TINJAUAN PUSTAKA
intervertebra yang mengarah pada perubahan tulang vertebrae dan ligament, menyempitnya
foramen intervertebralis dari depan karena lipatan ligament longitudinal posterior atau
karena osteofit, sedangkan dari belakang karena lipatan ligament flavum, degenerasi diskus
(Satyanegara, 2010).
Spondylosis lumbalis seringkali merupakan hasil dari osteoarthritis atau spur tulang yang
terbentuk karena adanya proses penuaan atau degenerasi. Proses degenerasi umumnya
mengalami spondylosis adalah diskus intervertebralis, facet joint, corpus vertebrae dan
Vertebrae dibagi dalam dua bagian. Di bagian ventral terdiri atas corpus vertebrae yang
dibatasi satu sama lain oleh discus intervebralis dan ditahan satu sama lain oleh ligamen
longitudinal ventral dan dorsal. Bagian dorsal tidak begitu kokoh dan terdiri atas masing
masing arcus vertebrae dengan lamina dan pedikel yang diikat satu sama lain oleh berbagai
Pada processus spinosus dan transversus melekat otot-otot yang turut menunjang dan
Os.vertebrae lumbal tersusun 5 vetebrae yang bersendi satu sama lain yang
menyangga tubuh dan alat gerak tubuh. Susunan tulang vertebrae secara umum terdiri
1) Corpus
Vertebrae lumbalis mempunyai corpus yang tebal, besar dan berbentuk lonjong
(oval) dengan garis poros yang terletak transversal. Ukurannya lebih besar dari
corpus pada cervical atau daerah torachal dan pada bagian anterior sedikit lebih
bentuk silinder, sehingga dapat berfungsi sebagai penyangga dan pelindung dari
2) Arcus
Arcus terletak pada bagian posterior dan dibentuk oleh dua pedikel dan dua
lamina. Pada bagian ini pedikelnya pendek tetapi lebih tebal dan laminanya lebih
besar yang mengarah ke belakang dan ke tengah. Antara corpus vertebrae dengan
3) Foramen Vertebrae
Foramen vetebrae merupakan lubang yang cukup lebar dimana kedua belah
sisi ada lekukan yaitu recesus lateral . bila os.vertebrae tersusun panjang akan
membentuk kanal didalamnya dan nada saraf medulla spinalis (Basmajian &
slonecker . 2010)
Struktur diskus bagian dalam disebut nucleus pulposus, sedangkan bagian tepi
disebut anulus fibrosus. Discus berfungsi sebagai bantalan sendi antara corpus
yang berdekatan sebagai shok breaker pada berbagai tekanan dalam menumpu
b. Stabilisator Vertebra
Vertebrae lumbalis agar dapat stabil dibantu oleh ligament ligament yang berada di
lumbalis. Berikut adalah sistem ligament yang ada pada vertebrae lumbalis :
a) Ligament utama dari vertebrae lumbal (lumbar spine) adalah ligament longitudinal
anterior. Ligament ini berfungsi sebagai stabilisator pasif pada saat gerakan ekstensi
stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal. Ligament ini mengandung serabut saraf
afferent nyeri sehingga bersifat sensitif dan banyak memiliki sirkulasi darah.
lumbal.
berfungsi untuk mengontrol gerakan lateral fleksi pada daerah lumbal kearah kontra
a) Erector spine
Merupakan kelompok otot yang luas dan terletak dalam facia lumbodorsal, serta
muncul dari suatu aponeurosis pada sacrum, crista illiaca dan procesus spinosus
thoraco lumbal. Kelompok otot ini terbagi atas beberapa otot yaitu: m.
penggerak utama pada gerakan ekstensi lumbal dan sebagai stabilisator vertebrae
lumbal saat tubuh dalam keadaan tegak. Kerja otot tersebut dibantu oleh m.
b) Abdominal
memperkuat dinding abdominal. Ada 4 otot abdominal yang penting dalam fungsi
trunk yang sangat kuat dan berperan dalam mendatarkan kurva lumbal. Di samping
itu m. obliqus internal dan external berperan pada rotasi trunk (Ansar dan
Sudaryanto, 2011).
Merupakan kelompok otot intrinstik pada bagian lateral lumbal yang terdiri dari
m. quadratus lumborum dan m. psoas, kelompok otot ini berperan pada gerakan
Ada beberapa gerakan dasar yang dapat dilakukan oleh semua columna vertebralis
yaknik fleksi, ekstensi, lateral fleksi, rotasi dan sirkumduksi. Fleksi adalah gerakan ke
depan, dan ekstensi adalah gerakan kebelakang, keduanya dapat dilakukan dengan
leluasa di daerah cervical dan lumbal, tetapi terbatas di daerah torachal. Lateral fleksi
adalah melengkungnya tubuh ke salah satu sisi, gerakan ini mudah dilakukan di daerah
cervical dan lumbal, tetapi terbatas di daerah torachal. Rotasi adalah gerakan memutar
columna vertebralis, gerakan ini sangat terbatas 32 di daerah lumbal. Dan sirkumduksi
Pada daerah lumbal, fleksi dilakukan oleh m. rectus abdominis dan m.psoas.
mungkin ikut dalam gerakan ini. Rotasi dilakukan oleh otot-otot rotator dan otot-otot
Spondylosis lumbalis muncul karena adanya fenomena proses penuaan atau perubahan
degeneratif. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kondisi ini tidak berkaitan dengan
gaya hidup, tinggi-berat badan, massa tubuh, aktivitas fisik, merokok dan konsumsi alkohol
itu pembebanan berlebihan atau berulang dapat menyebabkan cedera structural dan
berkembangnya nyeri. Faktor lain berhubungan dengan degenerasi diskus adalah jenis
Menjelang usia 30 tahun, mulailah terjadi berbagai perubahan, baik pada anulus
maupun pada nucleus. Pada beberapa tempat, serat-serat fibroelastik 3 terputus, sebagian
rusak diganti oleh jaringan ikat. Proses ini berkembang secara terus menerus kontinu
nukleus pulposus akan mengalami penyusutan dan tekanan intradiskus menurun (Markam,
2009).
degenerasi diskus intervertebralis disertai perubahan struktur diskus menjadi rata. Tonjolan
tulang oleh permukaan osteofit tampak ditepi anterior dan posterior pada corpus vertebrae.
Tonjolan tulang yang muncul dibagian posterior dapat melewati batas 5 foramen
intervertebra sehingga menyebabkan radiks saraf yang keluar pada sisi sebelahnya
(Muttaqin, 2011).
5. Prognosis Spondylosis Lumbalis
Dalam kehidupan sehari-hari, Spondylosis Lumbalis yang lebih dikenal dengan sebutan
sakit pinggang atau punggung bawah merupakan keluhan yang sangat “umum”, sangat
sering terjadi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, terlebih lagi merupakan salah satu
penyebab ketidak hadiran di tempat kerja. Usia merupakan salah satu faktor yang sangat
diyakini pengaruhnya terhadap nyeri punggung bawah, sehingga biasanya penyakit ini
diderita oleh orang berusia lanjut karena penurunan fungsi-fungsi tubuhnya terutama
tulangnya sehingga tidak lagi elastis seperti diwaktu mudanya. Semakin tua usia seseorang,
maka semakin tinggi angka kejadian nyeri punggung bawah. Dalam segi penanganan,
sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa nyeri punggung bawah sembuh alamiah
dalam beberapa minggu, tetapi ada juga masyarakat yang kritis sehingga sebelum gejala
Tanda dan gelaja spondylosis lumbalis yang menetap sebagian besar mengalami nyeri
punggung,nyeri punggung bawah adalah keluhan yang paling umum muncul dalam waktu
yang lama sebelum munculnya penekanan radikuler. Keluhan saat berdiri dalam waktu yang
cukup lama atau berjalan, jarak saat berjalan akan bertambah pendek (Maliawan, 2009).
Pasien biasanya berusia di atas 40 tahun dan memiliki tubuh yang sehat. Nyeri sering
timbul di daerah punggung dan pantat. Hal ini akan menimbulkan keterbatasan gerak pada
regio lumbal dan dapat menimbulkan nyeri pada area ini. Pemeriksaan neurologis dapat
memperlihatkan tanda – tanda sisa dari prolaps diskus yang lama (misalnya tiadanya reflek
fisiologis). Pada tahap sangat lanjut, gejala dan tanda – tanda stenosis spinal atau stenosis
Diagnosis banding lain untuk menegakkan diagnosis nyeri punggung bawah akibat
spondylosis yaitu Hernia Nucleus Pulposus (HNP). HNP adalah suatu keadaan dimana
terjadi pengeluaran isi nucleus dari dalam discus intervertebralis. Selain HNP untuk
Spondylosis lumbalis menggambarkan adanya osteofit yang timbul dari vertebra lumbalis.
Osteofit biasanya terlihat pada sisi anterior, superior, dan sisi lateral vertebrae. Pembentukan
osteofit timbul karena terdapat tekanan pada ligament. Apabila hal ini mengenai saraf, maka akan
terjadi kompresi pada saraf tersebut, dan dari hal itu dapat menimbulkan rasa nyeri, baik lokal
maupun menjalar, dan parastesia dan Penurunan kekuatan otot trunk, core yang mengakibatkan
gangguan fungsional lumbal seperti tidak bisa berjongkok, berduduk lama dan berjalan jauh
sehingga mengganggu aktivitas sehari hari dalam melakukan pekerjaan .(Woolfson, 2008).
1. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat
subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan
hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya
(Tetty, 2015).
Nyeri adalah gejala paling umum yang paling tampak pada populasi umum dan dunia
kedokteran. Di Amerika Serikat, keluhan nyeri merupakan penyebab 40% kunjungan pasien
berobat jalan terkait gejala setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO
memperlihatkan bahwa dari 26.000 rawat primer di lima benua, 22% melaporkan adanya nyeri
2. Mekanisme Nyeri
a. Mekanisme Nosisepsi
1. Proses transduksi adalah rangsang noksius dapat berasal dari bahan kimia, seperti yang
terjadi pada proses inflamasi menimbulkan sensitisasi dan mengaktifasi reseptor nyeri.
Bisa juga diartikan sebagai pengubahan berbagai stimuli oleh reseptor menjadi impuls
2. Proses transmisi adalah penyaluran impuls saraf sensorik dilakukan oleh serabut A
delta bermyelin dan serabut C tak bermyelin sebagai neuron pertama, kemudian
thalamus disalurkan sebagai neuron ketiga sensorik pada area somatik primer di korteks
serebri.
3. Proses modulasi terjadi pada sistem saraf sentral ketika aktivasi nyeri dapat dihambat
oleh analgesik endogen seperti endorphine, sistem inhibisi sentral serotonin dan
4. Proses persepsi merupakan hasil akhir proses interaksi yang kompleks, dimulai dari
proses transduksi, transmisi, dan modulasi sepanjang aktivasi sensorik yang sampai
pada area primer sensorik korteks serebri dan masukan lain bagian otak yang pada
gilirannya menghasilkan suatu perasaan subyektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri
aferen primer yang dianggap dari kerusakan jaringan, sistem imunoendokrin, sistem
merujuk kerusakan jaringan pada proses inflamasi dan trauma pada nyeri akut. Pada
nyeri fisiologik, nyeri memiliki tendensi untuk sembuh dan berlangsung terbatas
selama nosisepsi masih ada, serta dianggap sebagai gejala penyakit. Pada nyeri
kronik, fenomena allodinia, hiperalgesia, nyeri spontan bukan saja menjadi gejala
nosisepsi tetap timbul setelah penyembuhan usai dan tidak proporsional dengan
kelainan fisik yang ada. Mekanisme maladaptif terjadi karena plastisitas saraf di
saraf dan timbulnya reseptor adrenergik alfa-2. Pada tingkat sentral, mekanisme
sinaps, reorganisasi sentral dari serabut A beta, dan hilangnya kontrol inhibisi nyeri.
Aktivitas fungsional adalah suatu gambaran kemampuan pasien low back pain
aktivitas mengangkat, berjalan, duduk, berdiri, tidur dan jongkok. Adapun aktivitas
fungsional yang berhubungan dengan mobilitas lumbal yaitu aktivitas yang menimbulkan
terjadinya gerakan pada daerah lumbal, misal gerakan mengangkat, mambungkuk, memutar,
Dalam hal ini otot yang berperan penting saat berkontraksi terbagi menjadi dua tipe
otot yaitu tipe I (slow twich) atau otot tonik disebut juga dengan red muscle karena berwarna
lebih gelap dari otot lainnya, lebih banyak mengandung hemoglobin dan mitokondria
sehingga lebih tahan lama terhadap tahanan yang berfungsi untuk mempertahankan sikap
atau posisi. Kelainan otot ini cenderung mengalami spasme atau tightness hingga
mengakibatkan kelemahan dan kontraktur dalam jangka waktu yang lama khususnya terjadi
illiopsoas muscle,m. tensor fascia latae, m. rectus femoris, group eksorotasi hip meliputi
piriformis. Tipe II (fast twitch) atau otot phasic disebut juga white muscle karena berwarna
lebih pucat banyak mengandung myofibril sehingga tidak tahan lama terhadap tekanan,
durasi kontraksi lebih pendek yang berfungsi untuk gerakan cepat dan kuat yang berasal dari
dua macam serabut otot yaitu serabut otot tipe 2A yang kelelahannya rata-rata intermediate
atau sedang dan serabut otot tipe 2B yang kelelahannya sangat cepat diantaranya m.
Aktivitas fungsional yang menggunakan otot yang berlebihan dapat terjadi pada saat
tubuh mempertahankan posisi dalam jangka waktu yang lama, di mana pada saat itu otot-
otot daerah punggung bawah akan berkontraksi secara terus menerus untuk
mempertahankan postur yang normal. Keadaan tersebut dapat terjadi pada saat melakukan
mengangkat berat dengan posisi yang salah atau gerakan pada saat aktivitas atau olahraga
yang menimbulkan cidera seperti spasme, tightness, strain atau sprain lumbal. Penggunaan
otot-otot punggung bawah secara berlebihan dapat menimbulkan nyeri. Adanya nyeri dan
spasme otot akan membuat seseorang takut menggunakan otot punggungnya untuk
fisiologis pada otot-otot tersebut, yaitu berkurangnya massa otot (atropi) dan menurunnya
kekuatan otot (weakness), akhirnya individu tersebut akan mengalami penurunan tingkat
Davidson and Keating (2011) dalam penelitiannya Comparison Of Five Low Back
aktivitas fungsional pada pasien low back pain sering sulit dilakukan, oleh karena itu
dikembangkan metode kuisioner untuk menilai dampak low back pain terhadap aktivitas
sehari-hari. Ada beberapa alat ukur untuk menilai keterbatasan fungsional pada pasien low
back pain, diantaranya: Oswestry disability index (ODI), Rolland Morris dissability
questionnaire (RMDQ), Disability rating index (DRI), dan sebagainya. Kuisioner tersebut
Pada penelitian ini, untuk menilai aktivitas fungsional hanya menggunakan kuisioner
Oswestry disability index (ODI), karena berdasarkan uji reliability analysis. Nishant,et al.
lumbal dengan menggunakan Oswestry disability index (ODI) yang dikembangkan oleh
Fairbank, terdiri dari sepuluh item yang menilai tingkat rasa sakit dan gangguan dengan
beberapa aktivitas fisik seperti tidur, perawatan diri, kehidupan seks, kehidupan sosial, dan
perjalanan. Sebuah studi baru-baru ini oleh Deyo bahwa penggunaan oswestry disability
index lebih efektif dan lebih mudah diaplikasikan karena berhubungan dengan tingkat
kemampuan atau gangguan aktivitas fungsional lumbal berbeda Roland dan Morris yang
tidak memberikan deskripsi tentang berbagai tingkat kecacatan seperti pada ODI (Nishant,
et al. 2014).
Kuisioner ODI pada dasarnya sudah dianggap baku dan valid. Pada penelitian
kemampuan aktivitas ibu hamil trimester II dan III” di penelitian ini dijelaskan bahwa ODI
(oswestry disability indeks) memang terbukti valid dan efektif untuk mengukur gangguan
keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien yang dirawat di rumah sakit. Intervensi ini
menggunakan alat yang dilengkapi elektroda dan diletakkan dikulit untuk menghantarkan
impuls listrik. Impuls listrik tersebut berfungsi sebagai pemblok impuls nyeri yang
dirasakan oleh pasien. Impuls nyeri yang diblok akan mengakibatkan nyeri berkurang.
diikuti oleh penurunan nyeri. (Brunner & Suddarth, 2001; Johnson, 2009).
rendah pada kontinyu, durasi stimulus 100-200m detik, sensasi yang timbul parestesi
yang kuat dengan sedikit kontraksi, durasi terapi secara terus menerus, mekanisme
analgetik tingkat segmental, posisi elektroda titik nyeri atau area dan dermatom yang
sama.
b. Al TENS (Acupunture-Like Tens) dengan spesifikasi sebagai berikut: terget arus adalah
mengaktivasi motorik, sensasi yang di inginkan kontraksi otot fasik yang kuat tapi
nyaman, karekteristik fisika frekuensi rendah, intensitas tinggi dan durasi 100-200m
detik, penempatan elektroda pada motor point atau miotom yang sama, profil analgesik
terjadi setelah 30 menit terapi dan menghilang > 1 jam setelah alat di matikan. Durasi
terapi 30 menit setiap kali terapi, mekanisme analgesik ekstra segmental atau
segmental.
c. Tipe INTENSE TENS dengan ciri: target arus mengaktivasi saraf berdiameter kecil,
jaringan yang teraktivasi adalah nosiseptor, sensasi yang terjadi terasa tak nyaman yang
masih dapat ditoleransi pasien, fisika dasar frekuensi 200Hz, durasi stimulus > 100m
detik dan intensitas tertinggi yang masih dapat ditoleransi. Penempatan elektroda di
area yang nyeri atau sebelah proksimal titik nyeri atau pada cabang utama saraf yang
bersangkutan, profil analgesik < 30 menit tetapi sudah bisa terjadi sedang pengaruh
analgesiknya > 1 jam kadang dijumpai hiposentesia, durasi terapi < 15 menit,
Pemberian TENS memelihara fisiologi otot dan mencegah atropi otot, re- edukasi
fungsi otot, memperlancar perdedaran darah, memberikan efek rilleksasi pada otot dan
resorbsi oedema.
c. Indikasi
Indikasi dari penggunaan TENS antara lain: (a) pada kondisi akut: nyeri pasca operasi,
nyeri sewaktu melahirkan, nyeri haid (dysmenorrhea), nyeri musculosceletal, dan nyeri
akibat patah tulang, (b) nyeri yang berhubungan dengan penanganan kasus gigi, (c) pada
kondisi kronik: nyeri punggung bawah, arthritis, nyeri punting dan nyeri phantom, neuralgia
pasca herpetic, neuralgia trigeminal, (d) injuri saraf tepi, (e) angina pectoris, (f) nyeri fascial,
kontraindikasi dari penggunaan TENS antara lain: (a) penyakit vaskuler, (b) adanya
kecenderungan perdarahan, (c) keganasan pada area yang diterapi, (d) pasien beralat pacu
jantung, (e) kehamilan, apabila terapi diberikan pada area pungggung dan abdomen, (f) luka
terbuka yang sangat lebar, (g) kondisi infeksi, (h) pasien yang mengalami gangguan
e. Aplikasi TENS
Metode ini dapat langsung diterapkan pada daerah nyeri yang merupakan letak
paling optimal dalam hubungannya dengan jaringan penyebab nyeri ( Parjoto 2008).
2. Dermatom
Dasar metode ini ialah daerah kulit tertutup akan mempunyai persyarafan yang
f. Dosis
Tens yang digunakan adalah TENS konvensional dengan pulsa pendek sekitar 50 ms
pada 40-150Hz,dengan frekuensi tinggi dan intensitas rendah berdurasi 200 mesc. Tipe
konvensional dapat mengurangi nyeri dalam waktu 10-15 menit dengan lama pemberian 30
menit . intensitas rendah akan menstimulasi serabut Ab untuk inhibisi nyeri dengan pain
gate mechanism.
Williams pada tahun 1937. Latihan William Flexion Exercise ini dirancang untuk
mengurangi nyeri pinggang degan memperkuat otot-otot yang memfleksikan lumbo sacral
William Flexion Exercise banyak ditujukan pada pasien-pasien kronik LBP dengan
kondisi degenerasi corpus vertebrae sampai pada degenerasi discus. Program latihan ini
telah berkembang dan banyak ditujukan pada laki-laki dibawah usia 50-an & wanita
dibawah usia 40- an yang mengalami lordosis lumbal yang berlebihan, penurunan space
diskus antara segmen lumbal & gejala-gejala kronik LBP. William flexion exercise telah
menjadi dasar dalam manajemen nyeri pinggang bawah selama beberapa tahun untuk
mengobati beragam problem nyeri pinggang bawah berdasarkan temuan diagnosis. Dalam
beberapa kasus, program latihan ini digunakan ketika penyebab gangguan berasal dari facet
joint (kapsul-ligamen), otot, serta degenerasi corpus dan discus (Suma, 2013).
William flexion exercise ini juga dapat meningkatkan stabilitas lumbal karena secara
aktif melatih m. abdominal, m. gluteus maksimus dan m. hamstring. Disamping itu William
flexion exercise dapat meningkatkan tekanan intra abdominal yang mendorong kolumna
lumbal dan mengurangi tekanan pada diskus intervertebralis. Secara teoritis, William flexion
exercise ini dapat membantu mengurangi nyeri dengan cara mengurangi gaya kompresi
pada facet joint, dan meregangkan fleksor hip dan ektensor lumbal (Pramita, 2014).
Tujuan dari William Flexion Exercise adalah untuk mengurangi nyeri, memberikan
stabilitas lower trunk melalui perkembangan secara aktif pada m. abdominal, m. gluteus
maximus, dan m. hamstring, untuk meningkatkan fleksibilitas atau elastisitas pada group
otot fleksor hip dan lower back (sacrospinalis), serta untuk mengembalikan atau
menyempurnakan keseimbangan kerja antara group otot postural fleksor & ekstensor. Selain
itu juga meningkatkan kekuatan otot abdominal dan lumbosacral serta mengulur back
William Flexion Exercise ini juga tidak berbeda jauh dengan senam, yang dapat
meningkatkan oksigenasi dan peredaran nutrisi dalam sel organ reproduksi serta
merangsang aliran system kelenjar getah bening, sehingga dapat meningkatkan kelenturan
otot dengan cara mengembalikan elastisitas dan fleksibilitas jaringan tubuh dan mengurangi
c. Indikasi
d. Kontraindikasi
William Flexion Exercise adalah gangguan pada diskus seperti discus. bulging, herniasi
e. Dosis
Terapi latihan adalah gerak dari tubuh atau bagian dari tubuh untuk mengurangi gejala-
Oleh karena letak gangguan mekanik dan nyeri pada punggung bawah terdapat di
daerah lumbosacral, maka latihan yang diberikan adalah terutama ditujukan untuk daerah
ini. Tujuan dari latihan ini adalah untuk memperkuat otot-otot fleksor pada sendi
Pada saat latihan ini otot-otot ekstensor trunk bergerak memanjang dan otot-otot flexi
untuk tiap gerakan William flexion exercise ditahan selama 5-10 detik dan diulang 10 kali (
Basmajian, 2010 ).
Menurut kasem (2010) jenis gerakan terapi dilakukan 6 jenis gerakan yaitu:
Pasien terlentang diatas matras dengan kedua lutut ditekuk. Pasien diminta
matras dengan cara mengkontraksikan otot perut dan otot pantat. Setiap
kontraksi ditahan 5 detik kemudian lemas, ulangi 10 kali. Usahakan pada waktu
Posisi awal Pasien terlentang diatas matras dengan lutut ditekuk. Kemudian
dagu menyentuh dada dan bahu terangkat dari matras. Setiap kontraksi tahan 5
Posisi awal Pasien terlentang diatas matras dengan kedua lutut ditekuk.
Kemudian Pasien diminta menfleksikan satu lutut kearah dada sejauh mungkin,
kemudian kedua tangan mencapai paha belakang dan menarik lututnya ke dada.
Pada waktu yang bersamaan angkat kepala hingga dagu menyentuh dada dan
bahu lepas dari matras, tahan 5 detik. Latihan diulangi pada tungkai yang lain,
ulang latihan sebanyak 10 kali. Kedua tungkai lurus naik harus dihindari,
Posisi awal pasien tidur terlentang dengan kedua tungkai bersamaan ditarik
kearah dinding perut sejauh mungkin, kedua tangan memfiksasi pada lutut.
Bersamaan dengan itu angkat kepala dan bahu, aba-aba 1-5 hitungan 10 kali
pengulangan.
Gambar 2.11. William Flexion Exercise IV
Latihan ini dimulai dengan posisi awal seperti seorang pelari cepat pada
titik startnya yaitu satu tungkai dengan fleksi maksimal pada sendi lutut dan
paha, sedang yang lain dalam keadaan lurus ke belakang. Kemudian pada posisi
menekan ke sebuah dinding dan tumit pada jarak 10-15 cm dari dinding.
benar rata dan pasien diminta untuk berjalan beberapa meter kedepan dengan