Anda di halaman 1dari 10

Sand Dune (Gumuk Pasir)

Oleh: Ma’ariq Badrutamam S./ 26020216120023/ Ose A

Pendahuluan
Sedimentologi adalah studi tentang proses-proses pembentukan, transportasi
dan pengendapan material yang terakumulasi sebagai sedimen di dalam
lingkungan kontinen dan laut hingga membentuk batuan sedimen. Sedimen atau
endapan merupakan hasil dari proses sedimentasi yang berupa pecahan batuan,
mineral atau material organik yang di transportasikan dan diendapkan melalui
media angin, air maupun es. Sedimentasi adalah proses pembentukan sedimen
yang diakibatkan oleh pengendapan material pembentuk pada suatu lingkungan
pengendapan. Lingkungan pengendapan dalam proses sedimentasi terbagi
menjadi Lingkungan pengendapan Darat (Danau, sungai), Transisi (Delta,
Estuari), dan Laut.
Pembentukan tubuh sedimen termasuk transportasi partikel ke tempat
pengendapan baik oleh gravitasi, air, udara, es, aliran masa atau kimia atau proses
tumbuh material biologi pada tempat tersebut. Proses transportasi dan
pengendapan dapat ditentukan dengan melihat masing – masing lapisan sedimen.
Ukuran, bentuk, dan distribusi partikel memberikan petunjuk bagaimana material
tertransport dan terendapkan, sehingga karakteristik sedimen dapat diketahui
berdasarkan media transportnya. Media transport sedimen yang paling
mempengaruhi karakteristiknya yaitu media air dan angin.
Mekanisme pengangkutan sedimen oleh air dan angin sangatlah berbeda.
Pertama, karena berat jenis angin relatif lebih kecil dari air maka angin sangat
susah mengangkut sedimen yang ukurannya sangat besar. Besar maksimum dari
ukuran sedimen yang mampu terangkut oleh angin umumnya sebesar ukuran
pasir. Kedua, karena sistem yang ada pada angin bukanlah sistem yang terbatasi
(confined) seperti layaknya channel atau sungai maka sedimen cenderung tersebar
di daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju atmosfer.
Pembahasan
Angin merupakan suatu udara yang dapat membawa suatu material dari
daerah satu kedaerah lainnya. Material yang telah dibawa tersebut dapat
menumpuk dan akan membentuk suatu gundukan yang lama-lama akan
menghasilkan suatu endapan. Endapan tersebut biasanya disebut sebagai sedimen.
Sedimen hasil pengendapan oleh angin disebut sedimen aeolis. Hembusan angin
juga bisa mengangkut material debu, pasir, bahkan bahan material yang lebih
besar. Makin kuat hembusan itu, makin besar pula daya angkutnya. Peristiwa ini
disebut dengan disintegrasi yang prosesnya dapat terjadi secara fisika maupun
kimia. Sebagai akibat proses tersebut adalah terbentuknya butiran tanah dengan
berbagai macam sifat yang berbeda, tergantung dari keadaan iklim, topografi,
jenis batuan, waktu dan organisme. Sedimentasi oleh angin banyak terjadi di
gurun pasir. Karakteristik hasil pengendapan oleh angin dapat berupa gumuk pasir
(sand dune), Gumuk pasir terjadi bila terjadi akumulasi pasir yang cukup banyak
dan tiupan angin yang kuat. Angin mengangkut dan mengedapkan pasir di suatu
tempat secara bertahap sehingga terbentuk timbunan pasir yang disebut gumuk
pasir. Gumukan pasir tersebut terbawa oleh angin setelah beberapa tahun sehingga
menyebabkan suatu sedimentasi yang berada di daerah gurun atau pantai.

Gambar 1. Mekanisme Terbentuknya Sand Dune


Source: Google.com

Bukit pasir yang terdapat di gurun dan tepi pantai adalah suatu pengendapan
dari material-material yang diangkut oleh angin. Angin berhembus di atas lahan
mengangkat debu dan pasir kemudian membawanya sampai jarak yang jauh.
Kapasitas angin untuk mentransportasikan material dibatasi oleh densitas rendah
dari udara, perbedaan densitas antara media dan material berpengaruh terhadap
keefektifan media dalam menggerakkan sedimen. Materi utama gumuk pasir pada
umumnya berasal dari endapan daerah pedalaman (daratan), yang dibawa oleh
sungai-sungai yang bermuara di sekitar pantai. Material pasir inilah yang akan
membentuk dataran alluvial pantai. Darmawijaya (1992) menyatakan bahwa tanah
bukit (gumuk) pasir dapat berasal dari materi abu vulkanik yang dibawa angin dan
diendapkan di suatu tempat. Gaya ombak laut memilih pasir ringan, untuk
kemudian dibawa ke arah daratan, sementara pasir yang lebih berat terendapkan di
sepanjang garis pantai membentuk dataran alluvial pantai. Pasir yang kering
selanjutnya diterbangkan angin ke arah daratan dan diendapkan di tempat yang
bervegetasi sebagai penumpu sehingga terbentuklah deretan bukit pasir. Gumuk
pasir ini akan membentuk formasi spesifik yang menempati areal sampai ratusan
hektar.
Marsh (1991) menyatakan bahwa pada kebanyakan daerah pantai,
pembentukan gumuk pasir dimulai pada areal arus pasang terjauh (backshore)
yang diikuti dengan pembentukan punggung bukit pasir rendah yang berderet
sejajar garis pantai, dan pada pertumbuhan selanjutnya tiupan angin pada titik area
tertentu akan membawa pasir ini menuju daratan. Gumuk pasir ini akan tumbuh
dan bergerak menuju daratan, bukan saja bertambah panjang tetapi juga akan
bertambah tebal sejalan dengan bertambahnya deposit pasir. Oleh karena itu setiap
rencana pemanfaatan kawasan gumuk pasir ini disarankan untuk menyesuaikan
dengan kondisi ekologi yang ada. Selanjutnya Marsh (1991) menyatakan bahwa
gumuk pasir memiliki pesona untuk dikembangkan menjadi tempat peristiratahan
atau pengembangan bagi kepentingan rekreasi lain yang dapat menyajikan
pemandangan vista yang terbuka, tetapi gumuk pasir ini juga memperlihatkan
tingkat kesulitan dalam pengelolaannya. Lebih tegas McHarg (1992) membagi
kawasan gumuk pasir pantai menjadi beberapa bagian yaitu gumuk pasir primer
(primary dunes), lembah gumuk (through area), gumuk pasir sekunder (secon-
dary dunes), dan area dibalik gumuk (backdunes). Gumuk pasir primer
merupakan area yang tidak toleran bagi pemanfaatan lahan, area ini murni
terlarang untuk dimanfaatkan, lembah gumuk merupakan area yang lebih toleran,
pengembangan dan pembangunan ornamen – ornamen tertentu dapat dilakukan,
gumuk pasir sekunder juga merupakan area yang tidak toleran untuk dimanfaat-
kan dan dikembangkan, dan area di balik gumuk yang merupakan area yang dapat
dimanfaatkan dan dikembangkan.

Gambar 2. Macam-macam gumuk pasir yang terbentuk


Source: visualdictionaryonline.com

Marsh (1991) menyatakan bahwa deposit pasir dibentuk oleh gelombang


dan angin yang akan menumpuk pasir menjadi bukit dan ditiup menuju daratan.
Pada proses selanjutnya anginlah yang akan menjadi satu – satunya tenaga erosi
yang akan mendegradasikan gumuk pasir yang telah terbentuk. McHarg (1992)
menyatakan bahwa salah satu upaya untuk menstabilkan gumuk adalah dengan
penananam rumput yang dapat menurunkan kecepatan dan tekanan angin terhadap
permukaan gumuk pasir. Permukaan kemiringan yang langsung berhadapan
dengan arah datangnya angin merupakan permukaan yang paling rentan terhadap
tenaga erosi angin. Oleh karena itu di bagian ini perlu diperlakukan dengan
tanaman pemecah angin (windbreaks). Pemanfaatan tanaman sebagai komponen
pengontrol angin diarahkan kepada tiga prinsip yaitu memberikan rintangan laju
gerakan angin, penyaringan partikel – partikel pasir dan membelokkan arah tiupan
angin (Brooks, 1988).
Kesimpulan
Sand dune atau biasa disebut gumuk pasir merupakan salah satu hasil
sedimentasi akibat media transportasi angin yang terjadi bila akumulasi pasir yang
cukup banyak dan adanya tiupan angin yang kuat, angin mengangkut dan
mengedapkan pasir di suatu tempat secara bertahap sehingga terbentuk timbunan
pasir yang dapat terbentuk di daerah yang luas seperti gurun pasir dan pantai.
Terdapat beberapa macam kawasan sand dune yang di klasifikasikan menjadi
beberapa bagian yaitu gumuk pasir primer (primary dunes), lembah gumuk
(through area), gumuk pasir sekunder (secondary dunes), dan area dibalik gumuk
(backdunes). Kawasan sand dune juga dapat dimanfaatkan untuk konservasi,
lokasi wisata dan lain sebagainya. Untuk menghindari terjadinya erosi yang
menyebabkan degradasi pada sand dune yang telah terbentuk dapat dilakukan
penanaman rumput yang dapat menurunkan kecepatan dan tekanan angin terhadap
permukaan gumuk pasir.
Daftar Pustaka
Brooks,R.G. 1988. Site Planning, Environment, Process and Development.
Prentice Hall Career and Technology. New Jersey :106-112.
Budiyanto, G. 2011. Teknologi Konservasi Lanskap Gumuk Pasir Pantai
Parangtritis Bantul DIY. Jurnal Lanskap Indonesia. Vol.3 (2).
Darmawijaya, M.I. 1992. Klasifikasi Tanah Dasar, Teori bagi Peneliti Tanah dan
Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta.
Marsh,W.M. 1991. Landscape Planning, environmental Applications.2nd.John
Wiley & Sons,Inc. New York : 200-206
McHarg ,I. L.1992. Design with Nature. John Wiley and Sons,Inc. New York: 7-
15.
Noor, D. 2009. Pengantar Geologi. Fakultas Teknik, Universitas Pakuan.
2. Karakteristik kondisi Oseanografi dan potensinya di perairan selatan Jawa
Indonesia

Wilayah perairan selatan Jawa merupakan perairan yang unik karena letak
geografisnya yang terletak di antara benua Asia dan Australia. Di wilayah ini
terjadi suatu sistem pola angin yang disebut sistem angin muson Australia-Asia.
Terjadinya angin muson ini karena terjadi perbedaan tekanan udara antara massa
Benua Asia dan Australia. Pada bulan Desember-Februari di belahan bumi utara
terjadi musim dingin sedangkan di belahan bumi selatan terjadi musim panas
sehingga terjadi pusat tekanan tinggi di Benua Asia dan pusat tekanan rendah di
Benua Australia. Hal ini menyebabkan angin berhembus dari Benua Asia menuju
ke Australia. Angin ini pada wilayah selatan katulistiwa dikenal sebagai Angin
Muson Barat Laut (Northwest Monsoon), sebaliknya pada bulan Juli-Agustus
berhembus Angin Muson Tenggara (Southeast Monsoon) (Wyrtki, 1961).
Letak geografis perairan selatan Jawa dan barat Sumatera yang berada pada
sistem angin muson menyebabkan kondisi oseanografi perairan ini dipengaruhi
sistem angin muson, serta dipengaruhi oleh perubahan iklim global seperti El
Nino dan Indian Ocean Dipole Mode (Meyers, 1996). Selain itu perairan selatan
Jawa juga dipengaruhi oleh aliran massa air yang masuk dari Samudera Pasifik
Tropis Barat (5o LU) melalui perairan Indonesia ke Samudera Hindia (12o LS)
yang dikenal dengan Indonesian Throughflow (ITF) atau Arus Lintas Indonesia
(ARLINDO), (Bray et al., 1996)
Penelitian Soeriaatmadja (1957) menyebutkan adanya kemungkinan proses air
naik (upwelling) di perairan selatan Jawa pada saat Musim Barat. Disebutkan
bahwa upwelling tersebut terjadi pada jarak sekitar 90 mil dari pantai selatan Jawa
dan diperkirakan terjadi pada daerah pertemuan antara APJ yang mengarah ke
timur dengan AKS yang menuju ke barat. Pada sisi pertemuan kedua sistim arus
tersebut, sebagian APJ ikut berbelok ke barat mengikuti AKS. Sebagai akibat
adanya divergens pada sisi dari kedua arus ini, terjadi kekosongan massa air di
permukaan yang diisi oleh massa air dari bawah (upwelling).
Pada zona WPP RI-573 (Perairan Selatan Jawa – Nusa Tenggara) dipengaruhi
oleh ENSO (El nino Southern Oscilation) dan IOD (Indonsian Oscilation Dipole
Mode), merupakan faktor yang mempengaruhi intensitas upwelling. ENSO
berkaitan dengan perubahan tekanan udara pada permukaan laut, serta anomali
suhu permukaan laut pada ekuatorial Lautan Pasifik yang lebih tinggi/rendah
daripada normal. Perairan dan atmosfer seperti perubahan suhu permukaan laut,
perubahan tinggi muka air laut, perubahan kondisi upwelling, perubahan pola
angin permukaan, dan perubahan pola curah hujan.

Perairan Indonesia yang luas memiliki potensi sumber daya kelautan yang
besar, namun ketersediaan sumber daya tersebut berbeda bergantung pada
kesuburan perairan. Menurut Kemili P (2012), tingkat produktivitas suatu perairan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, tiga faktor utama adalah ketersedian nutrien,
cahaya dan suhu. Nutrien dibutuhkan oleh fitoplankton untuk tumbuh dan
berkembang biak, cahaya dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis dan
temperatur sebagai pengatur laju fotosintesis dan distribusi fitoplankton. Dengan
terjadinya upwelling di perairan selatan Jawa, menjadi salah satu potensi
penangkapan ikan, hal ini karena upwelling akan mengangkat massa air dibawah
kepermukaan sehingga kandungan nutrien dan klorofilnya tinggi serta suhu
permukaan lebih rendah dari sekitarnya. Selain itu dipantai selatan Jawa, terutama
daerah Parangtritis terdapat deretan gumuk pasir (send dunes) yang membentuk
formasi bulan sabit yang menciptakan pemandangan eksotik sehingga menjadi
salah satu obyek wisata alam. Beberapa hal diatas menjadi beberapa potensi yang
diperoleh dari karakteristik kondisi oseanografi di wilayah perairan Selatan Jawa.

Sumber:
Budiyanto, G. 2011. Teknologi Konservasi Lanskap Gumuk Pasir Pantai
Parangtritis Bantul DIY. Jurnal Lanskap Indonesia. Vol.3 (2).
Bray, N. A., S. Hautala, J. Chong and J. Pariwono. 1996. Large Scale Sea Level,
Thermocline, and Wind Variation in The Indonesian Throughflow
Region. J. Geophys. Res., 101: p 12.239 – 12.254.
Kemili, P., dan Putri, M.R. 2012. Pengaruh Durasi dan Intensitas Upwelling
Berdasarkan Anomali Suhu Permukaan Laut Terhadap Variabilitas
Produktivitas Primer di Perairan Indonesia. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis 4 (1): 66-79.
Meyers, G. 1996. Variation of Indonesia Throughflow and The El-Nino Southern
Oscillation. J. Geophys. Res., 101: p 12.255-12.263.
Soeriaatmaja, R. E. 1957. The Coastal Current South of Java. Mar. Res.
Indonesia, 3: p 41-53.
Wilopo, M. 2005. Karakter Fisik Oseanografi Di Perairan Barat Sumatera Dan
Selatan Jawa-Sumbawa Dari Data Satelit Multi Sensor. Intitut
Pertanian Bogor.

Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of the South East Asian Water. Naga
Report Vol. 2. The University of California, La Jolla. California.
3. Contoh perhitungan kelerangan pantai serta kesimpulan dari hasil perhitungan.

132 cm

153cm
5m

Soal:
Tentukan kemiringan (slope) pantai dengan keterangan seperti gambar diatas!
Jawab:
𝐷2 − 𝐷1
𝐼= 𝑋 100%
𝑋
𝐷2 − 𝐷1
𝐼 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑎𝑛
𝑋
Dengan:

I : Kemiringan pantai
D1 : Tinggi air waterpass 1
D2 : Tinggi air waterpass 2
X : Jarak antar tongkat
Maka:
153 − 132
𝐼= 𝑋 100%
5
21
I= X 100%
5
I = 4,2 X 100% = 0,042 m X100%
I = 4,2 %

Berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng USSSM dan USLE dapat disimpulkan


bahwa kemiringan lereng pantai bernilai 4,2 % dan termasuk kedalam kategori
sangat landai.

Anda mungkin juga menyukai