Pengertian Ham Menurut para Ahli
Pengertian Ham Menurut para Ahli
TINJAUAN PUSTAKA
Makna dari suatu konsep dalam konteks atau dunia akademik, umumnya
dibangun oleh para pakar berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pengalaman mereka,
yang kemudian disampaikan dalam bentuk definisi atau pengertian tertentu, bahkan
ada dalam berbagai ketentuan hukum seperti undang-undang. Hal ini juga terjadi
1. Soetandyo Wignjosoebroto
yang melekat pada manusia karena hakikat dan kodratnya sebagai manusia.”1
2. Muladi
“HAM adalah hak yang melekat secara alamiah (inherent) pada diri manusia sejak
lahir, dan tanpa hak tersebut manusia tidak dapat tumbuh dan berkembang sebagai
3. Rahayu
“Hak-hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal
1
Soetandyo Wignjosoebroto (2003), Hak-hak Asasi Manusia: Konsep Dasar Dan Pengertiannya Yang
Klasik Pasa Masa masa Awal Perkembangannya dalam Toleransi Keragaman, Dalam: Rahayu,
“Hukum Hak Asasi Manusia (HAM)”, Universitas Diponegoro, Semarang, Cet. II, 2012, h. 2.
2
Muladi (2002), Hak Asasi Manusia Dan Reformasi Hukum Indonesia, dalam: Ibid .
12
dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas siapa
pun.”3
4. Maidin Gultom
“Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang melekat pada manusia
hak-hak hanya dapat efektif apabila hak-hak itu dapat dilindungi hukum”.4
5. Zainal Abidin
“HAM adalah hak-hak yang melekat pada semua manusia, tidak membedakan
etnisitas, warna kulit, agama atau keyakinan, bahasa, atau status-status lainnya.”5
6. Jack Donnely
"Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia
“Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
3
Ibid.
4
Maidin Gultom, “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Di
Indonesia”, PT Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 7.
5
Zainal Abidin, “Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia”, 13 Juni 2013, Lihat:
http://pamflet.or.id/upload/community/document/Perlindungan_Hak_Asasi_Manusia_di_Indonesia
.pdf ;
Dikunjungi pada 2 Juli 2015, pukul 14.12 WIB.
6
Rhona K.M. Smith, “Hak Asasi Manusia”, PUSHAM – Pusat Studi Hak Asasi Manusia – Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta, 2008, h. 28.
13
hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
Dari beberapa pengertian HAM tersebut, penulis berpandangan bahwa HAM adalah
hak yang dimiliki oleh setiap manusia, sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa,
B. Generasi HAM
Karel Vasak, seorang ahli hukum dari Perancis, memahamkan dengan lebih
baik perkembangan substansi hak-hak yang Terkandung dalam konsep hak asasi
manusia. Vasak menggunakan istilah “generasi” untuk menunjuk pada substansi dan
ruang lingkup hak-hak yang diprioritaskan pada satu kurun waktu tertentu. Ahli
hukum dari Perancis itu membuat kategori generasi berdasarkan slogan Revolusi
Menurut Vasak, masing- masing kata dari slogan itu, sedikit banyak
berbeda.
memang bisa menyesatkan. Tetapi model Vasak tentu saja tidak dimaksudkan sebagai
representasi dari kehidupan yang riil, model ini tak lebih dari sekedar suatu ekspresi
7
Pasal 1 ayat (1) “Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia”.
8
Karel Vasak, “A 30-Year Struggle: The Sustained Efforts to Give Force of Law to the Universal
Declaration of Human Rights”, Unesco Courier, November, 1977, p. 29-32; sebagaimana ada dalam
Knut D. Asplund, Suparman Marzuki, Eko Riyadi (Penyunting/Editor); Hukum Hak Asasi
Manusia/Rhona K. M. Smith, at.al.--- Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008, h. 14 – 17.
14
1. Generasi Pertama HAM: Hak-hak Sipil dan Politik.
“Kebebasan” atau “hak-hak generasi pertama” sering dirujuk untuk mewakili hak-
hak sipil dan politik, yakni hak-hak asasi manusia yang “klasik”. Hak-hak ini
muncul dalam revolusi hak yang bergelora di Amerika Serikat dan Perancis pada
abad ke-17 dan ke-18. Karena itulah hak-hak generasi pertama itu dikatakan
atau menghormati otonomi setiap orang atas dirinya sendiri (kedaulatan individu).
Termasuk dalam generasi pertama ini adalah hak hidup, keutuhan jasmani, hak
kebebasan bergerak, hak suaka dari penindasan, perlindungan terhadap hak milik,
wenang, hak bebas dari penyiksaan, hak bebas dari hukum yang berlaku surut, dan
Hak-hak generasi pertama itu sering pula disebut sebagai “hak-hak negatif”.
Artinya tidak terkait dengan nilai-nilai buruk, melainkan merujuk pada tiadanya
campur tangan terhadap hak-hak dan kebebasan individual. Hak-hak ini menjamin
dirinya sendiri.
dikelompokkan dalam generasi pertama ini sangat tergantung pada absen atau
15
minusnya tindakan negara terhadap hakhak tersebut. Jadi negara tidak boleh
hak-hak generasi kedua, yang sebaliknya justru menuntut peran aktif negara.
Hampir semua negara telah memasukkan hak-hak ini ke dalam konstitusi mereka.
“Persamaan” atau “hak-hak generasi kedua” diwakili oleh perlindungan bagi hak-
hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak-hak ini muncul dari tuntutan agar negara
makan sampai pada kesehatan. Negara dengan demikian dituntut bertindak lebih
Karena itu hak-hak generasi kedua ini dirumuskan dalam bahasa yang positif:
“hak atas” (“right to”), bukan dalam bahasa negatif: “bebas dari” (“freedom
dalam generasi kedua ini adalah hak atas pekerjaan dan upah yang layak, hak atas
jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas pangan, hak atas
perumahan, hak atas tanah, hak atas lingkungan yang sehat, dan hak atas
Hak-hak generasi kedua pada dasarnya adalah tuntutan akan persamaan sosial.
Hak-hak ini sering pula dikatakan sebagai “hak-hak positif”. Yang dimaksud
tanda plus (positif), tidak boleh menunjukkan tanda minus (negatif). Jadi untuk
9
Lihat tulisan-tulisan yang disunting oleh Krzysztof, Catarina Krause & Allan Rosas (eds), Sosial Rights
as Human Rights: A European Challenge, Abo Academi University Institute for Human Rights, Abo,
1994; sebagaimana ada dalam Knut D. Asplund, Suparman Marzuki, Eko Riyadi (Penyunting/Editor);
Ibid.
16
memenuhi hak-hak yang dikelompokkan ke dalam generasi kedua ini, negara
hak-hak tersebut. Contohnya, untuk memenuhi hak atas pekerjaan bagi setiap
orang, negara harus membuat kebijakan ekonomi yang dapat membuka lapangan
kerja.
Sering pula hak-hak generasi kedua ini diasosiasikan dengan paham sosialis, atau
sering pula dianggap sebagai “hak derivatif” --yang karena itu dianggap bukan
hak yang “riil”.10 Namun demikian, sejumlah negara (seperti Jerman dan
“Persaudaraan” atau “hak-hak generasi ketiga” diwakili oleh tuntutan atas “hak
solidaritas” atau “hak bersama”.11 Hak-hak ini muncul dari tuntutan gigih negara-
negara berkembang atau Dunia Ketiga atas tatanan internasional yang adil.
kondusif bagi terjaminnya hak-hak berikut: (i) hak atas pembangunan; (ii) hak
atas perdamaian; (iii) hak atas sumber daya alam sendiri; (iv) hak atas lingkungan
hidup yang baik; dan (v) hak atas warisan budaya sendiri. Inilah isi generasi ketiga
hak asasi manusia itu.12 Hak-hak generasi ketiga ini sebetulnya hanya
10
Lihat: Maurice Cranston, What are Human Rights? Taplinger, New York, 1973, sebagaimana ada
dalam Knut D. Asplund, Suparman Marzuki, Eko Riyadi (Penyunting/Editor); Ibid.
11
Simak pula tulisan Karel Vasak khusus tentang isu ini, For the Third Generation of Human Rights:
The Rights of Solidarity, Inaugural Lecture, Tenth Study Session of the International Institute of
Human Rights, 2 July 1979; sebagamana ada dalam Knut D. Asplund, Suparman Marzuki, Eko Riyadi
(Penyunting/Editor); Ibid.
12
Philip Alston, “A Third Generation of Solidarity Rights: Progressive Development or Obfuscation of
International Human Rights Law”, Netherlands International Law Review, Vol 29, No. 3 (1982), hlm.
307- 322; sebagamana ada dalam Knut D. Asplund, Suparman Marzuki, Eko Riyadi
(Penyunting/Editor); Ibid.
17
mengkonseptualisasi kembali tuntutan-tuntutan nilai berkaitan dengan kedua
Di antara hak-hak generasi ketiga yang sangat diperjuangkan oleh negara- negara
berkembang itu, terdapat beberapa hak yang di mata negara-negara barat agak
kontroversial.13
Hak-hak itu dianggap kurang pas dirumuskan sebagai “hak asasi”. Klaim atas hak-
hak tersebut sebagai “hak” baru dianggap sahih apabila terjawab dengan
13
Peter R. Baehr, Hak-hak Asasi Manusia dalam Politik Luar Negeri, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
1998, hlm. 9; sebagamana ada dalam Knut D. Asplund, Suparman Marzuki, Eko Riyadi
(Penyunting/Editor); Ibid.
14
Pembahasan tentang hak-hak generasi ketiga, baik yang bernada meragukan maupun yang
Bernada optimis, tumbuh dengan subur. Beberapa diantaranya, Subrata Roy, Erik M.G. Denters &
Paul J/.I.M. de Waart (eds), The Rights to Development in International Law, Martinus Nijhoff
Publishers, Dordrecht, 1992. Philip Alston, “Making Space for New Human Rights: The Case of the
Rights to Development”, Harvard Human Rights Yearbook, Vol. 1, 1988. James Crawford (ed), The
Rights of Peoples, Clarendon Oxford: Press, 1988. Dan Jan Bertin et.al. (eds), Human Rights in a
Plural World: Individuals and Colletivities, Meckler, Westport and London, 1990. Perhatikan Knut D.
Asplund, Suparman Marzuki, Eko Riyadi (Penyunting/Editor); Ibid.
18
C. Kepentingan Umum
Joshua Getzler, dengan mengacu pada hukum romawi (roman law) membagi
1. Res communes: Sesuatu yang secara alamiah kepunyaan semua orang, misalnya
udara, air, laut dan lepas pantai,
2. Res publicae: Seperti misalnya : sungai, pelabuhan pemerintah yang semua orang
dapat mengakses secara bebas,
3. Res universitatis: Lawan dari kepemilikan privat spserti : gedung pertunjukan
rakyat, tempat hiburan rakyat yang dibutuhkan oleh semua warga negara,
4. Res nullius:
a. Res nullius, divini iuris,
Keperluan suci, agama, sesuatu yang disakralkan dan tidak dapat dimiliki oleh
semua orang. Sesuatu yang disucikan tidak dapat menjadi bagian dari hak
individu.
b. Res nullius, humani iuris,
Binatang liar ikan, burung, makhluk hidup baik yang hidup di air, laut, tanah,
dan ruang angkasa yang merupakan hak publik, dan semua orang bisa
mengambil dan mempunyainya.
1. Public utilities:
a. Water supply;
b. Sanitary sewer;
c. Storm-water sewer.
c. Libraries;
d. Schools;
15
Sebagaimana dikutip oleh Koentjoro Poerbopranoto. Sedikit Tentang Sistem Pemerintahan
Demokrasi. Eresco. Jakarta. 1975. h: 85; dan selanjutnya dikutip oleh Gunanegara, Rakyat & Negara
Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan; PT Tatanusa. Jakarta, 2008, h. 41 – 42.
16
Edward Beimborn dalam Gunanegara; Ibid, h. 44 – 45.
19
f. Solid waste collection.
dipergunakan oleh hukum positif Indonesia, serta konsepsi kepentingan umum yang
dianut dalam hukum romawi, dan dengan memperhatikan pendapat beberapa ahli
hukum, ditemukan syarat yang harus dipenuhi guna menetapkan kepentingan umum.
adalah:17
1. Kepentingan bangsa;
2. Kepentingan negara;
3. Kepentingan rakyat banyak/masyarakat luas;
4. Kepentingan pembangunan;
5. Kepentingan perekonomian negara;
6. Kepentingan pertahanan;
7. Kepentingan keamanan;
8. Kepentingan kesejahteraan/kemakmuran masyarakat;
9. Kepentingan cagar budaya;
10. Kepentingan lingkungan hidup;
11. Kepentingan yang ditetapkan oleh pemerintah;
12. Dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
13. Dimiliki Pemerintah.
Koentjoro Poerbopranoto dengan mengacu pada hasil penelitian Universitas
Gadjah Mada, bahwa kepentingan umum sebagai panduan sifat pasif dan aktif serta
17
Gunanegara; Ibid, h. 76 – 77.
18
Koentjoro Poerbopranoto dalam Gunanegara; Ibid, h. 78 – 79.
20
Bagir Manan yang menyatakan bahwa esensi persoalan terletak pada definisi
dimungkinkan mencabut hak milik pribadi demi kepentingan umuml, dan hampir
seluruh negara mempunyai peraturan seperti itu. Selanjutnya dijelaskan agar tidak
melewatinya tanpa harus membayar, berbeda dengan hotel meskipun untuk umum
tetapi orang harus membayar untuk memasukinya. Karena itu, harus ada kriteria
khusus dan tegas sehingga pelaksanaan kepentingan umum tidak akan berakhir
umum adalah dilakukan pemerintah untuk masyarakat dan tidak bertujuan untuk
mencari keuntungan.20
masuk dalam domein publik. Kriteria kepemilikan oleh Negara yang dikemukakan
oleh Philipus M. Hadjon sejalan dengan pendapat Harold J. Luski yang menyatakan
Indonesia, hukum romawi, pendapat para ahli hukum dan jenis kepentingan umum di
19
Bagir Manan dalam Gunanegara; Ibid, h. 79.
20
Maria S.W Soemardjono dalam Bagir Manan; Ibid.
21
Filipus M Hadjon dalam Bagir Manan; Ibid.
21
beberapa negara , Gunanegara menemukan persyaratan yang sama yang apabila
22
Gunanegara; Ibid, h. 79 – 80.
22
D. Tanggungjawab Negara
3. something that you should do because it is morally right, legally required, etc.23
berhubungan dengan keadaan dan orang yang membuat sesuatu terjadi, tugas yang
harus dilakukan, serta sesuatu yang harus dilakukan karena benar secara moral dan
menyebut suatu entitas atau organisasi yang telah umum dikenal oleh manusia di
berbagai tempat dan dalam waktu yang sudah lama, walaupun secara teoritik dan
apalagi praktek, tidak selalu mudah menemukan pengertian yang sama, terutama
Sebagai contoh, Mac Iver dalam bukunya berjudul Modern State, menulis
mendefinisikan negara adalah struktur kelas (a class structure) yaitu suatu organisasi
dari suatu kelas yang mendominasi atau menguasai kelas lain dan berdiri pada seluruh
kelas dan berdiri di atas seluruh komunitas. Kedua, mendefinisikan negara adalah
suatu sistem kekuasaan (a power system). Pakar yang lainnya mendefinisikan negara
23
Merriam Webster’s; Online Dictionary; Lihat:
http://www.merriamwebster.com/dictionary/responsibility ; Dikunjungi pada Minggu 04 Oktober
2015, pukul 22.14 WIB.
23
sebagai suatu sistem kesejahteraan (a welfare-system). Ketiga, sebagian ahli
dikemukakan oleh Austinian, yaitu memahami negara adalah hubungan antara yang
state as a community organized for action under legal rules”. Dan keempat, yaitu
identik dengan nasionalitas atau kebangsaan; hal yang dapat menyesatkan hakekat dan
fungsi negara.24
peranan, yaitu:25
hukum internasional yang bersumber dari doktrin kedaulatan dan persamaan hak antar
negara. Tanggung jawab negara timbul bila ada pelanggaran atas suatu kewajiban
internasional untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, baik kewajiban
24
Lihat Mac Iver dalam I Dewa Gede Atmadja, Ilmu Negara — Sejarah, Konsep Negara dan Kajian
Kenegaraan; Setara Press, Malang; Edisi Revisi, Cetakan Pertama, Maret 2012, h. 19 – 20.
25
Bert A Rockman; Minding The State or A State of Mind?: Isues in the Comparative
Conceptualization of the State, Comparative Political Studies, Vol. 23, No. 1, April 1990, p. 30;
sebagaimana ada dalam Ramlan Surbakti; Perspektif Kelembagaan Baru Mengenai Hubungan Negara
dengan Masyarakat; Jurnal Ilmu Politik, No. 14, Kerjasama Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI); Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, h.
8.
24
tersebut berdasarkan suatu perjanjian internasional maupun hukum kebiasaan
internasional.26
yang merupakan perhitungan atas suatu hal yang terjadi dan kewajiban untuk
Dalam salah satu terbitannya, World Health Organization (WHO), antara lain
menyebutkan bahwa:
“That water intended for human consumption must be free from chemical substances
and micro-organisms in amounts which would provide a hazard to health is
universally accepted. Supplies of drinking-water should not only be safe and free
from dangers to health, but should also be as aesthetically attractive as possible.
Absence of turbidity, colour and disagreeable or detectable tastes and odours is
important in water-supplies intended for domestic use. The location, construction,
operation and supervision of a water-supply-its sources, reservoirs, treatment and
distribution-must exclude all potential sources of pollution and contamination.”28
(Air yang ditujukan untuk konsumsi manusia harus bebas dari bahan-bahan kimia dan
kesehatan adalah diterima secara universal. Kebutuhan air minum seharusnya tidak
hanya aman dan terbebas dari bahaya kesehatan, tapi juga harus tampak menarik
secara estetis. Tidak adanya kekeruhan, warna dan selera dan bau yang tidak
menyenangkan atau terdeteksi penting dalam pasokan air yang ditujukan untuk
keperluan rumah tangga. Lokasi, konstruksi, operasi dan pengawasan pasokan air –
26
Ian Brownlie, Principles of Public International Law, Clarendon Press, Oxford, 1979, p. 431 dalam
Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, Rajawali, Jakarta, 1991, h. 174.
27
F. Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 1998, h. 77.
28
WHO; International Standards for Drinking – Water; Palais Des Nations, Geneva, 1958, p. 9; Lihat uraiannya
dalam: http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/43845/1/a91160.pdf
Dikunjungi pada Rabu 26 April 2017 pukul 22. 48 WIB.
25
sumber-sumbernya, waduk, perawatan dan distribusinya- harus meniadakan semua
1. Pasal 1 Huruf a: Air adalah air minum, air bersih, air kolam renang, dan air
pemandian umum.
2. Pasal 1 Huruf b: Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat
3. Pasal 1 Huruf c: Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
dimasak.
Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum antara lain diatur bahwa:
1. Pasal 1 Angka 1: Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
2. Pasal 2: Setiap penyelenggara air minum wajib menjamin air minum yang
3. Pasal 3 ayat (1): Air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan
fisika, mikrobiologis, kimiawi, dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib
26