Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Radioaktivitas mula-mula ditemukan oleh Becquerel pada tahun 1896. Pada
tahun1898 Pierre Curie dan Marie Curie telah menemukan bahwa Polonium dan
Radium juga memancarkan radiasi-radiasi yang radioaktif. Radiasi-radiasi
radioaktif yang dipancarkan oleh elemen-elemen itu mengandung partikel-partikel
sebagai berikut:
1. Sinar-sinar α atau partikel-partikel α
2. Sinar-sinar β atau partikel-partikel β
3. Sinar-sinar γ atau partikel-partikel γ
Radioaktivitas adalah kemampuan inti atom yang tak-stabil untuk
memancarkan radiasi menjadi inti yang stabil. Materi yang mengandung inti tak-
stabil yang memancarkan radiasi, disebut zat radioaktif. Besarnya radioaktivitas
suatu unsur radioaktif (radionuklida) ditentukan oleh konstanta peluruhan (l),
yang menyatakan laju peluruhan tiap detik, dan waktu paro (t½). Kedua besaran
tersebut bersifat khas untuk setiap radionuklida. Berdasarkan sumbernya,
radioaktivitas dibedakan atas radioaktivitas alam dan radioaktivitas buatan. Hal
yang paling mendasar untuk mengendalikan bahaya radiasi adalah mengetahui
besarnya radiasi yang dipancarkan oleh suatu sumber radiasi baik melalui
pengukuran maupun perhitungan. Besarnya radiasi dapat diukur dengan
menggunakan alat ukur radiasi berupa detektor. Detektor nuklir mempunyai jenis
serta bentuk yang cukup banyak. Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai
penemuan dan pengembangan telah dilakukan terhadap sistem pencacah radiasi
untuk meningkatkan aplikasi dan kemudahan penggunaannya. Terdapat beberapa
jenis detektor sebagai alat ukur radiasi, yaitu detektor isian gas, detektor sintilasi
dan detektor semikonduktor. Oleh karena itu, untuk memahami jenis dan
kegunaan detektor tersebut, pemakalah akan membahasanya dalam makalah yang
berjudul “Detektor Radiasi”.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah Penemuan Radioaktif ?


2. Apa Pengertian Radioaktivitas ?
3. Apa Sifat-Sifat Sinar Radioaktif ?
4. Bagaimana pemancaran sinar alfa, beta, gamma?
5. Apa Pengertian Detektor Radiasi?
6. Apa saja jenis-jenis detektor radiasi ?

C. Tujuan

1. Mengetahui sejarah penemuan radioaktif


2. Mengetahui pengertian radioaktivitas
3. Mengetahui sifat-sifat sinar radioaktif
4. Mengetahui pemancaran sinar alfa, beta, gamma
5. Mengetahui Pengertian Detektor Radiasi
6. Mengetahui jenis-jenis detektor radiasi

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Penemuan Radioaktif Menurut Para Ahli
Sejarah penemuan zat radioaktif diawali dengan ditemukannya sinar X oleh
Wilhelm Conrad Roentgen pada tahun 1895. Setelah itu, para ilmuwan menyadari
bahwa beberapa unsur dapat memancarkan sinar-sinar tertentu, meskipun pada
waktu itu para ilmuwan belum memahami hakikat sebenarnya dari sinar-sinar
tersebut serta mengapa unsur-unsur memancarkannya.

Pada tahun 1896, Henri Becquerel, fisikawan Perancis berusaha


mendapatkan sinar X dari suatu batuan yang mengandung garam uranium. Secara
tidak sengaja, batuan tersebut dibungkus dengan kertas hitam dan diletakkan di
atas plat film itu, ia sangat terkejut karena bagian film pada tempat garam uranium
diletakkan menjadi gelap. Dari hasil penelitiannya, diketahui bahwa penyebab
gelapnya bagian plat foto adalah radiasi berdaya tembus kuat, bahkan lebih kuat
dari sinar X, yang dipancarkan secara spontan oleh garam uranium tanpa harus
disinari terlebih dahulu.Radiasi spontan garam uranium terjadi karena
mengandung unsur uranium yang bersifat radioaktif.Peristiwa radiasi spontan ini
kemudian Disebut keradioaktifan, sedangkan zat yang bersifat radioaktif disebut
dengan zat radioaktif.

Pada tahun 1898, Marie Sklodowska Curie dan oleh suaminya, Pierre
Curie menemukan unsur radiaktof lainnya dari mineral pitchblende yaitu
polonium dan radium. Nama unsur polonium diambil dari nama negara asal Marie
Sklodowska Curie, yaitu Polandia, sedangkan nama unsur radium diambil dari
bahasa Yunani “radiare” yang artinya bersinar.
Pada tahun 1903, Ernest Rutherford mengemukakan bahwa sinar
radioaktif dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan muatan mereka. Sinar
radioaktif yang bermuatan positif diberi nama sinar alfa, dan tersusun dari inti-inti
helium. Sinar radioaktif yang bermuatan negatif diberi nama sinar beta, dan
tersusun dari elektron-elektron. Sementara itu, Paul Ulrich Villard menemukan
jenis sinar radioaktif yang ketiga, yaitu sinar gama yang tidak bermuatan. Sinar
gama adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang
yang lebih pendek dari sinar X.
B. Pengertian Radioaktivitas
Inti Radioaktif adalah unsur inti atom yang mempunyai sifat memancarkan
salah satu partikel alfa, beta atau gamma. Radioaktivitas adalah kemampuan inti
atom yang tak-stabil untuk memancarkan radiasi dan berubah menjadi inti stabil.
Proses perubahan ini disebut peluruhan dan inti atom yang takstabil disebut
radionuklida. Materi yang mengandung radionuklida disebut zat radioaktif. Zat
radioaktif adalah zat yang tidak mempunyai isotop stabil, sehingga disebut
juga radioisotop.zat tersebut dapat memancarkan sinar radiasi yang disebut
sinar radioaktif, berupa sinar alfa(α), sinar beta(β), sinar gamma(γ).
Radioisotop adalah isotop tidak stabil yang memancarkan radiasi secara
spontan dan terus-menerus. Jika jumlah neutron dalam suatu inti sama dengan
jumlah proton, maka inti akan stabil atau non radioaktif. Tetapi jika dalam inti
jumlah neutron tidak sama dengan jumlah proton, maka inti menjadi tidak
stabil. Semakin banyak perbedaan jumlah neutron dengan jumlah protonnya,
maka semakin tidak stabil dan semakin cepat pula inti itu melepaskan
kelebihan energinya dalam bentuk sinar radiasinya.

C. Sifat-Sifat Sinar Radioaktif


Meskipun tidak dapat dilihat dengan mata namun secara umum sinar radioaktif
memiliki sifat-sifat:
 menghitamkan pelat film,
 dapat mengionkan gas yang dilewati,
 memiliki daya tembus yang besar, serta
 menyebabkan benda-benda berlapis ZnS dapat berpendar (mengalami
fluoresensi).
Sinar yang dipancarkan unsur radioaktif ada tiga macam, yaitu sinar alfa (α), sinar
beta (β), dan sinar gamma (γ).
Perbedaan ketiga jenis sinar tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Sinar alfa ( α ) Sinar beta (β) Sinar gamma ( γ )

1. Merupakan Inti Helium, 1.Merupakan Elektron 1.Merupakan Gelombang


Bermasa 4 Dan Bermuatan Berkecepatan Tinggi, E L E K T Romagnetik,
Tidak Bermassa Dan Tidak Bermassa Dan
+2, Simbolnya Atau
Bermuatan Negatif Tidak Bermuatan,
2. Daya Ionisasinya
Satu (-1), Simbolnya Atau Simbolnya
Besar
3. Daya Tembusnya 2.Daya Ionisasinya Kecil

Kecil 3.Daya Tembusnya Besar


2.Daya Ionisasi Α > > γ

3.Daya Tembus Α < < γ

Dengan jenis muatan yang dimilikinya, bila sinar radioaktif dilewatkan dalam
medan magnet maka akan terurai sebagai berikut.
a. Sinar alfa (α): akan tertarik ke medan magnet negatif.
b. Sinar beta (β): tertarik ke medan magnet positif.
c. Sinar gamma (γ): tidak dibelokkan oleh medan magnet

D. Pemancaran Sinar Alfa, Beta dan Gamma


Seperti telah dibahas pada subbab sebelumnya, inti atom dengan Z>83
merupakan inti yang tidak stabil. Untuk mencapai kestabilan, inti secara spontan
akan memancarkan partikel-partikel radioaktif. Peristiwa pemancaran partikel-
partikel radioaktif secara spontan ini disebut radioaktivitas.
Ada tiga jenis sinar radioaktif yang dipancarkan oleh inti tidak stabil, yaitu
sinar alfa (α), sinar beta (β) dan sinar gamma (γ). Penjelasan lebih lanjut dapat
dilihat pada tabel berikut:
perbandingan daya tembus sinar-sinar radioaktif

E. Detektor Radiasi

Partikel alfa, beta, gamma, neutron atau proton yang dilepas dari bahan
radioaktif ataupun radiasi oleh alam, dapat diukur nilai parameter fisisnya hanya
bila terdapat instrumen yang dapat mendeteksi atau mengukur parameter radiasi
itu. Instrumen itu disebut detektor radiasi. Bentuk, bahan dan kepekaan dari setiap
detektor disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Telah dikenal beberapa jenis
detektor, yaitu detektor isian gas, detektor sintilasi, dan detektor semikonduktor.

F. Jenis-Jenis Detektor Radiasi


1. Detektor Isian Gas
Detektor isian gas adalah detektor yang paling banyak digunakan untuk
mengukur radiasi (Safitri, dkk, 2011). Detektor isian gas merupakan tabung
tertutup yang berisi gas dan terdiri dari 2 buah elektrode. Dinding tabung
sebagai elektrode negatif (katode) dan kawat yang terbentang di dalam tabung
pada poros sebagai elektrode positif (anode). Skema detektor isian gas
disajikan pada gambar berikut (Surakhman dan Sayono, 2009).
Gambar Detektor isian gas
Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan
ion-ion positif dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion yang akan dihasilkan
tersebut sebanding dengan energi radiasi dan berbanding terbalik dengan daya
ionisasi gas. Daya ionisasi gas berkisar dari 25 eV s.d. 40 eV. Ion-ion yang
dihasilkan di dalam detektor tersebut akan memberikan kontribusi terbentuknya
pulsa listrik ataupun arus listrik. Adapun skema dari proses ionisasi disajikan pada
gambar berikut

Gambar Proses ionisasi


Ion-ion primer yang dihasilkan oleh radiasi akan bergerak menuju
elektroda yang sesuai. Pergerakan ion-ion tersebut akan menimbulkan pulsa atau
arus listrik. Pergerakan ion tersebut di atas dapat berlangsung bila di antara dua
elektroda terdapat cukup medan listrik. Bila medan listriknya semakin tinggi
maka energi kinetik ion-ion tersebut akan semakin besar sehingga mampu untuk
mengadakan ionisasi lain. Ion-ion yang dihasilkan oleh ion primer disebut sebagai
ion sekunder. Bila medan listrik di antara dua elektroda semakin tinggi maka
jumlah ion yang dihasilkan oleh sebuah radiasi akan sangat banyak dan disebut
proses avalanche.
Jumlah pasangan ion yang terbentuk bergantung pada jenis dan energi radiasinya.
 Radiasi alfa dengan energi 3 MeV misalnya, mempunyai jangkauan (pada
tekanan dan suhu standar) sejauh 2,8 cm dapat menghasilkan 4.000
pasangan ion per mm lintasannya.
 Radiasi beta dengan energi kinetik 3 MeV mempunyai jangkauan dalam
udara (pada tekanan dan suhu standar) sejauh 1.000 cm dan menghasilkan
pasangan ion sebanyak 4 pasang tiap mm lntasannya.
Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang berbeda
yaitu detektor kamar ionisasi, detektor proporsional, dan detektor Geiger Mueller
(GM).
a. Detektor Kamar Ionisasi
Detektor kamar ionisasi beroperasi pada tegangan paling rendah. Jumlah
elektron yang terkumpul di anoda sama dengan jumlah yang dihasilkan oleh
ionisasi primer. Dalam kamar ionisasi ini tidak terjadi pelipat-gandaan
(multiplikasi) jumlah ion oleh ionisasi sekunder. Dalam daerah ini dimungkinkan
untuk membedakan antara radiasi yang berbeda ionisasi spesifikasinya, misalnya
antara partikel alfa, beta dan gamma. Namun, arus yang timbul sangat kecil, kira-
kira 10-12 A sehingga memerlukan penguat arus sangat besar dan sensitivitas alat
baca yang tinggi (Hidayanto, 2009).
b. Detektor Proporsional
Salah satu kelemahan dalam mengoperasikan detektor pada daerah kamar
ionisasi adalah out put yang dihasilkan sangat lemah sehingga memerlukan
penguat arus sangat besar dan sensitivitas alat baca yang tinggi. Untuk mengatasi
kelemahan tersebut, tetapi masih tetap dapat memanfaatkan kemampuan detektor
dalam membedakan berbagai jenis radiasi, maka detektor dapat dioperasikan pada
daerah proporsional (Hidayanto, 2009).
Alat pantau proporsional beroperasi pada tegangan yang lebih tinggi
daripada kamar ionisasi. Daerah ini ditandai dengan mulai terjadinya multiplikasi
gas yang besarnya bergantung pada jumlah elektron mula-mula dan tegangan
yang digunakan. Karena terjadi multiplikasi maka ukuran pulsa yang dihasilkan
sangat besar (Hidayanto, 2009).

Multiplikasi terjadi karena elektron-elektron yang dihasilkan oleh ionisasi


primer dipercepat oleh tegangan yang digunakan sehingga elektron tersebut
memiliki energi yang cukup untuk melakukan ionisasi berikutnya (ionisasi
sekunder). Meskipun terjadi multiplikasi, namun jumlah elektron yang dihasilkan
tetap sebanding (proporsional) dengan ionisasi mula-mula. Karena itu dinamakan
alat pantau proporsional (Hidayanto, 2009).
Keuntungan dari alat pantau proporsional adalah bahwa alat ini mampu
mendeteksi radiasi dengan intensitas cukup rendah. Namun, memerlukan sumber
tegangan yang super stabil, karena pengaruh tegangan pada daerah ini sangat
besar terhadap tingkat multiplikasi gas dan juga terhadap tinggi pulsa out put
(Hidayanto, 2009).
c. Detektor Geiger Mueller
Sejak ditemukan detektor radiasi pengion oleh Hans Geiger pada tahun
1908, kemudian tahun 1928 disempurnakan oleh Walther Mueller menjadi tabung
detektor Geiger-Mueller yang konstruksinya sederhana dibandingkan dengan jenis
detektor yang lain. Detektor Geiger-Mueller terdiri dari suatu tabung logam atau
gelas dilapisi logam yang biasanya diisi gas seperti argon, neon, helium atau
lainnya (gas mulia dan gas poliatomik) dengan perbandingan tertentu (Safitri, dkk,
2011).
Detektor Geiger (Geiger Counter) merupakan alat ukur cacah radiasi yang
berdasarkan pada prinsip ionisasi atom-atom gas. Detektor ini berisi gas pada
tekanan rendah, kawat halus yang berfungsi sebagai anode, dan selubung silinder
sebagai katode. Jika terdapat partikel dari radiasi bahan radioaktif yang masuk
melalui jendela (window) detektor, maka partikel itu dipercepat oleh anode,
sehingga dapat mengionisasi gas disekitar anode, dan akibatnya diperoleh pulsa
listrik. Cacah pulsa listrik itu sebanding dengan jumlah partikel dari bahan
radioaktif yang masuk detektor (Jati dan Priyambodo, 2010: 308).
2. Detektor Sintilasi
Detektor jenis ini merupakan alat ukur cacah radiasi oleh bahan radioaktif,
atau radiasi oleh alam pada berbagai nilai tenaga dari partikel atau foton yang
dideteksi. Jika sinar jatuh pada kristal scintilator (NaI) maka kristal berpendar. Hal
ini disebabkan oleh elektron atau atom dari kristal yang tereksitasi, dan kemudian
kembali ke arah bawah dengan mengemisi foton. Radiasi foton itu mengenai
katode, dan selanjutnya katode melepas elektron yang disebut radiasi fotokatode.
Selanjutnya, kelajuan elektron diperbesar dengan melewatkannya pada beda
potensial bertingkat sehingga potensialnya naik secara bertahap, serta diperkuat
oleh tabung fotomultiplier. Detektor ini juga mampu memberi informasi tenaga
dari partikel atau foton yang ditangkap oleh detektor itu (Jati dan Priyambodo,
2010: 308).
Detektor sintilasi terdiri dari dua bagian, yaitu bahan sintilator dan
photomultiplier. Bahan sintilator merupakan suatu bahan padat, cair maupun gas,
yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion.
Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan
bahan sintilator menjadi pulsa listrik.
a. Sintilator Cair (Liquid Scintillation)
Detektor ini sangat spesial dibandingkan dengan jenis detektor yang lain
karena berwujud cair. Sampel radioaktif yang akan diukur dilarutkan dahulu ke
dalam sintilator cair ini sehingga sampel dan detektor menjadi satu kesatuan
larutan yang homogen. Secara geometri pengukuran ini dapat mencapai efisiensi
100 % karena semua radiasi yang dipancarkan sumber akan “ditangkap” oleh
detektor. Metode ini sangat diperlukan untuk mengukur sampel yang
memancarkan radiasi b berenergi rendah seperti tritium dan C14.

Gambar Sintilator Cair


Masalah yang harus diperhatikan pada metode ini adalah quenching yaitu
berkurangnya sifat transparan dari larutan (sintilator cair) karena mendapat
campuran sampel. Semakin pekat konsentrasi sampel maka akan semakin buruk
tingkat transparansinya sehingga percikan cahaya yang dihasilkan tidak dapat
mencapai photomultiplier.
Proses sintilasi pada bahan ini dapat dijelaskan dengan gambar di bawah.
Di dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang dinamakan
sebagai pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat energi
tertentu. Pada keadaan dasar, ground state, seluruh elektron berada di pita valensi
sedangkan di pita konduksi kosong. Ketika terdapat radiasi yang memasuki
kristal, terdapat kemungkinan bahwa energinya akan terserap oleh beberapa
elektron di pita valensi, sehingga dapat meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat
kemudian elektron-elektron tersebut akan kembali ke pita valensi melalui pita
energi bahan aktivator sambil memancarkan percikan cahaya.

Gambar Proses Sintilasi


Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan
dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin
banyak percikan cahayanya. Percikan-percikan cahaya ini kemudian ‘ditangkap’
oleh photomultiplier.
Berikut ini adalah beberapa contoh bahan sintilator yang sering digunakan
sebagai detektor radiasi.
1) Kristal NaI(Tl)
Detektor NaI(Tl) merupakan detektor jenis sintilasi.
Bahan sintilator berupa kristal tunggal Natrium Iodida yang didopping dengan
sedikit Tallium. Sinar gamma yang terdeteksi berinteraksi dengan atom-atom
bahan sintilator berupa interaksi efek fotolistrik, hamburan Compton, dan efek
pembentukan pasangan. Elektron bebas hasil interaksi selanjutnya akan
mengalami proses ionisasi dan penetralan (excitasi).
2) Kristal ZnS(Ag)
3) Kristal LiI(Eu)
4) Sintilator Organik
b. Tabung Photomultiplier
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, setiap detektor sintilasi terdiri atas
dua bagian yaitu bahan sintilator dan tabung photomultiplier. Bila bahan sintilator
berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi percikan cahaya maka tabung
photomultiplier ini berfungsi untuk mengubah percikan cahaya tersebut menjadi
berkas elektron, sehingga dapat diolah lebih lanjut sebagai pulsa / arus listrik.
Tabung photomultiplier terbuat dari tabung hampa yang kedap cahaya
dengan photokatoda yang berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya
dan terdapat beberapa dinode untuk menggandakan elektron seperti terdapat pada
gambar 4. Photokatoda yang ditempelkan pada bahan sintilator, akan
memancarkan elektron bila dikenai cahaya dengan panjang gelombang yang
sesuai. Elektron yang dihasilkannya akan diarahkan, dengan perbedaan potensial,
menuju dinode pertama. Dinode tersebut akan memancarkan beberapa elektron
sekunder bila dikenai oleh elektron.

Gambar Tabung Photomultiplier


Elektron-elektron sekunder yang dihasilkan dinode pertama akan menuju
dinode kedua dan dilipatgandakan kemudian ke dinode ketiga dan seterusnya
sehingga elektron yang terkumpul pada dinode terakhir berjumlah sangat banyak.
Dengan sebuah kapasitor kumpulan elektron tersebut akan diubah menjadi pulsa
listrik.
c. Kelebihan Detektor Sintilasi
1. Bekerja sangat cepat; yaitu dapat memberikan pulsa listrik dan kembali ke
tahanan semula, kemudian siap digunakan lagi dalam waktu yang sangat
pendek (10-8 s).
2. Dapat dirancang untuk memberikan ukuran pulsa yang berbanding lurus
dengan kehilangan energy radiasi di dalam sintilator.
Mempunyai efisiensi pendeteksian terhadap sinar gamma lebih tinggi
dibandingkan pencacah isi gas.
3. Detektor Zat Padat
Berdasarkan daya hantarnya, bahan dibagi menjadi: konduktor,
semikonduktor, dan isolator. Pada kristal, elektron berada pada tingkat-tingkat
energi yang sangat berdekatan hingga menyerupai pita energi. Detektor ini
menggunakan bahan utama semikonduktor yang merupakan gandengan positif (P)
dan negatif (N). Jika detektor tidak teradiasi, maka tidak mengalirkan arus listrik,
sedangkan apabila ada radiasi dapat memberikan lubang (hole) pada bahan
gabungan, sehingga muncul arus listrik. Alat ini cukup sederhana, hanya saja
volume aktif bahan yang dimiliki sangat kecil (Jati dan Priyambodo, 2010: 309).
Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua jenis
detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon
atau germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih
effisien dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat,
serta mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.

Gambar Bahan semikonduktor


Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat
meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya berada di pita
valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara pita
valensi dan pita konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak
memungkinkan elektron untuk berpindah ke pita konduksi ( > 5 eV ) seperti
terlihat di atas. Sebaliknya, perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan
semikonduktor ( < 3 eV ) sehingga memungkinkan elektron untuk meloncat ke
pita konduksi bila mendapat tambahan energi.
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh
bahan sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita
konduksi. Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda
potensial maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi radiasi
diubah menjadi energi listrik.

Gambar Proses perubahan energi radiasi menjadi energi listrik


Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan
semikonduktor tipe N dengan tipe P (PN junction). Kutub positif dari tegangan
listrik eksternal dihubungkan ke tipe N sedangkan kutub negatifnya ke tipe P
seperti terlihat pada Gambar 7. Hal ini menyebabkan pembawa muatan positif
akan tertarik ke atas (kutub negatif) sedangkan pembawa muatan negatif akan
tertarik ke bawah (kutub positif), sehingga terbentuk (depletion layer) lapisan
kosong muatan pada sambungan PN. Dengan adanya lapisan kosong muatan ini
maka tidak akan terjadi arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang memasuki
lapisan kosong muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron dan hole,
yang akan bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan elektron dan
hole inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion
ini lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion
yang dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal inilah yang
menyebabkan detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi
radiasi yang mengenainya atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai
gambaran, detektor sintilasi untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi
sebesar 50 keV, artinya, detektor ini dapat membedakan energi dari dua buah
radiasi yang memasukinya bila kedua radiasi tersebut mempunyai perbedaan
energi lebih besar daripada 50 keV. Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi
gamma biasanya mempunyai resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor
semikonduktor jauh lebih teliti untuk membedakan energi radiasi.
Sebenarnya, kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu
diperlukan dalam pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan survai
radiasi. Akan tetapi untuk keperluan lain, misalnya untuk menentukan jenis
radionuklida atau untuk menentukan jenis dan kadar bahan, kemampuan ini
mutlak diperlukan.
Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal,
pemakaiannya harus sangat hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis
detektor semikonduktor harus didinginkan pada temperatur Nitrogen cair sehingga
memerlukan dewar yang berukuran cukup besar.

Keunggulan - Kelemahan Detektor


Dari pembahasan di atas terlihat bahwa setiap radiasi akan diubah menjadi
sebuah pulsa listrik dengan ketinggian yang sebanding dengan energi radiasinya.
Hal tersebut merupakan fenomena yang sangat ideal karena pada kenyataannya
tidaklah demikian. Terdapat beberapa karakteristik detektor yang membedakan
satu jenis detektor dengan lainnya yaitu efisiensi, kecepatan dan resolusi.
Efisiensi detektor adalah suatu nilai yang menunjukkan perbandingan
antara jumlah pulsa listrik yang dihasilkan detektor terhadap jumlah radiasi yang
diterimanya. Nilai efisiensi detektor sangat ditentukan oleh bentuk geometri dan
densitas bahan detektor. Bentuk geometri sangat menentukan jumlah radiasi yang
dapat 'ditangkap' sehingga semakin luas permukaan detektor, efisiensinya semakin
tinggi. Sedangkan densitas bahan detektor mempengaruhi jumlah radiasi yang
dapat berinteraksi sehingga menghasilkan sinyal listrik. Bahan detektor yang
mempunyai densitas lebih rapat akan mempunyai efisiensi yang lebih tinggi
karena semakin banyak radiasi yang berinteraksi dengan bahan.
Kecepatan detektor menunjukkan selang waktu antara datangnya radiasi
dan terbentuknya pulsa listrik. Kecepatan detektor berinteraksi dengan radiasi
juga sangat mempengaruhi pengukuran karena bila respon detektor tidak cukup
cepat sedangkan intensitas radiasinya sangat tinggi maka akan banyak radiasi
yang tidak terukur meskipun sudah mengenai detektor.
Resolusi detektor adalah kemampuan detektor untuk membedakan energi
radiasi yang berdekatan. Suatu detektor diharapkan mempunyai resolusi yang
sangat kecil (high resolution) sehingga dapat membedakan energi radiasi secara
teliti. Resolusi detektor disebabkan oleh peristiwa statistik yang terjadi dalam
proses pengubahan energi radiasi, noise dari rangkaian elektronik, serta ketidak-
stabilan kondisi pengukuran.
Aspek lain yang juga menjadi pertimbangan adalah konstruksi detektor
karena semakin rumit konstruksi atau desainnya maka detektor tersebut akan
semakin mudah rusak dan biasanya juga semakin mahal.
Tabel berikut menunjukkan karakteristik beberapa jenis detektor secara
umum berdasarkan beberapa pertimbangan di atas.

Pemilihan detektor harus mempertimbangkan spesifikasi keunggulan dan


kelemahan sebagaimana tabel di atas. Sebagai contoh, detektor yang digunakan
pada alat ukur portabel (mudah dibawa) sebaiknya adalah detektor isian gas,
detektor yang digunakan pada alat ukur untuk radiasi alam (intensitas sangat
rendah) sebaiknya adalah detektor sintilasi, sedangkan detektor pada sistem
spektroskopi untuk menganalisis bahan sebaiknya detektor semikonduktor.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Radioaktivitas adalah kemampuan inti atom yang tak-stabil untuk
memancarkan radiasi dan berubah menjadi inti stabil. Proses perubahan ini
disebut peluruhan dan inti atom yang takstabil disebut radionuklida.
Materi yang mengandung radionuklida disebut zat radioaktif

2. Sejarah Penemuan Radioakitif Sifat-sifat Radioaktif

 Pada tahun 1895 Williem K. Rontgen menemukan sinar-X dengan jalan


menembakkan sinar katoda pada pelat aluminium
 Pada tahun 1896, Henry Becquerel mengamati garam uranium yang dapat
memancarkan radiasi. Radiasi yang dipancarkan ini dapat menghitamkan
pelat film meskipun film tersebut ditutup rapat dengan kertas hitam
 pada tahun 1898 suami istri Piere Curie dan Marie Curie dapat
menemukan unsur polonium (Po) dan radium (Ra) yang juga bersifat
radioaktif.
 Pada tahun 1903 Ernest Rutherford menemukan sinar yang bermuatan
positif disebut sinar alfa (α), yang merupakan inti helium (He). Rutherford
juga menemukan sinar bermuatan negatif yang disebut sinar beta (β).
3. Sifat-Sifat:
 Menghitamkan pelat film,
 Dapat mengionkan gas yang dilewati,
 Memiliki daya tembus yang besar, serta
 Menyebabkan benda-benda berlapis ZnS dapat berpendar (mengalami
fluoresensi)
4. Terdapat tiga jenis detektor radiasi, yaitu detektor isian gas, detektor
sintilasi, dan detektor semikonduktor. Setiap detektor radiasi memiliki
mekanisme kerja yang berbeda-beda, seperti:
a. Detektor isian gas, yaitu dengan cara mengionisasi gas sehingga
dihasilkan ion-ion positif dan ion-ion negatif (elektron). Ion-ion primer
yang dihasilkan oleh radiasi akan bergerak menuju elektroda yang sesuai.
Pergerakan ion-ion tersebut akan menimbulkan pulsa atau arus listrik.
b. Detektor sintilasi, yaitu dengan cara memendarkan sinar yang jatuh
pada kristal scintilator (NaI) yang disebabkan oleh elektron atau atom dari
kristal yang tereksitasi, dan kemudian kembali ke arah bawah dengan
mengemisi foton. Radiasi foton tersebut mengenai katode, sehingga katode
melepaskan elektron.
c. Detektor semikonduktor, yaitu dengan cara menyerap radiasi yang
memasuki bahan semikonduktor oleh bahan semikonduktor, sehingga
beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi.
Apabila diantara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda
potensial, maka akan terjadi aliran arus listrik.
Daftar Pustaka
Hidayanto, Eko. 2009. Detektor Radiasi. Diakses pada tanggal 15 April 2015

Http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_04.htm.
Diakses pada tanggal 15 April 2015

http://henker17.blogspot.com/2014/07/detektor-radiasi.html

Jati B. Murdaka Eka dan Priyambodo T. Kuntoro. 2010. Fisika Dasar untuk
Mahasiswa Ilmu-ilmu Eksakta dan Teknik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Krane, Kenneth. 2008.Fisika Modern.Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)

Lasmi, Ni Ketut. 2012. SPM Fisika untuk SMA dan MA. Bandung : Erlangga

Safitri Irma, dkk. 2011. Jurnal Perbandingan Karakteristik Detektor Geiger-


Mueller Self Quenching dengan External Quenching. Diakses pada tanggal
15 April 2015.

Surakhman dan Sayono. 2009. Jurnal Pembuatan Detektor Geiger-Mueller Tipe


Jendela Samping dengan Gas Isian Argon –Etanol. Diakses pada tanggal 15
April 2015.
SOAL DAN JAWABAN

1. Agus lila wati

Pertanyaan : Apa fungsi sinar alfa, gamma dan beta dalam kehidupan

Jawaban :

Sinar alfa : Untuk mendeteksi adanya asap. sumber tertutup partikel sinar alfa
dari amerisium akan mengirimkan partikel alfa keudara ketika ada
asap, maka partikel akan terblokir dan memberikan sinyal pada
alaram pemancar.

Sinar beta : Untuk mengontrol jalur produksi kertas, plastik atau terpal baja,
pemancaran karbon C-14 untuk memperkirakan umur fosil.

Sinar gamma : Untuk mengetahui setiap kebocoran pipa, sebagai radio terapi
untuk membunuh sel-sel kanker, untuk mengetahui kualitas pipa
yang di las. karena radiasi gamma sangat mematikan maka sinar
radioaktif ini banyak digunakan untuk mensterilkan peralatan
makanan dalam kemasan. Biodine-131, salah satu pemancar sinar
radioaktif gamma dapat digunakan untuk memeriksa kelenjar
tiroid.

2. Desi Rahmasari

Pertanyaan : Apa dampak penggunaan dari peancaran sinar alfa, gamma, beta
dalam kehidupan

Jawaban :
Dampak negatif penggunaan radioaktif (sinar alfa, gamma dan beta)

 Mual muntah, diare, sakit kepala, demam, pusing, mata berkunang-kunang,


disorientasi atau bingung menentukan arah, lemah, letih, lesu, kerontokan
rambut atau kebotakan, muntah darah atau berak darah, tekanan darah rendah,
luka susah sembuh

 kanker, gangguan sistem saraf dan reproduksi, mutasi genetik

3. Devi Hutahaean

pertanyaan : bagaimana sinar alfa tertarik kemedan magnet negatif, jelaskan


menggunakan gambar

jawaban :

Penjelasan gambar:
Sinar alfa dibelokkan menuju medan listrik negatif karena alfa bermuatan positif
dan sudut pembelokannya tiak terlalu besar karena massa nya yang besar sehingga
momentumnya juga besar
Sinar beta dibelokkan menuju medan listrik positif karena beta bermuatan negatif
dan untuk sinar beta yang lambat maka sudut pembelokannya lebih besar dan
sinar beta yang cepat sudut pembelokannya relatif kecil.
Sinar gamma tidak dibelokkan karena netral.
4. Donna Helen
Pertanyaan : Apa maksud emot di tabel slide terakhir (tabel karakteristik beberapa
jenis detektor)
Jawaban :

Penjelasan tabel :
: rendah
: tinggi
: sedang
5. Chatarina MS Purba
Pertanyaan : Tuliskan contoh sentilator organik secara khusus
Jawaban :
Nama Type Detektor
Anthrance Organic solid β
Pilot B Organic plastic α
Nal (TI) Inorganic γ
CsF Inorganic Sinar-X

6. Deliusman
Pertanyaan : Mengapa ada peranan elektron pada tabung photomultiplier
Jawaban :
Karena sinar radioaktif terdiri dari sinar alfa, beta dan gamma. Sinar radioaktif
yang bermuatan negatif diberi nama sinar beta, dan tersusun dari elektron-elektron
sehingga ada peranan elektron pada tabung photomultiplier.

Anda mungkin juga menyukai