Anda di halaman 1dari 3

I.

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) telah menginfeksi hamper sepertiga penduduk dunia, dan


masih merupakan salah satu penyebab kematian utama, dengan insidens yang
terus meningkat sejak awal tahun1980. World Health Organization (WHO)
melaporkan bahwa pada tahun 2009 insidens penyakit TB sebesar 9,4 juta
(kisaran 8,9-9,9 juta). Dengan prevalens sebesar 14 juta (kisaran 12-16 juta) serata
angka kematian 1,3 juta (kisaran 1,2-1,5 juta). Indonesia saat ini menduduki
peringkat kelima di dunia dalam hal jumlah penderita. Insidensnya sebesar
528.063 kasus, prevalens 565.614 kasus, kasus baru dengan BTA (+) sebanyak
236.029, sedangkan angka kematian sebesar 91.369.
Penyebab utama meningkatnya masalah tuberculosis antara lain adalah:
 Komitmen politik khususnya pendanaan yang tidak memadai
 Organisasi pelayanan tuberculosis yang belum memadai (kurangnya akses
ke pelayanan, OAT ketersediaannya tidak selalu terjamin masalah
pengawas menelan obat (PMO), pencatatan dan pelaporan yang belum
standar.
 Pandemi HIV dan masalah MDR TB.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka pada tahun 1993, WHO mencanangkan
tuberculosis sebagai kedaruratan dunia (global emergency) dan bersama IUATLD
sekaligus merekomendasikan strategi penanggulangan tuberculosis yang dikenal
sebagai DOTS (Directly Observed Treatment Short Course) karena telah terbukti
sebagai strategi penanggulangan yang efektif.
Pada pelaksanaannya digunakan International Standard for Tuberkulosis Care
(ISTC) yang dikembangkan oleh hamper semua organisasi profesi international
termasuk organisasi professional di Indonesia. Beberapa hal yang perlu dipahami
dalam ISTC adalah:
 Standar tersebut dibuat dan untuk digunakan oleh semua profesi yang
terliabat dalam penanggulangan tuberculosis di semua tempat.
 Standar tersebut digunakan untuk menatalaksana semua pasien TB,
termasuk didalamnya TB paru BTA (+) dan BTA (-), MDR TB, TB/HIV,
TB ekstra paru, dan TB anak.
 Semua profesi yang menata laksana TB harus memahami fungsi kesehatan
masyarakat dengan tingkat tanggung jawab yang tinggi.
Global Plan untuk tahun 2006-2015 WHO merekomendasikan 6 elemen kunci
Strategi Stop Tuberkulosis yang terdiri dari:
1. Meningkatkan dan memperluas Ekspansi DOTS yang berkualitas
- Komitmen politik
- Penemuan kasus menggunakan Ekspansi DOTS yang berkualitas
- Pengobatan standard dengan supervisi dan bakteriologi
- Pengobatan standard dengan supervisi dan dukungan pasien
- Sistem distribusi OAT yang efektif
- Sistem monitoring dan evaluasi
2. Memperhatikan masalah TB/HIV dan MDR-TB
3. Berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan
4. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan
5. Memberdayakan pasien tuberculosis dan masyarakat
6. Memberdayakan dan meningkatkan penelitian
Di Indonesia Strategi DOTS telah diterapkan secara luas di puskesmas sejak 1997
dan sejak tahun 2000 secara bertahap strategi ini dikembangkan untuk diterapkan
diseluruh unit pelayanan kesehatan termasuk dokter praktek swasta dan rumah
sakit baik pemerintah maupun swasta.

II. LATAR BELAKANG

Di Rumah Sakit Umum Daerah Palabuhan ratu pada bulan Desember tahun 2015
terdapat 27 kunjungan kasus Tuberkulosis yang terdiri dari .... kunjungan di rawat
jalan dan 27 kunjungan rawat inap.Untuk penemuan kasus baru pada tahun 2011 ,
terdapat sebanyak ... penderita TB Paru kasus BTA (+), sementara yang diobati di
poliklinik DOTS hanya sekitar ... penderita atau sebesar ....%. Angka ini masih
jauhdari target proporsi pasien BTA (+) yang diobati di poli DOTS yaitu sebesar
60%.Angka kesembuhan penderita TB Paru BTA (+) pada tahun 2015 adalah
sebesar......%, masih dibawah target yang ditetapkan oleh program nasional yaitu
sebesar 85%.
Di samping itu, tingginya angka drop out pengobatan (default) di RSUD
Palabuhanratu pada tahun 2015 terutama untuk kasus BTA (+) sebesar 38,80%
menjadi permasalahan tersendiri yang membutuhkan perhatian khusus dari pihak
–pihak yang terkait dalam penatalaksanaan Tuberkulosis di RSUD Palabuhanratu.
Untuk itu diperlukan penyusunan rencana kerja Tim DOTS pada tahun 2012 agar
dapat mencapai angka-angka cakupan indicator yang mendekati target ideal.

III. TUJUAN
1. Umum
Rumah Sakit Umum daerah Palabuhanratu mampu melaksanakan
pelayanan paripurna dan menyeluruh terhadap penderita Tuberkulosis
berdasarkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short Course).
2. Khusus
 Tercapainya Proporsi jumlah pasien TB Paru BTA (+) yang tercatat
di Unit DOTS Rumah Sakit Umum Daerah Palabuhanratu
dibandingakn dengan seluruh pasien TB Paru BTA (+) yang berobat
di rumah sakit diatas 60%.
 Tercapainya kesembuhan penderita TB Paru BTA (+) di Rumah Sakit
Umum daerah Palabuhanratudi atas 85%
 Tercapainya angka default yaitu jumlah pasien TB BTA (+) yang
default di Rumah Sakit Umum Daerah Palabuhanratudalam satu
triwulan dibandingkan terhadap jumlah pasin TB BTA (+) terhadap
jumlah pasien TB dalam triwulan yang sama dibawah 5%.
 Tercapainya angka keberhasilan rujukan yaitu presentase pasien
TB yang dirujuk dan sampai di UPK rujukan diantara seluruh pasien
yang dirujuk sebesar 100%
IV. SASARAN

Sasaran kegiatan program kerja Tim DOTS RSUD Palabuhanratu tahun 2016
adalah seluruh petugas yang terlibat dalam pelayanan Tuberkulosis di RSUD
Palabuhanratu, mulai dari pihak manajemen, Klinisi, perawat, petugas pencatatan
pelaporan, petugas laboratorium, farmasi, rekam medic, dll. Uraian kegiatan serta
sasaran program kerja Tim DOTS secara lebih terperinci dapat dilihat pada table
berikut

V. Langkah-langkah Kegiatan :
1. Mengumpilkan data Data yang dibutuhkan adalah data pasien meliputi
jumlah pasien baru, angka konversi, angka kesembuhan, angka default,
serta indicator- indikator lainnya. Data petugas meliputi jumlah petugas
aktif, jumlah petugas yang sudah dilatih, baik medis ataupun paramedic.
2. Membuat analisis
3. Membuat jadwal evaluasi

IV. PENUTUP
Program kerja tim-DOTS RSUD Palabuhanratu 2016 dibuat untuk dijadikan
acuan bagi pelaksanaan kegiatan penanggulangan dan penatalaksanaan pasien
Tuberkulosis di rumah sakit. Semoga dapat direalisasikan dalam kegiatan nyata.

Anda mungkin juga menyukai