Konsep Medis
A. Defenisi
Femur merupakan tulang terbesar dan terkuat dalam tubuh manusia, diselubungi oleh otot
terbesar dan terpanjang, fraktur femur biasanya diakibatkan oleh kekuatan yang sangat besar.
Fraktur ini memiliki implikasi pada penatalaksanaan keperawatan karena besarnya trauma
yang dialami dan kemungkinan untuk cidera lain. (McRae & Esser,2002 dalam buku Kneale
Julia.2011) Sebagian besar fraktur batang femur disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau
trauma industri, khususnya kecelakaan hyang melibatkan kecepatan tinggi atau kekuatan besar.
(McRae & Esser,2002 dalam buku Kneale Julia.2011)
Fraktur collum atau neck (leher) femur adalah tempat yang paling sering terkena fraktur
pada usia lanjut.
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai adanya
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jeringan saraf, dan pembuluh darah). Fraktur femur
disebut terbuka apabila terdapat hubungan langsung antara tulang dengan udara luar. Kondisi
ini secara umum disebabkan oleh trauma langsung pada paha. Paha mendapat distribusi darah
dari percabangan arteri iliaka. Secara anatomis pembuluh darah arteri mengalir disepanjang
paha dekat dengan tulang paha, sehingga apabola terdapat fraktur femur juga akan
menyebabkan cidera pada arteri femoralis yang berdampak pada banyak nya darah yang keluar
sehingga beresiko tinggi terjadi nya syok hipovolemik. Distribusi saraf feriver berjalan pada
sepanjang tulang femur sehingga adanya fraktur femur akan mengakibatkan saraf terkompresi,
menyebabkan respon nyeri hebat yang beresiko terhadap kondisi syok neurogenik pada fase
awal trauma. Respon dari pembengkakan hebat terutama pada fraktur femur area dekat
persendian akan memberikan respon sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen adalah
suatu keadaan terjebaknya otot, pembuluh darah, dan jaringan saraf karena pembengkakan
local yang melebihi kemampuan suatu kompartemen atau ruang lokal. (Helmi Noor Zairin,
2012)
B. Etiologi
Penyebab fraktur femur menurut Rendy, M Clevo.2012 yaitu
1. Trauma atau tenaga fisik
2. Fraktur fatologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan atau penyakit yang
menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi
secara sepontan atau akibat trauma ringan.
3. Fraktur stress terjadi adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah tulang yang
menopang berat badan. Fraktur stress jarang sekali ditemukan pada anggota gerak atas
1
4. Osteoforosis
C. Patofisiologi
Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka periosterium serta pembuluh darah
didalam korteks, dan jaringan lunak disekitarnya akan mengalami disrupsi. Hematoma akan
terbentuk diantara kedua ujung patahan tulang serta dibawah periosterum, dan akhirnya
jaringan granulasi menggantikan hematoma tersebut.
Kerusakan jaringan tulang memicu respons inflamasi intensif yang menyebabkan sel-
sel dari jaringan lunak disekitarnya serta akan menginvasi daerah fraktur dan aliran darah
keseluruh tulang akan mengalami peningkatan. Sel-sel osteoblast didalam periosteum, dan
endosteum akan memproduksi osteoid (tulang muda dari jaringan kolagen yang belum
mengalami klasifikasi, yang juga disebut kalus). Osteoid ini akan mengeras disepanjang
permukaan luar korpus tulang dan pada kedua ujung patahan tulang. Sel-sel osteoklast
mereabsorpsi material dari tulang yang terbentuk sebelumnya dan sel-sel osteoblast
membangun kembali tulang tersebut. Kemudian osteoblast mengadakan transformasi menjadi
osteosit (sel-sel tulang yang matur). (Kowalak,P Jennifer,2012)
D. Manisfestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Jutowiyono.Sugeng.2010:
1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
2. Nyeri pembengkakan
3. Terdapat trauma seperti (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, penganiayaan,
tertinpa benda berat, kecelakaan kerja)
4. Gangguan pada anggota gerak
5. Deformitas
6. Kelainan gerak
7. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
8. Odema : muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
berdekatan dengan fraktur.
9. Kehilangan sensasi (mati rasa mungkin terjadi dari rusaknya saraf atau perdarahan)
E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Rendy,M Clevo.2012:
1. Radiologi foto polos dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan pada tulang femur
2. Skor tulang tomography dapat digunakan untuk menidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Arterogtram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat atau menurun.
2
F. Penatalaksanaan Medis
1. Reduksi dan imobillisasi fraktur
a. Reduksi fraktur dilakukan untuk menurunkan nyeri dan membantu emncegah formasi
hematum reduksi dapat dilakukan dengan menggunakan traksi.
b. Bidai pneumatik dipasang untuk menurunkan kehilangahan darah dengan memberikan
tekanan dan tamponadeu pada formasi hematum. Traksi diperlukan untuk menahan
tulang paha agar tidak memberikan tekanan pada jaringan lunak akibat kontraksi massa
otot paha yang besar dan kuat pada saat mengalami spasme.
2. Pemberian analgesik yang tepat managemen nyeri harus segera diberikan. Apabila status
hemodinamik baik, maka pemberian narkotika intravena biasanya dapat menurunkan
respon nyeri.
3. Profilaksis antibiotik
4. ransfusi darah, terutama pada fraktur femur terbuka dengan adanya penurunan kadar
hemoglobin.
5. Lakukan pemasangan foley kateter
6. Radigrafi harus segera dilakukan untuk mendeteksi patologi.
7. Konsultasi ortopedi untuk intervensi reduksi terbuka (Kowalak.,2011)
G. Komplikasi
1. Trauma syaraf
2. Trauma pembuluh darah
Indikasi ischemia post trauma: pain, pulseless, parasthesia, pale, paralise menjadi
kompartemen syndrome : kumpulan gejala yang terjadi karena kerusakan akibat trauma
dalam jangka waktu 6 jam pertama, jika tidak dibersihkan maka sampai terjadi nekrose
yang menyebabkan terjadinya amputasi.
3. Komplikasi tulang :
a. Delayed union : penyatuan tulang lambat
b. Non union (tidak bisa nyambung)
c. Mal union (salah sambung)
d. Kekakuan sendi
e. Nekrosis avaskuler
f. Osteoarthritis
g. Reflek simpatik distrofi
4. Stres pasca traumatik
3
5. Dapat timbul emboli lemak setelah patah tulang, terutama tulang panjang (Jitowiyono,
2010)
H. Penyimpagan KDM
- Keluhan nyeri
- Terbatas melakukan Resiko terjadi Perubahan peran
komplikasi fraktur
pergerakan
- Penurunan kemampuan otot
- Perubahan bentuk tubuh
- Perubahan status psikososial Tirah baring lama, Kerusakan integritas kulit
- Perubahan status peran dalam penekanan lokal
keluarga
- Pemenuhan informasi program Resiko disfungsi
Perubahan sirkulasi,
pengobatan neurovaskuler perifer
embolisme lemak
4
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Data biografi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat, suku
bangsa, status perkawinan, sumber biaya, sumber informasi.
b. Riwayat kesehatan masa lalu: Riwayat kecelakaan, Dirawat dirumah sakit, Obat-
obatan yang pernah diminum
c. Riwayat kesehatan sekarang: Alasan masuk rumah sakit, Keluhan utama, Kronologis
keluhan
d. Riwayat kesehatan keluarga: penyakit keturunan
e. Riwayat psikososial: Orang terdekat dengan klien, Interaksi dalam keluarga, Dampak
penyakit terhadap keluarga, Masalah yang mempengaruhi klien, Mekanisme koping
terhadap penyakitnya, Persepsi klien terhadap penyakitnya, Sistem nilai kepercayaan
:
f. Pola kebersihan sehari- hari sebelum sakit dan selama sakit: Pola nutrisi, Pola
eliminasi, Pola Personal Hygiene, Pola Istirahat dan Tidur, Pola aktifitas dan latihan,
Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan,
2. Dasar Data Pengkajian Pasien
a. Aktifitas
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera,
fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sirkulasi
1) Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau ansietas)
atau hipotensi (kehilangan darah)
2) Takikardia (respon stress, hipovolemia)
3) Penurunan/ tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera; pengisian kapiler
lambat, pusat pada bagian yang terkena.
4) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
1) Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot
2) Kebas/ kesemutan (parestesia)
3) Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit
) Spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
4) Agitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
5
d. Nyeri/ kenyamanan
1) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan /
kerusakan tulang pada imobilisasi), tak ada nyeri akibat kerusakan saraf
2) Spasme/ kram otot
e. Keamanan
1) Laserasi kulit, avulsi jaringan, pendarahan, perubahan warna
2) Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
f. Penyuluh/ pembelajaran
Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
1) Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2) Scan tulang, tomogram, CT-scan / MRI: Memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3) Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multipel). Peningkatan sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma.
4) Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan menurut SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indoensia)
Kategori :Psikologis
Pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau funsional dengan onsep mendadak atau lambat dan berintetentasi ringan hingga
b. Penyebab
6
c. Gejala dan tanda minor
Subjektif
1) Mengeluh nyeri
Objektif
1) Tampak meringis
4) Sulit tidur
Objektif
5) Menarik diri
7) Diaforesik
Kategori :Fisiologis
a. Definisi:
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstrimitas secara mandiri
b. Penyebab
2) Perubahan metabolism
7
7) Keterlambatan perkembangan
8) Kekakuan sendi
9) Kontraktur
10) Malnutrisi
16) Nyeri
18) Kecemasan
Subjektif
Objektif
Subjektif
Objektif
8) Sendi kaku
9) Gerakan tidak terkordinasi
8
10) Gerakan terbatas
1) Stroke
3) Trauma
4) Fraktur
5) Osteoatritis
6) Osteomalasia
7) keganasan
9
4) Penyakit paru obstruktif kronis
5) Kehamilan
6) Periode pasca partum
7) Kondisi pasca operasi
C. Intervensi
Keperawatan
dan pencetus,berat
relaksasi.
d. Kelaborasi
dalam
pemberian
obata
10
Gangguan Mobilitas 1. Identifikasi 1. Untuk mengetahui
2
Mobilitas membaik keadaan umum keadaan umum pasien
pasien 2. Mencegah terjadinya
2. Ubah posisi kerusakan kulit
minimal setiap 2 3. Membantu
jam
3. Lakukan latihan
gerak aktif dan
pasif pada
semua
estremitas
11
dan gangguan
tidur
f. Kolaborasi
pemberian
obat
12
DAFTAR PUSTAKA
13