Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu “Psyche”
yang artinya jiwa, pikiran atau mental dan “Therapy” yang artinya penyembuhan, pengobatan
atau perawatan. Maka psikoterapi disebut juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi mental atau
2,3
terapi pikiran. Psikoterapi adalah terapi atau pengobatan yang menggunakan cara-cara
psikologik, dilakukan oleh seseorang yang terlatih khusus, yang menjalin hubungan kerjasama
secara profesional dengan seorang pasien dengan tujuan untuk menghilangkan, mengubah atau
menghambat gejala-gejala dan penderitaan akibat penyakit. Definisi yang lain yaitu psikoterapi
adalah cara pengobatan dengan ilmu kedokteran terhadap gangguan mental emosional dengan
mengubah pola pikiran, perasaan, dan perilaku agar terjadi keseimbangan dalam diri individu
tersebut.4
Psikoterapi merupakan salah satu modalitas terapi yang terandalkan dalam tatalaksana
pasien psikiatri disamping psikofarmaka dan terapi fisik.4 Terapi ini menggunakan metode dan
teknik psikologik dan memanfaatkan pengaruh psikologik untuk mencapai hasil terapeutik.
Psikoterapi sering disalahartikan sebagai konseling, padahal keduanya merupakan jenis
intervensi yang berbeda, karena konseling merupakan proses dimana pasien dapat
mengeksplorasi diri yang berfokus pada masalah yang dimiliki pasien yaitu dengan peningkatan
kesadaran dapat memilih dan menyingkirkan hal-hal yang bersifat negative. Konseling berjangka
waktu singkat serta hanya berfokus mengatasi krisis yang dihadapi oleh pasien. Sedangkan
psikoterapi memusatkan pada proses-proses dalam diri pasien yang terjadi di dalam alam bawah
sadar yang dapat mengubah struktur kepribadian pasien. Psikoterapi lebih berusaha untuk meraih
pemahaman diri yang intensif tentang dinamika-dinamika yang bertanggung jawab atas
terjadinya krisis kehidupan pasien.5

2.2 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam psikoterapi biasanya meliputi beberapa aspek dalam
kehidupan manusia seperti dibawah ini. 4,5,6
1. Memperkuat motivasi untuk melakukan hal-hal yang benar. Tujuan ini biasanya dilakukan
melalui terapi yang sifatnya direktif dan suportif. Persuasi dengan segala cara dari nasehat
sederhana sampai pada hipnosis digunakan untuk menolong orang bertindak dengan cara
yang tepat.
2. Mengurangi tekanan emosi melalui kesempatan untuk mengekspresikan perasaan yang
mendalam. Fokus di sini adalah adanya katarsis. Inilah yang disebut mengalami bukan
hanya membicarakan pengalaman emosi yang mendalam. Dengan mengulang pengalaman
ini dan mengekspresikannya akan menimbulkan pengalaman baru.
3. Membantu pasien mengembangkan potensinya. Melalui hubungannya dengan terapis, pasien
diharapkan dapat mengembangkan potensinya. Ia akan mampu melepaskan diri dari fiksasi
yang dialaminya. Ataupun ia akan menemukan bahwa dirinya mampu berkembang ke arah
yang lebih positif.
4. Mengubah kebiasaan. Terapi memberikan kesempatan untuk perubahan perilaku. Tugas
terapiutik adalah menyiapkan situasi belajar baru yang digunakan untuk mengganti
kebiasaan-kebiasaan yang kurang adaptif. Pendekatan perlakuan ini sering digunakan dalam
mencapai tujuan ini.
5. Mengubah struktur kognitif individu. Struktur kognitif menggambarkan idenya mengenai
dirinya sendiri maupun dunia di sekitarnya. Masalah muncul biasanya karena terjadi
kesenjangan antara struktur kognitif individu dengan kenyataan yang dihadapinya. Untuk itu
struktur kognitif perlu diubah untuk menyesuaikan dengan kondisi yang ada.
6. Tujuan ini hampir sama dengan tujuan konseling.
7. Meningkatkan pengetahuan diri. Terapi ini biasanya menuntun individu untuk lebih
Meningkatkan pengetahuan dan kapasitas untuk mengambil keputusan dengan tepat.
mengerti akan apa yang dirasakan, dipikirkan, dan dilakukannya. Ia juga akan mengerti
mengapa ia melakukan suatu tindakan tertentu. Kesadaran dirinya ini penting sehingga ia
akan lebih rasional dalam menentukan langkah selanjutnya. Apa yang dulunya tidak
disadarinya menjadi lebih disadarinya sehingga ia tahu akan konflik-konfliknya dan dapat
mengambil keputusan dengan lebih tepat.
8. Meningkatkan hubungan antar pribadi. Konflik yang dialami manusia biasanya tidak hanya
konflik intrapersonal tetapi juga interpersonal. Manusia sejak lahir sampai mati
membutuhkan manusia lain, sehingga ia akan banyak tergantung dengan orangorang penting
dalam hidupnya. Dalam terapi individu dapat berlatih kembali untuk meningkatkan
hubungannya dengan orang lain sehingga ia akan dapat hidup lebih sejahtera. Ia mampu
berhubungan lebih efektif dengan orang lain. Terapi kelompok memberikan kesempatan
bagi individu untuk meningkatkan hubungan antar pribadi ini.
9. Mengubah lingkungan sosial individu. Hal ini dilakukan terutama terapi untuk anak-anak.
Anak yang bermasalah biasanya hidup dalam lingkungan yang kurang sehat. Untuk itu
terapi ditujukan untuk orang tua dan lingkungan sosial di mana anak berada. Terapi yang
berorientasi pada sistem banyak digunakan untuk memperbaiki lingkungan sosial individu.
Mengubah proses somatik supaya mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kesadaran
individu. Latihan relaksasi misalnya dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan. Latihan
senam yoga, maupun menari dapat digunakan untuk mengendalikan ketegangan tubuh.
10. Mengubah status kesadaran untuk mengembangkan kesadaran, kontrol, dan kreativitas diri.
Mengartikan mimpi, fantasi perlu untuk mengartikan akan apa yang dialaminya. Demikian
juga meditasi dapat mempertajam penginderaan individu.

2.3 Prinsip Umum Psikoterapi

Psikoterapi dilakukan dengan cara percakapan atau wawancara (interview). Dalam suatu
wawancara, tidak dapat dipisahkan antara sifat terapeutik dan penegakan diagnosis. Biasanya,
pertanyaan- pertanyaan yang diajukan mengandung kedua aspek tersebut, yaitu untuk
mengoptimalkan hubungan interpersonal dengan pasien (sifat terapeutik), dan untuk melengkapi
data dalam usaha menegakkan diagnosis. Dalam melakukan psikoterapi, wawancara harus lebih
mengutamakan aspek terapeutiknya, data yang diperlukan akan berangsur terkumpul dengan
kian membaiknya hubungan interpersonal yang terjalin antara dokter dengan pasiennya,
sehingga berartinya suatu wawancara tergantung dari sifat hubungan terapis dengan pasiennya
tersebut.3,8

Dalam melakukan wawancara, hendaknya kita juga melakukan observasi secara menyeluruh
dengan teliti. Sambil mengajukan pertanyaan, kita juga mengamati dan turut serta (sebagai
participant observer) dalam proses yang sedang berlangsung pada saat dan situasi tersebut (“the
here and now”). Yang kita amati yaitu: apa yang terjadi pada pasien, apa yang terjadi pada
pewawancara atau terapis sendiri, serta apa yang terjadi di antara terapis dan pasiennya. Dalam
berhadapan dengan pasien, dokter atau terapis mempengaruhi pasien dengan sikap dan
perkataannya, dari menit ke menit, saat ke saat. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan
sebetulnya bukan hanya apa yang kita bicarakan, tetapi juga bagaimana cara kita melakukannya,
kapan (saat atau waktu yang tepat) kita mengungkapkan hal tertentu yang ingin kita sampaikan,
dan bagaimana hubungan antara si penolong (dokter atau terapis) dan yang ditolong (pasien)
tersebut. Hal- hal tersebut dapat membuat pasien menjadi lebih tenang atau sebaliknya menjadi
tegang, lebih terbuka atau tertutup, lebih percaya atau pun curiga, sehingga dapat disimpulkan
bahwa selalu ada pengaruh terapeutik maupun kontraterapeutik, dan tidak pernah netral sama
sekali, karena setiap orang mempunyai latar belakang kepribadian dan pengalaman hidup yang
berbeda- beda, yang mempengaruhi cara pandang, cara berpikir dan menghayati segala
sesuatu.3,8
Hal yang sebaliknya juga perlu diingat, bahwa wawancara bukan hanya menghasilkan pengaruh
dokter atau terapis atas pasien, namun juga pengaruh pasien terhadap atau terapis dapat menjadi
tenang, tegang, santai, kuatir, terbuka, tertutup, bosan, sedih, kesal, malu, terangsang, dll.
Perasaan-perasaan tersebut turut menentukan apa yang dikatakannya kepada pasien (atau tidak
dikatakannya) dan bagaimana ia mengatakannya. Untuk dapat mengatasi hal ini seorang dokter
atau terapis perlu belajar untuk memantau perasaan- perasaan reaktifnya tersebut, agar ucapan-
ucapan dan sikapnya terhadap pasien sedapat-dapatnya beralasan profesional dlan sedikit
mungkin tercampur dengan unsur- unsur yang berasal dari respons emosional subyektifnya
sendiri. Agar tujuan terapeutik tercapai, hendaknya senantiasa diusahakan agar dokter dapat
menciptakan dan memelihara hubungan yang optimal antara dokter dan pasien. Dalam
mengajukan pertanyaan- pertanyaan kepada pasien, senantiasa harus dipertimbangkan bilamana
dan bagaimana kita akan menanyakan hal tersebut. Bila konteksnya kurang tepat, misalnya:
pasien justru dapat merasa tersinggung atau dipermalukan oleh pertanyaan kita (nyata atau tidak
nyata), pasien mungkin akan menolak atau menyangkal, atau akan membuat-buat jawabannya.3

2.4 Jenis- Jenis Psikoterapi


1) Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, psikoterapi dibedakan atas: 3
1. Psikoterapi Suportif
Psikoterapi suportif merupakan modalitas terapi berupa intervensi yang bertujuan
untuk memperkuat kemampuan pasien dalam menghadapi masalah yang
dihadapinya. Aplikasi psikoterapi suportif terutama dititikberatkan pada beberapa
aktivitas utama, yaitu mendengar aktif dan menunjukkan ekspresi yang tepat;
membantu meningkatkan harga diri individu dan kegembiraan; serta meyakinkan
bahwa masih ada harapan pada setiap masalah.4
Tujuan:3,4
 Mendukung fungsi- fungsi ego, atau memperkuat mekanisme defensi yang ada
 Memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dengan yang baru dan lebih
baik
 Perbaikan ke suatu keadaan keseimbangan yang lebih adaptif 3,4

Beberapa jenis psikoterapi suportif:

1. Ventilasi atau katarsis ialah membiarkan pasien mengeluarkan isi hati sesukanya.
Sesudahnya biasanya ia merasa lega dan kecemasannya (tentang penyakitnya)
berkurang, karena ia lalu dapat melihat masalahnya dalam proporsi yang
sebenarnya. Hal ini dibantu oleh dokter dengan sikap yang penuh pengertian
(empati) dan dengan anjuran. Jangan terlalu banyak memotong bicaranya
(menginterupsi). Yang dibicarakan ialah permasalahan yang menjadi stress yang
utama (kekhawatiran, impuls-impuls, kecemasan, masalah keluarga, perasaan
salah atau berdosa).4,6
2. Persuasi ialah menerangkan secara masuk akal tentang gejala-gejala penyakitnya
yang timbul akibat cara berpikir, perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang
dihadapinya. Kritik diri sendiri oleh pasien penting untuk dilakukan. Dengan
demikian maka impuls-impuls yang tertentu dibangkitkan, diubah atau diperkuat
dan impuls-impuls yang lain dihilangkan atau dikurangi, serta pasien dibebaskan
dari impuls-impuls yang sangat menganggu. Pasien pelan-pelan menjadi yakin
bahwa gejala-gejalanya akan hilang. Hal ini dibantu dokter dengan sikap
membangun, mengubah dan menguatkan impuls tertentu serta membebaskan dari
impuls yang menggangu secara masuk akal dan sesuai hati nurani. Berusaha
meyakinkan pasien dengan alasan yang masuk akal bahwa gejalanya akan hilang.
Yang dibicarakan ialah ide dan kebiasaan pasien yang mengarah pada terjadinya
gejala.4,6
3. Sugesti ialah secara halus dan tidak langsung menanamkan pikiran pada pasien
atau membangkitkan kepercayaan padanya bahwa gejala-gejala akan hilang.
Dokter sendiri harus mempunyai sikap yang meyakinkan dan otoritas profesional
serta menunjukkan empati. Pasien percaya pada dokter sehingga kritiknya
berkurang dan emosinya terpengaruh serta perhatiannya menjadi sempit. Ia
mengharap-harapkan sesuatu dan ia mulai percaya. Bila tidak terdapat gangguan
kepribadian yang mendalam, maka sugesti akan efektif, umpamanya pada reaksi
konversi yang baru dan dengan konflik yang dangkal atau pada neurosa cemas
sesudah kecelakaan. Selain itu, jangan menganggu rasa harga diri pasien. Pasien
harus percaya bahwa gejala- gejalanya akan hilang dan tidak terdapat kerusakan
organik sebagai penyebab gejala-gejala itu. Ia harus diyakinkan bahwa bila gejala-
gejala tersebut hilang, hal itu terjadi karena ia sendiri mengenal maksud gejala-
gejala itu dan bahwa timbulnya gejala itu tidak logis.4,6
4. Penjaminan kembali atau reassurance dilakukan melalui komentar yang halus
atau sambil lalu dan pertanyaan yang hati-hati, bahwa pasien mampu berfungsi
secara adekuat (cukup, memadai). Dapat juga diberi secara tegas berdasarkan
kenyataan dengan menekankan pada apa yang telah dicapai oleh pasien. Yang
dibicarakan ialah pengalaman pasien yang berhasil nyata.4,6
5. Bimbingan ialah memberi nasehat-nasehat yang praktis dan khusus (spesifik)
yang berhubungan dengan masalah kesehatan (jiwa) pasien agar ia lebih sanggup
mengatasinya, umpamanya tentang cara mengadakan hubungan antar manusia,
cara berkomunikasi, bekerja dan belajar, dan sebagainya. 4,6
6. Penyuluhan atau konseling (counseling) ialah suatu bentuk wawancara untuk
membantu pasien mengerti dirinya sendiri lebih baik, agar ia dapat mengatasi
suatu masalah lingkungan atau dapat menyesuaikan diri. Konseling biasanya
dilakukan sekitar masalah pendidikan, pekerjaan, pernikahan dan pribadi. 4,6
7. Kerja kasus sosial (social casework) secara tradisional didefinisikan sebagai
suatu proses bantuan oleh seorang yang terlatih (pekerja sosial atau social worker)
kepada seorang pasien yang memerlukan satu atau lebih pelayanan sosial khusus.
Fokusnya ialah pada masalah luar atau keadaan sosial dan tidak (seperti pada
psikoterapi) pada gangguan dalam individu itu sendiri. Tidak diadakan usaha
untuk mengubah pola dasar kepribadian, tujuannya ialah hanya hendak menangani
masalah situasi pada tingkat realistik (nyata). 6
8. Terapi kerja dapat berupa sekedar memberi kesibukan kepada pasien, ataupun
berupa latihan kerja tertentu agar ia terapil dalam hal itu dan berguna baginya
untuk mencari nafkah kelak. 6
a. Beberapa contoh penerapan
- Gangguan psikotik
Sikap terapis : berusaha menjadi orang yang dapat dipercaya pasien, misalnya
dengan bicara penuh keakraban, ingat akan hari ulang tahunnya, makanan
kesukaannya dan kesenangannya yang lain, serta penuh pengertian lainnya.
Pelaksanaan terapi :
o Terapi ventilasi bila pasien mengalami banyak keluhan yang realistik, seperti
makanan yang tidak enak, tidak diberi uang jajan, dilarang keluar rumah dan
tidak boleh sering mandi.
o Memberikan terapi reassurance bila pasien meragukan masa depannya setelah
sembuh nanti
o Memberikan bimbingan dan penyuluhan sehingga pasien lebih dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan setelah sembuh nanti 4
- Gangguan somatisasi
Sikap terapis : dapat menerima keluhan fisik pasien dan tidak langsung
menentangnya, tetapi terapis tidak melakukan eksplorasi keluhan fisik terlalu
jauh.
Pelaksanaan terapi :
o Memberikan bimbingan agar pasien dapat menghadapi gejala-gejalanya.
o Terapi ventilasi agar pasien dapat mengemukakan semua perasaannya yang
menjadi latar belakang gejala fisik tersebut.
o Terapi penyuluhan agar pasien dapat menemukan strategi alternative dalam
mengekspresikan perasaannya. 4
- Gangguan penyesuaian
Sikap terapis : terapis memberikan perhatian, empati, dan memahami pasien
secara berhati-hati agar tidak timbul keuntungan sekunder dalam proses
psikoterapi tersebut.
Pelaksanaan terapi :
o Terapi ventilasi agar pasien dapat mengemukakan semua keluhan cemas dan
depresinya.
o Bimbingan agar pasien dapat menghadapi gejalanya.
o Memberikan penyuluhan agar pasien dapat mengatasi permasalahan yang
mungin akan dihadapinya lagi.4

2. Psikoterapi Reedukatif
Bertujuan untuk mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan tertentu dan
membentuk kebiasaan yang lebih menguntungkan. Selain itu, dapat juga untuk
mencapai pengertian tentang konflik-konflik yang letaknya lebih banyak di alam
sadar, dengan usaha berencana untuk menyesuaikan diri kembali, memodifikasi
tujuan dan membangkitkan serta mempergunakan potensi kreatif yang ada. Cara atau
pendekatan yaitu dengan terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, dan
psikodrama. Pasien yang diterapi dengan cara ini memiliki gangguan jiwa yang
dianggap berasal dari pengalaman belajar yang salah (ex: tempat tinggi menakutkan,
kucing berbahaya, dll), sehingga perlu diajarkan kembali bahwa semua itu tidak
berbahaya. 3,6
1. Terapi Perilaku
Terapi ini mempunyai landasan utama pada teori belajar/learning theory. Perilaku
yang aneh pada seseorang sebenarnya merupakan akibat yang tidak dikehendaki
oleh seorang tersebut tetapi merupakan hasil dari cara belajar menghadapi situasi
tertentu yang cenderung keliru. Tingkat keberhasilan cukup tinggi dengan
menggunakan terapi ini. Indikasi ialah pada penderita ketergantungan obat,
gangguan nafsu makan, schizophrenia, dan PTSD.9
2. Terapi Kelompok
Psikoterapi kelompok adalah terapi di mana orang yang memiliki penyakit
emosional yang telah dipilih secara cermat ditempatkan ke dalam kelompok yang
dibimbing oleh ahli terapi yang terlatih untuk membantu satu sama lainnya dalarn
menjalani perubahan kepribadian. Dua kekuatan utama terapi kelompok, jika
dibandingkan dengan terapi individual, adalah (1) kesempatan untuk mendapatkan
umpan balik segera dan teman sebaya pasien (2) kesempatan bagi pasien dan ahli
terapi untuk mengobservasi respon psikologis, emosional, dan perilaku pasien
terhadap berbagai orang, mendapatkan berbagai transferensi.9
3. Terapi Keluarga
Terapi keluarga berfokus untuk mengubah interaksi diantara anggota keluarga dan
berupaya memperbaiki fungsi keluarga sebagai suatu unit yang terdiri dari
individu-individu. Klinisi yang melakukan terapi keluarga berupaya
menghentikan pola antergenerasi yang kaku dan menimbulkan penderitaan
didalam atau antar individu. Terapis harus meningkatkan kontak dengan setiap
anggota keluarga, menyadari alam perasaan anggota keluarga dan bagaimana
anggota keluarga berhubungan dengan terapis serta mengamati hubungan verbal
dan nonverbal antar anggota keluarga dan subkelompok keluarga.9
4. Psikodrama
Psikodrama adalah metode psikoterapi kelompok yang diciptakan oleh dokter
psikiatrik kelahiran Vienna, Jacob Moreno dimana susunan kepribadian,
hubungan interpersonal, konflik, dan masalah emosional digali dengan
menggunakan metoda dramatik spesifik. Dramatisasi terapetik masalah emosional
adalah termasuk
 Pelaku utama atau pasien, orang yang memerankan masalah dengan bantuan
 Peran pembantu (auxiliary egos), orang yang memerankan berbagai aspek
pasien
 Sutradara, psikodramatis, atau ahli terapi, orang yang membimbing drama
tersebut dalam mencapai tilikan.
3. Psikoterapi Rekonstruktif
Bertujuan untuk tercapainya tilikan (insight) akan konflik-konflik nirsadar (yang
letaknya di alam tak sadar), dengan usaha untuk mencapai perubahan luas struktur
kepribadian seseorang dengan pengembangan potensi penyesuaian diri yang baru.
Cara atau pendekatan: Psikoanalisis klasik dan Neo- Freudian (Adler, Jung, Sullivan,
Horney, Reich, Fromm, Kohut, dll.), psikoterapi berorientasi psikoanalitik atau
dinamik. Terapis akan membantu pasien untuk mengenal proses nirsadar yang
mendasari gejalanya melalui analisis sistematik terhadap kata- kata pasien,
mekanisme defensifnya, analisis mimpi, serta simbolisasi dari suatu hal yang buruk
di masa lalu. Contoh: pada pasien dengan gejala takut gelap, terapis membantu
pasien untuk berpikir, merenung dan menggali apa sebenarnya yang ia takutkan (bisa
jadi gelap tersebut adalah simbolisasi dari suatu hal buruk di masa lalu).3,6

2) Menurut “dalamnya”, psikoterapi terdiri atas:


1. Superficial, yaitu yang menyentuh hanya pada kondisi atau proses pada permukaan,
yang tidak menyentuh hal- hal yang nirsadar atau materi yang direpresi
2. Mendalam (deep), yaitu yang menangani hal atau proses yang tersimpan dalam alam
nirsadar atau materi yang direpresi.3

3) Berdasarkan konsep teoretis tentang motivasi dan perilaku, psikoterapi dapat dibedakan
menjadi psikoterapi perilaku (behavioural), psikoterapi kognitif, psikoterapi
interpersonal, psikoterapi analitik, dan psikoterapi dinamik.3
1. Psikoterapi perilaku
Terapi ini mempunyai landasan utama pada teori belajar/learning theory.
Perilaku yang aneh pada seseorang sebenarnya merupakan akibat yang tidak
dikehendaki oleh seorang tersebut tetapi merupakan hasil dari cara belajar
menghadapi situasi tertentu yang cenderung keliru. Tingkat keberhasilan cukup
tinggi dengan menggunakan terapi ini. 8,10
Prinsip utamanya adalah menghindari benda, tempat, atau perbuatan yang
ditakutkan akan meningkatkan ansietas yang terkait dengan hal tersebut, sehingga
membuat lingkaran setan. Apabila seseorang menguji penghindaran mereka, maka
mereka akan dengan cepat menjadi sangat cemas, tetapi hal ini akan berkurang pada
akhirnya bila telah terbiasa (habituasi). Beberapa teknik termasuk pengenalan CP
kepada situasi pemicu ansietas secara bertahap (desensitisasi sistematik), misalnya
pada laba- laba di dalam kotak kaca, kemudian pada laba- laba yang diletakkan di
ruang sebelah, pada akhirnya laba-laba tersebut diletakkan di tangan CP. Dengan
teknik luapan berlebih (flooding), CP diberi paparan berbagai stimulus pemicu
ansietas. Teknik inhibisi resiprokal (timbal-balik) melengkapi teknik desensitisasi
dengan respons bertentangan terhadap ansietas (misalnya relaksasi, makan). Pada
gangguan obsesif-kompulsif (OCD), pencegahan respons (misalnya menghentikan
tindakan kompulsif, sebagai contoh mencuci tangan) adalah penting.10

2. Psikoterapi kognitif

Terapi kognitif adalah terapi terstruktur jangka pendek yang menggunakan


kerjasama aktif antara pasien dan ahli terapi untuk mencapai tujuan terapetik. Tujuan
terapi ini untuk membantu pasien mengidentifikasi dan menguji pikiran negatif oleh
dirinya sendiri dan kemudian mengubah keyakinan abnormal yang dimilikinya.
Tujuan yang kedua sangat penting agar kerentanan untuk kekambuhan di masa
mendatang dapat dikurangi. 9,10
Terapi kognitif telah diterapkan terutama untuk gangguan depresif (dengan
atau tanpa gagasan bunuh din) tetapi, terapi ini juga telah digunakan pada kondisi
lain, seperti gangguan panik, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan kepribadian
paranoid, dan gangguan somatoform. Terapi depresi dapat berperan sebagai
paradigma pendekatan kognitif.9
Sebagai contoh, seorang wanita yang mengeluh ia tidak memiliki teman
mungkin mengetahui bahwa ia memiliki kecenderungan untuk membuat anggapan
otomatis, bahwa ia adalah orang ang menjemukan. Mungkin ia membangun pola
pikir ini sejak masa kanak-kanak sebagai respons terhadap orang tua yang terus
menerus menolaknya. Terapis dan CP secara bersama mengatasinya dengan
“eksperimen” terhadap CP untuk memulai percakapan dengan rekan kerjanya untuk
menguji pikiran negatifnya. 10
3. Psikoterapi interpersonal
Terapi ini merupakan terapi jangka pendek spesifik yang biasa digunakan pada
gangguan depresi dan gangguan makan, yang fokus kepada aspek interpersonal
penyakit. Jangka waktu terapi yaitu selama 3-4 bulan yang terdiri dari sesi selama
45-50 menit setiap minggu. Dikatakan bahwa penyebab depresi sekaligus metode
penyembuhannya adalah perilaku interpersonal, sehingga pasien diajak untuk melihat
secara realistis bagaimana interaksi mereka dengan orang lain. Hal ini dilakukan agar
mereka dapat menyadari bahwa tindakan diri sendiri dengan mengisolasi diri adalah
hal yang menyebabkan dan memperberat kondisi depresi. Dengan nasihat yang
diberikan selama terapi maka terapis dapat membantu pasien untuk memperjelas area
konflik serta membantu dalam mengambil keputusan. Di sini sangat diperlukan sikap
yang penuh empati, fleksibel dan suportif dari terapis.9,10

4. Psikoterapi Analitik
Psikoanalisis psikoterapi adalah di mana seorang terapis psikoanalisis akan
mendorong pasien untuk mengatakan apa pun yang terjadi melalui pikirannya. Hal
Ini akan membantu pasien untuk menyadari makna tersembunyi atau pola dalam apa
yang pasien lakukan atau katakan yang mungkin berkontribusi terhadap masalahnya.
Pasien akan diberikan waktu untuk berpikir dan berbicara tentang perasaannya,
tentang diri sendiri dan orang lain (terutama keluarga dan orang-orang
terdekat). Biasanya pasien akan membahas apa yang terjadi dalam hidup klien saat
ini, apa yang telah terjadi di masa lalu, bagaimana masa lalu dapat mempengaruhi
bagaimana Anda merasa, berpikir dan berperilaku sekarang.5,9
Psikoanalisis mernbutuhkan waktu antara tiga dan enam tahun, kadang-kadang
lebih lama. Sesi biasanya dilakukan empat atau lebih dalarn seminggu masing-
masingnya selama 45 sampai 50 menit. Beberapa analisis dilakukan dengan
frekuensi yang lebih jarang dan dengan sesion yang bervaniasi dan 20 sampai 30
menit.9
Psikoterapi psikoanalitik menggunakan metode terapi asosiasi bebas, pasien
harus membersihkan pikirannya dari pemikiran-pemikiran dan renungan-renungan
sehari-hari dan sebisa mungkin mengatakan segala sesuatu yang datang ke dalam
pikirannya tanpa adanya penyensoran, terlepas dan apakah mereka rasakan pikiran
tersebut tidak dapat diterima atau memalukan, itu tidak penting.9,11
Psikoanalisis dianggap efektif dalam mengobati gangguan kecemasan tertentu,
seperti fobia dan gangguan obsesif-kompulsif, gangguan depresif ringan (gangguan
distimik), beberapa gangguan kepribadian, dan beberapa gangguan pengendalian
impuls dan gangguan seksual. Tetapi, lebih penting dari diagnosis adalah
kemampuan pasien untuk membentuk persetujuan analitik dan mempertahankan
komitmen terhadap proses analitik yang semakin dalam yang membawa perubahan
internal melalui peningkatkan kesadaran terhadap diri sendiri. Freud percaya bahwa
pasien juga mampu membentuk perlekatan transferensi yang kuat kepada ahli
analisis (dinamakan neurosis transferensi), tanpanya analisis tidak dimungkinkan.
Hal tersebut mengecualikan sebagian besar pasien psikotik karena kesulitan mereka
dalam membentuk ikatan afektif dan realistik yang penting untuk perkembangan dan
resolusi neurosis transferensi. Ego pasien dalam analisis harus mampu mentoleransi
frustrasi tanpa berespon dengan suatu bentuk penentangan (acting out) yang serius
atau pindah dan satu pola patologis ke pola lain. Hal tersebut mengecualikan
sebagian besar pasien ketergantungan obat, yang dianggap tidak mampu karena ego
mereka tidak mampu menoleransi frustrasi dan kebutuhan emosional dan
psikoanalisis.9

5. Psikoterapi dinamik
Terkait dengan psikoanalisis. Hal ini merupakan penatalaksanaan yang penting
bagi pasien dengan masalah emosi yang lebih berat dan kompleks, seperti halnya
gangguan kepribadian. Penatalaksanaan tersebut bertujuan untuk memfasilitasi
perubahan dengan mendeteksi dan memecahkan konflik psikologis atau isu yang
mendasarinya yang dapat menyebabkan masalah interpersonal. Sesi pengobatan lebih
sedikit dibandingkan dengan psikoanalisis (1-2 kali seminggu). Berbeda dengan
psikoanalisis, psikoterapi dinamik menggunakan analisis pemindahan (transference)-
keterikatan pasien terhadap ahli terapi yang berkembang selama terapi; dan analisis
kontra pemindahan (countertransference) – sikap dan perasaan ahli terapi terhadap
pasien. 10,11
4) Berdasarkan setting-nya, psikoterapi terdiri atas psikoterapi individual dan kelompok
(terdiri atas terapi martial/ pasangan, terapi keluarga, dan terapi kelompok).3
1. Psikoterapi Individu
Psikoterapi individu merupakan bentuk terapi yang menekankan pada
perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara berpikir, dan
perilakunya. Hal ini bertujuan agar klien mampu memahami diri dan perilaku dirinya
sendiri,membuat peurbahan personal atau berusaha lepas dari rasa sakit hati dan
ketidakbahagiaan. Aspek yang terpenting dari psikoterapi individu adalah
menjadikan individu mampu menilai dirinya sendiri tanpa merusak suasana
psikologisnya, melepaskan pikiran yang membebani serta memahami pikiran dan
perilaku salahnya. 6
Hubungan antara klien dan terapis yang harmonis merupakan kunci
keberhasilan dalam psikoterapi individu sehingga membutuhkan keterampilan terapis
yang handal dan memuaskan klien. Klien yang memukul orang dan memecah kaca
jendela karena keinginannya tidak dituruti merupakan bentuk pelampiasan
kekecewaan karena keinginannya tidak dituruti. Hal yang perlu disadarkan pada
klien tersebut adalah setelah masa krisisnya ditanggulangi, klien perlu mengetahui
kerugian yang dapat ditanggung dirinya sendiri dan orang lain akibat perbuatannya.
Dengan berperilaku kasar dengan orang lain, mengakibatkan orang tersebut menjadi
kesakitan dan bahkan masuk rumah sakit, bagaiman dengan anggota keluarganya,
sedangkan dia merupakan tulang punggung keluarga. Demikian juga dengan dirinya
sendiri akibat memecah kaca dan luka yang dideritanya. Oleh karena seseorang
marah itu merupakan kelebihan energi, bagaimana caranya energi yang lebih itu
dapat disalurkan tanpa merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Hal
ini merupakan contoh kecil bagaimana seorang terapis memberikan terapi psikoterapi
individu, dan dikembangkan sesuai dengan permasalahan yang timbul. 6
2. Psikoterapi Kelompok
Terdiri atas terapi keluarga, terapi martial/ pasangan, dan terapi kelompok. Bila
kelompok ini terdiri atas para anggota satu keluarga, maka disebut terapi keluarga.
Bila hanya suami istri, disebut konseling pernikahan. Terapi keluarga dan konseling
pernikahan dilakukan bila keadaan keluarga atau pernikahan itu sendiri yang menjadi
sumber stres atau penyebab gangguan jiwa. Sukar untuk mengobati satu orang saja
bila interaksi atau pola komunikasi itu yang patologis, karena semua anggota
keluarga merupakan kesatuan dan mereka terus menerus saling memengaruhi. 6,7
Terapi keluarga umumnya digunakan terutama pada psikiatri anak dan remaja.
Harapannya adalah bahwa peningkatan fungsi keluarga akan dapat memperbaiki
kondisi CP.10
Khusus untuk suami istri, ataupun pasangan lain (kedua-duanya pria atau
wanita) yang sering berkerja sama dan masih dapat befungsi secara “normal”, maka
latihan-latihan perjumpaan sangat berguna untuk mengembangkan komunikasi dan
saling pengertian yang lebih dalam. Jumpa nikah sudah tersebar di seluruh dunia
sebagai cara yang efektif untuk memperkukuh pernikahan melalui pengembangan
komunikasi antara suami-istri. Akan tetapi, bila pola komunikasi sudah patologis,
maka sebaiknya dilakukan terapi keluarga, konseling pernikahan, atau terapi
kelompok. Terapi kelompok berguna untuk pasien yang:
 Segan terhadap psikoterapi individual karena takut, tidak percaya terapis,
bersaing keras melawan figur orang tua
 Tidak atau kurang berpengalaman dengan saudara- saudara; mempunyai sikap
bertentangan dengan saudara-saudara; kurang berpartisipasi dalam lingkungan,
mempunyai pengalaman keluarga yang merusak; tidak atau sukar
menyesuaikan diri dalam kelompok
 Mempunyai inteligensi yang rendah 6,7

Langkah-langkah agar proses kelompok dapat berjalan lancar, maka diperlukan hal-
hal sebagai berikut.

 Individu harus diterima sebaik-baiknya, sebagaimana ia adanya.


 Pembatasan yang tidak perlu dihindarkan
 Pernyataan (ekspresi) verbal yang tak tertahankan dibiarkan keluar
 Reaksi-reaksi dalam interaksi kelompok dinilai
 Pembentukan kelompok harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan anggota
secara perorangan. 6,7
Kelompok memengaruhi individu, seperti ada kemauan kelompok dan
menekankan hubungan timbal balik dalam kelompok di mana masalah-masalah
dibicarakan. Kelompok (idealnya beranggotakan 8-9 orang) bertemu setiap minggu,
dan berlangsung beberapa bulan hingga beberapa tahun. Beberapa fungsi ego, seperti
integrasi, pengawasan afek, dan perilaku seakan- akan diberi pada kelompok dan
pemimpinnya. 6,7,10

Fase-fase terapi kelompok secara singkat pada umumnya ialah

 Penyatuan kelompok dengan terbentuknya identifikasi kelompok


 Interaksi dalam kelompok dengan melihat pada dinamika kelompok
 Pengertian dan penyelesaian dinamika dengan timbulnya wawasan.6,7

Tujuan terapi kelompok adalah membebaskan individu dari stres; membantu


para anggota kelompok agar dapat mengerti lebih jelas sebab-musabab kesukaran
mereka; membantu terbentuknya mekanisme pembelaan yang lebih baik, yang dapat
diterima dan yang lebih memuaskan. 6,7 Indikasi: gangguan makan, penyalahgunaan
alkohol dan obat, masalah keluarga.11

2.5 Proses Psikoterapi


Dalam psikoterapi, begitu banyak variabel yang berperan sehingga kita dapat kehilangan
arah dan terhalang oleh faktor-faktor yang mempengaruhi proses, baik dari sisi pasien, dokter
maupun sifat hubungan antara dokter-pasien. 3,8

Dari sisi pasien, faktor yang dapat mempengaruhi proses, antara lain adanya motivasi,
fenomena transferensi, resistensi, mekanisme defensi, dsb. Transferensi adalah suatu distorsi
persepsi pada pasien, yang secara nirsadar menganggap seorang terapis sebagai figur yang
bermakna pada masa lalunya. Bila hal ini diketahui/disadari oleh terapis, justru dapat digunakan
sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan psikoterapi. Resistensi (berbeda dengan definisi
menurut ilmu kedokteran umum - yang berarti daya tahan organisme terhadap penyakit) yaitu
perlawanan pasien terhadap usaha-usaha untuk mengubah pola perilakunya, memberikan suatu
tilikan, membuat unsur nirsadar menjadi sadar. Mekanisme defensi, yaitu mekanisme nirsadar
untuk mengelakkan pengetahuan sadar tentang konflik dan ansietas yang berkaitan dengan hal
itu.3
Dari pihak dokter atau terapis, hal yang sama dapat pula dialami, yaitu kontra-
transferensi (salah persepsi terapis terhadap pasiennya), resistensi, dsb., disertai teknik dan
ketrampilan yang dimiliki oleh sang terapis, turut mempengaruhi proses terapi.3

1. Fase Awal
Tujuannya membentuk hubungan kerja dengan pasien.
Tugas terapeutik:
1. Memotivasi pasien untuk menerima terapi,
2. Menjelaskan dan menjernihkan salah pengertian mengenai terapi (bila ada),
3. Meyakinkan pasien bahwa terapis mengerti penderitaannya dan bahwa terapis
mampu membantunya,
4. Menetapkan secara tentatif mengenai tujuan terapi.
Resistensi pada pasien dapat tampil dalam bentuk:
1. Tidak ada motivasi terapi dan tidak dapat menerima fakta bahwa ia dapat dibantu,
2. Penolakan terhadap arti dan situasi terapi,
3. Tidak dapat dipengaruhi, terdakpat hostilitas dan agresi, dependensi yang
mendalam, dan
4. Berbagai resistensi lain yang menghambat terjadinya hubungan yang sehat dan
hangat.
Masalah kontratransferensi dalam diri terapis, antara lain:
1. Tidak mampu bersimpati, berkomunikasi dan saling mengerti secara timbal balik,
2. Timbul iritabilitas terhadap penolakan pasien untuk terapi dan terhadap terapis,
3. Tidak mampu memberi kehangatan kepada pasien, dan
4. Tidak dapat menunjukkan penerimaan dan pengertian terhadap pasien dan
masalahnya.3

2. Fase Pertengahan
Tujuannya: menentukan perkiraan sebab dan dinamik gangguan yang dialami pasien,
menerjemahkan tilikan dan pengertian (bila telah ada), menentukan langkah korektif.
Tugas terapeutik:
1. Mengeksplorasi berbagai frustasi terhadap lingkungan dan hubungan interpersonal
yang menimbulkan anxietas. Bila melakukan psikoterapi dinamik, gunakan
asosiasi, analisis karakter, analisis transferensi, interpretasi mimpi. Pada terapi
perilaku, kita menilai faktor- faktor yang perlu diperkuat dan gejala- gejala yang
perlu dihilangkan.
2. Membantu pasien dalam mengatasi anxietas yang berhubungan dengan problem
kehidupan.
Resistensi pada pasien dapat tampil dalam bentuk:
1. Rasa bersalah terhadap pernyataan dan pengakuan adanya gangguan dan kesulitan
dalam hubungan interpersonal dengan lingkungan,
2. Tidak mau, atau tidak mampu (bila ego lemah), menghadapi dan mengatasi
ansietas yang berhubungan dengan konflik, keinginan dan ketakutan.
Masalah kontratransferensi dalam diri terapis dapat berupa:
1. Terapis mengelak dari masalah pasien yang menimbulkan ansietas dalam diri
terapis;
2. Ingin menyelidiki terlalu dalam dan cepat pada fase permulaan,
3. Merasa jengkel terhadap resistensi pasien.3

3. Fase Akhir
Tujuannya yaitu: terminasi terapi. Tugas terapeutiknya antara lain:
1. Menganalisis elemen- elemen dependensi hubungan terapis- pasien,
2. Mendefinisikan kembali situasi terapi untuk mendorong pasien membuat
keputusan, menentukan nilai dan cita- cita sendiri,
3. Membantu pasien mencapai kemandirian dan ketegasan diri yang setinggi-
tingginya.
Resistensi pada pasien dapat berupa:
1. Penolakan untuk melepaskan dependensi,
2. Ketakutan untuk mandiri dan asertif.
Masalah kontratransferensi pada terapis:
1. Kecenderungan untuk mendominasi dan terlalu melindungi pasien;
2. Tidak mampu mengambil sikap/ peran ang non direktif sebagai terapis.3
2.6 Efektivitas Psikoterapi

Dari berbagai penelitian statistik yang telah dilakukan, ternyata di antara sekian banyak
bentuk dan jenis psikoterapi yang ada, tidak satu pun terbukti lebih unggul daripada yang lain.
Walaupun ada banyak jenis psikoterapi yang dapat diberikan untuk berbagai problem pasien.
Dengan pengecualian yang memungkinkan untuk sejumlah kecil metoda perilaku dan kognitif
perilaku tertentu, yang diterapkan untuk beberapa problem khas tertentu pula, bukti akurat
mengenai efektivitas psikoterapi belum ditemukan. Meskipun demikian, terdapat banyak
pengalaman yang sangat menarik perhatian, tetapi tidak akurat menyatakan bahwa banyak jenis
psikoterapi dapat membantu pasien; hampir semua terapis melakukan edukasi, mengajak pasien-
pasien untuk menyatakan hal yang menjadi perhatian mereka, mendorong mereka untuk
mencoba perilaku yang baru. 2
Indikasi spesifik untuk psikoterapi spesifik umumnya tidak tersedia. Beberapa ahli
membantah bahwa banyak metode psikoterapi dalam praktik sebetulnya sama. Para ahli lain
mengemukakan bahwa terapi yang terlatih untuk menggunakan teknik tertentu mungkin kurang
penting untuk perbaikan kondisi pasien dibandingkan dengan sifat-sifat pribadi terapis yang
memiiki empati yang akurat, kehangatan yang tidak posesif serta tulus.
Perbaikan terapeutik yang dicapai, ditentukan oleh faktor-faktor:
- Tujuan yang ingin dicapai
- Motivasi pasien
- Kepribadian dan ketrampilan terapis
- Teknik yang digunakan

Anda mungkin juga menyukai