Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN


UJI TRIANGLE

Disusun Oleh:
Faisal Wisnuaji
16/398924/PN/14895
Golongan B

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN IKAN


DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
I. PENDAHULUAN

1. Tinjauan Pustaka
Menurut Tarwendah (2017), evaluasi sensori merupakan metode ilmiah
yang digunakan untuk menimbulkan, mengukur, menganalisis dan menafsirkan
respon yang dirasakan dari suatu produk melalui indra manusia. Evaluasi sensori
dibagi menjadi 2 jenis yakni evaluasi yang bersifat subjektif dan objektif.
Pengujian sensori secara objektif harus dilakukan oleh panelis terlatih sedangkang
pengujian sensori secara subjektif dapat dilakukan oleh panelis konsumen (Kemp
et al, 2009).
Uji triangle merupakan pengujian pembedaan yang dapat berfungsi untuk
menyeleksi panelis terlatih untuk uji lanjutan. Uji ini juga berfungsi untuk
menguji adanya perbedaan sifat sensorik atau organoleptik antara dua sampel
dengan jenis yang sama guna menentukan pengaruh modifikasi pada sampel
(Stone et al, 2012). Cara pengujian uji triangle cukup mudah yakni menyediakan
beberapa macam produk yang akan dibedakan secara sensori. Kemudian
dilakukan evaluasi sensori berdasarkan atribut sensori (aroma, rasa, tekstur,
kenampakan).
Pada produk perikanan uji triangle dapat bermanfaat untuk membedakan
jenis abon dari berbagai macam ikan. Uji triangle juga dapat berfungsi tingkat
kekeringan dari olahan teri. Selain itu pada pengolahan daging ikan, uji triangle
digunakan untuk membedakan pengaruh penambahan jenis tepung pada
pembuatan nugget ikan.

2. Tujuan
- Mengetahui prinsip pengujian triangle
- Mengetahui hasil pengujian triangle
3. Waktu dan tempat pelaksanaan
Praktikum Teknik Pengujian Mutu Hasil Perikanan acara Uji Triangle
dilaksanakan pada hari Senin, 11 Maret 2019 pada pukul 15.30 – 17.00 WIB di
Laboratorium Teknologi Ikan Departemen Perikanan UGM Yogyakarta.
II. METODE PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan


a. Alat
o Piring
o Bolpoint
o Scoresheet
o Gelas Plastik
b. Bahan
o Abon salmon
o Abon sapi
o Abon tuna
o Air Mineral

2. Cara Kerja

Panelis disediakan 3 jenis abon


yang berbeda. Masing – masing
sampel diberi 3 kode angka acak

Panelis diminta mengevaluasi


sampel abon berdasarkan
atribut sensori (aroma, rasa,
kenampakan)

Panelis mengisi scoresheet


dengan menentukan sampel yang
tingkat perbedaannya tertinggi
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil
Jumlah Presentase
No Nama benar (%) Keterangan
1 Puspa 7 100.0% v
2 Arini 7 100.0% v
3 Aida 5 71.4% v
4 Nafis 7 100.0% v
5 Tara 7 100.0% v
6 Yuda 3 42.9% -
7 Naila 6 85.7% v
8 Sekar 7 100.0% v
9 Fazarani 7 100.0% v
10 Ramadhan 5 71.4% v
11 Fuad 1 14.3% -
12 Faisal 7 100.0% v
13 Rizka 3 42.9% -
14 Aji 4 57.1% -
15 Ika 1 14.3% -
16 Dhian 5 71.4% v
17 Novi 5 71.4% v
18 Jhon 4 57.1% -
19 Ais 6 85.7% v
20 Anas 5 71.4% v
21 April 6 85.7% v
22 Naufal 4 57.1% -
Keterangan :
v : lolos uji skoring (skor benar min. 5)
- : tidak lolos uji skoring

2. Pembahasan
Sampel yang digunakan pada pengujian ini adalah abon ikan salmon, abon
ikan tuna dan abon sapi. Abon merupakan hasil olahan yang berwujud gumpalan-
gumpalan serat daging yang halus dan kering. Abon memiliki karakteristik
sebagai produk yang kering, beraroma khas abon, bercita rasa khas manis dan
gurih serta memiliki kenampakan coklat tua cerah (Ismail dan Putra, 2017).
Menurut Suryani (2007), abon ikan memiliki tekstur yang lebih lembut dan halus
dibandingkan dengan abon daging sapi. Perbedaan lain dari abon ikan dan abon
sapi adalah aroma khas dari abon ikan lebih kuat daripada aroma abon sapi.
Menurut Arbi (2009), seleksi panelis dilakukan melalui 4 tahap yakni
tahap wawancara, tahap penyaringan dan pemilihan, tahap latihan dan tahap uji
kemampuan. Wawancara dilakukan dengan tanya jawab atau pengisian kuesioner
yang bertujuan untuk mengetahui latar belakang panelis. Tahapan penyaringan
dan pemilihan dilakukan untuk mengetahui kepekaan, keseriusan dan kejujuran
panelis. Kemudian setelah diketahui aspek tersebut, dikelompokkan sesuai
dengan intuisi dan rasionalitasnya (Meilgaard, 1999). Pada tahap pemilihan mulai
dilakukan uji seperti uji duo trio, uji threshold atau uji triangle untuk menguji
keterandalan panelis terhadap produk. Tahapan selanjutnya adalah latihan yang
berfungsi untuk membiasakan panelis terhadap produk yang akan diuji. Latihan
dimaksudkan untuk mengenali sifat sensori produk serta meningkatkan kepekaan
sensori panelis. Tahap terakhir yakni uji kemampuan yaitu pengujian panelis
terhadap baku atau standar tertentu dan dilakukan berulang-ulang sehingga
kepekaan dan konsistensinya bertambah baik. Pada tahapan ini telah didapatkan
panelis terlatih.
Untuk mendapatkan panelis terlatih dapat dilakukan dengan melakukan
beberapa pengujian sensorik. Uji triangle dapat digunakan untuk seleksi panelis
maupun untuk uji pembeda. Hal ini dikarenakan uji triangle mampu menghasilkan
panelis yang dapat membedakan minimal dua sampel yang berbeda secara terarah
(Hayati et al, 2012). Uji lain yang dapat digunakan sebagai uji seleksi penalis
adalah uji duo trio. Menurut Kartika et al. (1988), uji duo trio merupakan uji
pembedaan yang bersifat mampu membedakan sebuah sampel dengan sampel lain
yang bersifat sebagai kontrol. Dalam hal ini, seseorang yang mampu membedakan
secara sensoris suatu sampel dengan sampel kontrol secara terus menerus dapat
digolongkan sebagai panelis.
Menurut Arbi (2009), panelis terlatih merupakan orang yang mempunyai
kepekaan cukup baik terhadap sampel dengan jumlah 15 – 25 orang. Karakteristik
dari panelis terlatih diantarnya sudah terbiasa dengan sampel yang diuji, memiliki
tingkat objektivitas yang tinggi, dan dapat menilai beberapa sifat rangsangan
dengan tidak terlampau spesifik. Sedangkan panelis tidak terlatih adalah panelis
yang jumlahnya dapat berjumlah 25 orang atau lebih yang dapat dipilih
berdasarkan jenis kelamin, suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panelis
tidak terlatih memiliki karakteristik sebagai panelis yang memiliki tingkat
subjektivitas cukup tinggi sehingga hanya diperbolehkan melakukan penilaian
organoleptik sederhana dan tingkat kesukaan (Hootman, 1992).
Uji triangle memiliki beberapa kelemahan dan kelebihan. Menurut
Ramadhani dan Fibrianto (2016), uji triangle memiliki kelebihan yaitu
merupakan uji yang sederhana namun memiliki tingkat objektivitas yang tinggi.
Sedangkan untuk kekurangannya, uji triangle dirasa menyulitkan karena panelis
wajib menghafal dan memahami karakteristik dua sampel atau produk sebelum
menilai produk lain.
Pada praktikum kali ini, kegiatan yang dilakukan pertama kali adalah
menilai produk abon dengan kode 128, 821 dan 212. Pengujian dilakukan
menggunakan 7 bilik yang berbeda. Produk ini kemudian dibedakan berdasarkan
kenampakan, rasa dan aroma. Kemudian dari ketiganya bila ada yang berbeda dan
memiliki ketidaksesuaian paling tinggi kode pada scoresheet disilang. Scoresheet
kemudian dihitung berdasarkan skor benar dari tiap bilik. Apabila hasil skor
diatas 5 maka panel dinyatakan lolos menjadi panelis terlatih.
Dari 22 panel yang terdiri atas 7 pria dan 15 wanita, hanya 15 orang yang
lolos proses uji triangle. Hal ini disebabkan 7 orang lainnya memiliki nilai skor
dibawah 5 (batas minimal skor uji triangle). Panelis yang lolos uji terdiri atas 2
pria dan 13 wanita. Panelis yang lolos dinyatakan sebagai panelis terlatih dan
berhak mengikuti pengujian selanjutnya yaitu uji skoring produk abon.
IV. PENUTUP

1. Kesimpulan
- Prinsip pengujian triangle adalah menguji dua sampel atau lebih guna mencari
perbedaan dari sampel tersebut yang bersifat objektif.
- Hasil dari pengujian triangle pada golongan B, dari 22 panel hanya 15 panel
yang lolos uji dan digolongkan sebagai panelis terlatih dengan rincian 13
panel wanita dan 2 panel pria.

2. Saran
- Sebaiknya digunakan sampel dengan sampel kontrolnya juga produk
perikanan
DAFTAR PUSTAKA

Arbi, A.S. 2009. Modul Pengenal Evaluasi Sensori. Unpad Press. Bandung
Hayati, Rita., Ainun Marliah, dan Farnia Rosita. 2012. Sifat Kimia Dan Evaluasi Sensori
Bubuk Kopi Arabika. Jurnal Floratek. 7(1):23-29.
Hootman, R. 1992. Manual on Descriptive Analysis Testing for Sensory Evaluation.
ASTM, Philadelphia
Ismail, M.A. dan D.E. Putra. 2017. Inovasi Pembuatan Abon Ikan Cakalang dengan
Penambahan Jantung Pisang. Jurnal Agritech XIX (1): 45 – 54.
Kartika, B., P. Hastuti, W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU
Pangan dan Gizi, UGM. Yogyakarta
Kemp, SE., Hollowood, T., and Hort J. 2009. Sensory Evaluation: A Practical Handbook.
Wiley Blackwell, United Kingdom
Meilgaard, D. Sc. Morten. 1999. Sensory Evaluation Techniques. 3rd edition. CRC
Press. New York.
Ramadhani, R.A dan Fibrianto, K. 2016. Process of Students Preparatoin for beingTrain
Panelist in Lexicon Development (Sensory Language) of UHT Skimmed Milk and
UHT Full Cream. Jurnal Pangan dan Agroindustri 4(1): 190 – 200.
Stone, H, Bleibaum, R, and Thomas, H. 2012. Sensory Evaluation Practices. Academic
Press. USA.
Suryani, 2007. Membuat Aneka Abon. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tarwendah, I.P. 2017. Comparative Study of Sensory Attributes and Brand Awareness in
Food Product : A Review. Jurnal Pangan dan Agroindustri 5(2):66-73

Anda mungkin juga menyukai