Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

Malaria adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit

dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria memberikan

gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut akut

kronis. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi

sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.1,2

Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium. Plasmodium pada manusia menginfeksi

eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit.

Plasmodium malaria yang sering dijumpai ialah plasmodium vivax yang menyebabkan malaria

tertiana (Benign malaria) dan plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika

(Maligna malaria). Selain itu terdapat plasmodium malariae dan plasmodium ovale. Malaria

masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia khususnya diLuar Jawa dan

Bali, tetapi akhir-akhir ini di Jawa terutama Jawa Tengah terjadi peningkatan kasus

malaria.lebih dari setengah penduduk indonesia hidup atau bertempat tinggal di daerah dengan

transmisi malaria sehingga berisiko tertular malaria.1

Penyakit malaria sampe saat ini masih menjadi masalah kesehatan dengan morbiditas

dan mortalitas yang cukup tinggi. Malaria dapat ditemui hampir diseluruh dunia, terutama

Negara-negara beriklim tropis dan subtropis. Setiap tahunnya ditemukan 300-500 juta kasus

malaria yang mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian terutama di negara-negara benua afrika.3
Beberapa upaya dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat malaria,

yaitu melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis

dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vector yang kesemuanya

ditujukan untuk memutuskan untuk rantai penularan malaria.3

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem

kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari

sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit

yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel

limfosit. Kerena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya

sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperang dalam mengatasi infeksi yang

masuk kedalam tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4

berkisar antara 1400-1500. sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu

(misalnya pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun

(bahkan pada beberapa kasus bisa sampe nol).

Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara

material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk

dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara

lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV- 1 dan HIV-2 .Masing-masing grup mempunyai

lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi.

Diantara kedua grup tersebut yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di

seluruh dunia adalah grup HIV-1.


Infeksi HIV merupakan kejadian pendemik. Infeksi tersebut menjadi penyebab utama

kematian menggantikan infeksi Tuberkulosis (TB). sekitar tahun 2006, sebanyak 2,9 juta orang

meninggal diseluruh dunia. 5

Penyebaran HIV-AIDS menurut Menkes, presentasi kasus AIDS Sejak pertama kali ditemukan

(1987) sampe dengan juni 2012 dilaporkan berdasarkan kelompok umur tertinggi pada

kelompok umur 20-29 tahun (41,5%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (30,8%), kelompok

umur 40-49 tahun (11,6%), kelompok umur 15-19 tahun (4,1%) dan umur 50-59 tahun (3,7%).

sedangkan presentasi kasus HIV-AIDS tersebar di 378 dari 498 (76%) kabupaten/kota di

seluruh provinsi di indonesia lebih banyak terdapat pada laki-laki (70%) dari pada perempuan

(29%). 5

Tuberkulosit adalah suatu penyakit yang asalnya oleh kuman mikobakterium tuberkulosit.

Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882.

Diseluruh dunia tahun 1990 melaporkan ada 3,8 juta kasus baru TB dengan 49% kasus terjadi

di asia tenggara. Dalam periode 1984-1991 dicatat peningkatan jumlah kasus TB diseluruh

dunia kecuali amerika dan eropa. Di tahun 1990 diperkirakan 7,5 juta kasus TB dan 2,5 juta

kematian akibat TB di seluruh dunia.

Tahunan Resiko infeksi di tahun 1980-1985 dinegara-negara Asia Tenggara diperkirakan

sekitar 2% yang berarti ada insidensi 100 kasus BTA (+) per 100.000 penduduk.

Berdasarkan data SIAMIC Kesehatan Statistik tahun pada tahun 1990, penyakit tuberkulosit

penyebab kematian, indonesia menempati urutan ke-3 sebagai penyumbang kasus terbesar di

seluruh dunia setelah india dan cina.


Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis klasik yang dapat di jumpai hampir di seluruh

dunia. Menurut data WHO (word helt organisation), diketahui sekitar 300 juta orang (0,8%)

menderita toxoplasmosis. Penyakit ini dapat menyerang manusia dan berbagai jenis mamalia,

termasuk hewan kesayangan serta satwa eksotik.

Berdasarkan data prevalensi toxoplasmasis, sebagian besar penduduk indonesia pernah

terinfeksi parasit toxoplasma gondii berkisar 43-88%. Pemeriksaan antibodi pada donor darah

di jakarta memperlihatkan 60% di antaranya mengandung antibodi terhadap parasit tersebut.

Penyebaran toxoplasmosis dapat disebabkan oleh pola hidup yang kurang higienis, seperti

tidak mencuci tangan sebelum makan dan makan daging setengah matang, sayuran, buah-

buahan serta oosita yang tercemar infektif, yang tanpa disadari mengandung sista. Tanda-

tandanya dapat berupa lesu, sakit kepala, nyeri otot sendi, serta demam.

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit

sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawah oksigen dalam jumlah yang

cukup ke jaringan perifer. Secara praktis, anemia ditunjukan oleh penurunan kadar

hemoglobin, hematocrit, atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar

hemoglobin, kemudian hematocrit. Harus diingat bahwa terdapat keadaan-keadaan tertentu

dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi,

perdarahan akut dan kehamilan. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi tergantung

pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal serta keadaan fisiologis tertentu seperti

misalnya kehamilan (Aru W. Sudoyo dkk, 2009)


BAB III

STATUS PASIEN

I.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. Y. B

Alamat : Nafri

Umur : 28 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan terakhir : SMA

Status Kawin : Menikah

Suku : Genyem

Tgl Masuk RS : 25-06-2018

1.1 Pendekatan Pasien

A. Anamnesa

1. Keluhan Utama : Demam Tinggi

2. Riwayat Penyakit Sekarangm: Pasien datang dengan keluhan demam sejak

kurang lebih 3 hari yang lalu disertai mual muntah 3x sehari, ditambah mencret 3x

dalam sehari, dan batuk-batuk kurang lebih 2 minggu, pasien mengkomsumsi

obat OAT sudah bulan ke 3. Demam dirasakan tiba-tiba. Demam dirasakan

terutama saat pagi hari menjelang siang hari. Pada hari yang sama pasien
merasakan demamnya turun dan merasa dingin sekitar pada sore hari. Saat

menjelang malam pasien mengalami keringat yang banyak dan membasahi hampir

seluruh tubuh. Keesokan harinya pasien kembali demam lagi seperti sebelumnya

dan hal ini kembali berulang selama kurang lebih 3 hari. Saat demam pasien

merasakan pegal keseluruhan tubuhnya dan terutama rasa pegal ini dirasakan

seperti kepala diikat dan kepala terasa kaku. Pasien juga mengalami mual muntah

dalam 3x sehari. Muntah dan disertai nyeri ulu hati yang kadang timbul kadang

juga hilang. Selama kurang lebih 3 hari ini, pasien juga mengalami penurunan

berat 5 kg sebelum msk rumah sakit. pasien membawah diri kepuskesmas terdekat

dan diberi obat paracitamol 500 mg dan ranitidin 500 mg. namun demam yang

dirasakan tidak mengalami perubahan. Akhirnya pasien membawah diri ke rumah

sakit umum.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sementara dalam pengobatan OAT bulan ke 3 dan dalam pengobatan

ARV.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi (-)

Diabetes Millitus (-)

Penyakit Paru-Paru (-)

Riwayat Penyakit Jantung (-)

5. Riwayat Sosial Ekonomi

Pendidikan terakhir SMA

Pekerjaan sehari-hari sebagai tukang ojek


6. Riwayat Kebiasaan

Merokok (-)

Konsumsi Alkohol (+)

Riwayat Konsumsi obat OAT

A. Pemeriksaan Fisik

1. Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Berat Badan : 59 kg

2. Tanda-tanda vital

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Denyut Nadi : 84x/menit

Suhu Badan : 37.1 0C

Pernafasan : 24x/menit

3. Pemeriksaan Mata

Konjungtiva : Anemis (+/+)

Sclera : Ikterik (-/-)

Pupil : Refleks Cahaya (+/+) Isokor

4. Pemeriksaan Hidung

Serumen (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-), perdarahan (-/-),

5. Pemeriksaan Mulut
Bibir tampak kering, sianosis (-/-), oral candidiasis (+), tonsil T1/T1, faring

hiperemis (-).

6. Pemeriksaan Leher

Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP meningkat (-),

7. Pemeriksaan Thorax

Pulmo

Inspeksi : Simetris, ikut gerak nafas, retraksi (-)

Palpasi : Vocal Fremitus D=S Normal

Perkusi : Suara Nafas Vesiculer (+/+), rhonki (-/-), wheezing

(+/+)

Auskultasi : Sonor

Jantung

Inspeksi : Ic tidak teraba

Palpasi : Ic tidak teraba

Perkusi : BJ I-II Reguler, mumur (-), gallop (-)

Auskultasi : Pekak

8. Abdomen

Inspkesi : Permukaan datar , warna sama seperti kulit sekitar,

spider nevi (-), caput medusa (-), umbilicus cembung (-

).

Auskultasi : Bising Usus (+) melemah, Hiperperistaltik (-)


Palpasi : Nyeri Tekan (-), supel, hepar tidak teraba (-), lien tidak

teraba (-), ballottement ginjal tidak teraba (-)

Perkusi : tympani pada seluruh lapang paru.

9. Ekstremitas

Ekstremitas : oedem (-/-), akral hangat, clubbing finger (-), sianosis (-

), CRT < 2 “

B. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Darah Lengkap (28-06-2018)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HGB (Hemoglobin) 6.6 11-16,5 g/dL

RBC (Eritrosit) 2.81 3,8-5,8 106/mm

HCT (Hematokrit) 21.5 35-50 %

PLT (Trombosit) 153 150-500 103/mm3

WBC (Leukosit) 6.08 3,5-10 10/3mm3

MCV 76.5 80-97 Fl

MCH 23.5 26,5-33,5 Pg

MCHC 30.7 31,5-35 g/dL

Neutrofil 77.0 46-73 %

Lym 7.9 17-48 %


DDR D PF +1 - -

rah Lengkap

Pemeriksaan Kimia Darah (28-06-2018)

Jenis Hasil Nilai rujuk Satuan

pemeriksaan

Ureum R/TAP 10-50 mg/dL

Kreatinin (crea) 1,7 0,9-1,5 Mg/dL

SGOT 37 0-50 l/U

SGPT 13 0-50 l/U

GDS 104 < 150 mg/dL

Pemeriksaan Imunologi (28-06-2018)

HbsAg : Non Reaktif


HCV antibody : Non Reaktif

Tes VCT Antibody

SD HIV ½ 3.0 : Non Reaktif

Pemeriksaan Elektrolit (28-06-2018)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Natrium (Na) 131.7 135-145 mg/dL

Kalium (K) 3.99 3,5-5,5 mg/dL

Clorida (Cl) 100.3 98-108 Mmol/L

Pemeriksaan Imunologi (05-07-2018)

Jenis Hasil Nilai Rujuk Satuan

pemeriksaan

Toxoplasma Ig M 0.01 < 0.55

≥ 0.55- < 0.65 IU/ml

≥ 0.65

Pemeriksaan VCT Antibody Dan Imunologi (05-07-2018)

SD HIV ½ 3.0 REAKTIF


HbsAg Non Reaktif

Pemeriksaan (25-06-2018)

DDR : PF (+1)

C. Diagnosa

1. Malaria Tropika +1

2. TB Paru dalam Terapi bulan ke 3

3. GEA dan Dehidrasi sedang+ Suspe B20

4. Anemia penyakit Kronik

D. Terapi

IVDF NS 20 tpm

OAT Lanjut

Primakuin 1x1 (P.O)

Paracitamol 3x500 mg (P.O)

Omeprazole amp 1x3 (iv)

Ranitidine 1x25mg amp (iv)

Ondancentron 3x1 amp (iv)

E. Follow UP

Follow Up Tanggal 13-07-2018

S Deman, Mual, Muntah lebih dari 3x, mencret, lemas, sakit kepala
O KU : Tampak Sakit Sedang, Kesadaran : Compos Mentis

TTV: TD : 100/60 mmHg, N : 82x/menit, SB : 37,1 0C, Respirasi :

20x/menit

K/L : CA (+/+), SI (-), OC (-), P>KGB (-)

Thorax :

Pulmo :

I : Simetris, ikut gerak nafas

P : Vocal Fremitus D=S

P : Suara Nafas Vesiculer (+/+), rhonki (-/-), wheezing (+/+)

A: Sonor

Cor :

I : Iktus Kordis tak Tampak

P : Iktus Kordis tdk teraba

P : BJ I-II Reguler, mumur (-), gallop (-)

A : Pekak

Abdomen :

I : Tampak datar

A : BU (+) Normal

P : Nyeri tekan (-), supel, hepar tidak teraba (-), lien tidak teraba
P : Tympani

Ekstremitas : oedem (-/-), akral hangat, clubbing finger (-), sianosis (-),

CRT < 2 “.

A 1. Malaria Tropika +1

2. TB Paru Dalam Pengobatan bulan ke 3

3. GEA + dehidrasi sedang+ suspe B20

4. Anemia Penyakit Kronik

P 1. IVFD Nacl : D5 % 20 tpm

2. Paracitamol 3x500mg

3. Primakuin 1x1 (P.O)

4. New diabet 3x2 (P.O)

5. Sulfas Feresus 2X1 (P.O)

6. Ondancentron 3x1 amp (iv)

7. Ranitidine 2x1 amp (iv)

8. Artesunat II vial (iv)

9. OAT lanjut
Follow UP tanggal 15-07-2018

S Deman, mual, muntah, mencret, lemas, sakit kepala

O KU : Tampak Sakit Sedang, Kesadaran : Compos Mentis

TTV: TD : 100/60 mmHg, N : 82x/menit, SB : 37,1 0C, Respirasi : 20x/menit

K/L : CA (+/+), SI (-), OC (-), P>KGB (-)

Thorax :

Pulmo :

I : Simetris, ikut gerak nafas

P : Vocal Fremitus D=S

P : Suara Nafas Vesiculer (+/+), rhonki (-/-), wheezing (+/+)

A: Sonor

Cor :

I : Iktus Kordis tak Tampak

P : Iktus Kordis tdk teraba

P : BJ I-II Reguler, mumur (-), gallop (-)

A : Pekak

Abdomen :

I : Tampak datar

A : BU (+) Normal
P : Nyeri tekan (-), supel, hepar tidak teraba (-), lien tidak teraba

P : Tympani

Ekstremitas : oedem (-/-), akral hangat, clubbing finger (-), sianosis (-),

CRT < 2 “.

A 1.Malaria Tropika +1

2.TB Paru Dalam Pengobatan bulan ke 3

3.GEA + dehidrasi sedang+ suspe B20

4.Anemia Penyakit Kronik

5. Toxoplasmosis

P IVFD Nacl 0,9%

Paracitamol 3x500mg

Sulfas Feresus 2x1 (P.O)

New Diabet 2x2 (P.O)

OAT Lanjut

ARV 1x3 (P.O)

Clindamisin 1x600 mg
Artesunat 2x1/24 jam (iv)

Ondancentron 3x1/ 8 jam

Ranitidine 2x1 amp (iv)

Observasi demam

Follow UP Tanggal 16-07-2018

S Demam berkurang, mual dan muntah berkurang, mencret berkurang, lemas,

sakit kepala berkurang.

O KU : Tampak Sakit Sedang, Kesadaran : Compos Mentis

TTV: TD : 100/60 mmHg, N : 82x/menit, SB : 37,1 0C, Respirasi : 20x/menit

K/L : CA (+/+), SI (-), OC (-), P>KGB (-)

Thorax :

Pulmo :

I : Simetris, ikut gerak nafas

P : Vocal Fremitus D=S

P : Suara Nafas Vesiculer (+/+), rhonki (-/-), wheezing (+/+)

A: Sonor

Cor :

I : Iktus Kordis tak Tampak


P : Iktus Kordis tdk teraba

P : BJ I-II Reguler, mumur (-), gallop (-)

A : Pekak

Abdomen :

I : Tampak datar

A : BU (+) Normal

P : Nyeri tekan (-), supel, hepar tidak teraba (-), lien tidak teraba

P : Tympani

Ekstremitas : oedem (-/-), akral hangat, clubbing finger (-), sianosis (-), CRT

< 2 “.

P IVFD Nacl 0,9%

Paracitamol 3x500mg

Sulfas Feresus 2x1 (P.O)

New Diabet 2x2 (P.O)

OAT Lanjut

ARV 1X3 (P.O)

Clindamisin 1x600 mg
Ondancentron 3x1/ 8 jam

Ranitidine 2x1 amp (iv)

Follow UP Tanggal 17-07-2018

S Demam (-), mual (-), muntah (-), mencret (-), sakit kepala (-), badan mulai

sedikit segar

O KU : Tampak Sakit Sedang, Kesadaran : Compos Mentis

TTV: TD : 100/60 mmHg, N : 82x/menit, SB : 37,1 0C, Respirasi : 20x/menit

K/L : CA (+/+), SI (-), OC (-), P>KGB (-)

Thorax :

Pulmo :

I : Simetris, ikut gerak nafas


P : Vocal Fremitus D=S

P : Suara Nafas Vesiculer (+/+), rhonki (-/-), wheezing (+/+)

A: Sonor

Cor :

I : Iktus Kordis tak Tampak

P : Iktus Kordis tdk teraba

P : BJ I-II Reguler, mumur (-), gallop (-)

A : Pekak

Abdomen :

I : Tampak datar

A : BU (+) Normal

P : Nyeri tekan (-), supel, hepar tidak teraba (-), lien tidak teraba

P : Tympani

Ekstremitas : oedem (-/-), akral hangat, clubbing finger (-), sianosis (-), CRT

< 2 “.

P Paracitamol 3x500mg (P.O)

Sulfas Feresus 2x1 (P.O)

Kotrimoksazol 2x (P.O)
OAT Lanjut

ARV 1X3 (P.O)

Clindamisin 1x300 mg (P.O)

Ranitidine 2x1 amp (P.O)

OAM 1x3 (P.O)

DDR Negatif

BOLEH PULANG
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI

Plasmodium falsiparum adalah salah satu organisme penyebab malaria. Plasmodium ini

merupakan jenis yang paling berbahaya dibanding dengan plasmodium lain yang

menginfeksi manusia seperti P. vivax, P. malariae dan P. ovale. Saat ini Plasmodiun

falsiparum merupakan salah satu spesies penyebab malaria yang paling banyak diteliti.

Hal tersebut kerena spesies ini banyak menyebabkan angka kematian dan kesakitan pada

manusia, selain itu juga karena dapat ditumbuhkan dalam jangka waktu yang lama secara

in vitro.1. 2

3.2 EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini pernah diberantas di banyak negara, namun kemudian muncul kembali.

Saat ini malaria berjangkit di 103 negara dan separu penduduk dunia hidup di tempat

beresiko mengalami malaria. Dari 300 juta penduduk yang terjangkit malaria, 3 juta

diantaranya meninggal dunia yang berarti beberapa ratus dalam tiap jamnya. 1

Selain kemunculannya kembali, masalah lainnya adalah resisten parasit terhadap obat

anti malaria dan resisten nyamuk terhadap pestisida. Malaria juga mangacam daerah-

daerah yang sebelumnya bukan daerah endemic malaria, mengancam kesehatan traveler

serta member beban kepada masyarakat. 1


Pada tahun 2006 terjadi kejadian luar biasa malaria dibeberapa daerah . Upaya

penanggulangan baik dengan pengobatan secara massal, survey demam, penyemprotan

rumah, penyelidikan vector penyakit dan tindakan lain telah dilakukan dengan baik.

Beberapa factor yang turut membuat terjadinya KLB ini disebabkan oleh adanya

perubahan lingkungan tempat perindukan potensial semakin meluas atau semakin

bertambah. Salah satu yang menyebabkan KLB (kejadian luar biasa) ini adalah malaria

falsiparum. 2

3.3 PATOGENESIS

Patogenesis malaria sangat kompleks dan seperti patogenesis penyakit infeksi pada

umumnya melibatkan factor parasit, factor penjamu, factor sosial, dan factor lingkunga.

Ketiga factor tersebut saling terkait satu sama lain dan menentukan manisfestasi klinis

malaria yang bervariasi mulai dari yang terberat seperti malaria serebral sampe infeksi

yang paling ringan, yaitu infeksi asimtomatik. 2, 3

Pada factor parasit berbagai factor menentukan dalam terjadinya infeksi ini meliputi

resistensi terhadap obat anti malaria, kemampuan parasit dalam menghindari diri dari

respon system imun tubuh host melalui variasi antigenic. Factor yang paling penting dari

parasit adalah pembentukan sitoadherens dan pembentukan roset serta berbagai toksin

dalam malaria. Sitoadherens adalah ikatan antara eritrosit yang terinfeksi dengan endotel

vascular terutama kapiler postvenula, menyebabkan terjadinya sekuestrasi parasit pada

kapiler-kapiler organ. Hal ini menyebabkan eritrosit yang terinfeksi melekat pada

kapiler-kapiler organ tubuh, menimbulkan gangguan aliran darah local dan jika berat

akan menimbulkan iskemia dan hipoksia dengan hasil akhir adalah kegagalan organ.
Sedangkan roseting adalah ikatan antara eritrosit yang terinfeksi dengan beberapa

eritrosit yang terinfeksi membebtuk suatu gumpalan yang disebut roset. Roseting terjadi

karena erotrosit yang terinfeksi melepaskan protein tertentu yang menimbulkan

perlekatan dengan eritrosit yang tidak terinfeksi. Hal ini akan mengakibatkan rusaknya

eritrosit lain yang normal sehingga asupan oksigen menjadi terganggu, terjadi hipoksia

organ dan terjadi gagal organ. 1, 2

Toksin parasit sebagian berasal dari parasit sendiri, sebagian berasal eritrosit terinfeksi

yang pecah sewaktu proses skizogoni yang mengeluarkan toksin seperti

glycosyIphosphatidyIinositols (GPI), hemozosin atau yang berasal dari antigen parasit

seperti MSP-1, MSP-2, RAP-1. Toksin tersebut akan merangsang pengeluaran NO

dengan memicu enzim inducible nitric oxide synthase (iNOS). Pengeluaran NO dalam

jumlah berlebihan akan menggangu berbagai fungsi sel tubuh. Kadar NO yang terlalu

tinggi juga akan meningkatkan sitoadherens dan sekuasterasi parasit. 3, 4, 6

Faktor pejamu yang berperan meningkatkan infeksi malaria adalah seperti umur,

genetic, nutrisi, imunitas dan terutama peran dari mediator yang dihasilkan oleh

makrofag, limfosit, leokosit, sel endotel, trombosit akibat rangsangan dari toksin ataupun

antigen parasit. Di daerah endemis stabil, malaria berat terutama malaria serebral

umumnya diderita oleh anak-anak umur 1-4 tahun, setelah itu hanya ditemukan anemia

pada usia pubertas sedangkan pada dewasa umumnya adalah asimtomatik. Hal ini

mungkin disebabkan respon imun terhadap malaria pada anak terbentuk lebih lambat. Di

daerah endemis tidak stabil malaria berat dapat ditemukan hampir pada semua umur.

Selain itu ada beberapa penelitian bahwa orang dewasa non-imun, tetapi orang dewasa
non-imun mampu membentuk imunitas klinik dan parasitologi lebih cepat dibanding

anak-anak non imun. 2, 4

Faktor nutrisi mungkin berperan menentukan kepekaan dalam malaria berat. Pada

beberapa penelitan malaria berat sangat jarang ditemukan pada anak-anak. Defisiensi

besi, riboflavin, PABA mungkin mempunyai efek protektif terhadap malaria berat karena

kekurangan zat gizi tersebut akan menghambat pula pertumbuhan parasit. 1

3.4 GEJALA KLINIS

Gejala klinis malaria meliputi keluhan dan tanda klinis yang merupakan petunjuk

penting dalam diagnosis malaria. Gejala klinis tersebut dipengaruhi oleh strain

plasmodium, imunitas tubuh dan jumlah parasit yang menginfeksi. Gejala tersebut juga

di pengaruhi oleh endemisitas tempat infeksi (berhubungan dengan imunitas) dan

pengaruh pemberian pengobatan profilaksis atau pengobatan yang tidak adekuat. Gejala

plasmodium falsiparum umumnya lebih berat dan lebih akut dibandingkan dengan jenis

lain, sedangkan oleh gejala oleh plasmodium malariae dan P. Ovale ditemukan paling

riangan. 4

Gelaja-gejala prodormal malaria hampir sama dengan penyakit infeksi lain, yaitu

adanya lesu, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri tulang dan otot, anorexia,

perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin dipunggung. Keluhan

ini dapat sering terjadi pada infeksi P. Vivax dan P. Ovale sedangkan P. Falciparum dan

P. Malariae gejala ini dapat tidak jelas bahkan dapat muncul mendadak. Setelah itu dapat

terjadi gejala khas Trias Malaria yang secara berurutan, yaitu menggigil, demam,

berkeringat. Trias malaria ini dapat berulangsung 6-10 jam dan lebih sering terjadi pada
infeksi P. Vivax, P. Falciparum, Menggigil dapat berlangsung lebih berat ataupun tidak

ada. Periode bebas panas pada P.falciparum berlangsung 12 jam, pada P. Vivax dan P.

Ovale berlangsung 36 jam, pada P. malariae berlangsung 60 jam. 1, 2

Beberapa gejala klinis khas dari keempat jenis parasit yang menyebabkan malaria

antara lain:

Plasmodium Manisfestasi klinis.

Gejala gastrointestinal (mual muntah ), hemolisis,anemia,ikterus,


hemoglobinuria, syok, algid malaria.
Falciparum
Gejala serebral (sakit kepala, kejang, edema paru, hipoglikemi, gagal ginjal
akut, kelainan retina, kematian.
Vivax Anemia kronik, splenomegali, rupture limpa.

Ovale Sama dengan vivax.

Malariae Splenomegali menetap, limpa jarang rupture, sindrom nefrotik.

3.5 DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

Diagnosis malaria yang cepat dan tepat merupakan hal yang sangat diperlukan

dalam penatalaksanan kasus malaria . hal tersebut terutama berhubungan dengan infeksi

P. falciparum yang dapat menyebabkan malaria berat ataupun malaria dengan

komplikasi. Bagi seorang dokterf umum anamnesis adanya riwayat bepergian ke daerah

endemis malaria selama lebih kurang 2 minggu sebelum timbul gejala klinis dapat sangat

membantu dalam diagnosis. Gejala klinis yang khas antar lain demam tinggi yang dapat

disertai gangguan kesadaran , ikterik, gangguan berkemih, muntah-mintah hebat,

pembesaran limpa dan trias malaria dapat terjadi pada seseorang yang baru pertama
terinfeksi malaria. Bagi orang yang bertempat tinggal didaerah endemis biasanya

penderita sudah mempunyai kekebalan walaupun tidak spesifik sehingga gejalanya

hanya berupa demam, sakit kepala, lemah, kadang menggigil, dan sebagainya.

Meskipun anamnesis dan pemeriksaan fisis sangat mendorong ke arah malaria,

diagnosis pasti tetap harus ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Bila pada

hapusan darah dan laboratorium terdapat plasmodium dan antibody terhadap malaria

maka diagnosis pasti malaria dapat ditegakkan. Bila pada hapusan darah dan

laboratorium negative, maka pemeriksaan perlu dilakukan berulang-ulang. Kadang-

kadang diperlukan pemeriksaan yang sangat sensitive dan spesifik untuk deteksi

Plasmodium seperti melalui Moleculer Assay, ELISA, dan PCR, pemeriksaan PCR

sangat berguna pada kasus-kasus dengan derajat parasitemia yang rendah. 2, 6. 8

Pengobatan terhadap malaria saat ini sudah tidak bisa lagi dengan obat dosis

tunggal. WHO menganjurkan pengobatan kombinasi dalam pengobatan malaria saat ini.

Sekarng ini pengobatan malaria adalah menggunakan kombinasi artemeter +

lumefrantrin (coartem) dengan sediaan 120 mg lumefrantrin dan 20 mg artemeter dengan

dosis 2x4 tablet/hari selama 3 hari. Obat lain adalah kombinasi antara atovakon dan

proguanil (malarone) dengan sediaan atovakon 1000 mg/hari dan proguanil 400 mg/hari

untuk orang dewasa selama 3 hari . untuk pencegahan dapat digunakan dosis atovakon

250 mg dan proguanil 100 mg/hari. 1, 6, 7

3.6 DEFINISI HIV

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang

timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tunuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi
human immunodeficiency virus (HIV). AIDS ini bukan merupakan suatu penyakit saja,

tetapi merupakan gejala-gejala yang disebabkan oleh infeksi berbagai jenis

mikroorganisme seperti, infeksi bakteri, virus, jamur, bahkan timbulnya keganasan

akibat menurunnya daya tahan tubuh penderita.

3.7 ETIOLOGI HIV

Virus HIV termasuk kedalam famili Retrovirus sub familli Lentivirinae. Virus

familli ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini menyebabkan

retrovirus mampu mengubah informasi genetiknya kedalam bentuk yang terintegrasi di

dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya. Jadi setiap kali sel yang dimasuki

retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan. Virus HIV akan

menyerang Limfosit T yang mempunyai marker permukaan seperti sel CD4+, yaitu sel

yang membantu mengaktivitasi sel B, killer cell, dan makrofag saat terdapat antigen

target khusus. Sel CD4+ adalah reseptor pada limfosit T yang menjadi target utama

HIV. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara

langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T.

secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp120 dan anti p24

berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian akan menghambat aktivitas sel yang

mempresentasikan antigen.

HIV memiliki struktur daras berupa partikel inti (core), protein matriks, dan

selubung virus (envelope) yang merupakan pembentuk membran sel host. Selubung virus

tersusun atas dua lapis lemak dan beberapa protein yang tertanam pada selubung virus,

protein membentuk struktur paku yang terdiri glikoprotein 41 (gp41) yang menembus
membran virus. Glikoprotein luar berfungsi untuk perlekatan dengan reseptor sel inang

saat proses infeksi dan glikoprotein transmembran sangat diperlukan untuk proses fusi.

Protein matriks HIV terdiri dari protein p17 dan terletak antara selubung dan inti.

Sedangkan inti virus terdiri dari protein p24 yang mengelilingi dua untai tunggal RNA

HIV dan enzim yang diperlukan untuk replikasi HIV, seperti reverse transcriptase,

protease, ribonuklease, dan integrase .

3.8 EPIDEMIOLOGI HIV-AIDS

Joint Unite National Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) melaporkan sampe

akhir tahun 2012, penderita yang hidup dengan HIV diperkirakan sebanyak 35,3 juta

penderita yang terdiri 32,1 juta penderita kategori dewasa, 17,7 juta kategori wanita, dan

3,3 juta kategori anak di bawah 15 tahun. Penderita HIV baru pada tahun 2012

dilaporkan berupa 2,3 juta penderita yang terdiri dari 2 juta penderita kategori dewasa

dan 260.000 penderita kategori anak dibawah 15 tahun. Total kematian yang disebabkan

AIDS pada tahun 2012 dilaporkan sebanyak 1,6 juta penderita yang terdiri dari 1,6 juta

penderita kategori dewasa dan 210.000 penderita kategori anak dibawah 15 tahun.

Kasus HIV-AIDS di Indonesia terus meningkat, kementrian Kesehatan melaporkan

kasus HIV sampe akhir September 2013 sebanyak 118.787 kasus dengan daerah jumlah

infeksi HIV tertinggi yaitu DKI Jakarta sebanyak 27.207 kasus dikuti Jawa Timur

sebanyak 15.233 kasus, Papua sebanyak 12.767 kasus dan Jawa Barat sebanyak 9.267

kasus.

Kasus AIDS dilaporkan sampai akhir September 2013 sebanyak 45.650 kasus

dengan daerah jumlah infeksi AIDS tertinggi yaitu Papua sebanyak 7.795 kasus diikuti
Jawa Timur sebanyak 7.714 kasus, DKI Jakarta sebanyak 6.299 kasus dan Jawa Barat

sebanyak 4.131 kasus.

Gambar 4. Jumlah kasus HIV-AIDS yang dilaporkan pertahun sampai dengan Juni

2013.

Kasus HIV-AIDS di Provinsi Jawa Tengah juga terus meningkat, sampai dengan

tahun 2012 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan kasus HIV di Jawa
Tengah sebanyak 5.406 kasus dan kasus AIDS sebanyak 2.990 kasus. Menurut Dinas

Kesehatan Jawa Tengah kasus HIV-AIDS tertinggi adalah kota Semarang.

Gambar 5. Jumlah kasus baru HIV-AIDS dan kematian karena AIDS Provinsi Jawa

Tengah tahun 2008-2012.

Gambar 6. Persentase kasus baru AIDS menurut jenis kelamin Provinsi Jawa Tengah

tahun 2012.

3.9 PENULARAN HIV-AIDS

Penularan HIV umumnya melalui kontak seksual (heteroseksual dan

homoseksual), transfusi darah, dan penularan ibu ke anak. Penularan ibu ke anak dapat

terjadi saat persalinan, perinatal, dan air susu ibu. Setelah 30 tahun penelitian, tidak ada

bukti bahwa HIV menular melalui kontak kulit ataupun serangga seperti gigitan nyamuk.
3.10 SIKLUS HIDUP HIV-AIDS

Seperti halnya virus lain, virus HIV hanya dapat bertahan hidup dan

memperbanyak diri di dalam sel. Dengan demikian daur hidup virus HIV dapat

dibedakan dalam 4 tahap.

1. Tahap masuknya virus dalam sel Tahap masuknya virus dalam sel inang berkaitan

dengan struktur permukaan virus dan inangnya, penempelan berlangsung karena

adanya muatan listrik yang berlawanan antara molekul gp120 yang memiliki muatan

positif dengan proteoglikan dari lektin permukaan sel yang bermuatan negatif,

setelah terjadi penempelan, gp120 akan melakukan ikatan spesifik dengan molekul

CD4 yang dimiliki sel inang, ikatan ini akan memicu berbagai perubahan struktur

molekul (konformasi) gp120, diantaranya membentuk tempat ikatan untuk molekul

koreseptor kemokin dari jenis C-C Chemokine Receptor type 5 (CCR5) atau C-X-C

Chemokine Receptor type 4 (CXCR4), koreseptor dibutuhkan untuk menginduksi

konformasi gp41 yang berada dalam membran dwilapis virus, dan struktur tersebut

akan memaparkan peptida fusi dari molekul gp41 yang akan disusul penyisipan

peptida tersebut dalam membran sel inang (sel TCD4+).

2. Tahap transkripsi mundur dari integrasi genom Dalam memanfaatkan kelengkapan

yang dimiliki sel, genom virus harus digabungkan dengan genom sel inang dengan

cara diintegrasikan melalui penyisipan dalam molekul DNA yang dimiliki inti sel

inang. Tetapi karena genom retrovirus dalam bentuk RNA, maka sebelum

diintegrasikan dalam genom sel inang, molekul RNA harus ditranskripsi mundur

menjadi molekul DNA. Itulah sebabnya dalam inti retrovirus dilengkapi dengan

enzim reverse transcriptase yang diperlukan untuk transkripsi mundur. Dua untaian
RNA virus ditranskripsi mundur menjadi dua untaian complementary

Deoxyribonucleic Acid (cDNA). Pasangan DNA virus ini kemudian pindah dari

sitoplasma sel kedalam intinya dan disisipkan kedalam DNA inang dengan bantuan

enzim integrase.27 Genom virus yang telah menyatu dengan genom sel inang dapat

berada dalam keadaan laten atau aktif. cDNA yang aktif disebut sebagai provirus.

Provirus digunakan sebagai pola cetakan transkripsi menjadi untainan RNA dalam

proses replikasi atau biosintesis protein virus yang diperlukan dalam pertikel virus

baru.

3. Tahap replikasi Replikasi salinan virus dimulai dengan proses transkripsi, splicing

messenger Ribonucleic Acid (mRNA) dalam inti, dan translasi pada ribosom dari

rough endoplasmic reticulum (rER) menjadi peptida yang diselesaikan dalam

kompleks golgi.

4. Tahap perakitan dan pendewasaan virus Perakitan partikel virus baru pada prinsipnya

berlangsung pada membran sel inang yang terinfeksi. Perakitan komponen-

komponen virus bergantung pada protein sel inang yang disebut HBG8 yang akan

mengikat protein p55 dan mendorong pembentukan inti virus yang belum dewasa.

Protein struktural lain dari virus berkumpul di membran sel bersama dua untaian

genom RNA. Enzim reverse transcriptase, protease dan integrase diintegrasikan

menjadi virus yang belum dewasa. protein struktural utama yaitu p6,

menghubungkan daerah membran plasma yang merupakan tempat berlangsungnya

pembentukan partikel virus baru. Sebelum berlangsungnya pembentukan partikel

virus, beberapa faktor restriksi virus dalam sitoplasma seperti APOBEC3G dapat

digabungkan dalam virion. Bersamaan dengan pembentukan partikel virus muda dari
membran sel, terjadi proses proteolisis kapsid untuk pengembangan virus menjadi

dewasa.

3.11 PATOGENESIS HIV-AIDS

HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki

molekul reseptor membran CD4. Limfosit CD4+ merupakan sasaran yang paling disukai

oleh HIV. Limfosit CD4+ berikatan kuat dengan gp120 HIV sehingga gp41 dapat

memerantarai fusi membran virus ke membran sel. Dua koreseptor permukaan sel, CCR5

dan CXCR4 diperlukan, agar glikoprotein gp120 dan gp41 dapat berikatan

denganreseptor CD4+. Koreseptor ini menyebabkan perubahan-perubahan konformasi

sehingga gp41 dapat masuk ke membran sel sasaran.

Monosit dan makrofag mungkin rentan tehadap infeksi HIV. Monosit dan

makrofag yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservoir untuk HIV tetapi tidak

dihancurkan oleh virus. HIV bersifat politronik dan dapat menginfeksi beragam sel

manusia, seperti sel Natural Killer (NK), limfosit B, sel endotel, sel epitel, sel

langerhans, sel dendritik, sel mikorglia dan berbagai jaringan tubuh. Setelah virus berfusi

dengan limfosit CD4+, maka berlangsung serangkaian proses kompleks yang apabila

berjalan lancar akan terbentuknya partikel-partikel virus baru dari sel yang

terinfeksi.Limfosit CD4+ yang terinfeksi mungkin tetap laten dalam keadaan provirus

atau mungkin mengalami siklus-siklus replikasi sehingga menghasilkan banyak virus.

Infeksi pada limfosit CD4+ juga dapat menimbulkan sipatogenitas melalui beragam

mekanisme termasuk apoptosis (kematian sel terprogram), anergi (pencegahan fusi sel

lebih lanjut), atau pembentukan sinsitium (fusi sel).


3.12 KLASIFIKASI STADIUM HIV-AIDS

World Health Organization (WHO) membagi stadium klinis HIV dalam empat

kelas, yaitu:

Tabel 2. Stadium HIV menurut WHO

Stadium Gejala Klinis

I a. Asimtomatik (tanpa keluhan dan tanpa gejala)

b. Limfadenopati generalisata

c. Skala penampilan I (asimtomatik dan aktivitas normal)

II a. Berat badan menurun < 10%

b. Manifestasi mukokutaneus ringan: dermatitis seboroik, prurigo,

infeksi jamur di kuku, ulserasi oral berulang, dan chelitis angularis

c. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir

d. Infeksi saluran nafas bagian atas yang berulang

e. Skala penampilan 2 (simtomatik, aktivitas normal)

III a. Berat badan >10%

b. Diare kronis lebih dari 1 bulan

c. Demam lebih dari 1 bulan

d. Kandidiasis oral

e. TB paru

f. Infeksi bakteri berat

g. Skala penampilan 3 (pada umumnya lemah dan kurang dari 50%

dalam masa 1 bulan terakhir terbaring di tempat tidur)

IV a. Wasting , Pneumonia Pneumonitis Carinii (PCP)


b. Toxoplasmosis otak

c. Diare kriptosporidiosis lebih dari satu bulan, kriptokokosis ekstra

paru, infeksi Citomegalovirus Avium complex (MAC), septikemia

salmonela nontifoid, TB ekstra paru limfoma, sarkoma kaposi, dan

ensefalopati HIV

d. Skala penampilan 4 (terbaring di tempat tidur lebih dari 50% dalam

masa satu bulan terakhir)

3.13 PENATALAKSANAAN HIV/AIDS

Secara umum penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri atas beberapa jenis yaitu

pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV),

pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi opportunistik menyertai infeksi

HIV/AIDS dan pengobatan suportif.

 Terapi antiretroviral (ARV)

Terapi anti-HIV yang dianjurkan saat ini adalah HAART (Highly-Active

Antiretroviral Therapy), yang menggunakan kombinasi minimal tiga obat antiretroviral.

Terapi ini terbukti efektif dalam menekan replikasi virus (viral load) sampe dengan

kadar di bawah ambang deteksi. Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan

dengan seksama karena obat ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Obat ini adalah

inhibitor dari enzim yang diperlukan untuk replikasi virus seperti reverse transcriptase

(RT) dan protease. Inhibitor RT ini terdiri dari inhibitor dengan senyawa dasar

nukleosid (nukleoside-based inhibitor) dan non nukleosid (nonnucleoside-based

inhibitor). Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse
transcriptase inhibitor (NRTI), non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI),

protease inhibitor (PI).

Nucleoside Reverse Transcriprase Inhibitor atau NRTI merupakan analog

nukleosida. Obat golongan ini bekrja dengan menghambat enzim reverse transcriptase

selama proses transkripsi RNA virus pada DNA host. Analog NRTI akan mengalami

fosforilasi menjadi bentuk trifosfat, yang kemudian secara kompetatif mengganggu

transkripsi nukleotida. Akibatnya rantai DNA virus akan mengalami terminasi

sedangkan analog NNRTI akan berikatan langsung dengan enzim reverse transkriptase

dan mengaktifkannya. Obat yang termasuk dalam golongan NRTI antara lain Abacavir

(ABC), Zidovudine (AZT), Emtricitabine (FTC), Didanosine (ddI), Lamivudine (3TC),

dan Stavudin (d4T), Tenofovir. Obat yang termasuk NNRTI antara lain Efavirenz (EFV)

, Nevirapine (NVP), Delavirdine.

Protese Inhibitor (PI) bekerja dengan cara menghambat protease HIV. Setelah

sintesis mRNA dan poliprotein HIV terjadi, tahap selanjutnya protease HIV akan

memecah poliprotein HIV menjadi sejumlah protein fungsional. Dengan memberi PI,

produksi virion dan perlekatan dengan sel pejamu masih terjadi, namum virus gagal

berfungsi dan tidak infeksius terhadap sel. Yang termasuk golongan PI antara lain

Ritonavir (RTV), Atazanavir (ATV), Fos Amprenavir (FPV), Indinavir (IDV), Lopinavir

(LPV), dan Saquinavir (SQV).

Terapi lini pertama yang direkomendasikan WHO adalah kombinasi dua obat

golongan NRTI dengan satu obat golongan NNRTI. Kombinasi ini mempunyai efek

yang lebih baik dibandingkan kombinasi obat yang lain dan membutuhkan biaya yang

lebih sedikit karena terdapat generiknya. Analog thiacytadine (3 TC atau FTC)


merupakan obat pilihan dalam terapi lini pertama. 3 TC atau FTC dapat dikombinasi

dengan analog nukleosida atau nukleosida seperti AZT, TDF, ABC, atau d4T. Didanosin

(ddI) merupakan analog adenosine direkomendasikan untuk terapi lini kedua.

 Evaluasi pengobatan

Evalusi pengobatan dapat dilihat dari jumlah CD4+ didalam darah dan dapat

digunakan untuk memantau beratnya kerusakan kekebalan tubuh akibat HIV. Kegagalan

terapi dapat dilihat secara klinis dengan menilai perkembangan penyakit secara

imunologis dengan menghitung CD4+ dan atau secara virologi dengan mengukur viral-

load. Kegagalan terapi terjadi apabila terjadi penurunan jumlah CD4+.

 Konseling dan Edukasi

Konseling dan edukasi perlu diberikan segera setelah diagnosa HIV/AIDS

ditegakkan dan dilakukan secara berkesinambungan. Bahkan, konseling dan edukasi

merupakan pilar pertama dan utama dalam penatalaksanaan HIV/AIDS, karena

keberhasilan pencegahan penularan, pengendalian kepadatan virus dengan ARV,

peningkatan CD4, pencegahan dan pengobatan IO dan juga komplikasi lainnya akan

berhasil jika konseling dan edukasi berhasil dilakukan dengan baik. Pada konseling dan

edukasi perlu diberikan pemahan tentang psikososial kepada ODHA agar mereka

mampu mengerti, percaya diri dan tidak takut dengan status dan perjalanan HIV/AID,

cara penularan, pencegahan dan juga pengobatan HIV/AIDS. Semuanya ini akan

memberi keuntungan bagi ODHA dan lingkungannya.


3.14 PROGNOSIS

Para peneliti telah mengamati dua pola umum penyakit pada anak yang terinfeksi

HIV. Sekitar 20% dari anak-anak mengembangkan penyakit serius pada tahun pertama

kehidupan, sebagian besar anak-anak ini meninggal pada usia 4 tahun. Perempuan yang

terinfeksi HIV dan terdeteksi dini serta menerima pengobatan yang tepat, bertahan lama

dari pada pria. Orang tua yang didiagnosis HIV tidak hidup selama orang muda yang

memiliki virus ini. Meskipun ada upaya yang signifikan, namun tidak ada vaksin yang

efektif terhadap HIV. Oleh kerena itu, hal ini dapat berakibat fatal jika tidak ada

pengobatan.

3.15 TUBERKULOSIS PARU

3.15.1 Definisi

Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang

penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan

kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok

mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai

oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat

menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau

bicara.

3.15.2 Klasifikasi

Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

a) Tuberkulosis Paru.
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)

paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

b) Tuberkulosis Ekstra Paru.

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,

selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,

kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada Tb Paru:

a) Tuberkulosis Paru BTA Positif.

 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb positif.

 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada

perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

b) Tuberkulosis Paru BTA Negatif.

Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus meliputi:

 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.

 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.


c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:

a) Kasus Baru.

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b) Kasus Kambuh (Relaps).

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.

c) Kasus Setelah Putus Berobat (Default).

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan

BTA positif.

d) Kasus Setelah Gagal (Failure).

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

e) Kasus Lain.

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok

ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA

positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).


3.15.3 EPIDERMIOLOGI.

a. Personal

Umur

Tb Paru Menyerang siapa saja tua, muda bahkan anak-anak. Sebagian besar

penderita Tb Paru di Negara berkembang berumur dibawah 50 tahun. Data

WHO menunjukkan bahwa kasus Tb paru di negara berkembang banyak

terdapat pada umur produktif 15-29 tahun. Penelitian Rizkiyani pada tahun

2008 menunjukkan jumlah penderita baru Tb Paru positif 87,6% berasal

dari usia produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 % terjadi pada usia lanjut

(≤ 55 tahun).

Jenis Kelamin

Penyakit Tb Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak, laki-laki dan

perempuan. Tb paru menyerang sebagian besar laki-laki usia produktif.

Stasus Gizi

Status nutrisi merupakan salah satu faktor yang menetukan fungsi seluruh

sistem tubuh termasuk sistem imun.Sistem kekebalan dibutuhkan manusia

untuk memproteksi tubuh terutama mencegah terjadinya infeksi yang

disebabkan oleh `mikroorganisme. Bila daya tahan tubuh sedang rendah,

kuman Tb paru akan mudah masuk ke dalam tubuh. Kuman ini akan

berkumpul dalam paruparu kemudian berkembang biak.Tetapi, orang yang

terinfeksi kuman TB Paru belum tentu menderita Tb paru. Hal ini

bergantung pada daya tahan tubuh orang tersebut. Apabila, daya tahan tubuh
kuat maka kuman akan terus tertidur di dalam tubuh (dormant) dan tidak

berkembang menjadi penyakt namun apabila daya tahan tubuh lemah makan

kuman Tb akan berkembang menjadi penyakit.

Penyakit Tb paru Lebih dominan terjadi pada masyarakat yang status gizi

rendah karena sistem imun yang lemah sehingga memudahkan kuman Tb

Masuk dan berkembang biak.

b. Tempat

Lingkungan.

TB paru merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang ditularkan

melalui udara. Keadaan berbagai lingkungan yang dapat mempengaruhi

penyebaran Tb paru salah satunya adalah lingkungan yang kumuh,kotor.

Penderita Tb Paru lebih banyak terdapat pada masyarakat yang menetap

pada lingkungan yang kumuh dan kotor.

Kondisi Sosial Ekonomi.

Sebagai penderita Tb paru adalah dari kalangan miskin. Data WHO pada

tahun 2011 yang menyatakan bahwa angka kematian akibat Tb paru

sebagaian besar berada di negara yang relatif miskin.

c. Waktu

Penyakit Tb paru dapat menyerang siapa saja, dimana saja, dan kapan saja

tanpa mengenal waktu. Apabila kuman telah masuk ke dalam tubuh pada

saat itu kuman akan berkembang biak dan berpotensi untuk terjadinya Tb

paru.
3.15.4 ETIOLOGI

Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.

Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan

asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA) 4. Sumber

penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau

bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan

dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu

kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup

ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh

manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari

paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau

penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari

seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari

parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular

penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),

maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi

tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya

menghirup udara tersebut.

3.15.5 DIAGNOSIS

Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis,

mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis nasional,


penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis

utama6. Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat

digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto

toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB

paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

a. Gejala

 Gejala Sistemik/Umum

1. Penurunan nafsu makan dan berat badan.

2. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

3. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan

malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam

seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

 Gejala Khusus

 Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-

paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan

menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.

 Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai

dengan keluhan sakit dada.

b. Tanda

Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas dan

kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal

atau dapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda
pemeriksaan fisik paru tersebut dapat berupa: fokal fremitus meingkat,

perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di

apeks paru. Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi

trakea ke sisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik

pada cavitas atau tanda adanya penebalan pleura.

3.15.6 PATOGENESIS

Sumber penularan Tb Paru adalah penderita Tb BTA+ ,Pada waktu

batuk/bersin,penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dropler

(percikan dahak).

a. Infeksi Primer

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di

jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut

sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian

mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer

akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis

lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di

hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis

regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan

mengalami salah satu nasib sebagai berikut:

a) Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution

adintegrum)
b) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,

garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

c) Menyebar dengan cara perkontinuitatum menyebar kesekitarnya.

1. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian

penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus

yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas

bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan

menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang

atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis

tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.

2. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke

paru sebelahnya atau tertelan.

3. Penyebaran secara hematogen dan limfogen.

Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan

virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara

spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,

penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti itu

berkulosismilier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy.

Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh

lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya.

Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan:


 Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan

terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,

tuberkuloma).

 Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanantuberkulosis

primer.

Gambar 2. Skema Patogenesis Infeksi Primer Tb paru

b) Infeksi Post Primer

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah

tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis

postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis


bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya.

Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan

masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer

dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus

superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu

sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan

sebagai berikut:

a) Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacatSarang tersebut

akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan

jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh

dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali

dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan

keju dibatukkan keluar.

b) Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).

Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti

awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti

sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:

 Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni

ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas.

 Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.

Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif

kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.


 Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti

menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.

Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut

sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

3.15.7 PENATALAKSANAAN

Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan kuman tahan

asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat

dan cepat sekali timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat. Umumnya

antibiotika bekerja lebih aktif terhadap kuman yang cepat membelah

dibandingkan dengan kuman yang lambat membelah. Sifat lambat membelah


yang dimiliki mikobakteri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

perkembangan penemuan obat antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambat

dibandingkan antibakteri lain: Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

INH, Rifampisin, Streptomisin, Etambutol. Jenisobattambahan lainnya (lini 2):

Kanamisin, Amikasin,Kuinolon

Tabel 4. Jenis Dan Obat OAT

Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori yaitu 14:

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap

hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga

kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:

 Penderita baru TBC paru BTA positif.

 Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.


Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3

Diberikan kepada :

 Penderita kambuh.

 Penderita gagal terapi.

 Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif(10).

Kategori 4: RHZES

Diberikan pada kasus Tb kronik.

Tabel 5. Paduan pengobatan Tb paru


3.15.8 KOMPLIKASI

Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan

komplikasi.Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru

dibedakan menjadi dua, yaitu:

 Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis,

usus.

 Komplikasi pada stadium lanjut:

Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut

adalah:

a) Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok

hipovolemik

b) Kolaps lobus akibat sumbatan duktus

c) Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan

jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru

d) Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah

e) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan

sebagainya
3.16 Anemia

A. Definisi

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa

eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawah oksigen dalam

jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Secara praktis, anemia ditunjukan oleh

penurunan kadar hemoglobin, hematocrit, atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling

lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematocrit. Harus diingat bahwa

terdapat keadaan-keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan

dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut dan kehamilan. Kadar

hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin,

ketinggian tempat tinggal serta keadaan fisiologis tertentu seperti misalnya kehamilan

(Aru W. Sudoyo dkk, 2009)

B. kriteria Anemia

Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik tergantung pada

umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu

perlu ditentukan titik pemilah dibawah kadar mana kita anggap sebagai anemia. Di

Negara barat kadar hemoglobin paling rendah untuk laki-laki adalah 14 g/dL dan untuk

perempuan dewasa 12 g/dL. Peneliti lain memberikan angka yang berbeda yaitu 12

g/dL (hematocrit 38%) untuk perempuan dewasa, 11 g/dL (hematocrit 36%) untuk

perempuan hamil dan 13 g/dL untuk laki-laki dewasa. WHO menetapkan cut off point

anemia untuk keperluan penelitian lapangan seperti terlihat pada table 1


Table 1. Kriteria Anemia Menurut WHO 2008

Kelompok Criteria anemia (Hb)

laki-laki dewasa (tidak hamil) <13 g/dL

Wanita desawa (tidak hamil_ <12 g/dL

Wanita hamil < 11 g/dL

C. Derajat Anemia

Derajat anemia dapat diketahui dengan melihat kadar hemoglobin yang berada

dibawah batas normal pada setiap kelompok umur tertentu. Klsifikasi derajat anemia

yang umum dipakai adalah (WHO 2008):

Table 2. Derajat Anemia Sesuai dengan kadar hemoglobin menurut WHO 2008

Derajat anemia Kadar hemoglobin (g/dL)

Ringan sekali 10-Batas normal

Ringan 8-9,9

Sedang 6-7,9

Berat <6

D. Etiologi

Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: 1) gangguan pembentukan

eritrosit di sumsung tulang; 2) kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan); 3) proses

pengahancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolysis). Gambaran lebih

rinci tentang etiologi anemia dapat dilihat pada table 3.


Table 3. klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis

A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang.

2. Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit

Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi asam folat

Anemia defisiensi vitamin B12

3. Gangguan penggunaan besi

Anemia akibat penyakit kronik

Anemia sideroblastik

4. Kerusakan sumsum tulang

Anemia aplastic

Anemia mieloptisik

Anemia pada keganasan hematologi

Anemia akibat kekurangan eritropoietin: anemia pada gagal ginjal kronik

B. Anemia akibat hemoragi

1. Anemia pasca perdarahan akut

2. Anemia akibat perdarahan kronik

C. Anemia hemolitik

1. Anemia hemolitik intrakorpuskular

a. Gangguan membrane eritrosit

b. Gangguan anzim eritrosit : akibat defisiensi G6PD


c. Gangguan hemoglobin : thalassemia, hemoglobinopati

2. Anemia hemolitik ekstrakospukular

a. Anemia hemolitik autoimun

b. Anemia hemolitik mikroangiopatik

c. Dll.

D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang

kompleks.

E. Patofisiologi dan gejala anemia

Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia,

apapun penyebabnya, apabilah kadar hemoglobin turun dibawah harga tertentu. Gejala

umum anemia ini timbul karena : anoksia organ, mekanisme kompensasi tubuh

terhadap berkurangnya daya angkut oksigen.

Gejala umum anemia menjadi jelas apabila kadar hemoglobin telah turun

dibawah 7 g/dL. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada derajat

penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan hemoglobin, usia, dan adanya kelainan

jantung atau paru sebelumnya.

F. Indikasi Transfusi Drah

Transfuse darah umumnya >50% diberikan pada saat perioperatif dengan

tujuan untuk menaikan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume intravaskuler.


Kalau hanya menaikan volume intavaskuler saja cukup dengan koloid atau kristaloid

(Latief dkk. 2010)

Indikasi transfuse darah ialah:

1. Perdarahan akut sampai Hb < 8 g/dL atau Ht < 30 %.

Pada orang tua, kelainan paru, kelainan jantung Hb < 10 g/dL

2. Bedah mayor kehilangan darah > 20 % volume darah

G. Pemeriksaan Laboratorium

Anemia umumnya normokrom –normositer, meskipun banyak pasien

mempunyai gambaran hipokrom dengan MCHC < 80 fL. Nilai retikulosit absolut

dalam batas normal atau sedikit meningkat. Perubahan pada leukosit dan trombosit

tidak konsisten, tergantung dari penyakit dasarnya. Penurunan Fe serum (hipoferemia)

merupakan kondisi sinequa non untuk diagnosis anemia penyakit kronis. Keadaan ini

timbul segera setelah onset suatu infeksi atau inflamasi dan mendahului terjadinya

anemia. Konsentrasi protein pengikat Fe (transferrin) menurun menyebabkan saturasi

Fe yang lebih tinggi daripada anemia defisiensi besi. Proteksi saturasi Fe ini relative

mungkin mencukupi dengan meningkatkan transfer Fe dari suatu persediaan yang

kurang dari Fe dalam sirkulasi kepada sel eritroid imatur. Penurunan kadar transferrin

setalah suatu jejas terjadi lebih lambat daripada penurunan kadar Fe serum, disebabkan

karena waktu paru transferrin lebih lama (8-12 hari) dibandingkan dengan Fe (90

menit) dan karena fungsi metabolic yang berbeda.

H. Pengobatan Anemia
1. Mencari penyebab dan terapi yang rasional. Hal yang paling penting harus

diperhatikan adalah jangan memberikan pengobatan anemia tanpa mengetahui

penyebabnya. Dasar pemberian pengobatan dari penderita anemia adalah

memberikan bahan-bahan yang kurang untuk produksi eritrosit, menghambat

pencegahan eritrosit dan menghentikan pengeluaran eritrosit yang berlebihan yang

memberi manifestasi perdarahan gastrointestinal atau bentuk perdarahan lain.

2. Bila anemia timbul sekunder akibat penyakit lain, dengan pengobatan penyakit

dasarnya anemia akan membaik. Pada anemia jenis ini umumnya tidak diperlukan

obat-obat antianemia kecuali bila progresif dan menimbulkan keluhan.

3. Tranfusi darah hanya diberikan pada:

a. Perdarahan akut yang disertai dengan perubahan hemodinamik

b. Pada anemia yang kronik, progresif dan terdapat keluhan

4. Bi;a terdapat kegagalan faal jantung penderita harus istirahat total dan diberikan

diuretic.
BAB IV

PEMBAHASAN

Infeksi malaria adalah infeksi yang disebabkan oleh plasmodium dengan gejala mirip

infeksi oleh virus yang biasa didahului dengan demam mendadak tinggi dan gejala prodormal

lainnya. Namun beberapa individu mungkin memiliki antibody yang cukup kuat sehingga

gejala klinis yang terjadi tidaklah khas untuk suatu infeksi. Anamnesa : demam sejak kurang

lebih 3 hari yang lalu disertai mual muntah 3x sehari, ditambah mencret 3x dalam sehari, dan

batuk-batuk kurang lebih 2 minggu.

Pemeriksaan Penunjang : Tanggal 28 - 07 - 2018 pemeriksaan darah lengkap:

Hb: 6.6 g/dL , RBC : 2.81 , HCT: 21.5 , PLT: 153 , SGOT : 83 , SGPT : 46.

Terapi pada pasien ini diberikan terapi medikamentosa karena termasuk dalam anemia

sedang/berat terapi yang diberikan adalah IVFD Nacl : D5 % 20 tpm Paracitamol 3x500mg

Primakuin 1x1 (P.O), New diabet 3x2 (P.O), Sulfas Feresus 2X1 (P.O),Ondancentron 3x1 amp

(iv), Ranitidine 2x1 amp (iv), Artesunat II vial (iv),

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul

akibat menurunnya sistem kekebalan tunuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi human

immunodeficiency virus (HIV). AIDS ini bukan merupakan suatu penyakit saja, tetapi

merupakan gejala-gejala yang disebabkan oleh infeksi berbagai jenis mikroorganisme seperti,

infeksi bakteri, virus, jamur, bahkan timbulnya keganasan akibat menurunnya daya tahan

tubuh penderita.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan VCT Antibody Dan Imunologi (05-07-2018)


SD HIV ½ 3.0 REAKTIF

HbsAg Non Reaktif

Terapi pada pasien ini diberikan terapi medikamentosa : IVFD Nacl 0,9%, Paracitamol

3x500mg , Sulfas Feresus 2x1 (P.O), New Diabet 2x2 (P.O), OAT Lanjut, ARV 1X3 (P.O),

Clindamisin 1x600 mg , Ondancentron 3x1/ 8 jam, Ranitidine 2x1 amp (iv).

Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang

penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan

kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok

mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai

oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat

menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau

bicara. Terapi pada pasien ini diberikan terapi OAT Lanjut

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa

eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah

yang cukup ke jaringan perifer. Secara praktis, anemia ditunjukan oleh penurunan kadar

hemoglobin, kemudian hematocrit. Anamnesa : pasien tampak lemah, lesu, letih, lelah,

lunglai, dan penurunan konsentrasi.

Anemia umumnya adalah normokrom-normositer, meskipun banyak pasien

mempunyai gambaran hipokrom dengan MCHC < 31 g/dL dan beberapa mempunyai

sel mikrositer dengan MCV < 8 fL. Nilai retikulosit absolut dalam batas normal atau
sedikit meningkat. Perubahan pada leukosit dan trombosit tidak konsisten, tergantung

dari penyakit dasarnya.

Penatalaksanaannya

Dasar pemberian pengobatan dari penderita anemia adalah memberikan bahan-bahan

yang kurang untuk produksi eritrosit, menghambat pemecahan eritrosit dan

menghentikan pengeluaran eritrosit yang berlebihan yang memberi manifestasi

perdarahan gastrointestinal atau perdarahan yang lain.

Pada pasien ini didapatkan pusing dan tubuh terasa lemah, nafsu makan

menurun, penurunan berat badan (+), lesu, letih, lelah, lunglai, dan penurunan

konsentrasi. Pemeriksaan fisik : ditemukan Konjungtiva Anemis pada kedua

mata.

Tanggal 06-07-2018 pemeriksaan darah lengkap:

Hb: 6.6 g/dL , RBC : 2.81 , HCT: 21.5 , PLT: 153 , SGOT : 83 , SGPT : 46

Terapi pada pasien ini diberikan terapi medikamentosa karena termasuk dalam anemia

sedang/berat terapi yang diberikan adalah Sulfas Feresus tab 2x1 dan tidak dilakukan

tranfusi darah karena tidak ada perdarahan akut yang disertai dengan perubahan

hemodinamik.
BAB V

KESIMPULAN

Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. pasien Tn. Y, umur 28 tahun yang beralamat di nafri seorang pekerja swasta

datang ke rumah sakit dengan keluhan utama demam tinggi. Setelah dirawat pasien

terdiagnosis malaria ec. P. Falciparum dengan gejala klinis minimal. Setelah dirawat dengan

pengobatan malaria kombinasi selama 5 hari pasien mengalami perbaikan dan diperbolehkan

pulang.

Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan serum HIV digunakan pada awal penegakakn diagnosis, sedangkan

pemeriksaan RNA HIV dan pemeriksaan CD4 dilakukan untuk membantu mengetahui

prognosis dan dosis awal obat Pada terapi ARV. Tatalaksana dilakukan sesuai pedoman

WHO, yang bertujuan untuk menekan jumlah virus, memelihara fungsi, dan mengurangi

morbiditas dan mortalitas akibat HIV-AIDS.

Tuberkulosit (TB) masih menjadi salah satu penyakit yang paling mematikan.

Tuberkulosit paru adalah infeksi paru oleh mycobacterium tuberculosit yang dapat menyebar

ke segmen paru lainnya melalui bronki, atau ke organ lain melalui darah atau pembuluh getah

bening. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang

dikeluarkan. Dengan melakukan pengobatan selama 6 bulan tanpa terputus. Untuk mencegah
agar tidak tejadi penularan; membuka jendela agar terjadi pertukaran udara, tutup mulut ketika

batuk, menyediakan tempat membuang dahak.

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa

eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawah oksigen dalam

jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Secara praktis, anemia ditujukkan oleh

penurunan kadar hemoglobin, hematocrit, atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling

lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematocrit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nasroudin, Hadi W, Erwin AT, dkk. Penyakit infeksi di indonesia. Editor: Nasroudin,

Hadi W, Erwin AT, dkk. Fakultas kedokteran airlangga: surabaya 2009: 441-48
2. Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA, Malaria dari molekuler Ke Klinis. Edisi Ke 2.

Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta: 2009 : 1-250

3. Zulkarnaen I, Malaria Bera. Dalam: Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-1. Fakultas

Kedokteran Indonesia: Jakarta: 1999: 504-08

4. Syafrudin D, Asih PB, Casey GJ, dkk. Moleculer Epidemiology of Plasmodium

Falciparum Resistance to Antimalaria Drugs in Indonesia. 2005; 72: 174-82

5. World Healt Organization. A global view of HIV infection. (Diakses pada tanggal 19-

mei-2016). Hal.50-3

6. World Healt Organization. Antiretroviral Therapi for HIV infection in Adults and

Adolescents, Recommendation for a public healt approach, 2010 Revision. ( Diakses

pada tanggal 19-mei 2016)

7. WHO. 2014. Global Tuberkulosit Report. Available from :

http;//apps,who,int/iris/bitstream/10665/137094/1/9789241564809 eng.pdf

8. PDPI.2006. Tuberkulosit pedoman dan penatalaksanaan di Indonesia. Available from:

http;//www.klikpdpi.com/consensus/tb/tb.html

9. Supandiman, I., dan Fadjari, H. (2015). Anemia pada penyakit kronis. Dalam ; Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam, (hal 2644-2646). Jakarta : Interna Publishing

10. Buku ajar Ilmu penyakit dalam, 2009. Halaman 1109-1111. Jilid II, Edisi V. editor: Aru

W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati.

Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam diponogoro 71 jakarta pusat.

11. Gan, S. (2012). Farmakologi dan Terapi (5 ad). Jakarta : Balai FKUI

Anda mungkin juga menyukai