OLEH:
NI NYOMAN SRI WIDYASTUTI
(0802105001)
A. Definisi
Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi
jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Smeltzer & Bare, 2001).
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadp oksigen dan nutrien. (Diane C. Baughman dan Jo Ann C.
Hockley, 2000)
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya
ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan
gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi
kiri dan sisi kanan (Mansjoer, 2001).
Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk mempertahankan
curah jantung (Caridiac Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga
mengakibatkan edema paru dan bendungan di system vena, maka keadaan ini
disebut gagal jantung kongestif (Kabo & Karim, 2002). Selain itu gagal
jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi
(Smeltzer & Bare, 2001), Waren & Stead dalam Sodeman, 1991), Renardi,
1992).
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang
dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Penyakit ini merupakan penyebab
utama perwatan di rumah sakit pada pasien diatas usia 65 tahun.1 Penelitian
potong silang dan berbasis populasi mengindikasikan 1/3 pasien dengan gagal
jantung kongestif memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri yang normal atau
mendekati normal. Angka kematian pasien gagal jantung diastolik berkisar 5 -
8% sedangkan angka kematian gagal jantung sistolik berkisar 10-15%. Di
Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di
RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan
dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung.
Meskipun terapi gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat,
angka kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien
penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal
jantung yang ringan. Gagal jantung diastolik merupakan penyebab kesakitan
dan kematian utama, yang didefinisikan sebagai gejala gagal jantung dengan
fungsi ventrikel kiri yang baik, dengan karakteristik ventrikel kiri yang kaku
dengan penurunan compliance dan gangguan relaksasi yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan akhir diastolik. Gagal jantung diastolik
memiliki gejala dan tanda yang sama dengan gagal jantung sistolik. Diagnosis
gagal jantung diastolik dapat ditegakkan dengan baik mengunakan
ekokardiografi dengan berbagai parameter.
Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun
pada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem
sirkulasi merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada
Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada di
urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di
rumah sakit di Indonesia. Prevalensi gagal jantung meningkat seiring dengan
usia, dan mempengaruhi 6-10% individu lebih dari 65 tahun.
C. ETIOLOGI
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpuikan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitaas menurun.
Hipertensi sistemik atau pulmonal ( peningkatan afterload )
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mngakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang ssecara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak after load.
Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme(mis : demam,
tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia peperlukan peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalita elekttronik dapat menurunkan
kontraktilitas jantung.
D. PATOFISIOLOGI
Penurunan kontraksi venterikel akan diikuti penurunan curah jantung
yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan
volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme
kompensasi neurohurmoral. Vasokonteriksi dan retensi air untuk sementara
waktu akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan
meningkatkan kontraksi jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini
tidak segera diatasi, peninggian afterload, dan hipertensi disertai dilatasi
jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung
yang tidak terkompensasi. Dengan demikian terapi gagal jantung adalah
dengan vasodilator untuk menurunkan afterload venodilator dan diuretik untuk
menurunkan preload, sedangkan motorik untuk meningkatkan kontraktilitas
miokard (Kabo & Karsim, 2002).
Edema
Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial
lebih dari jumlah yang biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh
mengakibatkan gangguan sirkulasi pertukaran cairan elektrolit antara plasma
dan jaringan interstisial. Jika edema mengumpul di dalam rongga maka
dinamakan efusi, misalnya efusi pleura dan pericardium. Penimbunan cairan
di dalam rongga peritoneal dinamakan asites. Pada jantung terjadinya edema
yang disebabkan terjadinya dekompensasi jantung (pada kasus payah jantung),
bendungan bersifat menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh kegagalan venterikel
jantung untuk memopakan darah dengan baik sehingga darah terkumpul di
daerah vena atau kapiler, dan jaringan akan melepaskan cairan ke intestisial
(Syarifuddin, 2001).
Edema pada tungkai kaki terjadi karena kegagalan jantung kanan dalam
mengosongkan darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi
semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Edema ini di
mulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap bertambah
keatas tungkai dan paha dan akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian
bawah. Edema sakral jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena
daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Bila terjadinya edema maka kita
harus melihat kedalaman edema dengan pitting edemaPitting edema adalah
edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan pada ujung
jari , baru jelas terlihat setelah terjadinya retensi cairan paling tidak sebanyak
4,5 kg dari berat badan normal selama mengalami edema (Brunner and
Suddarth, 2002).
E. PATHWAY
(TERLAMPIR)
F. KLASIFIKASI
Untuk klasifikasi gagal jantung kongestif dapat dibagi menjadi 4 grade
berdasarkan New York Heart Associaion, yaitu:
Terbagi menjadi 4 kelainan fungsional :
Grade I : Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat
Grade II : Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik sedang
Grade III : Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan
Grade IV : Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat
Sedangkan untuk klasifikasi edema pada gagal jantung kongestif dapat dibagi
menjadi :
Grading edema
1+: pitting sedikit/ 2mm, menghilang dengan cepat
2+: pitting lebih dalam/ 4mm, menghilang dalam waktu 10-15 dtk
3+: lubang yang dalam/6mm, menghilang dalam waktu 1 mnt
4+: lubang yang sangat mendalam/ 8mm berlangsung 2-5 mnt, ekstremitas
dep terlalu terdistruksi.
G. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dominan :
Meningkatnya volume intravaskuler
Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan
curah jantung. Manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan
ventrikel mana yang terjadi.
Manifestasi klinis CHF sesuai dengan area yang mengalami defect dapat
dibagi menjadi :
1. Gagal jantung kiri :
Kongestif paru terjadi pada venterikel kiri, karena venterikel kiri
tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan
dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.
Manifestasi klinis yang dapat terjadi meliputi dispnu, batuk, mudah lelah,
denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi S3, kecemasan dan
kegelisahan.
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri
tak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis
yang terjadi yaitu :
Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas.Dapat terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami
ortopnu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal
Dispnea ( PND).
Batuk.
Mudah lelah.
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan
dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang
digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress
pernafasan dan batuk.
H. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari CHF jika tidak diatasi ialah :
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis
darah.
2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan
gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke
jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark
miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan otot pada
ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplay oksigen miokardium.
3. Edema paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja
didalam tubuh. Factor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru
meningkat dari batas negatif menjadi batas positif.
Penyebab kelainan paru yang paling umum adalah :
Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat
peningkatan tekanan kapiler paru dan membanjiri ruang interstitial dan
alveoli.
Kerusakan pada membrane kapiler paru yang disebabkan oleh infeksi
seperti pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang berbahaya
seperti gas klorin atau gas sulfur dioksida. Masing-masing
menyebabkan kebocoran protein plasma dan cairan secara cepat keluar
dari kapiler.
4. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Meliputi evaluasi manifestasi klinis dan pemantauan hemodinamik.
Pengukuran tekanan preload, afterload dan curah jantung dapat diperoleh
melalui lubang-lubang yang terl;etak pada berbagai interfal sepanjang
kateter. Pengukuran CVP ( N 15-20 mmhg ) dapat menghasilkan pengukuran
preload yang akura. PAWP atau pulmonary artery wedge pressure adalaah
tekanan penyempitan arteri pulmonal dimana yang diukur adalah takanan
akhir diastolik ventrikel kiri.
Selain itu, dari sumber lain disebutkan bahwa penatalaksanaan CHF antara
lain :
1. Non Farmakologis
a. CHF Kronik
Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan
menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan
aktivitas.
Diet pembatasan natrium.
Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs.
karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan
natrium.
Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari).
Olah raga secara teratur.
b. CHF Akut
Oksigenasi (ventilasi mekanik)
Pembatasan cairan
2. Farmakologis
Tujuan: untuk mengurangi afterload dan preload
1. First line drugs; diuretic
Tujuan:
Mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti
pulmonal pada disfungsi diastolik.
Obatnya adalah:
Thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic, metolazon
(kombinasi dari loop diuretic untuk meningkatkan pengeluaran cairan),
Kalium-Sparing diuretic
Pernafasan keamanan
Dispnea saat aktifitas tidur sambil duduk atau dngan beberapa bantal.btuk
dengan atau tanpa sputum penggunaan bantuan otot pernafasan oksigen
dll. Bunyi nafas warna kulit.
Interaksi sosial
Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan
Pemeriksaan Diagnostik :
(a) Foto torak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema
atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF.
(b) EKG dapat mengungkapkan adanya takhikardi, hipertropi bilik jantung
dan iskemi (jika disebabkan oleh AMI).
(c) Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah shg
hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain :
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
jantung ditandai dengan perubahan EKG, palpitasi, takikardia, edema,
keletihan, murmur, penurunan nadi perifer, ologuria, pengisian ulang
kapiler memanjang, perubahan warna kulit, crakels, batuk, ortopnea,
dispnea paroksimal nocturnal, bunyi S3, atau bunyi S4.
Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Mdikal Bedah, edisi 8, 1997,
EGC, Jakarta.
Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis, edisi VI, 1997, EGC Jakarta
Noer Staffoeloh et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 1999, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta
Price. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Congestive Heart Failure.
Available at : http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/asuhan-
keperawatan-pada-klien-dengan.html. (akses : 3 Februari 2013)
Smeltzer, S & Bare, B. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC