Anda di halaman 1dari 8

01

Dia terbangun.
Begitu melihat jam, waktu sudah menunjukkan pukul setengah
sebelas lewat.
Kesiangan! Honami pun terlonjak bangun dengan cepat. Padahal
aturan di kelompok bermain mengharuskan mereka datang setidaknya
sebelum pukul sepuluh pagi. Kenapa tadi jam bekernya tidak mau
berdering?

Upacara pagi akan dimulai pukul 10:00. Dimohon supaya datang


tepat waktu. Selain demi menjaga pola hidup teratur, juga untuk
menjaga keharmonisan kelompok. Di hari libur pun diharapkan
bangun lebih awal, supaya tidak mengganggu ritme aktivitas
sehari-hari.

Hal itu tertulis dengan huruf yang dicetak tebal pada bagian awal
buku panduan milik Kaoru. April tahun ini, anak itu masuk ke Kelompok
Bermain Kotomi. Itu pun Honami sudah memilih kelompok bermain
dengan waktu masuk yang lebih siang. Di kelompok bermain lain, ada
juga yang masuk pukul 08:45. Honami yang bekerja sampai larut
malam dan akhirnya mengantuk di pagi harinya pun memikirkan
tingkat kepraktisannya, jadi wanita itu memilih kelompok bermain
yang sedikit jauh tetapi memiliki waktu masuk yang lebih siang.
Honami bisa dengan mudah membayangkan kemarahan Kepala
Sekolah Kelompok Bermain yang sudah tua itu. Beliau pasti akan
memarahinya dengan pipi bergerak-gerak layaknya seekor bulldog.
Padahal akhir-akhir ini, Honami sudah menerima peringatan gara-gara
Kaoru sering terlambat. Itu gara-gara Honami harus mengantar Kaoru
dengan berjalan kaki. Anak itu selalu merasa takut jika naik sepeda,
padahal naik sepeda akan lebih cepat. Bahkan meskipun mereka bisa
keluar rumah untuk berangkat tepat pada waktunya, kadang sampai
di tengah perjalanan Kaoru rewel dan tidak mau berjalan. Kadang anak
itu juga mampir-mampir di tengah jalan. Yang paling parah, dia pernah
menolak untuk masuk ke kelompok bermain begitu sampai di depan
gerbang. Ditambah lagi, Kaoru tidak mau bergerak sama sekali jika
Honami marah. Jadi wanita itu harus membujuk Kaoru, memancing
dengan jajanan, memberikan pernak-pernik bertema tokoh anime…
dan pada akhirnya, walaupun telah melakukan berbagai macam cara,
lawannya hanyalah anak berusia tiga tahun. Kadang, semua usahanya
tidak ada hasilnya, hingga akhirnya mereka sampai di kelompok
bermain sudah lebih dari pukul sepuluh dan hal itu terjadi paling tidak
sebulan dua kali.
Sekarang Honami harus membangunkan Kaoru. Kemudian
menyuruhnya ganti baju, lalu sarapan. Ah, sebelum itu dia harus
menelepon kelompok bermain… begitulah yang dipikirkan Honami
saat dia menyambar smartphone yang dia letakkan di dekat bantal
dengan panik. Wanita itu membuka buku telepon dan saat itulah
gerakannya terhenti.
Hari ini hari Minggu.
Benar. Karena itulah kemarin Honami tidak menyetel jam beker.
Hari ini kelompok bermain libur.
Jemarinya yang menggenggam smartphone itu perlahan-lahan
mengendur, lega. Sekali lagi Honami menenggelamkan tubuhnya yang
kelelahan ke dalam futon1. Kemarin pun dia terjaga sampai malam.
Meskipun ini Minggu, Honami sendiri heran mengapa dia bisa sampai
telat sekali untuk bangun. Namun, dia juga pernah tidur hanya tiga jam
dalam dua hari berturut-turut saat pekerjaannya benar-benar
menumpuk. Jadi, selama dia bisa tidur, lebih baik dia menggunakannya
untuk tidur sebanyak-banyaknya. Menurutnya, itulah satu-satunya
jalan agar dia bisa terus melanjutkan pekerjaannya sekarang.
Honami tidak percaya Kaoru juga bisa tidur sampai siang seperti
ini. Biasanya, anak itu akan terbangun pagi-pagi sekali, membuat

1
Futon = tempat tidur tradisional Jepang, terdiri dari kasur lipat dan selimut.
Biasanya di siang hari akan dilipat dan disimpan dalam lemari untuk
membuat ruang yang lebih luas.
Honami bahkan tidak bisa merasakan tidur-tidur ayam padahal dia
ingin sedikit bersantai. Namun kemarin malam, mungkin anak itu tidak
bisa tidur dengan nyenyak karena ibunya tidak ada di sisinya sampai
malam, untuk menemaninya yang terbatuk-batuk dan selalu terjaga
berkali-kali.
Honami memandang Kaoru yang tertidur di sebelahnya. Anak itu
bernapas dengan teratur, bagian tubuhnya banyak yang mencuat
keluar dari futon. Honami tertawa kecil, kemudian menyelipkan dua
tangannya ke ketiak Kaoru, mengembalikan anak itu ke dalam futon
dengan lembut. Di sebelah lain Kaoru, batang hidung Yasuhiko,
suaminya, tidak terlihat. Bagi Yasuhiko yang bekerja sebagai sales
mobil, hari Sabtu dan hari libur adalah saatnya mengumpulkan uang.
Batuk Kaoru semakin menjadi saat cuaca menjadi dingin dan
kering. Dokter sudah bilang tidak akan berkembang menjadi asma, tapi
kalau ini terus berlanjut suatu saat pasti akan jadi seperti itu. Dokter
berkata bahwa obat yang paling ampuh adalah tidak membiarkannya
memaksakan diri, dan beristirahat dengan baik. Jadi, meskipun
kelompok bermain menyuruhnya untuk tidak mengganggu ritme
sehari-hari, Honami akan membiarkan anak ini tidur sampai bangun
dengan sendirinya.
Honami memeluk Kaoru di dalam futon yang hangat.
Tubuh yang kecil dan tidak bisa diandalkan ini seolah akan patah
begitu saja jika Honami memeluknya sedikit terlalu keras. Di kelopak
matanya yang tipis, Honami bisa melihat beberapa jalur pembuluh
darah berwarna biru. Pipi yang pucat seolah tidak dialiri darah, rambut
halus yang memenuhi pipinya, bahkan gigi mungil yang terlihat dari
bibirnya yang sedikit terbuka, semuanya begitu menggemaskan bagi
Honami sampai dadanya terasa sesak.
Honami sekarang berumur 46 tahun. Kaoru yang berumur 3 tahun
ini lahir saat dia berumur 43 tahun. Wanita itu sama sekali tidak
mengira dia bisa memeluk Kaoru di umurnya tersebut.
Sejak muda, menstruasi Honami tidak teratur. Menstruasi
pertamanya adalah saat dia berumur sebelas tahun. Kali berikut dia
melihat darahnya adalah satu tahun kemudian. Kali berikutnya malah
dua tahun kemudian. Begitulah yang dia alami. Dia sma sekali tidak
mengira bahwa itu adalah hal yang serius. Aku sih santai, batinnya
senang saat dia melihat teman-teman sekelasnya meringis kesakita
gara-gara menstruasi.
Namun saat dia naik ke jenjang SMA dan pengetahuannya
tentang seksualitas bertambah, barulah dia panik dan merasa bahwa
keadaannya ini tidak benar. Akhirnya Honami mengumpulkan
keberaniannya untuk mengaku kepada ibunya, dan wanita itu
mengantar Honami ke ginekolog. Meskipun dokternya wanita, Honami
merasakan perlawanan dalam dirinya saat naik ke ranjang periksa.
Berdasarkan pemeriksaan USG dan tes darah, akhirnya dia divonis
menderita sindrom ovarium polikistik2. Normalnya, di dalam indung
telur ada banyak sel telur. Biasanya dalam satu bulan, folikel yang
membungkus sel telur itu akan matang dan pecah, mengeluarkan sel
telur itu ke tuba fallopii untuk dibuahi. Namun, penderita penyakit ini
memiliki banyak folikel, dan meskipun sudah mencapai besar tertentu,
prosesnya akan berhenti di situ dan sel telurnya tidak keluar untuk
ovulasi. Honami juga sempat melihat hasil USG. Pada indung telurnya,
terlihat banyak sekali bulatan yang berjajar. Saat dia berpikir bahwa
bentuknya seperti kalung mutiara, ternyata memang benar-benar
disebut pearl necklace sign.
Perawatannya dimulai, dan dia harus meminum obat yang
mengandung hormon, juga menerima suntikan. Perawatan itu selalu
membuatnya berkunang-kunang dan ingin muntah, tapi Honami
sempat berjuang melanjutkannya untuk beberapa saat, meskipun
kemudian dia berhenti karena menganggap penyakit ini tidak akan
membuatnya kehilangan nyawa. Selain itu, dia harus mempersiapkan
diri menghadapi ujian masuk universitas. Namun setelah menjadi
mahasiswi, dia malah sibuk dengan pertukaran pelajar dan mati-
matian mengambil sertifikasi yang berkaitan dengan bahasa Inggris,
membuatnya mengabaikan perawatannya selama beberapa tahun.

2
Sindrom ovarium polikistik = sindrom yang ditandai dengan kelebihan
hormon androgen pada wanita, menyebabkan ovulasi tidak teratur sehingga
berpeluang mengalami kesulitan untuk hamil.
Saat pernikahannya dengan Yasuhiko – yang berpacaran
dengannya sejak di jenjang universitas – sudah pasti, Honami dengan
jujur bercerita bahwa mungkin dia tidak bisa melahirkan karena
mengabaikan perawatannya. Awalnya Yasuhiko sempat kaget, tapi dia
juga sempat mencari tahu sendiri dan akhirnya berkata, “Masih ada
kemungkinan hamil dengan normal, kok.”
Meskipun demikian, ternyata benar Honami tidak bisa hamil
dalam waktu yang sangat lama. Walau dia sudah meminum obat
hormon, ovulasi tidak bisa berjalan dengan lancar. Inseminasi buatan
pun tidak berjalan baik.
“Kita coba bayi tabung saja. Semakin muda, semakin tinggi
kemungkinannya berhasil.” Begitu dokter menyarankan demikian,
mereka akhirnya memutuskan untuk mencoba fertilisasi in vitro itu.
Saat itu Honami lega, akhirnya dia bisa hamil.
Namun, tidak begitu kenyataannya.
Meskipun sudah berkali-kali mereka mencoba, hasilnya tidak bisa
mencapai kehamilan.
Banyak orang bilang bahwa perawatan kemandulan adalah
lorong yang tidak terlihat ujungnya. Namun bagi Honami, perawatan
ini adalah lumpur isap yang tidak terlihat dasarnya. Jika hanya lorong,
masih ada harapan bahwa suatu saat mereka akan keluar dari sana
meskipun tidak terlihat ujungnya. Akan tetapi, bagi Honami yang
sudah menjalani perawatan tingkat tinggi dan sama sekali tidak ada
yang berhasil, perawatan itu terasa seperti menyelam ke dalam bumi
yang tidak mengenal cahaya.
Pintu keluar tidak ada, dasar untuk memijakkan kaki pun tidak
ada. Sekali dia memijakkan kaki ke lumpur itu, dia hanya akan
tenggelam dan terus tenggelam. Dia sudah menderita dengan obat
hormon dan tertekan dengan pikirannya sendiri yang mengatakan
bahwa jangan-jangan seumur hidup dia tidak akan punya anak.
Akhirnya, ratusan ribu yen terbang melayang setiap kali pasangan
tersebut melakukan fertilisasi in vitro.
Berkali-kali Honami berpikir untuk menyerah, tapi setiap kali, dia
akan berpikir bahwa jangan-jangan kali ini dia bisa menapakkan kaki
pada sebuah dasar. Atau, mungkin yang berikutnya lagi…. Kalau dia
berhenti sekarang, artinya dia membuang semua uang dan waktu yang
sudah digunakan. Bagaimanapun juga, dia harus hamil…. Hari-hari
Honami sesak dengan pikiran yang penuh penderitaan itu. Gara-gara
perawatan kemandulan tersebut, badannya menderita, jiwanya
menderita, bahkan keuangannya pun menderita.
“Aku tidak percaya ini membutuhkan banyak uang. Kita tidak bisa
menabung, juga tidak bisa beli rumah, ya,” kata Yasuhiko dibarengi
dengan desahan. Honami sudah merahasiakan perawatannya ini dari
mertuanya, tapi mungkin Yasuhiko mengeluh kepada mereka.
Akhirnya, ibu mertuanya menelepon. “Padahal benihnya bagus. Tapi
kalau ladangnya seperti ini… yah…,” ujarnya penuh sindiran.
Waktu itu rasanya Honami sudah mencapai batas.
Yang berikutnya adalah yang terakhir. Saat dia bertekad demikian
ketika menghadapi fertilisasi in vitro terakhirnya, dia malah hamil dan
berhasil melahirkan anak perempuan.
Anak gadisku, satu-satunya milikku.
Tidak ada kata lain selain mukjizat.
Yasuhiko jadi begitu lembut dan ikut membantu pekerjaan rumah
tangga. Bahkan ibu mertuanya yang sampai saat itu hanya bisa
menyindir, langsung berubah baik dan penuh pengertian. Yasuhiko
adalah anak tunggal, jadi bayi tersebut adalah cucu pertama
mertuanya. Saat mual Honami parah, beliau bahkan menyempatkan
diri untuk ke Tokyo dan membantunya. Beliau bahkan tampak begitu
ceria melihat perut Honami yang semakin bulat.
Berkat anak gadisnya, suasana keluarganya – yang tadinya terasa
dingin – dan hubungannya dengan mertua pun jadi membaik.
Kelahiran anak perempuannya mengubah kehidupan Honami
seluruhnya.
Masa lalunya pedih gara-gara perawatan kemandulan yang
menyakitkan. Oleh karena itu, kehadiran Kaoru sangat berharga.
Merupakan sebuah mukjizat untuk memiliki Kaoru di usianya yang
empat puluh tahunan.
Matanya yang mungil, bibirnya yang imut, jemarinya yang bulat,
dada kurus yang naik turun dengan teratur. Anak itu… bahkan kalau
perlu Honami akan melindunginya dengan nyawanya.
Honami keluar dari futon perlahan-lahan setelah menempelkan
bibirnya di pipi Kaoru yang lembut. Wanita itu membetulkan letak
selimut sampai ke atas pundak Kaoru yang mengenakan piama
bergambar tokoh kartun. Setelah sekali lagi menatap wajah anak yang
sedang tertidur itu, akhirnya dia bangkit berdiri.
Honami ke dapur, kemudian memasukkan air ke ketel listrik
merek T-fal miliknya untuk membuat kopi. Dia ingin membangunkan
tubuhnya yang lemas dengan kafeina, karena harus memulai lagi
pekerjaannya. Honami memasang ketel listrik yang seudah berisi air
itu pada tempatnya. Setelah memencet tombol on, lampu kecil
berwarna oranye pun menyala. Alangkah enaknya kalau bisa
mengganti perasaan secepat ini, pikirnya.

Anda mungkin juga menyukai