Percobaan v1
Percobaan v1
I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1 Mampu membandingkan konsentrasi larutan berdasarkan kepekatan warnanya.
1.2 Mampu menentukan konsentrasi larutan FeSCN2+
1.3 Mampu menentukan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN2+
2.2 Kolorimetri
Kolorimetri adalah suatu metode analisa kimia yang berdasarkan pada
perbandingan intensitas warna larutan dengan warna larutan standarnya. Metode
ini merupakan bagian dari analisis fotometri.
Cara mengukur jumlah zat dalam larutan sekaligus mengetahui warnanya
yaitu dengan cara melewatkan sebuah sinar melalui pelarutnya. Pengamatan dapat
kita lakukan dengan cara melihat perubahannya atau dengan alat yang disebut
fotosel. Untuk lebih jelas lihat skema dibawah ini :
Dalam hal ini terjadi bila sinar baik yang polikromatis atau monokromatis
mengenai suatu zat atau media perantara, maka intensitas sinar tersebut akan
berkurang. Hal ini terjadi karena sebagian cahaya tersebut diserap oleh media
perantaranya dan sebagian kecil dipantulkan kembali atau dihamburkan.
Maka dapat kita tulis :
Io = Ia + IF + Ir
Dengan : Io = intensitas mula-mula
Ia = sinar yang diserap
If = sinar yang diteruskan
Ir = sinar yang dipantulkan
(Underwood, 1988)
1. Hukum Beer
Menyelidiki hubungan antara intensitas serapan dan konsentrasi media
yang berupa larutan pada table media tetap.
Syarat-syarat penggunaan hukum beer :
a. Syarat konsentrasi = konsetrasi harus rendah, karena Beer baik pada
larutan encer
b. Syarat kimia = zat yang diukur harus stabil
c. Syarat cahaya = cahaya yang dipakai harus monokromatik
d. Syarat kejernihan = larutan yang diukur harus jernih
Hukum Beer yaitu A = abc untuk dua larutan diatas maka Ax = abxcx dan A =
abycy = Ay. Jika larutan mempunyai kesetimbangan optic, sehingga persamaan
diatas dapat menjadi :
Ax = Ay
abxcx = abycy
Asalkan nilai A tetap
𝑏𝑥 𝑐𝑦
=
𝑏𝑦 𝑐𝑥
Kita yang dapat menguji persamaan tersebut secara eksperimen dengan
keadaan berikut :
a. cxby tetap, sedangkan cyby bervariasi
b. cxbx tetap, sedangkan cy bervariasi
c. cxby tetap, sedangkan by bervariasi
2. Hukum Lambert-Beer
Adalah hubungan jumlah zat atau warna yang diserap oleh larutan yang
disebut absorbansi A dengan zat-zat c. dimana salah satu larutan telah
diketahui konsentrasinya, untuk kedua larutan tersebut maka :
A1 = a . b1c1 dan A2 = a . b2c2
Dengan : a = tetapan jenis zat
b = tebal ukuran yang disinari
c = konsentrasi zat
Jika kedua larutan tersebut kepekatannya sama maka :
A1 = A2
ab1c1 = ab2c2
b1c1 = b2c2
(Khopkar, 1990)
2.6 Spektofotometri
Adalah perpanjangan dari visual suatu studi mengenai penyerapan energy
cahaya oleh spesies kimia yang memungkinkan kecermatan yang lebih besar
dalam perincian dan pengukuran kuantitatif. Pengukuran kuantitatif tersebut
menggunakan mata manusia dan dengan factor lain yang memungkinkan studi
obeservasi diluar daerah spectrum tampak dan sering kali eksperimen spektometri
dilakukan secara automatic.
(Underwood, 1988)
2.7 Tetapan kesetimbangan
Reaksi kimia seperti pembentukan hydrogen iodide dari hydrogen dan
iodine dalam fase gas.
H2(g) + F2 (g) = 2HI(g)
Pada umumnya bersifat reversible, dan ketika kecepatan dari reaksi ke depan dan
ke belakang sama, konsentrasi dari reaktan dan produk tetap konstan seiring
berjalannya waktu. Kita akan mengatakan reaksi tersebut telah mencapai
kesetimbangan. Dalam eksperimen ditemukan bahwa reaksi selesai ketika
kesetimbangan telah tercaapai dengan berbagai variasi. Dalam beberapa kasus,
konsentrasi produk jauh lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi reaktan
dalam kasus lain yang terjadi adalah kebalikannya. Konsentrasi kesetimbangan
mencerminkan kecenderungan intrinsic atom untuk hadir sebagai molekul reaktan
dan produk. Meskipun sejauh atau sejumlah reaksi yang memenuhi kondisi
kesetimbangan tersebut bisa menjadi begitu besar, hanya ada satu cara atau
dengan rumus umum dengan yang pada suhu tertentu suatu reaksi pada saat
kesetimbangan. Untuk reaksi umum dala larutan berair :
A(aq) + B(aq) = C(aq) + D(aq)
[C][D]
Rumus adalah : 𝐾 = [A][B]
(Underwood, 2002)
2.8 Pengenceran
Pengenceran adalah peristiwa bercampurnya larutan pekat dengan pelarut
tambahan sehingga menghasilkan larutan yang lebih encer atau kurang pekat.
Dari prosespelarutan jumlah zat yang tersebut tetap konsentrasinya berubah
karena banyaknya jumlah mol zat terlarut selama pengenceran, maka berlaku :
V1N1 = V2N2
Keterangan : V1 = volume larutan standar
N1 = normalitas asli
V2 = volume larutan sesudah
N2 = normalitas yang akan diubah
(Brady, 1999)
2. Fe(NO3)3
- Berbentuk Kristal berwarna ungu tua sampai putih keabu-abuan
- Dapat dipakai sebagai reagen dalam analisa kimia
- Memiliki titik didih 47oC
(Budaveri, 1989)
3. Aquades
Dari istilah aquadestilata yang berarti air suling, air yang diperoleh pada
pengembunan uap air akibat penguapan air atau pendidihan air.
(Mulyono, 2005)
Sifat fisik :
- titik beku 0oC, titik leleh 100oC
- terdapat dalam wujud gas, padat, dan cair
- tidak berwarna, berasa, dan berbau
Sifat kimia :
- merupakan persenyawaan hydrogen dan oksigen
- merupakan zat pelarut yang baik
- terdapat dalam keadaan tidak urni di alam
(Basri, 1996)
4. Na2HPO4
- Berupa bubuk higroskopis dalam udara terbuka
- Kelarutan lebih besar dari air panas
- Mampu menyerap 2-7 mol H2O dengan kelembaman dan suhu tertentu
- Di udara berbentuk kristaldan stabil
- Larutan bersidat alkali dengan pH kurang lebih 9,8
(Budaveri, 1989)
III. METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a. Gelas beker
b. Tabung reaksi
c. Pipet gondok
d. Gelas ukur
e. Kolorometri duboscq
f. Pipet tetes
3.1.2 Bahan
a. KSCN
b. Fe (NO3)3
c. Aquades
d. Na2HPO4
3.2 Gambar alat
3.3 Skema kerja
3.3.1 Reaksi-reaksi Pendahuluan
10 ml KSCN 0,002 M
Gelas beker
- Penambahan 2 ml Fe (NO3)3 0,2 M
- Pembagian dalam 4 tabung reaksi
4.2 Perhitungan
4.2.1 Penentuan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan Fe SCN 2+
1) Menghitung konsentrasi Fe 3+ dan SCN –
Diket : KSCN V = 4 ml M= 0,002
Fe (NO3)3 V = 5 ml M= 0,2
M mol Fe (NO3)3 = M . V
= 0,2 M . 5 ml
= 1 m mol
Fe (NO3)3 Fe3+ + 3NO3-
mol 1 m mol
[ Fe3+ ] = =
𝑉 5 𝑚𝑙
= 0,2 M
M mol KSCN = M.V
= 0,002 M . 4 ml
= 8.10-3 m mol
KSCN K+ + SCN –
mol 8.10−3
[SCN] = =
𝑉 4 𝑚𝑙
-3
= 2.10 M
2) Menentukan Konsentrasi Fe SCN 2+ pada tab 25
Diket : b1 = 5 ml
b2 = 4 ml
b3 = 7 ml
b4 = 1 mm
b5 = 11,5 mm
Ditanya = C2, C3, C4, C5
V tot = V KSCN + V Fe (NO3)3
= 4 ml + 5 ml = 9 ml
3 KSCN + Fe NO3)3 3KNO3 + FeSCN 2+ + 2SCN –
M 8.10-3 mol 1 mmol
B 8.10-3 2,67.10-3mmol 8 10-3 mmol 3,67.10-3 mmol 5,34.10-3 mmol
S - 0,99 mmol 8.10-3 mmol 2,67.10-3 mmol 5,34.10-3 mmol
𝑏1 𝑐1 5 × 0,29.10−3
𝑇𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝐼𝐼, 𝐶2 = = = 3,625. 10−4 𝑀
𝑏2 4
𝑏1 𝑐1 5 × 0,29.10−3
𝑇𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝐼𝐼𝐼, 𝐶3 = = = 2,07. 10−4 𝑀
𝑏3 7
𝑏1 𝑐1 5 × 0,29.10−3
𝑇𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝐼𝑉, 𝐶4 = = = 1,45. 10−3 𝑀
𝑏4 1
𝑏1 𝑐1 5 × 0,29.10−3
𝑇𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝑉, 𝐶5 = = = 1,26. 10−4 𝑀
𝑏5 11,5
3) Menentukan konsentrasi Fe3+ dan SCN- pada keadaan setimbang
𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝐼, 𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 → 𝐹𝑒 3+ + 3 𝑁𝑂3−
1 𝑚𝑚𝑜𝑙 1 𝑚𝑚𝑜𝑙 3𝑚𝑚𝑜𝑙
1 𝑚𝑚𝑜𝑙
[𝐹𝑒 3+ ] = = 0,2 𝑀
5 𝑚𝑙
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3
𝑉1 𝑀1 = 𝑉2 𝑀2
10 𝑚𝑙 .0,2 = 25 𝑚𝑙 . [𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 ]
[𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 ] = 0,08 𝑀
[𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = [𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑐2
= 0,08 − 3,625. 10−4
= 0,08 𝑀
8.10−3
𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝐼𝐼𝐼, [𝑆𝐶𝑁 − ] = = 2.10−3 𝑀
4
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3
𝑉1 𝑀1 = 𝑉2 𝑀2
10 𝑚𝑙 .0,08 = 25 𝑚𝑙 . [𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 ]
[𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 ] = 0,032 𝑀
[𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = [𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑐3
= 0,032 − 2,07. 10−4
= 0,032 𝑀
8.10−3
𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝐼𝑉, [𝑆𝐶𝑁 − ] = = 2.10−3 𝑀
4
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3
𝑉1 𝑀1 = 𝑉2 𝑀2
10 𝑚𝑙 .0,032 = 25 𝑚𝑙 . [𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 ]
[𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 ] = 0,0128 𝑀
[𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = [𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑤𝑎𝑙 − 4
= 0,0128 − 1,45. 10−3
= 0,011 𝑀
8.10−3
𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝐼𝑉, [𝑆𝐶𝑁 − ] = = 2.10−3 𝑀
4
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3
𝑉1 𝑀1 = 𝑉2 𝑀2
10 𝑚𝑙 .0,0128 = 25 𝑚𝑙 . [𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 ]
[𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 ] = 5,12. 10−3 𝑀
[𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = [𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑐5
= 5,12. 10−3 − 1,26. 10−4
= 4,1. 10−3 𝑀
[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ] (0,29.10−3 )
c. [𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ]
= (0,1997)(1,71.10−3 )
= 0,85
Tabung II :
a. [𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ] = (3,625. 10−4 )(0,08)(1,71. 10−3 )
= 4,96. 10−8
[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ] (3,625.10−4 )(0,08)
b. [𝑆𝐶𝑁 − ]
= = 0,017
(1,71.10−3 )
[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ] (3,625.10−4 )
c. [𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ]
= (0,08)(1,71.10−3 )
= 2,65
Tabung III :
a. [𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ] = (2,07. 10−4 )(0,032)(1,71. 10−3 )
= 1,13. 10−8
[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ] (2,07.10−4 )(0,032)
b. [𝑆𝐶𝑁 − ]
= = 3,87. 10−3
(1,71.10−3 )
[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ] (2,07.10−4 )
c. [𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ]
= (0,032)(1,71.10−3 )
= 3,78
Tabung IV :
a. [𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ] = (1,45. 10−3 )(0,011)(1,71. 10−3 )
= 2,72. 10−8
[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ] (1,45.10−3 )(0,011)
b. [𝑆𝐶𝑁 − ]
= = 9,32. 10−3
(1,71.10−3 )
[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ] (1,45.10−3 )
c. [𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ]
= (0,011)(1,71.10−3 )
= 77,08
Tabung V :
a. [𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ] =
(1,26. 10−4 )(4,1. 10−3 )(1,71. 10−3 )
= 8,83. 10−10
[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ] (1,26.10−4 )(4,1.10−3 )
b. [𝑆𝐶𝑁 − ]
= = 3,02. 10−4
(1,71.10−3 )
[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ] (1,26.10−4 )
c. [𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ]
= (4,1.10−3 )(1,71.10−3 )
= 17,97
V.
PEMBAHASAN
5.1 Reaksi-reaksi Pendahuluan
Pada percobaan ini, reaksi pendahuluan dilakukan dengan mereaksikan
KSCN 0,002 M dan Fe(NO3)3 0,2 M yang hasilnya akan dibagi kedalam empat
tabung reaksi. Reaksi yang terjadi adalah :
Fe(NO3)3 + 3 KSCN = FeSCN2+ + 3 KNO3 + 2 SCN-
Pada tabung reaksi I digunakan sebagai pembanding, yaitu larutan yang
digunakan sebagai acuan pembanding dengan larutan pada tabung II, III, dan IV.
Larutan pembanding hanya berisi campuran antara Fe (NO3)3 dan KSCN saja.
Hasil campuran tersebut menghasilkan larutan yang berwarna kuning bening.
Pada tabung reaksi II berisi Fe(NO3)3 + KSCN (larutan pembanding) yang
ditambah dengan KSCN pekat. Hasil dari pencampuran tersebut menghasilkan
larutan yang berwarna hitam gelap, hal ini disebabkan karena pembentukan
kompleks kation FeSCN2+. perubahan warna terebut sesuai dengan asas le
cathelier………….
Setelah dibandingkan dengan larutan pembanding, hasilnya dapat
diketahui bahwa konsentrasi larutan pada tabung II lebih pekat daripada larutan
pembanding.
Pada tabung reaksi III berisi larutan pembanding yang ditambah dengan Fe(NO3)3
berlebih. Hasilnya larutan tersebut menjadi lebih pekat daripada larutan
pembanding, warnanya lebih kuning dar larutan pembanding. Hal ini juga sesuai
dengan asas le cathelier.
Pada tabung reaksi IV berisi larutan pembanding yang ditambah dengan
Na2HPO4. Dari pencampuran tersebut dihasilkan larutan yang berwarna putih
keruh dan timbul endapan. Na2HPO4 dalam percobaan ini berfungsi sebagai
reaktan untuk mengurangi pembentukan kompleks kation FeSCN2+, sehingga
warna larutan berubah dari kuning jernih menjadi putih keruh dan timbul
endapan. Hal tersebut merupakan salah satu gejala bahwa kompleks kation tidak
terbentuk.
Warna yang terbentuk pada hasil reaksi tersebut disebabkan oleh karena
terbentuknya senyawa koordinasi , yaitu pada senyawa FeSCN2+. Senyawa
koordinasi adalah senyawa kovalen antara atom pusat yang berupa ion logam
pusat dengan ion negatif atau ligan.
Berikut reaksinya :
3 KSCN + Fe(NO3)3 à FeSCN2+ +2 SCN- + 3 KNO3
reaksi ion : Fe3+ + SCN- à FeSCN2+
Dari reaksi pada keempat tabung tersebut, tampak warna larutan produk
semakin pudar. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya pengaruh pengenceran
pada kesetimbangan kimia. Pengenceran yang dilakukan dalam percobaan ini
telah memperkecil konsentrasi larutan Fe(NO3)3 sehingga warna yang
dihasilkan semakin memudar seiring berkurangnya konsentrasi.
Kolorimetri dilakukan dengan menggunakan alat KOLORIMETER
DUBOSCQ. Tabung pertama dijadikan sebagai larutan pembanding dan
ditetapkan pada skala 5 mm. Setelah itu, tabung kedua diletakan di tempat
larutan yang akan dibandingkan pada kolorimeter tersebut. Pengamatan
dilakukan dengan menaik-turunkan skala kolorimeter tabung kedua hingga
dilihat warna yang sama pada kedua larutan yang diperbandingkan. Hal yang
sama juga dilakukan pada tabung III, IV dan, V. Setelah semua tabung
dibandingkan dengan tabung I, diperoleh data sebagai berikut :
Tabung II :
Tabung III :
Tabung IV :
Tabung V :
Dari data yang diperoleh, tampak adanya kesalahan dalam percobaan ini.
Ketebalan skala yang didapat tidak konstan. Dengan kata lain, tidak ada
kesinambungan antara semakin rendahnya konsentrasi dengan skala
kolorimeternya. Seharusnya, semakin rendah konsentrasi, maka semakin tebal
larutan yang terukur pada kolorimeter. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi kesalahan dalam percobaan ini, antara lain :
1) Proses pengenceran yang tidak tepat
2) Pengamatan yang tidak cermat dalam melakukan pengukuran skala
kolorimetri
3) Kotornya dinding wadah sebelah luar yang digunakan dalam pengamatan
kolorimetri
VI. KESIMPULAN
VII. DAFTAR PUSTAKA