Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai lahan pertanian yang sangat luas,
namun dengan berjalannya waktu luas lahan tersebut mulai berkurang. Menurunnya jumlah
lahan pertanian dari tahun ke tahun ini disebabkan oleh pengalihfungsian lahan pertanian
menjadi non pertanian. BPS (2015) menyatakan bahwa secara nasional konversi lahan
pertanian dapat mencapai 100 ribu hingga 110 ribu hektar per tahun.
Sementara itu, jumlah penduduk terus meningkat setiap tahunnya sehingga kebutuhan
akan pangan secara langsung juga akan meningkat. Ketidakseimbangan antara luas lahan
pertanian yang semakin sempit dan meningkatnya kebutuhan pangan menyebabkan beberapa
masalah, utamanya adalah tidak mampu mencukupi kebutuhan pangan. Dalam keadaan
seperti ini dibutuhkan teknik dan inovasi untuk mengatasi hal tersebut, diantaranya dengan
menerapkan sistem pertanian secara vertikultur yang mana mampu memanfaatkan lahan
sempit seefisien mungkin. Oleh sebab itu, maka pengetahuan, pemahaman sekaligus
penerapan sistem pertanian secara vertikultur perlu dilakukan.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui pertumbuhan kankung darat pada sistem Vertikultur
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Vertikultur

Vertikultur merupakan bentuk budidaya tanaman masa depan di perkotaan, yang


mana mengintegrasikan pertanian dalam ruang yang inovatif. Vertikultur ini dilakukan
dengan menumpuk beberapa tingkat media penanaman dalam satu lokasi (Gruner et al,
2013). Vertikultur merupakan metode yang digunakan untuk memaksimalkan penggunaan
lahan budidaya (Pongarrang dkk, 2013).
Rizal dan Yossita (2015) menyatakan lahan yang sempit seperti pekarangan dapat
dikelola dengan baik sehingga mendapatkan manfaat serta keuntungan yang besar dengan
memperhatikan tata letak sesuai dengan pemilihan komoditas. Komoditas-komoditas tersebut
seperti sayuran, tanaman rempah, obat, buah yang disesuaikan lokasi setempat, serta sumber
pangan lokal. Pemilihan komoditas ditentukan dengan mempertimbangkan kebutuhan
pangan, diversifikasi pangan berbasis lokal serta kemungkinan pengembangan secara
komersial.
Sementara itu, Desiliyarni, dkk (2003) menyatakan bahwa pemilihan jenis tanaman
tergantung kepada besar tajuk tanaman, kebutuhan sinar matahari, dan wadah yang
digunakan untuk penanaman. Apabila mengkombinasikan beberapa tanaman menjadi satu
unit, tanaman yang bertajuk lebar dan membutuhkan sinar matahari lebih banyak diletakkan
paling atas. Jenis tanaman yang dibudidayakan pada dasarnya juga tidak terbatas, namun
umumnya tanaman jenis sayur lebih mudah dikelola dan lebih cepat panen.
Mahdavi, et al (2012) menyatakan bahwa sistem vertikultur memiliki beberapa
keuntungan yakni lebih ekonomis dalam penggunaan air dan nutrisi, proses pemanenan yang
mudah serta biaya tenaga kerja dapat berkurang. Selain itu Wong, et al (2010) menyatakan
bahwa sistem budidaya vertikal (vertikultur) dapat mengurangi energi yang digunakan untuk
pendingin sekitar 23% dan kipas angin sebesar 20% sehingga konsumsi energi tahunan dapat
dikurangi sebesar 8%. Hal tersebut disebabkan panas dari energi matahari yang masuk ke
dalam rumah atau bangunan dihalangi atau dinaungi oleh tanaman.
Bentuk atau jenis vertikultur sangat beragam, tergantung jenis tanaman yang
digunakan, luasan lahan, dan banyaknya dana yang dimiliki. Menurut, Sutarminingsih (2003)
menyebutkan bahwa bentuk vertikultur dibagi menjadi empat yakni disusun secara vertikal,
horizontal, digantung, maupun pot susun. Nugrahini (2013) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa penanaman vertikultur baik menggunakan bentuk vertikal ataupun horizontal tidak
berpengaruh secara nyata, hal ini disebabkan kedua bentuk vertikultur tersebut dapat
menggunakan faktor-faktor pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti pemanfaatan
cahaya matahari dan sirkulasi udara secara optimal.
Penerapan sistem verikultur perlu memperhatikan beberapa faktor, salah satunya jarak
tanam. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nirwana, dkk (2013) terdapat pengaruh yang
nyata terhadap perlakuan populasi tanaman yang dibudidayakan secara vertikultur, populasi 4
tanaman per paralon menunjukkan hasil terbaik pada semua parameter termasuk bobot buah
yang dipanen. Hal ini disebabkan oleh kepadatan populasi tanaman, terjadinya kepadatan
akan memicu adanya persaingan antar tanaman sehingga semakin rapat populasi tanaman
semakin menurun bobot buah yang dihasilkan.
Sistem irigasi pada budidaya vertikultur juga perlu diperhatikan. Keeratiurai (2013)
dalam penelitiannya membandingkan dua sistem irigasi yang tepat digunakan untuk budidaya
secara vertikal atau vertikultur, hasilnya sistem irigasi drip lebih baik daripada sistem irigasi
sprinkler. Sistem irigasi drip memiliki kelebihan yakni efisiensi penyiraman yang tinggi,
memerlukan tekanan air yang rendah, menghemat air dan mampu menghasilkan produksi
lebih tinggi.
Selain jarak tanam dan irigasi, pemupukan juga harus diperhatikan. Wartapa, dkk
(2010) menyatakan dalam penelitiannya bahwa secara umum fase pertumbuhan vegetatif
pengaruh perlakuan pupuk tidak nyata, akan tetapi pada fase generatif pengaruh perlakuan
pemberian pupuk adalah nyata. Sehingga pupuk yang diberikan harus sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan tanaman.

2.2. Klasifikasi Tanaman Kankung


Kingdom :Plantae
Divisio :Spermatophyta
Sub Divisio :Angiospermae
Kelas :Dicotyledoneae
Ordo :Convolvulales
Famili :Convolvulacae
Genus :Ipomoea
Spesies : Ipomoea aquatica.
Kangkung merupakan tanaman menetap yang dapat tumbuh lebih dari satu tahun.
Tanaman kangkung memiliki sistem perakaran tunggang dan cabang-cabangnya akar
menyebar kesemua arah, dapat menembus tanah sampai kedalaman 60 hingga 100 cm, dan
melebar secara mendatar pada radius 150 cm atau lebih, terutama pada jenis kangkung air
Batang kangkung bulat dan berlubang, berbuku-buku, banyak mengandung air (herbacious)
dari buku-bukunya mudah sekali keluar akar. Memiliki percabangan yang banyak dan setelah
tumbuh lama batangnya akan merayap (menjalar). Kangkung memiliki tangkai daun melekat
pada buku-buku batang dan di ketiak daunnya terdapat mata tunas yang dapat tumbuh
menjadi percabangan baru. Bentuk daun umumnya runcing ataupun tumpul, permukaan daun
sebelah atas berwarna hijau tua, dan permukaan daun bagian bawah berwarna hijau muda.
Selama fase pertumbuhanya tanaman kangkung dapat berbunga, berbuah, dan berbiji
terutama jenis kangkung darat. Bentuk bunga kangkung umumnya berbentuk “terompet” dan
daun mahkota bunga berwarna putih atau merah lembayung . Buah kangkung berbentuk bulat
telur yang didalamnya berisi tiga butir biji. Bentuk buah kangkung seperti melekat dengan
bijinya. Warna buah hitam jika sudah tua dan hijau ketika muda. Buah kangkung berukuran
kecil sekitar 10 mm, dan umur buah kangkung tidak lama. Bentuk biji kangkung bersegi-segi
atau tegak bulat. Berwarna cokelat atau kehitam-hitaman, dan termasuk biji berkeping dua.
Pada jenis kangkung darat biji kangkung berfungsi sebagai alat perbanyakan tanaman secara
generative.
BAB 3
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 07 Maret 2015 pukul 13.00 – 15.00
WIB di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Negri Gorontalo.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
1. Pipa paralon
2. palu
3. paku
4. gergaji
5. kayu (sebagai rangka)

3.2.2 Bahan

1. Benih kangkung
2. Tanah
3. Pupuk organik

3.3 Cara Kerja


1. Menyiapkan bangunan vertikultur dari bahan-bahan yang telah disediakan.
2. Mengisi bangunan vertikultur yang telah dibuat dengan campuran media yang ada,
3. Menanam bibit atau benih ke dalam bangunan vertikultur secara perlahan, dan
mengusahakan bibit atau benih tidak rusak.
4. Melakukan pengamatan secara teratur.
5. Mengamati pertumbuhan tanamannya sesuai parameter pengamatan.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil

Dalam praktikum budidaya tanaman kankung darat sistem vertikultur diperoleh hasil

pengamatan tau pengukuran tanaman sebagai berikut :

Tabel 1. Jumlah rata – rata tinggi tanaman dan Jumlah daun

WAKTU PENGAMATAN RATA –RATA TINGGI RATA – RATA JUMLAH


TANAMAN DAUN
15/11/2018 2,8 cm 2 helai
22/11/2018 6,9 cm 4 helai
29/11/2018 14,5 cm 13 helai

4.2. Pembahasan
Berdasarkan data hasil pengamatan sebagian besar dari semua tanaman pada semua
parameter mengalami pertumbuhan yang baik, hal ini ditunjukkan oleh peningkatan baik dari
tanggal 15 sampai 29 November tanaman mengalami peningkatan. Pertumbuhan yang baik
ini diduga disebabkan oleh pupuk organik yang diaplikasikan pada tanaman. (2005 Novizan)
menyatakan bahwa pupuk organik memiliki daya larut yang tinggi sehingga akan
memudahkan dalam aplikasi pupuk. Pupuk berdaya larut tinggi memungkinkan seluruh unsur
hara yang dikandung oleh pupuk daun dapat sampai dan diserap oleh permukaan daun
sehingga proses pertumbuhan tanaman dapat berlangsung dengan baik.
Sementara tak dapat di pungkiri beberapa tanaman pada parameter tertentu
mengalami penurunan. Penurunan tersebut diduga terjadi karena kurang ketelitian dari
praktikan saat melakukan perawatan.
BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari data diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa untuk vertikultur ini sangat
bermanfaat terutama bagi orang yang tidak memiliki lahan karena untuk vertikultur ini
memilki keuntungan yaitu dapat di lakukan di mana saja karena tidak mesti memerlukan
lahan yang luas, perawatan nya pun tidak terlalu sulit

SARAN
Sebaiknya harus di terapkan di masyarakat agar sebagai solusi bagi masyarakat yang
memilki kendala lahan.
DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2015. Proyeksi Penduduk Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk 2010. [Serial Online].
http://www.bps.go.id/webbeta/frontend/ diakses pada tanggal 5 Maret 2015.

Desiliyarni, T., Y. Astuti, F. Fauzi, dan J. Endah H. 2003. Vertikultur Teknik Bertanam di
Lahan Sempit. Jakarta : AgroMedia Pustaka.

Gruner, Richard L., D. Orazi, dan D. Power. 2013. Global Versus Local: An Exploration on
How Vertical Farms Can Lead the Way to More Sustainable Supply Chains. IEEE
Engineering Management Review, 41(2): 23-29.

https://mukegile08.wordpress.com/2011/06/06/morfologi-dan-klasifikasi-tanaman-
kangkung/\

Keeratiurai, Prayong. 2013. Comparison of Drip and Sprinkler Irrigation System for The
Cultivation Plants Vertically. Agricultural and Biological Science, 8(11): 740-744.

Mahdavi, S., M. Kafi, R. Naderi, dan T. S. Taghavi. 2012. Vertical Mobile Planting System
Consistent with the Pattern of Solar Radiation and Effects of System on Light Exposure
and Growth of Gerbera Cut Flowers (Gerbera jamesonii cv. Antibes), in Greenhouse
Culture. Agricultural Technology, 8(4): 1461-1468.

Nirwana, V. M., I. R. Sastrahidayat, dan A. Muhibuddin. 2013. Pengaruh Populasi Tanaman


terhadap Hama dan Penyakit Tanaman Tomat yang Dibudidayakan secara Vertikultur.
HPT, 1(4): 67-79.

Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta : AgroMedia Pustaka.

Nugrahini, T. Pengaruh Pemberian Pupuk Guano terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Selada (Lactuca sativa L.) pada Dua Metode Vertikultur. Dinamika Pertanian, 28(3) :
211-216.

Pongarrang, D., A. Rahman, dan W. Iba. 2013. Pengaruh Jarak Tanam dan Bobot Bibit
Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Menggunakan Metode
Vertikultur. Mina Laut Indonesia, 3(12) : 94-112.

Rizal, M. dan Yossita Fiana. 2015. Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran dan TOGA di
Perkotaan dan Perdesaan pada Kawasan Rumah Pangan Lestari dalam Mendukung
Ketahanan Pangan di Kalimantan Timur. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon, 1(2): 324-
329.

Sutarminingsih, Lilies. 2003. Vertikultur Pola Bertanam secara Vertikal. Yogyakarta :


Kanisius.

Wartapa, A., S. Sugihartiningsih, S. Astuti, dan Sukadi. 2010. Pengaruh Jenis Pupuk dan
Tanaman Antagonis terhadap Hasil Cabe Rawit (Capsicum frutencens) Budidaya
Vertikultur. Ilmu-Ilmu Pertanian, 6(2): 142-156.
Wong, N. H., Alex Y. K. Tan, Yu Chen, Kannagi Sekar, Puay Y. Tan, Derek Chan, Kelly
Chiang, dan Ngian C. Wong. 2010. Thermal Evaluation of Vertical Greenery Systems
for Building Walls. Building and Environment, 45 : 663–672.

Anda mungkin juga menyukai