LP Tuberkulosis
LP Tuberkulosis
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit
parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru
Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal,
tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002).
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-
paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus
tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru
(Indriani et al., 2005). Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang
tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat
penderita batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit
tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa,
dkk, 2009).
B. KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN
Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru.
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB
Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses
“far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kemih dan alat kelamin.
4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipe pasien yaitu:
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
d. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.
C. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong dalam
kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman
lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA)
dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup
pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam
lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-
tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan,
kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag
yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung
lipid.
Cara penularan TB (Depkes, 2006)
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.
c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
d. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut.
e. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
D. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan
luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne),
yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang
berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama
jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel
efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai
reaksi hipersensitivitas (lambat).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju,
lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast,
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk
jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus
dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke
bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau
usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas
penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas
keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui
getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening
akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai
organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang
biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan
tersebar ke organ-organ tubuh.
Pathway
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan
(Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak
pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan.
Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar. 2001):
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat
mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa tidak
pernah terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-
produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah sama, maka
mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru
yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan
yang adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga
terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.\
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa
aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara
tidak teratur.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis TB menurut Depkes (2006):
1. Diagnosis TB paru
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan
dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto
toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis
sepanjang sesuai dengan indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis.
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
2. Diagnosis TB ekstra paru.
a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar
limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus)
pada spondilitis TB dan lainlainnya.
b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung
pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat
diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks
dan lain-lain.
3. Diagnosis TB menurut Asril Bahar (2001):
a. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah
apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi
dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus
menyerupai tumor paru.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada
saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap
darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai
turun ke arah normal lagi.
2) Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan.
3) Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG
dan Myobacteriapatogen lainnya.
H. PENATALAKSANAAN
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
3. Jenis, sifat dan dosis OAT
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental atau
sekret darah
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-kapiler
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
4. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
5. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
C. RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN
INTERVENSI
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
(NIC)
(NOC)
1 Bersihan Jalan Nafas tidak NOC : NIC :
Efektif v Respiratory status : Airway suction
Ventilation § Pastikan kebutuhan
Definisi : Ketidakmampuan untuk v Respiratory status : oral / tracheal suctioning
membersihkan sekresi atau Airway patency § Auskultasi suara nafas
obstruksi dari saluran pernafasan v Aspiration Control sebelum dan sesudah
untuk mempertahankan suctioning.
kebersihan jalan nafas. Kriteria Hasil : § Informasikan pada
v Mendemonstrasikan klien dan keluarga
Batasan Karakteristik : batuk efektif dan suara tentang suctioning
o Dispneu, Penurunan suara nafas yang bersih, § Minta klien nafas
nafas tidak ada sianosis dan dalam sebelum suction
o Orthopneu dyspneu (mampu dilakukan.
o Cyanosis mengeluarkan sputum, § Berikan O2 dengan
o Kelainan suara nafas (rales, mampu bernafas menggunakan nasal
wheezing) dengan mudah, tidak untuk memfasilitasi
o Kesulitan berbicara ada pursed lips) suksion nasotrakeal
o Batuk, tidak efekotif atau v Menunjukkan jalan § Gunakan alat yang
tidak ada nafas yang paten (klien steril sitiap melakukan
o Mata melebar tidak merasa tercekik, tindakan
o Produksi sputum irama nafas, frekuensi § Anjurkan pasien untuk
o Gelisah pernafasan dalam istirahat dan napas dalam
o Perubahan frekuensi dan rentang normal, tidak setelah kateter
irama nafas ada suara nafas dikeluarkan dari
abnormal) nasotrakeal
Faktor-faktor yang v Mampu § Monitor status oksigen
berhubungan: mengidentifikasikan pasien
o Lingkungan : merokok, dan mencegah factor § Ajarkan keluarga
menghirup asap rokok, yang dapat bagaimana cara
perokok pasif-POK, infeksi menghambat jalan melakukan suksion
o Fisiologis : disfungsi nafas § Hentikan suksion dan
neuromuskular, hiperplasia berikan oksigen apabila
dinding bronkus, alergi jalan pasien menunjukkan
nafas, asma. bradikardi, peningkatan
o Obstruksi jalan nafas : saturasi O2, dll.
spasme jalan nafas, sekresi
tertahan, banyaknya mukus, Airway Management
adanya jalan nafas buatan, · Buka jalan nafas,
sekresi bronkus, adanya guanakan teknik chin lift
eksudat di alveolus, adanya atau jaw thrust bila perlu
benda asing di jalan nafas. · Posisikan pasien
untuk memaksimalkan
ventilasi
· Identifikasi pasien
perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
· Pasang mayo bila
perlu
· Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
· Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
· Auskultasi suara
nafas, catat adanya suara
tambahan
· Lakukan suction
pada mayo
· Berikan
bronkodilator bila perlu
· Berikan pelembab
udara Kassa basah NaCl
Lembab
· Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
· Monitor respirasi
dan status O2
ventilasi
Perubahan membran kapiler- Respiratory Monitoring
Temperature regulation
§ Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
§ Rencanakan
monitoring suhu secara
kontinyu
§ Monitor TD, nadi, dan
RR
§ Monitor warna dan
suhu kulit
§ Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
§ Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
§ Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
§ Ajarkan pada pasien
cara mencegah keletihan
akibat panas
§ Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
§ Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan
emergency yang
diperlukan
§ Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
§ Berikan anti piretik
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalamedisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.