Robertus Silveriano
Mahasiswa
Aristoteles memakai kata hermeneutika pada salah satu judul bukunya yang
berbicara mengenai penafsiran. Ketika kita berbicara mengenai hermeneutika, kita
bicara mengenai manusia sebagai animal symbolicum.
Apa yang ada pada manusia sebenarnya ingin mengungkapkan sesuatu. Apa yang
dilakukan manusia ingin mencari arti dari sesuau. Menurut Ponty, manusia
itu condemned to meaning. Manusia tidak pernah lepas dari jerat makna.
Hermeneutika tidak hanya membahas mengenai kitab suci, kendati pada awalnya
hermeneutika digunakan untuk menafsirkan kitab suci. Hermeneutika filosofis
membahas prinsip-prinsip umum segala hal. Hermeneutika filosofis merupakan hasil
pengerucutan dari metode tafsir dan metode ilmiah.
Apa yang ditafsirkan? Teks. Teks dalam Bahasa Latin berarti anyaman. Hal ini mau
nenunjukkan bahwa teks adalah anyaman jaringan-jaringan makna. Manusia, karena
tidak pernah lepas dari jerat makna, berusaha untuk terus mencari makna dan
memaknai sesuatu.
Manusia sendiri adalah makhluk yang penuh makna. Setiap gerak-gerik tingkah laku
manusia mau mengungkapkan sesuatu. Cara bicara tertentu ingin mengungkapkan
makna tertentu. Postur tubuh tertentu mengungkapkan makna tertentu. Dengan kata
lain, makna tersirat dalam cara berada kita baik yang kita sadari maupun yang tidak
kita sadari.
Tujuan dari apa yang dilakukan oleh Schleiermacher adalah melakukan hermenutika
untuk teks-teks kuno. Latar belakang pada masa Schleiermacher adalah
romantisisme sebagi reaksi atas pencerahan.
Persoalan yang muncul saat ingin memahami teks-teks kuno adalah adanya
kesenjangan antara pembaca dan teks yang ditulis oleh penulis dari masa lampau.
Dengan hermeneutika, Schleiermacher mencoba memahami apa yang ada dalam
konteks bahasa, apa yang diungkapkan oleh penulis dalam tulisan. Schleiermacher
menyebut hermeneutika sebagai seni memahami.
Ada tiga macam seni, yaitu seni bicara (retorika), seni menulis, dan seni memahami.
Hermeneutika tumbuh dari retorika, dialetika, dan logika yang menjadi spesifik dalam
metode dan prinsip-prinsipnya.
Seni bicara dan seni menulis adalah sisi luar manusia. Seni memahami adalah gerak
ke dalam manusia. Target hermeneutika adalah dunia mental penulis, bukan
tulisannya itu sendiri.
Ada dua proses yang berbeda dalam memahami. Pertama, proses menulis yang
bergerak dari tulisan ke pikiran. Kedua, proses memahami tulisan yang bergerak dari
tulisan ke pikiran.
Setiap pergeseran makna harus diamati. Ini adalah sisi objektif dari teks. Interpretasi
psikologis mencoba menanyakan apakah yang dipikirkan oleh penulis ketika
menggunakan kata tersebut.
Contohnya adalah mengapa R.A. Kartini memilih frasa "Habis Gelap Terbitlah
Terang"? Di balik frasa tersebut, ia mau menunjukkan adanya unsur psikis tertentu
dalam diri R.A. Kartini yang membuatnya memilik susunan kata seperti itu.
Kita dapat memahami penulis lebih baik daripada si penulis itu sendiri memahami
dirinya. Hal ini disebabkan karena penafsir mengetahui lebih banyak daripada
penulis.
Penulis telah mempelajari latar belakang penulis yang mungkin saja si penulis tidak
menyadari hal ini. Dalam tahap ini, kita sampai pada objektivitas dalam melihat teks.
Antara interpretasi gramatis dan interpretasi psikologis itu sama-sama penting. Ada
korelasi timbal-balik antara keduanya. Dari sini muncullah lingkaran hermeneutis.
Kita pun diajak untuk membebaskan diri dari lingkaran setan untuk berdebat untuk
mendalami mana yang lebih dahulu antara bagian-bagian dan keseluruhan.
Memperdebatkan mana yang terdahulu dan mana yang menyusun berikutnya tidak
akan membuahkan hasil. Ini seperti memperdebatkan mana yang terlebih dahulu
antara ayam dan telur. Inilah yang dimaksud dengan lingkaran setan. Bagi
Schleiermacher, kita harus memahami bagian dan keseluruhan sekaligus.
Apakah langkah-langkah hermeneutika Schleriermacher ini rumit dan menyusahkan
penafsir? Bagi Schleiermacher, ini adalah sebuah seni.
Sebagai sebuah seni, seorang penafsir tidak akan puas ketika 'hanya' mendapatkan
satu makna. Ia akan terus mencari dan menggali, sehingga pemahaman yang
didapatkan tentang maksud penulis menjadi makin lengkap.
Kita butuh menafsirkan apa yang tertulis untuk dapat memahami maksud penulis.
Ada sesuatu yang lebih daripada apa yang tertulis.
Sumber: