Anda di halaman 1dari 20

PERCOBAAN V

ANALISIS KUANTITATIF BERDASARKAN


WARNA LARUTAN : KOLORIMETRI

I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1 Mampu membandingkan konsentrasi larutan berdasarkan kepekatan warnanya.
1.2 Mampu menentukan konsentrasi larutan FeSCN2+
1.3 Mampu menentukan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN2+

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Fotometri
Ada dua macam fotometri yang digunakan, yaitu fotometer sel tunggal
dan fotometer sel ganda. Berkas sinar yang konstan dari sumber akan melalui
lensa pembungkus serta filter sehingga menjadi monokromatis, selanjutnya berkas
sinar tersebut diubah menjadi arus pada sirkuit dan akhirnya galunometer
menunjukkan deflaksi. Bila sampel diltakkan pada jalannya sinar, sinar melewati
sampel dan kemudian menumbuk fotosel, maka akan teramati suatu
penyimpangan arus yang besarnya sebanding dengan konsentrasi larutan. Jika
respon fotosel linier, maka respon arus cahaya menghasilkan transmitan (T). yang
perlu diperhatikan pada teknik ini adalah intensitas sumber sinar yang tetap pada
interval waktu dua pengukuran.
Pada fotometer berkas ganda, terdapat dua tipe model. Kedua fotoselnya
tetap, sdangkan variasi intensitas didapat dari tahanan geser atau diafragma iris.
Salah satu dari fotosel dapat digerakkan sesuai dengan berkas sinar yang jatuh.
Pada berkas ganda ini yang kita ukur adalah perbedaan intensitas antara dua
berkas sinar yaitu antara berkas sinar yang melalui larutan dan sinar yang melalui
larutan sampel.
(Khopkar, 1992)
Macam-macam metode analisa fotometri :
1. Analisa kolometri
Apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar tampak.
2. Analisa turbidimetri
Apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar terusan.
3. Analisa nefelometri
Apabila intensitas sinar yang diukur adalah hambar koloid.
4. Analisa pluometri
Sinar yang digunakan adalah sinar UV (ultraviolet) maka mengalami
fluoresensi.
(Khopkar, 1992)

2.2 Kolorimetri
Kolorimetri adalah suatu metode analisa kimia yang berdasarkan pada
perbandingan intensitas warna larutan dengan warna larutan standarnya. Metode
ini merupakan bagian dari analisis fotometri.
Cara mengukur jumlah zat dalam larutan sekaligus mengetahui warnanya
yaitu dengan cara melewatkan sebuah sinar melalui pelarutnya. Pengamatan dapat
kita lakukan dengan cara melihat perubahannya atau dengan alat yang disebut
fotosel. Untuk lebih jelas lihat skema dibawah ini :

𝑐𝑎ℎ𝑎𝑦𝑎 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑐𝑎ℎ𝑎𝑦𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑢𝑠𝑘𝑎𝑛


→ Larutan C → sensor mata (fotosel)
Sensor
Cahaya masuk dari bawah mata atau fotosel

Cahaya yang diteruskan


Larutan C

Cahaya yang masuk

Gambar 1. Skema foto sel

Dalam hal ini terjadi bila sinar baik yang polikromatis atau monokromatis
mengenai suatu zat atau media perantara, maka intensitas sinar tersebut akan
berkurang. Hal ini terjadi karena sebagian cahaya tersebut diserap oleh media
perantaranya dan sebagian kecil dipantulkan kembali atau dihamburkan.
Maka dapat kita tulis :
Io = Ia + IF + Ir
Dengan : Io = intensitas mula-mula
Ia = sinar yang diserap
If = sinar yang diteruskan
Ir = sinar yang dipantulkan
(Underwood, 1988)

1. Hukum Beer
Menyelidiki hubungan antara intensitas serapan dan konsentrasi media
yang berupa larutan pada table media tetap.
Syarat-syarat penggunaan hukum beer :
a. Syarat konsentrasi = konsetrasi harus rendah, karena Beer baik pada
larutan encer
b. Syarat kimia = zat yang diukur harus stabil
c. Syarat cahaya = cahaya yang dipakai harus monokromatik
d. Syarat kejernihan = larutan yang diukur harus jernih

Hukum Beer yaitu A = abc untuk dua larutan diatas maka Ax = abxcx dan A =
abycy = Ay. Jika larutan mempunyai kesetimbangan optic, sehingga persamaan
diatas dapat menjadi :
Ax = Ay
abxcx = abycy
Asalkan nilai A tetap
𝑏𝑥 𝑐𝑦
=
𝑏𝑦 𝑐𝑥
Kita yang dapat menguji persamaan tersebut secara eksperimen dengan
keadaan berikut :
a. cxby tetap, sedangkan cyby bervariasi
b. cxbx tetap, sedangkan cy bervariasi
c. cxby tetap, sedangkan by bervariasi

Hal diatas dapat dilakukan dengan :


a. Metode deret standar (missal tabung Nessler)
Tabung-tabung seragam yang tidak berwarna dengan dasar datar (disebut
tabung Nessler) digunakan untuk menampung larutan berwarna dengan
jumlah volume tertentu. Pada dasarnya, pengukur nessler bekerja
berdasarkan prinsip perbandingan warna
b. Metode pengenceran
Larutan sampel dan larutan standar dengan konsentrasi cx dan cy
ditempatkan pada tabung kaca dengan ukuran yang sama. Larutan yang
lebih pekat diencerkan sampai warnanya mempunyai intensitas yang sama
dengan yang lebih encer.
c. Metode kesetimbangan
Metode kesetimbangan adalah metode yang paling umum digunakan pada
kolorimetri visual.
(Khopkar, 1990)

2. Hukum Lambert-Beer
Adalah hubungan jumlah zat atau warna yang diserap oleh larutan yang
disebut absorbansi A dengan zat-zat c. dimana salah satu larutan telah
diketahui konsentrasinya, untuk kedua larutan tersebut maka :
A1 = a . b1c1 dan A2 = a . b2c2
Dengan : a = tetapan jenis zat
b = tebal ukuran yang disinari
c = konsentrasi zat
Jika kedua larutan tersebut kepekatannya sama maka :
A1 = A2
ab1c1 = ab2c2
b1c1 = b2c2
(Khopkar, 1990)

3. Hukum Boogner Lambert


Lambert menyelidiki hubungan antara intensitas mula-mula dan setelah
melalui media. Hubungan antara tebal dari suatu media dan serapan sinar
dikenal sebagai :
“Hukum Boogner Lambert”
Apabila sinar monokromatis mengenai suatu media yang transparan, maka
berkurangnya intensitas sebanding dengan bertambahnya tebal media yang
dilewatinya. Maka semakin tebal suatu media, semakin banyak pula cahaya
yang hilang (intensitasnya berkurang) karena semakin banyaknya cahaya yag
diserap oleh media.
Dapat kita katakan, bahwa :
DI = K.I.dt
Dengan : I = intensitas sinar mula-mula
K = koefisien serapan
t = tebal media yang ditembus
(Khopkar, 1990)

2.3 Metode Kolorimetri


Merupakan metode spektroskopi sinar tampak yang berdasarkan pada
panjang sinar tampak oleh suatu larutan berwarna, hanya senyawa yang dapat
ditentukan dengan metode spektroskopi, senyawa yang tidak berwarna dapat
dibuat menjadi berwarna, seperti ion Fe3+ dan SCN- menghasilkan larutan
berwarna merah.
Kolorimetri dilakukan dengan membandingkan larutan standar dengan
aplikasi yang dibuat pada keadaan yang sama dengan menggunakan tabung
meester atau kolorimeter Dubosque. Dengan kolorimetri elektronik, jumlah
cahaya yang diserap berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Metode ini
sering digunakan dalam menentukan konsentrasi besi dalam air minum.
(Khopkar, 1990)
2.4 Kolorimetri Visual
Pada kolorimetri, suatu duplikasi warna dilakukan dengan dua larutan
yang mengandung zat yang sama pada kolom dengan arometer penampang yang
sama serta tegak lurus dengan arah sinar. Biasanya zat-zat yang dapat
menimbulkan warna adalah ion-ion kompleks. Warna tersebut muncul karena
adanya electron-elektron yang tidak berpasangan.
Konsentrasi berwarna dapat diperkirakan secara visual. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara membandingkan cuplikan dengan sederet larutan yang
konsentrasinya sudah diketahui terlebih dahulu yaitu larutan standar.
(Khopkar, 1990)

2.5 Faktor yang mempengaruhi kolorimetri


Pemakaian indicator tidak mempengaruhi pH kolorimetri. Hal ini
disebabkan karena indicator pada umumnya adalah asam atau basa yang sangat
lemah. Factor yang mempengaruhi kolorimetri adalah pemakaian indicator yang
tidak cocok dengan pH larutan. Selain itu, dengan adanya protein dan asam
amino. Karena bersifat amfoter sehingga dapat bereaksi dengan asam ataupun
basa.
(Khopkar, 1990)

2.6 Spektofotometri
Adalah perpanjangan dari visual suatu studi mengenai penyerapan energy
cahaya oleh spesies kimia yang memungkinkan kecermatan yang lebih besar
dalam perincian dan pengukuran kuantitatif. Pengukuran kuantitatif tersebut
menggunakan mata manusia dan dengan factor lain yang memungkinkan studi
obeservasi diluar daerah spectrum tampak dan sering kali eksperimen spektometri
dilakukan secara automatic.
(Underwood, 1988)
2.7 Tetapan kesetimbangan
Reaksi kimia seperti pembentukan hydrogen iodide dari hydrogen dan
iodine dalam fase gas.
H2(g) + F2 (g) = 2HI(g)
Pada umumnya bersifat reversible, dan ketika kecepatan dari reaksi ke depan dan
ke belakang sama, konsentrasi dari reaktan dan produk tetap konstan seiring
berjalannya waktu. Kita akan mengatakan reaksi tersebut telah mencapai
kesetimbangan. Dalam eksperimen ditemukan bahwa reaksi selesai ketika
kesetimbangan telah tercaapai dengan berbagai variasi. Dalam beberapa kasus,
konsentrasi produk jauh lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi reaktan
dalam kasus lain yang terjadi adalah kebalikannya. Konsentrasi kesetimbangan
mencerminkan kecenderungan intrinsic atom untuk hadir sebagai molekul reaktan
dan produk. Meskipun sejauh atau sejumlah reaksi yang memenuhi kondisi
kesetimbangan tersebut bisa menjadi begitu besar, hanya ada satu cara atau
dengan rumus umum dengan yang pada suhu tertentu suatu reaksi pada saat
kesetimbangan. Untuk reaksi umum dala larutan berair :
A(aq) + B(aq) = C(aq) + D(aq)

[C][D]
Rumus adalah : 𝐾 = [A][B]

Dan disebut ketetapan kesetimbangan. Tanda kurung menandakan


konsentrasi dalam mol per liter (molaritas) pada saat kesetimbangan. Konsentrasi
yang bisa digunakan adalah molaritas atau tekanan parsial.
Untuk reaksi umum :
aA(aq) + bB(aq) ⇔ cC(aq) + dD(aq)
[C]c [D]d
Rumus adalah : 𝐾 = [A]a [B]b

(Underwood, 2002)
2.8 Pengenceran
Pengenceran adalah peristiwa bercampurnya larutan pekat dengan pelarut
tambahan sehingga menghasilkan larutan yang lebih encer atau kurang pekat.
Dari prosespelarutan jumlah zat yang tersebut tetap konsentrasinya berubah
karena banyaknya jumlah mol zat terlarut selama pengenceran, maka berlaku :
V1N1 = V2N2
Keterangan : V1 = volume larutan standar
N1 = normalitas asli
V2 = volume larutan sesudah
N2 = normalitas yang akan diubah
(Brady, 1999)

2.9 Senyawa Kompleks


Dalam artian luas, senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk
karena penggabungan dua atau lebih sederhana yang masing-masingnya dapat
dapat berdiri sendiri. Istilah senyawa koordinasi membrikan pengertian bahwa
dua zat yang lebih sederhana misalnya COCl3 dan NH3 bergabung atau
berkoordinasi menjadi senyawa satu yang lebih kompleks.
Penulisan dari senyawa ini adalah :
[Co (NH3)6]Cl3 [Co(NH3)5 Cl]Cl2 [Co(NH3)4 Cl2]Cl
a b c
Dimana gugus yang terikat pada ion logam pusat disebut ligan dan
gabungan ion pusat dengan ligan yang terikat adalah suatu ion kompleks. Ion
logam dalam kompleks disebut atom pusat, dan gugus yang tergantung pada atom
pusat disebut ligan. Jumlah ikatan yang terbentuk oleh atom pusat disebut angka
koordinasi.
Beberapa kompleks hanya mengalami reaksi substitusi dengan begitu
lambat dan disebut non labil atau inert. Hampir semua kompleks yang terbentuk
adalah kobalt dan kromun pada tingkat oksidasi +3 adalah inert, sedangkan
kebanyakan dari kompleks lain pada logam transisi lainnya adalah labil.
(Brady, 1999)
2.10 Analisa Bahan
1. KSCN
- Berbentuk kristal
- Mempunyai titik lebur sampai 173oC
- Dalam keadaan suhu 30oC dengan nomor polimernya 50
- Digunakan sebagai racun tikus, lembaran garamnya bercorak bergilir dari
warna coklat, hijau, biru kembali putih sewaktu kondisi pendinginan
- Menyebabkan iritasi pada kulit
(Budaveri, 1989)

2. Fe(NO3)3
- Berbentuk Kristal berwarna ungu tua sampai putih keabu-abuan
- Dapat dipakai sebagai reagen dalam analisa kimia
- Memiliki titik didih 47oC
(Budaveri, 1989)

3. Aquades
Dari istilah aquadestilata yang berarti air suling, air yang diperoleh pada
pengembunan uap air akibat penguapan air atau pendidihan air.
(Mulyono, 2005)
Sifat fisik :
- titik beku 0oC, titik leleh 100oC
- terdapat dalam wujud gas, padat, dan cair
- tidak berwarna, berasa, dan berbau
Sifat kimia :
- merupakan persenyawaan hydrogen dan oksigen
- merupakan zat pelarut yang baik
- terdapat dalam keadaan tidak urni di alam
(Basri, 1996)
4. Na2HPO4
- Berupa bubuk higroskopis dalam udara terbuka
- Kelarutan lebih besar dari air panas
- Mampu menyerap 2-7 mol H2O dengan kelembaman dan suhu tertentu
- Di udara berbentuk kristaldan stabil
- Larutan bersidat alkali dengan pH kurang lebih 9,8
(Budaveri, 1989)
III. METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a. Gelas beker
b. Tabung reaksi
c. Pipet gondok
d. Gelas ukur
e. Kolorometri duboscq
f. Pipet tetes
3.1.2 Bahan
a. KSCN
b. Fe (NO3)3
c. Aquades
d. Na2HPO4
3.2 Gambar alat
3.3 Skema kerja
3.3.1 Reaksi-reaksi Pendahuluan
10 ml KSCN 0,002 M
Gelas beker
- Penambahan 2 ml Fe (NO3)3 0,2 M
- Pembagian dalam 4 tabung reaksi

Tabung I Tabung II Tabung III Tabung IV


- Pembandingan - Penambahan - Penambahan - Penambahan
KSCN Pekat Fe (NO3)3 0,2 M Na2HPO4
Hasil Hasil Hasil Hasil

3.3.2 Penentuan ketetapan kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN2+


40 ml KSCN 0,002 M
Gelas beker
- Penambahan 5 ml Fe (NO3)3
- Pembandingan dengan tabung II
- Penghitungan konsentrasi Fe SCN2+ dengan kolorimetri
du boscq
- Penyesuaian tinggi tabung sampai warnanya sama
dengan tabung II
- Penentuan tinggi larutan
Hasil

4,0 ml KSCN 0,002 M 4,0 ml KSCN 0,002 M


Tabung Reaksi II Tabung Reaksi III
- Pengenceran 10 ml Fe (NO3)3 0,2 M - Penambahan 5 ml Fe (NO3)3
sampai 25 ml - Pembandingan dengan Tabung II
- Penambahan 5 ml Fe (NO3)3 - Penghitungan konsntrasi Fe SCN2+
- Pembandingan dengan Tabung I dengan kolalimetr dubesca
- Penghitungan konsentrasi Fe SCN 2+ - Penentuan tinggi larutan
dengan kolarimeter dubesca
- Penentuan tinggi larutan
Hasil Hasil
4,0 ml KSCN 0,002 M 4,0 ml KSCN 0,002 M
Tabung Reaksi IV Tabung Reaksi V
- Penambahan 5 ml Fe (NO3)3 - Penambahan 5 ml Fe (NO3)3
- Pembandingan warna dengan tabung III - Pembandingan dengan Tabung IV
- Penghitungan konsentrasi Fe SCN2+ -Penghitungan konsentrasi Fe SCN2+
dengan kolerimeter duboscq dengan kolerimeter duboscq
- Perhitungan tinggi larutan - Penentuan tinggi larutan
Hasil Hasil

IV. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


4.1 Data Pengamatan
No Perlakuan Hasil
1 Reaksi-reaksi pndahuluan
a. Tabung reaksi I
- Penambahan 10 ml KSCN 0,002 M
- Penambahan Fe (NO3)3 0,2 M KSCN
0,002M + Fe (NO3)3 0,2 M
b. Tabung reaksi II
- KSCN 0,002 M + Fe (NO3)3 0,2 M + 1
tetes KSCN pekat
c. Tabung reaksi III
- KSCN 0,002 M + Fe (NO3)3 0,2 M + 1
tetes Fe (NO3)3 0,2 M
d. Tabung reaksi IV
- KSCN 0,002 M + Fe (NO3)3 0,2 M + 1
tetes Na2HPO4
2 Penentuan tetapan kesetimbangan reaksi
pembentukan Fe SCN2+
a. Tabung reaksi I
- 4 ml KSCN 0,002 M + 5 ml Fe (NO3)3
0,2 M
b. Tabung reaksi II
- 4 ml KSCN 0,002 M + 5 ml Fe (NO3)3
0,2 M hasil pengenceran I
c. Tabung reaksi III
- 4 ml KSCN 0,002 M + 5 ml Fe (NO3)3 0,2
M hasil pengenceran 2
d. Tabung raksi IV
- 4 ml KSCN 0,002 M + 5 ml Fe (NO3)3
0,2 M hasil pngenceran 3
e. Tabung reaksi V
- 4 ml KSCN 0,002 M + 5 ml Fe (NO3)3
0,2 M hasil pengenceran 4

4.2 Perhitungan
4.2.1 Penentuan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan Fe SCN 2+
1) Menghitung konsentrasi Fe 3+ dan SCN –
Diket : KSCN  V = 4 ml M= 0,002
Fe (NO3)3  V = 5 ml M= 0,2
M mol Fe (NO3)3 = M . V
= 0,2 M . 5 ml
= 1 m mol
Fe (NO3)3 Fe3+ + 3NO3-
mol 1 m mol
[ Fe3+ ] = =
𝑉 5 𝑚𝑙

= 0,2 M
M mol KSCN = M.V
= 0,002 M . 4 ml
= 8.10-3 m mol
KSCN K+ + SCN –
mol 8.10−3
[SCN] = =
𝑉 4 𝑚𝑙
-3
= 2.10 M
2) Menentukan Konsentrasi Fe SCN 2+ pada tab 25
Diket : b1 = 5 ml
b2 = 4 ml
b3 = 7 ml
b4 = 1 mm
b5 = 11,5 mm
Ditanya = C2, C3, C4, C5
V tot = V KSCN + V Fe (NO3)3
= 4 ml + 5 ml = 9 ml
3 KSCN + Fe NO3)3 3KNO3 + FeSCN 2+ + 2SCN –
M 8.10-3 mol 1 mmol
B 8.10-3 2,67.10-3mmol 8 10-3 mmol 3,67.10-3 mmol 5,34.10-3 mmol
S - 0,99 mmol 8.10-3 mmol 2,67.10-3 mmol 5,34.10-3 mmol

𝑚𝑜𝑙 2,67.10−3 𝑚𝑚𝑜𝑙


[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ] = = = 0,29. 10−3 𝑀
𝑉𝑡𝑜𝑡 9 𝑚𝑙
𝐽𝑎𝑑𝑖, 𝐶1 = 0,29. 10−3 𝑀(𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝐼)

𝑏1 𝑐1 5 × 0,29.10−3
𝑇𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝐼𝐼, 𝐶2 = = = 3,625. 10−4 𝑀
𝑏2 4
𝑏1 𝑐1 5 × 0,29.10−3
𝑇𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝐼𝐼𝐼, 𝐶3 = = = 2,07. 10−4 𝑀
𝑏3 7
𝑏1 𝑐1 5 × 0,29.10−3
𝑇𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝐼𝑉, 𝐶4 = = = 1,45. 10−3 𝑀
𝑏4 1
𝑏1 𝑐1 5 × 0,29.10−3
𝑇𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝑉, 𝐶5 = = = 1,26. 10−4 𝑀
𝑏5 11,5
3) Menentukan konsentrasi Fe3+ dan SCN- pada keadaan setimbang
𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝐼, 𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 → 𝐹𝑒 3+ + 3 𝑁𝑂3−
1 𝑚𝑚𝑜𝑙 1 𝑚𝑚𝑜𝑙 3𝑚𝑚𝑜𝑙
1 𝑚𝑚𝑜𝑙
[𝐹𝑒 3+ ] = = 0,2 𝑀
5 𝑚𝑙

[𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = [𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑐1


= 0,2 − 0,29. 10−3
= 0,1997 𝑀
𝐾𝑆𝐶𝑁 → 𝐾 + + 𝑆𝐶𝑁 −
8. 10−3 8. 10−3 8. 10−3
8.10−3
[𝑆𝐶𝑁 − ] = = 2.10−3 𝑀
4

[𝑆𝐶𝑁 − ] = 2.10−3 − 0,29. 10−3


= 1,71. 10−3 𝑀
8.10−3
𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝐼𝐼, [𝑆𝐶𝑁 − ] = = 2.10−3 𝑀
4

𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3
𝑉1 𝑀1 = 𝑉2 𝑀2
10 𝑚𝑙 .0,2 = 25 𝑚𝑙 . [𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 ]
[𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 ] = 0,08 𝑀
[𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = [𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑐2
= 0,08 − 3,625. 10−4
= 0,08 𝑀

8.10−3
𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝐼𝐼𝐼, [𝑆𝐶𝑁 − ] = = 2.10−3 𝑀
4
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3
𝑉1 𝑀1 = 𝑉2 𝑀2
10 𝑚𝑙 .0,08 = 25 𝑚𝑙 . [𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 ]
[𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 ] = 0,032 𝑀
[𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = [𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑐3
= 0,032 − 2,07. 10−4
= 0,032 𝑀

8.10−3
𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝐼𝑉, [𝑆𝐶𝑁 − ] = = 2.10−3 𝑀
4
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3
𝑉1 𝑀1 = 𝑉2 𝑀2
10 𝑚𝑙 .0,032 = 25 𝑚𝑙 . [𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 ]
[𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 ] = 0,0128 𝑀
[𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = [𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑤𝑎𝑙 − 4
= 0,0128 − 1,45. 10−3
= 0,011 𝑀
8.10−3
𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝐼𝑉, [𝑆𝐶𝑁 − ] = = 2.10−3 𝑀
4
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3
𝑉1 𝑀1 = 𝑉2 𝑀2
10 𝑚𝑙 .0,0128 = 25 𝑚𝑙 . [𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 ]
[𝐹𝑒(𝑁𝑂3 )3 ] = 5,12. 10−3 𝑀
[𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = [𝐹𝑒 3+ ]𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑐5
= 5,12. 10−3 − 1,26. 10−4
= 4,1. 10−3 𝑀

4) Menghitung konsentrasi dari hasil kali (tabung II – tabung V)


Tabung I :
a. [𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ] = (0,29. 10−3 )(0,1997)(1,71. 10−3 )
= 9,9. 10−8
[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ] (0,29.10−3 )(0,1997)
b. [𝑆𝐶𝑁 − ]
= = 0,034
(1,71.10−3 )

[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ] (0,29.10−3 )
c. [𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ]
= (0,1997)(1,71.10−3 )
= 0,85

Tabung II :
a. [𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ] = (3,625. 10−4 )(0,08)(1,71. 10−3 )
= 4,96. 10−8
[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ] (3,625.10−4 )(0,08)
b. [𝑆𝐶𝑁 − ]
= = 0,017
(1,71.10−3 )

[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ] (3,625.10−4 )
c. [𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ]
= (0,08)(1,71.10−3 )
= 2,65

Tabung III :
a. [𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ] = (2,07. 10−4 )(0,032)(1,71. 10−3 )
= 1,13. 10−8
[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ] (2,07.10−4 )(0,032)
b. [𝑆𝐶𝑁 − ]
= = 3,87. 10−3
(1,71.10−3 )

[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ] (2,07.10−4 )
c. [𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ]
= (0,032)(1,71.10−3 )
= 3,78
Tabung IV :
a. [𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ] = (1,45. 10−3 )(0,011)(1,71. 10−3 )
= 2,72. 10−8
[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ] (1,45.10−3 )(0,011)
b. [𝑆𝐶𝑁 − ]
= = 9,32. 10−3
(1,71.10−3 )

[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ] (1,45.10−3 )
c. [𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ]
= (0,011)(1,71.10−3 )
= 77,08

Tabung V :
a. [𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ] =
(1,26. 10−4 )(4,1. 10−3 )(1,71. 10−3 )
= 8,83. 10−10
[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ][𝐹𝑒 3+ ] (1,26.10−4 )(4,1.10−3 )
b. [𝑆𝐶𝑁 − ]
= = 3,02. 10−4
(1,71.10−3 )

[𝐹𝑒𝑆𝐶𝑁 2+ ] (1,26.10−4 )
c. [𝐹𝑒 3+ ][𝑆𝐶𝑁 − ]
= (4,1.10−3 )(1,71.10−3 )
= 17,97

V.
PEMBAHASAN
5.1 Reaksi-reaksi Pendahuluan
Pada percobaan ini, reaksi pendahuluan dilakukan dengan mereaksikan
KSCN 0,002 M dan Fe(NO3)3 0,2 M yang hasilnya akan dibagi kedalam empat
tabung reaksi. Reaksi yang terjadi adalah :
Fe(NO3)3 + 3 KSCN = FeSCN2+ + 3 KNO3 + 2 SCN-
Pada tabung reaksi I digunakan sebagai pembanding, yaitu larutan yang
digunakan sebagai acuan pembanding dengan larutan pada tabung II, III, dan IV.
Larutan pembanding hanya berisi campuran antara Fe (NO3)3 dan KSCN saja.
Hasil campuran tersebut menghasilkan larutan yang berwarna kuning bening.
Pada tabung reaksi II berisi Fe(NO3)3 + KSCN (larutan pembanding) yang
ditambah dengan KSCN pekat. Hasil dari pencampuran tersebut menghasilkan
larutan yang berwarna hitam gelap, hal ini disebabkan karena pembentukan
kompleks kation FeSCN2+. perubahan warna terebut sesuai dengan asas le
cathelier………….
Setelah dibandingkan dengan larutan pembanding, hasilnya dapat
diketahui bahwa konsentrasi larutan pada tabung II lebih pekat daripada larutan
pembanding.
Pada tabung reaksi III berisi larutan pembanding yang ditambah dengan Fe(NO3)3
berlebih. Hasilnya larutan tersebut menjadi lebih pekat daripada larutan
pembanding, warnanya lebih kuning dar larutan pembanding. Hal ini juga sesuai
dengan asas le cathelier.
Pada tabung reaksi IV berisi larutan pembanding yang ditambah dengan
Na2HPO4. Dari pencampuran tersebut dihasilkan larutan yang berwarna putih
keruh dan timbul endapan. Na2HPO4 dalam percobaan ini berfungsi sebagai
reaktan untuk mengurangi pembentukan kompleks kation FeSCN2+, sehingga
warna larutan berubah dari kuning jernih menjadi putih keruh dan timbul
endapan. Hal tersebut merupakan salah satu gejala bahwa kompleks kation tidak
terbentuk.

5.2 Penentuan Tetapan Kesetimbangan Reaksi Pembentukan FeSCN2+


Dalam percobaan ini, kita melibatkan alat, yaitu KOLORIMETER
DUBOSCQ yang bertujuan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan dengan
cara membandingkan konsentrasi suatu larutan berdasarkan kepekatan warnanya
dengan larutan standarnya untuk mendapatkan ketebalan larutan dan sebagai
pengamatnya adalah mata. Untuk mengukur ketebalan larutannya, yaitu dengan
cara menaik-turunkan skala hingga diperoleh warna yang sama pada kedua larutan
yang diperbandingkan. Dari ketebalan yang diperoleh, kita dapatkan skala yang
berfungsi dalam mencari konsentrasi FeSCN2+.

Pada percobaan ini, direaksikan 4 ml KSCN 0,002M dengan 5 ml


Fe(NO3)3 yang berbeda-beda konsentrasinya pada tiap tabung.

Tabung I : 4 ml larutan KSCN 0,002 M + 5 ml larutan Fe(NO3)3 0,2 M


(menghasilkan larutan berwarna oranye)
Tabung II : 4 ml larutan KSCN 0,002 M + 5 ml larutan hasil pengenceran 10
ml larutan Fe(NO3)3 hingga volumenya menjadi 25 ml
(menghasilkan larutan yang berwarna oranye yang lebih muda)
Tabung III : 4 ml larutan KSCN 0,002M + 5 ml larutan hasil pengenceran dari
10 ml hasil pengenceran larutan Fe(NO3)3 pada tabung II hingga
volumenya menjadi 25 ml
(menghasilkan larutan yang berwarna kuning)
Tabung IV : 4 ml larutan KSCN 0,002M + 5 ml larutan hasil pengenceran dari
10 ml hasil pengenceran larutan Fe(NO3)3 pada tabung III
hingga volumenya menjadi 25 ml
(menghasilkan larutan yang berwarna kuning muda)
Tabung V : 4 ml larutan KSCN 0,002M + 5 ml larutan hasil pengenceran dari
10 ml hasil pengenceran larutan Fe(NO3)3 pada tabung IV
hingga volumenya menjadi 25 ml
(menghasilkan larutan berwarna kunig lebih muda dari tabung IV

Warna yang terbentuk pada hasil reaksi tersebut disebabkan oleh karena
terbentuknya senyawa koordinasi , yaitu pada senyawa FeSCN2+. Senyawa
koordinasi adalah senyawa kovalen antara atom pusat yang berupa ion logam
pusat dengan ion negatif atau ligan.
Berikut reaksinya :
3 KSCN + Fe(NO3)3 à FeSCN2+ +2 SCN- + 3 KNO3
reaksi ion : Fe3+ + SCN- à FeSCN2+

Dari reaksi pada keempat tabung tersebut, tampak warna larutan produk
semakin pudar. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya pengaruh pengenceran
pada kesetimbangan kimia. Pengenceran yang dilakukan dalam percobaan ini
telah memperkecil konsentrasi larutan Fe(NO3)3 sehingga warna yang
dihasilkan semakin memudar seiring berkurangnya konsentrasi.
Kolorimetri dilakukan dengan menggunakan alat KOLORIMETER
DUBOSCQ. Tabung pertama dijadikan sebagai larutan pembanding dan
ditetapkan pada skala 5 mm. Setelah itu, tabung kedua diletakan di tempat
larutan yang akan dibandingkan pada kolorimeter tersebut. Pengamatan
dilakukan dengan menaik-turunkan skala kolorimeter tabung kedua hingga
dilihat warna yang sama pada kedua larutan yang diperbandingkan. Hal yang
sama juga dilakukan pada tabung III, IV dan, V. Setelah semua tabung
dibandingkan dengan tabung I, diperoleh data sebagai berikut :

Tabung II :

Tabung III :

Tabung IV :

Tabung V :

Dari data yang diperoleh, tampak adanya kesalahan dalam percobaan ini.
Ketebalan skala yang didapat tidak konstan. Dengan kata lain, tidak ada
kesinambungan antara semakin rendahnya konsentrasi dengan skala
kolorimeternya. Seharusnya, semakin rendah konsentrasi, maka semakin tebal
larutan yang terukur pada kolorimeter. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi kesalahan dalam percobaan ini, antara lain :
1) Proses pengenceran yang tidak tepat
2) Pengamatan yang tidak cermat dalam melakukan pengukuran skala
kolorimetri
3) Kotornya dinding wadah sebelah luar yang digunakan dalam pengamatan
kolorimetri

VI. KESIMPULAN
VII. DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai