Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN

FRAKTUR CRURIS
DI RSUD dr R. SOEDJATI PURWODADI

DISUSUN OLEH :
RINI WIDANINGSIH
NIM. E520173302

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN
FRAKTUR CRURIS

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang.
Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau
primpilan korteks, biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser
(Wijaya dan putri, 2013).
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan
fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis,
atau persendian pergelangan kaki (Muttaqin, 2008). Fraktur cruris adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya,
terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenao
stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner &
Suddart, 2000)
Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur
cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis
dan luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang
terjadi pada tulang tibia dan fibula.
Jenis- jenis Fraktur:
1. Fraktur komplete : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran.
2. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
3. Fraktur tertutup : fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
4. Fraktur terbuka : fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke
patahan tulang.
5. Greenstick : fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya
membengkak.
6. Transversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang
7. Kominutif : fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
8. Depresi : fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
9. Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang)
10. Patologik : fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada
daerah perlekatannnya.

B. ETIOLOGI
Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur adalah :
1. Kekerasan langsung : Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada
titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung : Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor.
3. Kekerasan akibat tarikan otot : Patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemutiran, penekukan, penekukan
dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut Brunner & Suddarth (2005) fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahakan
kontraksi otot ekstremitas, organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya
yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.

C. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah
nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,
pembengkakan local dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fregmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian – bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan
atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas yang bias diketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas atau dibawah tempat fraktur.
Fraktur sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm
(1-2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

D. PATOFISIOLOGI
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat
terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan
kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya
pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang
bertujuan untuk mempertahanakan fragmen yang telah dihubungkan, tetap
pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 2006 :1183).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan.
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena
ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detah jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung,
pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan
pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan
mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu
peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga
dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin,
bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin
lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas
pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme
kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous return) dengan
cara kontraksi volume darah didalam system vena sistemik. Cara yng paling
efektif untuk memulihkan krdiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan
oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat
diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada
keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme
anaerobik, mengakibatkan pembentukan asam laknat dan berkembangnya
asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian substrat
untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphat) tidak memadai, maka
membrane sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan gradientnya
elektrik normal hilang. Pembengkakan reticulum endoplasmic merupakan
tanda ultra struktural pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama
lagi akan cedera mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang
mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah
pembengkakan sel . juga terjadi penumpukan kalsium intra-seluler. Bila
proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler yang progresif,
penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini memperberat
dampak kehilangan darah dan hipoperfusi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah
dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan aktivitas
astoeblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dapat berakibat anoreksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya
serabut saraf meupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen (Brunner & Suddarth, 2005).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,
ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien yang harus
imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri,
iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan
diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan
berkurangnyan kemampuan prawatan diri (Carpenito, 2007). Reduksi terbuka
dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan dengan
pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan
lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan
terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan
Wilson, 2006).
E. Pathway

Trauma Kekerasan tidak langsung Kondisi patologis


langsung langsung

Fraktur

Pergeseran frakmen tulang Nyeri Akut


Diskontinuitas
tulang
Kerusakan frakmen tulang
Perubahan jaringan sekitar
Tekanan sumsum tulang
Pembedahan
(ORIF) lebih tinggi dari
Pergeseran fragmen Spasme otot kapiler
Luka insisi tulang Melepaskan katekolamin
Peningkatan tekanan
Deformitas
kapiler Metabolisme asam lemak
Gangguan fungsi
Tirah baring Pelepasan histamin
ekstremitas Bergabung dengan
Protein plasma hilang trombosit
Hambatan
mobilitas Fisik Emboli
Edema
Resiko
Penekanan pembuluh Menyumbat pembuluh
infeksi
darah darah

Ketidakefektifan perfusi
Putus vena / arteri Kerusakan integritas jaringan perifer
kulit
Perdarahan

Kehilangan volume
cairan
Resiko syok
(hipovolemik)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
2. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
taruma multiple).
5. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple atau cedera hari.
7. keberadaan hernia inguinalis berulang pada pasien dengan riwayat
perbaikan operasi

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Faktor Reduction

a. Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah

penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang

terhadap posisi otonomi sebelumnya.

b. Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran

insisi pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap

fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan

paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.

Peralatan traksi:

1) Traksi kulit : biasanya untuk pengobatan jangka

pendek

2) Traksi otot atau pembedahan : biasanya untuk periode

jangka panjang.

2. Fraktur Immobilisasi
a. Pembalutan (gips)

b. Eksternal Fiksasi

c. Internal Fiksasi

d. Pemilihan Fraksi

3. Fraksi terbuka

a. Pembedahan debridement dan irigrasi

b. Imunisasi tetanus

c. Terapi antibiotic prophylactic

d. Immobilisasi

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identifikasi Pasien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no. registrasi.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan.
Unit memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri
pasien digunakan:
- Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
- Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.
- Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag
rasa sakit menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
- Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari/siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang mengakibatkan nyeri,
bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur Costa)
atau pernah punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita esteoporoses,
arthritis dan tuberkulosis/penyakit lain yang sifatnya menurut dan
menular.
f. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat : Pada fraktur akan
mengalami perubahan/ gangguan pada personal hygien, misalnya
kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme : Pada fraktur tidak akan mengalami
penurunan nafsu makan, meskipun menu berubah misalnya makan
dirumah gizi tetap sama sedangkan di RS disesuaikan dengan
penyakit dan diet pasien.
3) Pola Eliminasi : Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan
waktu defekasi dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan
konsistensi defekasi, pada miksi pasien tidak mengalami gangguan.
4) Pola Istirahat dan Tidur : Kebiasaan pola tidur dan istirahat
mengalami gangguan yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri
akibat fraktur.
5) Pola Aktivitas dan Latihan : Aktivitas dan latihan mengalami
perubahan / gangguan akibat dari fraktur femur sehingga kebutuhan
pasien perlu dibantu oleh perawat / keluarga.
6) Pola Persepsi dan Konsep Diri : Pada fraktur akan mengalami
gangguan diri karena terjadi perubahan pada dirinya, pasien takut
cacat seumur hidup/tidak dapat bekerja lagi.
7) Pola Sensori Kognitif : Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan
jaringan, sedang pada pola kognitif atau cara berpikir pasien tidak
mengalami gangguan.
8) Pola Hubungan Peran : Terjadinya perubahan peran yang dapat
mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa tidak
berguna lagi dan menarik diri.
9) Pola Penanggulangan Stres : Perlu ditanyakan apakah membuat
pasien menjadi stres dan biasanya masalah dipendam sendiri /
dirundingkan dengan keluarga.
10) Pola Reproduksi Seksual : Bila pasien sudah berkeluarga dan
mempunyai anak, maka akan mengalami pola seksual dan
reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak akan
mengalami gangguan.
11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan : Adanya kecemasan dan stress
sebagai pertahanan dan pasien meminta perlindungan /
mendekatkan diri dengan Tuhan

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan
fragmen tulang
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan sirkulasi
dan penurunan sensasi ditandai dengan oleh terdapat luka
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
muskuloskletal
d. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d suplai darah jaringan
menurun
f. Risiko syok
3. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Pain Management
dengan terputusnya jaringan 3x24 jam diharapkan nyeri klien dapat 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
tulang, gerakan fragmen berkurang/ hilang. Dengan Kriteria Hasil : komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi.
tulang Pain control 2. Observasi reaksi nonverbal dari
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
nyeri, mampu menggunakan teknik 3. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.
mencari bantuan) 4. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan nyeri.
menggunakan manajemen nyeri. 5. Kolaborasi dengan dokter bila ada
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, komplain tentang pemberian analgetik tidak
frekuensi dan tanda nyeri) berhasil.
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang.
2 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selamaPressure Management
berhubungan dengan kerusakan 3x24 jam diharapkan kerusakan integritas kulit 1. Monitor kulit akan adanya kemerahan
klien dapat teratasi dengan kriteria hasil: 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
sirkulasi dan penurunan sensasi 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
Tissue Integrity : Skin and Mucous
ditandai dengan oleh terdapat a. Perfusi jaringan baik kering.
b. Menunjukkan pemahaman dalam proses 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
luka
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya jam sekali
5. Oleskan lition atau minyak/baby oil pada daerah
cedera berulang.
c. Mampu melindungi kulit dan yang tertekan
mempertahankan kelembaban kulit dan 6. Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
perawatan alami.

3 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selamaExercise therapy : ambulantion
berhubungan dengan kerusakan 3x24 jam diharapkan klien dapat beraktivitas 1. Monitor vital sign sebelum / sesudah latihan dan
secara mandiri dengan kriteria hasil: lihat respon pasien saat latihan
muskuloskletal 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
Mobility Level
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik ambulasi sesuai dengan kebutuhan
b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas 3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
c. Memverbalisasikan perasaan dalam berjalan dan cegah terhadap cedera
meningkatan kekuatan dan kemampuan 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang
berpindah. teknik ambulasi
d. Memperagakan penggunaan alat bantu 5. Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi
untuk mobilisasi (walker). 6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai kemampuan
7. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan ADLs pasien.
8. Berikan alat bantu jika klien memerlukan
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan.
4 Risiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Infection Control
dengan adanya 3x24 jam diharapkan resiko infeksi tidak terjadi 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
dengan kriteria hasil: 2. Pertahankan teknik isolasi
luka/kerusakan kulit, insisi 3. Batasi pengunjung bila perlu
Risk Control
pembedahan 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
penyakit, faktor yang mempengaruhi meninggalkan pasien.
penularan serta penatalaksanaannnya. 5. Gunakan sabun antimikroba untuk mencuci
c. Menunjukkan kemampuan untuk tangan
mencegah timbulnya infeksi 6. Cuci tangan setiap dan sesudah melakukan
d. Jumlah leukosit dalam batas normal tindakan keperawatan
e. Menunjukkan perilaku hidup sehat 7. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat.
8. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal
9. Monitor kerentanan terhadap infeksi
10. Berikan terapi antibiotik bila perlu
5 Ketidakefektifan perfusi Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24Peripheral Sensation Management
jaringan perifer b.d suplai jam diharapkan terjadi perbaikan pada perfusi 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
darah jaringan menurun jaringan perifer, dengan kriteria hasil: terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
Circulation status 2. Monitor adanya parestese
3. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
4. Monitor adanya tromboplebitis
a. Tekanan systole dan diastole dalam rentang 5. Kolaborasi pemberian analgetik
6. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
yang di harapkan
b. Tidak ada ortostatik hipertensi
6 Risiko syok Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 Syok prevention
jam diharapkan tidak terjadi syok, dengan kriteria 1. Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit,
hasil: denyut jantung, HR, Nadi perifer, CRT
Syok prevention 2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
3. Monitr suhu dan pernafasan
a. Nadi dalam batas yang diharapkan
4. Monitor input dan ouutput
b. Frekuensi nafas dalam batas yang
5. Monitor tanda awal syok
diharapkan 6. Berikan cairan IV atau oral yang tepat
c. Mata cekung tidak ditemukan
DAFTAR PUSTAKA

1 NANDA. 2015. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC


2 Wilkinson, J. M. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9
(NANDA 2012). Jakarta: EGC.
3 Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik, Jakarta: EGC
4 Bulechek, G.M., Butcher, H & Dochterman, J M. 2013. Nursing
Intervention Classification (NIC) sixth edition.United States of America.
Elsevier
5 Brunner dan Suddarth. 2005. Keperawatan medical bedah. EGC
6 Nurarif.A.M dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction
7 Price.S.A dan Wilson. L.M. 2006. Patofisiologi. EGC
8 Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medical Bedah
(Keperawatan Dewasa). Bengkuli : Numed

9 Mutaqqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Sistem Muskuloskeletal jilid 2. Jakarta: EGC
10 Nuratif,Amin Huda & Hardhi Kusuma.2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc.
Jogjakarta: Mediaction

Anda mungkin juga menyukai