Anda di halaman 1dari 2

MENCARI CELAH INOVASI DAN

KREATIVITAS BIROKRASI”
Saat ini publik merindukan hadirnya sosok penyelenggara pemerintahan (birokrasi) yang
inovatif, membawa perubahan, lebih bersifat melayani, mampu menangkap persoalan yang
timbul di masyarakat serta dengan segera memberikan solusi praktis. Hadirnya figur-figur kepala
daerah yang cukup inovatif dengan solusi praktisnya seperti Jokowi, Ridwan kamil, Tri
Rismaharini, serta Sutarmidji (Walikota Pontianak yang jarang tersorot media) mendorong
apresiasi dan dukungan penuh warganya. Perubahan dan perkembangan yang telah/ sedang
dilakukan oleh figur-figur tersebut kemudian melahirkan best practice pengelolaan pemerintahan
yang merupakan perwujudan dari upaya reformasi birokrasi dengan mencoba memecahkan
kebuntuan birokrasi dalam memecahkan persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat.

Program dan kegiatan yang biasa saja dan rutin dilaksanakan (monoton) sudah tidak menjadi
bahan apresiasi publik saat ini, apalagi dilaksanakan dengan model penyelenggaraan yang kaku
dan lamban. Diperlukan upaya kreatif dan inovatif dari penyelenggara negara dalam hal ini
birokrasi untuk menyusun suatu program atau kegiatan yang lebih bersifat breakthrough di
tengah rigiditas, ke-resmian dan kekakuan birokrasi. Sebagai seorang birokrat tentu saja aturan
perlu dikedepankan, namun di dalam ketentuan atau batasan aturan tersebut sesungguhnya
terdapat ruang otonomi bagi birokrasi untuk bertindak kreatif dan inovatif, semuanya tentu
berujung pada upaya untuk mempercepat pelayanan publik, mempercepat penyelesaian
permasalahan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pada dasarnya. banyaknya persoalan yang timbul di masyarakat dapat menjadi bahan bagi
birokrasi untuk menemukan ide-ide kreatif dan inovatif dan kemudian mengembangkannya
menjadi sebuah program/ kegiatan. Namun, birokrasi indonesia yang masih dikategorikan
birokrasi weberian dengan segala batasan legal-formal-nya serta jenjang hierarkis yang kompleks
terkadang menjadi sumber buntunya ruang gerak inovasi pemerintah. Untuk itu, beberapa upaya
yang perlu didengungkan untuk melahirkan daya kreasi dan inovasi birokrasi yaitu, pertama,
membangun pemahaman aparatur bahwa kreatif dan inovatif adalah hal yang menyenangkan,
baik, dan memberikan solusi adalah berkah. Tentu saja selain internalisasi pemahaman, juga
dibarengi dengan tindakan-tindakan kreatif dan inovatif yang dapat dimulai dari yang kecil-kecil
saja kemudian membesar menjadi sebuah gerakan pembaruan yang membudaya.

Kedua adalah ide kreatif dan inovatif ditemukan dengan banyak bertanya dan berpikir berbagai
arah. Tidak selamanya ide kreatif dan inovatif berasal dari pucuk pimpinan, tetapi malah
seringkali berasal dari bawahan. Oleh karena itu, keterbukaan pimpinan puncak hingga bawahan
terendah untuk saling mendengarkan dan bertanya akan memacu lahirnya ide kreatif dan
inovatif. Kita seringkali mendengar pepatah yang mengatakan bahwa setiap orang adalah guru
dan setiap tempat adalah ruang kelas, ini tentu perlu menjadi prinsip utama yang dikedepankan
agar ide kreatif dan inovatif dapat timbul dan merupakan sebuah hasil bersama.

Ketiga adalah membalikkan cara pandang terhadap permasalahan yang ada. Banyak stigma yang
mengatakan bahwa keterbatasan menghambat inovasi, tetapi cara pandang ini tentu perlu dirubah
dengan menganggap keterbatasan sebagai sebuah tantangan dan bagaimana memanipulasi
keterbatasan tersebut. Pembalikan cara pandang ini akan melahirkan reaksi untuk menciptakan
ide-ide kreatif, selain itu kita akan seperti didorong untuk melihat sesuatu dengan cara pandang
yang baru. Banyak contoh yang bisa kita lihat seperti puskesmas terapung, dokter radio, ataupun
jemput bola pelayanan publik hingga ke pelosok daerah.

Keempat adalah upaya meniru (mengkloning) hasil kreatif dan inovatif daerah atau negara lain
untuk menghasilkan karya baru daerah. Banyaknya bertebaran tindakan-tindakan breakthrough
pelayanan publik di daerah atau negara lain tentu dapat menjadi contoh utama bagi suatu daerah
dalam menyelenggarakan pelayanan publiknya dengan terlebih dahulu melakukan modifikasi
sesuai karakteristik, kekuatan sumberdaya, serta lingkungan strategis daerah. Contoh
breakthrough pelayanan publik yang cukup menarik dilakukan Pemerintah Kabupaten Tanah
Bumbu dengan memberikan denda bagi aparatur pelayan publik yang marah terhadap rekan,
pimpinan, dan juga pemohon (publik), atau contoh lain di Pemerintah Kota Pontianak yang
membenahi pembangunan kota melalui interaksi SMS bersama Walikotanya.

Kelima adalah mencoba mengubah kebiasaan formal menjadi informal. Kesan birokrasi yang
terlalu formal menjadikan publik enggan untuk memberikan masukan dan berurusan dengan
birokrasi. Upaya membalikkan kebiasaan formal menjadi informal dapat dimulai dari lingkungan
kerja dengan mencoba tidak terlalu sering menyebutkan nama jabatan seorang aparatur seperti
“Bapak Kepala Dinas” melainkan langsung menyebutkan nama dari kepala dinas tersebut
(contoh, “Pak Joko”). Lingkungan pelayanan publik juga perlu didesain dengan model informal,
seperti seragam pelayan publik yang sedikit non-formal, atau menambahkan beberapa hiburan
bagi pengguna layanan.

Kemampuan birokrasi untuk menumbuhkan kreativitas dan inovasi terutama dalam pelayanan
publik perlu untuk terus diciptakan, bahkan jika perlu Diklat Berpikir Kreatif dan Inovatif bagi
aparatur pemerintah perlu dilaksanakan untuk menularkan kemampuan berinovasi.
Memanfaatkan momen lahirnya UU No.5/2014 Tentang ASN menjadi pijakan nyata melahirkan
sosok aparatur dan birokrasi yang profesional, handal, gesit, serta kreatif dan inovatif dalam
menjawab tantangan/ perubahan lokal dan global yang terkadang bergerak lebih cepat
dibandingkan pergerakan perubahan birokrasi.

Selamat Berkreasi Untuk Rakyat!!

Anda mungkin juga menyukai