Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan
jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal
yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan
bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain
sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang
lain. (Menkes, 2005)
Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H.
Syafii Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi
setiap negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan
teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya
pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang
sama untuk menyusuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan
stres tersebut. ( Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik
Dapertemen Kesehatan, 2007)
Berdasar kan data dari medical record BPRS dari makasar provinsi sulawesi
selatan menunjukan pasien halusinasi yang dirawat pada tiga tahun terakhir sebagai
berikut: pada tahun 2006 jumlah pasien 8710 dengan halusinasi sebanyak 4340
orang (52%), tahun 2007 jumlah pasien 9245 dengan halusinasi sebanyak 4430
orang (49%), tahun 2008 ( januari-maret) jumlah pasien 2294 dengan halusinasi
sebanyak 1162 orang. Agar perilaku kekerasan tidak terjadi pada klien halusinasi
maka sangat di butuh kan asuhan keperawatan yang berkesinambungan.
Berdasarkan dari hasil anamnesa pada bulan november 2010 pada ruangan
nuri yang mana jumlah pasien halusinasi sekitar 32 orang (71,11%) dari 45 pasien
yang ada diruangan, di merpati 33 pasien halusinasi (75%) dari 44 pasien, di mawar

1
ada 9 pasien halusinasi (45%) dari 20 pasien, di hangtuah ada 2 pasien halusinasi
(28,57%) dari 7 pasien, di melati ada 22 pasien halusinasi (64,70%) dari 34 pasien.

Berdasarkan hal diatas, kami kelompok tertarik untuk mencari serta


membahas halusinasi dalam seminar kelompok yang sebagai salah satu syarat tugas
untuk menyelesaikan praktek klinik di RSJ Tampan Pekanbaru.

B. Ruang Lingkup Masaalah


Ruanglingkupini dilakukan di Rumah Sakit jiwa Tampan tahun
2010.Dimanapembuatan makalah ini yang akan dilihat sejauh mana halusinasi akan
mempengaruhi sifat yang mal adaktif dan cara penanggulangan atau tindakan yang
akan dilakukan untuk klien. Alasan pembuatan makalah ini karena halusinasi
merupakan penyebab terbanyak pada gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tampan.
Dipilihnya halusinasi ini karena di RSJ Tampan Pekanbaru Provinsi Riau salah satu
tempat rujukan di daerah Riau ini. Makalah ini dibuat berdasarkan hasil ovservasi
terbanyak di RSJ Tampan Pekanbaru.

C. Tujuan
Untuk mengetahui gambaran nyata tentang asuhan keperawatn jiwa pada klien
dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di ruang Nuri RSJ
Tampan Pekanbaru.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Teori


1. Definisi
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari
suara sederhana sampai suara berbicara mengenai klien sehingga klien berespon
terhadap suara atau bunyi tersebut( kliat, 2006 )
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan, mesin,
barang, kejadian alamiah dan musik dalam keaadan sadar tanpa adanya
rangsangan apapun (maramis, 2005).
Halusinasi pendengaran adalah persepsi sensorik yang keliru melibatkan panca
indra pendengaran (isaac,2002).
2. Etiologi
Menurut stuart ( 2007) faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
faktor predisposisi
1) Biologis
abnormalitas perkambangan syaraf berhubungan dengan respon neorologis
yang maladaftif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian sebagai berikut:
a. penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofren
b. beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang
berlebihan
c. pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia.
2) Psikolagis

3
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) sosial budaya
kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan,
perang, kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang terisolasi

faktor presipitasi
secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap stressor
dan maslah koping dapat mengindikasi kemungkinnan kekambuhan
(kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1) biologis
ganngguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak akibat ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Sterss lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3) sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang ditimbulkan pada individu yang mengalami halusinasi
dengar:
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.

4
b. Mengatakan mendengar suara.
c. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata.
e. Tidak dapat mremusatkan konsentrasi / perhatian.
f. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga dan bermusuhan.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan.
j. Ketakutan.
k. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.
l. Menyalahkan diri sendiri / orang lain.
m. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, berpakaian.
n. Muka merah kadang pucat.
o. Ekspresi wajah tegang
p. Tekanan darah meningkat.
q. Nadi cepat.
r. Banyak keringat.
4. Tahapan halusinasi
a. fase I : klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenang kan untuk meredakan ansietas. Disini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan mata
yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. fase II : pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengendalikan jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem
saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut
jantung, pernafasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori
dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.

5
c. fase III : klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Disni klien sukar berhubungan orang
lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain
dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
d. fase IV : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri,
tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.
5. Rentang respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladatif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologi.
a. pikiran logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra
yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang
sesuatu yang ada di dalam maupun diluar dirinya.
c. Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar
di sertai banyak banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung
tidak lama.
d. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
budaya umum yang belaku.
e. Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut
hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk
kerja sama.
f. Proses pikir kadang tergantung (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi implus
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik
pada area tertentu diotak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian
yang telah dialami sebelumnya.

6
g. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu menisfatasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
h. Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa
tindakan nyata dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma-
norma sesial atau berbudaya umum yang berlaku.
i. Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial
atau budaya umum yang berlaku.
j. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
k. Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.
Berdasarkan rentang diatas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon
persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi
yang diterima melalui panca indra (pendengaran,
penglihatan,penghidu,pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulul panca indra walaupun sebenarnya
stimulas itu tidak ada.
B. Asuhan Keperawatan
a. faktor predisposisi
1) faktor perkembangan telambat
a) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minuman dan rasa aman
b) usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c) usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
2) faktor komunikasi dalam keluarga
a) komunikasi peran ganda
b) tidak ada komunikasi
c) tidak ada kehangatan
d) komunikasi dengan emosi berlebihan

7
e) komunikasi tertutup
f) orang tua yang membandingkan anak-anaknya, orang tua yang otoritas
dan komplik orang tua.
3) Faktor sosialisasi budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan
yang terlalu tinggi.
a) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal
diri tinggi, harga diri rendah, idintitas diri tidak jelas, krisis peran,
gambaran diri negatif dan koping deskruptif.
b) Faktor biologis
Adanya kegiatan terhadap fisik, berupa: atropi otak, pembesaran
Vertikel, perubahan besar dan bentuk sel bentuk sel korteks dan limbik.
c) Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia di turunkan melalui
kromosom tertentu. Namun demikian kromosom yang berada yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Diduga letak gen skizoprenia adalah kromosom nomor
enam, dan kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 5, dan 22. anak
kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar
50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizyote
peluangnya sebesar 15%, seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia,
sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka perluangnya
menjadi 35% .
b. faktor presipitasi
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan dan
infeksi, obat-obatan, system syaraf pusat,kurangnya latihan dan hambatan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan.

8
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga,
kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktifitas sehari-hari,
sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya
dukungan sosial, tekanan kerja ( kurang tampil dalam berkerja), stigmasasi,
kemiskinan, kurangnya alat tranportasi dan ketidakmampuan mendapat
pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu( harga diri rendah), putus asa ( tidak percaya diri),
merasa gagal ( kehilangan motovasi menggunakan keterampilan diri ),
kehilangan kendali diri ( demonstrasi), merasa punya kekuatan
berkelebihan,, merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual
), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan,
rendahnya kemampuan sosialisasi, prilaku asertif, prilaku kekerasan, ketidak
adekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan gejala

c. Prilaku
respon prilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa
tidak aman, gelisah, bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak dapat
membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.Prilaku klien yang mengalami
halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya, meliputi:
a) Isi halusinasi
Ini dapat ditanyakan , suara apa yang didengar, apa saja yang dikatakan
suara itu, jjika halusinasi auditorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh
klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium, jika halusinasi penghidu,
rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecap, dan apa yang diraskan
dipermukaan tubuh jika halusinasii perabaan
b) Waktu dan frekuensi

9
Ini dapat ditanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul,
berapa kali sehari, seminggu, sebulan pengalaman halusinasi itu muncul.
c) Pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi
muncul. Selain itu perawat perlu juga bisa mengobservasi apa yang dialami
klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasikan pernyataan
klien.
d) Respon klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien, bisa
dikaji dengan apa yang dilakukan klien saat mengalami halusinasi.
d. Mekanisme koping
1) regresi: menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2) proyeksi: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain
3) menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal
e. Masalah keperawatan
1) Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2) Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3) isolasi sosial: menarik diri
4) Gangguan konsep diri: HDR
5) Intoleransi aktivitas
6) Difisit perawatan diri
f. Diagnosa Keperawatan
1) perubahan persepsi sensori: halusinasi
2) Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3) isolasi sosial: menarik diri
4) Gangguan konsep diri: HDR
5) Defisit perawatan diri
g. Intervensi Keperawatan

10
diagnosa: perubahan persepsi sensori halusinasi: pendengaran
Tujuan umum:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 minggu perubahan persepsi
sensori: halusinasi teratasi.
Tujuan khusus:
Intervensi
1) Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan
komunikasi teraupetik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal
maupun non verabal. Perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap
dan nama panggilan yang disenangi klien, buat kontrak dengan jelas tujukan
sikap jujur dengan menepati janji setiap kali interaksi.
2) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
3) Observasi tingkah laku klien dan halusinasinya( halusinasi pendengaran ),
4) Diskuaikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadinya halusinasi
5) Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan
tersebut
6) Diskusikan tentang dampak yang akan dialami bila klien menikmati
halusinasinya
7) Identifikas dengan klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi
klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Proses keperawatan merupakan metode ilmiah dalam menjalankan proses
keperawatan dan menyelesaikan masalah secara sistematis yang digunakan oleh
perawat dan peserta didik keperawatan. Penerapan keperawatan dapat
meningkatkan otonomi, percaya diri, cara berfikir yang logis, ilmiah, sistematis dan
memperlihatkan tanggung jawab dan tanggung gugat serta pengembangan diri
perawat. Disamping itu klien dapat melaksanakan mutu pelayanan keperawatan
yang baik khusus nya pada klien halusinasi, maka dapatdi ambil ksimpulan sebagai
berikut:
B. SARAN
1. Hendaknya mahasiswa/i dapat melakukan askep sesuai dengan tahapan-tahapan
dari protap dengan baik dan benar yang diperoleh selama masa pendidikan baik
diakademik maupun dilapangan praktek.
2. Agar keluarga selalu memberikan motivasi kepada klien dan juga perawatan
gangguan persepsi sensori:halusinasi pendengaran dirumah.

12
DAFTAR PUSTAKA

DirektoratBinapelayanankeperawatandanpelayananmedikdepartemen
kesehatan, 2007 di kutipdarihttp://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-
penglihatan-trisnawati.htmldiambiltanggal 04 november 2010

Hawari,2001dikutifdarihttp://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-
halusinasidiambiltanggal 04 november 2010

Isaacs,2002dikutipdarihttp://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-
halusinasidiambiltanggal 04 november 2010

Keliat,2006dikutipdarihttp://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-
halusinasi di ambiltanggal 04 november 2010

Keliat, budianna.(2006) proses


keperawatankesehatanjiwa.jakarta:penerbitbukukedokteran EGC

Maramis, 2005 dikutipdarihttp://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-


penglihatan-trisnawati.htmldiambiltanggal 04 november 2010

Menkes,2005dikutipdarihttp://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-
penglihatan-trisnawati.htmldiambiltanggal 04 november 2010

Diktat Panduan Pengkajian Keperawatan dan Terapi Aktivitas Kelompok


Sosialisasi Praktek Keperawatan Jiwa Mahasiswa Program D III di RSJ Tampan
Propinsi Riau.

13
Marlyyn E. Doengos Rencana Asuhan Keperawatan psikiatri editor bahasa
indonesia, Monica ester. Jakarta: EGC 2006

14

Anda mungkin juga menyukai