Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Tentang Abortus

1. Pengertian Abortus

Kehamilan adalah suatu proses yang dimulai dari ovulasi sampai persalinan aterm sekitar 280 hari (40
minggu). Kehamilan dibagi menjadi tiga triwulan yaitu : a) Triwulan pertama antara 0-12 minggu, b)
Triwulan kedua antara 12-28 minggu, c) Triwulan ketiga 28-40 minggu dan apabila kehamilan ini
berakhir sebelum waktunya maka disebut dengan abortus. (Manuaba, I.B.G. 1998. Hal. 125)

Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil dilaporkan dapat hidup diluar kandungan memiliki berat
badan lahir 297 gram tetapi jarangnya janin yang di lahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram
dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai
berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu (Winkjosastro, H, 2005, Hal 302).

Berikut ini dikemukakan beberapa defenisi abortus menurut beberapa pendapat antara lain :

a. Abortus merupakan berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum
kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar
kandungan (Saifuddin., A. B. 2001, Hal 145).

b. Abortus merupakan pengakhiran kehamilan dengan cara apapun sebelum janin cukup berkembang
untuk dapat hidup diluar kandungan. Defenisi lain yang digunakan secara umum adalah kelahiran janin-
neonatus yang beratnya kurang dari 500 gram (Cunningham, Mac Donald, Gant, 1995).

c. Abortus merupakan terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu atau berat janin
1000 gram (Manuaba, I.B.G. 1998. Hal 214).

d. Abortus merupakan suatu proses berhentinya suatu kehamilan, dimana janin belum mampu hidup
diluar rahim (viable) dengan criteria usia kehamilan < 20 minggu atau berat badan janin < 500 gram
(Achadiat, M. C. 2004. Hal 26)

e. Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Dibawah
ini dikemukakan beberapa defenisi para ahli tentang abortus :
EASTMAN : Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup
sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400-1000 gram,
atau sisa kehamilan kurang dari 28 minggu.

JEFFCOAT : Abortus adalah pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu, yaitu
fetus belum Viable by law.

HOLMER : Abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke 16, dimana proses plasentasi
belum selesai (Mochtar, 1998, Hal 209).

Berdasarkan beberapa defenisi tentang abortus diatas maka penulis menyimpulkan bahwa abortus
adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan pada umur kehamilan < 20
minggu dengan berat badan janin < 500 gr.

2. Klasifikasi Abortus (Mochtar, R. 1998. Hal 211)

Abortus dapat dibagi dalam 2 golongan :

a. Abortus spontan

Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-
mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.

Abortus spontan terbagi atas :

1) Abortus imminens (keguguran membakat dan akan terjadi)

Dalam hal ini keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obat hormonal dan
antispasmodika serta istirahat.

2) Abortus insipiens (keguguran yang sedang berlangsung)

Abortus yang sedang berlangsung, dengan ostium sudah terbuka dan ketuban yang teraba. Kehamilan
tidak dapat dipertahankan lagi.

3) Abortus Inkomplit (keguguran bersisa)

Hanya sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.

4) Missed Abortion

Keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama dua
bulan lebih.

5) Abortus komplit (keguguran lengkap)

Seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong.
6) Abortus habitualis (keguguran yang berulang)

Artinya keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.

7) Abortus infeksiosa dan Abortus Septik

Abortus Infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi genetalia sedangkan abortus septik adalah
keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksin kedalam peredaran darah atau
peritoneum.

b. Abortus Provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-
alat yang dapat dibagi menjadi:

1) Abortus medisinalis (abortus therapeutica)

Artinya abortus pada tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).

2) Abortus kriminalis

Artinya abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan
indikasi medis.

3. Etiologi Abortus (Wiknjosastro, H. 2005. Hal 303)

Penyebab keguguran sebagian besar tidak di ketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa sebab antara
lain :

a. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi

Ini dapat menimbulkan kematian janin dan cacat bawaan yang menyebabkan kematian mudigah pada
hamil muda.

Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah :

1) Kelainan kromosom

Gangguan yang terjadi sejak semula pertemuan kromosom terutama ditemukan pada trisomi autosom.

2) Faktor lingkungan endometrium

a) Endometrium yang belum siap untuk menerima hasil konsepsi terganggu.

b) Gizi ibu kurang

3) Pengaruh dari luar

a) Infeksi endometrium, endometrium tidak siap untuk menerima hasil konsepsi.


b) Hasil konsepsi dipengaruhi oleh radiasi dan obat menyebabkan pertumbuhan janin terganggu.

b. Kelainan plasenta

Endarteritis dapat terjadi dalam villi korialis dan menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu sehingga
menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan
muda misalnya karena hipertensi.

c. Penyakit ibu

Penyakit secara langsung mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan melalui placenta yaitu
penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria, syphilis. Toxin, bakteri, virus, atau
plasmodium sehinggga menyebabkan kematian janin dan terjadi abortus.

d. Kelainan traktus genitalis

Retroversio uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus.

4. Patofisiologi Abortus (Wiknjosastro, H. 2002. Hal 303-304)

Gejala awal yang di timbulkan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang diikuti oleh nekrosis
jaringan sekitarnya yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga
bagian yang terlepas ini merupakan benda asing dalam uterus. Ini menyebabkan uterus berkontraksi
untuk mengeluarkan benda asing tersebut, oleh karena adanya kontraksi uterus maka akan memberi
gejala umum berupa nyeri perut karena kontraksi disertai perdarahan dan pengeluaran seluruh atau
sebagian hasil konsepsi.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis
belum menembus desidua lebih dalam. Pada kehamilan antara 8 – 14 minggu villi korialis menembus
desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan ³ 14 minggu yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin,
disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas
dengan lengkap.

5. Komplikasi Abortus (Wiknjosastro, H. 2002. Hal 311-312)

Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok.

a. Perdarahan

Diatasi dengan pengosongan uterus dan sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah.
Kematian yang disebabkan oleh perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada
waktunya.

b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika
peristiwa ini terjadi penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan
laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk peforasi, penjahitan luka operasi atau perlu
histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalan
gawat karena perlukaan lebih luas, mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus.
Dengan adanya dugaan terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan.

c. Infeksi

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan abortus
inkomplit dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan
antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh terjadilah peritonitis umum atau sepsis dengan
kemungkinan diikuti syok.

d. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat (syok
endoseptik).

6. Diagnosis Abortus (Wiknjosastro, H. 2002. Hal 304)

Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang perdarahan
pervaginam setelah mengalami haid terlambat, rasa mules, kecurigaan tersebut diperkuat dengan
ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual dengan tes kehamilan secara biologis atau
imunologik. Harus diperhatikan macam dan banyaknya perdarahan, pembukaan serviks dan adanya
jaringan dalam kavum uteri atau vagina.

Abortus inkomplit diduga bila pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat
diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Perdarahan
pada abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan
berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.

Tabel : Diagnosa Perdarahan Kehamilan Muda

Perdarahan

Serviks

Uterus

Gejala/Tanda

Diagnosa
Bercak hingga sedang

Tertutup

Sesuai dengan usia gestasi

Keram perut bawah

Abortus Imminens

Sedikit membesar dari normal

Limbung atau pinsan, Nyeri perut bawah, Nyeri goyang porsio, Massa Adneksa, Cairan bebas
intraabdominal

Kehamilan Ektopik terganggu

Tertutup/Terbuka

Lebih kecil usia gestasi

Sedikit/tanpa nyeri perut bawah, Riwayat ekspulsi hasil konsepsi

Abortus Inkomplit

Sedang hingga banyak

Terbuka

Sesuai usia kehamilan

Kram atau nyeri perut bawah belum terjadi ekspulsi hasil konsepsi

Abortus Insipiens

Kram atau nteri perut bawah, Ekspulsi sebagian hasil konsepsi

Aborus Inkomplit

Terbuka

Lunak dan lebih besar dari usia ggestasi

Mual muntah, Kram perut bawah, tak ada janin, keluar jaringan seperti anggur

Abortus mola
Sumber, Saifuddin, A.B. 2002. Hal ……

7. Gambaran Klinis Abortus Inkomplit (Mochtar, R. 1998. Hal 212)

a. Gambaran klinis yang biasa terjadi :

(1) Amenoroe

(2) Perdarahan pervaginam

(3) Sakit perut dan mules-mules

(4) Tes kehamilan menunjukkan positif

(5) Pada pemeriksaan dalam dijumpai gambaran berupa :

(a) Kanalis servikalis terbuka kadang tidak

(b) Dapat diraba jaringan dalam rahim atau kanalis servikalis.

8. Penanganan Umum Abortus (Saifuddin, A.B. 2002. Hal 145-146)

a. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien, termasuk tanda-tanda vital (nadi,
tekanan darah, pernapasan, suhu).

b. Periksa tanda-tanda syok (pucat dan berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik kurang dari 90
mmHg, nadi lebih 112 x/ menit).

c. Jika dicurigai terjadi syok, segera mulai penanganan syok. Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap
pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi wanita karena
kondisinya dapat memburuk dengan cepat.

d. Pasang infus dengan jarum infus besar (16 G atau lebih besar), berikan larutan garam fisiologik atau
ringer laktat dengan tetesan cepat (500 ml dalam 2 jam pertama).

9. Penanganan Abortus Inkomplit (Saifuddin, A.B. 2002. Hal M-13)

a. Menentukan besar uterus, kenali dan atasi setiap komplikasi (perdarahan hebat, syok dan sepsis).

b. Bila perdarahan tidak banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi secara digital
atau cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi.

c. Bila perdarahan berhenti beri ergometrin 0,2 mg / IM atau Misoprostol 400 gram/oral.

d. Bila perdarahan banyak dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu evakuasi sisa hasil konsepsi
dengan :

(1) Aspirasi vakum manual (AVM)


Merupakan metode evakuasi yang dipilih. Jika aspirasi vakum tidak tersedia evakuasi dilakukan dengan
kuret tajam.

(2) Bila evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg/IM (diulangi setiap menit jika
perlu) atau misorostol 400 gram/oral (dapat diulangi setelah 4 jam atau jika perlu)

e. Kehamilan lebih dan 16 minggu :

(1) Infus oksitoksin 20 unit dalam 500cc cairan IV (garam fisiologik/Ringer Laktat) dengan kecepatan 40
tetes/menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi.

(2) Jika perlu berikan misoprostol 200 mg/vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
(maksimal 800 mg)

(3) Evakuasi sisa konsepsi yang tertinggal dalam uterus.

a. Bila tidak ada tanda-tanda infeksi beri antibiotika profilaksis (sulbenisillin 2 gram/IM atau sefuroksim
1 gram oral).

b. Bila terjadi infeksi beri ampicillin 1 gram dan Metrodidazol 500mg setiap 8 jam.

c. Bila pasien tampak anemik, berikan sulfasferosus 600 mg/hari selama 2 minggu (anemia sedang)
atau transfusi darah (anemia berat).

Pada beberapa kasus abortus inkomplit erat kaitannya dengan abortus risiko tinggi, oleh sebab itu perlu
diperhatikan hal sebagai berikut :

1. Pastikan tidak ada komplikasi berat seperti sepsis, perforasi uterus atau cedera intra abdomen
(mual/muntah, nyeri punggung, demam, perut kembung, nyeri perut bagian bawah, nyeri ulang lepas).

2. Bersihkan ramuan tradisional yaitu jamu, bahan kaustik, kayu atau benda-benda lain dari region
genitalia.

3. Berikan boster tetanus toxoid 0,5 ml bila tampak luka kotor pada dinding vagina atau kanalis
servikalis dan pasien pernah diimunisasi.

4. Bila riwayat pemberian imunisasi tidak jelas pemberian Tetanus Toxoid 0,5 ml setelah 4 minggu.

10. Prosedur Kerja (Saifuddin, A.B. 2002. Hal 441-443)

a. Pengeluaran sisa jaringan secara digital

Tindakan ini dilakukan untuk menolong penderita di tempat-tempat yang tidak ada fasilitas kuretase,
sekurang-kurangnya untuk menghentikan pendarahan. Hal ini sering dilakukan pada keguguran yang
sedang berlangsung (abortus insipiens) dan abortus inkompletus.

Pembersihan secara digital hanya dapat dilakukan bila telah ada pembukaan serviks uteri yang dapat
dilalui oleh satu jari longgar dan vacum uteri cukup luas. Caranya adalah dengan dua tangan (bimanual);
jari telunjuk dengan jari tengah tangan kanan dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk mengeluarkan hasil
konsepsi, sedangkan tangan kiri menekan korpus uteri sebagai fiksasi. Dengan kedua jari tangan kikislah
hasil konsepsi sebanyak mungkin atau sebersihnya.

b. Pengeluaran sisa jaringan dengan kuretase atau kerokan

Prosedur kerja kuretase adalah suatu rangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada dinding
cavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrument (sendok kuret). Sendok kuret akan
melepas jaringan tersebut dengan tehnik pengerokan secara sistematis.

1) Prosedur kerja kuretase terdiri atas :

a) Persetujuan tindakan medik (informat counsent)

b) Persiapan pasien :

(1) Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi

(2) Cairan dan slang infus sudah terpasang, perut bagian bawah dan lipatan paha sudah dibersihkan
dengan air dan sabun.

(3) Uji fungsi kelengkapan peralatan resusitasi kardiopulmuner

(4) Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah

(5) Medikamentosa :

(a) Analgetika (pethidin 1-2 mg/kg BB, ketamin HCL 0,5 mg/kg BB, tramadol 1-2 mg/kg BB).

(b) Sedativa (diazepam 10 mg)

(c) Atropiny sulfas 0,25 – 0,50 mg/ml

(d) Oksitoksin 1 amp dan ergometrin 1 amp

(6) Larutan bethadine

(7) Oksigen dengan regulator

(8) Instrument :

(a) Speculum sims 2 buah

(b) Cunam tampong 1 buah

(c) Cunam peluru atau tenakulum 1 buah

(d) Sonde uterus 1 buah


(e) Dilatator 1 set

(f) Kuret tajam 1 buah dan kuret tumpul 1 buah

(g) Klem ovum (penster) 1 buah lurus dan lengkung 1 buah

(h) Sendok kuret 1 set

(i) Kateter karet 1 buah

(j) Spoit 3 cc sekali pakai 2 buah

(k) Kain kasa dan kapas steril

(l) Doek steril 2 buah

(m)Mangkok logam 2 buah

(n) Ember penampung darah dan jaringan 1 buah

(o) Ember yang berisikan larutan klorin 0,5 %

(p) Lampu sorot 1 buah

c) Penolong (operator dan asisten)

(1) Baju kamar tindakan, apron, masker dan kacamata pelindung.

(2) Sarung tangan DTT/steril 2 pasang

(3) Alas kaki (sepatu/bot karet) 2 pasang

2) Tindakan :

a) Instruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik (dokter Obgyn)

b) Lakukan kateterisasi kandung kemih

c) Lakukan pemeriksaan bimanual ulangan untuk menentukan serviks, besar, arah dan konsistensi
uterus.

d) Bersihkan lakukan dekontaminasi sarung tangan dengan larutan klorin 0,5 %.

e) Pakai sarung tagan DTT / steril yang baru

f) Satu tangan masukkan speculum sim’s / L secara vertikal kedalam vagina setelah itu putar kebawah
sehingga posisi bilah menjadi transversal.

g) Minta asisten untuk menahan spekulum bawah pada posisinya.


h) Dengan sedikit menarik spekulum bawah hingga (lumen vagina tampak jelas) masukkan bilah
speculum secara vertikal kemudian putar dan tarik keatas hingga jelas terlihat serviks.

i) Minta asisten untuk memegang spekulum atas pada posisinya.

j) Bersihkan jaringan dan darah dalam vagina (dengan kapas antiseptik yang dijepit dengan cunam
tampon). Tentukan bagian serviks yang akan dijepit (jam 11.00 dan 13.00).

k) Jepit serviks dengan tenakulum pada tempat yang telah ditentukan.

l) Setelah penjepitan terpasang dengan baik, keluarkan spekulum atas.

m) Lakukan pemeriksaan kedalaman dan lengkung uterus dengan sonde uterus. Pegang gagang
tenakulum, masukkan klem ovum yang sesuai dengan pembukaan serviks hingga mengentuh fundus.

n) Pegang gagang sendok kuret dengan ibu jari dan telunjuk, masukkan ujung sendok kuret melalui
kanalis servikalis kedalam uterus hingga menyentuh fundus uteri.

o) Lakukan kerokan dinding uterus secara sistematis dan searah jarum jam hingga bersih.

p) Keluarkan semua jaringan dan bersihkan darah yang menggenangi lumen vagina bagian belakang.

q) Lepaskan jepitan tenakulum pada serviks.

r) Lepaskan spekulum bagian bawah.

s) Kumpulkan jaringan untuk dikirim ke laboratorium patologi

t) Beritahukan kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai dilakukan.

3) Pasca tindakan :

a) Periksa kembali tanda-tanda vital pasien segera lakukan tindikan apabila terjadi kelainan/ komplikasi

b) Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan (dokter) didalam kolom yang tersedia.

c) Lanjutkan pengobatan dan pemantapan kondisi pasien.

B. Proses Kebidanan (Simatupang, E. J. 2006. Hal 7)

Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan

Manajemen asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode
untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan
keteramilan dalam rangkaian logis.

Tahapan Manajemen Kebidanan (Varney, 1997. Hal 25-27)


Proses manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah asuhan kebidanan yang dimulai dengan
pengumpulan data dasar dan diakhiri dengan evaluasi.

Tahapan dalam proses manajemen asuhan kebidanan ada tujuh langkah yaitu :

a. Pengkajian dan Analisa Data Dasar

Pengumpulan data dasar yang lengkap untuk menilai keadaan klien. Data ini termasuk data dasar adalah
riwayat kesehatan klien, pemeriksaan fisik, dan catatan riwayat kesehatan yang lalu dan sekarang,
pemeriksaan laboratorium. Semua data tersebut diatas harus memberikan informasi saling berhubungan
dari semua sumber dan menggambarkan kondisi ibu yang sebenarnya.

b. Merumuskan Diagnosa/Masalah Aktual

Menginterpretasikan data secara spesifik mengenai diagnosa dan masalah. Kata diagnosa dan masalah
selalu digunakan keduanya namun mempunyai pengertian yang berbeda. Masalah lebih sering
berhubungan dengan apa yang dialami oleh seseorang menguraikan suatu kenyataan yang ia rasakan
sebagai suatu masalah sedangkan diagnosa lebih sering diidentifikasi oleh bidan dengan berfokus pada
apa yang dikemukakan oleh ibu secara individual.

c. Merumuskan Diagnosa/Masalah Potensial

Pada tahap ini, mengantisipasi masalah potensial yang mungkin terjadi atau yang akan dialami oleh ibu
bila tidak mendapat penanganan yang dilakukan melalui pengamatan cermat, observasi secara akurat
dan persiapan untuk segala sesuatu yang dapat terjadi.

d. Tindakan Segera dan kolaborasi

Menggambarkan sifat proses kebidanan secara terus menerus tidak hanya dalam pemberian pelayanan
dasar tetapi bidan dapat melakukan tindakan emergency sesuai kewenangannya, kolaborasi maupun
konsultasi untuk menyelematkan ibu atau janinnya. Bidan mengevaluasi setiap keadaan ibu untuk
menentukan tindakan selanjutnya.

e. Rencana Asuhan Kebidanan

Pengembangan suatu rencanan tindakan komprehensif yang ditentukan pada langkah sebelumnya, juga
antisipasi diagnosa dan masalah yang didasari atas rasional tindakan yang relevan yang diakui
kebenarannya, sesuai dengan kondisi dan situasi yang seharusnya dikerjakan atau tidak oleh bidan. Agar
efektifnya rencana harus ada persetujuan oleh bidan dan klien, oleh sebab itu sebelumnya harus terlebih
dahulu didiskusikan dengan klien.

f. Pelaksanaan Tindakan Asuhan Kebidanan

Pelaksanaan rencana asuhan kebidanan (implementasi) kebidanan dilaksanakan oleh bidan dan
sebagian dilaksanakan oleh ibu sendiri, bidan dan anggota tim kesehatan lainnya berdasarkan rencana
yang ditetapkan.
g. Evaluasi Asuhan Kebidanan

Langkah akhir kebidanan adalah evaluasi, namun sebenarnya evaluasi ini dilakukan pada setiap langkah
kebidanan. Pada tahap evaluasi, bidan harus mengetahui sejauh mana keberhasilan asuhan kebidanan
yang diberikan kepada klien.

Pendokumentasian asuhan kebid

Anda mungkin juga menyukai