PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang
dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan
struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah abnormalitas struktur makroskopis
jantung atau pembuluh darah besar intratoraks yang mempunyai fungsi pasti atau
potensial yang berarti. Kelainan ini merupakan kelainan kongenital yang paling sering
terjadi pada bayi baru lahir. Prevalensi penyakit jantung bawaan yang diterima secara
internasional adalah 0.8%, walaupun terdapat banyak variasi data yang terkumpul, secara
umum, prevalensi penyakit jantung bawaan masih diperdebatkan. (Ngastiyah, 2012).
Kelainan ini merupakan kelainan bawaan tersering pada anak, sekitar 8 – 10 dari
1000 kelahiran hidup. Penyakit Jantung Bawaan ini tidak selalu memberi gejala segera
setelah bayi lahir, tidak jarang kelainan tersebut baru ditemukan setelah pasien berumur
beberapa bulan atau bahkan ditemukan setelah pasien berumur beberapa tahun. Kelainan
ini bisa saja ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada anak tertentu, efek
dari kelainan ini begitu berat sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan bahkan sebelum
lahir. Dengan kecanggihan teknologi kedokteran di bidang diagnosis dan terapi, banyak
anak dengan kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat sampai dewasa
(Ngastiyah, 2012).
Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang
masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.
Penyakit Jantung Bawaan non sianotik terdiri dari defek septum ventrikel, defek septum
atrium, duktus arteriosus persisten, stenosis pulmonal, stenosis aorta dan koarktasio aorta.
Penyakit Jantung Bawaan sianotik terdiri dari tetralogi fallot dan transposisi arteri besar
(Ngastiyah, 2012).
Kelainan jantung bawaan dapat melibatkan katup – katup yang menghubungkan
ruang – ruang jantung, lubang di antara dua atau lebih ruang jantung, atau kesalahan
penghubung antara ruang jantung dengan arteri atau vena. Dalam diagnosa PJB,
perhatian utama ditujukan terhadap gejala klinis gangguan sistem kardiovaskular pada
masa neonatus. Indikasinya seperti sianosis sentral (kebiruan pada lidah, gusi, dan
mucosa buccal bukan pada ekstremitas dan perioral, terutama terjadi saat minum atau
menangis), penurunan perfusi perifer (tidak mau minum, pucat, dingin, dan berkeringat
disertai distress nafas), dan takipneu > 60x /menit (terjadi setelah beberapa hari atau
minggu, karena takipneu yang terjadi segera setelah lahir menunjukkan kelainan paru,
bukan PJB) (Manuaba, 2008).
Berdasarkan penjelasan di atas sehingga kelompok tertarik untuk melakukan
Asuhan Keperawatan pada An. R dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler : Penyakit
Jantung Bawaan di Ruang Akut Anak RSUP Dr.M.. Djamil Padang .
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan Asuhan Keperawatan pada An. R dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler : Penyakit Jantung Bawaan di Ruang Akut Anak RSUP Dr.M..
Djamil Padang .
2. Tujuan Khusus :
1) Mampu melakukan Pengkajian pada An.R dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler : Penyakit Jantung Bawaan
2) Mampu menegakkan Diagnosa keperawatan pada An.R dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler : Penyakit Jantung Bawaan
3) Mampu melakukan Intervensi Keperawatan pada An.R dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler : Penyakit Jantung Bawaan
4) Mampu melakukan Implementasi Keperawatan pada An.R dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler : Penyakit Jantung Bawaan
5) Mampu melakukan Evaluasi pada An.R dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler : Penyakit Jantung Bawaan
6) Mampu melakukan Dokumentasi pada An.R dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler : Penyakit Jantung Bawaan
BAB II
KONSEP TEORITIS
3. ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi Jantung
Jantung terdiri dari 4 ruangan. Atrium kiri dan kanan dibagian atas. Ventrikel
kiri dan kanan terletak dibagian bawah. Ventrikel kiri merupakan ruang yang
terbesar.katup jantung dapat membuka dan menutup sedemikian rupa sehingga darah
hanya dapat mengalir dalam satu arah. 4 katup tersebut yaitu: Katup tricuspid, katup
pulmonal, katupmitral dan katup aorta.
Darah dari tubuh masuk ke atrium kanan. Darah dalam tubuh mengandung
kadar Oksigen rendah dan harus menambah oksigen sebelum kembali ke dalam
tubuh. Darah dari atrium kanan masuk ke ventrikel kanan melalui katup tricuspid.
Darah kemudian dipompa oleh ventrikel kanan ke paru-paru melewati katup
pulmonal kemudian diteruskan oleh arteri pulmonal ke paru-paru untuk mengambil
oksigen. Darah yang sudah bersih yang kaya oksigen mengalir ke atrium kiri melalui
vena pulmonalis. Dari atrium kiri darah mengalir ke ventrikel kiri melewati katup
mitral. Ventrikel kiri kemudian memompa darah keseluruh tubuh melalui katup aorta
dan diteruskan oleh pembuluh aorta keseluruh tubuh.bersih Dari tubuh kemudian
darah yang dari tubuh dengan kadar oksigen yang rendah karena telah diambil oleh
sel-sel tubuh kembali ke atrium kanan dan begitu seterusnya.
Fisiologi Jantung
Peredaran darah didalam fetus (the fetal circulation) adalah berbeda dengan
yang sesudah lahir. Sirkulasi fetus mendapatkan oksigen dan nutrisi dari ibu melalui
placenta. Sirkulasi fetus juga mempunayi komunikasi yang penting (shunt) antara
kedua ruangan atas jantung dan pembuluh darah besar dekat jantung.
Konsekwensinya adalah kebanyakan tipe dari PJB dapat ditoleransi dengan baik
selama kehidupan fetus. Bahkan suatu bentuk PJB yang parah seperti hypoplasia
jantung kiri (yang mana seluruh jantung kiri tidak berkembang) dapat
dikompensasikan oleh sirkulasi fetus.
a. Sirkulasi Fetus
Tiga fitur utama dari sirkulasi fetus adalah :
1. Sirkulasi maternal (ibu) melalui placenta membawa oksigen dan nutrisi ke fetus
dan mengeluarkan karbon dioksida dari sirkulasi fetus.
2. Foramen ovale adalah sebuh lubang yang terletak di septum (dinding) antara
kedua ruangan atas jantung (atria kanan dan kiri). Foramen mengizinkan darah
mengalir melalui jalur samping (shunt) dari atrium kanan ke atrium kiri.
3. Jalur samping yang lain, ductus arteriosus, mengizinkan darah yang miskin
oksigen mengalir dari arteri pulmonary kedalam aorta dan melalui itu ke tubuh.
b. Sirkulasi sesudah kelahiran
Placenta sudah dikeluarkan dan paru-paru harus mengambil alih fungsi
oksigenisasi darah. Perubahan-perubahan utama sirkulasi terjadi setelah kelahiran.
Perubahan-perubahan ini termasuk :
· Sirkulasi maternal tidak dapat lagi membawa oksigen dan mengeluarkan karbon
dioksida dari sirkulasi bayi.
· Foramen ovale menutup dan tidak bertindak lagi sebagai jalur samping antara
kedua atria jantung.
· Ductus arteriosus menutup dan tidak lagi menyediakan komunikasi antara arteri
pulmonary dan aorta.
Tangisan pertama merupakan proses masuknya oksigen yang pertama kali ke
dalam paru. Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta penurunan
tahanan ekstravaskular paru dan peningkatan tekanan oksigen sehingga terjadi
vasodilatasi disertai penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis.
Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta peningkatan
saturasi oksigen sistemik. Perubahan selanjutnya terjadi peningkatan aliran darah ke
paru secara progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan di atrium kiri
sampai melebihi tekanan atrium kanan. Kondisi ini mengakibatkan penutupan
foramen ovale juga peningkatan tekanan ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan
serta penebalan sistem arteri sistemik. Peningkatan tekanan oksigen sistemik dan
perubahan sintesis serta metabolisme bahan vasoaktif prostaglandin mengakibatkan
kontraksi awal dan penutupan fungsional dari duktus arteriosus yang mengakibatkan
berlanjutnya penurunan tahanan arteri pulmonalis.
Pada neonatus aterm normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi pada
10-15 jam pertama kehidupan, lalu terjadi penutupan duktus arteriosus secara
fungsional setelah 72 jam postnatal. Kemudian disusul proses trombosis, proliferasi
intimal dan fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya terjadi penutupan
secara anatomis. Pada neonatus prematur, mekanisme penutupan duktus arteriosus
ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12 bulan.
Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik,
terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava inferior serta
penutupan duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan juga menurun sampai
dibawah tekanan atrium kiri. Hal ini mengakibatkan penutupan foramen ovale,
dengan demikian ventrikel kanan hanya mengalirkan darahnya ke arteri pulmonalis.
Peristiwa ini disusul penebalan dinding ventrikel kiri oleh karena menerima
beban tekanan lebih besar untuk menghadapi tekanan arteri sistemik. Sebaliknya
ventrikel kanan mengalami penipisan akibat penurunan beban tekanan untuk
menghadapi tekanan arteri pulmonalis yang mengalami penurunan ke angka normal.
Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus dan foramen ovale diawali
penutupan secara fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel dan
jaringan fibrous yang mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).
Tetap terbukanya duktus venosus pada waktu lahir mengakibatkan masking
effect terhadap total anomalous pulmonary venous connection dibawah difragma.
Tetap terbukanya foramen ovale pada waktu lahir mengakibatkan masking effect
terhadap kelainan obstruksi jantung kanan. Tetap terbukanya duktus arteriosus pada
waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap semua PJB dengan ductus
dependent sistemic dan ductus dependent pulmonary circulation.
Sekali ini terjadi, maka sirkulasi fetus menjadi suatu barang dari masa lalu dan
seluruh pengaruh dari berbagai kerusakan jantung genital dirasakan. Kerusakan-
kerusakan ini menjadi nyata, menyebabkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang dapat
didiagnosis. Perubahan-perubahan lebih jauh terjadi di sistim kardiovaskular selama
waktu bayi dan waktu anak-anak dan juga di hubungan tekanan antara ventricle
kanan dan ventricle kiri. Perubahan-perubahan ini membawa lebih banyak kasus-
kasus PJB ke permukaan
(Muttaqin, 2010).
4. PATOFISIOLOGI DAN WOC
Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi
ke daerah yang bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi ialah jantung kiri
sedangkan yang bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi paru
mempunyai tahanan yang rendah sedangkan sistem sirkulasi sistemik mempunyai
tahanan yang tinggi. Apabila terjadi hubungan antara rongga-rongga jantung yang
bertekanan tinggi dengan rongga-rongga jantung yang bertekanan rendah akan terjadi
aliran darah dari rongga jantung yang bertekanan tinggi ke rongga jantung yang
bertekanan rendah.
Sebagai contoh adanya defek pada sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran
darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Kejadian ini disebut pirau (shunt) kiri ke
kanan. Sebaliknya pada obstruksi arteri pulmonalis dan defek septum ventrikel
tekanan rongga jantung kanan akan lebih tinggi dari tekanan rongga jantung kiri
sehingga darah dari ventrikel kanan yang miskin akan oksigen mengalir melalui
defek tersebut ke ventrikel kiri yang kaya akan oksigen, keadaan ini disebut dengan
pirau (shunt) kanan ke kiri yang dapat berakibat kurangnya kadar oksigen pada
sirkulasi sistemik.
Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan sianosis. Kelainan jantung
bawaan pada umumnya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
Peningkatan kerja jantung, dengan gejala : kardiomegali, hipertrofi, Takhikardia.
Curah jantung yang rendah, dengan gejala : gangguan pertumbuhan,
intoleransi terhadap aktivitas.
Hipertensi pulmonal, dengan gejala : dispnea, takhipnea
Penurunan saturasi oksigen arteri, dengan gejala : polisitemia, asidosis, sianosis.
7. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Konsevatif
Restriksi cairan dan pemberian obat-obatan
furosemid (Lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan
diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular
Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah
penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah
endokarditis bakterial.
b. Pembedahan
Operasi penutupan defek
Pemotongan atau pengikatan duktus (dianjurkan saat berusia 5-10 tahun)
Obat vasodilator, obat antagonis kalsium untuk membantu pada pasien
dengan resistensi kapiler paru yang sangat tinggi dan tidak dapat dioperasi.
Pemotongan atau pengikatan duktus tanpa pembedahan dilakukan dengan
cara penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung.
Monitor nutrisi :
1. Timbang berat badan pasien
2. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
3. Monitor kecenderungan turun
dan naiknya berat badan
4. Identifikasi perubahan berat
badan terakhir
5. Monitor turgor kulit dan
mobilitas
6. Identifikasi abnormalitas kulit
7. Identifikasi adanya abnormalitas
rambut
8. Monitor adanya mual muntah
9. Monitor diet dan asupan kalori
10. Identifikasi perubahan nafsu
makan dan aktifitas akhir-akhir
ini
11. Monitor tipe dan banyaknya
latihan yang biasa dilakukan
12. Tentukan pola makan
13. Monitor adanya pucat
14. Identifikasi adanya
ketidaknormalan kuku
15. Lakukan evaluasi menelan
16. Identifikasi adanya
ketidaknormalan dalam rongga
mulut
17. Tentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi asupan nutrisi
Manajemen cairan
1. Timbang berat badan setiap hari
dan monitor status pasien
2. Hitung atau timbang popok
dengan baik
3. Jaga intake/asupan yang akurat
dan catat output
4. Monitor status hidrasi
5. Monitor hasil laboratorium
6. Monitor tanda-tanda vital pasien
7. Monitor perubahan berat badan
pasien sebelum dan setelah
dialisis
8. Monitor makanan/cairan yang
dikonsumsi dan hitung asupan
kalori harian
9. Berikan terapi IV seperti yang
ditentukan
10. Monitor status gizi
11. Berikan cairan dengan tepat
12. Berikan diuretik yang
diresepkan
13. Tingkatkan asupan oral
14. Distribusikan asupan cairan
selama 24 jam
15. Dukung pasien dan keluarga
untuk membantu dalam
pemberian makan dengan baik
16. Tawari makanan ringan
Manajemen elektrolit/cairan
1. Monitor perubahan status paru
atau jantung yang menunjukkan
kelebihan cairan atau dehidrasi
2. Pantau adanya tanda dan gejala
overhidrasi yang memburuk
atau dehidrasi
3. Dapatkan spesimen
laboratorium untuk pemantauan
perubahan cairan atau elektrolit
4. Timbang berat badan harian dan
pantau gejala
5. Berikan cairan yang sesuai
6. Tingkatkan intake/asupan cairan
per oral
7. Jaga infus intravena yang tepat,
8. Pastikan bahwa larutan IV yang
mengandung elektrolit diberikan
dengan aliran yang konstan dan
sesuai
9. Jaga pencatatan intake/asupan
dan output yang akurat
10. Pantau adanya tanda dan gejala
retensi cairan
11. Batasi cairan yang sesuai
12. Monitor tanda-tanda vital yang
sesuai
Monitor kehilangan cairan
BAB III
PENGKAJIAN ANAK
I. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
4. Agama : Islam
5. Pendidikan :-
Ayah Ibu
penghasilan
Pasien bernama An. R usia 1 bulan 9 hari di bawa ke RS. Dr. M.Djamil Padang pada
tanggal 24 Oktober 2018 dengan diagnosa medic PJB. Pasien rujukan dari RSUD
Lubuk sikaping. Dengan keluhan sesak nafas sejak 17 hari yang lalu.
D. Riwayat Alergi
E. Riwayat Kesehatan
An. R usia 1 bulan 9 hari dirawat diruang rawat inap anak HCU pada tanggal 24
Oktober 2018 dengan diagnose medis PJB. Keluarga mengatakan pasien sesak nafas
sejak 17 hari yang lalu. Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 29 Oktober
2018 jam 16.00 keluarga mengatakan pasien masih sesak nafas, keluarga juga
mengatakan sesak nafas bertambah saat menangis dan menyusu. Kondisi umum,
klien terpasang O2, klien tampak sesak nafas. TTV didapatkan suhu: 36,1 ˚c, nadi:
133 x/m, RR: 45x/m. Dengan hasil EKG sinus takikardi, EVH, RVH
Ny. M mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang mengidap penyakit PJB
An. R pernah dirawat di RSUD Lubuk Sikaping pada umur 7 hari selama 4 hari
F. Riwayat Kehamilan
1. Prenatal
Ny. M pada sat hamil An. R teratur melakukan pemeriksaan kehamilan. Pada saat
2. Intranatal
Ny. M melahirkan di RSUD Lubuk Sikaping dengan jenis persalinan Caesar dan
G. Pemeriksaan Fisik
2. Tanda-Tanda Vital
Suhu : 36,5˚C
HR : 133 x/m
RR : 55 x/m
LK : 34 cm
BB : 2,7 Kg
PB : 49 cm
3. Sirkulasi
Akral : Hangat
4. Neurologi
GCS : E4 M6 V5
5. Kepala
6. Dada
7. Paru
Inspeksi : Normochest, retraksi (+)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : VBS ki=ka, ronkhi (-), whezzing (-), basah halus nyaring
+/+
8. Jantung
9. Abdomen
Perkusi : Tympani
10. Eliminasi
Defekasi : Anus
11. Integumen
Balance Cairan
(IVFD+oral) – (urine+IWL)
= (192+210) – (340-180)
= -46
1. Laboratorium
Eritrosit : 2,8
Hematokrit : 28%
Retukolosit : 1,7%
MCV : 99 Fl
MCH : 33 pg
MCHC : 33%
29 Oktober 2018
Kalsium : 7,7
Natrium : 139
Kalium : 3,4
2. lain-lain
RI Thorak
EKG
menyusui
menciut-ciut
liter
TTV
Suhu : 36,5˚C
HR : 133 x/m
RR : 55 x/m
liter
TTV
Suhu : 36,5˚C
HR : 133 x/m
RR : 55 x/m
TTV Tubuh
RR : 55 x/m
BB awal: 2,7 Kg Ketidak seimbangan
Urine: 340
IWL: 180
Monitor nutrisi :
18. Timbang berat badan pasien
19. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
20. Monitor kecenderungan turun
dan naiknya berat badan
21. Identifikasi perubahan berat
badan terakhir
22. Monitor turgor kulit dan
mobilitas
23. Identifikasi abnormalitas kulit
24. Identifikasi adanya abnormalitas
rambut
25. Monitor adanya mual muntah
26. Monitor diet dan asupan kalori
27. Identifikasi perubahan nafsu
makan dan aktifitas akhir-akhir
ini
28. Monitor tipe dan banyaknya
latihan yang biasa dilakukan
29. Tentukan pola makan
30. Monitor adanya pucat
31. Identifikasi adanya
ketidaknormalan kuku
32. Lakukan evaluasi menelan
33. Identifikasi adanya
ketidaknormalan dalam rongga
mulut
34. Tentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi asupan nutrisi
Manajemen cairan
17. Timbang berat badan setiap hari
dan monitor status pasien
18. Hitung atau timbang popok
dengan baik
19. Jaga intake/asupan yang akurat
dan catat output
20. Monitor status hidrasi
21. Monitor hasil laboratorium
22. Monitor tanda-tanda vital pasien
23. Monitor perubahan berat badan
pasien sebelum dan setelah
dialisis
24. Monitor makanan/cairan yang
dikonsumsi dan hitung asupan
kalori harian
25. Berikan terapi IV seperti yang
ditentukan
26. Monitor status gizi
27. Berikan cairan dengan tepat
28. Berikan diuretik yang
diresepkan
29. Tingkatkan asupan oral
30. Distribusikan asupan cairan
selama 24 jam
31. Dukung pasien dan keluarga
untuk membantu dalam
pemberian makan dengan baik
32. Tawari makanan ringan
Manajemen elektrolit/cairan
13. Monitor perubahan status paru
atau jantung yang menunjukkan
kelebihan cairan atau dehidrasi
14. Pantau adanya tanda dan gejala
overhidrasi yang memburuk
atau dehidrasi
15. Dapatkan spesimen
laboratorium untuk pemantauan
perubahan cairan atau elektrolit
16. Timbang berat badan harian dan
pantau gejala
17. Berikan cairan yang sesuai
18. Tingkatkan intake/asupan cairan
per oral
19. Jaga infus intravena yang tepat,
20. Pastikan bahwa larutan IV yang
mengandung elektrolit diberikan
dengan aliran yang konstan dan
sesuai
21. Jaga pencatatan intake/asupan
dan output yang akurat
22. Pantau adanya tanda dan gejala
retensi cairan
23. Batasi cairan yang sesuai
24. Monitor tanda-tanda vital yang
sesuai
Monitor kehilangan cairan
A: ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
P: masalah belum teratasi
Intervensi dilanjutkan
-kolaborasi dalam
pemberian trapi
Pantau intake dan output
Rabu/31-10- Penurunan curah Memantau status S : keluarga mengatakan MHS
2018 jantung hemodinamika klien masih lemah ,nafas
15.00 Memantau sesak
kehilangan cairan O: klien tampak lemah
(mual muntah, Klien tampak sesak nafas
diare) Klien tampak berada
Memantau status dalam inkubator
pernapasan Klien terpasang O2 1 Liter
Memberikan obat nasal kanul
sesuai resep HR: 129x/i
Memberikan obat RR: 50x/i
melalui NGT Suhu: 36,5’C
Memonitor status A:Penurunan curah
cairan jantung
A. H. Markum. 2009. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Balai Penerbit
Dyah, 2012. Perkembangan pada Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan Sianotik dan
Non-sianotik. Jakarta: EGC
Herdman, T.H (2018). NANDA International Nursing Diagnoses: Definition & Classification
2018-2020. Jakarta: EGC
Ontoseno, 2009. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Jantung pada Anak. Jakarta: EGC