Anda di halaman 1dari 37

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian

Tuberkulosis paru adalah penyakit yang paling sering mengenai parenkim paru,

biasanya disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Tuberculosis Paru dapat menyebar

hampir ke semua bagian tubuh, termasuk meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.

(Brunner & Suddarth , 2016)

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama

dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban,

lingkungan yang padat. (Aru W Sudoyo dkk, 2009)

Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

Mycobacterium Tuberkulosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan

yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-mediated

hypersensitivity). (Wahid dan Imam, 2013)

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru

yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis . Penyakit ini dapat juga menyebar ke

bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Somantri, 2009)

2.1.2 Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri atau

kuman berbentuk batang, dengan ukuran panjang 1-4/um, dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian

besar kuman berupa lemak/lipid, sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan

terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah
dengan banyak oksigen, dan daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu

apikal/apeks paru. Daerah ini menjadi predileksi pada penyakit tuberkulosis. (Somantri,

2009)

2.1.3 Patofisiologi

Seseorang yang dicurigai menghirup basil Mycobacterium Tuberculosisakan

menjadi terinfeksi. Bakteri menyebar melalui jalan napas ke alveoli, dimana pada daerah

tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran basil ini bisa juga melalui

sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh yang lain (ginjal, tulang, korteks serebri) dan

area lain dari paru - paru (lobus atas).

Sistem kekebalan tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil

dan makrofag memfagositosis (menelan) bakteri. Limfosit yang spesifik terhadap

tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini

mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah bronkopneumonia.

Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar.

Massa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan basil yang hidup dan

yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding. Granuloma berubah

untuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut Ghon

Tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik, membentuk

perkijuan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan membentuk kalsifikasi, membentuk

jaringan kolagen. Bakteri menjadi non-aktif.

Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal, karena respons

sistem imun yang tidak adekuat. Penyakit aktif dapat juga tumbul akibat infeksi ulang atau

aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif. Pada kasus ini, terjadi ulserasi pada ghon

tubercle, dan akhirnya menjadi perkijuan. Tuberkel yang ulserasi mengalami


prosespenyembuhan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian

meradang, mengakibatkan bronkopneumonia, pembentukan tuberkel, dan seterusnya.

Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan

berhasil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui

kelenjar getah bening. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan

sebagian bersatu membentuk tuberkel epiteloid yang di kelilingi oleh limfosit

(membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis serta jaringan granulasi yang

di kelilingi sel epiteloid dan fibrolast akan menimbulkan respons berbeda dan akhirnya

membentuk suatu kapsul yang di kelilingi oleh tuberkel. (Somantri, 2009)

2.1.4 Gambaran Klinis

Secara rinci tanda dan gejala Tuberkulosis Paru ini dapat dibagi atas 2 golongan

yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik. (Manurung, dkk, 2009)

1. Gejala sistemik adalah:

a. Demam, merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru, biasanya timbul pada

sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip dengan demam influenza

yang segera mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman,

serangan demam yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan.

Demam seperti influenza ini hilang timbul dan semakin lama makin panjang

masa serangannya, sedangkan masa bebas serangan akan makin pendek. Demam

dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40˚-41˚C.

b. Malaise, karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa

tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit

kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan

siklus haid.
2. Gejala respiratorik adalah:

a. Batuk, baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkhus. Batuk

mula-mula tejadi oleh karena iritasi bronkhus, selanjutnya akibat adanya

peradangan pada bronkhus, batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini

berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat

bersifat mukoid atau purulen.

b. Batuk darah, terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya batuk

darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding kavitas,

juga dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkhus. Batuk darah inilah

yang paling sering membawa penderita berobat ke dokter.

c. Sesak nafas, gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan

paru yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah ditemukan.

d. Nyeri dada, gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura

terkena, gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik.

2.1.4 Penatalaksanaan

Pengobatan Tuberkulosis Paru di Indonesia sesuai program nasional menggunakan

panduan OAT yang diberikan dalam bentuk kombipak, sebagai berikut:

a. Katagori I: 2 RHZE/4H3R3

Diberikan untuk:

1. Penderita baru Tuberkulosis Paru dengan BTA (+).

2. Penderita baru Tuberkulosis Paru, BTA (-), RO (+), dengan kerusakan parenkim

paru yang luas.


3. Penderita baru Tuberkulosis Paru dengan kerusakan yang berat pada

Tuberkulosis Paru ekstra pulmons.

b. Kategori II: 2 RHZES/HRZE/5 R3H3E3

Diberikan untuk:

Penderita baru Tuberkulosis Paru BTA (+) dengan riwayat pengobatan sebelumnya

kambuh, kegagalan pengobatan atau pengobatan tidak selesai.

c. Kategori III: 2 RHZ/4 R3H3

Diberikan untuk:

1. Penderita baru BTA (-) dan RO (+) sakit ringan

2. Penderita ekstra paru ringan, yaitu Tuberkulosis Paru kelenjar limfe, pleuritis

eksudatif unilateral, Tuberkulosis Paru kulit, Tuberkulosis Paru tulang.

Pembedahan paru pada klien biasanya dilakukan apabila klien mengalami resusitasi

terhadap berbagai racun OAT. Pembedahan dilakukan dengan mengangkut bagian paru

yang tertutup kavietas. (Manurung, dkk, 2009)

2.1.5 Komplikasi

Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut (Wahid dan Imam,

2013):

1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan

kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.

3. Bronkiektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan

ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

4. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan, kolaps spontan karena

kerusakan jaringan paru.


5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan

sebagainya.

6. Insufisiensi kardio pulmoner (Cardio Pulmonary Insuficiency).

2.2 Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Data-data yang perlu dikaji pada Asuhan Keperawatan dengan Tuberkulosis Paru

(Abd. Wahid:2013:174)

a. Identitas diri pada klien

1). Nama

2). Jenis kelamin

3). Umur

4). Tempat tanggal lahir

5). Alamat

6). Pekerjaan

b. Riwayat kesehatan

1.) Kesehatan sekarang Keluhan yang sering muncul

a.) Keadaan pernafasan

b.) Demam

c.) Nyeri dada

d.) Batuk

e.) Malaise

2). Kesehatan dahulu

a) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh


b) Pernah berobat tetapi tidak sembuh

c) Pernah berobat tetapi tidak teratur

d) Riwayat kontak dengan penderita tuberculosis paru yang lain

e) Daya tahan tubuh yang menurun

f) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur

3). Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit paru sebelumnya.

a. Riwayat pengobatan sebelumnya:

1. Kapan klien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya

2. Jenis, warna, dosis obat yang diberikan

3. Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya

4. Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir

b. Riwayat sosial ekonomi

1. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat, jumlah penghasilan.

2.Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,

menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang mampu, masalah yang

berhubungan dengan kondisi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biasanya

yang banyak, maslah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan

putus harapan.

c. Faktor pendukung

1.Riwayat lingkungan: parameter faktor lingkungan yang mendukung terjadinya

penularan penyakit TB Paru, meliputi tingkat kepadatan penghuni rumah, lantai,

pencahayaan, ventilasi, dan kelembapan.


a.Tingkat kepadatan penghuni rumah: semakin padat penduduk maka

perpindahan penyakit khususnya penyakit yang menular melalui udara akan

semakin mudah dan cepat. Sesuai standart Depkes, tingkat kepadatan rumah

minimal 10 m2 per prang, jarak antar tempat tidur yang satu dengan yang lainnya

90cm.

b. Lantai: terkait dengan tingkat kelembapan ruangan, sehingga pada kondisi

laintai rumah terbuat dari tanah, cenderung mempengaruhi viabilitas kuman TB

di lingkungan yang pada akhirnya dapat memicu daya tahan kuman TB di udara

semakin lama.

c. Ventilasi: terkait dengan sirkulasi pergantian udara dalam rumah serta proses

pengurangan tingkat kelembapan. Standart 1999 adalah 10% dari tempat masuk

sinar matahari, juga mempengaruhi dilusi udara yang dapat mengencerkan/

memusnahkan konsentrasi kuman TB atau kuman lain, yang dapat terbawa keluar

ruangan, yang akhirnya dapat mati oleh sinar ultra violet matahari.

d. Pencahayaan: menurut penelitian semua cahaya pada dasarnya dapat

membunuh kuman TB, tergantung jenis dan intensitasnya. Pencahayaan yang

tidak memenuhi syarat beresiko 2,5x terkena TB dibanding yang memenuhi

syarat rumah memerlukan cahaya cukup, khususnya sinar matahari dengan ultra

violetnya. Pemenuhan pencahayaan rumah selain dipenuhi dari sumber buatan

seperti lampu, juga oleh keberadaan ventilasi dan genteng kaca di rumah kita.

e. Kelembapan: tingkat kelembapan masih terkait erat dengan tingkat kepadatan

dan ventilasi rumah. Kelembapan merupakan sarana yang baik untuk

pertumbuhan mikroorganisme, termasuk Tuberkulosis Paru. Namun kelempaban


juga dipengaruhi topografi sehingga wilayah lebih tinggi cenderung memiliki

kelembapan yang lebih rendah.

2. Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur,

kebersihan diri.

3. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit,

pencegahan, pengobatan dan perawatannya .

d. Pemeriksaan diagnostik

1. Kultur sputum: micobacterium tuberculosis positf pada tahap akhir penyakit.

2. Test tuberculin: mantoux tes reaksi positif (area indurasi 10-15mm terjadi 48-72

jam ).

3. Photo torax: infiltrasi lesi awal pada area paru atas: pada tahap dini gambaran

bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas: pada kavitas bayangan, berupa

cincin: pada klasifikasi tanpak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.

4. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB

paru.

5. Darah: peningkatan leukosit dan laju endap darah(lab).

6. Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

e. Pola fungsi kesehatan (Rohmah, Nikmatur & Saiful Walid, 2014)

1. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan

Meliputi persepsi klien/keluarga terhadap konsep sehat sakit dan upaya

klien/keluarga dalam bentuk pengetahuan, sikap, perilaku yang menjadi gaya hidup

klien/keluarga untuk mempertahankan kondisi sehat.

2. Pola nutrisi dan metabolisme


Kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sampai dengan saat sakit (saat

ini) yang meliputi : jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, frekuensi makan,

porsi makan yang dihabiskan, makanan selingan, makanan yang disukai, alergi

makanan, dan makanan pantangan. Keluhan yang berhubungan dengan nutrisi

seperti mual, muntah dan kesulitan menelan dibuatkan deskripsi singkat dan jelas.

3. Pola Eliminasi

Diisi dengan eliminasi alvi (buang air besar) dan eliminasi uri (buang air kecil) Pola

eliminasi menggambarkan keadaan eliminasi klien sebelum sakit sampai dengan saat

sakit (saat ini), yang meliputi : frekuensi, konsistensi, warna, bau, adanya darah dan

lain-lain.

4. Pola aktivitas dan kebersihan diri

Aktivitas rutin yang dilakukan klien sebelum sampai saat sakit mulai dari bangun

tidur sampai tidur kembali, termasuk penggunaan waktu senggang. Mobilitas selama

sakit dilihat dan aktivitas perawatan diri, seperti makan – minum, toiletting,

berpakaian, berhias, dan penggunaan instrumen.

5. Pola istirahat tidur

Kualitas dan kuantitas tidur klien sejak sebelum sakit sampai saat sakit (saat ini),

meliputi jumlah tidur, perasaan klien sewaktu bangun tidur, daan kesulitan atau

masalah tidur : sulit jatuh tidur, sulit tidur lam, tidak bugar saat bangun, terbangung

dini hari, atau tidak bisa melanjutkan tidur.

6. Pola kognisi dan persepsi sensori


Kemampuan klien berkomunikasi (berbicara dan mengerti pembicaraan) status

mental dan orientasi, kemampuan pengindraan yang meliputi : indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan.

7. Pola konsep diri

Diisi pada klien yang sudah dapat mengungkapkan perasaan yang berhubungan

dengan kesadaran akan dirinya meliputi : gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran

diri, dan identitas diri.

8. Pola peran-hubungan

Hubungan klien dengan anggota keluarga, masyarakat pada umumnya, perawat dan

tim kesehatan yang lain, termasuk juga pola komunikasi yang digunakan klien

dalam berhubungan dengan orang lain.

9. Pola seksual dan seksualitas

Pada anak usia 0-12 tahun diisi sesuai dengan tugas perkembangan psikoseksual.

Usia remaja-dewasa-lansia dikaji berdasarkan jenis kelaminnya. Wanita : menarche,

menstruasi, keluhan selama menstruasi, penggunaan alat kontrasepsi, keluhan fase

pramenopause / menopause / postmenopause, orientasi seks, hubungan seksual,

keluhan dalam hubungan seksual. Laki-laki : sirkumsisi, mimpi basah, penggunaan

alat kontrasepsi, orientasi seksual, hubungan seksual, keluhan dalam hubungan

seksual.

10. Pola mekanisme koping

Mekanisme koping yang biasa digunakan klien ketika menghadapi

masalah/konflik/stress/kecemasan. Bagaiamana klien dalam mengambil keputusan


(sendiri / dibantu)? Apakah ada perubahan dalam 6 bulan terakhir dalam

kehidupannya?

11. Pola nilai dan kepercayaan

Nilai-nilai keyakinan klien terhadap keyakinan klien terhadap sesuatu dan menjadi

sugesti yang amat kuat sehingga memengaruhi gaya hidup klien, dan berdampak

pada kesehatan klien. Termasuk, juga prakik ibadah yang dijalankan klien sebelum

sakit sampai saat sakit.

f. Pemeriksaan Fisik

Fokus pada sistem pernafasan (Paru):

Inspeksi: kaji adanya retraksi dada, permukaan dada, lesi, batuk kering sampai

dengan batuk sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah,

pembengkakan kelenjar limfe, takipneu, sesak nafas, pengembangan dada tidak

simetris.

Palpasi: kaji adanya nyeri tekan, vocal fremitus

Perkusi: kaji apakah suara sonor/ hiposonor/hipersonor

Auskultasi: kaji adakah suara nafas tambahan (ronchi basah, kering atau wheezing),

terdengar bunyi ronchi basah, kasar di daerah apeks paru.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Untuk diagnosa keperawatan pada pasien Tuberkulosis Paru diagnosa keperawatan

yang sering muncul pada penderita adalah sebagai berikut:

1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

a. Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk

mempertahankan bersihan jalan nafas

b. Batasan Karakteristik

1) Batuk yang tidak efektif

2) Dispnea

3) Gelisah

4) Kesulitan verbalisasi

5) Perubahan frekuensi napas

6) Ortopnea

7) Penurunan bunyi napas

8) Sianosis

9) Sputum dalam jumlah yang berlebihan

10) Suara napas tambahan

c. Faktor Yang Berhubungan

1) Lingkungan meliputi, perokok, perokok pasif, terpajan asap

2) Obstruksi jalan napas meliputi, adanya jalan naps buatan, eksudat dalam alveoli,

hyperplasia pada dinding bronkus, benda asing dalam jalan nafas, sekresi yang

tertahan, spasme jalan napas mucus berlebih.

3) Fisologis meliputi, asma, disfungsi neuromuscular, infeksi, jalan napas alergik.

2. Ketidakefektifan Pola Nafas

a. Definisi

Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat

b. Batasan Karakteristik

1) Bradipnea
2) Dyspnea

3) Fase ekspirasi memanjang

4) Penurunan kapasitas vital

5) Takipnea

6) Penurunan tekanan ekspirasi

7) Penurunan ventilasi semenit

8) Pernapasan bibir

9) Pernapasan cuping hidung

10) Ortopnea

c. Faktor Yang Berhubungan

1) Ansietas

2) Cedera medula spinalis

3) Hiperventilasi

4) Disfungsi neuromuscular

5) Nyeri

6) Obesitas

7) Sindrom hipoventilasi

8) keletihan

3. Gangguan Pertukaran Gas

a. Definisi

Kelebihan atau defisit oksigenasi dan/atau eleminasi karbondioksida pada membran

alveolar-kapiler.

b. Batasan Karakteristik

1) Diaphoresis
2) Dispnea

3) Gangguan penglihatan

4) Hiperkapnia

5) Hipoksemia

6) Napas cuping hidung

7) konfusi

c. Faktor Yang Berhubungan

1) Ketidakeimbangan ventilasi-perfusi

2) Perubahan membrane alveolar-kapiler

4. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan

a. Definisi

Ketidakmampuan mengidentifikasi, mengelola, dan/atau mencari bantuan

untuk mempertahankan kesehatan.

b. Batasan karakteristik

1) Ketidakmampuan bertanggung jawab untuk memenuhi praktik kesehatan

2) Kurang dukungan sosial

3) Kurang pengetahuan tentang praktik kesehatan dasar

4) Pola perilaku kurang mencari bantuan kesehatan

5) Tidak menunjukkan minat pada perbaikan perilaku sehat

6) Tidak menunjukkan perilaku adaptif terhadap perubahan lingkungan

c. Faktor yang berhubungan

1) Berduka tidak tuntas

2) Distress spiritual

3) Gangguan fungsi kognitif


4) Gangguan persepsi

5) Hambatan pengambilan keputusan

6) Penurunan keterampilan motorik halus

7) Penurunan keterampilan motorik kasar

8) Strategi koping tidak efektif

9) Sumberdaya tidak cukup (misalnya, finansial, sosial, pengetahuan)

10) Tugas pengembangan tidak tercapai

5. Resiko Infeksi

a. Definisi

Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat

mengganggu kesehatan

b. Batasan Karakteristik

1) Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen

2) Malnutrisi

3) Obesitas

4) Penyakit kronis

5) Prosedur invasive

6) Pertahanan tubuh primer tidak adekuat meliputi, gangguan integritas kulit,

gangguan peristaltis, merokok, stasis cairan tubuh.

7) Pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat meliputi, imunosupresi, leukopenia,

penurunan hemoglobin, supresi respons inflamasi


8) Pemajanan terhadap pathogen lingkungan meningkat Akan tetapi, dalam

penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan pada 1 diagnosa saja, yaitu: Perilaku

Kesehatan Cenderung Beresiko

6.) Kesiapan Meningkatkan Pengetahuan

a. Definisi

Suatu pola informasi kognitif yang berhubungan dengan topik spesifik atau

penguasaannya yang dapat diperkuat

b. Batasan Karakteristik

1.) Mengungkapkan minat untuk meningkatkan pembelajaran.

2.2.3 Intervensi

Intervensi adalah suatu perencanaan tindakan keperawatan yang akan diberikan

kepada pasien. Adapun rencana tindakan yang biasa diberikan kepada pasien tuberculosis

paru dengan Perilaku Kesehatan Cenderung Beresiko.

No. Diagnosa Noc Nic


Keperawatan
01. Kesiapan Tujuan: setelah dilakukan 1. Pendidikan
Meningkatkan tindakan keperawatan selama kesehatan :
Pengetahuan 14x24 jam pengetahuan klien 1) identifikasi faktor
baik, dengan kriteria hasil : internal atau
eksternal yang dapat
Pengetahuan promosi meningkatkan atau
kesehatan : mengurangi
1. perilaku yang motivasi untuk
meningkatkan berperilaku sehat
kesehatan dengan skor 2) tentukan
5 pengetahuan
2. pemeriksaan kesehatan kesehatan dan gaya
yang hidup perilaku saat
direkomendasikan ini pada individu,
dengan skor 5 keluarga atau
3. Risiko penyakit yang kelompok sasaran
diturunkan dengan 3) hindari penggunaan
skor 5 tekhnik dengan
menakut-nakuti
sebagai strategi
Pengetahuan Proses untuk memotivasi
penyakit : orang agar
mengubah perilaku
1. faktor-faktor penyebab kesehatan atau gaya
dan faktor hidup.
berkontribusi dengan 4) Targertkan sasaran
skor 5 pada kelompok
2. faktor risiko dengan berisiko tinggi dan
skor 5 rentang usia yang
3. tanda dan gejala akan mendapat
penyakit dengan skor 5 manfaat dari
4. tanda dan gejala pendidikan
komplikasi penyakit kesehatan
dengan skor 5 5) Pertimbangkan
5. efek psikososial riwayat individu
penyakit pada keluarga dalam konteks
dengan skor 5 personal dan riwayat
(pengetahuan sangat sosial budaya
banyak) individu, keluarga,
masyarakat
Keterangan : 6) Tentukan
pengetahuan
1. Tidak ada pengetahuan kesehatan dan gaya
2. Pengetahuan terbatas hidup perilaku saat
3. Pengetahuan sedang ini pada individu,
4. Pengetahuan banyak keluarga, atau
5. Pengetahuan sangat kelompok sasaran.
banyak 7) Bantu individu,
keluarga dan
masyarakat untuk
memperjelas
keyakinan dan nilai
– nilai kesehatan
8) Rumuskan tujuan
dalam program
pendidikan
kesehatan [tersebut]
9) Letakkan iklan yang
menarik ditempat
strategis untuk
mendapatkan
perhatian audiens.
10) Aplikasikan strategi
untuk meningkatkan
harga diri audiens
[yang menjadi]
sasaran
11) Ajarkan strategi
yang dapat
digunakan untuk
menolak perilaku
yang tidak sehat atau
berisiko daripada
memberikan saran
untuk menghindari
atau mengubah
perilaku
12) Berikan ceramah
untuk
menyampaikan
informasi dalam
jumlah besar [pada]
saat yang tepat
13) Manfaatkan sistem
dukungan sosial dan
keluarga untuk
meningkatkan
efektivitas gaya
hidup atau
modifikasi perilaku
kesehatan
14) Tekankan
pentingnya pola
makan yang sehat,
tidur, berolahraga,
dan lain lain bagi
individu, keluarga
dan kelompok yang
meneladani nilai dan
perilaku dari orang
lain.

2.2.4 Implementasi
1. Pengertian Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah di

tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,

mengobservasi respons klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data

yang baru. (Nikmatur & Walid, 2012)

2. Keterampilan yang Dibutuhkan dalam Pelaksanaan

1) Keterampilan Kognitif

Keterampilan kognitif mencakup pengetahuan keperawatan yang

menyeluruh. Pearwat harus mengetahui alas an untuk setiap intervensi terapeutik,


memahami respon fisologis, psikologis normal, dan abnormal, mampu

mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dan pemulangan klien, serta mengenali

aspek-aspek promotif kesehatan klien dan kebutuhan penyakit.

2) Keterampilan Interpersonal

Keterampilan interpersonal penting untuk tindakan keperawatan yang

efektif. Perawata harus berkomunikasi dengan jelas kepada klien, keluarganya, dan

anggota tim perawatan kesehatan lainnya. Perhatian dan rasa saling percaya

ditunjukkan ketika perawat berkomunikasi secara terbuka dan jujur. Penyuluhan dan

konseling harus dilakukan hingga tingkat pemahaman yang di inginkan dan sesuai

dengan pengharapan klien. Perawat juga harus sensitive pada respons emosional

klien terhadap penyakit dan pengobatan. Penggunaan keterampilan interpersonal

yang sesuai memungkinkan perawat mempunyai persiptif terhadap komunikasi

verbal dan nonverbal klien.

3) Keterampilan Psikomotor

Keterampilan psikomotor mencakup kebutuhan langsung terhadap

perawatan kepada klien, seperti perawatan luka, memberikan suntikan, melakukan

penghisapan lender, mengatur posisi, membantu klien memenuhi kebutuhan

aktivitas sehari-hari, dan lain-lain. Perawat mempunyai tanggung jawab professional

untuk mendapatkan keterampilan ini. Dalam halnya keterampilan baru, perawat

mengkaji tingkat kompetensi mereka dan memastikan bahwa klien mendapat

tindakan yang aman.

3. Faktor – faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan

1) Kemampuan intelektual, teknikal, dan interpersonal.

2) Kemampuan menilai data baru


3) Kreatifitas dan inovasi dalam membuat modifikasi rencana tindakan.

4) Penyesuaian selama berinteraksi dengan keluarga

5) Kemampuan mengambil keputusan dalam memodifikasi pelaksanaan.

6) Kemampuan untuk menjamin keamanan dan kenyamanan serta efektifitas

tindakan.

4. Tahap – tahap Pelaksanaan

1) Tahap persiapan

a. Review rencana tindakan keperawatan

b. Analisis pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan

c. Antisipasi komplikasi yang akan timbul

d. Mempersiapkan peralatan yang diperlukan (waktu, tenaga, alat ).

e. Mengidentifikasi aspek-aspek hokum dan etik.

f. Memerhatikan hak-hak pasien, antara lain sebagai berikut :

-) Hak atas pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan

kesehatan

-) Hak atas informasi

-) Hak untuk menentukan nasib sendiri

-) Hak atas second an opinion

2) Tahap pelaksanaan

a. Berfokus pada klien

b. Berorientasi pada tujuan dan kriteria hasil

c. Memperhatikan keamanan fisik dan psikologis klien

d. Kompeten

3) Tahap sesduah pelaksanaan


a. Menilai keberhasilan tindakan

b. Mendokumentasikan tindakan, yang meliputi :

a) Aktivitas/ tindakan perawat

b) Hasil/ respon pasien

c) Tanggal/ jam, nomor diagnosis keperawatan, tanda tangan.

Tabel 2.2 Format Pelaksanaan Tindakan

No. Diagnosis / Masalah Tanggal / Pukul Tindakan Paraf


Keperawatan

Pedoman Pengisian Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

1. Nomor Diagnosis Keperawatan/ Masalah Kolaboratif

Tuliskan nomor diagnosis keperawatan/ masalah kolaboratif sesuai dengan masalah yang

sudah teridentifikasi dalam format diagnosis keperawatan.

2. Tanggal/ Jam

Tuliskan tanggal, bulan, tahun, dan jam pelaksanaan tindakan kepearawatan.

3. Tindakan

a. Tuliskan nomor urut tindakan

b. Tindakan dtuliskan berdasarkan urutan pelaksanaan tindakan.

c. Tuliskan tin3dakan yang dilakukan beserta hasil/ respons pasien dengan jelas

d. Jangan lupa menuliskan nama/ jenis obat, dosis, cara memberikan, dan isntruksi medis

yang lain dengan jelas

e. Jangan menuliskan istilah sering, kecil, besar, atau istilah lain yang dapat menimbulkan

persepsi yang berbada atau masih menimbulkan pertanyaan. Contoh: “ memberi makan
lebih sering dari biasanya”. Lebih baik tuliskan pada jam berapa saja memberikan makan

dan dalam berapa porsi makanan diberikan.

f. Untuk tindakan pendidikan kesehatan, tulislah “melakukan penkes tentang….., laporan

penkes terlampir.

g. Bila Penkes dilakukan secara singkat, tulislah tindakan dan respons pasien setelah

pendidikan kesehatan dengan jelas.

4. Paraf

Tuliskan paraf dan nama terang.

2.2.5 Evaluasi

A. Pengertian Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien

(hasil yang di amati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dbuat pada tahap perencanaan.

(Nikmatur & Walid, 2012)

B. Tujuan Evaluasi

1. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan

2. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan

3. Meneruskan rencana tindakan keperawatan

C. Proses Evaluasi

1. Mengukur Pencapaian Tujuan

Tujuan dari aspek kognitif. Pengukuran perubahan kognitif dapat dilakukan dengan

dua cara :

a. Interview/ Tanya Jawab

a) Menanyakan kembali segala sesuatu yang telah dijelaskan oleh perawat untuk

mengklarifikasi pemahaman klien/ keluarga terhadap ini penting untuk menjamin


bahwa apa yang telah disampaikan benar-benar telah dipahami dengan baik dan

benar. Perawat sering menganggap bahwa ketika klien/ keluarga sudah paham,

padahal belum tentu. Bisa jadi karena klien takut untuk bertanya kembali atau

karena alasan yang lain klien seolah-olah memahami penjelasan perawat. Oleh

karena itu, perawat harus selalu menanyakan kembali segala sesuatu yang telah

dijelaskan sehingga pemahaman dan kesalahpahaman bisa diidentifikasi secara

langsung. Pertanyaan yang diajukan pada klien/ keluarga berpedoman pada tujuan

dan kriteria evaluasi yang telah ditetapkan.

b) Komprehentif

Pertanyaan komprehensif adalah pertanyaan yang diajukan berdasarkan

pemahaman klien terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya.

Contoh : ciri apa yang Anda rasakan ?

c) Aplikasi Fakta

Pertanyaan berdasarkan aplikasi fakta adalah pertanyan yang ditujukan

untuk mengidetifikais pemahaman klien pada tingkat apliaksi. Perawat mengajukan

beberapa situais atau kondisi yang mungkin terjadi pada klien dan kien diminta

untuk menentukan alternative pemecahan masalahnya. Contoh : apa yang akan Anda

lakukan bila ketika Anda berjalan, kemudian ada perasaan sesak.

b. Tulis

Teknik yang kedua digunakan untuk mnegukur pencapaian tujuan kognitif adalah

dengan mengajukan pertanyaan tertulis. Pertnayaan-pertanyaan ini sudah disiapkan

sebelumnya dan berdasarkan tujuan dan kriteria evaluasi yang telah ditetapkan. Teknik

evaluasi tertulis ini jarang digunakan untuk pendidikan kesehatan individual, umunya

digunakan untuk mengevaluasi tindkaan pendidikan kesehatan yang diberikan secara


berkelompok dengan topic yang sama sehingga dapat menghemat waktu. Tujuan aspek

efektif. Untuk mengukur pencapaian tujuan aspek afektif, dapat dilakukan dengan dua cara

a. Observasi

Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung terhadap

perubahan emosional klien : apakah klien telah kooperatif, apakah mekanisme

koping telah efektif.

b. Feed back dari Staf Kesehatan Lain

Umpan balik, masukan, dan pengamatan dari staf yang lain dapat juga

dipakai sebagai salah satu informasi tentang aspek afektif klien.

1) Psikomotor

Pengukuran perubahan aspek psikomotor dapat dilakukan melalui observasi

seacara langsung terhadap perubahan perilaku klien.

2) Perubahan Fungsi Tubuh

Perubahan fungsi tubuh merupakan komponen yang paling sering menjadi kriteria

evaluasi. Darai pengamatan dirumah sakit, pada umumnya dari daftar diagnosis

keperawatan yang ada kebanyakan bersifat fisik sehingga kriteria hasil yang ingin

dicapai mengacu pada aspek perubahan fungsi tubuh. Mengingat begitu banyaknya

aspek perubahan fungsi tubuh, untuk mengukur perubahannya dapat dilakukan

dengan tiga cara, antara lain :

a. Observasi

b. Interview

c. Pemeeriksaan fisik
2. Penentuan keputusan

a. Klien telah mencapai hasil yang telah ditentukan dalam tujuan. Kondisi ini dicapai

apabila semua data yang ditentukan dalam kriteria hasil sudah dipenuhi.

b. Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan. Kondisi ini dicapai

apabila sebagian saja dari kriteria hasil yang ditentukan terpenuhi.

c. Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan. Kondisi ini dtentukan

apabila hanya sebagian kecil atau tidak ada sama sekali dari kriteria hasil yang dapat

dipenuhi. Dapat juga terjadi kondisi klien semakin buruk sehingga timbul masalah

yang baru.

D. Macam Evaluasi

1. Evaluasi Proses (Formatif)

a. Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan

b. Berorientasi pada etiologi

c. Dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai

2. Evaluasi Hasil (Sumatif)

a. Evaluasi yang dilakukan setalah akhir tindakan keperawatan secara paripurna

b. Berorientasi pada masalah keperawatan

c. Menjelaskan keberhasilan/ ketidakberhasilan

d. Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu

yang ditetapkan.

Tabel 2.3 Format Evaluasi

Masalah Kep/ Tanggal / Jam Catatan Perkembangan Paraf


Kolaboratif
Pedoman pengisian format evaluasi/ catatan perkembangan

1. Masalah Keperawatan/ Masalah Keperawatan

Tulislah masalah keperawatan/ masalah kolaboratif (hanya problem saja).

2. Tanggal/ Jam

Tulislah tanggal, bulan, tahun, dan jam waktu evaluasi dilakukan

3. Catatan Perkembangan ( Menggunakan SOAP)

a. Tulislah adata perkembangan yang diperoleh dari catatan tindakan keperawatan

b. Tulislah data dalam kelompok data subjektif dan objektif (S-O)

c. Tulislah data perkembangan hanya data yang bersesuaian dengan kriteria hasil, jadi

jangan menuliskan data yang tidak perlu atau meniadakan data yang diperlukan

d. Tulislah masalah keperawatan/ kondisi masalah keperawatan/ kondisi masalah

kepearawatan dalam anilisa (A) untuk evaluasi proses. Contoh : nyeri akut/ nyeri akut

berkelanjut/ nyeri akut masih terjadi.

e. Tulislah dalam analisis (A) tujuan teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi untuk

evaluasi hasil

f. Bila ditemukan maslah yang baru, tuliskan masalah dalam bentuk diagnosis

keperawatan dengan formulasi yang tepat

g. Tulislah dalam perencanaan (P) nomor dari rencana tindakan keperawatan untuk

rencana tindakan yang dikehendaki untuk dilanjutkan/ dipertahankan atau dihentikan


h. Tuliskan rencana tindakan baru bila dikehendaki sebagimana teknik penulisan rencana

tindakan

i. Bila mneggunakan SOAPIE/ SOAPIER, tulislah pelaksanaan tindakan dalam item I/

Implementasi dan respons klien dituliskan dalam item E/ Evaluasi, kemudian tentukan

rencana berikutnya pada item R/ Reassessment.

4. Paraf

Tulislah paraf dan nama terang


2.3 Konsep Keluarga

2.3.1 Definisi Keluarga

Pengertian keluarga akan berbeda satu dengan yang lainnya, hal ini bergantung

kepada orientasi dan cara pandang yang digunakan seseorang dalam mendefinisikan. Salah

satunya adalah menurut UU No. 10 Tahun 1992 yang mendefinisikan keluarga adalah unit

terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri dan anaknya atau

ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. Secara umum keluarga terjadi jikalau ada :

a.) Ikatan atau persekutuan (perkawainan / kesepakatan)

b.) Hubungan (darah / adopsi / kesepakatan)

c.) Tinggal bersama dalam satu atap (serumah)

d.) Ada peran masing – masing anggota keluarga

e.) Ikatan emosional (setiadi, 2008)

2.3.2 Ciri – Ciri Keluarga

1. Menurut Robert Mac Iver dan Charles Horton

a. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.

b. Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan

perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.

c. Keluarga mempunyai suatu system tata nama (Nomen Clatur) termasuk

perhitungan garis keturunan.

d. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota – anggotanya

berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak.

e. Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga.

2. Ciri Keluarga Indonesia

a. Mempunyai ikatan yang sangat erat dengan dilandasi semangat gotong royong.
b. Dijiwai oleh nilai kebudayaan ketimuran

c. Umumnya dipimpin oleh suami meskipun proses pemutusan dilakukan secara

musyawarah. (Setiadi, 2008)

2.3.3 Tipe Keluarga

Pembagian tipe ini bergantung kepada konteks keilmuan dan orang yang

mengelompokkan. Di antaranya :

1. Secara Tradisional

Secara Tradisional keluarga dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah,

ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi keduanya.

b. Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota

keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek – nenek, paman -

bibi).

2. Secara Modern

Berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualisme maka

pengelompokan tipe keluarga selain di atas adalah :

a. Tradisional Nuclear

Keluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh

sanksi – sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat

bekerja diluar rumah.

b. Reconstituted Nuclear

Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami / istri,

tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak suami / istri, tinggal

dalam pembentukan satu rumah dengan anak – anaknya, baik itu bawaan dari
perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru, satu / keduanya dapat

bekerja diluar rumah.

c. Nidle Age / Aging Couple

Suami sebagai pencari uang, istri dirumah / kedua – duanya bekerja dirumah,

anak – anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah / perkawinan / meniti

karier.

d. Dyanic Nuclear

Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya

salah satu bekerja dirumah.

e. Single Parent

Satu orang tua akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak –

anaknya dapat tinggal dirumah atau diluar rumah.

f. Dual Carrier

Yaitu suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa anak.

g. Commuter Murried

Suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu.

Keduanya saling mencari pada waktu – waktu tertentu.

h. Single Adult

Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan

untuk kawin.

i. Three Generation

Yaitu tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.

j. Institutional

Yaitu anak – anak atau orang dewasa tinggal dalam satu panti.
k. Communal

Yaitu suatu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang monogamy dengan

anak – anaknya dan bersama – sama dalam penyediaan fasilitas.

l. Group Marrieage

Suatu perumahan yang terdiri dari orang tua dan keturunannya di dalam satu

kesatuan keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan yang lain dan semua

adalah orang tua dari anak – anak.

m. Unmarried Parent and Child

Yaitu ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya diadopsi.

n. Cohibing Coiple

Yaitu dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin.

o. Gay and Lesbian Family

Yaitu keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama.

Gambaran tentang bentuk keluarga di atas ini melukiskan banyaknya bentuk struktur

yang menonjol dalam keluarga saat ini, yang penting adalah keluarga harus dipahami

dalam konteksnya, label dan jenisnya hanya berfungsi hanya sebagai refrensi bagi

penataan kehidupan keluarga dan sebuah kerangka kerja. Setiap upaya perlu

memperhatikan keunikan dari setiap keluarganya. Untuk itu kalangan profesionalis dalam

bidang kesehatan yang melayani keluarga harus bersifat toleren dan sensitive terhadap

perbedaan gaya hidup keluarga. (Setiadi, 2008)

2.3.4 Struktur Keluarga

Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi

keluarga di masyarakat. Struktur keluarga terdiri dari bermacam – macam, diantaranya

adalah :
1. Patrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa

generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

2. Matrilineal

Adanya keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa

generasi dimana hubungan itu disusun melalui garis ibu.

3. Matrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

4. Patrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.

5. Keluarag Kawin

Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa

sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan

suami istri. (Setiadi, 2008).

2.3.5 Fungsi Pokok Keluarga

Secara umum fungsi keluarga adalah sebagai berikut :

a. Fungsi afektif, adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu

untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.

b. Fungsi sosialisasi, adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk

berkehidupan social sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang

lain diluar rumah.

c. Fungsi reproduksi, adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga

kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi, adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga

secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam

meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

e. Fungsi perawatan / pemeliharaan kesehatan, yaitu fungsi untuk mempertahankan

keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.

2.3.6 Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas dibidang

kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Freeman (1981) membagi 5 tugas keluarga

dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu :

1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga

3. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat membantu

dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.

4. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga.

5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluraga dan lembaga kesehatan

(memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada).

2.3.7 Peranan Keluarga

Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normative dari seorang dalam situasi

social tertentu agar dapat memenuhi harapan – harapan. Peran keluarga adalah tingkah

laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peranan

keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang

berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam
keluarga di dasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan

masyarakat.

Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing – masing, antara lain :

1. Ayah

Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai pencari nafkah,

pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota

keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok social tertentu.

2. Ibu

Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak anak, pelindung

keluarga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga dan juga sebagai

anggota masyarakat kelompok sosial tertent.

3. Anak

Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik,

mental, social dan spiritual.

2.3.8 Tahap Perkembangan Keluarga

Carter dan Mc Goldrick (1989). Membagi keluarga dalam 5 tahap perkembangan,

yaitu :

a. Keluarga antara (masa bebas / pacaran) dengan usia dewasa muda

b. Terbentuknya keluarga baru melalui suatu perkawinan

c. Keluarga dengan memiliki anak usia muda (anak usia bayi sampai sekolah)

d. Keluarga yang memiliki anak dewasa

e. Keluarga yang mulai melepas anaknya untuk keluar rumah

f. Keluarga lansia (Setiadi, 2008)

2.3.9 Keluarga Sejahtera


Keluarga yang dibentuk atas dasar perkawinan yang mampu memenuhi kebutuhan

hidup spiritual dan material yang layak. Berdasarkan kemampuan keluarga untuk

pemenuhan kebutuhan dasar, kebutuhan psikososial, kemampuan memenuhi ekonominya,

dan aktualisasinya di masyarakat, serta memperhatikan perkembangan Negara Indonesia

menuju Negara Industri, maka Negara Indonesia menginginkan terwujudnya keluarga

sejahtera. Di Indonesia keluarga dikelompokkan menjadi 5 tahap, yaitu :

1. Keluarga Pra Sejahtera

2. Keluarga Sejahtera 1

3. Keluarga Sejahtera 2

4. Keluarga Sejahtera 3

5. Keluarga sejahtera 3 Plus

2.3.10 Dukungan Sosial Keluarga

Dukungan social adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang

diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada

orang lain yang memperhatikan, menghargai, dan mencintainya.

Jenis dukungan keluarga ada 4, yaitu :

1. Dukungan Instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan

konkrit.

2. Dukungan Informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dann

disseminator (penyebar informasi).

3. Dukungan Penilaian, yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik,

membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan

validator identitas keluarga.


4. Dukungan Emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai

untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

(Setiadi, 2008).

Anda mungkin juga menyukai