Isi Laporan Bahan Ii Ok Untuk Diprint Besok
Isi Laporan Bahan Ii Ok Untuk Diprint Besok
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material
Material atau bahan-bahan yang digunakan untuk membuat beton terdiri
dari agregat kasar (Coarse aggregate), agregat halus (Fine aggregate), semen
Portland dan air.Agregat yang digunakan dalam campuran beton atau didalam
praktikum ini berasal dari Laboratorium Teknik Sipil, baik agregat kasar ataupun
agregat halus.Sementara semen yang digunakan yaitu tipe 1 spesifik gravity 3.16
buatan PT. Semen Padang, sedangkan air berasal dari laboratorium bahan dan
bangunan Jurusan Teknik Sipil.
CaO (kapur)
SiO2 (silikat)
AL2O3 (aluminat)
Fe2O3 (ferit)
CaSO4 dan ditambah SO3MgO
Menurut cara pemakainnya semen Portland dapat dibagi 5 tipe :
1. Tipe I : Untnk konstruksi pada umumnya dimana tidak ada persyaratan
khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lainnya.
2. Tipe II : Untuk konstruksi umumnya terutama sekali bila disyaratkan
agak tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi yang sedang.
3. Tipe III : Untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan
kekuatan awal yang tinggi.
4. Tipe IV : Untuk konstruksi – konstruksi yang menuntut persyaratan
panas hidrasi yang rendah.
5. Tipe V : Untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan sangat
tahan terhadap sulfat.
Didalam mengerjakan praktikum bahan bangunan ini digunakan
semen Tipe I PT.Semen Padang yang merupakan semen untuk konstruksi.Semen
dalam campuran beton berfungsi sebagai bahan pengikat dengan dicampur air
sebagai pereaksi.Pada percobaan ini, sifat-sifat semen tidak di teliti lagi karena
mutunya sesuai Standar Industri Indonesia.
4. PH air = 7, air tidak boleh mengandung garam yang dapat larut dan dapat
merusak beton lebih dari 5 gram/liter.
5. Semua air yang mengandung unsur kimia yang meraguka agar dianalisis
da dievaluasi mutunya menurut pemakaiannya.
6. Bahan organic dalam air diizinkan lebih dari 2000 ppm.
7. Dibenarkan mengandung minyak (minyak mineral/minyak tanah) < 2%
berat semen yang dipakai.
8. Masih dibenarkan air dengan kandungan lempung yang terapung <
20000 ppm.
sehingga suhu pada saat terjadinya pengikatan akan jauh lebih besar dari pada
suhu pada waktu terjadi pengikatan hanya antara air dan semen sehingga waktu
pengikatan pada adukan beton akan berlangsung lebih lama.
Semakin banyak air yang anda gunakan, maka beton yang anda hasilkan
semakin jelek.Walaupun didalam pengerjaan beton jika air yang anda gunakan
banyak beton semakin mudah dikerjakan dan pekerjaan menjadi lebih ringan.
Pengujian kandungan air agregat ini bertujuan untuk menentukan persentase
air yang dikandung agregat yang dilakukan dengan cara pengeringan. Dengan
diketahuinya kandugan air dalam agregat maka air pada campuran beton dapat
dikoreksi takarannya.Kandungan air dalam agregat sangat tergantung pada
kondisi agregat dilapangan.Kandungan air agregat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
𝑊3 − 𝑊5
𝑤= × 100%
𝑊5
Dimana:
W3 = Berat benda uji asli (gram)
W5 = Berat benda uji oven dry (gram)
Wd
SG(OD) ............................................................. (2.2)
Ws Ww
Dimana :
SG(SSD)= berat jenis agregat kasar jenuh air kering permukaan;
SG(OD) = berat jenis agregat kasar kering oven;
Ws = berat agregat kasar jenuh air kering permukaan (gr);
Ww = berat agregat kasar jenuh air kering permukaan dalam air (gr)
Wd = berat agregat kasar kering oven (gr).
Berat jenis agregat halus jenuh air kering permukaan (SG(SSD)) dan berat
jenis agregat halus kering oven (SG(OD)) berdasarkan ASTM C.128-93 (Anonim,
2004), dihitung dengan Persamaan (2.3) dan (2.4) berikut.
Ws
SG( SSD) ............................................... (2.3)
Ws Wcsw' Wcw"
Wd
SG(OD) ................................................ (2.4)
Ws Wcsw' Wcw"
Dimana :
SG(SSD)= berat jenis agregat halus jenuh air kering permukaan;
SG(OD)= berat jenis agregat halus kering oven;
Ws = berat agregat halus jenuh air kering permukaan (gr);
Wd = berat agregat halus kering oven (gr);
Wcsw' = berat gelas + agregat halus jenuh air kering permukaan + air
(gr).
Wcw"= berat gelas dan air (gr).
kering oven. Besarnya absorpsi menurut Troxell (1986), untuk agregat kasar
(kerikil) antara 0,5% – 1% dan agregat halus(pasir kasar dan pasir halus) antara
0% – 2% sedangkan menurut Orchard (1979) menyatakan bahwa, absorpsi untuk
agregat yang baik antara 0,4%-1,9%. Menurut Mulyono (2005) menyebutkan
bahwa, hubungan antara berat jenis dengan absorbs adalah jika semakin tinggi
nilai berat jenis agregat maka akan semakin kecil absorpsi air yang dari agregat
tersebut. Menurut Orchard (1979), pengukuran absorbs agregat dapat dihitung
dengan persamaan (2.5) berikut:
Ws Wd
W x100% ......................................................... (2.5)
Wd
Di mana:
W = Absorbsi agregat
128 mm 100 mm - -
64 mm 90 mm - -
- 75 mm 75 mm -
- 63 mm 63 mm 63 mm
Sumber : Mulyono, (2015)
Tabel 2.2 Ukuran saringan standar agregat untuk campuran beton
beton yang baik, yaitu dengan mengetahui letak kurva gradasi agregat tersebut
apakah berada di daerah yang disyaratkan sesuai dengan pembagian daerah
susunan butiran pada kurva (SK.SNI T-15-1990-03:21).
tersebut boleh digunakan jika dicuci terlebih dahulu agara kandungan lumpurnya
hilang paling tidak mengurang.
Perhitungan kadar lumpur dapat digunakan persamaan :
V2
Kandungan lumpur = x100%
V1 V2
Dimana :
V1 = Ketinggian pasir
V2 = Ketinggian lumpur
b. Cairan berwarna kuning muda atau cokelat susu, menyatakan agregat halus
dapat digunakan untuk campuran beton
c. Cairan berwarna kuning tua, menyatakan dalam agregat halus mengandung
kandungan organik. Jika agregat tersebut digunakan maka akan
mempengaruhi kekuatan beton, jika agregat itu tetap digunakan maka
agregat tersebut harus dicuci terlebih dahulu.
memegang peran penting dalam kualitas beton, kini kelecakan secara praktis diuji
baik dilapangan mauun di laboratorium.
Pemeriksaan adukan beton adalah untuk mengontrol kembali adukan
mortar (fresh concrete) agar sesuai dengan yang telah direncanakan.Pemeriksaan
adukan meliputi pengukuran slump, berat volume, kandungan udara dalam beton,
temperatur ruangan.
Slump ditetapkan sesuai dengan kondisi pelaksanan pekerjaan agar
diperoleh beton yang mudah dituangkan dan dipadatkan atau memenuhi syarat
wokability.Menurut Nugraha dan Antoni (2007), bila tidak terjadi crumbling atau
collapse maka slump adalah indikasi kelembutan (softness) sebagai lawan
kekakuan (stiffness) dari campuran. Runtuh (collapse) sering terjadi pada beton
yang kurang pasir (lean), menandakan rendahnya kohesi dan rendahnya
kemampuan beton segar untuk berdeformasi plastis. Berikut jenis-jenis slump
yang mungkin terjadi pada campuran beton seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2
berikut ini:
permukaan yang datar di bagian ujung benda uji yang baru dicetak, bila
permukaan ujung tidak rata, maka tidak memenuhi persyaratan tegak lurus pada
pengujian kuat tekan beton sesuai standar yang berlaku. Pemakaian pasta murni
setelah 2-4 jam benda uji dari proses pengecorannya.
lebih banyak lagi. Rongga udara akan mengurangi kuat tekan beton. Beton dengan
jumlah volume rongga udara yang paling minimal adalah yang terpadat dan yang
terkuat.Beton yang paling kuat diperoleh dengan mengunakan jumlah air yang
minimal untuk memberikan kepadatan maksimal.Beton yang mempunyai faktor
air semen minimal dan cukup untuk memberikan workabilitas tertentu yang
dibutuhkan untuk pemadatan yang sempurna tanpa perkerjaan yang berlebihan,
merupakan beton yang terbaik.
Nugraha dan Antoni (2007), menyatakan air yang terlalu banyak akan
menempati ruang dimana pada waktu beton sudah mengeras dan terjadi
penguapan, ruang itu akan menjadi pori.
desak maupun kuat tarik yang lebih besar daripada penggunaan kerikil
halus di sungai
c. Efisiensi dari perawatan (curring); kehilangan kekuatan dapat terjadi
sampai 40% bila pengeringan diadakan sebelum waktunya. Perawatan
adalah hal yang sangat penting ada pekerjaan lapangan dan pembuatan
benda uji.
d. Suhu; pada umumnya kecepatan pengerasan beton bertambah dengan
bertambahnya suhu.
e. Umur; pada keadaan yang normal kekuatan beton bertambah dengan
bertambahnya umur.
Menurut Anonim (1990), disebutkan bahwa benda uji standar yang
digunakan dalam uji kuat tekan adalah selinder beton dengan diameter 15 cm dan
tinggi 30 cm. Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan untuk
menggunakan bentuk dan ukuran benda uji yang lain, dengan konsekuensi harus
diberikan koreksi terhadap nilai hasil pengujian yang diperoleh. Ukuran benda uji
tidak boleh kurang dari 3 (tiga) kali ukuran maksimum agregat kasar, yang
digunakan untuk meminimalisasi pengaruh ketidak seragaman bahan beton dalam
benda uji.
Apabila dilakukan uji kuat tekan pada benda uji silinder beton dengan
panjang dan diameter silinder berbeda dengan standar yang telah ditetapkan yaitu
15 cm x 30 cm, maka harus dilakukan koreksi nilai kuat tekan,
dengan faktor koreksi kuat tekan silinder beton diameter benda uji (L/D = 2).
Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian standar,
menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan
kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji silinder beton sampai hancur.
Tata cara pengujian umumnya dipakai standar ASTM C39-86. Kuat tekan
masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan tekan tertinggi (f'c) yang
dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan.Menurut
Mulyono (2004 : 137), kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya
umur beton. Kekuatan beton akan naik secara cepat sampai umur 28 hari, tetapi
setelah itu kenaikannya akan kecil. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil uji
19
kuat tekan beton yaitu kondisi ujung benda uji.Ukuran benda uji, arah
pembebanan, laju penambahan beban, dan bentuk benda uji.
Kuat tekan beton dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.10)
menurut Amri (2005 : 162) :
P
f c = ………………………………………………………. ............ (2.10)
A
di mana:
f’c = kuat tekan silinder beton (kg/cm2);
P = beban tekan maksimum/hancur (kg); dan
A = luas penampang benda uji (cm2).
20
BAB III
PENGUJIAN LABORATORIUM
𝐶−𝐷
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 = 𝑥 100 % = 0,38 %
𝐷
𝐶−𝐷
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 = 𝑥 100 % = 0,39 %
𝐷
3.1.6 Kesimpulan
Pada pengujian kadar air dari berbagai jenis besar butiran :
1. Untuk kadar air rata-rata agregat halus (pasir) yaitu sebesar 0,38 %.
2. Untuk kadar air rata-rata agregat kasar (batu pecah) yaitu sebesar 0,37 %.
Dari hasil pengujian diatas kita dapat mengetahui seberapa banyak
kandungan air yang terkandung didalam agregat kasar dan halus, sehingga saat
pencampuran air dilapangan (FAS) tidak terjadi kesalahan teknis/keenceran.
24
%TertahanKomulatif
Modulus Kehalusan =
100
Pengaruh Gradasi Agregat Halus berkaitan dengan besar nya luas permukaan
agregat, berbagai standar menyarankan dan menetapkan batas-batas susunan besar
butir yang baik untuk beton. Gradasi Agregat Halus menurut BS dan SK.SNI T-
15-1990-03 kekasaran pasir dikelompokan menjadi 4 Zona :
a. Zone 1 : Pasir Kasar.
b. Zone 2 : Pasir Agak Kasar.
c. Zone 3 : Pasir Agak Halus.
d. Zone 4 : Pasir Halus.
25
Tabel 3.4 Proses butiran yang Lolos Ayakan Ukuran Maks Kerikil 40 mm.
Lubang Kurva Kurva Kurva Kurva
(mm) 1 2 3 4
38 100 100 100 100
19 50 59 67 75
9,6 36 44 52 60
4,8 24 32 40 47
2,4 18 25 31 38
1,2 12 17 24 30
0,6 7 12 17 23
0,3 3 7 11 15
0,15 0 0 2 5
26
Tabel 3.5 Proses butiran yang lolos ayakan, ukuran maks kerikil 20 mm.
Lubang Kurva Kurva Kurva Kurva
(mm) 1 2 3 4
19 100 100 100 100
9,6 45 55 65 75
4,8 30 35 42 48
2,4 23 28 35 42
1,2 16 21 28 34
0,6 9 14 21 27
0,3 2 3 5 12
0,15 0 0 0 2
Sumber : SK.SNI-T15-1991
Tabel proses butiran yang lolos ayakan, ukuran maks kerikil 10 mm.
Lubang Kurva Kurva Kurva Kurva
(mm) 1 2 3 4
9,6 100 100 100 100
4,8 30 45 60 75
2,4 20 33 46 60
1,2 16 26 37 46
0,6 12 19 28 34
0,3 4 8 14 20
0,15 0 1 3 6
Sumber : SK.SNI-T15-1991.
5. Sikat kuningan
6. Sendok dan kuas.
Bahan yang digunakan :
1. Agregat kasar (batu pecah) sebanyak 2500 gram
2. Agregat halus (pasir) sebanyak 500 gram
3.2.4 Langkah Kerja
1. Benda uji dikeringkan dalam oven dengan 27emperature (110 ± 5)0C.
2. Kemudian saringan disusun dimulai dari ukuran yang paling besar ke
yang paling kecil.
3. Benda uji dituangkan kedalam saringan dan digoyang-goyang dengan
menggunakan mesin penggetar selama 10 menit.
4. Kemudian benda uji ditimbang dalam masing-masing fraksi yang
tertahan diatas saringan.
28
Gambar 3.1
Table 3.8 data Analisis Saringan Agregat Kasar (batu pecah).
LABORATORIUM BAHAN DAN STRUKTUR
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE
Gambar 3.2
3.2.6 Simpulan
Dari hasil pengujian diperoleh Fineness Modulus untuk masing-masing
agregat yaitu :
1. Agregat Halus (Pasir) = %TertinggalKomulatif
100
= 255,3
100
= 2,6
3.3.6 Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian kandungan 32rganic agregat halus (pasir)
didapatkan cairan yang terdapat pada benda uji No.1 berwarna kuning Tua, hal
tersebut menyatakan bahwa agregat halus tidak dapat digunakan dalam campuran
beton.
3.4 PENGUJIAN BERAT JENIS AGREGAT KASAR
3.4.1 Tujuan Pengujian
33
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan bulk, apparent specific
gravity dan penyerapan (absorpsi) dari agregat kasar (batu pecah). Berat jenis ini
diperlukan untuk menentukan volume agregat kasar (kerikil) dalam adukan beton.
A B
3. Persentase abrpsopsi air = x100%
B
Keterangan :
A = Berat Material SSD
B = Berat Material kering oven OD
C = Berat pikno + air + benda uji kondisi SSD.
AC
3. Persentase abrpsopsi air = x100%
C
Keterangan :
A = Berat contoh SSD
B = Berat contok kering oven
C = Berat pikno + air + benda uji kondisi SSD.
C
Apparent Specific Gravity 2,71
CB
C
Bulk Spec. Grav. Kondisi Kering 2,59
A B
A
Bulk Spec. Grav. Kondisi SSD A B 2,63
AC
Persentase Abrpsopsi Air x100% 1,68
C
Rata – Rata
Apparent Specific Gravity 2,70
Bulk spec. Grav. Kondisi Kering 2,59
Bulk Spec. Grav. Kondisi SSD 2,63
Persentase Abrpsopsi Air 1,59
Sumber : Dokumen Pribadi.
3.4.6 Simpulan
36
Berdasarkan data – data pengujian berat jenis didapatkan berat jenis agregat
kasar (kerikil) SSD agregat kasar (kerikil) rata-rata 2,63 kondisi kering OD
agregat kasar (kerikil) sebesar 2,59 dan absopsi air rata-rata sebesar 1,59 %,
dengan data tersebut kita dapat menentukan berapa banyak volume agregat kasar
(kerikil) yang dibutuhkan dalam adukan beton.
E
Apparent specifik grafity =
E D C
E
Bulk spec. grav. Kondisi kering = B D C
B
Bulk spec. grav. Kondisi SSD = B D C
BE
x100%
Persentase abrpopsi air = E
Keterangan :
A :Berat piknometer
B :Berat benda uji kondisi SSD
C :Berat piknometer + air + benda uji kondisi SSD
D :Berat piknometer + air
E :Berat benda uji kondisi OD
E
Apparent specifik grafity =
E D C
E
Bulk spec. grav. Kondisi kering = B D C
B
Bulk spec. grav. Kondisi SSD = B D C
BE
x100%
Persentase abrpopsi air = E
40
Keterangan :
A = Berat piknometer
B = Berat benda uji kondisi SSD
C = Berat piknometer + air + benda uji kondisi SSD
D = Berat piknometer + air
E = Berat benda uji kondisi
E
Bulk Spec. Grav. Kondisi Kering 2,47
B D C
B
Bulk Spec. Grav. Kondisi SSD 2,51
B D C
3.5.6 Simpulan
42
Dengan data-data yang didapat dari pemeriksaan berat jenis agregat halus
(pasir) SSD agregat halus (pasir) rata-rata 2,53 kondisi kering OD agregat halus
(pasir) sebesar 2,49 absopsi air rata-rata sebesar 1,64 %, dan Apparent specific
grafity sebesar 2,60 dengan data pengujian tersebut kita dapat menentukan berapa
banyak volume agregat halus (pasir) yang dibutuhkan dalam adukan beton.
adukan rencana yang disebut adukan uji coba atau Trial mix. Berdasarkan hasil
trial mix inilah beton dibuat, setelah dari pemeriksaan benda uji
terpenuhinyakekuatan kekenyalan, kekuatan dan sifat ekonomis adukan.
3.6.5 Simpulan
46
3.7.6 Simpulan
Dalam pembuatan benda uji harus dilihat seberapa banyak air yang
dibutuhkan, karena apabila airnya terlalu banyak campuran beton akan menjadi
encer dan kekuatan beton akan berpengaruh terhadap daya tekan dan pada saat
bahan campuran telah dimasukkan ke silinder ketok bagian pinggirnya agar udara
yang terperangkap bisa keluar.
50
3.8.6 Simpulan
Dari hasil pengujian slump test yang kami lakukan, nilai penurunan slump
test di dapatkan sebesar 13 cm, pengujian tersebut termasuk kedalam reng yang
telah ditentukan, nilainya berkisar antara 130 mm.
53
3.9.5 Kesimpulan
Dari hasil pengujian kuat tekan yang kelompok 2 lakukan saat praktek
dilab dan akan dilakukan pengujian penekanan dengan mesin tekan beton yaitu
dengan massa waktu selama 3 hari benda uji didiamkan agar terjadinya
pengerasan. Setelah benda uji sudah 3 hari di diam kan dan mengalami
pengerasan maka lakukan penekanan dengan alat tekan beton.
Kuat tekan karakteristik pada beton selama 3 hari yaitu 23,3 Mpa, Dengan Standar
Deviasi (SD) yaitu : 8. konstanta statistik (k) yaitu: 1,64 dan Kuat tekan
karakteristik yaitu 43 Mpa.
56
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Setelah melakukan praktikum pengujian bahan II dilaboratorium Teknik
Sipil Politeknik Negeri Lhokseumewe, maka kami dapat menyimpulkan sebagai
berikut :
1. Ketelitian dan kehati-hatian saat melakukan prektikum sangat berpengaruh
terhadap hasil keakuratan data yang diperoleh. Dimana data-data tersebut
akan digunakan untuk perancangan campuran beton (mix design).
2. Kekuatan dan mutu suatu beton sangat dipengaruhi oleh material
pembentuknya seperti air, semen, agregat dan faktor air semen (FAS).
3. Kekuatan tekan rencana dalam perancangan didasarkan atas kekuatan
tekan maksimum yang terjadi selama masa pengerasan. Kekuatan tekan
beton maksimum biasanya tercapai setelah 28 hari. Umur 28 hari ini
dijadikan sebagai umur rencana.
4.2 Saran
Dari pengalaman yang telah kami lakukan pada pengujian bahan II,
penulis mengharapkan kepada instruktur / dosen pembimbing beberapa hal :
1. Kami berharap agar para pratikum agar mempersiapkan diri terlebih dahulu,
agar pratikum dapat berjalan dengan baik dan tidak terjadi nya penungguan
alat.
2. Kami berharap agar para pratikum terlebih dahulu mempersiapkan materin-
materi pengujian agar tidak terjadinya tumpang tindih nya pekerjaan/pengujian
lab yang sedang berlangsung.
57
DAFTAR PUSTAKA
Musbar. 2005. Job Sheet Pengujian Bahan II. Lab. Bahan Bangunan, Politeknik
Negeri Lhokseumawe.
Majuar Edi, H.B Mahmud. 2006. Course Note Teknologi Beton (Beton Normal).
UPT, Perpustakaan. Politeknik Negeri Lhokseumawe.
Anonym. 2015. Praktikum bahan bangunan, Laporan Teknik Sipil. (Online.
https://laporantekniksipil.wordpress.com). Diakses 24 Februari
2016)
Susilowati, Anni, Petunjuk Praktikum Laboratorium Pengujian Bahan,
Bandung, 1996.