukaan secara Daniel’s biopsy yaitu pada kelenjar-
kelenjar getah bening supraklavikular skaleneus.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi. Untuk tumor yang letaknya di permukaan pleura viseralis dengan
cara video assisted thorascoscopy hasil biopsy diperoleh sensitifitasdan
spesifitasnya dapat mencapai 100% sedangkan komplikasi yang terjadi amat
kecil.
d. Mediastinosopi.
Lebih dari 20% kanker paru bermetastasis ke mediastinum terutama Small Cell Ca
dan Large Cell Ca. Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah
bening yang terlibat. Alat mediastinoskop dimasukkan melalui insisi supra sternal.

e. Torakotomi.
Torakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam
prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
6. Pencitraan.
a. CT-Scanning.
Pemeriksaan ini untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura, lebih
sensitive daripada pemeriksaan foto dada biasa karena dapat mendeteksi kelainan
atau nodul dengan diameter minimal 3mm. Bila fasilitas memungkinkan,
pemeriksaan CT Scan merupakan pemeriksaan screening kedua setelah foto
dada biasa.

b. MRI ( Magnetic Resonance Imaging ).


Untuk menilai kelainan tumor yang menginvasi ke dalam vertebra, medulla spinal,
mediastinum.

c. PET ( Positron Emission Tomography )


Pemeriksaan ini dapat membedakan tumor jinak dan ganas berdasarkan
perbedaan biokimia dalam metabolisme zat-zat seperti glukosa, oksigen,
protein,asam nukleat. Contoh zat yang dipakai methionine 11C dan F-18
flurodeoxy-glucose (FD6). Tumor yang berukuran kurang dari 1cmagak sulit
dideteksi karena ukuran kecil tersebut kurang di resolusi oleh PET scanner.
Sensitifitas dan spesifitas cara PET ini dilaporkan 83-93% sensitive dan 60-90%
spesifik. Beberapa positif palsu untuk tanda maligna ditemukan juga pada lesi
inflamasi dan infeksiseperti aspergilosisdan tuberculosis.pemeriksaan ini
mempunyai nilai akurasi lebih baik daripada CT Scan.

d. Bone Scanning.
Pemeriksaan ini diperlukan bila diduga adatanda-tanda metastasis ke tulang.

7. Pemeriksaan serologi
Beberapa tes yang dipakai adalah:
a. CEA ( carcinoma embryonic antigen )
b. NSE ( neuron spesific enolase )
c. Cyfra 21-1 ( cytokeratin fragments 19 )
( Doengoes, 1999 ; Suyono, 2001 )

.
1.7 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a) Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b) Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c) Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga.
d) Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi. (Ilmu
Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
e) Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak
mungkin fungsi paru –paru yang tidak terkena kanker.
f) Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya
karsinoma, untuk melakukan biopsy.
g) Pneumonektomi (pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
h) Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
i) Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
j) Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang
terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji
(potongan es).
k) Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
l) Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa
juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti
mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
m) Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta
untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

1.8 ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN.
a. Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
1). Aktivitas/ istirahat.
Gejala :
 Kelemahan
 Ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin,
 Dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2). Sirkulasi.
Gejala :
 JVD (obstruksi vana kava).
 Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
 Takikardi/ disritmia.
 Jari tabuh.
3). Integritas ego.
Gejala :
 Perasaan takut. Takut hasil pembedahan
 Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda :
 Kegelisahan
 Insomnia
 Pertanyaan yang diulang – ulang.
4). Eliminasi.
Gejala :
 Diare yang hilang timbul (ketidakseimbangan hormonal,karsinoma sel
kecil).
 Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid)
5). Makanan/ cairan.
Gejala :
 Penurunan berat badan
 Nafsu makan buruk
 Penurunan masukan makanan.
 Kesulitan menelan
 Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda :
 Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
 Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/
periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
 Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
6). Nyeri/ kenyamanan.
Gejala :
 Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu pada tahap
lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi.
 Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
 Nyeri tulang / sendi : erosi kartilago skunder terhadap hormon pertumbuhan
( sel besar aatu adenokarsinoma )
 Nyeri abdomen hilang timbul.
7). Pernafasan.
Gejala :
 Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau produksi
sputum.
 Nafas pendek
 Pekerja yang terpajan polutan, debu industri ( misalnya asbes, oksida besi,
debu batubara, materi radioaktif )
 Serak
 Paralysis pita suara.
 Riwayat merokok
Tanda :

 Dispnea, meningkat dengan kerja


 Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
 Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara),
Krekels/ mengi menetap
 Penyimpangan trakea ( area yang mengalami lesi).
 Hemoptisis.
8). Keamanan.
Tanda :
 Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
 Kemerahan
 Kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9). Seksualitas.
Tanda :
 Ginekomastia (perubahan hormon neoplastik, karsinoma sel besar)
 Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
10). Penyuluhan.
Gejala :
 Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis
 Kegagalan untuk membaik.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
DX. TUJUAN & KRITERIA
NO INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN HASIL (NOC)
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Airwey suction
tidak efektif b/d keperawatan 3x24 jam Auskultasi suara nafas sebulum dan sesudah
adanya eksudat di diharapkan mampu suctioning
alveolus mempertahankan kebersihan Informasikan pada klien dan keluarga tentang
jalan nafas dengan kriteria : suctioning
Mendemonstrasikan batuk Minta klien nafas dalam sebelum suction
efektif dan suara nafas yang dilakukan
bersih, tidak ada sianosis dan Berikan O2 dengan menggunakan nasal
dyspneu (mampu untuk memfasilitasi suktionnasotrakeal
mengeluarkan sputum, Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
mampu bernapas dengan dalam setelah kateter dikeluarkan dari
mudah) nasatrakeal
Menunjukkan jalan nafas Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
yang paten (frekuensi suksion
pernafasan rentang normal, Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
tidak ada suara nafas pasien menunjukan bradikardi, peningkatan
abnormal) saturasi O2,dll.
Mampu mengidentifikasi dan Airway management
mencegah faktor yang dapat Posisikan pasien u/ memaksimalkan ventilsi
menghambat jalan nafas Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
Lakukan fisioterpi dada jika perlu
Keluarkan sekret
Dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan

2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Terapi oksigen


efektif b/d sindrom keperawatan 3x24 jam Beesihkan mulut, hidung, dan seckret trakea
hipoventilasi diharapkan mampu Pertahankan jalan napas yang paten
mempertahankan kebersihan Monitor aliran oksigen
jalan nafas dengan kriteria : Pertahankan posisi klien
Mendemonstrasikan batuk Monitor TD, nadi, dan RR
efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum,
mampu bernapas dengan
mudah)
Menunjukkan jalan nafas
yang paten (frekuensi
pernafasan rentang normal,
tidak ada suara nafas
abnormal)
Tanda-tanda vital dalam
rentang normal

3. Gangguan Respiratory status : gas Manajemen Asam Basa


pertukaran gas b/d exchange Kegiatan :
hipoventilasi Keseimbangan asam basa, Dapatkan / pertahankan jalur intravena
elektrolit Pertahankan kepatenan jalan nafas
Respiratory status: ventilation Monitor AGD dan elektrolit
Vital sign Monitor status hemodinamik
Setelah dilakukan tindakan Beri posisi ventilasi adekuat
keperawatan selama 3X24 Monitor tanda gagal nafas
jam gangguan pertukaran Monitor kepatenan respirasi
gas pasien teratasi dengan
kriteria hasil :
Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi dan
oksigenasi yang adekuat
Memehara kebersiha paru-
paru dan bebas dari tanda-
tanda distres pernafasan
Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis,
dan dispneu, mampu
bernafas dengan mudah,.
Tanda – tanda vital dalam
batas normal
AGD dalam batas normal
Status neurologis dalam batas
normal
4. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan a. Monitoring Gizi
nutrisi: kurang dari keperawatan selama x jam Timbang berat badan pasien pada interval
kebutuhan tubuh b/d Status nutrisi meningkat, tertentu
ketidakmampuan dengan kriteria : Amati kecenderungan pengurangan dan
pemasukan/ intake makan dan minuman penambahan berat badan
mencerna/ intake nutrisi Monitor jenis dan jumlah latihan yang
mengabsorbsi zat-zat control BB dilaksanakan
gizi karena factor masa tubuh Monitor respon emosional pasien ketika
biologis dan psikologi biochemical measures ditempatkan pada suatu keadaan yang ada
energy makanan
Monitor lingkungan tempat makanan
Amati rambut yang kering dan mudah rontok
Monitor mual dan muntah
Amati tingkat albumin, protein total,
hemoglobin dan hematokrit
Monitor tingkat energi, rasa tidak enak badan,
keletihan dan kelemahan
Amati jaringan penghubung yang pucat,
kemerahan, dan kering
Monitor masukan kalori dan bahan makanan
b. Manajemen Nutrisi
Kaji apakah pasien ada alergi makanan
Kerjasama dengan ahli gizi dalam menentukan
jumlah kalori, protein dan lemak secara tepat
sesuai dengan kebutuhan pasien
Anjurkan masukan kalori sesuai kebutuhan
Ajari pasien tentang diet yang benar sesuai
kebutuhan tubuh
Monitor catatan makanan yang masuk atas
kandungan gizi dan jumlah kalori
Timbang berat badan secara teratur
Anjurkan penambahan intake protein, zat besi
dan vit C yang sesuai
Pastikan bahwa diet mengandung makanan
yang berserat tinggi untuk mencegah sembelit
Beri makanan protein tinggi , kalori tinggi dan
makanan bergizi yang sesuai
Pastikan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizinya.
c. Manajemen hiperglikemia
Monitor Gula darah sesuai indikasi
Monitor tanda dan gejala
poliuri,polydipsi,poliphagia,keletihan,pandang
an kabur atau sakit kepala.
Monitor tanda vital sesuai indikasi
Kolaborasi dokter untuk pemberian insulin
Pertahankan terapi IV line
Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
Konsultasi dokter jika ada tanda hiperglikemi
menetap atau memburuk
Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl
khususnya adanya keton pada urine

Anda mungkin juga menyukai