Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMAHAMAN ARSITEKTUR BALI

Pemahaman tentang Arsitektur Bali sangat penting nantinya dalam pembahasan


mengenai objek bangunan yang akan dibahas yaitu bangunan Pizza Hut. Pada BAB II
ini akan dibagi kedalam beberapa sub bab yaitu, pengertian Arsitektur Tradisional Bali,
sejarah dan perkembangan Arsitektur Bali, gambaran umum dan konsep Arsitektur
Bali.

2.1 Pengertian Arsitektur Tradisional Bali


Arsitektur memiliki definisi yang sangat beragam tergantung dari sudut mana
kita memandang arsitektur tersebut, apakah sebagai ilmu, sebagai seni, ruang, bentuk,
gaya,fungsi dan lainnya. Arsitektur merupakan seni dan ilmu merancang serta
membuat konstruksi bangunan atau metode dan gaya rancangan suatu konstruksi
bangunan. Arsitektur adalah seni dan teknik bangunan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan praktis danungkapan manusia beradab. Dari sudut kebudayaan,
maka arsitektur merupakan hasil karya manusia atau perwujudan gagasan manusia
berupa benda budaya yang digunakan untuk memnuhi kebutuhan akan kehidupannya
baik jasmani maupun rohani. Jadi Arsitektur Tradisional Bali dapat diartikan sebagai
tata ruang dari wadah kehidupan masyarakat Bali yang telah berkembang secara turun-
temurun dengan segala aturan-aturan yang diwarisi dari zaman dahulu hingga
sekarang, sampai pada perkembangan satu wujud dengan ciri-ciri fisik yang terungkap
pada lontar Asta Kosala-Kosali, Asta Patali dan lainnya, sampai pada penyesuaian-
penyesuaian oleh para undagi yang masih selaras dengan petunjuk-petunjuk dimaksud.
Arsitektur tradisional Bali yang mengakar dalam masyarakat Bali yang memberikan
identitas dan citra Bali yang kuat dan dapat dilihat dari proses, produk, dan penerimaan
oleh masyarakat.
2.2 Sejarah dan Perkembangan Arsitektur Bali
Babakan sejarah tradisional Bali yang disajikan dalam berbagai naskah ternyata
bervariasi . namun dalam kaitannya dengan perkembangan arsitektur maka babakan
perkembangannya akan diambil menurut babakan sbb:
A. Masa Prasejarah
Masa ini diperkirakan langsung sampai abad ke 1 Masehi masyarakat masih
hidup secara nomaden. Kemudian mulai menetap di bawah pohon ,goa,dan akhirnya
pada bangunan yang sangat sederhana dari ranting pohon yang terolah secara teknis.
Tentu saja bangunan semacam ini tidak bisa bertahan lama, sehingga tidak ada
peninggalan yang bisa dipelajari.
B. Masa Bali Age
Masa ini dimulai dari saat keberhasilan Rsi Markendya dengan pengikut para
transmigran dari jawa yang berasal dari orang-orang bangunan (Orang Age) membuka
hutan di Bali. Karena keberhasilan ini maka mulai dibangun permukiman-permukiman
didaerah-daerah subur dipegunungan dan juga mulai dibangun permukiman-
permukiman didaerah-daerah subur dipegunungan dan juga mulai dibangun tempat-
tempat peribadatan Hindu dengan sebutan Hyang untuk istilah pura sekarang. Atas
keberhasilan ini pula maka dimulai pembangunan Besakih tahap awal yang berasal dari
kata “basuki” yang artinya selamat.para ahli dari berbagai aspek kehidupan juga
didatangkan dari jawa yang menyangkut bidang-bidang pertanian, peternakan, irigasi,
dan permukiman. Hubungan dengan Cina dan Jawa menjadi erat. Berita tentang
kemakmuran Bali pada saat itu dicatat oleh pedagang cina dan juga pedagang Yunani.
Hasil arsitektur permukiman pada masa ini masih terlihat pada desa-desa Bali Age di
daerah pegunungan seperti Trunyan ,Sukawana, Taro, Cempaga, Sidatapa dll. Masa ini
diakhiri dengan mulai berdirinya kerajaan Bali Kuna dengan nama Singa Mandawa
dengan raja pertamanya Kesari Warmadewa dengan raja pertamanya kesari
Warmadewapada abad ke IX.
C. Masa Bali Kuna
Puncak keemasanb dari masa ini adalah pada waktu pemerintahan raja Udayana
Warmadewa yang memerintah bersama-sama permaisuri Dharmapatni. Pada masa ini
ada keajaiban penting yang berkaitan dengan perkembangan arsitektur yaitu datangnya
Mpu Kuturan dari Jawa ke Bali. Menurut Buku Sejarah Bali kedatangan Mpu Kuturan
dari Jawa ke Bali. Menurut Buku Sejarah Bali kedatangan Mpu Kuturan pada masa
pemerintahan raja Anak Wungsu (putra udayana adik erlangga ). Mpu Kuturan
mengadakan pembaharuan di bidang keagamaan sarana peribadatan dan permukiman.
Beliau mulai menghidupkan kembali paham trimurti yang dipuja melalui pura Tri-
Khayangan yang merupakan pengikat dalam satu desa adat. Dalam rumah tangga juga
dikembangkan tempat pemujaan keluarga Rong Tiga atau sanggah kemulan dan Hyang
Guru.Masa Bali Kuna ini berakhir dengan ditaklukannya Bali oleh Majapahit pada
abad XIV.
D. Masa Majapahit
Masa pemerintahan Majapahit di Bali dimulai dengan pengangkatan Sri Kresna
kepakisan sebagai Adapati Bali dan di sampangan,Gianyar,Jaman Keemasan dicapai
oleh penerus beliau yaitu raja Dalem Waturenggong.pada masa ini dating dari Jawa
seorang tokoh agama Hindu yang beraliran Siwa .Beliau banyak mengadakan
pembangunan keagamaan dan juga pembangunan masyarakat. Tempat pemujaan
khusus untuk Tuhan Yang Maha Esa ataupun manifestasinya diwujudkan dengan
bangunan Padmasana. Pada waktu ini juga banyak dibangun pura-pura pantai dan juga
kemudian dibangun pura-pura untuk menghormati beliau. Pada masa ini diintrodusir
Asta Dasa Kosali sebagai dasar aturan pembangunan,masyarakat mulai digolongkan
secara fungsional berdasarkan profesi dalam Catur Warna, dan mulai dibangunBale
Banjar sebagai sarana pengikat persatuan untuk kelompok masyarakat kecil.
Akhirnya masa ini berakhir setelah Belanda di Bali banyak pusakasuci lontar
diangkut keNegeri Belanda termasuk juga pustaka-pustaka. Beberapa puri yang juga
sebagai symbol kekuasaan kerajaan Bali dihancurkan. Dalam bidang arsitektur
diupayakan juga terjadi semacam perkawinan (Alkulturasi),yang menghasilkan
bangunan-bangunan denmgan postur belanda dengan tatahias Bali. Hasil pembangunan
pada masa ini beruopa kantor pemerintahan Belanda seperti kantor Residen,Kantor
kontrolir,museum Bali. Bali hotel dan beberapa sekolah dan rumah pejabat Belanda.
Masa ini berakhir dengan proklamasi kemerdekaan th 1945 dan lebih mantap lagi
setelah penyerahan kedaulatan th.1949 maka mulailah babakan baru pada Masa
Kemerdekaan.
E. Masa Kemerdekaan
Merdeka masyarakat Bali juga diartikan merdeka dalam dalam membentuk
corak bangunan. Pada awal masa ini banyak dibangun fasilitas kantor untuk
pemerintahan dan juga rumah-rumah jabatan yang penampilannya ham. Hal ini dapat
dimaklumi karena ketersediaan para perancang teramat sangat terbatas. Masyarakat
umumnya suyka meniru hal-hal yang dianggap baik seperti apa yang dibangun oleh
pemerintah dan seperti apa yang dimiliki oleh para pejabat. Sehingga badai
perombakan bangunan-banguna tradisional Belanda,Bali dan digantikan dengan
bangunan jenis”Kantoran”.lama kelamaan timbul pula keperihatinan karena produk
tradisional yang merupakan budaya daerah ini populasinya kian menyusut. Sampai
akhirnya timbul kesadaran utuk menyelamatkan serta mengembangkan warisan budaya
sebagaimana diaqmatkan dalam pasal 32 UUD 1945 .maka untuk itu mulailah dirintis
suatu peraturan daerah yang mengandung misi mempertahankan dan mengembangkan
inti dan gaya Arsitektur Tradisional Bali. Lahirlah pera No.2,3 dan 4 Th.1974 tentang
Tata Ruang untuk Pembangunan,Lingkungan khusus dan bangunan-banguanan.

2.3 Konsep Ragam Hias pada Arsitektur Bali

Pada dasarnya ragam hias yang ada pada Arsitektur Tradisional Bali diambil
dari bentuk-bentuk yang ada pada alam sekitar yang mengandung makna dan artinya
masing-masing sehingga tidak sembarang dapat meletakan hiasan tersebut pada
bangunan. Ragam hias pada Arsitektur Tradisional Bali menggambil dari bentuk flora
dan fauna.

2.3.1 Flora

Bentuknya yang mendekati keadaan sebenarnya ditampilkan sebagai latar


belakang hiasan-hiasan bidang dalam bentuk hiasan atau pahatan relief. Ceritera -
ceritera pewayangan,legenda dan kepercayaan, yang dituangkan ke dalam lukisan atau
pahatan relief umumnya dilengkapi dengan latar belakang berbagai macam tumbuh-
tumbuhan yang menunjang penampilannya.
Berbagai macam flora yang ditampilkan sebagai hiasan dalam bentuk simbolis
atau pendekatan bentuk-bentuk tumbuh-tumbuhan dipolakan dalam bentuk-bentuk
pepatraan dengan macam-macam ungkapan masing-masing.
Ragam hias yang dikenakan pada bagian-bagian bangunan atau peralatan dan
perlengkapan bangunan dari jenis-jenis flora dinamakan sesuai jenis dan keadaannya
yaitu, sebagai berikut.

A. Keketusan

Gambar 2.1 Contoh keketusan


Sumber : Google.com

Mengambil sebagian terpenting dari suatu tumbuh-tumbuhan yang dipolakan


berulang dengan pengolahan untuk memperindah penonjolannya. Keketusan wangga
melukiskan bunga-bunga besar yang mekar dari jenis berdaun lebar dengan lengkung-
lengkung keindahan. Keketusan wangga umumnya ditatahkan pada bidang - bidang
luas atau peperadaan lukisan cat perada warna emas pada lembar-lembar kain hiasan.
Keketusan bunga tuwung, hiasan berpola bunga terung dipolakan dalam bentuk liku-
liku segi banyak berulang atau bertumpuk menyerupai bentuk bunga terung. Keketusan
bun - bunan, hiasan berpola tumbuh-tumbuhan jalar atau jalar bersulur,
memperlihatkan jajar-jajar jalaran dan sulur-sulur di sela-sela bunga - bunga dan
dedaunan.
B. Kekarangan

Gambar 2.2 Contoh Kekarangan yang Mengadaptasi Bentuk Flora


Sumber: Google.com

Menampilkan suatu bentuk hiasan dengan suatu karangan atau rancangan yang
berusaha mendekati bentuk-bentuk flora yang ada dengan penekanan pada bagian-
bagian keindahan. Berikut adalah beberapa jenis-jenis kekarangan yang ada:
1. Karang simbar
Suatu hiasan rancangan yang mendekati atau serupa dengan tumbuh-tumbuhan
lekar dengan daun terurai ke bawah yang namanya simbar manjangan. Karang simbar
dipakai untuk hiasan-hiasan sudut bebaturan di bagian atas pada pasangan batu atau
tatahan kertas pada bangunan pada bangunan bade wadah, bukur atau hiasan-hiasan
sementara lainnya.
2. Karang bunga
Suatu hiasan rancangan yang berbentuk bunga dengan kelopak dan seberkas daun
yang juga digunakan untuk hiasan sudut-sudut bebaturan atau hiasan penjolan bidang
- bidang.
3. Karang suring
Suatu hiasan yang menyerupai serumpun perdu dalam bentuk kubus yang
difungsikan untuk sendi alas tiang tugeh yang dalam bentuk lain dipakai bersayap
garuda. Karangan suring yang diukir dalam-dalam, memungkinkankan karena tiang
tugeh bebas beban. Bentuk-bentuk karangan yang lain mengambil bentuk-bentuk
binatang atau jenis fauna yang dikarang keindahannya.

C. Pepatraan

Gambar 2.3 Contoh Pepatran yang Mengambil Bentuk Flora


Sumber: Google.com

Mewujudkan gubahan-gubahan keindahan hiasan dalam patern-patern yang


disebut Patra atau Pepatraan. Pepatraan yang juga banyak didasarkan pada bentuk-
bentuk keindahan flora menamai pepatraan dengan jenis flora yang diwujudkan
Pepatraan yang memakai nama yang memungkinkan kemungkinan negara asalnya ada
pula yang merupakan perwujudan jenis-jenis flora tertentu. Ragam hias yang tergolong
pepatraan merupakan pola yang berulang yang dapat pula diwujudkan dalam pola
berkembang. Masing-masing Patra memiliki identitas yang kuat untuk penampilannya
sehingga mudah diketahui. Dalam penterapannya dapat bervariasi sesuai kreasi
masing-masing seniman Sangging yang merancang tanpa meninggalkan pakem-pakem
identitasnya. Berikut adalah beberapa jenis patra:
1. Patra Wangga
Kembang mekar atau kuncup dengan daun – daun yang lebar divariasi lengkung-
lengkung keserasian yang harmonis. Batang - batang bersulur di selas-sela bawah
bunga dan daun-daun. Patra Wangga juga tergolong kekerasan yang merupakan
sebagian dari suatu flora dengan penampilan bagian-bagian keindahannya
2. Patra Sari
Bentuknya menyerupai flora dari jenis berbatang jalar melingkar-linggar balik
berulang. Penonjolan sari bunga merupakan identitas pengenal sesuai namanya, Patra
Sari. Daun - daun dan bunga-bunga dilukiskan dalam patern-patern yang diperindah.
Patra sari dapat digunakan pada bidang-bidang lebar atas, daun umumnya untuk
bidang-bidang sempit tidak banyak dapat divariasi karena lingkar-lingkar batang jalar,
daun-daun sari kelopak dan daun bunga merupakan pola-pola tetap sebagai identitas.
3. Patra Bun – Bunan
Dapat bervariasi dalam berbagi jenis flora yang tergolong bun-bunan (tumbuh-
tumbuhan berbatang jalar). Dipolakan berulang antara daun dan bunga di rangkai
batang jalar. Dapat pula divariasi dengan julur-julur dari batang jalar.
4. Patra Pid – Pid
Juga melukiskan flora dari jenis daun bertulang tengah dengan daun-daun simetris
yang dapat bervariasi sesuai dengan jenis daun yang dilukiskan penempatannya pada
bidang-bidang sempit.
5. Patra Punggel
Mengambil bentuk dasar liking paku, sejenis flora dengan lengkung-lengkung
daun muda pohon paku. Bagian-bagiannya ada yang disebut batu pohon kupil guling,
util sebagai identitas Patra Punggel. Pola patern patra punggel merupakan pengulangal
dengan lengkung timbal balik atau searah pada gegodeg hiasan sudut-sudut atap
berguna. Dapat pula dengan pola mengembang untuk bidang-bidang lebar atau
bervariasi/ kombinasi dengan patra lainnya.
Patra punggel merupakan patra yang paling banyak digunakan. Selain bentuknya
yang murni sebagai Patra Punggeh Utuh. Patra punggel umumnya melengkapi segala
jenis kekarangan (patra-patra dari jenis fauna) sebagai hiasan bagian (lidah naga patra
punggel api-apian), ekor singa, dan hiasan-hiasan. Untuk patra tunggal puncak atap
yang disebut Bantala pada atap yang bukan berpuncak satu. Untuk hiasan atap
berpuncak satu dipakai bentuk Murdha dengan motif-motif Kusuma Tirta Amertha
Murdha Bajra yang masing-masing juga dilengkapi dengan patra punggel sebagai
hiasan bagian dari Karang Goak di sudut-sudut alas Murdha.
6. Patra Samblung
Pohon jalar dengan daun-daun lebar dipolakan dalam bentuk patern yang disebut
Patra Samblung. Ujung-ujung pohon jalar melengkung dengan kelopak daun dan daun-
daun dihias lengkung - lengkung harmonis.
Serupa dengan Patra Samblung ada patra Olanda, Patra Cina, Patra Bali masing-
masing dengan nama kemungkinan Negara asalnya. Ada pula patra Banci yang
bervariasi dari gabungan patra yang dirangkai dalam satu kesatuan serasi dengan
mewujudkan identitas baru.

2.3.2 Fauna

Dijadikan materi hiasan dalam bentuk-bentuk ukiran, tatahan atau pepulasan.


Penterapannya, merupakan pendekatan dari keadaan sebenarnya. Pada beberapa bagian
keadaan sebenarnya divariasi dengan bentuk-bentuk penyesuaian untuk menampilkan
keindahan yang harmonis dengan pola hias keseluruhan.
Ragam hias dari jenis-jenis faunda ditampilkan sebagai materi hiasan dalam
berbagai macam dengan namanya masing-masing. Bentuk-bentuk penampilannya
berupa patung. Kekarangan atai relief-relief yang dilengkapi pepatraan dari berbagai
jenis flora yaitu, sebagai berikut.

A. Kekarangan

Gambar 2.4 Contoh Kekarangan yang Mengambil Bentuk Fauna


Sumber: Google.com
Penampilannya expresionis, meninggalkan bentuk sebenarnya dari fauna yang
diekspresikan secara abstrak. Kekarangan yang mengambil bentuk-bentuk binatang
gajah atau asti, burung goak dan binatang-binatang khayal primitif lainnya dinamai
dengan nama-nama binatang yang dijadikan bentuknya. Berikut adalah beberapa jenis
kekarangan:
1. Karang Boma
Berbentuk kepala raksasa yang dilukiskan dari leher ke atas lengkap dengan hiasan
dan mahkota, diturunkan dari cerita Baomantaka. Karang Boma ada yang tanpa tangan
ada pula yang lengkap dengan tang dari pergelangan ke arah jari dengan jari-jari mekar.
Karang Boma umumnya dilengkapi dengan patra bun-bunan atau patra punggel.
Ditempatkan sebagai hiasan di atas lubang pintu dari Kori Agung.
2. Karang Sae
Berbentuk kepala kelelawar raksasa seakan bertanduk dengan gigi-gigi runcing.
Karang sae umumnya dilengkapi dengan tangan-tangan seperti pada karang boma.
Penampilannya dilengkapi dengan hiasan flora patra punggel dan patra bun - bunan.
Hiasan karang sae ditempatkan di atas pintu Kori atau pintu rumah tinggal dan juga
pada beberapa tempat lainnya.
3. Karang Asti
Disebut pula karang gajah karena asti adalah gajah. Bentuknya mengambil bentuk
gajah yang diabtrakkan sesuai dengan seni hias yang diexpresikan dengan bentuk
kekarangan. Karang asti yang melukiskan kepala gajah dengan belalai dan taring
gadingnya bermata bulat. Hiasan flora Patra Punggel melegkapi ke arah sisi pipi asti.
Sesuai kehidupannya gajah di tanah karang asti ditempatkan sebagai hiasan pada sudut-
sudut bebaturan di bagian bawah.
4. Karang Goak
Bentuknya menyerupai kepala burung gagak atau goak. Disebut pula karang
manuk karena serupa pula dengan kepala ayam dengan penekanan pada paruhnya.
Karang goak dengan paruh atas bertaring dan gigi-gigi runcing mata bulat. Sesuai
dengan kehidupan manuk atau gagak sebagai binatang bersayap, hiasan Karangmanuk
yang juga disebut Karang Goak ditempatkan pada sudut-sudut bebaturan di bagian atas.
Karang Goak sebagai hiasan bagian pipi dan kepalanya dilengkapi dengan hiasan patra
punggel. Karang Goak umumnya disatukan dengan karang Simbar dari jenis flora yang
ditempatkan di bagian bawah Karang Goak.
5. Karang Tapel
Serupa dengan Karang Boma dalam bentuk yang lebih kecil hanya dengan bibir
atas. Gigi datar taring runcing mata bulat dengan hidung kedepan, lidah terjulur yang
diambil dari jenis-jenis muka yang galak. Hiasan kepala dan pipi mengenakan Patra
Punggel. Ke arah bawah kepala karang simbar dari jenis flora yang disatukan. Karang
tapel ditempatkan sebagai hiasan peralihan bidang di bagian tengah.
6. Karang Bentulu
Bentuknya serupa dengan Karang Tapel lebih kecil dan lebih sederhana.
Tempatnya di bagian tengah atau bagian pada peralihan bidang di bidang tengah.
Bentuknya abstrak bibir hanya sebelah atas gigi datar taring runcing lidah terjulur.
Hanya bermata satu di tengah tanpa hidung. Hiasan kepala dan pipi Patra Punggel yang
disatukan merupakan suatu bentuk kesatuan Karang Bentulu.
Bentuk-bentuk karangan lainnya. Karang Simbar dari jenis flora, Karang Batu dari
jenis bebatuan, Karang Bunga dari bunga jenis flora sebagai hiasan-hiasan sudut, tepi
atau peralihan bidang yang berdekatan atau melengkapikekarangan dari jenis fauna.

B. Patung

Gambar 2.5 Contoh Patung Naga


Sumber: Google.com
Patung-patung dari jenis-jenis fauna yang dijadikan hiasan atau sebagai elemen
bangunan umumnya merupakan patung - patung expresionis yang dilengkapi dengan
elemen-elemen hiasan dari jenis-jenis pepateraan. Patung-patung dari jenis raksasa
untuk elemen-elemen hiasan yang seakan yang seakan berfungsi untuk menertibkan.
Patung-patung modern ada pula yang kembali ke bentuk-bentuk primitip untuk elemen
penghias atau taman atau ruang. Penempatannya pada bangunan sebagai sendi alas
tiang tugeh yang menyangga konstruksi puncak atap. Sesungguhnya tiang tugeh bebas
beban sehingga memungkinkan ukiran patung Garuda sebagai alas penyenggahnya.
Untuk fungsinya sebagai penyanggah tiang tugeh bahannya dari kayu yang
diselesaikan
1. Patung Singa
Wujudnya singa bersayap yang juga disebut Singa Ambara Raja. Dalam keadaan
sebenarnya tidak bersayap. Patung Singa bersayap untuk keagungan keadaan
sebenarnya tidak bersayap. Patung singa difungsikan juga untuk sendi alas tugeh
seperti patung Garuda. Bahannya dari kayu jenis kuat, keras dan awet. Patung singa
digunakan pula untuk sendi alas tiang pada tiang-tiang struktur atau tiang-tiang jajar
dengan bahan dari batu padas keras, atau batu karang laut yang putih masif dan keras.
Patung-patung singa bersayap ada pula yangdisakralkan untuk Pratima sebagai simbol-
simbol pemujaan.
2. Patung Naga
Perwujudan Ular Naga dengan mahkota kebesaran hiasan gelung kepala,
bebadong leher anting-anting telingan rambut terurai, rahang terbuka taring gigi
runcing lidah api bercabang. Patung Naga sikap tegak bertumpu pada dada, ekor
menjulang ke atas gelang dan permata di ujung ekor. Patung naga sebagai penghias
bangunan ditempatkan sebagai pengapit tangga menghadap ke depan lekuk-lekuk ekor
mengikuti tingkat-tingkat tangga ke arah atas. Pemakaian patung Naga. Dalam
fungsinya sebagai hiasan dan stabilitas losofis, Patung Naga yang membelit Bedawang
kura-kura raksasa ditempatkan pada dasar Padmasana. Naga juga sebagai dasar Meru
seperti tumpang 11 di Pura Kehen Bangli. Untuk bale wadah pada upacara Ngaben bagi
satria tinggi juga memakai Bedawang Naga sebagai dasar Bade wadah yang disebut
Naga Badha. Untuk fungsi ritual Patung Naga bersayap juga digunakan untuk pratima
sebagai simbol pemujaan yang disakralkan.
3. Patung Kura-Kura
Perwujudan melukiskan Kura-kura raksasa yang disebut Bedawang, sebagai
simbol kehidupan dinamis yang abadi. Keempat kakinya berjari lima kuku runcing
menerkam tanah. Kepalanya berambut api hidung mancung, gigi kokoh datar bertaring
runcing mata bulat. Wajah angker memandang ke arah atas depan berpandangan
dengan Naga yang membelitnya. Kepala Naga di atas kepala bedawang dalam posisi
berpandangan galak dinamis. Pemakaian Bedawang tidak berdiri sendiri, selalu
merupakan kesatuan berbelit dengan Naga atau Bedawang Naga sebagai pijakan
Garuda yang dikendarai awataran Wisnu. Garuda dan Bedawang merupakan kesatuan
dalam mitologi yang membawakan filosofi kehidupan ritual.
4. Patung Kera
Perwujudannya merupakan kera-kera yang diekspresikan dilukiskan dalam
ceritera ramayana. Patung - patung anoman (gb. 207/atas), Subali, Sugriwa merupakan
patung-patung kera yang banyak dipakai hiasan sebagai bagian dari bangunan seperti
pemegang alas tiang jajar bangunan pelinggih. Untuk hiasan terlepas pada bangunan
juga banyak digunakan patung kera dalam bentuk realis dengan bahan kayu atau sabut
kelapa untuk dibuat benda - benda souvenir

Anda mungkin juga menyukai