Anda di halaman 1dari 64

ISSN 1979-0023

ISSN 2477-0051

JURNAL INDUSTRI HASIL PERKEBUNAN


Journal Of Plantation Based Industry
Vol. 11 No. 1 Juni 2016

Penaggung Jawab:
Drs. Abd Rachman Supu, MM
Kepala Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Wakil Penanggung Jawab :
Lawa Rifai, ST
Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan
Dewan Editor :
Editor :
Ir. Justus Elisa Loppies
Editor Bagian :
Alfrida L.S. Barra, ST, M.Si
Eky Yenita Ristanti, M.MG
Melia Ariyanti, S.TP, M.Si
Copy Editor :
Mamang, S.TP
Medan Yumas, S.TP
Layout Editor :
Rahmad Wahyudi, ST
Wiyanto P. Tangkin, ST
Proof Reader :
Eko Priyo Purnomo, S.S., M.Med. Kom
Andi Nur Amalia A, S.TP
Reviewer :
Prof. Dr. Ir. T. Harlim (Teknik Kimia, Kimia Organik Bahan Alam – FMIPA UNHAS, UKI-PAULUS)
Prof. Dr. Ir. Mursalim (Industri Agro, Teknik Pengolahan Pangan – UNHAS)
Dr. Ir. Supratomo, DEA (Teknik Pengolahan Hasil Pertanian – UNHAS)
Prof. Dr. Ir. Mulyati M. Tahir, MS (Teknologi Hasil Pertanian – UNHAS)
Dr. Paulina Taba, M.Phil. (Kimia Fisika, Kimia Material – UNHAS)
Drs. P. Natsir La Teng, M.Si (Pemrosesan Pangan, Teknik Lingkungan - BBIHP)
Ir. Muh. Ruslan Yunus, DFE, MS (Teknik Industri, Ekonomi Proses - BBIHP)
Ir. Rosniati (Teknologi Hasil Pertanian - BBIHP)
Ir. Sitti Ramlah, M.Si (Teknologi Hasil Pertanian, Agrobisnis – BBIHP)
Manajer Jurnal :
Ransi Pasae, ST, MM
Hari Purwanto, ST, M.Si
Penerbit : Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
Kementerian Perindustrian R.I
Alamat Redaksi : Jalan Prof. Dr. Abdurrahman Basalamah No. 28, Kotak Pos 1148
Telp. (0411) 441207, Fax. (0411) 441135
Makassar 90231

Akreditasi LIPI : Nomor: 725/AU3/P2MI-LIPI/04/2016 tanggal 24 Maret 2016

Jurnal Industri Hasil Perkebunan merupakan jurnal ilmiah nasional yang memuat hasil penelitian primer atau
sekunder, tinjauan, kajian atau ulasan dan komunikasi pendek yang dikemas secara sistematis dan kritis dibidang
ilmu/bidang aplikasi teknik (rekayasa) dan teknologi industri hasil perkebunan. Terbit pertama kali pada tahun 2006
dengan frekuensi terbit setiap semester atau pada bulan Juni dan Desember. Lingkup permasalahan mencakup
bahan baku, proses, mesin peralatan, produk termasuk produk turunan, limbah dan hasil samping. Bahasa penulisan
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Hak atas artikel dilindungi oleh Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta

A
B
ISSN 1979-0023
ISSN 2477-0051

JURNAL INDUSTRI HASIL PERKEBUNAN


Journal of Plantation Based Industry
Vol. 11 No. 1, Juni 2016

PENGANTAR REDAKSI
Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, penerbitan Jurnal Industri Hasil
Perkebunan Volume 11 No. 1 Juni 2016 ini dapat disajikan enam artikel hasil seleksi Tim Review.
Keenam artikel tersebut masing-masing adalah: (1). Pengaruh Penanganan Pasca Panen
terhadap Mutu dan Keamanan Pangan Biji Kakao, (2). Penurunan Nilai COD pada Pengolahan Limbah
Lateks secara Anaerobik, (3). Karakteristik Komposisi asam Lemak pada Biji Kakao dari 12 Daerah
di Sulawesi Selatan, (4). Karakteristik Mutu dan Citarasa Cokelat Kaya Polifenol, (5). Pengembangan
Minuman Instan Cokelat-Kedelai sebagai Minuman Kesehatan, dan (6). Ketahanan Usang Barang Jadi
Karet Pegangan Setang Sepeda Motor dari Tepung Kulit Kerang.
Kepada para penulis yang telah mengirimkan artikelnya kami ucapkan terima kasih. Semoga hasil-
hasil penelitian tersebut dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan industri nasional, khususnya
industri hasil perkebunan dan dapat memperkaya khasanah iptek sebagai bagian dari wujud pengabdian
kita kepada Tuhan, bangsa dan negara.
Akhirnya kepada para sejawat peneliti, perekayasa, dan dosen baik dari dalam lingkungan
maupun dari luar lingkungan Kementerian Perindustrian kami undang untuk mengirimkan artikel karya
tulis ilmiahnya untuk dimuat pada Jurnal IHP.

Makassar, Juni 2016


Editor/Ketua Dewan Redaksi

i
ISSN 1979-0023
ISSN 2477-0051

JURNAL INDUSTRI HASIL PERKEBUNAN


Journal of Plantation Based Industry
Vol. 11 No. 1, Juni 2016

UCAPAN TERIMA KASIH


Jurnal Industri Hasil Perkebunan ISSN 1979 – 0023 menyampaikan terima kasih kepada
Bapak/Ibu Mitra Bestari yang telah menelaah (mereview) artikel pada penerbitan Vol. 11 No. 1
Juni 2016. Terimakasih disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. T. Harlim (FMIPA UNHAS, UKI PAULUS),
Prof. Dr. Ir. Mursalim (Fakultas Pertanian UNHAS), Dr. Ir. Supratomo, DEA (Fakultas Pertanian
UNHAS), Dr. Ir. Mulyati M. Tahir, MS (Fakultas Pertanian UNHAS), dan Dr. Paulina Taba, M. Phil
(FMIPA UNHAS).

ii
ISSN 1979-0023
ISSN 2477-0051

JURNAL INDUSTRI HASIL PERKEBUNAN


Journal of Plantation Based Industry
Vol. 11 No. 1, Juni 2016

DAFTAR ISI Hal


i
PENGANTAR REDAKSI ii
UCAPAN TERIMA KASIH v-x
LEMBAR ABSTRAK (ABSTRACT SHEET)

pengaruh Penanganan Pascapanen Terhadap Mutu dan


Keamanan pangan biji Kakao
The Effect of Postharvest Handling on Quality and Food Safety
of Cocoa Beans
S. Joni Munarso, Miskiyah dan M. Thamrin 1-8

PENURUNAN NILAI COD PADA PENGOLAHAN LIMBAH LATEKS


SECARA ANAEROBIK
Reduction of COD Level on Latex Waste Processing Using Anaerobic
Methods
Leopold M. Seimahuira 9-14

KARAKTERISTIK KOMPOSISI ASAM LEMAK PADA BIJI KAKAO DARI 12


DAERAH DI SULAWESI SELATAN
Characteristics of Fatty Acid Cocoa Bean From 12 Regions of South
Sulawesi
Eky Yenita Ristanti, Suprapti dan Dhenok Anggraeni 15-22

KARAKTERISTIK MUTU DAN CITARASA COKELAT KAYA POLIFENOL


Characteristics of Quality and Flavor of Polyphenol- Rich Chocolate
Sitti Ramlah 23-32

PENGEMBANGAN MINUMAN INSTAN COKELAT- KEDELAI SEBAGAI


MINUMAN KESEHATAN
Development of baverage chocolate-soybean instant as a health drink
Rosniati 33-42

KETAHANAN USANG BARANG JADI KARET PEGANGAN SETANG


SEPEDA MOTOR DARI TEPUNG KULIT KERANG
Ageing Resistance of Motorcycle Rubbery Grip Handle from Flour Clamshell
Rahmaniar
43-50

iii
iv
ISSN 1979-0023
ISSN 2477-0051

JURNAL INDUSTRI HASIL PERKEBUNAN


Journal of Plantation Based Industry
Vol. 11 No. 1, Juni 2016

LEMBAR ABSTRAK (ABSTRACT SHEET)

The Effect of Postharvest Handling on Quality and Food Safety


of Cocoa Beans

S. Joni Munarsoa), Miskiyaha) dan M. Thamrinb)


a) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

ABSTRACT: Production of cocoa beans increasing significantly, but the quality of the seeds
low and varied. The main problem is because of the cocoa farmers generally did not apply the
recommended technique for cultivation and postharvest handling. The aims of this study was to
observe the effect of GAP and GMP application to the quality and safety of cocoa beans produced
by farmer groups. To achieve the above objectives, a study has been conducted in Tinco, District
Citta, Soppeng South Sulawesi Province. This activity was done by involving farmer groups with
different cultivation technology. The activity included: 1. Study to identify the performance of cocoa
cultivation; 2. analysis of the effect of GAP and GMP application to quality and safety of cocoa
beans produced by farmer groups. The results showed that the quality of cocoa beans produced
by Bunga coklat farmer group better than Mattirodeceng farmer group; the application of GAP and
GMP increased the quality of cacao beans. Model application of GAP and GMP system at Bunga
coklat farmer group can be used as a sample of cocoa farm production, quality and sustainability
oriented.

Keywords : postharvest handling, quality, food safety, cocoa

Reduction of COD Level on Latex Waste Processing Using Anaerobic Methods

Leopold M. Seimahuira
Balai Riset dan Standardisasi Industri Ambon

Abstract. The study examined the reduction of COD level on latex waste using anaerobic reactor.
COD level reduction is tested on several hydraulic retention times, i.e. 2, 4, 6, 8, and 11 days. On
2, 4, and 6 days of retention time, the percentage of COD level reduction is declining however on 8
and 11 days, it is inclining. It is apt to microbe growth phase.
Keywords: reactor, hidraulic retention time, COD

v
Characteristics of Fatty Acid Cocoa Bean From 12 Regions of South
Sulawesi

Eky Yenita Ristanti, Supraptidan Dhenok Anggraeni


Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

ABSTRAK. Fatty acids are among the important characteristics of cocoa in the industry. The
composition of fatty acids in cocoa buttercontributes to the hardness of cocoa butter. This research
aims to know the characteristics of cocoa bean obtained from 12 regionsin South Sulawesi. Fatty
acids were analyzed usinggas chromatography. The results showed that the dominant fatty acids
in cocoa bean were stearic acid, oleic acid, and palmitic acid, whereas highest fatty acids contents
were found in cocoa beans from Sinjai Region and the lowest one were found in cocoa beans from
Soppeng Region.

Keywords: Fatty acids, Cocoa Beans, Composition, Gas Chromatography, SouthSulawesi

Characteristics of Quality and Flavor of Polyphenol- Rich Chocolate

Sitti Ramlah
Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

Abstract. Research of Flavor and Quality Characteristics of Rich Polyphenol Chocolate has been
done. This research aims to understand the flavor and quality characteristics of polyphenol–rich
chocolate, therefore can be used for functional food. Research method referred to Ramlah (2014),
whereas cocoa beans roasting temperature was set on 40oC and 120oC and re-formulated without
soy milk addition. Testing parameters are moisture content, protein as SNI 2323-2008 procedure, fat
content as SNI 3749-2009 procedure, flavor test and polyphenol content using spectrophotometer
analyzed in Indonesia Coffee and Cocoa Research Institute, Jember. Results of this study concluded
that chocolate made from fermented cocoa beans roasted at 40oC has the quality characteristics
of the water content of 2.03%; protein content of 11.15%; fat content of 48.67% and polyphenol
content of 5.36%. Chocolate prepared from fermented cocoa beans roasted at 120oC has the
quality characteristics of water content of 1.43%; protein content of 8.84%; fat content of 53.39%
and polyphenol content of 4.83%. In terms of flavor, overall panelists’ acceptance to chocolate F1
is to have good flavor and aroma and tend to be acidic, whereas chocolate F2 has very good flavor
and aroma.

Kata Kunci : characteristics of quality, flavor, roasting, chocolate, Polyphenol.

vi
Development of baverage chocolate-soybean instant as a health drink

Rosniati
Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

Abstract. The aim of this study was to develop the instant chocolate-soybean beverage as a health
drink formulated from fermented and non-fermented cocoa powder, sucrose, and soymilk powder
(creamer). The research methodology uses experimental methods and analysis. Process of instant
chocolate-soybean beverage making refers to the process of Instant Chocolate-Ginger (Rosniati,
2011). The research uses four formulas based on material compositions i.e. formula 1 (sucrose
55%, cocoa powder from fermented beans, and creamer 15%), formula 2 (sucrose 55%, cocoa
powder from fermented beans 30%, and soymilk powder 15%), formula 3 (sucrose 55%, cocoa
powder from non-fermented beans 30%, and creamer 15%), formula 4 (sucrose 55%, cocoa beans
from non-fermented beans 30%, and soymilk powder 15%). The result shows that the formula of
sucrose 55%, cocoa powder from non-fermented beans 30%, and soymilk 15% is the best product
containing 11.25% polyphenol, 8.35 fat, 45.88% total sugar, 4.17 essential amino acid, 4.77% non-
essential amino acid, 45.12 unsaturated fatty acid, and 26.42 saturated fatty acid.

Keywords: baverage chocolate-soybean instant, cocoa powder, and soymilk powder

Ageing Resistance of Motorcycle Rubbery Grip Handle from Flour


Clamshell

Rahmaniar
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

Abstract. Padding used to strengthen and enlarge rubber volume, can improve the quality of rubbery
goods’ physical characteristics and vulcanization. The objectives of the research were to obtain the
formulation of rubber compound met SNI standardvaried with particle size of flour clamshell and ratio
composition of padding (clamshell flour: carbon black). The experimental design of the research
was Completely Randomized Factorial Design. The first factor was concentration of clamshell flour
in particle size (A): A1:30 phr, A2: 40 phr, A3: 50 phr. The second was ratio composition of padding
(clamshell flour: carbon black N330) (B): B1 = 15:55 phr, B2=25:45 phr and B3=35:35 phr. Testing
on quality of rubber compound’s characteristics includevisual test, modulus, and ageing resistance
including hardness, tensile strength, elongation at break. The result showed that visual test for
physical compound characteristics value is no defect for all formula, 55 – 104% for modulus, while
compound physical test after ageing process shows 56 – 64 shore A for hardness, 106 – 129 kg/
cm2 for tensile strength, 336 – 579% for elongation at break. Test result for all parameters meets
SNI 06-7031-2004 as the standard for motorcycle grip handle.

Keywords: rubber compound, Flour Clamshell, carbon black.

vii
pengaruh Penanganan Pascapanen Terhadap Mutu dan Keamanan pangan
biji Kakao

S. Joni Munarsoa), Miskiyaha) dan M. Thamrinb)


a) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

ABSTRAK: Produksi biji kakao secara signifikan terus meningkat, namun mutu bijinya tergolong
rendah dan beragam. Masalah mutu ini utamanya disebabkan karena petani kakao pada umumnya
tidak menerapkan sistem budidaya tanaman maupun teknologi pascapanen yang dianjurkan. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengamati pengaruh penerapan teknik budidaya serta penerapan
teknologi fermentasi terhadap mutu dan keamanan biji kakao yang dihasilkan oleh petani. Untuk
mencapai tujuan di atas, telah dilakukan suatu kegiatan riset di Desa Tinco, Kecamatan Citta,
Kab. Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan. Kegiatan tersebut melibatkan kelompok tani dengan
penguasaan teknologi budidaya yang berbeda. Adapun kegiatan yang dilakukan meliputi (1) Studi
untuk mengetahui keragaan teknologi budidaya kakao, dan (2) Analisis pengaruh penerapan GAP
dan GMP terhadap mutu biji kakao hasil produksi petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penerapan GAP dan GMP mampu meningkatkan mutu dan keamanan pangan biji kakao yang
dihasilkan oleh kelompok tani. Penerapan sistem tersebut berpotensi dikembangkan di wilayah
produsen kakao. Model ini perlu dikembangkan pada usahatani kakao yang berorientasi pada
produksi, mutu dan berkelanjutan.

Kata kunci : penanganan pascapanen, mutu, keamanan pangan, kakao

PENURUNAN NILAI COD PADA PENGOLAHAN LIMBAH LATEKS


SECARA ANAEROBIK

Leopold M. Seimahuira
Balai Riset dan Standardisasi Industri Ambon

ABSTAK: Pengujian terhadap penurunan COD pada limbah lateks dilakukan menggunakan reaktor
anaerobik. Penurunan COD diuji pada beberapa waktu tinggal hidraulik yaitu 2, 4, 6, 8 dan 11 hari.
Pada waktu tinggalhidraulik 2, 4 dan 6 hari persentase penurunan COD semakin mengecil tetapi
pada waktu tinggal hidraulik 8 dan 11 hari persentase penurunan COD semakin meningktat, hal ini
sesuai dengan fase pertumbuhan mikrobia

Kata kunci : reaktor, waktu tinggal hidraulik, COD

viii
KARAKTERISTIK KOMPOSISI ASAM LEMAKPADA BIJI KAKAO DARI 12 DAERAH DI
SULAWESI SELATAN

Eky Yenita Ristanti, Supraptidan Dhenok Anggraeni


Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

ABSTRAK. Asam lemak merupakan salah satu karakteristik kakao yang penting dalam industri.
Komposisi asam lemak dalam lemak kakao akan mempengaruhi kekerasan dari lemak kakao
tersebut.Selain itu, komposisi asam lemak pada lemak kakao juga berkontribusi pada manfaatnya
terhadap kesehatan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik asam lemak di biji
kakao dari 12 daerah di Sulawesi Selatan.Analisis analisis asam lemak dilakukan dengan metode
kromatografi gas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar asam lemak yang dominan pada biji
kakao adalah asam stearat, asam oleat dan asam palmitat, dengan kadar asam lemak tertinggi
dimiliki oleh biji kakao dari Kabupaten Sinjai dan kadar asam lemak terendah dimiliki biji kakao dari
Kabupaten Soppeng.

Kata Kunci: Asam Lemak, Biji Kakao, Komposisi, Kromatografi, Gas Sulawesi Selatan

KARAKTERISTIKMUTU DAN CITARASA COKELATKAYA POLIFENOL

Sitti Ramlah
Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

ABSTRAK.Penelitian Karakteristik Mutu Dan Citarasa Cokelat Kaya Polifenol telah dilakukan.
Penelitian ini bertujuan bertujuan untuk mengetahui sejauhmana karakteristik mutu dan citarasa
cokelat yang mengandung polifenol yang tinggi, sehingga diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai
makanan kesehatan.Metode penelitian mengacu pada penelitian Ramlah (2014) dengan suhu
penyangraian biji kakao 40 0C dan 120 0C , yang diformulasikan ulang tanpa penambahan susu
kedelei. Parameter uji yang digunakankadar air,protein mengacu pada SNI 2323-2008, kadar lemak
mengacu pada SNI 3749-2009, Uji Citarasa dan uji kadar polifenol dengan Spektrofotometer diuji
pada lab.Puslitkoka Jember.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa cokelat yang diolah dari biji kakao fermentasi yang
disangrai dengan suhu 40 oC mempunyai karakteristik mutu; kadar air air 2,03 %, kadar protein
11,15 %, kadar lemak 48,67 % serta mengandung polifenol 5,36 % Cokelat yang diolah dari biji
kakao fermentasi yang disangrai dengan suhu 120 oC mempu nyai karakteristik mutu ; kadar air
1,43 %, kadar protein 8,84 %, kadar lemak 53,39 % serta mengandung polifenol 4, 83 %. Dari segi
citarasa secara keseluruhan diperoleh bahwa penerimaan panelis secara umum terhadap cokelat
F1 adalah mempunyai citarasa aroma dan flavor yang bagus (good) dan cenderung asam,,
sedangkan F2 mempunyai citarasa aroma dan flavor yang sangat bagus (very good) .

Kata Kunci: Karakteristik Mutu, Citarasa, Penyangraian, Cokelat, Polifenol.

ix
PENGEMBANGAN MINUMAN INSTAN COKELAT- KEDELAI SEBAGAI
MINUMAN KESEHATAN

Rosniati
Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan minuman instan cokelat- kedelai
sebagai minuman kesehatan yang diformulasi dari kakao bubuk yang diolah dari biji fermentasi
dan non- fermentasi, sukrosa, dan susu kedelai bubuk (atau krimmer). Metodologi penelitian
menggunakan metode eksperimen dan analisis. Pembuatan minuman instan cokelat-kedelai ini
mengacu pada minuman instan cokelat – jahe (Rosniati, 2011).Formulasi minuman instan dibuat
dalam empat formula komposisi berat bahan yaitu formula 1 (gula sukrosa 55%, kakao bubuk dari
biji fermentasi 30% dan krimer 15%), formula 2 (gula sukrosa 55%, kakao bubuk dari biji fermentasi
30%, dan susu kedelai bubuk 15%), formula 3 (gula sukrosa 55%, kakao bubuk dari biji non
fermentasi 30% dan krimer 15%) dan formula 4 (gula sukrosa 55%, kakao bubuk dari biji non
fermentasi 30%, dan susu kedelai bubuk 15%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula yang
terdiri dari sukrosa 55 %, kakao bubuk dari biji non fermentasi 30 % dan susu kedelai bubuk 15
% adalah formula terbaik dibandingkan dengan ketiga formula lainnya dengan nilai kandungan
polifenol 11,25 %, lemak 8,35 %, gula total 45,89 %, asam amino esensial 4,17 %, asam amino
non esensial 4,77 %, asam lemak tak jenuh 45,12 % dan asam lemak jenuh 26,42 %.

Kata Kunci: Minuman instan cokelat-kedelai, kakao bubuk, susu kedelai bubuk.

KETAHANAN USANG BARANG JADI KARETPEGANGAN SETANG SEPEDA MOTORDARI


TEPUNG KULIT KERANG

Rahmaniar

Abstrak. Bahan pengisi berfungsi sebagai penguat yang dapat memperbesar volume karet, dapat
memperbaiki sifat fisis barang jadi karet dan memperkuat vulkanisat. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan formulasi kompon karet yang memenuhi SNI, dengan variasi ukuran partikel tepung
kulit kerang dan variasi perbandingan bahan pengisi (tepung kulit kerang:carbon black). Rancangan
yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), Faktor pertama konsentrasi tepung kulit
kerang dengan ukuran partikel (A) : A1 : 30 phr, A2 : 40 phr, A3 ; 50 phr. Faktor kedua variasi bahan
pengisi (Tepung kulit kerang:carbon black N330) (B) : B1 =15:55 phr, B2 =25:45 phr dan B3 = 35:35
phr.Pengujian mutu karakteristik kompon karet yaitu uji visual ,tegangan tarikdan ketahanan usang
meliputi kekerasan, tegangan putus, perpanjangan putus.Hasil penelitian menunjukkan bahwa
nilai karakteristik fisik kompon hasil uji visual untuk seluruh formula yaitu tidak cacat,tegangan
tarik (modulus) 55-104%, sedangkan hasil uji fisik kompon setelah pengusangan yaitu kekerasan
(hardness) 56-64 shore A, tegangan putus (tensile strength) 106-129 kg/cm2, perpanjangan putus
(elongation at break) 336-579%. Hasil uji yang dilakukan untuk semua parameter memenuhi SNI
06-7031-2004 persyaratan mutu karet pegangan setang (grip handle) sepeda motor.

Kata kunci: kompon karet, tepung kulit kerang, carbon black.

x
Pengaruh Penanganan Pascapanen ... (S. Joni Munarso)

pengaruh Penanganan Pascapanen Terhadap Mutu dan Keamanan


pangan biji Kakao
The Effect of Postharvest Handling on Quality and Food Safety
of Cocoa Beans

S. Joni Munarsoa), Miskiyaha) dan M. Thamrinb)


a) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Jl. Tentara Pelajar No 12, Bogor 16114
b) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan
Jl. Perintis Kemerdekaan Km 17,5 Sudiang PO BOX 1234, Makassar 90242
Pos-el: jomunarso@gmail.com, miski_pascapanen2005@yahoo.co.id
(Artikel diterima 15 Januari 2016 ; direvisi 24 Mei 2016 ; disetujui 30 Mei 2016)

Abstract: Production of cocoa beans increasing significantly, but the quality of the seeds low and varied.
The main problem is because of the cocoa farmers generally did not apply the recommended technique
for cultivation and postharvest handling. The aims of this study was to observe the effect of GAP and GMP
application to the quality and safety of cocoa beans produced by farmer groups. To achieve the above
objectives, a study has been conducted in Tinco, District Citta, Soppeng South Sulawesi Province. This
activity was done by involving farmer groups with different cultivation technology. The activity included: 1.
Study to identify the performance of cocoa cultivation; 2. analysis of the effect of GAP and GMP application to
quality and safety of cocoa beans produced by farmer groups. The results showed that the quality of cocoa
beans produced by Bunga coklat farmer group better than Mattirodeceng farmer group; the application of
GAP and GMP increased the quality of cacao beans. Model application of GAP and GMP system at Bunga
coklat farmer group can be used as a sample of cocoa farm production, quality and sustainability oriented.
Keywords : postharvest handling, quality, food safety, cocoa

Abstrak: Produksi biji kakao secara signifikan terus meningkat, namun mutu bijinya tergolong rendah
dan beragam. Masalah mutu ini utamanya disebabkan karena petani kakao pada umumnya tidak
menerapkan sistem budidaya tanaman maupun teknologi pascapanen yang dianjurkan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengamati pengaruh penerapan teknik budidaya serta penerapan teknologi
fermentasi terhadap mutu dan keamanan biji kakao yang dihasilkan oleh petani. Untuk mencapai tujuan
di atas, telah dilakukan suatu kegiatan riset di Desa Tinco, Kecamatan Citta, Kab. Soppeng, Provinsi
Sulawesi Selatan. Kegiatan tersebut melibatkan kelompok tani dengan penguasaan teknologi budidaya
yang berbeda. Adapun kegiatan yang dilakukan meliputi (1) Studi untuk mengetahui keragaan teknologi
budidaya kakao, dan (2) Analisis pengaruh penerapan GAP dan GMP terhadap mutu biji kakao hasil
produksi petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan GAP dan GMP mampu meningkatkan
mutu dan keamanan pangan biji kakao yang dihasilkan oleh kelompok tani. Penerapan sistem tersebut
berpotensi dikembangkan di wilayah produsen kakao. Model ini perlu dikembangkan pada usahatani
kakao yang berorientasi pada produksi, mutu dan berkelanjutan.
Kata kunci : pengananan pascapanen, mutu, keamanan pangan, kakao

PENDAHULUAN sebesar 1.270.226 ton, Ghana 830.790


ton dan Indonesia sebesar 737.989 ton.
Kakao merupakan komoditas andalan
Namun kenyataannya industri pengolahan
ekspor hasil perkebunan yang utama di
kakao dan industri cokelat justru berada di
Indonesia. Indonesia merupakan salah
negara-negara Eropa (Belgia, Inggris, dan
satu dari 3 negara pengekspor biji kakao
Swiss), Amerika Serikat, serta Singapura dan
terbesar di dunia. Berdasarkan data ICCO
Malaysia sehingga nilai tambah tidak dinikmati
(International Cocoa Organization) Indonesia
Indonesia sebagai penghasil biji kakao. Mutu
merupakan produsen biji kakao nomor tiga
komoditas kakao menjadi permasalahan
dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.
utama dalam daya saing dengan negara lain,
Tahun 2009 produksi biji kakao Pantai Gading

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 1


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 1-8

terutama dengan adanya indikasi tercemarnya persyaratan utama dalam parameter mutu
produk dengan logam berat. pangan, dan telah menjadi acuan bagi
Perdagangan biji kakao seringkali perdagangan pangan domestik maupun
mengalami berbagai hambatan teknis, internasiona (Winarno, 2002). Salah satu
diantaranya mutu biji kakao. Permasalahan bentuk manajemen risiko yang dikembangkan
mutu biji kakao yang menjadi penghambat untuk menjamin keamanan pangan dengan
dalam perdagangan antara lain adanya pendekatan pencegahan (preventive) adalah
kotoran, serangga, biji tidak terfermentasi HACCP (Montimore, 1998). Penerapan
sempurna, adanya kontaminan mikotoksin HACCP dapat disederhanakan sampai pada
dan logam berat, dll yang sering ditemukan level dimana dapat diintegrasikan dengan
kakao baik pada biji maupun produk proses pengolahan yang sederhana atau
olahannya. Masalah keragaman mutu tradisional, dengan pengujian yang dapat
ini utamanya disebabkan karena petani dilakukan secara visual (Amoa _Awua et al,
kakao tidak menerapkan sistem budidaya 2008). Good Agricultural Practices (GAP)
tanaman yang dianjurkan (Hariyadi et al, dan Good Manufacturing Practices (GMP)
2009). Beberapa teknologi budidaya belum merupakan persyaratan dasar (prerequisite)
dilakukan dengan benar, seperti teknologi yang harus dipenuhi jika ingin menerapkan
penggunaan varietas unggul, pemupukan, HACCP (Amoa_Awua et al, 2007 dan
penggunaan tanaman naungan, maupun Babunja_Sonie et al, 2011). Tujuan dari
pemangkasan. Penggunaan pestisida penelitian ini adalah untuk mempelajari
banyak dilakukan untuk mengendalikan tingkat penguasaan teknologi budidaya dan
hama dan penyakit pada kakao (Owuhu_ pascapanen, serta pengaruh penerapan GAP
Ansah et al, 2010). Teknologi panen dan dan GMP terhadap mutu dan keamanan biji
penanganan pascapanen juga belum kakao yang dihasilkan oleh kelompok tani.
dilakukan secara optimal. Proses fermentasi
terhadap biji hasil panen dilakukan secara METODOLOGI
asal-asalan atau bahkan tidak dilakukan
Bahan dan Alat Penelitian
sama sekali (Magelhaes et al, 2011).
Penelitian dilakukan pada kurun
Secara teknis operasional, keragaman
Februari-November 2012. Lokasi penelitian
mutu kakao disebabkan oleh minimnya
ditetapkan melalui koordinasi antara Tim
sarana penerapan teknologi budidaya dan
Peneliti dengan Balitbangda Provinsi Sulawesi
pengolahan, serta lemahnya pengawasan
Selatan, BPTP Sulawesi Selatan, serta Dinas
mutu pelaksanaan proses produksi kakao
Perkebunan Kabupaten Soppeng, dengan
rakyat. Kriteria mutu biji kakao yang meliputi
memperhatikan bahwa lokus adalah daerah
aspek fisik, cita rasa, kebersihan, aspek
penghasil utama kakao. Kegiatan penelitian
keseragaman dan konsistensi sangat
melibatkan kelompok tani “Bunga Coklat”
ditentukan oleh perlakuan pada setiap
dan kelompok tani “Mattirodeceng” desa
tahapan proses produksi tersebut. Oleh
Tinco kecamatan Citta Kabupaten Soppeng.
karena itu pengawasan dan pemantauan
Pengambilan sampel untuk pengujian mutu
pada setiap tahapan proses mestinya
dan keamanan pangan biji kakao (residu
dilakukan secara rutin agar tidak terjadi
pestisida) juga dilakukan terhadap 2 kelompok
penyimpangan mutu.
tani tersebut. Peralatan yang digunakan
Pemerintah telah menetapkan standar
adalah tabung reaksi, gelas piala, erlenmeyer,
mutu kakao (SNI 01–2323–2008) (Anonim,
pinset, timbangan, serta peralatan preparasi
2008), dalam bentuk penetapan kelas mutu
dan peralatan gelas lainnya dan peralatan uji
biji kakao. Penerapan teknik budidaya dan
laboratorium (GC MS, HPLC, dll).
pascapanen yang baik diharapkan bukan
hanya memperbaiki mutu kakao yang
Metode Penelitian
dihasilkan, tetapi juga akan membantu upaya
Obyek penelitian adalah kelompok
peningkatan produktivitas kakao. Sistem
tani penghasil kakao yang dibedakan
jaminan keamanan pangan merupakan

2 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Pengaruh Penanganan Pascapanen ... (S. Joni Munarso)

dalam 2 kelompok, yaitu kelompok yang antara kelompok tani yang sudah dan belum
telah menerapkan GAP (Kelompok Tani menerapkan GAP dan GMP penanganan
“Bunga Coklat”) dan kelompok yang kakao.
belum menerapkan GAP (Kelompok
“Mattirodeceng”). Penelitian diawali dengan HASIL DAN PEMBAHASAN
melakukan identifikasi tingkat penguasaan
Keragaan Teknologi Budidaya
teknologi budidaya dan pascapanen pada
Kelompok Tani (Klotan) Bunga Coklat
kedua kelompok tani tersebut. Sosialisasi
mempunyai tingkat penguasaan teknologi
dan pengenalan GAP budidaya kakao serta
budidaya kakao yang berbeda dengan
GMP penanganan pascapanen dilakukan
klotan Mattirodeceng dalam mengusahakan
terhadap kelompok tani target. Pengambilan
produksi kakao (Tabel 1). Kelompok Bunga
sampel dilakukan setelah petani melakukan
Coklat telah menerapkan berbagai komponen
penerapan GAP dan GMP setelah tahapan
teknologi budidaya yang baik, mulai dari
sosialisasi dan dilakukan analisis mutu dan
penggunaan klon unggul, penyemaian
keamanan pangan (residu pestisida) biji
benih, penaungan dan pemangkasan, pola
kakao.
tanam, jarak tanam, drainase dan rorak,
Analisis mutu dilakukan mengikuti
pemupukan, sanitasi kebun, pengendalian
prosedur yang terurai pada Standar Mutu Biji
hama/penyakit, sedangkan kelompok
Kakao (SNI 01–2323–2008). Analisis kimia
Mattirodeceng baru mulai menerapkan klon
juga dilakukan untuk mengetahui kadar lemak,
unggul. Penerapan teknik budidaya yang
kadar protein dan kadar polifenol biji kakao
baik ini berdampak pada produksi buah per
hasil dari kedua kelompok. Pengamatan
pohon yang sangat berbeda (50-110 banding
parameter keamanan pangan dilakukan
15-60 buah) (Tabel 1). Pertanaman kakao
terhadap residu pestisida dari kelompok
di lapang sangat berbeda keragaannya
Organoklorin, Organofosfat dan Piretroid.
antara kelompok tani Bunga Coklat dan
Analisis dilakukan di beberapa laboratorium,
Mattirodeceng. Kelompok tani Bunga Coklat
antara lain di laboratorium Balai Tanaman Obat
sudah menggunakan klon unggul (S1 dan
dan Rempah (Balittro), Laboratorium Balai
S2) dari jenis Forastero (Lindak). Sedangkan
Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan),
petani di kelompok tani Mattirodeceng
dan Laboratorium Saraswanti Indogenetech
umumnya masih menggunakan klon lokal
Bogor. Hasil analisis selanjutnya didiskripsikan
dari jenis yang sama.

Tabel 1. Keragaan Komponen Teknologi Budidaya Kakao di Kelompok Tani Bunga


Coklat dan Mattiro-deceng

Komponen Teknologi Bunga Coklat Mattirodeceng


Penggunaan Klon Unggul 90% 1% (TM); 29% (TBM)
Penyemaian Benih Sudah Dilakukan Belum Dilakukan
Penaungan/ Pemangkasan Sesuai Belum Sesuai

Pola Tanam Bikultur Monokultur


(Kakao,Pisang)
Jarak Tanam 3 x 3 m2 2,5 x 2,5 m2 (tidak
teratur)
Drainase dan Rorak Ada Tidak Ada
Pemupukan 1-3 kali setahun 1 kali setahun
Sanitasi Kebun Dilakukan Tidak/Sesekali Dilakukan
Pengendalian H&P 2 x /bulan 1 x setahun, atau tidak
Produksi buah/pohon 50-110 15-60

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 3


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 1-8

Klotan Mattirodeceng juga belum Serangan ini berpeluang semakin parah,


menerapkan sanitasi kebun dan rorak. Sanitasi mengingat pengendalian hama penyakit di
minimal ini ditunjukkan dari banyaknya kulit kelompok ini dilakukan secara minimal.
buah bekas panenan yang berserakan di Pengendalian hama penyakit yang
dalam kebun sehingga kebun tampak kotor konsisten dilakukan di klotan Bunga Coklat
dan kumuh. Kondisi ini menjadi salah satu telah menghasilkan produktivitas maupun
penyebab tingginya serangan hama dan tampilan buah yang baik. Di kelompok ini,
penyakit pada pertanaman kakao. Hama dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan
penyakit yang banyak dijumpai menyerang dengan penggunaan pestisida kimia, seperti
buah di kebun petani Mattirodeceng masing- Alika dan sebagainya, dengan frekuensi
masing adalah penggerek buah kakao (PBK) penyemprotan satu kali setiap 2 bulan atau
dan Helopeltis spp., kepik pengisap buah 6 kali per tahun. Bandingkan dengan klotan
serta penyakit busuk buah yang disebabkan Mattirodeceng yang hanya sekali setahun
oleh Phytopthora palmivora (Gambar 1). ataubahkan tidak disemprot (Tabel 1).

(B)

(A)

Gambar 1. Kesehatan Buah di Kebun Kelompok Tani Bunga Coklat (A) dan Kelompok Tani
Mattiro-deceng (B)

Pada dua kelompok tani juga jelas Karakteristik Mutu Biji


terlihat adanya perbedaan potensi buah yang Mutu biji kakao ditetapkan berdasar
dihasilkan, masing-masing dengan produksi SNI 3232-2008, yang didalamnya
50-110 buah/pohon (petani Bunga Coklat) mengandung unsur persyaratan umum dan
dan petani Mattirodeceng hanya 15-60 persyaratan khusus. Pada awal kegiatan,
buah/pohon. Produksi buah yang dihasilkan klotan Bunga Coklat maupun Mattirodeceng
ini juga sangat tergantung dari pemupukan menghasilkan biji kakao yang sama-sama
yang diberikan (jenis pupuk, dosis, dan belum terfermentasi. Meskipun demikian,
waktu pemberian). Petani Mattirodeceng mutu biji yang dihasilkan berbeda, khususnya
hanya memberikan pupuk satu kali dalam pada kriteria mutu ‘kadar air’. Klotan Bunga
setahun, jauh lebih sedikit dibanding Coklat telah mampu menghasilkan biji
dengan petani Bunga Coklat sebanyak 3 dengan kadar air 7,23% (< 7,5%) sehingga
kali/tahun. Keseluruhan informasi di atas memenuhi persyaratan umum, sedangkan
diperoleh melalui kegiatan pemantauan dan klotan Mattirodeceng belum mampu (Tabel
pengukuran. 2). Sementara karakteristik mutu lain,

4 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Pengaruh Penanganan Pascapanen ... (S. Joni Munarso)

seperti serangga hidup, biji berbau asap dan persyaratan khusus, jenis mutu kakao yang
atau hammy dan atau berbau asing, dan dihasilkan kelompok tani ini memenuhi kelas
kadar benda asing telah sesuai SNI 2323- mutu I – II.
2008 (Tabel 3). Adapun pada pengamatan

Tabel 2. Karakteristik umum Mutu Biji Awal Kakao Klotan Bunga Coklat
dan Mattirodeceng
Karakteristik Bunga Coklat Mattiro deceng SNI (3232 : 2008)

Jumlah biji/100 gr 96/100g (A) 94/100g (A) *


Kadar air (%) 7, 23 7,64 Maks. 7,5
Serangga hidup (%) 0 0 Tidak ada
Biji berbau asap dan atau hammy 0 0 Tidak ada
dan atau berbau asing, (%)
Kadar benda asing (%) 2,1 4,6 Tidak ada

Keterangan : * grade : AA (maksimal 85 biji); A (85 -100); B (101-110); C (111-120); S ( >120)

Tabel 3. Karakteristik khusus Mutu Biji Awal Kakao Klotan Bunga Coklat
dan Mattirodeceng

Jenis mutu Persyaratan


Kadar biji Kadar Kadar biji Kadar Kadar biji
berjamur biji slaty berserangga kotoran berkecambah
(biji/biji) (biji/biji) (biji/biji) waste (biji/biji)
(biji/biji)
Kakao mulia 1,6/96 Tidak 0 0,33/96 0
Bunga Coklat dilakukan
Kakao lindak 1,8/94 Tidak 0 0/94 0
Mattirodeceng dilakukan
Kakao mulia (Fine Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 1,5 Maks. 2
Cocoa) I – F*
Kakao mulia (Fine Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 2,0 Maks. 3
Cocoa) II – F*
Kakao mulia (Fine Maks. 4 Maks. 20 Maks.2 Maks. 3,0 Maks. 3
Cocoa) III – F*
Kakao mulia (Bulk Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 1,5 Maks. 2
Cocoa) I - B*
Kakao mulia (Bulk Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 2,0 Maks. 3
Cocoa) II - B*
Kakao mulia (Bulk Maks. 4 Maks. 20 Maks.2 Maks. 3,0 Maks. 3
Cocoa) III - B*

Keterangan : * SNI 2323:2008 Hal ini disebabkan karena petani sudah


menggunakan varietas unggul/klon mulia,
Penerapan GAP dan GMP yang umumnya memiliki ukuran biji yang
menunjukkan keragaan mutu biji kakao pada lebih besar dari pada klon lokal. Petani
kelompok tani Bunga Coklat mengalami sudah menerapkan praktek fermentasi biji
peningkatan dibandingkan dengan kakao. Hal ini memperbaiki karakter aroma
kelompok tani Mattirodeceng (Tabel 4). khas kakao, warna biji, mengurangi rasa

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 5


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 1-8

pahit, asam, manis, dan mengeraskan kulit fermentasi diketahui mampu meningkatkan
biji seperti tempurung. kadar polifenol, zat yang bermanfaat sebagai
Penerapan GAP dan GMP yang antioksidan, dan mempunyai aktivitas
dilakukan dengan baik dan benar dapat antilisteria, sehingga kakao berpotensi
memperbaiki sifat kadar air dari biji kakao digunakan sebagai alternatif food aditif untuk
yang dihasilkan. Tabel 2 menunjukkan kadar mencegah pembusukan dan kontaminasi
air kakao kedua kelompok tani memenuhi Listeria monocytogenes (Bubonja-Sonie
persyaratan SNI. Namun demikian, et.al, 2011).
kemampuan untuk melakukan pengeringan
yang lebih baik nampak lebih dikuasai Tabel 4. Karakteristik Kimia Biji Kakao di
oleh kelompok tani Bunga Coklat, dengan Kelompok Tani Bunga Coklat
menghasilkan kadar air yang lebih rendah. dan Mattirodeceng
Berdasarkan persyaratan khusus, kedua
kelompok tani juga telah mampu memenuhi Komponen Bunga coklat Mattirodeceng
standar mutu SNI. Kelas mutu biji kakao yang Kadar Lemak 35,51 34,73
dihasilkan termasuk pada kelas mutu I - II (%)
(Tabel 3). Perbedaan yang nyata dari kedua Kadar Protein 16,27 14,84
kelompok ini terletak pada kemampuan (%)
petani dalam melakukan fermentasi biji Polifenol (%) 44,36 39,45
kakao. Kelompok tani Bunga Coklat mampu
menghasilkan kualitas biji yang lebih Analisis residu pestisida pada biji kakao
baik dibandingkan dengan kelompok tani menunjukkan adanya beberapa komponen
Mattirodeceng dengan mulai diterapkannya kimia dalam biji kakao. Pada Tabel 5 nampak
proses fermentasi dalam penanganan biji bahwa biji kakao yang dihasilkan oleh
kakao. kelompok tani Bunga Coklat mengandung
residu pestisida dengan beragam komponen
Karakteristik Kimia dan Keamanan Biji dan dalam jumlah yang bervariasi.
Kakao Sementara itu, kandungan residu pestisida
Karakteristik kimia dinyatakan melalui dalam biji kakao yang dihasilkan oleh klotan
pengukuran kadar lemak dan kadar protein Mattirodeceng lebih terkonsentrasi pada
biji kakao. Sementara karakter keamanan jenis Organofosfat. Keadaan ini sangat
pangan ditunjukkan oleh adanya residu terkait dengan frekuensi penggunaan
pestisida. Kedua karakter ini tidak termasuk pestisida yang biasa dilakukan oleh petani.
dalam persyaratan SNI, namun penting Proses fermentasi yang dilakukan oleh klotan
diketahui karena terkait dengan proses Bunga Coklat nampaknya belum cukup
pengolahan yang dilakukan dan keamanan untuk menekan residu tersebut. Namun
produk yang akan dihasilkan. Pada Tabel 4 kepastiannya perlu didukung oleh percobaan
ditunjukkan bahwa kadar protein dan kadar laboratorium yang lebih terkontrol.
lemak kakao yang dihasilkan petani Bunga Pengujian residu pestisida pada kakao
Coklat lebih tinggi dibandingkan dengan menunjukkan bahwa residu lindan juga
petani Mattirodeceng. Hal ini terkait dengan terdeteksi pada penelitian yang dilakukan
menurunnya kandungan serat pada biji oleh Owushu-Manu (1977) dengan kisaran
akibat proses fermentasi yang dilakukan oleh 0,14-0,25 ppm, dengan rataan 0,18 ppm.
kelompok tani Bunga Coklat. Umpan balik yang diperoleh dari informasi ini
Kadar polifenol biji kakao yang antara lain perlunya langkah sosialisasi yang
dihasilkan klotan Bunga Coklat ternyata lebih lebih mendalam terkait penerapan pestisida
tinggi daripada kadar polifenol pada biji kakao secara bijaksana. Selain itu, penjajakan
dari klotan Mattirodeceng (Tabel 4). Hal ini terhadap kemungkinan penggunaan pes-
sangat terkait dengan faktor perbedaan tisida nabati juga diperlukan.
klon dan adanya proses fermentasi yang Kualitas kakao baik dari segi mutu
dilakukan oleh klotan Bunga Coklat. Proses dan keamanan merupakan hal yang

6 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Pengaruh Penanganan Pascapanen ... (S. Joni Munarso)

terpenting bagi kakao. Sehingga petani diharapkan dapat menjadi percontohan


perlu meningkatkan praktek penerapan GAP bagi berbagai pihak yang ingin
dan GMP sesuai dengan rekomendasi. mengembangkan usahatani kakao
Quarmine et al (2012), bahwa kualitas yang berorientasi pada produksi, mutu
premium kakao tidak akan bisa dicapai dan berkelanjutan.
tanpa penerapan uji kualitas, serta kebijakan
penerapan mekanisme insentif diperlukan. UCAPAN TERIMA KASIH
Hal yang sama perlu dilakukan oleh
Ucapan terima kasih disampaikan
pemerintah, sehingga mendorong petani
kepada Badan Litbang Pertanian yang telah
untuk menerapkan GAP dan GMP dalam
membiayai kegiatan penelitian ini.
produksi kakaonya.
DAFTAR PUSTAKA
Tabel 5. Keragaan Komponen Keamanan
Pangan (Residu Pestisida) Kakao di 1. Amoa-Awua, WK, Halm, A., Jakobsen,
Kelompok Tani Bunga Coklat M. 1998. HACCP System for African
dan Mattirodeceng fermented foods: kenkey. Taastrup,
Denmark: World Association of
Komponen Bunga Mattiro- LD Industrial and Tachnological Research
Coklat deceng (mg/ Organizations.
kg) 2. Amoa-Awua, WK, Ngunjiri, P., Anlobe,
Organoklorin J., Kpodo, K.,Halm, M., Hayford, AE.,
Lindan 0,011 < LD 0,010 dan Jakobsen, M. 2007. The effect of
Aldrin 0,014 < LD 0,008 applying GMP and HACCP to traditional
Heptaklor 0,019 < LD 0,010
food processing at semi-commercial
Organofosfat
Diazinon < LD 0,020 0,010 kenkey production plant in Ghana. Food
Metidation 0,017 0,011 0,010 Control : 18 : 1449-1457.
Klorpirifos 0,014 0,013 0,010 3. Anonim. 2008. SNI 2323 : Biji Kakao.
Profenofos 0,022 < LD 0,010 Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Dimetoat 0,011 < LD 0,010 41 halaman.
Piretroid Semua Semua 4. Bubonja-Sonie M, Giacometti, J, Abram
komponen komponen M. 2011. Antioxidant and antilisterial
di bawah di bawah
activity of olive oil, cocoa and rosemary
LD LD
extract polyphenols. Food Chemistry :
Keterangan: LD : Limit Deteksi 127:4:1821-1827.
5. Hariyadi, Sehabudin, H., Winasan, IW.
SIMPULAN 2009. Identifikasi Permasalahan dan
Solusi Pengembangan Perkebunan
1. Kualitas biji kako yang dihasilkan Kakao Rakyat di Kabupaten Luwu Utara,
oleh kelompok tani Bunga Coklat Provinsi Sulawesi Selatan. Prosiding
lebih baik dibandingkan dengan Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB. Hal
kelompok tani Mattirodeceng yang 75-88.
sudah melakukan penerapan GAP dan 6. Magalhães, JT, George Andrade Sodré,
GMP dan budidaya dan penanganan Henry Viscogliosi, Marie-Florence
pascapanen kakao. Grenier-Loustalot. 2011. Occurrence of
2. Penerapan sistem GAP dan GMP Ochratoxin A in Brazilian cocoa beans.
fermentasi kakao berpotensi Food Control 22 : 744 – 748.
dikembangkan di wilayah produsen 7. Maharaj, R. 2010. HACCP-based
kakao karena dapat meningkatkan System and The Cocoa Value Chain.
kualitas biji kakao. University of Trinidad Tobago.
3. Model penerapan sistem GAP dan 8. Montimore, S. dan Wallace, C.
GMP di kelompok tani Bunga Coklat 1998. HACCP a practical approach.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 7


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 1-8

Gaithersburg, Maryland USA. Aspen 11. Qurmine, W, Haagsma, R, Sakyi-


Publisher Inc. Dawson, O, Asante, F, van Huis, A,
9. Owansu-Manu, E. 1977. Insecticide Obeng-Oforo,D. 2012. Inventive for
Residue and Tainting in Cocoa. cocoa bean production in Ghana : Does
Pesticide managemenat and Insecticide Quality matter. NJAS:Wageningen
Resistance. Academic Press : 555-564. Journal of Life Science: 60-63:7-14.
10. Owuhu-Ansah, E, Koranteng-Addo, JE, 12. Winarno, FG. 2002. Codex dan SNI
Boamposem, LK, Menlah, E, Abole, E. dalam Perdagangan Pangan Global.
2010. Assessment of Lindane pesticide MBRIO Press. Cetakan 1. 75 hal.
residue in Cocoa beans in the Twifo
Praso district of Ghana. J. Chem. Pharm.
Res : 2 : 4 : 580-587.

8 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Penurunan Nilai COD pada ... (Leopold)

PENURUNAN NILAI COD PADA PENGOLAHAN LIMBAH LATEKS


SECARA ANAEROBIK
Reduction of COD Level on Latex Waste Processing Using Anaerobic Methods
Leopold M. Seimahuira
Balai Riset dan Standardisasi Industri Ambon
Jl. Kebun Cengkeh, Batu Merah Atas, Ambon
Pos-mail: leopoldseimahuira@yahoo.com
(Artikel diterima 6 Januari ; direvisi 15 April 2016 ; disetujui 28 Juni 2016)

Abstract. The study examined the reduction of COD level on latex waste using anaerobic reactor. COD
level reduction is tested on several hydraulic retention times, i.e. 2, 4, 6, 8, and 11 days. On 2, 4, and 6
days of retention time, the percentage of COD level reduction is declining however on 8 and 11 days, it
is inclining. It is apt to microbe growth phase.
Keywords: reactor, hidraulic retention time, COD

Abstak: Pengujian terhadap penurunan COD pada limbah lateks dilakukan menggunakan reaktor
anaerobik. Penurunan COD diuji pada beberapa waktu tinggal hidraulik yaitu 2, 4, 6, 8 dan 11 hari. Pada
waktu tinggalhidraulik 2, 4 dan 6 hari persentase penurunan COD semakin mengecil tetapi pada waktu
tinggal hidraulik 8 dan 11 hari persentase penurunan COD semakin meningktat, hal ini sesuai dengan fase
pertumbuhan mikrobia
Kata kunci : reaktor, waktu tinggal hidraulik, COD

PENDAHULUAN untuk limbah pertanian, karena umumnya


limbah pertanian mengandung bahan
Perkembangan Industri pertanian
organik yang tinggi. Pada penelitian ini
di Indonesia telah banyak menimbulkan
akan dilakukan dengan sistem anaerobik
dampak, baik dampak positif maupun
menggunakan reaktor anaerobik.
dampak negatif. Salah satu dampak negatif
Lama waktu penanganan merupakan
yang ditimbulkan akibat kegiatan industri
faktor yang sangat penting yang perlu
pertaniaan adalah pencemaran lingkungan.
mendapat perhatian. Waktu yang pendek
Pencemaran dapat disebabkan oleh
selama proses penanganan dan hasil
penumpukan material organik maupun non
buangan yang lebih stabil adalah tujuan yang
organik yang digunakan dalam industri yang
selalu ingin dicapai dari setiap penanganan
kemudian sulit diuraikan menjadi senyawa-
polutan hasil industri. Dalam penelitian
senyawa yang lebih sederhana. Apabila hasil
ini akan ditinjau penurunan Chemeical
buangan tidak diberi perlakuan khusus maka
Oxygen Demand (COD) limbah lateks
produk buangan dapat menjadi masalah bagi
dengan menggunakan reaktor anaerobik
lingkungan.
dan berdasarkan waktu tinggal hidrolik.
Limbah industri pertanian seperti
Bagi skala industri yang besar maka
industri lateks jika tidak ditangani dengan baik
pengolahan yang terlalu lama dapat menjadi
dapat menimbulkan berbagai persoalan. Bau
masalah karena dipandang tidak efisien.
yang tidak enak dan kondisi yang memadai
Proses produksi suatu saat akan terhambat
untuk dijadikan host berbagai sumber
dikarenakan menumpuknya hasil buangan
penyakit. Oleh karena itu, penanganan yang
yang belum sempat ditangani, selain itu bau
baik dari hasil buangan sangat diperlukan.
yang tidak diinginkan suatu saat akan timbul
Untuk mengatasi permasalahan tersebut
karena semakin banyaknya material organik
telah banyak dilakukan dengan sistem
dan non organik yang tertimbun dan belum
pengananan anaerobik.
didegradasi oleh mikrobia pada wadah
Menurut Jenie dkk (1990) proses
penanganan limbah tersebut.
anaerobik merupakan proses yang sesuai

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 9


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 9-14

Pada penelitian ini akan ditinjau anaerobik contohnya adalah bakteri metana.

karakteristik limbah cair dari pengolahan Proses dimana bahan organik dipecah tanpa
lateks yaitu COD serta menentukan waktu adanya oksigen sering disebut dengan
tinggal hidrolik yang terbaik bagi penanganan fermentasi. Proses fermentasi metana pada
limbah lateks. air limbah dapat menghasilkan komponen
Karet alam diperoleh dari tanaman organik yang beragam yang dapat dioksidasi
leteks dalam bentuk lateks (Hevea oleh bakteri.
brasiliensis). Lateks merupakan suatu Keuntungan penggunaan proses
dispersi partikel karet hidrokarbon dalam fase anaerobik adalah tingginya laju reaksi
air yang disebut serum. Kandungan karet dibandingkan dengan proses aerobik,
dalam lateks bervariasi dan tergantung pada kegunaan dari produk akhir, stabilisasi
klon, umur tanaman, pemupukan, musim komponen organik dan produk dapat
dan sistem ekploitasi. Umumnya kadar karet dikeringkan dengan mudah karena
dalam lateks berkisar antara 25% –40%. mempunyai daya ikat terhadap air (Jenie
(Suwardin, 1989). dkk, 1990). Menurut Ginting (1995)
Limbah pabrik karet mengandung keuntungan penggunaan sistem anaerobik
komponen bukan karet dalam lateks, lateks adalah penggunaan sedikit energi, gas yang
tidak terogulasi dan bahan kimia yang dihasilkan dapat dimanfaatkan, lumpur yang
ditambahkan selama proses pengolahan. dihasilkan sedikit dan mampu menguraikan
Komponen bukan karet antara lain protein, susunan bahan organik yang lebih kompleks
lemak karotenoid dan garam organik. pada konsentrasi tinggi, tidak muncul bau
Secara umum limbah dari pabrik karet dan cocok untuk operasi musiman. Efisiensi
mengandung bahan organik yang mudah sistem anaerobik lebih tinggi dan biaya
terurai secara biologis. Limbah tersebut operasi lebih murah dibandingkan dengan
dalam proses produksi dihasilkan selama sistem anaerobik.
proses penampungan, penggumpalan dan Pada dasarnya ada empat jenis proses
penggilingan (Suwardin, 1989). yang dapat digunakan untuk penanganan
Pengendalian limbah pada pabrik karet limbah secara anaerobik, yaitu cara
dapat dilakukan dengan cara kimia maupun konvensional, proses dua tahap, proses
biologis. Pengendalian limbah pabrik karet dua tahap dengan daur ulang padatan dan
dengan menggunakan bahan kimia jarang proses menggunakan saringan anaerobik.
dilakukan karena dinilai kurang ekonomis. Pada proses anaerobik untuk limbah
Dewasa ini penelitian tentang penanganan pertanian efluen yang dihasilkan tidak dapat
limbah lebih banyak dilakukan dengan cara dibuang pada saluran pembuang tetapi harus
biologis yaitu dengan memanfaatkan aktifitas ditangani lebih lanjut (Jenie dkk, 1990).
mikrobia untuk menguraikan senyawa-
senyawa kompleks yang terkandung dalam METODOLOGI
limbah menjadi senyawa sederhana.
Obyek dan Tempat Peneitian
Mikroorganisme yang berperan aktif dalam
Obyek penelitian ini adalah limbah
proses pemurnian air limbah secara biologis
cair dari industri pengolahan lateks di PTPN
terutama adalah kelompok bakteri, jamur,
IX Unit Jawa Tengah, Kebun Merbuh,
protozao dan ganggang (Kasmidjo, 1999).
Semarang, tahun 2002.
Berbagai proses biologi dapat
Tempat penelitian adalah Lembaga
berlangsung dengan atau tanpa adanya
Pendidikan Perkebunan (LPP) Yogyakarta
oksigen, yaitu aerobik atau anaerobik.
dan analisis di Laboratorium Uji Mutu dan
Teknik pengendalian limbah karet yang
Standarisasi Jurusan Telknologi Industri
telah dikembangkan adalah sistem kolam
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
anaerobik, kolam oksidasi, filter anaerobik
Univeristas Gadjah Mada, Yogyakarta.
dan biocakram. Mikroba yang berperan dalam
proses anarobik adalah mikroorganisme

10 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Penurunan Nilai COD pada ... (Leopold)

Karakteristik limbah lateks Pelaksanaan Penelitian


Karakteristik limbah lateks perlu
1. Mikrobia anaerobik dipelihara dalam
diketahui, diantaranya adalah COD (chemical
reaktor anaerob dan didalammnya
oxygen demand) dan tingkat keasaman
diberi batu-batuan sebagai media
yang dinyatakan dengan pH. Berdarkan
hidup mikrobia. Untuk mempercepat
karakteristik yang diperoleh, maka dapat
reaksi antara mikrobia dan lateks,
ditentukan langkah penanganannya.
maka reaktor diberi sirkulasi dengan
bantuan pompa sirkulasi.
Perlakuan awal terhadap limbah
2. Limbah lateks yang telah dinetralkan,
Limbah lateks bersifat basa sehingga
kemudian dialirkan kedalam reaktor
perlu dibuat asam dengan menambahakn
secara terus menerus dengan meng-
asam sulfat (H2SO4) supaya karetnya bisa
gunakan pompa peristaltik. Volume
digumpalkan dan cairannya bisa diteliti.
limbah dalam reaktor dijaga agar
Mikrobia dalam cairan limbah lateks tidak
tetap konstan dengan cara mengatur
dapat bertahan hidup dalam kondisi asam
level permukaan limbah dan kinerja
sehingga cairan limbah harus dibuat netral
reaktor dikendalikan oleh waktu tinggal
dengan menambahkan larutan basa yaitu
hidrauliknya dengan cara mengatur
Natrium Hidroksida (NaOH).
debit aliran.
3. Pada output diambil sampelnya untuk
Aklimatisasi
masing-masing variasi waktu tinggal,
Pada penelitian ini reaksi biologi
kemudian dilakukan pengukuran
berlangsung dengan bantuan mikrobia
parameter pengolahan limbah yang
anaerob. Lumpur yang diduga mengandung
telah ditentukan.
mikrobia diambil disekitar lokasi pembuangan
4. Waktu tinggal yang dipilih adalah 2, 4,
limbah lateks, dengan demikian diasumsikan
6, 8 dan 11 hari. Untuk masing-masing
bahwa mikrobia ini dapat dimanfaatkan
waktu tinggal dilakukan dua kali
untuk mengolah limbah lateks. Mikrobia ini
pengujian, data dari masing-masing
dipelihara dalam reaktor anaerobik dengan
pengujian direratakan untuk dilakukan
selalu diberi lateks sebagai makanannya
analisis.
atau nutriennya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan waktu tinggal hidraulik
Menurut Djajadiningrat dkk (1990) Proses pengolahan lateks
waktu tinggal hidraulik merupakan menghasilkan limbah baik limbah padat
perbandingan antara volume reaktor maupun limbah cair. Limbah tersebut
terhadap debit aliran. Secara matematis dalam proses produksi dihasilkan selama
waktu tinggal hidraulik dinyatakan dengan proses penampungan, pengumpulan dan
persamaan berikut: penggilingan (Suwardin, 1989). Karakterisasi
limbah lateks dilakukan terhadap beberapa
V sifat yang penting, yaitu COD (cemical
HRT =
Q oxygen demand) dan keasaman (pH). Sifat-
sifat tersebut dibandingkan dengan baku
Dengan HRT adalah waktu tinggal mutu limbah industri yang dipersyaratkan
hidraulik, V adalah volume reaktor dan Q untuk mengetahui tingkat pencemarannya
adalah debit aliran. jika dibuang ke perairan bebas. Hasil
Dalam penelitian ini reaktor dibuat karakterisasi limbah cair lateks ditunjukkkan
dengan volume tetap yaitu 10 liter. Untuk dalam Tabel 1.
memperoleh waktu tinggal hidraulik, maka
debit aliran diubah-ubah dengan merubah
kecepatan aliran sesuai dengan waktu
tinggal yang diinginkan.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 11


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 9-14

Tabel 1. Karakterisasi limbah lateks kebutuhan oksigen untuk mengolah limbah.


Berarti menunjukkan tingginya kadar bahan
No Parameter Satuan Kadar organik dalam limbah (Sugiharto, 1987).
1 COD mg/l 41840 Pada Tabel 2, ditunjukkan bahwa nilai COD
2 pH 9,8 dalam limbah lateks sangat tinggi, berarti
kandungan bahan organik adalah tinggi.
Baku mutu limbah cair industri lateks
Oleh karena itu limbah lateks berpotensi
menurut Surat Keputusan Meneteri Negara
besar merusak limbkungan jika langsung
Lingkungan Hidup Kep-51/MENKLH/10/1995
dibuang ke perairan.
kadar maksimum COD yang adalah 250 mg/
Berbagai industri pertanian meng-
l,pH maksimum adalah 6,0 – 9,0.
gunakan bahan kimia dalam proses
Berdasarkan baku mutu limbah cair
pengolahannya. Limbah cair yang
industri lateks dan karakterisasi limbah karet
mengandung bahan kimia berpotensi besar
seperti pada Tabel 1, maka kadar CODdan
merusak lingkungan karena limbah tersebut
pHlimbah lateks yang diteliti hasilnya melebihi
mengandung zat-zat penyebab bau dan
kadar maksimum air buangan yang boleh
rasa yang kuat yang tidak disukai, garam
dialirkan ke perairan bebas.Berdasarkan
dan senyawa asam dan basa, kandungan
hasil tersebut, limbah lateks perlu diolah
nitrogen dan fosfor yang tinggi, senyawa-
sehingga dapat dibuang ke perairan bebas.
senyawa yang mudah menguap yang
Jumlah bahan organik dalam limbah
bersifat korosif, mengandung banyak bakteri,
dapat ditentukan dengan uji COD (cemical
bahkan sering juga mengandung logam
oxygen demand). Angka COD merupakan
berat (Kasmidjo, 1981). Berdasarkan uraian
ukuran bagi pencemaran air oleh zat-
tersebut sebaiknya limbah lateks perlu
zat organik yang secara alamiah dapat
pengolahan yang baik supaya mengurangi
dioksidasi melalui proses mikrobiologis
potensi pencemaran lingkungan dengan
dan mengakibatkan berkurangnya oksigen
mengurangi kadar bahan organik yang
terlarut dalam air.
terkandung dalam limbah.
Pada penelitian ini limbah input
Pada pengolahan limbah cair
dialirkan kedalam reaktor anaerobik secara
secara anaerobik terjadi proses biologis
terus menerus dimana debit alirannya diatur
oleh aktivitas bakteri yang merombak
sesuai dengan HRT yang ditentukan yaitu
bahan-bahan organik kompleks dalam
2, 4, 6, 8, dan 11 hari. Kadar COD hasil
limbah cair menghasilkan methana dan
penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2.
karbondioksida. Menurut Chaume (1997)
perombakan bahan-bahan organik secara
Tabel 2. Kadar COD pengolahan limbah
anaerobik berlangsung melalui beberapa
lateks secara anaerobik
tahap. Tahap pertama disebut hydrolysis
HRT COD COD Penurunan yaitu perombakan bahan-bahan organik
(hari) Influent Efluent COD kompleks seperti karbohidrat, protein dan
(mg/l) (mg/l) (%)
lemak menjadi senyawa monomer (gula,
2 26953 15306 43,21
asam amino dan asam lemak). Tahap kedua
4 32264 22054 31,65
dinamakan acidogenesis adalah perubahan
6 15519 13069 15,79
senyawa-senyawa monomer menjadi asam-
8 20012 15519 22,45
asam organik, alkohol, karbondioksida dan
11 28588 20748 27,43
hidrogen. Kedua tahap tersebut dilakukan
Limbah cair dari usaha-usaha oleh bakteri yang sama dan biasanya
pengolahan hasil pertanian pada umumnya disebut tranformasi umum. Tahap ketiga
mempunyai beban cemaran yang tinggi disebut acetogenesis yaitu perubahan
karena mengandung zat-zat organik dalam hasil-hasil acidohenesis menjadi asam
jumlah tinggi (Bailey, dkk, 1977). Nilai COD asetat, karbondioksida dan hidrogen. Tahap
yang tinggi menunjukkan tingginya jumlah terakhir disebut methanogenesis merupakan
fermentasi methana yang mengakibatkan

12 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Penurunan Nilai COD pada ... (Leopold)

perubahan karbondioksida dan hodrogen merupakan interval antara saat penanaman


menjadi methana dan asam asetat menjadi mikrobia dan saat tercapainya pembelahan
methana dan karbondioksida. maksimum. Tahap ekponensial saat
Dalam proses pengolahan limbah kecepatan pembelahan maksimum terjadi
lateks secara anaerob tersebut telah secara konstan. Tahap stasioner terjadi saat
terjadi pengurangan bahan organik yang mikrobia tidak tumbuh lagi. Tahap kematian
ditunjukkan dengan menurunnya kadar COD terjadi saat mikrobia mulai mati. (Schiegel,
effluent. Kadar COD effluent masih lebih 1984).
tinggi dari baku mutu limbah pabrik lateks Salah satu masalah pada penggunaan
(250 mg/l), sehingga perlu penanganan lebih proses anaerobik untuk penanganan
lanjut supaya bahan organik bisa dikurangi limbah cair industri adalah lamanya waktu
lagi dan limbah tersebut dapat aman dibuang yang dibutuhkan untuk start-up. Start-up
ke perairan bebas. dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi
Grafik hubungan antara HRT dan mikrobia anaerobik yang stabil, dengan
persentase penurunan COD dapat dilihat cara menumbuhkan mikrobia pendegradasi
pada Gambar 1. pada media pembawa (Denac, et al, 1988)
Mikrobia yang tumbuh permukaan media
(batu, pasir, plastik) akan membentuk lapisan
maupun anorganik secara biologis, sehingga
lapisan ini disebut biofilm. Pengkondisian
terhadap partikel pembawa agar mikrobia
menempel membentuk biofilm antara lain
dipengaruhi oleh jenis partikel pembawa,
waktu tinggal hidrolik, cara inokulasi dan
profil pembebanan COD. Pada saat mikrobia
belum membentuk biofilm aktivitas mikrobia
belum stabil, sehingga proses penguraian
limbah belum dapat berjalan dengan baik.
Gambar 1. Hubungan antara HRT dan
Penurunan COD SIMPULAN

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa Pengolahan limbah lateks dengan


pada HRT 2, 4 dan 6 hari persentase menggunakan reaktor anaerobik
penurunan COD semakin mengecil, hal ini mengasilkan penurunan COD dengan
dikarenakan pada HRT tersebut populasi persentase mengecil sampai HRT 6 hari dan
mikrobia menurunakibat matinya sebagian meningktat lagi setelah melewati HRT 6 hari
mikrobia yang rentan terhadap kondisi sesuai dengan fase pertumbuhan mikrobia.
biak. Setelah melewati enam hari mikrobia
yang bertahan hidup mulai berkembang DAFTAR PUSTAKA
biak sehingga pupulasi mikrobia bertambah Bailey, J. E., and Ollies, D. F., 1977,
kemudian penguraian limbah semakin Biochemical Engineering Fundamental,
meningkat dan mengakibatkan persentase McGraw Hill Kogakusha, Ltd., Tokyo
penurunan COD meningkat. Chaume, F., and Beteau, J. F., 1983, Model
Pada HRT lebih dari 11 hari, Based Selection of an Appropriate
kemungkinan penurunan COD akan semakin Control Stategy Application to an
besar tetapi kemudian akan menurun Aerobic Digester, Makalah Seminar
kembali. Hal ini disebabkan oleh fase Internasional Peran Bioteknologi
pertumbuhan mikrobia yang melewati empat Lingkungan dalam Pengolahan Limbah
tahap pertumbuhan yaitu tahap ancang- Cair Industri, ITB, Bandung
ancang, tahap ekponensial, tahap stasioner Denac, M. dan Dunn, I. J., 1988, Packed
dan tahap kematian. Tahap ancang-ancang of Fluidized Bed Biofilm Reactor

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 13


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 9-14

Performance for Anaerobic Waste- Kasmidjo, R. B., 1999, Sanitasi, Penanganan


water Treatment, Biotechnology and Limbah dan Lingkungan, Handout
Bioengineering, Vol. 32 TPHP, FTP, UGM, Yogyakarta
Djajadiningrat, A. H., and Wisnupapto, 1990, Sugiharto, 1987, Dasar-dasar Pengolahan
Bioreactor Pengolah Limbah Cair, Limbah, UI-press, Jakarta
Course Material, PAU-Bioteknologi Suwardin, D., 1989, Teknik Pengendalian
ITB, Bandung Limbah Pabrik Karet, Jurnal Lateks
Ginting, P., 1995, Mencegah dan Volume 4 No. 2, Pusat Penelitian
Mengendalikan Pencemaran Industri, Perkebunan Sumbawa
Transito, Bandung
Jenie, B. S. L., dan Rahayu, W. P., 1990,
Penanganan Limbah Industri Pangan,
Kanisius, Yogyakarta

14 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Karakteristik Komposisi Asam Lemak ... (Eky)

KARAKTERISTIK KOMPOSISI ASAM LEMAK PADA BIJI KAKAO DARI 12


DAERAH DI SULAWESI SELATAN
Characteristics of Fatty Acid Cocoa Bean From 12 Regions of South Sulawesi

Eky Yenita Ristanti, Suprapti dan Dhenok Anggraeni


Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Jl. Abdurrahman Basalamah No. 28 Makassar
Pos-el: eky.yristanti@gmail.com
(Artikel diterima 20 Mei 2016 ; direvisi 18 Juni 2016 ; disetujui 30 Juni 2016)

Abstrak. Fatty acids are among the important characteristics of cocoa in the industry. The composition
of fatty acids in cocoa butter contributes to the hardness of cocoa butter. This research aims to know the
characteristics of cocoa bean obtained from 12 regions in South Sulawesi. Fatty acids were analyzed
usingg as chromatography. The results showed that the dominant fatty acids in cocoa bean were stearic
acid, oleic acid, and palmitic acid, whereas highest fatty acids contents were found in cocoa beans from
Sinjai Region and the lowest one were found in cocoa beans from Soppeng Region.
Keywords: Fatty acids, Cocoa Beans, Composition, Gas Chromatography, SouthSulawesi

Abstrak. Asam lemak merupakan salah satu karakteristik kakao yang penting dalam industri.
Komposisi asam lemak dalam lemak kakao akan mempengaruhi kekerasan dari lemak kakao tersebut.
Selain itu, komposisi asam lemak pada lemak kakao juga berkontribusi pada manfaatnya terhadap
kesehatan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik asam lemak di biji kakao dari 12
daerah di Sulawesi Selatan. Analisis-analisis asam lemak dilakukan dengan metode kromatografi gas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar asam lemak yang dominan pada biji kakao adalah asam
stearat, asam oleat dan asam palmitat, dengan kadar asam lemak tertinggi dimiliki oleh biji kakao dari
Kabupaten Sinjai dan kadar asam lemak terendah dimiliki biji kakao dari Kabupaten Soppeng.
Kata Kunci: Asam Lemak, Biji Kakao, Komposisi, Kromatografi Gas Sulawesi Selatan

PENDAHULUAN kecerahan, kontraksi selama pencetakan dan


kelumeran pada mulut, dengan kecepatan
Cokelat adalah suspensi semi-padat
pelepasan citarasa pada penginderaan
yang tersusun atas 70 % partikel padat
(Timms, 2003).Lemak kakao merupakan
halus campuran gula dan kakao (dan susu
lemak nabati utama yang digunakan pada
bubuk, tergantung pada jenisnya), dalam
industri cokelat karena karakteristik reologi,
fase kontinyu lemak (Afoakwa, 2010).Biji
tekstur dan kimia seperti komposisi asam
kakao yang menjadi bahan baku pembuatan
lemak trigliserida.Kekerasan dari lemak
cokelat, merupakan biji dari tanaman
kakao ini tergantung pada kandungan asam
Theobroma cacao. Pada biji kakao ini,
lemak jenuh dan tak jenuh yang terikat pada
terkandung lemak kakao sebanyak sekitar
trigliserida dan pada kandungan asam lemak
54%. Secara umum, 100 gram biji kakao
bebasnya (Guehi, et al., 2008).
jika diekstrak akan menghasilkan 40 gram
Lemak kakao diperoleh melalui
lemak kakao, 40 gram bubuk cokelat (residu
ekstraksi biji kakao baik secara mekanis atau
setelah ekstraksi yang masih mengandung
kimiawi.Lemak kakao memiliki komposisi 98%
lemak 10-24% lemak) dan 20 gram material
lipida netral dan 2% lipida polar. Lipida netral
pengotor (kulit biji, kelembaban dan kotoran)
didominasi oleh trigliserida dengan asam oleat
(Timms dan Stewart, 1999 dalam De Clercq,
teresterifikasi pada posisi sn-2, sedangkan
2011)
lipida polar terdiri atas 30% fosfolipid dan 70%
Lemak kakao berperan sebagai matriks
glikolipida. Asam lemak yang paling banyak
pendispersi dari partikel padat kakao, gula
terdapat pada trigliserida adalah asam
dan susu. Lemak kakao juga berperan dalam
palmitat, asam stearat, asam oleat, dan asam
menentukan kualitas produk akhir seperti
linoleat (Bertazzo et al., 2013).
kekerasan dan kerenyahan pada suhu ruang,

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 15


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 15-22

The Federation of Cocoa Commerce Secara umum, konsumsi asam lemak


Market mengklasifikasikan lemak kakao jenuh dikaitkan dengan peningkatan risiko
menjadi lemak kakao press, lemak kakao penyakit jantung koroner, karena dapat
ekspeller (peras) dan lemak kakao olahan meningkatkan kolesterol total dan LDL.
(refined cocoa butter).Kualitas terbaik dimiliki Asam stearat merupakan perkecualian,
oleh lemak press murni, yang dihasilkan dimana asam stearat tidak meningkatkan
melalui pengempaan hidrolik pasta kakao kadar lipid serum ksebagaimana asam
yang berasal dari biji berkualitas baik. lemak jenuh lainnya.Jika asam lemak jenuh
Sedangkan proses ekspeller, memberikan dengan rantai lebih pendek seperti asam
rendemen lemak kakao yang lebih sedikit miristat (14: 0) dan asam palmitat (16: 0)
(80%) dibandingkan dengan lemak kakao sering dikaitkan dengan peningkatan LDL
press (89%). Lemak kakao olahan (refined dan aterosklerosis, tidak demikian halnya
cocoa butter) melibatkan proses pengempaan dengan asam stearat. Meskipun kadar
hidrolik, ekspeller, serta ekstraksi pelarut lemak coklat relatif tinggi, sepertiga dari lipid
yang dinetralkan dengan larutan alkali dalam lemak kakao adalah asam stearat
dan dihilangkan warnanya, misal dengan (18: 0), yang bersifat non-aterogenik dan
menggunakan bentonit (Venter, 2007). menunjukkan respon kolesterolemik netral
Lemak kakao seharusnya mengandung pada manusia. The 2010 Dietary Guidelines
kurang dari 1,75%asam lemak bebas (FFA, Advisory Committee’s merekomendasikan
berdasarkan pada kandungan asam oleat) bahwa lemak kakao dianggap berbeda
menurut European Union Directive (1973) dari lemak yang dapat meningkatkan kadar
dan harus bebas dari off-flavour, jamur dan kolesterol(Katz, 2011).
ketengikan (De Clercq, 2012). Standar mutu Lemak kakao asal Indonesia terkenal
lemak kakao menurut SNI 3748:2009 dapat karena memiliki tingkat kekerasan yang lebih
dilihat pada tabel 1. tinngi daripada lemak kakao dari Afrika. Jika
digunakan dalam pembuatan cokelat, maka
Tabel 1. Syarat Mutu Lemak Kakao akan menghasilkan cokelat yang lebih tidak
gampang meleleh. Pengetahuan mengenai
karakteristik asam lemak penting untuk
pengembangan produk kakao.Sayangnya,
masih sedikit studi mengenai karakteristik
asam lemak dari biji kakao yang dijual di
pasaran pada daerah-daerah penghasil
kakao di Sulawesi Selatan masih terbatas.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui karakteristik asam lemak
biji kakao dari 12 kabupaten di Sulawesi
Selatan.

METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah biji kakao yang diambil
dari 12 kabupaten di Sulawesi Selatan yaitu
Pinrang (PNR), Luwu (LW), Palopo (PLP),
Luwu Utara (LUT), Luwu Timur (LTM), Bone
(BON), Soppeng (SOP), Bantaeng (BTG),
Bulukumba (BKU), Sinjai (SJI), Enrekang
(ENK), dan Tana Toraja (TOR).
(BSN, 2009)

16 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Karakteristik Komposisi Asam Lemak ... (Eky)

Bahan kimia yang digunakan antara Metode Analisis


lain larutan heksana, larutan metil ester Analisis asam lemak dilakukan di
asam lemak(FAME), larutan NaOH 0,5 N Laboratorium Terpadu IPB dengan metode
dalam methanol, larutan BF3 20%, larutan Gas Chromatography (GC) dengan mengacu
NaCl jenuh, isooktana dan Na2SO4 anhidrat. pada AOAC 2005 Method 969.33 mengenai
Alat-alat yang digunakan antara lain asam lemak dalam minyak dan lemak.
kertas saring, labu lemak, alat soxhlet, Pertama-tama dilakukan hidrolisis
pemanas listrik, oven, neraca analitik, kapas dan esterifikasi terhadap lemak kakao yang
bebas lemak, syringe 10μL, penangas air, akan dianalisa komposisi asam lemaknya.
tabung bertutup Teflon, neraca analitik, pipet Sebanyak 20-40 mg sampel lemak ditimbang
mikro dan instrumen GC (Shimadzu GC- dalam tabung bertutup teflon, kemudian
2010 Plus). ditambahkan dengan 1 mL NaOH 0,5N dalam
metanol dan dipanaskan dalam penangas air
Metode selama 20 menit. Selanjutnya, ditambahkan
dengan 2 mL BF3 20% dan 5 mg/mL standar
Metode Pengambilan Contoh
internal, kemudian dipanaskan kembali
Pengambilan contoh biji kakao
selama 20 menit dan didinginkan. Sampel
kering dilakukan dengan metode purposive
kemudian ditambahkan dengan 2 mL NaCl
sampling. Biji kakao asalan diambil
jenuh dan 1 mL isooktana, lalu dikocok
secara acak di kelompok tani yang telah
dengan baik. Lapisan isooktana dipindahkan
mendapatkan bantuan dari program Gernas
dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung
Kakao. Setiap daerah diambil sebanyak 10
yang berisi ± 0,1 g Na2SO4 anhidrat dan
kg biji kakao kering.
dibiarkan 15 menit.Fase cair dipisahkan dan
Dari 10 kg biji kakao kering, disampling
selanjutnya diinjeksikan ke kromatografi gas.
sebanyak 1 kg untuk tiap-tiap daerah dan
Alat kromatografi gas diatur sebagai
dikirim ke laboratorium untuk dianalisa
berikut:
kandungan asam lemaknya
• Kolom : cyanopropil methy
Metode Persiapan Sampel Lemak Kakao sil
Metode persiapan sampel lemak • Dimensi kolom :panjang = 60 m;
kakao mengacu pada SNI 01-2891-1992. Ødalam= 0,25 mm;ketebalan film = 0,25
Sampel biji kakao yang telah dihaluskan μm
ditimbang sebanyak 1-2 gram, kemudian • Laju alir N2 : 30 mL/ menit
dimasukkan ke dalam selongsong kertas • Laju alir He : 30 mL/ menit
uang dialasi dengan kapas.Selongsong • Laju alir H2 : 40 mL/ menit
kertas tersebut disumbat dengan kapas dan • Laju alir udara : 400 mL/ menit
dikeringkan dalam oven pada suhu tidak • Suhu injektor : 220o C
lebih dari 80oC selama kurang lebih 1 jam, • Suhu detektor : 240o C
kemudian dimasukkan ke dalam alat soxhlet • Suhu kolom : Program temperatur
yang telah dihubungkan dengan labu lemak
berisi batu didih yang telah dikeringkan Laju Temperatur Hold Time
dan diketahui bobotnya. Ekstrasi dilakukan (oC/ menit) (oC) (menit)
dengan pelarut heksana selama kurang lebih - 125 5
6 jam. Heksana disuling dan ekstrak lemak 10 185 5
yang diperoleh dikeringkan dalam oven 5 205 10
pengering pada suhu 105oC.Lemak yang 3 225 7
diperoleh didinginkan dan ditimbang. Kadar Rasio : 1:80
lemak dihitung sebagai berikut: • Volume injek :1μL
W-W1 • Kecepatan linier : 20 cm/ detik
% Lemak = –––––––– X 100 %
W2

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 17


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 15-22

Sebanyak 1μL pelarut diinjeksikan pada biji kakao dari 12 Kabupaten di Sulawesi
kedalam kolom. Bila aliran gas pembawa Selatan ditampilkan pada Tabel 1.
dan sistem pemanasan sempurna, puncak Dari Gambar 1, diketahui bahwa
pelarut akan nampak dalam waktu kurang kandungan lemak yang tertinggi dimiliki oleh
dari 6 menit. Waktu retensi dan puncak biji kakao dari daerah Pinrang, yaitu sebesar
masing-masing komponen diukur dan 38,21%, disusul oleh Palopo, yaitu sebesar
dibandingkan dengan standar. Jumlah 35,17%. Kadar lemak dari daerah lainnya
kandungan komponen dalam contoh dihitung hanya berada pada kisaran 20-27%.Secara
sebagai berikut: umum, kandungan lemak pada biji kakao
dapat mencapai 40-50% (Afoakwa, et al.,
Ax/Astd x Cstd x Vcontoh/100 x 100%
2013)
–––––––––––––––––––––––––––––––
gram contoh

Dimana:
Vcontoh = Volume contoh
CStd = Konsentrasi standar
Ax = Luas puncak komponen x
Astd = Luas puncak standar

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil analisa kadar lemak pada biji
kakao dari 12 daerah di Sulawesi Selatan
ditampilkan pada Gambar 1, sedangkan Gambar 1. Kandungan Lemak pada Biji
kadar dari tiap-tiap komponen asam lemak Kakao dari 12 Daerah di Sulawesi Selatan

Tabel 1. Komposisi Asam Lemak Biji Kakao dari 12 Daerah di Sulawesi Selatan

Asam Lemak Daerah


No.
(%) SJI PNR BTG BKU LW LUT TOR ENK BON SOP LTM PLP
1 Asam miristat (C14:0) 0,07 0,06 0,10 0,06 0,10 0,06 0,10 0,09 0,08 0,08 0,08 0,09
Asam pentadekanoat
2 0,02 0,02 0,03 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
(C15:0)
3 Palmitic acid (C16:0) 23,00 22,57 20,75 22,27 20,56 22,56 18,57 18,57 20,14 18,03 21,49 19,57
Asam Palmitodeat
4 0,24 0,19 0,20 0,19 0,21 0,19 0,15 0,19 0,17 0,18 0,19 0,20
(C16:1)
Asam Heptadekanoat
5 0,24 0,19 0,19 0,22 0,16 0,26 0,14 0,14 0,16 0,13 0,20 0,17
(C17:0)

6 Asam stearat (C18:0) 31,13 25,31 29,30 27,73 30,09 27,45 25,81 26,77 26,00 24,51 30,76 28,46
Asam oleat
7 26,94 24,21 25,27 25,09 25,52 25,67 25,11 22,93 23,27 22,31 26,05 24,91
(C18:1n9c)
Asam linolenat
8 2,11 1,50 2,04 1,70 2,33 2,02 2,43 2,12 1,68 1,95 1,92 2,16
(C18:2n6c)
Asam arakhidat
9 1,08 1,14 0,97 0,97 0,99 0,92 0,70 0,88 0,96 0,80 1,07 0,82
(C20:0)
Asam Cis-11-
10 0,03 0,04 0,03 0,03 0,04 0,04 0,05 0,03 0,03 0,03 0,03 0,04
Eikosanoat (C20:1)
Asam
11 0,16 0,15 0,15 0,15 0,15 0,16 0,14 0,14 0,14 0,14 0,15 0,14
linolenat(C18:3n3)
Asam Cis-11,14-
12 Eikosedien-oat 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,05 0,04 0,03 0,04 0,04 0,04
(C20:1)
Asam Behenat
13 0,17 0,21 0,17 0,17 0,18 0,16 0,14 0,16 0,17 0,15 0,18 0,14
(C22:0)
Asam Trikosanoat
14 0,02 0,02 0,01 0,01 0,02 Nd Nd Nd 0,01 Nd 0,02 Nd
(C23:0)
Asam Lignoserat
15 0,10 0,16 0,10 0,10 0,10 0,10 0,06 0,09 0,10 0,14 0,11 0,08
(C24:0)
Total 85,35 75,81 79,35 78,75 80,51 79,65 73,47 72,17 72,96 68,51 82,31 76,85

18 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Karakteristik Komposisi Asam Lemak ... (Eky)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Asam lemak jenuh lainnya adalah


asam lemak yang dominan pada biji kakao asam miristat, asam pentadekanoat, asam
adalah asam stearat, asam oleat dan asam heptadekanoat, asam arakhidic, asam
palmitat.Lemak kakao merupakan lemak behenat, asam trikosanoat, dan asam
yang relatif sederhana, dimana komponen lignoserat. Kadar asam arakhidat paling
utama asam lemaknya (95%) hanya tersusun tinggi diperoleh dari Kabupaten Pinrang
dari asam palmitat, stearat dan oleat dan paling rendah diperoleh dari Kabupaten
Berbagai studi sebelumnya yang dilakukan Tana Toraja, Sementara itu, asam miristat,
terhadap biji kakao dari berbagai negara asam pentadekanoat, asam heptadecanoat,
penghasil kakao seperti Ekuador, Brazilia, asam behenat, asam trikosanoat, dan asam
Ghana, Pantai Gading, Malaysia dan Jawa, lignoserat kadarnya rendah dibawah 0,2%
menunjukkan bahwa komponen asam lemak Asam lemak tidak jenuh pada biji
terbesar pada biji kakao adalah asam stearat kakao terdiri dari asam oleat, asam linoleat,
(±36%), disusul oleh asan oleat (±34%) dan palmitodeic, eicosenoic, linolenat dan
asam palmitat (±26%) (Kanematsu, et al., eicosedienoat.Asam oleat merupakan asam
1987 pada Lipp dan Anklam, 1997; Lipp, et lemak tidak jenuh yang paling dominan.
al., 2001; Elkhori et al. 2007). Kadar asam oleat paling tinggi diperoleh
Berdasarkan data pada Tabel 1, dari Kabupaten Sinjai dan paling rendah dari
kandungan asam lemak paling tinggi berasal Kabupaten Soppeng. Sementara itu, kadar
dari Kab. Sinjai (85,35%) dan paling rendah asam linoleat paling tinggi diperoleh dari
dari Kab.Soppeng (68,51%).Hasil ini selaras Kabupaten Tana Toraja dan paling rendah
dengan studi yang dilakukan oleh Langkong, dari Kabupaten Pinrang. Hal ini sesuai
dimana dengan sampel yang terkontrol, dengan hasil penelitian Bilang et al. (2013)
didapatkan bahwa biji kakao dari Kab.Sinjai yang menunjukkan bahwa kadar asam lemak
memiliki kandungan asam lemak tertinggi. tidak jenuh biji kakao di Luwu, Soppeng, dan
Kandungan asam stearat pada biji Bulukumba berkisar 38,21-49,12% dengan
kakao dari Kab.Sinjai adalah yang tertinggi mayoritas asam oleat dan asam linoleat.
(31,13%) jika dibandingkan dengan Studi menunjukkan bahwa profil asam
kandungan asam stearat pada biji kakao lemak dan komposisi triasilgliserol dari
dari daerah lainnya.Hal yang serupa juga lemak kakao dan sifat-sifatnya dasarnya,
berlaku untuk kandungan asam palmitat seperti titik leleh, kepadatan dan konsistensi,
(23%) maupun kandungan asam oleat tergantung pada daerah geografis budidaya
(26.94%). Pada semua daerah yang diambil dan kondisi iklim yang berbeda, terutama
sampelnya, diperoleh hasil bahwa asam suhu (Gunstone dan Harwood, 2007).
stearat merupakan asam lemak yang Kromatogram dari komposisi asam
terbesardengan kadar antara 24,51% – lemak pada biji kakao dari 12 daerah
31,13%, kemudian disusul oleh asam oleat di Sulawesi Selatan ditampilkan pada
dengan kadar antara 22,31% – 26,94% dan Gambar 2.Analisa dengan kromatografi gas
asam palmitat dengan kadar 18,03 – 23%. menunjukkan adanya 3 (tiga) puncak serapan
Asam lemak jenuh yang dominan pada tajam yang spesifik, yang mengindikasikan
biji kakao adalah asam palmitat dan asam adanya 3 (tiga)komponen utama asam
stearat.Asam palmitat paling tinggi diperoleh lemak yang dominan, yaitu asam stearat,
dari Kabupaten Sinjai dan paling rendah dari asam oleat dan asam palmitat. Sedangkan
Kabupaten Soppeng.Kadar asam stearat 2 (dua) puncak yang spesifik selanjutnya
paling tinggi diperoleh dari Kabupaten Sinjai adalah puncak dari asam dan arakhidat.
dan paling rendah dari Kabupaten Soppeng. Secara kuantitatif, kandungan
Hasil ini berbeda dari penelitian Bilang et al. asam linolenat dari pada biji kakao dari 12
(2013) yang menemukan bahwa kadar asam daerah di Sulawesi Selatan berkisar antara
stearat biji kakao dari Kabupaten Soppeng 1,5% – 2,43%, sebagaimana disebutkan
(37,25%) justru lebih tinggi daripada oleh Lipp (2001) bahwa kandungan asam
Kabupaten Bulukumba dan Luwu Utara. linoleat pada biji kakao dari kawasan Asia

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 19


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 15-22

adalah sekitar 2,5%. Ribeiro, et al (2012) meskipun perbedaan tersebut sangatlah


yang mempelajari karakteristik lemak tipis, tetapi dapat menjadi ciri khas asal
kakao dari Brazilia dengan menggunakan usul biji kakao, karena kecenderungan biji
kromatografi gas menyatakan bahwa lemak kakao dari Amerika Latin yang mengandung
kakao dari Brazilia memiliki keunggulan asam lemak linoleat sekitar 3%, sedangkan
pada kandungan asam lemak linoleat yaitu biji kakao dari kawasan Asia sekitar 2,5%.
3,2%. Ribeiro juga menyarankan bahwa

Bantaeng
Sinjai Enrekang
Soppeng

Bone
Palopo Tana Toraja Luwu Utara

Bulukumba
Pinrang Luwu Timur
Luwu

Gambar 2. Kromatogram asam lemak biji kakao dari 12 daerah di Sulawesi Selatan

Kadar lemak maupun kadar asam yang lebih baik bagi pencegahan penyakit
lemak pada biji kakao dari 12 daerah di kardiovaskular (Fernandez-Murga et al.,
Sulawesi Selatan yang diambil sebagai 2011).
sampel, lebih rendah jika dibandingkan Perbedaan komposisi kimia dari
dengan hasil yang diperoleh pada studi lemak kakao menyebabkan perbedaan-
lainnya. Hal ini disebabkan karena buah perbedaan dalam kinetika kristalisasi.Rasio
kakao dipanen dalam kondisi yang belum jenuh asam lemak tak jenuh dan tak jenuh
masak sempurna (buah terlalu muda) serta tunggal untuk trigliserida tak jenuh ganda,
fermentasi yang tidak seragam, sehingga memiliki pengaruh yang paling penting pada
berakibat pada rendahnya kandungan lemak semua parameter kristalisasi kecuali pada
dan asam lemak penyusunnya. konstantaK (Foubert, 2004).
Kadar lemak yang tinggi tidak
berbanding lurus dengan kadar komponen SIMPULAN
asam lemaknya. Kadar lemak yang tinggi
Dari hasil penelitian yang telah
berpengaruh terhadap jumlah lemak yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa
dihasilkan pada proses pengempaan lemak
komponen asam lemak yang dominan
(yield), sedangkan kadar komponen asam
pada biji kakao dari 12 daerah di Sulawesi
lemak akan berpengaruh pada manfaat
Selatan secara berturut-turut adalah asam
kesehatan dari lemak kakao, dimana lemak
stearat, asam oleat dan asam palmitat, yang
kakao dengan kandungan asam stearat
ditunjukkan dengan 3 (tiga) puncak serapan
lebih tingggi dapat memberikan manfaat
yang khas pada kromatogramnya. Kadar

20 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Karakteristik Komposisi Asam Lemak ... (Eky)

asam lemak tertinggi dimiliki oleh biji kakao Extraction and determination of fat from
dari Kabupaten Pinrang. Kadar lemak yang cocoa powder and cocoa nibs. Journal of
tinggi tidak berbanding lurus dengan kadar Food Engineering 79 (2007) 1110–1114.
komponen asam lemaknya, dimana pada 10. Fernández-Murga, L., Tarín, J. J., García-
penelitian ini, kadar asam lemak tertinggi Perez, M. A., & Cano, A. (2011). The
dimiliki oleh biji kakao dari Kabupaten Sinjai impact of chocolate on cardiovascular
dan kadar asam lemak terendah dimiliki oleh health. Maturitas, 69(4), 312-321.
biji kakao dari Kabupaten Soppeng 11. Foubert, I., Vanrolleghem, P. A., Thas,
O., & Dewettinck, K. (2004). Influence of
DAFTAR PUSTAKA chemical composition on the isothermal
cocoa butter crystallization. Journal of
1. Afoakwa, E.O., (2010). Chocolate
food science, 69(9), E478-E487.
Science and Technology (1st ed). Wiley-
12. Guehi, S.T, et al., (2008). Impact on
Blackwell, WestSussex, UK.
cocoa processing technologies in free
2. Afoakwa, E.O., Quao, J., Takrama, J.,
fatty acids formation in stored raw cocoa
Budu, A. S., and Saalia, F. K, (2013).
beans. African J. of Agric. Res. Vol. 3(3)
Chemical Composition and Physical
pp.174-179
Quality Characteristics of Ghanian
13. Gunstone, F. D., Harwood, J. L., &
Cocoa Beans as Affected by Pulp Pre-
Dijkstra, A. J. (2007). The lipid handbook
conditioning and Fermentation, J.
with CD-ROM. CRC press.
Food Sci. Technol. 50 (6): 1097-1105.
14. Kanematsu, H., Maruyama, T., Niiya, I.,
doi:10.1007/s13197-011-0446-5
Imamura, M., & Matsumoto, T. (1978).
3. AOAC, (2005). AOAC Official Method
Studies on the hard butter. I. On the
969.33: Fatty Acids in Oils and Fats.
components of cocoa butter. Journal of
AOAC International
the Japanese Oil Chemists’ Society, 27,
4. Bilang, M., Langkong, J., Bastian,
385-389.
F. dan Suprapti. (2013). Profil Asam
15. Katz, D. L., Doughty, K., & Ali, A.
Lemak Biji Kakao dari Tanaman Kakao
(2011). Cocoa and chocolate in human
yang Diremajakan Berasal dari Tiga
health and disease. Antioxidants &
Kabupaten di Sulawesi Selatan. Dalam
Redox Signaling, 15(10), 2779–811.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi
doi:10.1089/ars.2010.3697
Industri kakao dan Hasil Perkebunan
16. Langkong, J., Ishak, E., Bilang, M., dan
Lainnya. Makassar.
Muhidong, J.(2011). Pemetaan Lemak
5. BSN. (2009). SNI 3748:2009 Syarat
Dari Biji Kakao (Theobroma Cocoa L) di
Mutu Biji Kakao. BSN. Jakarta
Sulawesi Selatan.
6. Bertazzo, A., Comai, S., Mangiarini, F.
17. Lipp, E. M., & Anklam, E. (1998). Review
dan Chen, Su. (2013). Composition of
of cocoa butter and alternative fats for
Cacao Beans. Di dalam: R.R. Watson
use in chocolate—part A. Compositional
et al. (eds.), Chocolate in Health and
data. Food Chemistry, 62(1), 73-97.
Nutrition, Nutrition and Health 7. Humana
18. Lipp, M., Simoneau, C., Ulberth, F.,
Press. New York
Anklam, E., Crews, C., Brereton, P., ...
7. De Clercq, N. (2011). Changing the
& Wiedmaier, C. (2001). Composition of
functionality of cocoa butter. PhD Thesis,
genuine cocoa butter and cocoa butter
Ghent University, Belgium, 220 p.
equivalents. Journal of food composition
8. De Clercq, N., et al., (2012). Influence
and analysis, 14(4), 399-408.
of cocoa butter refining on the quality of
19. Timms, R.E., Stewart, I.M., (1999).
milk chocolate. J. of Food Engineering.
Cocoa butter, a unique vegetable fat.
doi:10.1016/j.jfoodeng.2012.01.033
Lipid Technology Newsletter 5, 101-107
9. Elkhori, S., Jocelyn Pare´ J.R.,.
in De Clercq, N. (2011). Changing the
Be´langer, M.R. J., dan Pe´rez, E. 2007.
functionality of cocoa butter. PhD Thesis,
Microwave-assisted process (MAPTM1):
Ghent University, Belgium, 220 p.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 21


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 15-22

20. Timms, R. E. (2003). Confectionery fats Expression of cocoa butter from cocoa
handbook: properties, production and nibs. Separation and Purification
application. The oily press. Technology 55(2), 256-264
21. Venter, M.J., Schouten, N., Hink, R.,
Kuipers, N., de Haan, A.B., (2007).

22 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Karakteristik Mutu dan Citarasa ... (Siiti Ramlah)

KARAKTERISTIK MUTU DAN CITARASA COKELAT KAYA POLIFENOL


Characteristics of Quality and Flavor of Polyphenol-Rich Chocolate

Sitti Ramlah
Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Jl. Prof.Dr.Abdurrahman Basalamah No.28 Makassar 90231
Pos-el. st.ramlah.bbihp@gmail.com
(Artikel diterima 16 Maret 2016; direvisi 26 April 2016; disetujui 27 Juni 2016)

Abstract. Research of Flavor and Quality Characteristics of Rich Polyphenol Chocolate has been done.
This research aims to understand the flavor and quality characteristics of polyphenol–rich chocolate,
therefore can be used for functional food. Research method referred to Ramlah (2014), whereas cocoa
beans roasting temperature was set on 40oC and 120oC and re-formulated without soy milk addition.
Testing parameters are moisture content, protein as SNI 2323-2008 procedure, fat content as SNI 3749-
2009 procedure, flavor test and polyphenol content using spectrophotometer analyzed in Indonesia
Coffee and Cocoa Research Institute, Jember. Results of this study concluded that chocolate made
from fermented cocoa beans roasted at 40oC has the quality characteristics of the water content of
2.03%; protein content of 11.15%; fat content of 48.67% and polyphenol content of 5.36%. Chocolate
prepared from fermented cocoa beans roasted at 120oC has the quality characteristics of water content
of 1.43%; protein content of 8.84%; fat content of 53.39% and polyphenol content of 4.83%. In terms
of flavor, overall panelists’ acceptance to chocolate F1 is to have good flavor and aroma and tend to be
acidic, whereas chocolate F2 has very good flavor and aroma.
Kata Kunci characteristics of quality, flavor, roasting, chocolate, Polyphenol.

Abstrak. Penelitian Karakteristik Mutu Dan Citarasa Cokelat Kaya Polifenol telah dilakukan. Penelitian
ini bertujuan bertujuan untuk mengetahui sejauhmana karakteristik mutu dan citarasa cokelat yang
mengandung polifenol yang tinggi, sehingga diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai makanan kesehatan.
Metode penelitian mengacu pada penelitian Ramlah (2014) dengan suhu penyangraian biji kakao 40 0C dan
120 0C , yang diformulasikan ulang tanpa penambahan susu kedelei. Parameter uji yang digunakankadar
air,protein mengacu pada SNI 2323-2008, kadar lemak mengacu pada SNI 3749-2009, Uji Citarasa
dan uji kadar polifenol dengan Spektrofotometer diuji pada lab.Puslitkoka Jember. Dari hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa cokelat yang diolah dari biji kakao fermentasi yang disangrai dengan suhu 40
o
C mempunyai karakteristik mutu; kadar air air 2,03 %, kadar protein 11,15 %, kadar lemak 48,67 % serta
mengandung polifenol 5,36 % Cokelat yang diolah dari biji kakao fermentasi yang disangrai dengan suhu
120 oC mempu nyai karakteristik mutu ; kadar air 1,43 %, kadar protein 8,84 %, kadar lemak 53,39 % serta
mengandung polifenol 4, 83 %.Dari segi citarasa secara keseluruhan diperoleh bahwa penerimaan panelis
secara umum terhadap cokelat F1 adalah mempunyai citarasa aroma dan flavor yang bagus (good) dan
cenderung asam,, sedangkan F2 mempunyai citarasa aroma dan flavor yang sangat bagus (very good).
Kata Kunci : Karakteristik Mutu, Citarasa, Penyangraian, Cokelat, Polifenol.

PENDAHULUAN membantu mengurangi dampak samping


Biji kakao mengandung lemak (cocoa reaksi peradangan, dan antiproliferasi
butter) antara 50 – 70%, yang terdiri dari khususnya terhadap sel kanker yang
34% asam stearat (18:0); 34% asam oleat menunjukkan kemampuan polifenol dalam
(18:1); 25% asam palmitat (16:0); dan 2% menekan proliferasi (perbanyakan) sel
asam linoleat (18:3) (Ross, 2001). kanker (Anonim, 2012).
Kakao merupakan sumber polifenol Komposisi polifenol dalam biji kakao
yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. kering ± 15%, yang didominasi oleh
Beberapa manfaat polifenol yang telah diteliti epikatekin dan katekin. Dengan komposisi
adalah berfungsi sebagai antioksidan dalam tersebut, yaitu adanya lemak kakao dan
menangkal radikal bebas, anti inflamasi yaitu polifenol membuat cocoa dan cokelat
sebagai makanan fungsional (Ross , 2001)

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 23


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 23-32

Cocoa dan cokelat bukan hanya precursor tersebut akan mengembang pada
terdiri dari lemak tetapi juga mengandung saat penyangraian. Selama penyangraian
karbohidrat dan protein, serta mineral – terjadi reaksi-reaksi kimia pembentuk aroma
mineral seperti: zat besi, fosfor, kalium, krom, khas cokelat dari calon pembentuknya
magnesium, mangan, dan lain – lain. Cokelat melalui reaksi Maillard.
juga menandung teobromin dan kafein, Kompleksitas citarasa cokelat terdiri
merupakan senyawa – senyawa yang bekerja dari ratusan komponen yang sangat spesifik
di pusat saraf yang dalam jumlah tertentu dan tidak bisa digantikan oleh sumber lain.
dapat mengangkat mood (Afriansyah, 2006). Rasa khas coklet tidak lain adalah suatu
Pasta cokelat mengandung alkaloid yaitu kombinasi yang seimbang dari rasa dasar
teobromin 1-2% dan kafein <1%.Teobromin pahit, asam, dan manis yang tersusun dari
merupakan diuretic ringan, stimulant jantung, komponen-komponen unik dalam cokelat
dan dapat digunakan untuk mengobati (Misnawi dan Jinap, 2008.).
tekanan darah (Star, 2006). Untuk mendapatkan cokelat yang
Cokelat merupakan salah satu mempunyai rasa khas cokelat yang tinggi
produk olahan kakao yang banyak digemari serta warna dan aroma yang bagus maka
masyarakat karena mempunyai citarasa bahan baku yang digunakan pada pembuatan
yang khas. Namun cokelat yang beredar cokelat adalah biji kakao fermentasi . Namun
dipasaran umumnya mengandung kalori dari segi kandungan fungsionalnya untuk
yang tinggi, karena selain biji kakao yang kesehatan seperti polyfenol akan berkurang
digunakan sebagai bahan baku pada proses selama proses fermentasi. Untuk itu perlu
pembuatan cokelat juga ditambahkan gula , dilakukan penelitian yang menghasilkan
susu dan bahan tambahan lainnya, sehingga produk cokelat kaya polifenol dan dengan
untuk masyarakat yang mempunyai masalah rasa, aroma yang disukai konsumen.
/kelebihan berat badan dan penyakit tertentu Hasil penelitian Suprapti et al (2011)
tak dapat menghindari untuk mengkonsumsi menunjukkan bahwa penyangraian sangat
produk cokelat ini. berpengaruh terhadap kandungan polifenol
Cokelat merupakan salah satu produk pasta kakao non fermentasi. Semakin tinggi
kakao yang paling istimewa dibanding suhu penyangraian semakin rendah kadar
produk-produk lainnya.Cokelat memiliki polifenol pasta kakao yang dihasilkan.
tiga sifat utama yang membedakannya dari Pembuatan makanan kesehatan dari
produk-produk lai, yaitu kekhasan citarasa, biji kakao non fermentasi menghasilkan
tekstur, dan warnanya. Padatan cokelat pasta kakao dengan kandungan polifenol
berperan sebagai pemberi citarasa dan yang tinggi yaitu antara 7,29 – 11,87%,
warna, sedangkan lemak dalam cokelat namun dari citarasa sangat tidak disukai
berperan dalam mengendalikan tekstur oleh konsumen (Suprapti et al.,2011).
produk.Kompleksitas citarasa cokelat terdiri Hasil penelitian Ramlah (2014),
dai ratusan komponen yang yang sangat menunjukkan bahwa suhu penyangraian
spesifik dan tidak bisa digantikan oleh pada biji kakao fermentasi mempengaruhi
sumber lain. Rasa khas cokelat tidak lain polifenol dan citarasa cokelat yang dihasilkan.
adalah suatu kombinasi yang seimbang dari Kadar polifenol cokelat dari biji kakao yang
rasa dasar pahit, asam, dan manis yang disangrai dengan 120 oC mengandung
tersusun dari komponen-komponen unik polifenol sebesar 3,76 % sedangkan cokelat
dalam cokelat.(Misnawi dan Jinap, 2008 ). dari biji kakao yang disangrai dengan suhu
Citarasa adalah merupakan salah 40 oC sebesar 4,95 %.
satu faktor penting pada produk cokelat. Pada penelitian Ramlah (2014),
Citarasa cokelat sangat ditentukan oleh pembuatan cokelat menggunakan bahan
faktor fermentasi dan pengeringan biji kakao. subtitusi susu kedelei, sedangkan untuk
Selama fermentasi akan terbentuk senyawa penelitian ini tidak menggunakan susu
precursor citarasa, memperbaiki warna, kedelei sebagai bahan baku pembuatan
mengurangi rasa sepat dan pahit. Senyawa cokelat.

24 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Karakteristik Mutu dan Citarasa ... (Siiti Ramlah)

Cokelat dengan kandungan kakao (biji Metode Penelitian


cokelat) lebih dari 70% (dark chocolate) juga Penelitian inidilakukan mengacu
memiliki manfaat untuk kesehatan, karena pada penelitian Ramlah (2014), yang
cokelat ini kaya akan kandungan antioksidan diformulasikan ulang menjadi 2 formula.
yaitu fenol dan flavonoid. Dengan adanya Pada penelitian Ramlah (2014) formula yang
antioksidan, akan mampu untuk menangkal digunakan menggunakan susu kedelei.,
radikal bebas dalam tubuh. Besarnya sedangkan pada penelitian ini cokelat yang
kandungan antioksidan ini bahkan 3 kali dibuat adalah dark cokelat dari biji fermentasi
lebih banyak dari teh hijau, minuman yang tanpa campuran kedelei. Produk cokelat
selama ini sering dianggap sebagai sumber yang diperoleh diuji sesuai parameter uji
antioksidan (Khomsan, 2003). yang digunakan.
Dengan adanya antioksidan, membuat Prosedur penelitian dapat dilihat pada
cokelat menjadi salah satu minuman Gambar 1.
atau makanan kesehatan.Fenol sebagai Adapun formula cokelat yang
antioksidan mampu mengurangi kolesterol digunakan pada penelitian mengacu pada
pada darah sehingga dapat mengurangi penelitian Ramlah (2014) dimodifikasi tanpa
resiko terkena serangan jantung, juga penambahan susu kedelei . Rincian lengkap
berguna untuk mencegah timbulnya kanker dari setiap formula yang digunakan pada
dalam tubuh, mencegah terjadinya stroke penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
dan darah tinggi.Selain itu kandungan lemak
pada cokelat memiliki kualitas tinggi, terbukti Tabel 1. Komposisi Formula cokelat
bebas kolesterol dan tidak menyumbat kaya polifenol
pembuluh darah (Khomsan, 2003).
No. BAHAN BAKU F1 F2
Pada penelitian ini pembuatan cokelat
menggunakan bahan baku biji kakao 1. Nib Kakao F1 (40 oC) 84,5 % -
fermentasi, tanpa penambahan susu kedelei 2. Nib Kakao F2 (120 oC) - 84,5 %
atau susu hewan lainnya. 3. Gula Rendah Kalori 10 % 10 %
Penelitian ini bertujuan untuk 4. Lemak Kakao 5% 5%
mengetahui sejauhmana karakteristik mutu 6. Lesitin 0,35 0,35 %
dan citarasa cokelat yang mengandung 7. Vanili 0,1 0,1 %
polifenol yang tinggi, sehingga diharapkan 8. Garam 0,05 % 0,05 %
dapat dimanfaatkan sebagai makanan
kesehatan. Parameter Uji dan Metode Analisis
Pengujian kadar air, karbohidrat
METODOLOGI mengacu pada SNI 2323-2008, kadar
lemak mengacu pada SNI 3749-2009, Uji
Bahan dan Alat Penelitian
Citarasa dan uji kadar polifenol dengan
Bahan baku : biji kakao fermentasi
Spektrofotometer diuji pada lab.Puslitkoka
(Theobroma cacao L), lemak kakao, gula
Jember.
rendah kalori, lesithin, vanili.
Bahan kimia : petroleum eter,
aquabides, hexan, HCl 6N, NaOH 6N, Pb
Asetat 40%, Asam oksalat 15%
Alat penelitian yang digunakan adalah
alat roasting, alat winnowing, alat conching
universal, alat tempering, cetakan.
Sedangkan alat untuk analisis cokelat:
HPLC, spektrofotometri, AAS,soxhlet, oven
listrik dan eksikator.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 25


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 23-32

F2 (120 oC) . Menurut Winarno (1992),


semakin tinggi suhu yang diberikan kepada
suatu bahan, maka molekul-molekul air yang
ada di dalam bahan tersebut akan semakin
bergerak cepat dan melepaskan diri dari
permukaan bahan dan menjadi gas.

Kadar Protein
Dari Tabel 2 juga dapat dilihat, bahwa
cokelat F1 mengandung kadar protein yang
lebih tinggi (11,15 %) dibanding dengan kadar
protein dari cokelat F2 (8,84 %). Tingginya
kandungan protein pada cokelat F1 diduga
disebabkan penggunaan nib kakao suhu
penyangraian 40 oC ( suhu rendah) . Pada
saat proses penyangraian terjadi reaksi
gula dengan asam amino (Beckett, 2000),
dan selama penyangraian terjadi penurunan
asam amino. (Brito et al, 2004). Menurut
Suprapti (2013), semakin rendah suhu dan
makin cepat waktu penyangraian , maka
kadar asam amino semakin tinggi. Asam
amino dalam pasta kakao berkisar 10,234 %
- 11,978 % .
Pada dasarnya protein dibentuk oleh
satuan-satuan asam amino yang membentuk
“polimer” sehingga merupakan senyawa
HASIL DAN PEMBAHASAN
yang panjang.Kadar protein di dalam suatu
produk pangan menentukan mutu produk itu
sendiri.Protein dapat mengalami kerusakan
oleh pengaruh panas, reaksi kimia dan asam
atau basa, goncangan dan sebab lainnya
(Winarno, 1980).
Biji kakao kaya akan protein antara
10 -15 %. Pada saat fermentasi protein
akan berkurang , demikian juga pada saat
Kadar Air pemeraman buah (Afoakwa et al, 2011).
Kadar air merupakan faktor yang Protein biji kakao mempunyai 4 tipe yaitu;
sangat penting terhadap mutu suatu produk. albumin, globulin, prolanin, dan glutein.
Kandungan air sangat berpengaruh terhadap Albumin dan globulin merupakan bagian
konsistensi bahan pangan. Pada umumnya terbesar dan diketahui 52% dari 43 % dari
keawetan bahan pangan mempunyai total protein. Biji kakao juga kaya akan
hubungan erat dengan kadar air yang peptide dan asam amino, ini merupakan
dikandungnya (Winarno, 1980). precursor aroma cokelat (Jalil et al, 2008).
Hasil pengujian kadar air cokelat Fermentasi pada pengolahan biji kakao
berkisar 1,43 % hingga 2,03 % menghendaki terjadinya perubahan kimiawi
(Tabel 2). Kadar air cokelat F1 cenderung dalam biji.Perubahan kimiawi tersebut
lebih tinggi dari cokelat F2. Hal ini diduga dikehendaki selain agar dapat terbentuk
disebabkan cokelat F1 menggunakan bahan komponen precursor aroma dan memperbaiki
baku nib kakao dengan suhu penyangraian citarasa juga untuk menghasilkan warna
yang lebih rendah (40 oC) di banding cokelat yang menarik.Senyawa pembentuk citarasa

26 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Karakteristik Mutu dan Citarasa ... (Siiti Ramlah)

pada cokelat adalah polifenol, theobromin, Sedangkan pada pembuatan pasta cokelat
dan asam-asam organik. Sedangkan pada suhu yang tinggi dapat menurunkan
komponen precursor aroma diantaranya kadar polifenol sebesar 10 %. Selanjutnya
asam amino dan gula reduksi, terbentuk dari Thomas et al (2007),menyatakan bahwa
hasil hidrolisis protein dan sukrosa biji kakao penyangraian biji dengan suhu yang tinggi
(Jinap et al, 2010). dan waktu yang lama akan mengurangi
polifenol karena terjadi degradasi yaitu
Kadar Lemak oksidasi enzimatis maupun non enzimatis.
Hasil uji terhadap kadar lemak Cokelat
yang dihasilkan berkisar 48,67 % hingga53,39 Uji Citarasa
% (Tabel 2). Dari Tabel 2, menunjukkan
Aroma dan Flavor
bahwa kadar lemak Cokelat F2 lebih tinggi
Hasil uji citarasa cokelat terhadap
dari cokelat F1 . Hal ini disebabkan kadar
aroma dan flavor diperoleh bahwa Cokelat
Lemak Nib kakao pada cokelat F2 yang
F2 mempunyai Chocolate aroma (7,30)
digunakan adalah Nib kakao dengan suhu
dan Intensity of aroma (7,10)yang berarti “
penyangraian 1200C . Suhu penyangraian
strong”, sedangkan Cokelat F1 mempunyai
yang lebih tinggi akan menguapkan kadar air
nilai 6,90 dan Intensity of aroma 6,60
yang terkandung dalam biji kakao sehingga
yang berarti “Moderately Strong” bahkan
akan menyebabkan konsentrasi kandungan
mendekati “Strong\’ . Tingginya aroma
lemak cenderung lebih tinggi.
cokelat pada cokelat F2 disebabkan suhu
Kisaran kadar lemak kakao Indonesia
penyangraian yang digunakan terhadap
adalah antara 49 – 52 % (Mulato et al,
biji kakao yang digunakan yaitu suhu 120
2005). Lemak kakao merupakan campuran o
C, dibanding cokelat F1 yang disangrai
trigliserida , yaitu senyawa gliserol dan tiga
dengan suhu 40 oC. Menurut Klahors,( 2005)
asam lemak. Komposisi asam lemak kakao
saat penyangraian dengan suhu tinggi
sangat berpengaruh pada titik leleh dan
akan terjadi reaksi oksidasi flavonoid yang
tingkat kekerasan lemak kakao.Titik leleh
akan membantu pembentukan flavor , dan
lemak kakao yang baik untuk makanan
menyebabkan rasa khas cokelat yang akan
cokelat adalah mendekati suhu badan
semakin tajam.
manusia dengan tingkat kekerasan minimum
Penyangraian biji kakao dengan suhu
pada suhu kamar (Minifie, 1999).
tinggi (120 oC) akan menyebabkan terjadi
penguapan asam-asam dibanding dengan
Kadar Polifenol
menggunakan suhu rendah (40 oC) sehingga
Hasil pengujian polifenol pada Tabel
didapatkan intensitas aroma dan flavor
2 diperoleh bahwa kadar polifenol tertinggi
cokelat yang lebih tinggi.
diperoleh dari cokelat F1 , menyusul
Penyangraian bertujuan untuk
cokelat F2. Tingginya kandungan polifenol
membentuk aroma dan citarasakhas cokelat
cokelat F1 diduga disebabkan cokelat F1
dari biji kakao dengan perlakuan panas
menggunakan nib kakao suhu penyangraian
(Mulato et al, 2005). Biji kakao yang telah
40 0C . Sedangkan untuk cokelat F2 , kadar
difermentasi dan dikeringkan dengan baik
polifenolnya lebih kecil dari cokelat F1 ,
mengandung cukup banyak senyawa calon
karena formula Cokelat F2 menggunakan
pembentuk citarasa dan aroma khas cokelat
nib kakao dengan suhu penyangraian 120
antara lain asam amino dan gula reduksi.
0
C.
Jika dipanaskan pada suhu dan waktu yang
Menurut Suprapti (2011), semakin
cukup, keduanya akan bereaksi membentuk
rendah suhu penyangraian dan makin cepat
senyawa Maillard (reaksi pembentukan rasa
waktu penyangraian maka kandungan
dan aroma).
polifenol semakin tinggi. Bernaert (2007),
Kualitas citarasa cokelat sangat
menyatakan bahwa penyangraian dapat
ditentukan oleh kondisi penyangraian,
menurunkan kadar polifenol sampai 20%.
khususnya waktu dan suhu sangria.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 27


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 23-32

Senyawa pembentuk aroma khas cokelat selama penyangraian (Misnawi dan Jinap,
seperti pirazin, karbonil dan ester meningkat 2008).

Tabel 3. Hasil Analisis ( Skor Citarasa) Citarasa Cokelat (Panelis terlatih)


No. Karakteristik F1 F2

1. Chocolate aroma 6,90 7,30


2.. Intensity of aroma 6,60 7,10
3. Chocolate Flavour 6,30 6,75
4, Intensity of flavor 6,00 7,00
5. Acidity 5,70 6,15
6. Bitterness 5,75 6,00
7. Astringency 5,40 4,80
8. Preference 6,00 6,55
9. Texture (Kehalusan) 7,80 7,70
10. Caramelly 5,95 6,25
11. Creamy 6,35 6,70
12. Sweetness 6,20 6,95
Comments Too acid, Good Very Good Aroma
Aroma dan Flavor dan Flavor
Keterangan: Notation for taste and Intensity; 0 = Nil ; 1-2 = Weak ; 3-4 =Moderately weak; 5-6
=Moderately Strong; 7-8 = Strong; 9-10 = Very Strong.
Notation for Preference and Quality ; 0 = Inconsumable ; 1-2 = Very bad ; 3-4 = Bad; 5-6 =
Neytral ; 7-8 = Good, 9-10 = Exell

Komponen-komponen aroma cokelat dalam konsentrasi tinggi , yakni dalam hasil


terbentuk selama penyangraian biji kakao sangrai biji kakao fermentasi .
dari calon-calon pembentuk citarasa seperti Senyawa yang dianggap besar
asam amino, peptide, gula pereduksi konstribusinya terhadap aroma dan flavor
dan kuinon. Senyawa-senyawa tersebut dalam kakao adalah pirazin, karena
terbentuk selama proses penyiapan biji, sifatnya non volatile (Jinap et al, 1994) dan
khususnya selama proses fermentasi dan menurut Reineccius et al (1972), bahwa
pengeringan. Selama proses penyangraian senyawa pirazin dengan rumus kimianya
senyawa calon pembentuk citarasa bereaksi 2,5-dimetil-2,3,5-trumetil-danand 2, 3, 5,
satu sama lain melalui reaksi Maillard 6-tetrametilpirazin adalah senyawa yang
menhasilkan komponen-komponen yang memberikan kekhasan cokelat.
mudah menguap dan beraroma khas cokelat.
Komponen-komponen tersebut termasuk Citarasa Caramelly
dalam golongan alcohol, eter, furan, tiazol, Hasil uji citarasa cokelat terhadap
piron, asam, ester, aldehida, imin, amin, citarasa caramelly cokelat diperoleh cokelat
oksazol, pirazin, dan pirol.Hasil penelitian F1 dengan nilai 5,95 dan cokelat 6,25 yang
Misnawi dan Jinap (2008), sebanyak 10 – berarti sama-sam dalam kategori Moderately
95 macam pirazin ditemukan dalam aroma Strong (agak kuat).Namun dari segi nilai hasil
cokelat.Konsentrasi pirazin-pirazin sangat uji dapat dilihat bahwa cokelat F2 mempunyai
ditentukan oleh waktu dan suhu udara dalam nilai citarasa caramelly lebih tinggi dibanding
penyangraian biji kakao. Meski demikian dengan cokelat F2. Hal ini diduga disebabkan
hasil penelitian Jinap et al . 1998 dan Misnawi oleh pengaruh suhu penyangraian terhadap
et al. 2004, menunjukkan bahwa hanya 2,5 bahan baku biji kakao yang digunakan.
– dimetil-, 2,3-dimetil, 2,3,5-trimetil-, dan Timbulnya rasa caramel pada produk
2,3,5,6-tetrametilpirazine yang dijumpai cokelat disebabkan karena selama proses

28 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Karakteristik Mutu dan Citarasa ... (Siiti Ramlah)

pemanasan terjadi reaksi antara gugus dengan tekstur yang lembut menghasilkan
asam amino, peptide, atau protein dengan citarasa creamy yang lebih tinggi.
gugus hidroksil glikosid atau melanoidin. Hasil pengujian citarasa secara
Reaksi ini dikenal dengan reaksi Maillard. keseluruhan diperoleh bahwa cokelat F1
Menurut Winarno (1992), reaksi Maillard penerimaan panelis secara umum adalah
adalah reaksi antara karbohidrat, khususnya mempunyai citarasa aroma dan flavor
gula pereduksi dengan gugus amina primer. yang bagus (good) dan cenderung asam,,
sedangkan F2 mempunyai citarasa aroma
Sweetness (Citarasa manis) Creamy dan flavor yang sangat bagus (very good) .
(citarasa Cream) Hal ini disebabkan biji kakao yang digunakan
Hasil penilaian terhadap citarasa manis adalah biji kakao fermentasi (full fermented)
(sweetness) cokleta F1 adalah 6,20 dan F2 dan pada cokelat F2 disangrai pada suhu
adalah 6,95 yang berarti Moderately Strong 120 oC.
– strong.Pada penelitian ini persentase
penambahan gula adalah sama pada cokelat Citarasa Asam (Acidity)
F1 dan F2. Namun dari uji citarasa manis Hasil penilaian organoleptic terhadap
mempunyai nilai yang agak berbeda. Nilai cita rasa asam cokelat F1 adalah 5,70
citarasa manis pada cokelat F2 lebih tinggi (Moderately Strong) dan F2 adalah 6,15
disbanding F1 diduga disebabkan nib kakao (Moderately Strong ). Nilai citarasa asam dari
yang digunakan disangrai dengan suhu yang cokelat F1 dan F2 masuk dsalam kategori
berbeda. Tingginya suhu sangrai pada F2 yang sama yaitu Moderately Strong (agak
menyebabkan asam-asam yang ada pada kuat/agak asam). Namun dari segi nilai
biji kakao akan lebih banyak menguap, cokelat F2 mempunyai nilai yang lebih tinggi
sehingga rasa manis akan lebih tajam atau yang berarti bahwa citarasa asam semakin
tinggi pada cokelat F2 dibanding dengan F1 . berkurang.Hal ini diduga disebabkan cokelat
Rasa manis adalah sifat rasa yang F2 diolah dari nib kakao hasil penyangraian
mempengaruhi citarasa keseluruhan cokelat. suhu yang lebih tinggi dibanding F2, dimana
Rasa manis ini terutama diperoleh dari pada proses penyangraian akan terjadi
penambahan padatan gula dalam proses penguapan asam-asam organik yang
formulasinya. Beberapa asam amino bebas terdapat dalam biji kakao.
seperti glisin dan alanine serta beberapa Citarasa asam yang timbul pada produk
peptida juga memberikan rasa manis. cokelat disebabkan karena adanya asam
Namun, bila dibandingkan rasa manis yang yang tidak seluruhnya menguap pada saat
berasal dari padatan gula, konstribusi asam- proses pengolahan cokelat, terutama pada
asam amino tersebut sangat kecil. Arti proses penyangraian dan concing . Senyawa
penting asam-asam amino dan gula dalam asam dalam biji kakao adalah asam-asam
biji kakao sangat besar dalam pembentukan organic yang terbagi dalam kelompok asam
komponen citarasa, terutama selama organic yang mudah menguap terutama
penyngraian.Konsentrasi asam amino dan asam asetat dan asam yang tidak mudah
gula akan menurun secara nyata selama menguap termasuk didalamnya asam laktat,
proses tersebut, yakni sejalan dengan suksinik, malik /malat, oksalat dan tartarat
peningkatan jumlah komponen citarasa (Jinap dan Zeslinda , 1995).
(Misnawi dan Jinap, 2008). Citarasa asam erat kaitannya erat
Hasil penilaian terhadap citarasa kaitannya dengan nilai pH. Citarasa asam
creamy cokelat F1 adalah 6,35 dan F2 adalah (acidity) mempunyai korelasi positif dengan
6,70 yang berarti Moderately Strong – strong komponen citarasa pahit (bitterness), brown
yang berarti citaras creamy agak kuat sampai fruit, citrus, hammy, metallic, smoky, dan
kuat. Citarasa creamy dari cokelat F2 lebih scooty serta tidak mempunyai korelasi nyata
tinggi dari cokelat F1.Hal ini diduga bahwa dengan komponen citarasa lainnya (Yusianto,
perpaduan antara rasa cokelat yang tajam 1988 dalam Sudibyo, A dan J.Astuti, 2010).

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 29


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 23-32

Kehadiran rasa asam dalam jumlah sedikit cokelat lebih cepat terasa dan menghilang
akan menyumbang pada keseimbangan di permukaan lidah dengan cepat. Rasa
citarasa produk., tetapi pada jumlah yang pahit cokelat dapat dirasakan di seluruh
lebih besar rasa asam diterima sebagai rongga mulut, sedangkan rasa pahit
cacat citarasa. Asam asetat dan asam laktat theobromine hanya terasa di bagian pangkal
yang terbentuk selama fermentasi biji kakao lidah. Terdapat korelasi positif yang nyata
adalah komponen yang ditengarai sebagai antara total polifenol dalam pasta cokelat
penyebab cacat citarasa permen cokelat, dan tingkat kepahitannya .Timbulnya rasa
berupa rasa asam yang menyengat dan tidak pahit pada cokelat disebabkan oleh adanya
disukai (Jinap, 1964 dalam Misnawi , 2006). theobromin, polifenol, dan flavoid dalam biji
Asam laktat adalah asam yang tidak kakao (Afriansyah, 2005).
mudah menguap (non volatile) dan hanya Rasa pahit cokelat dapat dirasakan
10 % dari konsentrasi yang ada dapat diseluruh rongga mulut, sedangkan rasa
diuapkan selama penyangraian (Jinap dan pahit theobromine hanya terasa di bagian
Dimick, 1991).Asam oksalat adalah asam pangkal lidah. Terdapat korelasi positif yang
yang konsentrasinya cukup tinggi tetapi nyata antara total polifenol di dalam pasta
kecil pengaruhnya terhadap rasa asam dan cokelat dan tingkat kepahitannnya (Misnawi
citarasa keseluruhan cokelat (Jinap dan dan Jinap, 2008).
Zeslinda, 1995).
Citarasa asam, pahit dan sepat pada Astringency (citarasa Sepat)
cokelat yang dihasilkan berasal dari biji Hasil penilaian panelis terhadap
kakao yang digunakan sebagai bahan baku . citarasa sepat (astringency) terhadap
Timbulnya sedikit rasa asam , pahit dan sepat cokelat F1 adalah 5,40 dan F2 adalah
akan menyumbang pada keseimbangan 4,80 yang berarti Moderately weak ( agak
citarasa cokelat , tetapi dalam jumlah yang lemah) - Moderately Strong (agak kuat).
lebih besar diterima sebagai cacat citarasa. Hal ini disebabkan cokelat F1 mengandung
polifenol yang lebih tinggi yaitu 5,36 % dan
Bitter (citarasa pahit) F2 4,83 % (Tabel 2). Menurut Clifford (1985)
Hasil penilaian panelis terhadap dalam Misnawi dan Jinap (2008), rasa
citarasa pahit terhadap cokelat F1 adalah sepat cokelat meningkat seiring dengan
5,75 dan Cokelat F2 adalah 6,00 yang berarti peningkatan derajat polimerisasi polifenol
Moderately Strong (agak kuat). yang dikandungnya.
Rasa pahit adalah citarasa khas lain Rasa sepat yang menonjol merupakan
yang alami yang bisa dikecap dari cokelat. salah satu cacat serius yang pada
Rasa tersebut berasal dari komponen- cokelat yang disebabkan karena biji tidak
komponen alkaloid seperti theobromin dan terfermentasi. Rasa ini sangat menimbulkan
caffeine, komponen fenolic, pirazin, beberapa rasa kurang nyaman karena mengganggu
peptide, dan asam amino bebas. Rasa pahit saraf di lidah yang seolah-olah menyengat
cokelat seringkali rancu dengan rasa sepat dan menimbulkan rasa kering.Hal ini terjadi
, karena sebagian orang tidak sepenuhnya karena polifenol yang berlebihan pada
mengerti sifat-sifat perbedaan antara antara cokelat berinteraksi dengan protein kaya
kedua rasa tersebut. Terlebih lagi tannin atau prolin di air liur dan mengendapkannya
polifenol dalam cokelat sebagai komponen (Misnawi dan Jinap, 2008).
yang banyak bertanggungjawab terhadap Citarasa sepat yang timbul pada cokelat
rasa sepat, juga menghasilkan rasa pahit disebabkan oleh kandungan antosianin yang
(Misnawi dan Jinap, 2008). sebagian terurai selama proses fermentasi
Clifford (1985) dalam Misnawi dan Jinap berlangsung karena masuknya asam pada
(2008) , menegaskan bahwa theobromine keping biji.
menampakkan rasa pahit metallic yang
tidak langsung dirasakan di permukaan lidah
dan bersifat stabil, sedangkan rasa pahit

30 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Karakteristik Mutu dan Citarasa ... (Siiti Ramlah)

Preference (penampakan)dan Texture DAFTAR PUSTAKA


(Kehalusan)
1. Afriansyah,N. 2005.Cokelat Sarat
Hasil penilaian panelis terhadap”
Antioksidan Penyehat Jantung .
penampakan” (Preference) terhadap cokelat
Puslitbang Gizi dan Makanan ,
untuk cokelat F1 adalah 6,00 dan Cokelat
Departemen Kesehatan dalam Kompas,
F2 adalah 6,55 yang berarti pada taraf
Rabu 3 Maret 2005.
Moderately Strong (penampakan cokelat
2. Anonim. 2012. Bagaimana Cokelat Dapat
agak kuat) – strong (penampakan kuat).Hal
Membuat Anda Cepat Menurunkan
ini disebabkan proses conching dilakukan
Berat Badan. http://id.hicow.com/coklat/
dengan menggunakan alat conching dan
jenis_cokelat/kesehatan_1220741.html.
dengan waktu conching yang sama sehingga
Diakses 26 Januari 2012.
didapatkan tekstur cokelat yang sama pula.
3. Anonim , 2012. Kenali manfaat dan
Penghalusan (refening) dan koncing
Bahaya Cokelat bagi Kesehatan.
(conching) merupakan proses yang sangat
http://febrinavivin-xi-ips4-17.blogspot.
berpengaruh terhadap citarasa cokelat.
com/2011/11/kenali-manfaat-dan-
Demikian juga proses tempering menentukan
bahaya-cokelat-bagihtml (diakses 19-
tekstur cokelat.
01-2012).
Penghalusan sangat diperlukan
4. Beckeett, S.T. 2000. The Science of
untuk menghasilkan tekstur produk cokelat
Chocolate , RSC Paper backs, Published
dan kelinciran (smoothness) cokelat saat
by The Royal Society of Chemistry,
dimakan. Melalui penghalusan yang baik,
Thomas Graham House, Science Park,
fraksi-fraksi padat dalam cokelat akan
Hilton Road Cambridge.
menyebar rata dalam fraksi cair (lemak) dan
5. Beckett, S.T. 2009. Industrial Chocolate
potensi aroma, serta citarasa dan warna
Manufacture And Use, Fourth Edition.
khas cokelat tertampakkan (Misnawi dan
Blackwell Ltd.
Jinap, 2008).
6. Bernaert,Herwig,2007.Fermentation,
How does it effect the Polyphenols?
SIMPULAN
WCF Amsterdam,http://www.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan worldcocoafoundation.org///
bahwa cokelat yang diolah dari biji kakao About/documents/Benneart/
fermentasi yang disangrai dengan suhu 40 Fermentationpdf(diakses 02-04-2008).
o
C mengandung polifenol 5,36 % dengan 7. Brito, D., Edy Sousa, 2004. Use of
karakteristik mutu kadar air air 2,03 %, kadar Proteolytic Enzyme in Coco (Theobroma
protein 11,15 %, kadar lemak 48,67 % . cacao L) Processing, Brazilian Archives
Cokelat yang diolah dari biji kakao of Biology and Technology International
fermentasi yang disangrai dengan suhu Journal vol. 47 No. 4, Agustus 2004.
120 oC mempunyai karakteristik mutu ISSN 1516-8913.
mengandung polifenol 4, 83 %, kadar air 8. Jinap,S. dan A. Zeslinda (1995).
1,43 %, kadar protein 8,84 %, kadar lemak Influence of organic acids on flavor
53,39 %. perception of Malaysian dan Ghanian
Dari segi citarasa secara keseluruhan cocoa beans. Journal of Food Science
diperoleh bahwa penerimaan panelis dan Teknology 32, 153 – 155.
secara umum terhadap cokelat F1 adalah 9. Jinap, S; H. Siti Mordingah dan
mempunyai citarasa aroma dan flavor M.G. Norsiati (1994). Formation of
yang bagus (good) dan cenderung asam,, methylphyrazine during cocoa beans
sedangkan F2 mempunyai citarasa aroma fermentation. Pertanika, 17, 27, 32.
10. Jinap,S. dan P.S. Dimick (1991). Effect of
dan flavor yang sangat bagus (very good) .
roasting on acidic characteristics of coco
beans. Journal of the Science of Food
Agriculture, 54.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 31


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 23-32

11. Khomsan, 2003.Pangan dan Gizi Untuk 20. Ross, Jessica. 2000. Cocoa and
Kesehatan. PT. Rajagrafindo, Jakarta. Chocolate as Functional Foods, Journal
12. Klahors, Suanne, 2005. From Cocoa to of Medical Food, Vol.3. No. 2. 2000.
Cocoa , Food Product Design Ingridient 21. Sudibyo, A dan J.Astuti, 2010.
Insight, http://www.foodproductdesign. Mempelajari Karakteristik Kimia dan
com/archives/2005/0715INI.html Citarasa Cokelat Formulasi dari Biji
(diakses 27-03-2006). Kakao yang Berasal Dari Berbagai
13. Misnawi dan Jinap, S. 2008.Citarasa , Daerah Penghasil Kakao di Indonesia.
Tekstur, dan Warna Cokelat dalam buku Jurnal Industri Hasil Perkebunan, Vol. 5
Panduan Lengkap KAKAO, Penerbit : (1).
Penebar Swadaya, Jakarta. 22. Suprapti, et al. 2011.Pembuatan
14. Misnawi, 2005.Peranan Pengolahan Makanan Kesehatan Dari Pasta
Terhadap Pembentukan Citarasa Cokelat Non Fermentasi Kaya Polifenol.
Cokelat, Warta Pusat Penelitian Kopi dan Laporan Penelitian Balai Besar Industri
Kakao Indonesia, Vol. 21 No. 3. Pusat Hasil Perkebunan , Badan Pengkajian
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia , Kebijakan Iklim Dan Mutu Industri,
Jember. Kementerian Perindustrian .
15. Misnawi, Susijahadi, Jinap,S. Teguh 23. Suprapti, 2013. Pengolahan Biji
Wahyudi, Novrita Putriani, 2006. Kakao Menjadi Pasta Cokelat Sebagai
Pengaruh Konsentrasi Alkali dan Suhu Makanan Kesehatan Penurun Bobot
Koncing terhadap Citarasa, Kekerasan, Badan Dan Kolesterol Darah. Jurnal
dan Warna Permen Cokelat , Pelita Riset Teknologi Industri. Vol.7 no. 13
Perkebunan, Vol. 22 Agustus 2006, Juni 2013.
Pusat Kopi dan Kakao, Indonesia. 24. Star, Michael and Other, E & OE,
16. Minifie, 1999.Chocolate, Cocoa and 2006. HealthyChocolate ? Cocoa is
Convectionery, Science and Technology The Best Antioxidant Food.http://www.
AVI, Westport, Connecticut. astrologyzine.com/healthy .chocolates.
17. Mulato, S., S.Widyatomo, Misnawi, Diakses 11 April 2006.
E.Suharyanto, 2005.Pengolahan Produk 25. Thomas,Berberan, FA., Elena
Primer dan Sekunder Kakao. Pusat Cienfuegos J, Alicia Marin, Begona,
Penelitian Kopi Dan Kakao Indonesia, 2007.
Jember. 26. Winarno,FG. 1992. Kimia Pangan dan
18. Ramlah, S.2014.Pengaruh Suhu Gizi. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Penyangraian Terhadap Mutu Cokelat 27. Winarno, FG. 1980. Pengantar Teknologi
Sebagai Makanan Kesehatan Penurun Pangan. Penerbit PT.Gramedia Pustaka,
Kadar Kolesterol Darah. Jurnal Industri Jakarta.
Hasil Perkebunan. Volume 9 No. 2.
Desember 2014.
19. Reineccius,G.A., P.G. Keeney dan
W.Weisberger , 1994. Factors affecting
the concentration of pyrazines in cocoa
beans. Journal of Agricultural and Food
Chemistry 20.

32 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Pengembangan Minuman Instan ... (Rosniati)

PENGEMBANGAN MINUMAN INSTAN COKELAT- KEDELAI SEBAGAI


MINUMAN KESEHATAN
Development of baverage chocolate-soybean instant as a health drink

Rosniati
Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Jl. Prof. Dr. Abdurahman Basalamah No. 28 Makassar
Pos-el: rosniati.kasim8@yahoo.com
(Artikel diterima 22 April 2016; direvisi 23 Mei 2016; disetujui 18 Juni 2016)

Abstract. The aim of this study was to develop the instant chocolate-soybean beverage as a health drink
formulated from fermented and non-fermented cocoa powder, sucrose, and soymilk powder (creamer). The
research methodology uses experimental methods and analysis. Process of instant chocolate-soybean
beverage making refers to the process of Instant Chocolate-Ginger (Rosniati, 2011). The research uses
four formulas based on material compositions i.e. formula 1 (sucrose 55%, cocoa powder from fermented
beans, and creamer 15%), formula 2 (sucrose 55%, cocoa powder from fermented beans 30%, and soymilk
powder 15%), formula 3 (sucrose 55%, cocoa powder from non-fermented beans 30%, and creamer
15%), formula 4 (sucrose 55%, cocoa beans from non-fermented beans 30%, and soymilk powder 15%).
The result shows that the formula of sucrose 55%, cocoa powder from non-fermented beans 30%, and
soymilk 15% is the best product containing 11.25% polyphenol, 8.35 fat, 45.88% total sugar, 4.17 essential
amino acid, 4.77% non-essential amino acid, 45.12 unsaturated fatty acid, and 26.42 saturated fatty acid.
Keywords: baverage chocolate-soybean instant, cocoa powder, and soymilk powder

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan minuman instan cokelat- kedelai
sebagai minuman kesehatan yang diformulasi dari kakao bubuk yang diolah dari biji fermentasi dan non-
fermentasi, sukrosa, dan susu kedelai bubuk (atau krimmer). Metodologi penelitian menggunakan metode
eksperimen dan analisis. Pembuatan minuman instan cokelat-kedelai ini mengacu pada minuman instan
cokelat – jahe (Rosniati, 2011).Formulasi minuman instan dibuat dalam empat formula komposisi berat
bahan yaitu formula 1 (gula sukrosa 55%, kakao bubuk dari biji fermentasi 30% dan krimer 15%), formula
2 (gula sukrosa 55%, kakao bubuk dari biji fermentasi 30%, dan susu kedelai bubuk 15%), formula 3 (gula
sukrosa 55%, kakao bubuk dari biji non fermentasi 30% dan krimer 15%) dan formula 4 (gula sukrosa 55%,
kakao bubuk dari biji non fermentasi 30%, dan susu kedelai bubuk 15%). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa formula yang terdiri dari sukrosa 55 %, kakao bubuk dari biji non fermentasi 30 % dan susu kedelai
bubuk 15 % adalah formula terbaik dibandingkan dengan ketiga formula lainnya dengan nilai kandungan
polifenol 11,25 %, lemak 8,35 %, gula total 45,89 %, asam amino esensial 4,17 %, asam amino non
esensial 4,77 %, asam lemak tak jenuh 45,12 % dan asam lemak jenuh 26,42 %.
Kata Kunci : Minuman instan cokelat-kedelai, kakao bubuk, susu kedelai bubuk.

PENDAHULUAN adanya fungsi-fungsi lain yang bisa diperoleh


dari kakao (Hariadi, 2013).
Kecenderungan perkembangan ri-
Berbagai data epidemiologi yang
set produk olahan pangan (makanan dan
telah dipublikasikan mendukung adanya
minuman) saat ini sangat dipengaruhi oleh
hubungan yang erat antara berbagai manfaat
semakin meningkatnya pemahaman dan
kesehatan dengan kandungan flvonoid
kesadaran masyarakat tentang pentingnya
pada kakao. Senyawa ini diketahui dapat
hubungan kesehatan dan kebugaran.
memperbaiki aliran darah dan elastisitas
Sebagai salah satu komoditas perkebunan
pembuluh darah, menurunkan tekanan
unggulan Indonesia, kakao sangat potesil
darah, sebagai antiinflamasi, menurunkan
untuk dikembangkan menjadi produk-produk
kolesterol, dan mencegah kanker (Corti et al,
olahan pangan yang mampu memenuhi
2009).
tuntutan konsumen yang tidak sekedar
menuntut nutrisi dan kelezatan tetapi juga

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 33


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 33-42

Telah banyak dilaporkan bahwa harga relatif lebih murah, dapat larut dengan
mengkonsumsi cokelat secara kontinu cepat, relatif stabil terhadap panas, tidak
selama lebih dari tiga hari, dapat higroskopis dan memiliki masa simpan yang
meningkatkan angka kualitas hidup terkait cukup lama pada suhu ruang (Chen, et al,
kesehatan (Health-Related Quality of Life) 1991).
pada penderita kanker (Wong dan Lua, Penelitian ini bertujuan untuk
2012). Mengkonsumsi 100 gram cokelat menegmbangkan minuman instan cokelat –
yang mengandung 500 mg polifenol perhari kedelai sebagai minuman kesehatan dengan
dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan menggunakan kakao bubuk dari biji kakao
menurunkan resistansi insulin, sekaligus fermentasi dan non fermentasi serta kedelai
menurunkan tekanan darah sistolik (Grassi, dalam bentuk susu kedelai bubuk.
et al, 2005).
Demikian juga halnya dengan kedelai METODOLOGI
yang kaya akan isoflavon senyawa yang
Bahan dan alat
dapat melindungi tubuh melawan serangan
Bahan baku yang digunakan dalam
penyakit kanker dan hati (Heinnermen, 2003)
penelitian ini adalah buah kakao diperoleh dari
dan tidak mengandung kolesterol serta bebas
Kab. Bantaeng diolah menjadi kakao bubuk.
laktosa (Liu, 1997) sehingga sinergitasnya
Sedangkan bahan bantu adalah kedelai lokal
dengan kakao untuk menghasilkan produk-
diolah menjadi susu kedelai bubuk, sukrosa
produk olahan pangan akan meningkatkan
dan krimer (non dairy creamer).
fungsi-fungsi kesehatan.
Alat-alat yang digunakan selama
Disisi lain, sejumlah hasil riset
penelitian adalah kotak fermentasi, para-
menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi
para penjemuran, alat penyangrai (Roaster),
biji kakao yang dimaksudkan untuk
alat pengupas biji kakao (desheller), alat
mengembangkan citarasa cokelat olahan,
pemasta, alat pengepress lemak kakao dan
dan perlakuan panas (pengeringan dan
spry drayer.
penyangraian) biji kakao dapat menyebabkan
berkurangnya kadar flvonoid biji (Tomas
Metode Penelitian
Barbaran at al, 2007), sehingga perlakuan-
Penelitian ini dilakukan dalam 2 (dua)
perlakuan tersebut perlu diminimalkan untuk
tahap yaitu tahap pertama adalah Penyiapan
mengoptimalkan fungsi-fungsi kesehatan
biji kakao fermentasi dan non fermentasi,
dari kakao di dalam memproduksi produk
penyiapan kakao bubuk, dan penyiapan
pangan olahan.
susu kedelai bubuk, sedangkan tahap
Untuk memudahkan konsumsi produk
kedua adalah pembuatan minuman instan
olahan pangan khususnya dalam bentuk
cokelat-kedelai.
minuman instan, industri-industri pengolahan
pangan umumnya menggunakan teknik
Penelitian Tahap Pertama
pengeringan semprot (spraydrying).Namun
alat pengering spry dryer harganya cukup Penyiapan biji kakao fermentasi dan non
mahal, oleh karena itu timbul alternatif lain fermentasi
untuk membuat produk minuman instan Penyiapan biji kakao dari biji basah
dengan peralatan sederhana, namun tehnik menggunakan prosedur standar (Sri
enkapsulasi tetap dapat dicapai yaitu dengan Mulato et al.2005), kecuali biji kakao yang
proses ko-kristalisasi. digunakan adalah biji kakao non- fermentasi.
Ko-kristalisasi merupakan salah satu Pengeringan biji kakao dilakukan dengan
teknik untuk pembuatan minuman instan penjemuran terlindung untuk menjaga biji
dengan cara memasukkan komponen atau kakao yang sedang dikeringkan tidak terkena
senyawa ke dalam dan diantara kristal matahari langsung, khususnya pada saat
sukrosa (Jackson and Lee, 1991). terik, sampai diperoleh kadar air biji 6-7 %.
Beberapa keistimewaan sukrosa
sebagai dinding kapsul adalah dari segi

34 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Pengembangan Minuman Instan ... (Rosniati)

Penyiapan kakao bubuk pembuatan minuman instan cokelat - jahe


Biji kakao kering hasil fermentasi dari penelitian Rosniati (2011).
disangrai terlebih dahulu pada suhu 100 o Gula sukrosa ditambah dengan
C selama 40 menit sedangkan biji kakao air bersih sebanyak 0,5% dari berat gula
kering non fermentasi tidak disangrai. sukrosa, lalu dimasukkan kedalam wadah
Selanjutnya ke dua jenis biji masing-masing ko-kristalisasi kemudian dipanaskan pada
dikeluarkan kulit ari menggunakan desheller suhu 100° C. Sambil terus diaduk, larutan
kemudian masing-masing digiling dengan gula dibiarkan mendidih sampai larutan
menggunakan universal counching machine menjadi jenuh. Setelah larutan gula menjadi
kapasitas 25 kg, sehingga diperoleh pasta jenuh, suhu pemanasan diturunkan ke suhu
kakao.Selanjutnya pasta kakao dipress sekitar 60 o C, kemudian ditambahkan kakao
untuk memisahkan lemak kakao dan bungkil bubuk dan krimer (non - dairy creamer)
kakao. Bungkil kakao yang diperoleh digiling atau susu kedelai bubuk sesuai dengan
dengan menggunakan mesin pembubuk, perlakuan sampai adonan berubah ke bentuk
kemudian diayak menggunakan ayakan butiran kristal dengan kadar air sekitar 2%.
ukuran mesh 200, sehingga dihasilkan Selanjutnya butiran - butiran kristal diangin-
kakao bubuk fermentasi dan non fermentasi. anginkan kemudian digiling menggunakan
mesin giling atau blender untuk selanjutnya
Penyiapan susu kedelai bubuk. diayak dengan menggunakan ayakan mesh
Biji kedelai utuh direndam di dalam 60.
air dengan perbandingan kedelai : air
= 1:3 (b/v) selama satu malam untuk Tabel 1.Formula pembuatan minuman
melunakkan dan mengurangi rasa langu instan cokelat-kedelai
biji dan memudahkan pelepasan kulit ari.
Biji kemudian dicuci dan dilepaskan kulit Perlakuan Formula
arinya, kemudian direbus selama 30 menit Komposisi F1(%) F2(%) F3(%) F4(%)
untuk melunakkan biji dan menon-aktifkan Sukrosa 55 55 55 55
kegiatan enzim lipoksigenase. Biji kemudian Kakao
bubuk dari
digiling dengan mesin penggiling atau biji 30 30 - -
blender dengan menambahkan air panas fermentasi
dengan perbandingan biji kedelai : air = Kakao bubuk
1:3 (b/v) untuk memperoleh bubur kedelai. dari biji non - - 30 30
Bubur kedelai kemudian disaring untuk fermentasi
susu
mendapatkan ekstrak, yang selanjutnya
kedelai - 15 - 15
diproses lagi menjadi susu kedelai bubuk bubuk
dengan menggunakan mesin pengering Krimer 15 - 15 -
semprot (spray dryer), pada suhu inlet 1200
C dan outlet 700 C (Pramitasari, 2010).
Metode Analisis
Penelitian Tahap Kedua Analisis bahan baku (kakao bubuk)
dilakukan terhadap pH menggunakan pH
Pembuatan minuman instan cokelat–
meter digital, kadar air dengan metode
kedelai
pemanasan dalam oven pada suhu 105oC,
Minuman instan cokelat - kedelai
protein dengan metode kjeldhal (AOAC,
dibuat dengan teknik ko-kristslisasi dengan
1996), total polifenol dengan menggunakan
menggunakan alat ko-kristalisasi. Formulasi
HPLC, dan lemak dengan metode soxhlet
produk dibuat dalam 4 (empat) formula.
(AOAC, 1996)
Komposisi bahan penyusun berdasarkan
Sedangkan analisis produk dilakukan
berat masing-masing bahan adalah seperti
terhadap total polifenol dengan HPLC,
pada Tabel 1. Perbandingan gula sukrosa
asam amino dengan metode Asama amino
dan kakao bubuk ini mengacu pada formula

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 35


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 33-42

analyser, asam lemak dengan HPLC, lemak kandungan polifenol dalam biji mengalami
dengan metode soxhlet (AOAC, 1996) dan penurunan.
kadar gula total dengan metode Luff Schoorl. Menurut Misnawi et al (2004), polifenol
dalam biji kakao tanpa fermentasi terdiri dari
Analisis data tiga kelompok utama yaitu flavan-3-olsatau
Data hasil uji laboratorium diolah katekin, anthocyanin, dan proanthocyanidins,
secara deskripsi. dengan kandungan polifenol rata-rata
dari 120-180 g / kg.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari Tabel 2 terlihat bahwa kadar lemak
kakao bubuk dari biji fermentasi lebih tinggi
Bahan Baku
dari pada non fermentasi, sedangkan kadar
Hasil analisis bahan baku kakao bubuk
protein terjadi sebaliknya. Hal ini disebabkan
dari biji fermentasi dan non fermentasi dapat
karena pada proses fermentasi terjadi
dilihat pada Tabel 2.
penurunan kandungan bahan bukan lemak
seperti protein, polifenol dan karbohidrat
Tabel 2. Hasil analisis kakao bubuk dari
yang terurai, sehingga secara relatif kadar
biji fermentasi dan non fermentasi
lemak akan meningkat (De Brito et al., 2000;
Kakao bubuk Kakao bubuk Camu et al., 2008).
Karakteristik dari biji dari biji non
fermentasi fermentasi Produk Minuman Instan Cokelat-Kedelai
(%) (%) Hasil analisis polifenol, kadar lemak
Kadar air 5.00 5,00 dan kadar gula total produk minuman instan
pH 4.97 6.68 cokelat-kedelai dapat dilihat pada Tabel 3.
Protein 14.50 15.39
Lemak 18.37 12.03
Tabel 3. Hasil analisis polifenol, kadar
Polifenol 13.95 14.03
lemak dan kadar gula total minuman
instan cokelat-kedelai.
Dari Tabel 2 terlihat bahwa kadar air
Perlakuan Kadar Kadar Kadar
kakao bubuk baik dari bji fermentasi maupun Formula Polifenol Lemak Gula (%)
dari non fermentasi mempunyai kadar (%) (%)
air masing – masing 5.00 % memenuhi F1 7.66 12.56 50.13
persyaratan SNI kakao bubuk 01 – 3747- F2 7.91 11.36 51.15
1995 yaitu maksimum 5,00 %. F3 10.42 10.97 47.22
Pada Tabel 2, terlihat bahwa pH kakao F4 11.25 8.35 45.89
bubuk dari biji fermentasi lebih rendah dari
pada biji non fermentasi. Hal ini disebabkan Polifenol
karena pada saat berlangsungnya proses Pada Tabel 3 terlihat bahwa produk
fermentasi terjadi akumulasi asam asetat minuman instan cokelat - kedelai dengan
ke dalam keping biji dan kulit ari. Dengan F3 (penambahan kakao bubuk dari biji non
demikian akan terjadi reaksi enzimatis di fermentasi dan krimer) dan F4 (penambahan
dalam keping dan akan timbul aroma asam kakao bubuk dari biji non fermentasi dan susu
serta turunnya nilai pH keeping biji. kedelai bubuk) mempunyai kadar polifenol
Pada Tabel 2 juga terlihat bahwa lebih tinggi dari pada F1 (penambahan
kandungan polifenol kakao bubuk dari kakao bubuk dari biji fermentasi dan Krimer)
biji non fermentasi lebih tinggi dari pada dan F2 (penambahan kakao bubuk dari
biji fermentasi. Hal ini disebabkan karena biji fermentasi dan susu kedelai bubuk).
selama fermentasi biji kakao terjadi Tingginya kadar polifenol produk F3 dan F4
penguraian senyawa polifenol menjadi disebabkan karena adanya penambahan
senyawa pembentuk calon citarasa dan kakao bubuk dari biji non fermentasi yang
senyawa pembentuk warna coklat sehingga mempunyai kadar polifenol yang lebih tinggi
dari pada kakao bubuk dari biji fermentasi,

36 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Pengembangan Minuman Instan ... (Rosniati)

hal ini didukung dari hasil analisis bahan 2000; dan Afriansyah, 2004) bahwa salah
baku kakao bubuk seperti yang tertera pada satu jenis flavonoid yang sangat banyak
Tabel 2. Seperti dijelaskan sebelumnya terdapat pada biji kedelai adalah isoflavon
bahwa selama fermentasi biji kakao terjadi yang dapat berfungsi untuk meningkatkan
penguraian senyawa polifenol menjadi sistem imunitas, disamping itu kandungan
senyawa pembentuk calon citarasa dan senyawa flavonoid dan isoflavonoid dalam
senyawa pembentuk warna coklat sehingga susu kedelai berpotensi sebagai antitumor/
kandungan polifenol dalam biji mengalami antikanker, anti virus dan anti alergi.
penurunan. Dari Tabel 3 terlihat bahwa kandungan
Kandungan polifenol pada biji kakao polifenol produk minuman instan cokelat –
yang tidak difermentasi nyata lebih tinggi kedelai dari semua perlakuan yang tertinggi
dibandingkan dengan yang difermentasi, adalah produk F4 (penambahan kakao bubuk
karena pada proses fermentasi kandungan dari biji non fermentasi dan susu kedelai
polifenol banyak berkurang melalui proses bubuk).
oksidasi, polimerisasi, dan pengikatan oleh
protein (Nazaruddin et al., 2006 dan Prayoga Lemak
et al., 2013). Selama proses fermentasi, Dari Tabel 3 terlihat bahwa produk
senyawa polifenol menyebar keluar dari sel minuman instan cokelat-kedelai dengan
penyimpanannya dan kemudian mengalami perlakuan F1 (penambahan kakao bubuk
oksidasi membentuk senyawa bermolekul dari biji fermentasi dan krimer) dan F2
tinggi (Bernaert et al., 2012). (penambahan kakao bubuk dari biji fermentasi
Senyawa flavonoid termasuk dalam dan susu kedelai bubuk) mempunyai kadar
sub kelompok senyawa polifenol (De Noon, lemak lebih tinggi dari pada produk F3
2003), yang berfungsi sebagai antioksidan (penambahan kakao bubuk dari biji non
alami dapat mengurangi sejumlah gugus fermentasi dan krimer) dan F4 (penambahan
radikal bebas dalam tubuh manusia dan kakao bubuk dari biji non fermentasi dan
dapat menyediakan pertahanan terhadap susu kedelai bubuk). Tingginya kadar lemak
serangan spesies oksigen yang reaktif atau pada produk F1 dan F2 disebabkan karena
Reaktif Oksigen Species / ROS (Vicioli, et al, adanya penambahan kakao bubuk dari biji
2000). fermentasi masing-masing sebanyak 30 %.
Dari Tabel 3 juga menunjukkan Berdasarka hasil analisis bahan baku
bahwa produk minuman instan cokelat- kakao bubuk (Tabel 1) ternyata kakao bubuk
kedelai F2(penambahan kakao bubuk dari yang diolah dari biji fermentasi mengandung
biji fermentasi dan susu kedelai bubuk) lemak yang lebih tinggi dari pada yang diolah
mempunyai kadar polifenol lebih tinggai dari biji non fermentasi.
dibanding dengan F1(penambahan kakao Dari Tabel 3 juga menunjukkan bahwa
bubuk dari biji fermentasi dan krimer), kadar lemak produk F1 (penambhan kakao
demikian pula produk F4(penambahan kakao bubuk dari biji fermentasi dan krimer) lebih
bubuk dari biji non fermentasi dan susu tinggi dibanding produk F2 (penambahan
kedelai bubuk) mempunyai kadar polifenol kakao bubuk dari biji fermentasi dan susu
lebih tinggi dibanding F3(penambahan kakao kedelai bubuk), demikian halnya dengan
bubuk dari biji non fermentasi dan krimmer). produk F3 (penambahan kakao bubuk dari
Hal ini disebabkan karena pada produk F2 biji non fermentasi dan krimer) lebih tinggi
danF4 mendapat penambahan susu kedelai dari pada F4 (penambahan kakao bubuk dari
bubuk masing-masing sebanyak 15 %. biji non fermentasi dan susu kedelai bubuk).
Diketahui bahwa kedelai merupakan sumber Tingginya kadar lemak pada produk F1 dan F3
isoflavon dan termasuk subkelas dari karena adanya penambahan krimer masing-
flavonoid, yakni kelompok besar antioksidan masing sebanyak 15 %.
polifenol. Polifenol adalah senyawa yang Krimer (non-dairy creamer) adalah
terdiri dari 2 gugus yaitu flavanoid dan turunan produk pengganti susu atau krim yang
asam sinamat. Menurut (Baratawidjaja, merupakan produk emulsi lemak dalam air,

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 37


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 33-42

dibuat dari minyak nabati yang dihidrogenasi bubuk). Meskipun penambahan gula sukrosa
dengan penambahan bahan tambahan ke dalam adonan dalam jumlah yang sama
pangan yang diizinkan (Anonim, 2012a). Non untuk semua perlakuan, tetapi produk yang
Dairy Creamer terbuat dari minyak kelapa dihasilkan mempunyai kadar gula total
murni dan / atau hydrogenated coconut oil yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh
serta minyak kelapa sawit dengan spesifikasi adanya penambahan jenis kakao bubuk
kadar lemak minimum 32% (Kana Krimer). yang berbeda. Produk F1 dan F2 mendapat
Konsumsi lemak yang berlebih akan penambahan kakao bubuk dari biji fermentasi
menyebabkan peningkatan kadar kolesterol masing-masing 30 %, sedangkan produk F3
darah (Arisman, 2004). Berdasarkan dan F4mendapat penambahan kakao bubuk
penelitian Tuminah (2009), menyebutkan dari biji non fermentasi masing-masing 30 %.
bahwa pola makan seperti konsumsi Selama fermentasi, di dalam biji kakao
makanan yang tinggi lemak total atau lemak akan terjadi penguraian senyawa polifenol,
jenuh, kolesterol, serta kurangnya konsumsi protein, dan gula oleh adanya enzim
karbohidrat merupakan faktor yang yang akan menghasilkan senyawa calon
mempengaruhi kadar HDL dan merupakan aroma, perbaikan citarasa, dan perubahan
faktor risiko penyakit jantung coroner (PJK). warna. Selama fermentasi kadar polifenol
Menurut Yusuf et al (2013), bahwa konsumsi mengalami penurunan, karena terjadinya
lemak terutama asam lemak jenuh, akan difusi senyawa polifenol keluar dari keping
berpengaruh terhadap kadar Low Density biji, sedangkan antosianin yangmerupakan
Lipoprotein (LDL) yang menyebabkan darah salah satu senyawa pembentuk polifenol
mudah menggumpal, selain itu asam lemak terhidrolisa oleh enzim menjadi gula dan
jenuh mampu merusak dinding pembuluh sianidin. Menurut Desyana, 2006; Lopiies
darah arteri sehingga menyebabkan dan Yumas 2008, menyatakan bahwa biji
penyempitan. Studi epidemiologi yang kakao yang telah difermentasi mengalami
dilakukan Hardinsyah (2011), membuktikan peningkatan kadar gula pereduksi (glukosa
bahwa terdapat hubungan positif yang dan fruktosa).
bermakna antara konsumsi lemak (asam Dari Tabel 3 terlihat bahwa semua
lemak jenuh) menyebabkan hiperkolesterol produk minuman instan cokelat-kedelai
yang merupakan faktor risiko dari PJK. ternyata produk F4 (penambahan kakao
Pada Tabel 3 terlihat bahwa dari semua bubuk dari biji non fermentasi dan susu kedelai
produk minuman instan cokelat – kedelai bubuk) mempunyai kadar gula yang paling
ternyata produk F4 (penambahan kakao rendah, hal ini tentunya menguntungkan
bubuk dari biji non fermentasi dan susu sebagai minuman kesehatan, terutama bagi
kedelai bubuk) mempunyai kadar lemak orang yang diet kalori dan penderita obesitas.
yang paling rendah. Hal ini tentu sangat Hasil analisis asam amino dan asam
menguntungkan minuman instan cokelat – lemak produk minuman instan cokelat-kedelai
kedelai dengan polifenol tinggi tetapi rendah dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
kandungan lemak sebagai produk minuman
kesehatan. Tabel 4.Hasil analisis asam amino produk
minuman instan cokelat-kedelai.
Kadar Gula Total
Dari Tabel 3 terlihat bahwa produk Asam Amino F1 F2 F3 F4
F1 (penambahan kakao bubuk dari biji Esensial (% (% (% (%
fermentasi dan krimer) dan F2 (penambahan w/w) w/w) w/w) w/w)
kakao bubuk dari biji fermentasi dan susu Methionine 0.09 0.12 0.09 0.12
kedelai bubuk) mempunyai kadar gula total Phenylalanine 0.36 0.53 0.39 0.49
lebih tinggi dari pada produk F3 (penambahan Leucine 0.46 0.74 0.48 0.65
kakao bubuk dari biji non fermentasi dan Threonine 0.28 0.46 0.29 0.44
krimer) dan F4 (penambahan kakao bubuk Lysine 0.42 0.76 0.41 0.52
dari biji non fermentasi dan susu kedelai

38 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Pengembangan Minuman Instan ... (Rosniati)

Arginine 0.45 0.77 0.47 0.76 esensial ini dapat disintesis oleh tubuh dalam
I-Leucine 0.30 0.44 0.28 0.42 jumlah yang memadai dari bahan-bahan
Histidine 0.13 0.26 0.14 0.22 yang ada dalam makanan.
Valine 0.42 0.60 0.43 0.55 Salah satu parameter mutu makanan
Total 2.91 4.68 2.98 4.17 adalah kandungan asam amino esensial
A.A.Esensial pada makanan tersebut. Semakin tinggi
A.A. Non jumlah asam amino esensial yang terkandung
Esensial maka mutu makanan tersebut semakin baik.
Aspartic acid 0.66 1.12 0.68 1.09 Manfaat asam amino terhadap
Glutamic acid 1.19 1.95 1.21 1.93 kesehatan adalah: menghambat
Serine 0.33 0.50 0.33 0.47 pertumbuhan tumor dan kanker,
Glysine 0.29 0.50 0.31 0.47 meningkatkan detoksifikasi amonia,
Alanine 0.29 0.50 0.31 0.47 merangsang produksi hormon pertumbuhan,
Tyrosine 0.29 0.41 0.30 0.4 memperkuat tulang serta kolagen, menjaga
Total Asam 3.05 4.53 3.11 4.77 kesehatan jantung, membantu menghindari
Amino Non
depresi, dan meningkatkan daya ingat
Esensial
(Anonim, 2013).
Asam Amino Hasil analisis asam lemak produk
Pada Tabel 4 terlihat bahwa produk minuman cokelat-kedelai dapat dilihat pada
minuman instan cokelat-kedelai mengandung Tabel 5.
asam amino esensial dan asam amino non
esensial. Produk F2 (penambahan kakao Tabel 5.Kadar asam lemak produk
bubuk dari biji fermentasi dan susu kedelai minuman instan cokelat-kedelai
bubuk) dan F4 (penambahan kakao bubuk dari
biji non fermentasi dan susu kedelai bubuk) Asam Lemak F1 F2 F3 F4
mempunyai kadar asam amino esensial Jenuh (% (% (% (%
w/w) w/w) w/w) w/w)
dan non esensial yang lebih tinggi dari pada
Caprilic acid 2.07 - 2.51 -
produk F1 (penambhan kakao bubuk dari biji
Capric acid 1.79 2,09 -
fermentasi dan krimer) dan F3 (penambahan -
kakao bubuk dari biji non fermentasi dan Lauric acid 17.38 0.02 19.27 -
krimer). Hal ini disebabkan karena produk F2 Myristic acid 5.90 0.06 6.47 0.05
dan F4 mendapat penambahan susu kedelai Pentadecanoic 0.02 0.02 - -
bubuk masing - masing sebanyak 15 %. acid
Kedelai telah dikenal mengandung Palmitic acid 14.46 14.97 12.25 12.79
protein yang cukup tinggi.Protein kedelai Heptadecanoic 0.10 0.12 0.08 0.09
mempunyai kandungan asam amino esensial acid
yang paling tinggi dibandingkan kacang- Stearic acid 18.90 16.47 16.89 13.49
kacangan lain dan mutunya mendekati Arachidic acid 0.37 0.44 - -
protein susu (Koswara, 2004). Behenic acid 0.09 0.18 - -
Sebagaimana diketahui bahwa asam Total A.Lemak 61.08 32.28 59.57 26.42
amino esensial adalah asam amino yang Jenuh
sangat diperlukan oleh tubuh, tetapi tidak A. Lemak Tak
dapat disintesis dari bahan makanan dengan Jenuh
kecepatan yang memadai (sesuai dengan Palmitoleic acid 0.09 0.10 0.06 0.09
kebutuhan), oleh karena itu harus disediakan Elaidic acid 0.37 0.03 0.02 0.05
dalam bentuk jadi (sudah ada dalam bahan Linoleic acid 1.77 25.20 0.94 19.10
Cis-11- 0.08 2.70 0.07 1.84
makanan yang dikonsumsi). Asam amino
Eicocenoic acid
non esensial juga sangat diperlukan oleh
Cis-11- 0.03 0.04 - 0.04
tubuh sama pentingnya seperti asam amino Eicicedienoic
esensial. Akan tetapi asam amino non acid

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 39


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 33-42

Oleic acid - 25.42 11.31 24.00 yang diolah dari biji kakao fermentasi dan
Total A. Lemak 2.34 53.40 1.20 45.12 non fermentasi, sukrosa, instan susu kedelai
Tak Jenuh bubuk dan atau krimer Dari ke empat formula
minuman instan cokelat-kedelai yang diteliti
Asam Lemak ternyata formula yang terdiri dari sukrosa 55
Pada Tabel 5 terlihat bahwa produk %, kakao bubuk dari biji non fermentasi 30 %
minuman instan cokelat-kedelai mengandung dan instan susu kedelai bubuk 15 % adalah
asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. produk yang terbaik dengan nilai kandungan
Produk F1 (penambahan kakao bubuk dari biji polifenol 11,25 %, lemak 8,35 %, gula total
fermentasi dan krimer) dan F3 (penambahan 45,89 %, asam amino esensial 4,17 %, asam
kakao bubuk dari biji non fermentasi dan amino non esensial 4,77 %, asam lemak tak
krimer) mempunyai kadar asam lemak jenuh 45,12 % dan asam lemak jenuh 26,42
jenuh yang jauh lebih tinggi, sedangkan %.
asam lemak tak jenuhnya sangat rendah.
Hal ini disebabkan karena produk F1 dan DAFTAR PUSTAKA
F3 mendapat penambahan krimer masing- 1. Anonim. 2008 .Kandungan Gizi
masing sebanyak 15 %. Seperti dijelaskan Sebagai manfaat Susu Kedelai.
sebelumnya bahwa krimer terbuat dari http://susukedelainatoya.blogspot.
minyak kelapa murni dan / atau hydrogenated com/2008/11/kandungan-gizi-sbg-
coconut oil serta minyak kelapa sawit manfaat-susu-kedelai.html. Diakses tgl
dengan spesifikasi kadar lemak minimum 4-9-2009.
32%. Sebaliknya produk F2 (penambahan 2. Anonim, 2012a. Pangan dan Zat Gizi.
kakao bubuk dari biji fermentasi dan susu http://zaifbio.wordpress.com/2012/06/
kedelai bubuk) dan F4 (penambahan kakao 29/pangan-dan-zat-gizi/
bubuk dari biji non fermentasi dan susu 3. Anonim. 2012b. Palm Based Non-dairy
kedelai bubuk) mengandung asam lemak Creamer. In Palm Oil/ Palm Kernel Oil.
jenuh yang rendah tetapi asam lemak tak Application.http://www.americanpalmoil.
jenuhnya tinggi. Hal ini disebabkan karena com/publications/creamer.pdf. diakses
adanya penambahan susu kedelai bubuk tgl 27 November 2012.
masing-masing sebanyak 15 %. 4. Anonim, (2013). Apa Manfaat Asam Ami-
Kedelai mengandung 85 % asam no? Makanan Yang Mengandung Asam
lemak tak jenuh terutama asam linoleat dan Amino.http://amazine.co/18021/apa-
asam oleat, sedangkan sisanya 15 % berupa manfaat-asam amino - mkanan - yang -
asam lemak jenuh terdiri dari asam palmitat mengandung-asam-amino/
(Koswara, 1992). Asam lemak tak jenuh ini 5. Afriansyah N. 2004. Tempe Dapat
dapat mencegah timbulnya pengerasan Hambat Kanker Prostat. http://www.
pembuluh-pembuluh nadi (arterio sclerosis), kompas.com. Diakses tgl 8 mei 2004.
membantu menurunkan kadar kolesterol 6. AOAC. (1996). Official methods of
jahat (LDL) dan dapat mengurangi resiko analysis of the association of official
penyakit jantung. Selain itu, kedelai juga analytical chemist. Association of official
kaya akan asam linoleat, asam linolenat, dan analytical chemist Washington, D.C.
lesitin. Linoleat dan linolenat adalah asam 7. Arisman. 2004. Gazi Dalam Daur
lemak esensial dari kelompok omega-6 dan Kehidupan. Jakarta : EGC
omega-3, yang dapat mengurangi resiko 8. Baratawidjaja, K.G, 2000, Imunologi
penyakit jantung dan diabetes (Anonim, Dasar. Edisi IV, Balai Penerbit Fakultas
2008). Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 3-246.
SIMPULAN 9. Bernaert, H., Blondeel, L., Allegaert, L., &
Minuman instan cokelat-kedelai pada Lohmueller, T. 2012. Industrial treatment
penelitian ini diformulasi dari kakao bubuk of cocoa in chocolate production: health

40 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Pengembangan Minuman Instan ... (Rosniati)

implication. Dalam : Paoletti et al. (eds). Hasil Perkebunan Lainnya. Balai Besar
Chocolate and Health. Springer-Verlag, Industri Hasil Perkebunan, Makassar.
Italia, 17-31. ISBN: 978-88-470-2037-5. 19. Heinnermen, J.2003.Khasiat Kedelai
DOI: 10.1007/978-88-470-2038-2. Bagi Kesehatan Anda. Penerbit Prestasi
10. Camu, N.; T.D. Winter; S.K. Addo; J.S. Pustakaraya, Jakarta, Indonesia.
Takrama; H. Bernart & L.D. Vuyst. 2008. 20. Informasitips, 2010. Trigliserida (Lemak)
Fermentation of cocoa beans: Influence dan Kaitannya dengan Kolesterol.
of microbial activities and polyphenol informasitips.com › Info Sehat. Diakses
concentrations on the flavour of chocol 20 Juli 2010.
at e. Journal of the Science of Food and 21. Jackson and K.Lee., 1991,
Agriculture, 88, 2288-2297. Microenkapsulation and Food
11. Chen, AE; Viega, MF dan Rizutto, AB, Industry,Leberson Wiss-U Techn.
1991. Cocristallization, An Encapsulation 22. Jinap, S. & P.S. Dimick, 1991. Effect
Process, Food Tech, 24 : 289 – 297. of roasting on acidic characteristics of
12. Corti, R; A.J, flamer, N.K, Hollenberg cocoa beans. Journal of the Science of
dan T.F, Lusher, 2009. Cocoa and Food Agriculture, 54, 317–321.
Cardiovasculer Health, Circulation 119 : 23. Kana Krimer, -----.non dairy creamer
1433 – 1441 http://kanakrimer.indonetwork.co.id/
13. De Brito, E.S.; N.H.P. Garcia; M.I. Gallao; group%2B144228/non-dairy-creamer-
A.L. Cortelazzo; P.S. Fevereiro & M.R. krimer. Diakses tgl 12 Mei 2016
Braga 2000. Structural and chemical 24. Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan
changes in cocoa (Theobroma cacao L.) Kedelai. PT. Penebar Swadaya.
during fermentation, drying and roasting. 25. Koswara S. 2004. Susu Kedelai Tak
Journal of the Science of Food and Kalah Dengan Susu Sapi. http://www.
Agriculture, 81, 281-288. indomedia.com. Diakses tgl 8mei 2004.
14. De Noon, D. 2003. “Dark chocolate is 26. Liu K. S. 1997. Soybeans: Chemistry,
healthy chocolate”. Web MD Medical technology, and utilization. New York,
News, August 27. Http :// www. Chapman & Hall.
claveland Clinic.org./heart – ceterpub/ 27. Loppies J.E dan M. Yumas. 2008.
guide/prevention/nutrition. Diakses 27 Mempelajari Proses Fermnetasi Biji
Agustus 2009. Kakao Dengan Penambahan Aktivator,
15. Desyana, S .2006. Pengaruh Aktivator JIHP, Vol 3 (1). Balai Besar Industri Hasil
Pada Proses Fermentasi Terhadap Perkebunan.
Kualitas Biji Kakao.Tugas Akhir, Jurusan 28. Misnawi, B. Jamilah, dan S. Nazamid.
Teknik Kimia. Politeknik Negeri Ujung 2004. “Effect of polyphenol concentration
Pandang. on pyrazine formation during cocoa
16. Grassi, D. C. Lippi, S. Necozione, G. liquor rroasting,” Food Chemistry, vol. 85
Desideri, and C. Ferri. 2005. Short- (1), pp. 73–80.
term administration of dark chocolate 29. Nazaruddin, R., Seng, L. K.,
is followed by a significant increase Hassan, O. & Said, M. 2006. Effect
ininsulin sensitivity and a decrease of pulp preconditioning on the content of
in blood pressure in healthy persons polyphenols in cocoa beans (Theobroma
American Journal of Clinical Nutrition. cacao L.) during fermentation. Indust.
(81) : 611-614. Crops Prod. 24, 87-94.
17. Hardinsyah. 2011. Analisis Konsumsi 30. Pramitasari, D, 2010. Penambahan
Lemak, Gula dan Garam Penduduk ekstrakjahe (Zingiber officinale rose)
Indonesia. Gizi Indon 2011, 34(2):92-100 alam pembuatan susu kedelai bubuk
18. Hariyadi, P. 2013. Tren Perkembangan instan dengan metode spray drying:
Riset Produk Olahan Kakao. Prsiding Komposisi kimia, sifat sensori dan
Seminar nasional Industri Kakao Dan aktifitas anioksidan. Skripsi, Program
Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 41


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 33-42

Pertanian, Universitas Sebelas Maret, 35. Tuminah, S. 2009. Efek Asam Lemak
Surakarta. Jenuh Dan Asam Lemak Tak Jenuh
31. Prayoga, R.D., Murwani, R., & Anwar, S. “Trans” Terhadap Kesehatan. Media
2013. Polyphenol axtracts from low quality Penelitian Dan Pengembang Kesehatan
cocoa beans: antioxidant, antibacterial volume XIX tahun 2009,suplemen II.
and food colouring properties. Internat. 36. Vicioli, F; Borsami, L and Galili, C
Food Res. J.20(6), 3275-3281. 2000. Diet and prevention of coronery
32. Rosniati. 2011. Pengaruh Suhu heart disease :” the potential role of
Pemanasan Ekstrak Jahe dan Sukrosa phytochemicals” Cardiovasc.Research 7
Terhadap Karakteristik Instan Jahe- (3) : 419 -423.
Cokelat. J IHP Vol 6 (2). 37. Wong, S.Y, PL Lua. 2012. Effects of
33. Sri Mulato ; Widyotomo ; Misnawi dan dark chocolate consumption on anxiety,
Suharyanto, E. V ; 2005. Pengolahan depressive symptoms and health related
Produk Primer dan Sekunder Kakao. quality of life status among cancer
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao patients. HealthandEnvironmentJournal.
Indonesia, Jember (3): 27-35.
34. Tomas-Barberan F.,A., Cienfuegos- 38. Yusuf, F., Sirajuddin, S., Najamuddin, U.
Jovellanos, E., Marín, A., Muguerza, 2013. Analisis Kadar AsamLemak Jenuh
B., Gil-Izquierdo, A., Cerda, B., Zafrilla, Dalam Gorengan Dan Minyak Bekas
P, Morillas, J., Mulero, J., Ibarra, A., Hasil Penggorengan Makanan Jajanan
Pasamar, M.,A., Ramón, D., Espín, Di Lingkungan Workshop Universitas
J.,C.,2007. A New Process To Develop Hasanuddin. Program Studi Ilmu
a Cocoa Powder with Higher Flavanoid Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Monomer Content and Enhanced Universitas Hasanuddin.
Biovailability in Healthy Humans.
Agricultural And Food Chemistry, 55,
3926-3935.

42 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Ketahanan Usang Barang Jadi Karet ... (Rahmaniar)

KETAHANAN USANG BARANG JADI KARET PEGANGAN SETANG SEPEDA


MOTOR DARI TEPUNG KULIT KERANG
Ageing Resistance of Motorcycle Rubbery Grip Handle from Flour Clamshell

Rahmaniar
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
Pos-el : rahmaniar_een@yahoo.co.id
(Artikel diterima 6 Januari; direvisi 16 Maret 2016; disetujui 20 Mei 2016)

Abstract. Padding used to strengthen and enlarge rubber volume, can improve the quality of rubbery goods’
physical characteristics and vulcanization. The objectives of the research were to obtain the formulation of
rubber compound met SNI standardvaried with particle size of flour clamshell and ratio composition of padding
(clamshell flour: carbon black). The experimental design of the research was Completely Randomized
Factorial Design. The first factor was concentration of clamshell flour in particle size (A): A1:30 phr, A2:
40 phr, A3: 50 phr. The second was ratio composition of padding (clamshell flour: carbon black N330) (B):
B1 = 15:55 phr, B2=25:45 phr and B3=35:35 phr. Testing on quality of rubber compound’s characteristics
includevisual test, modulus, and ageing resistance including hardness, tensile strength, elongation at break.
The result showed that visual test for physical compound characteristics value is no defect for all formula, 55
– 104% for modulus, while compound physical test after ageing process shows 56 – 64 shore A for hardness,
106 – 129 kg/cm2 for tensile strength, 336 – 579% for elongation at break. Test result for all parameters
meets SNI 06-7031-2004 as the standard for motorcycle grip handle.
Keywords: rubber compound, Flour Clamshell, carbon black.

Abstrak Bahan pengisi berfungsi sebagai penguat yang dapat memperbesar volume karet, dapat
memperbaiki sifat fisis barang jadi karet dan memperkuat vulkanisat. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan formulasi kompon karet yang memenuhi SNI, dengan variasi ukuran partikel tepung kulit
kerang dan variasi perbandingan bahan pengisi (tepung kulit kerang:carbon black). Rancangan yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), Faktor pertama konsentrasi tepung kulit kerang
dengan ukuran partikel (A) : A1 : 30 phr, A2 : 40 phr, A3 ; 50 phr. Faktor kedua variasi bahan pengisi
(Tepung kulit kerang:carbon black N330) (B) : B1 =15:55 phr, B2 =25:45 phr dan B3 = 35:35 phr.Pengujian
mutu karakteristik kompon karet yaitu uji visual, tegangan tarikdan ketahanan usang meliputi kekerasan,
tegangan putus, perpanjangan putus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai karakteristik fisik kompon
hasil uji visual untuk seluruh formula yaitu tidak cacat,tegangan tarik (modulus) 55-104%, sedangkan hasil
uji fisik kompon setelah pengusangan yaitu kekerasan (hardness) 56-64 shore A, tegangan putus (tensile
strength) 106-129 kg/cm2, perpanjangan putus (elongation at break) 336-579%. Hasil uji yang dilakukan
untuk semua parameter memenuhi SNI 06-7031-2004 persyaratan mutu karet pegangan setang (grip
handle) sepeda motor.
Kata kunci: kompon karet, tepung kulit kerang, carbon black.

PENDAHULUAN isoprena. Polimer karet alam terdiri dari 97%


polimer cis-1,4-polyisoprene (Yuniari, 2001;
Karet terdiri dari karet alam dan karet
Ellul, 1994).
sintetis, karet alam tersusun dari hidrokarbon
Karet alam merupakan salah satu
karet dan senyawa non-karet. Salah satu
komoditas perkebunan yang memiliki peranan
senyawa non-karet adalah protein. Senyawa
penting dalam perekonomian nasional, yakni
non-karet lain adalah karbohidrat, lipid,
sebagai sumber devisa negara dan sumber
karoten, glikolipid, mineral, enzim, fosfolipid
penghidupan jutaan petani (Haris, 2004).
dan berbagai bahan lain. Karet alam berasal
Luas area dan produksi perkebunan rakyat
dari tumbuhan Hevea brasiliensis yang
di Provinsi Sumatera Selatan 1.221.413
merupakan polimer alam dengan monomer

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 43


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 43-50

ha dan 1.071.853 ton (Dinas Perkebunan plecypoda yang berupa lapisan kapur pada
Provinsi Sumatera Selatan, 2013). cangkang banyak mengandung kalsium
Barang jadi karet diproses dari kompon karbonat kira-kira 89,91%. (Darma, 1988).
karet yang divulkanisasi. Proses vulkanisasi Lapisan terdalam terdiri dari
merupakan pembentukan ikatan silang lamella yang sangat tipis mengandung
kimia dari rantai molekul yang berdiri sendiri, kalsiumkarbonat dalam bentuk calcitic,
yang dapat meningkatkan elastisitas dan aragonite atau keduanya yang tertanam
menurunkan plastisitas (Kumar dan Nijasure, dalam matrik organik yang tipis. Kerang
2007). Agar dihasilkan barang jadi karet yang andara mengandung daging sekitar 30%
layak digunakan terlebih dulu karet mentah dari berat keseluruhan yang mengandung
dicampur dengan bahan kimia lain misalnya mineral–mineral kalsium, fosfat, besi, yodium
bahan pengisi, bahan pelunak, bahan dan tembaga, kerang ini menghasilkan
penggiat, anti oksidan, bahan pencepat, limbah padat yang cukup tinggi, sedangkan
bahan pewarna dan bahan kimia lainnya. kulit kerang merupakan salah satu batuan
Kompon karet campuran antara calcareous yang mengandung kadar CaO
karet mentah dengan bahan-bahan kimia yang tinggi ( Surest et al, 2012), sehingga
lainnya, yang ditentukan komposisi dan perlu adanya upaya untuk menanganinya
pencampurannya dilakukan dengan cara agar bermanfaat dan mengurangi dampak
penggilingan, komposisi kompon karet negatif terhadap lingkungan. Bahan pengisi
berbeda-beda tergantung pada tujuan dari limbah kulit kerang yang mengandung
pembuatan barang jadi karetnya. kalsium karbonat diharapkan dapat
Untuk meningkatkan nilai ekonomis meningkatkan sifat fisika baik dari produk
dari cangkang, menurut Yuniati, (2010). Filler barang jadi karet, maka akan dilakukan
cangkang kerang kipas dapat menurunkan penelitian penggunaan kulit kerang yang
swelling index dan menaikkan sifat mekanis mengandung kalsium karbonat sebagai
kompon. Cangkang kerang dapat digunakan bahan pengisi yang diharapkan dapat
sebagai filler karena mengandung meningkatkan sifat-sifat mekanik produk jadi
kalsium karbonat 89,91% (Darma, 1988). karet yang dihasilkan.
Disamping itu limbah padat dari cangkang Pemanfaatan tepung kulit kerang dapat
kerang dimanfaatkan sebagai bahan dijadikan sebagai bahan tambahan pada
kerajinan sebagai desain interior, kosmetik, industri, yang digunakan sebagai bahan
memanfaatkan kandungan nutrisi, beton, dalam pembuatan kompon karet. Adapun
makanan ternak dan pembuatan lem kaca tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan
(Nadjib, 2008; Rezeki A.S dan Karolina R, formulasi kompon karet yang memenuhi
2013; Agustini et al, 2011). SNI, dengan variasi ukuran partikel tepung
Bahan Pengisi ditambahkan ke dalam kulit kerang dan variasi perbandingan bahan
kompon karet dalam jumlah yang cukup pengisi (tepung kulit kerang:carbon black).
besardengan tujuan untuk meningkatkan
sifat fisik, memperbaiki karakteristik BAHAN DAN METODE
pengolahan tertentudan mengurangi biaya Bahan
produksi. Bahan pengisi dibagi atas dua Bahan-bahan yang digunakan dalam
yaitu bahan pengisi aktif dan bahan pengisi penelitian ini adalah SIR 20, SBR, zink
tidak aktif. Limbah dari kulit kerang ini oksida, asam stearat, sulfur, Kulit kerang,
memberikan peluang usaha bila di olah dan Carbon black N330, Monarex oil, cumaron
dimanfaatkan, sehingga akan meningkatkan resin, CBS, TMTD, TMQ,
kualitas dari limbah yang dapat meningkatkan
nilai ekonomi dari limbah tersebut serta Peralatan
menjadikan limbah tersebut ramah Peralatan yang digunakan dalam
lingkungan. Permukaan dalam lapisan luar penelitian ini adalah open mill L 140 cm
dari kulit kerang menghasilkan periostracium D18 cm kapasitas 1 kg, , pressing rubber,
organik merupakan lapisan cangkang moulding, cutting scrub, neraca analitis,

44 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Ketahanan Usang Barang Jadi Karet ... (Rahmaniar)

timbangn metler p120 kapasitas 1200 g, diambil jumlah (phr) kulit kerang (faktor
glassware, timbangan duduk merek Berkel kedua).
kapasitas 15 kg, cutting scraf besar, alat Faktor kedua variasi jumlah bahan
press, cetakan sheet, autoclave, furnace, pengisi yaitu tepung kulit kerang dan Carbon
glassware dan gunting. Black N330(B) :
B1 : 15 phr: 55 phr
Rancangan Percobaan
B2 : 25 phr : 45 phr
Rancangan penelitian yang digunakan
B3 : 35 phr : 35 phr.
Faktor pertama tepung kulit kerang dengan
ukuran partikel (A):A1 : 30 mesh, A2 : 40 mesh Dalam penelitian ini formula pembuatan
dan A3: 50 mesh. Dari ketiga ukuran partikel kompon karet dengan menggunakan pengisi
tersebut untuk masing-masing variasi mesh tepung kulit kerang dan carbon blackterdapat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Formula Kompon Karet

NO NAMA BAHAN FORMULA


1. RSS 75 75 75
2. EPDM 25 25 25
3. Kulit kerang 30 mesh 40 mesh 50 mesh
phr phr phr
15 25 35 15 25 35 15 25 35
4. Carbon Black phr phr phr
N330 55 45 35 55 45 35 55 45 35
5. Minarex oil 5 5 5 5 5 5 5 5 5
6. Cumaron resin 3 3 3 3 3 3 3 3 3
7. ZnO 5 5 5 5 5 5 5 5 5
8. SA 2 2 2 2 2 2 2 2 2
9. BHT 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
10. CBS 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7
11. MBTS 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
12. Sulfur 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Sumber : Kania, et al, 2014.

Tahapan Penelitian tepung kulit kerang yang lebih


Pembuatan Filler dari Kulit Kerang halus dan yang tidak lolos sieve
1) Pisahkan antara kulit dengan isi dimasukkan dalam crusher lagi untuk
2) Pembersihan dari kotoran-kotoran mendapatkan hasil yang lebih halus
yang melekat langsung dibakar 6)
Setelah 3 jam, tepung kulit
sampai menjadi abu atau bisa juga kerang kemudian dipisahkan atau
dimasukkan kedalam oven dengan diayak menggunakan sieve untuk
suhu 121oC selama 15 menit. mendapatakan tepung kulit kerang
3) Setelah itu kulit kerang dihancurkan sesuai ukuran (30 mesh,40 mesh dan
di dalam crusher. 50 mesh)
4) Kulit kerang yang sudah hancur
kemudian dipisahkan atau diayak Pembuatan kompon karet (Thomas, 2005)
dengan menggunakan sieve 1. Persiapan bahan
5) Tepung kulit kerang yang lolos dari Bahan kimia dari masing-masing
sieve dimasukkan dalam ball mill formula kompon ditimbang sesuai dengan
selama 3 jam untuk mendapatkan

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 45


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 43-50

yang telah ditentukan. Jumlah dari setiap HASIL DAN PEMBAHASAN


bahan didalam formula kompon dinyatakan
Uji Visual
dalam PHR (berat per seratus karet) dengan
Kompon karet akan dilakukan
memperhatikan faktor konversinya.
pengujian secara visual terhadap adanya
cacat atau kerusakan.
2. Mixing ( pencampuran )
Hasil pengujian secara visual dilakukan
Proses pencampuran dilakukan dalam
terhadap kompon karet pegangan setang
gilingan terbuka (open mill), yang telah
(grip handle) sepeda motor yang dihasilkan
dibersihkan. Selanjutnya dilakukan proses:
dari 9 formula dapat dilihat pada Tabel 2.
a. Mastikasi polymer selama ±15 menit
(70o untuk kompon RSS dan EPDM). Tabel 2. Hasil uji visual kompon karet
b. Pencampuran polymer dengan bahan pegangan setang (grip handle).
kimia:
1) Ditambahkan bahan penggiat/ No Ukuran Tepung kulit Hasil uji
activator ( ZnO dan asam stearat ) partikel kerang:
dan antioksidan(cumaron resin dan (Mesh) Carbon Black
BH). Potong setiap sisi satu sampai 1. 30 15:55
tiga kali selama ±10 menit. 25:45 Tidak cacat
2) Ditambahkan filler (tepung kulit 35:35
kerang dan CB N330) dan softener 2. 40 15:55
(minarex oil). dipotong setiap sisi satu 25:45 Tidak cacat
sampai tiga kali selama ±10 menit. 35:35
3) Ditambahkan accelerator(CBS dan 3. 50 15:55
MBTS),dipotong setiap sisi satu 25:45 Tidak cacat
sampai tiga kali selama ±10 menit. 35:35
4) Kompon dikeluarkan dari open mill
dan ditentukan ukuran ketebalan Perlakuan dalam penelitian ini untuk
lembaran kompon dengan menyetel variasi ukuran partikel 30, 40 dan 50 mesh
jarak roll pada cetakan sheet, terhadap campuran bahan pengisi tepung
dikeluarkan dan diletakkan diatas kulit kerang dan carbon black jika dilihat
plastik transparan. Kompon dilakukan secara visual tidak berpengaruh secara
master bed ±24 jam. signifikan, hal ini dapat dilihat hasil pengujian
5) Ditambahkanvulkanisator(sulfur). dari formula 1 sampai formula 9 terhadap
dipotong setiap sisi satu sampai tiga kompon karet yang dihasilkan tidak cacat.
kali selama ±10 menit. Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap
6) Dilakukan prosedur ini untuk kompon kompon karet yang dihasilkan permukaan
1 sampai dengan kompon 3. kompon karet rata, tidak terdapat bercak,
Kompon karet yang dihasilkan akan tidak retak, tidak ada goresan, tidak
diuji mutunya sehingga dapat diketahui berlubang, tidak sobek dan tidak ada benda
kelemahan maupun kelebihannya. Parameter asing lainnya.
yang diuji yaitu uji visual, ketahanan usang Berdasarkan persyaratan SNI hasil uji
parameter Kekerasan (Hardness),Tegangan kompon karet memenuhi persyaratan mutu
putus (Tensile strength), perpanjangan putus karet pegangan setang (grip handle) sepeda
(Elongation at break) dan uji modulus (%). motor SNI 06-7031-2004.Nilai cacat dapat
disebabkan karena pencampuran yang
tidakmerata, perbandingan penggunaan
bahan baku dan bahan penolong yang tidak
sesuai. Selain itu penggunaan temperatur
pada saat pencampuran bahan tidak
tepat, sehingga vulkanisasi tidak terjadi

46 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Ketahanan Usang Barang Jadi Karet ... (Rahmaniar)

secara maksimal. Disamping itu pada saat bahan pengisi dapat meningkatkan sifat
pelepasan produk karet pegangan setang fisis karet dalam pembuatan kompon karet.
(grip handle) dari cetakan (moulding) dapat Nilai pengusangan dalam penelitian ini untuk
menyebabkan cacat produk. semua perlakuan memenuhi SNI06-7031-
2004 persyaratan mutu karet pegangan setang
Ketahanan Usang, 70oC, 24 jam (Ageing (grip handle) sepeda motor yaitu nilai awal
Resistance) ± 10 (70±5). Pengusangan mengakibatkan
Pengusangan mengakibatkan turun- adanya perubahan nilai sebelum dan sesudah
nya sifat fisik barang karet, seperti karet pengusangan. Variasi ukuran partikel tepung
menjadi keras, lunak dan lengket. Penurunan kulit kerang tidak berpengaruh secara
sifat fisik disebabkan terjadinya degradasi signifikan terhadap nilai kekerasan setelah
karet karena oksidasi oleh oksigen dan pengusangan hal ini dikarenakan ukuran
ozon. Oksidasi dipercepat dengan adanya partikel mempunyai rentang yang dekat
panas, sinar ultra violet, lembab dan logam sekali yaitu 30, 40 dan 50 mesh. Sedangkan
yang mengkatalisa oksidasi. Uji ketahanan perbandingan bahan pengisi antara tepung
usang bertujuan untuk mengetahui kulit kerang dan carbon black, cenderung
kemunduran sifat-sifat fisik kompon karet semakin meningkat kan nilai kekerasan
seperti kekerasan, tegangan putus dan setelah pengusangan dengan penambahan
perpanjangan putus setelah pengusangan tepung kulit kerang, bahan pengisi dalam
dalam waktu tertentu. pembuatan barang jadi karet merupakan
matrial yang besar digunakan setelah
Kekerasan (Shore A) campuran karet, bahan pengisi berfungsi
Berdasarkan hasil pengujian kekerasan untuk memperkuat karet, hal ini merupakan hal
kompon karet setelah pengusangan dengan yang penting dalam teknologi pemprosesan
nilai tertinggi pada perlakuan A1B2, A1B3 karena dapat meningkatkan satu atau lebih
dan A2B3yaitu 64 shore A, dan terendah sifat elastomer, sesuai kegunaannya.. Bahan
pada perlakuan A3B1yaitu 56 shore A. Hasil pengisi akan meningkatkan banyaknya rantai
pengujian kekerasansetelah pengusangan polimer (Long, 1985).
dapat dilihat pada Gambar 1.
Tegangan putus
Berdasarkan hasil pengujian tegangan
putus kompon karet setelah pengusangan
dengan nilai tertinggi pada perlakuan A1B3 yaitu
129 kg/cm2 dan terendah pada perlakuan A3B3
yaitu 106 kg/cm2. Hasil pengujian tegangan
putus kompon karet setelah pengusangan
dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Hasil uji kekerasan sebagai


bahan pembuatan kompon karet dengan
menggunakan tepung kulit kerang
setelah pengusangan

Semakin besar tepung kulit kerang


yang ditambahkan dibanding carbon
black, nilai kekerasan cendrung meningkat,
sedangkan ukuran partikel tepung kulit Gambar 2. Hasil uji tegangan putus
kerang tidak berpengaruh secara signifikan. sebagai bahan pembuatan kompon karet
Menurut Hendrawan dan Purboputro (2015), dengan menggunakan tepung kulit kerang
setelah pengusangan

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 47


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 43-50

Pengusangan mengakibatkan turun- Nilai perpanjangan putus setelah


nya sifat fisik mekanik seperti tegangan pengusangan dalam penelitian ini untuk
putus selama masa penggunaan seperti semua perlakuan memenuhi SNI 06-7031-
karet menjadi retak, lunak dan lekat lekat. 2004 persyaratan mutu karet pegangan
Penurunan sifat fisik ini disebabkan terjadinya setang (grip handle) sepeda motor yaitu
degradasi karet karena oksidasi oleh oksigen minimal 130. Semakin kecil ukuran partikel
dan ozon. (Chandra dan Rustgi, 1997). campuran tepung kulit karang yang di
Nilai tegangan putus setelah pengusangan gunakan nilai perpanjangan putus cenderung
dalam penelitian ini untuk semua perlakuan meningkat tetapi tidak signifikan.
memenuhi SNI 06-7031-2004 persyaratan
mutu karet pegangan setang (grip handle) Tegangan Tarik (Modulus %)
sepeda motor yaitu minimal 5. Semakin Berdasarkan hasil pengujian tegangan
besar campuran kulit kerang nilai tegangan tarik kompon karet setelah pengusangan
putus cenderung menurun, sedangkan dengan nilai tertinggi pada perlakuan A1B1
ukuran partikel tidak berpengaruh secara yaitu 104 % dan terendah pada perlakuan
signifikan hal ini dikarenakan kulit kerang A3B1 yaitu55%. Hasil pengujian tegangan
merupakan bahan pengisi bukan penguat tarik kompon karet setelah pengusangan
hanya berfungsi menambah volume saja. dapat dilihat pada Gambar 4.
Menurut Maryam (2006) komposisi serbuk
kulit kerang mengandung unsur CaO
sekitar 66,7%, SiO2 7,88%, Fe2O3, 0,03%,
MgO 22,28% dan Al2O31,25%. Kalsium
oksida (CaO) merupakan senyawa turunan
dari senyawa kalsium karbonat (CaCO3),
komposisi terbesar dari senyawa serbuk
cangkang kerang mengandung 98,7%
CaCO3 (Retno,2012; Sahara, 2011).
Gambar 4. Hasil uji tegangan tarik sebagai
Perpanjangan putus bahan pembuatan kompon karet dengan
Berdasarkan hasil pengujian per- menggunakan tepung kulit kerang
panjangan putus kompon karet setelah setelah pengusangan
pengusangan dengan nilai tertinggi pada
perlakuan A3B1 yaitu 579% dan terendah pada Nilai tegangan tarik, semakin kecil
perlakuan A1B1yaitu 327%. Hasil pengujian ukuran partikel dan campuran tepung kulit
perpanjangan putus kompon karet setelah kerang yang di gunakan nilai tegangan tarik
pengusangan dapat dilihat pada Gambar 3. cenderung menurun hal ini dikarenakan
kompon karet yang dihasilkan memiliki
porositas yang semakin besar (Rezeki dan
Karolina, 2013). Kompon karet sebagian
bahan penunjang yang digunakan dalam
jumlah besar yaitu bahan pengisi, dalam
penelitian ini bahan pengisi yang digunakan
tepung kulit kerang. Tepung kulit kerang
memiliki senyawa SiO2yang rendah yaitu
SiO2 7,88% (Maryam, 2006), sehingga
silika memiliki interaksi yang lemah dengan
Gambar 3. Hasil uji perpanjangan putus polimer dan memiliki kecenderungan yang
sebagai bahan pembuatan kompon karet kuat untuk menggumpal (aglomerasi) serta
dengan menggunakan tepung kulit kerang membentuk jaringan-jaringan fillerpada
setelah pengusangan kompon karet (Wang, 2001) sehingga,

48 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Ketahanan Usang Barang Jadi Karet ... (Rahmaniar)

terdapat gumpalan-gumpalan di dalam 6. Fakultas Teknik Universitas Wahid


kompon dan mempengaruhi kualitas kompon Hasyim Semarang.
karet yang dihasilkan. Kumar, Ch SSR and NijasureM. A. 2007.
Vulcanization of Rubber, Resonance
SIMPULAN April 1977 page 55-59.
Long, harry. 1085. Basic Compounding and
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Processing of Rubber, University of
karakteristik fisik kompon uji visual untuk
Akron: Ohio.
seluruh formula yaitu tidak cacat, hasil uji
Maryam, S. 2006. Pengaruh Serbuk
setelah pengusangan meliputi kekerasan
Cangkang Kerang Sebagai Filter
(hardness) berkisar 56-64 shore A, tegangan
Terhadap SifatSifat dari Mortar. Skripsi.
putus (tensile strength)106-129 kg/cm2 dan
FMIPA. USU
perpanjangan putus (elongation at break)
Nadjib, 2008. Studi pemanfaatan kulit
336-579%, sedangkan hasil uji fisik kompon
kerang sebagai bahan penyusun pada
tegangan tarik (modulus 55-104%.
pembuatan lem kaca. Berk. Penel.
Hasil uji yang dihasilkan untuk semua
Hayati 13(153-156). ITS. Surabaya.
parameter memenuhiSNI 06-7031-2004
Surest, A.H, Aria Risma Wardani dan Resi
persyaratan mutu karet pegangan setang
Fransiska, 2012. Pemanfaatan Limbah
(grip handle) sepeda motor.
Kulit Kerang untuk Menaikkan pH pada
proses Pengelolaan air rawa menjadi
DAFTAR PUSTAKA
air bersih. Jurnal Teknik Kimia UNSRI
Agustini, T.W. Fahmi A.S. Widowati I dan Standar Nasional Indonesia. 2004.
Sarwono, A. 2011. Pemanfaatan Persyaratan Mutu Karet Pegangan
limbah cangkang kerang simping Setang (GripHandle) Sepeda Motor.
(Amusium pleuronectes) dalam SNI 06-7031-2004.
pembuatan Cookies kaya kalsium. Thomas, 2005. Disain Kompon. Balai
Jurnal pengolahan hasil perikanan Penelitian Teknologi Karet Bogor.
Indonesia, volume XIV Nomor 1. Retno, E et al. 2012. Pembuatan Ethanol
Badan Pusat Statistik. 2014. Dinas Fuel Grade Dengan Metode Adsorbsi
Perkebunan Provinsi Sumatera Menggunakan Adsorben Granulated
Selatan. Sumatera Selatan Dalam Natural Zeolite dan CaO. Spionsium
Angka. Nasional RAPI XI FT UMS-2K012.
Chandra, R dan Rustgi, R, 1997. Polymer Teknik Kimia. Fakultas Teknik.
Degradation and Stability, 56, 185. Universitas Sebelas Maret.
Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Rezeki, A.S dan Karolina R., 2013. Pengaruh
Indonesia, Penerbit Erlangga. substitusi abukulit kerang terhadap
Ellul, M.D dan D.R. Hazelton. 1994. Chemical sifat mekanik beton. Jurnal Teknik Sipil
surface treatments of Natural Rubber USU, Vol 2, No 2. Medan.
and EPDM Thermoplastic Elastomers: Sahara, R. 2011. Komposisi Cangkang
Effect on Friction and Adhession , Kerang Darah. Institut Pertanian Bogor.
Rubber Chem. Technol, R.T. vanderbilt Jawa barat.
Company Inc: Ohio. Wang, M.J. 2001. Carbon-Silica Dual Phase
Haris, U. 2004. Karet Alam Havea dan Industri Filler, A New Generation Reinforcing
Pengolahannya. Balai Penelitian dan Agent For Rubber. Rubber Chemistry
Teknologi Karet. Bogor. and Technology.
Hendrawan, M.A dan Purboputro P.I. 2015. Kania F, Wijayanti M, SariTI, Fachry Rdan
Pengaruh komposisi bahan komposit Rahmaniar, 2014.Pemanfaatan
karet terhadap kekuatan Tarik dan limbah tepung kulit kerang sebagai
keausan bahan karet luar ban pada filler pengganti dalam pembuatan grip
lintasan semen. Prosiding SNST ke- handle motor dari karet. Prosiding
Teknik Kimia Universitas Sriwijaya.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 49


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 43-50

Yuniari, A., Any, S., dan Buchori, A. Yuniati. 2010. Studi pemanfaatan kulit
2001. Optimalisasi Kondisi Proses kerang (Andara Ferruginea) sebagai
Vulkanisasi terhadap Sifat Fisis bahan pengidi produk latex karet
Kompon Karet yang Menggunakan alam dengan tekhnik pencelupan.
Bahan Pengisi Jenis Silikat. Prosiding Universitas Sumatera Utara. Medan.
Seminar Nasional Kimia. Surakarta.

50 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


PETUNJUK PENULISAN

KETENTUAN UMUM
• Artikel adalah Karya Tulis Ilmiah (KTI) atau makalah ilmiah, hasil penelitian, tinjauan, kajian, atau
ulasan dan komunikasi pendek yang dikemas secara sistimatis dan kritis, dibidang ilmu/aplikasi teknik
(rekayasa) dan teknologi industri hasil perkebunan.
• Artikel belum pernah dipublikasikan pada jurnal ilmiah lain atau dipresentasikan pada pertemuan
ilmiah, seminar dan semacamnya.
FORMAT PENULISAN
• Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris baku dan lugas.
• Artikel diketik pada kertas A4 huruf Arial font 11 spasi tunggal (kecuali dinyatakan lain) berkisar antara
7-12 halaman. Batas marjin kiri 3,5 cm; kanan 2,5 cm; atas 3,0 cm; dan bawah 2,5 cm.
• Judul, abstrak, dan kata kunci ditulis dalam bahasa Indonesia, diikuti dengan terjemahannya dalam
bahasa Inggris. Bila artikel ditulis dalam bahasa Inggris maka judul, abstrak, dan kata kunci diikuti
dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
• Judul menggunakan huruf kapital bold dan terjemahannya dengan huruf biasa italik masing-masing
dengan font 11 spasi tunggal berkisar antara 10 - 25 kata.
• Nama penulis dicantumkan dibawah judul diikuti dengan nama dan alamat institusi penulis beserta
satu alamat pos-el korespondensi penulis dengan font 10 spasi tunggal. Nama penulis dicetak bold.
• Abstrak dibuat dalam satu paragraf menggunakan font 10 italik (paling banyak 150 kata dalam bahasa
Inggris, dan 200 kata dalam bahasa Indonesia). Kata kunci dapat berupa kata tunggal dan kata
majemuk, paling banyak delapan kata.
• Sistimatika penulisan artikel hasil penelitian adalah Judul, Abstrak, Kata Kunci, Pendahuluan,
Metodologi, Hasil dan Pembahasan, Simpulan, Ucapan Terima Kasih (jika ada), dan Daftar Pustaka.
Untuk tulisan bersifat teknik (rekayasa) dan tinjauan/ulasan ilmiah, selain Judul, Abstrak, Kata Kunci,
Pendahuluan, Simpulan dan seterusnya sistimatika penulisannya disesuaikan dengan isi artikel. Setiap
paragraf ditulis dalam bentuk paragraf utuh tanpa dipenggal kedalam butir-butir (pointer). Misalnya
untuk menuliskan urutan proses, komposisi bahan, perlakuan penelitian, standar, atau simpulan hasil
penelitian atau kajian ilmiah.
• Sitasi pustaka dan sitasi teks mengacu pada Chicago Style (Scientific Style). Daftar Pustaka
menggunakan font 10.
• Bila tahun publikasi pustaka tidak diketahui maka sebagai gantinya digunakan t.t atau n.d.
• Contoh penulisan sitasi teks (Hidayat, 2001). Bila penulis pustaka lebih dari 2 (dua) orang maka hanya
nama penulis pertama yang ditulis diikuti dengan kata et al.
• Contoh penulisan Daftar Pustaka:
1. Beckett, S. T. 2000. The Science of Chocolate. Cambridge UK: RSCP Paper backs.
2. BSN. 1995. Mutu dan Cara Uji Gula Palma, SNI 01-3743-1995. Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional.
3. Budiarso, I. 2004. Minyak Kelapa: Minyak Goreng Paling Aman dan Paling Sehat. http://viladago.
blogsome.com/2005/12/20/minyak-kelapa (diakses 9 Maret 2008).
4. Chau, K. V and Gaffney, J. J. 1990. A Finite Difference Model for Heat and Mass Transfer in
Products with Internal Heat Generation and Transpiration. J. Food Sc. 55 (2):484-487.
5. Holland, F.A. 1984. Process Economics. In Perry’s Chemical Engineers Handbook. Robert H.Perry
and Don Green, eds. New York : McGraw Hill Inc.
6. Republika. 2008. Harga Cengkeh Melonjak. 19 Nopember.
7. Sukha, D.A. 2003. Potential Value Added Products from Trinidad and Tobago Cocoa. Proc.
of Seminar/Exhibition on The Revitalization of Trinidad and Tobago Cocoa Industry. Sept, 20.
St.Agustine: APASTT-Faculty of Sci. and Agricult. UWI.
• Bila pustaka yang diacu di tulis oleh penulis yang sama dan dalam tahun yang sama, maka setiap
pustaka disusun dengan membedakan tahun terbit dengan huruf abjad, misalnya ( 2012 a), (2012 b)
dst.
• Tabel, gambar, dan grafik diberi nomor urut; ilustrasi tersebut harus jelas terbaca. Judul tabel ditulis
disebelah atas tabel yang bersangkutan, sedangkan judul gambar dan grafik disebelah bawah ilustrasi
masing-masing. Tabel dibuat hanya dengan menggunakan garis horisontal.
• Masing-masing judul bab diketik dengan huruf kapital, sedangkan judul sub-bab dan Ucapan Terima
Kasih (jika ada) dengan huruf biasa, ketiganya diketik bold font 11.
• Acuan pustaka sedapat mungkin 80% merupakan terbitan 10 tahun terakhir dan 80% berasal dari
sumber acuan primer (jurnal ilmiah, prosiding, laporan hasil riset, dan paten).
• Kecuali judul, nama, dan alamat institusi penulis dan abstrak, naskah diketik dalam bentuk 2 (dua) kolom
termasuk tabel, gambar, dan grafik (sepanjang memungkinkan). Ukuran font dan spasi tabel, gambar,
dan grafik masing-masing font 10 spasi tunggal (atau menyesuaikan).Bila tidak memungkinkan, tabel,
gambar, dan grafik menempati 2 (dua) kolom, agar ilustrasi tersebut dapat terbaca dengan jelas.
Khusus untuk gambar dalam bentuk foto agar melampirkan negatifnya.
SELEKSI ARTIKEL
• Proses seleksi meliputi: seleksi awal, penyuntingan oleh Dewan Redaksi, Review (penelaahan) oleh
Mitra Bestari, dan persetujuan artikel. Proses penyuntingan dan review dapat berlangsung lebih dari
satu kali dan bersifat anonim.
• Kriteria penilaian mencakup kesesuaian dengan persyaratan JIHP, derajat originalitas, konsep atau
dasar pemikiran, alur penulisan, kedalaman ilmiah, unsur kebaruan dan inovasi, dan nilai manfaat/
aplikasi hasil penelitian, kajian atau ulasan ilmiah tersebut.
• Redaksi berhak menolak, mengembalikan untuk diperbaiki atau mengedit kembali naskah tanpa
merubah isi dan maksud artikel.
LAIN-LAIN
• Redaksi tidak bertanggung jawab terhadap setiap pernyataan dan pendapat ilmiah yang dikemukakan
penulis didalam artikelnya.
• Artikel disertai dengan Surat Pengantar dan no Hp penulis dikirim dalam sampul tertutup, ditujukan
kepada Dewan Redaksi JIHP dengan alamat Redaksi JIHP atau melalui email alfridalullung@yahoo.
com

Anda mungkin juga menyukai